hubungan antara keintiman persahabatan dengan sikap asertif

advertisement
HUBUNGAN ANTARA KEINTIMAN PERSAHABATAN DENGAN
SIKAP ASERTIF PADA REMAJA DI JAKARTA
Dita Anggraini Wijaya
Binus University Kampus Kijang, Jl. Kemanggisan Ilir III No.45,
Kemanggisan/Palmerah, Jakarta Barat 11480, Telp. (62-21) 5327630,
[email protected]
(Dita Anggraini Wijaya, Katarina Ira Puspita)
ABSTRACT
Friendship intensity on adolescence is important, the amount of time that adolescence spent
with their friends are greater than the other time in their life. There was also Assertiveness
among friendship, that attitude elicit as well as the friendship mature. The objective of this
research was to investigate the relationship between Friendships intensity with Assertiveness
towards Adolesence in Jakarta. A Quantitative appreoach was applied on this research by
distributing the Quastionare of the two researchs variables and operates Correlation using
SPSS. The subjects of this research were 15-18 years old high school student. The result of
this research was score obtain from the Quastionare to identify the degree of friendship
intensity and Assertiveness in Adolesence. Based on the result of this research, the conclusion
was there were relationships between Friendship intensity with Assertiveness in highschool
student in Jakarta.
Keywords: Friendships Intensity, Asertivenss, Adolesences.
ABSTRAK
Pada masa remaja intensitas persahabatan, pentingnya persahabatan dan jumlah waktu
yang dihabiskan dengan teman cenderung lebih besar dibandingkan waktu lain rentang
kehidupan, dalam persahabatan juga terdapat sikap asertif dimana sikap tersebut timbul
seiring berjalannya persahabatan tersebut. Penelitian ini ingin melihat Hubungan
antaraKeintiman Persahabatan dengan sikap Asertif pada remaja di Jakarta. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kuatitatif, yaitu dengan
melakukan penyebaran data yang didapat dari alat ukur masing-masing variabel yang
dikorelasikan menggunakan SPSS. Responden dalam penelitian ini adalah remaja yang
masih duduk di bangku sekolah menengah atas yang berumur 15-18 tahun. Hasil yang
didapat dari penelitian ini berupa skor yang diperoleh dari alat ukur penelitian untuk
mengukur keintiman persahabatan dan sikap asertif pada remaja. Berdasarkan hasil
penelitian maka kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah terdapat hubungan
antara Keintiman Persahabatan dengan Sikap Asertif pada remaja sekolah menengah atas di
Jakarta.
Kata kunci: Keintiman Persahabatan, SikapAsertif, Remaja
PENDAHULUAN
Pada masa remaja intensitas persahabatan, pentingnya persahabatan dan jumlah waktu
yang dihabiskan dengan teman cenderung lebih besar dibandingkan waktu lain rentang
kehidupan (Papalia, 2014).Kebutuhan untuk kedekatan meningkat pada masa remaja awal
dan hal ini mendorong remaja untuk mencari teman dekat atau sahabat (Santrock,
2007).Remaja
yang
memilikipersahabatan
umumnyamemilikiopini
yang
yang
dekat,
stabil,
danmendukung,
tinggiakandirimerekasendirimelakukanhal
yang
positif,
lebihmudahbersosialisasi,cenderungtidakbermusuhan, cemas, dandepresi (Buhrmester, 1990,
dalamPapalia,
2014).Keintimansangatmemerlukankedekatan,
kasihsayang,
keterbukaan,
dankomitmendiantaradua
orang
sahabat.Peningkatanintimasipadaawalmasaremajamembanturemajauntuklebihmengetahuidiri
merekasendiri.
Hubungandengantemanmembanturemajauntukmengeksplorasiperasaanmerekasendiri,
menetapkanidentitasdanmenunjukannilaidirimereka (Buhrmester, 1996).
Keterbukaandiriadalahtandadarikeintimanpersahabatan.Kedekatanmemungkinkanindi
vidumembukadiri,
membicarakandiskusimengenaimasalahpribadisepertiseksualitas,
masalahkeluarga,
danuang.Olehkarenaitukedekatanmerupakanawalterciptanya
interpersonal
dimanaantarindividusalingberbagiperasaandaninformasi
pentingsertarahasia
(Reis
&
bersahabatsecaraotomatispikiran,
Shaver,
1988).
Melaluiinteraksidua
proses
yang
orang
yang
perasaandanperilakumerekaakanmempengaruhisatusama
lain.Bickmore (1998) mengungkapkanbahwakeintimanpersahabatanadalahsebuahhubungan
yang
memungkinkanmasing-masingindividuuntukbergantungpadateman,
memilikikesamaanminatatausalingberbagipengalaman,
disclosure
danjugamemilikikualitasdalamselfyang
membuatindividudapatsalingterbukamembicarakanpemikirandanperasaanmasing-masing.
Individu yang mampu mengungkapkan pendapatnya secara jujur dan terbuka, ketika tidak
ingin melakukan suatu perkerjaan ia mampu berkata tidak, serta dapat mengekspresikan
pikiran dan perasaan pada orang lain memiliki karakteristik orang yang bersikap asertif . Hal
tersebutdapatmempengaruhicarakitaberinteraksidengan orang lain (Macfarlane, 2009).
Asertifadalahtingkahlaku
yang
menampilkankeberanianuntuksecarajujurdanterbukamenyatakankebutuhan,
danpikiran-pikiranapaadanya,
permintaan
yang
perasaan,
mempertahankanhak-hakpribadi,sertamenolakpermintaantidakmasukakaldarifigurotoritasdanstandar-standar
yang
berlakupadasuatukelompok (Rathus& Nevid,1983).Alberti & Emmons (dalam Rakos, 1991)
secara detail menyebutkan bahwa perilaku asertif merupakan perilaku yang memungkinkan
seseorang untuk bertindak sesuai dengan keinginan, mempertahankan diri tanpa merasa
cemas, mengekspresikan perasaan secara jujur dan nyaman, ataupun untuk menggunakan
hak-hak pribadi tanpa melanggar hak orang lain. Menurut MackLeod (2015) definisi asertif
adalah dimana seseorang bisa mempertahankan hak dan kebutuhannya sekaligus juga orang
tersebut dapat bersikap sopan dan menghormati orang lain ketika ia sedang bersikap asertif.
MacLeod (2015) juga menyatakan ketika seseorang bersikap asertif maka orang tersebut
dapat terbuka terhadap apa yang dia inginkan dan apa yang ia rasakan. Asertif membuat
seseorang dapat melindungi hak mereka, tetapi dengan cara yang sopan dan tidak
menyinggung perasaan orang lain.
Beberapafaktor
yang
dapatmempengaruhiperkembanganasertifyaitujeniskelamin,
hargadiri, kebudayaan, tingkatpendidikan, tipekepribadiandansituasitertentulingkungansekitar
(Rathus&Nevid,
1983).
Salah
satualasanseorangremajatidakdapatberperilakuasertifkarenasebagianbesardarimerekabelumm
enyadaribahwamerekamemilikihakuntukberperilakuasertif
(Rosita,
2008).
Remajabelumdapatmengkomunikasikanperasaan yang dirasapada orang lainsecarajujur.
Umumnyamerekaengganberperilakuasertifkarenamerekamerasabahwasuaraataukeinginanmer
ekaakandiabaikanolehfigur yang lebihkuatseperti orang tua, guru atautemansebaya.
Persahabatanakanmemberikankesempatankepadaseseoranguntukmenjalankanfungsiseb
agaitemanketikasama-samamelakukansuatuaktivitas. Remaja yang memilikipersahabatan
yang
intimdapatmeningkatkankeyakinandiri
yang
merekamiliki,
dengandemikianmerekamampubersikapasertif,
yaitumampumengungkapkanpendapatdanperasaantanpamerugikan
orang
lain
dandirisendiri.Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah semakin intim seseorang terhadap
sahabatnya maka semakin tinggi juga sikap asertifnya, dalam persahabatan diperlukan
kejujuran dan keterbukaan agar terjadi self-disclosure satu sama lain sehingga individu yang
telibat bisa saling membicarakan apa saja yang meliputi pemikiran dan perasaan satu sama
lain. Dengan demikian tingginya keintiman dalam persahabatan yang salah satunya bisa
terlihat dari self-disclosurenyaakan diikuti juga dengan tingginya sikap aserif seseorang
terhadap sahabatnya karena tidak ada hal yang perlu ditutupi sehingga mereka berani dalam
mengemukakan hal apapun.
METODE PENELITIAN
Definisi operasional dari keintiman persahabatan adalah hubungan pertemanan yang
erat, yang ditandai dengan adanya kejujuran dan spontanitas (frankness andspontaneity),
kepekaan dan pengertian (sensitivity and knowing), kelekatan (attachment), ekslusifitas
(exclusiveness), memberi dan berbagi (giving and sharing), penerimaan dan pengorbanan
(taking and imposition), kegiatan yang sama (common activities), kepercayaan dan kesetiaan
(trust and loyalty).Definisi operasional dari sikap asertif adalah tingkah laku yang
menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan,
dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaanpermintaan yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada
suatu kelompok.
Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah individu remaja berusia 15-18 tahun
yang masuk kedalam kategori remaja madya (middle adolescence), dengan jumlah 250
responden dari kategori laki-laki (n=128, persentase = 51.2%) dan perempuan (n = 122,
persentase = 48.8%).Penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling yaitu
snowball sampling. Snowball sampling adalah pengambilan sampel yang dilakukan dalam
jumlah kecil kemudian sampel bertambah banyak (Gravetter & Forzano, 2012).Instrumen
penelitian ini untuk variabel pertama menggunakan keintiman persahabatan dengan alat ukur
Intimate Friendship Scale (IFS) yang dikembangkan oleh Sharabany (1974). Nilai reliabilitas
yang dihasilkan dari penelitian peneliti menghasilkan (Cronbach’s Alpha = .853). Hasil uji
validitas peneliti berasal dari Corrected Item-Total Correlation dengan bantuan program
SPSS versi 22.0 menunjukkan bahwa alat ukur tersebut dikatakan tidak valid karena nilainya
< 0.25 terdapat 6 item. Untuk instrumen penelitian dari variabel kedua adalah sikap asertif
menggunakan alat ukur Simple Rathus Assertiveness Schedule (SRAS) yang dikembangkan
oleh McCormick (1984). Nilai reliabilitas yang dihasilkan dari penelitian peneliti
menghasilkan (Cronbach’s Alpha = .636).Hasil uji validitas peneliti berasal dari Corrected
Item-Total Correlation dengan bantuan program SPSS versi 22.0 menunjukkan bahwa alat
ukur tersebut dikatakan tidak valid karena nilainya < 0.25 terdapat 19 item. Dalam penelitian
ini, pertama-tama melakukan pilot study pada 80 responden yang dilakukan bulan Juni.
Untuk field study dilakukan pada bulan Juli yang dilakukan pada 250 responden di wilayah
Jakarta.
HASIL DAN BAHASAN
Berdasarkan perhitungan data dari hasil uji hipotesis menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara keintiman persahabatan dengan sikap asertif (0.044, < 0.05).
Hal tersebutsebenarnya bisa dilihat dari teori kedua variabel, keintiman persahabatan
memiliki definsi sebuah hubungan yang memungkinkan masing-masing individu untuk
bergantung pada teman, memiliki kesamaan minat atau saling berbagi pengalaman, dan juga
memiliki kualitas dalam self-disclosure yang membuat individu dapat saling terbuka
membicarakan pemikiran dan perasaan masing-masing (Bickmore, 1998) dari pengertian
tersebut terlihat bahwa ketika seseorang memiliki keintiman persahabatan, dalam hal ini
semakin tinggi tingkat keintiman persahabatan maka akan semakin memiliki keterbukaan
sehingga orang tersebut dapat lebih mudah untuk mengungkapkan kebutuhan, perasaan dan
pikiran-pikiran apa adanya, hal ini sejalan dengan definisi dari sikap asertif yaitu tingkah laku
yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan,
perasan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, sertamenolak
permintaan-permintaan yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar-standar yang
berlaku pada suatu kelompok (Rathus & Nevit, 1983).
Adapun hasil dari analisa tambahan untuk melihat keintiman persahabatan dengan jenis
kelamin responden. Hasil yang didapat menjelaskan bahwa pada responden penelitian yang
berjenis kelamin perempuan lebih banyak yang memiliki skor IFS yang tinggi yaitu 86
responden daripada laki-laki yaitu 78 responden, sedangkan untuk responden dengan
klasifikasi IFS rendah lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 50 responden
berbanding perempuan yaitu 36 responden, hal ini sejalan dengan penelitian (Sharabany et al,
1981), dalam (Shulman, 1997) mengungkapkan bahwa wanita cenderung lebih membuka diri
dan lebih erat pada sahabat mereka dibanding pria. Pria cenderung mengekspresikan diri
mereka secara terpisah, bentuk persahabatan mereka biasanya saling membagi aktivitas,
sedangkan wanita lebih menekankan pada keterkaitan diri satu sama lain dengan sahabatnya,
mengutamakan keintiman dan hubungan timbal balik dalam persahabatan itu sendiri.Hasil
analisa untuk melihat sikap asertif dengan jenis kelamin responden menunjukkan bahwa
responden penelitian yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yang memiliki skor RSAS
tinggi yaitu 76 responden daripada perempuan yaitu 71 responden, sedangkan untuk
responden dengan klasifikasi SRAS rendah lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan
yaitu 51 responden berbanding laki-laki yaitu 52 responden. Artinya laki-laki lebih memiliki
sikap asertif dibandingkan perempuan. Hal sejalan dengan penelitian Rathus dan Nevid
(1983) yang mengungkapkan bahwa wanita pada umumnya lebih sulit bersikap asertif seperti
mengungkapkan perasaan dan pemikiran dibandingkan dengan laki-laki.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis hasil yang didapatkan bahwa hubungan keintiman persahabatan
dengan sikap asertif memiliki korelasi positif yang sangat lemah dengan korelasi koefisien
sebesar 0.127. Hal tersebut menunjukkan bahwa
ditolak dan
diterima artinya terdapat
hubungan antara keintiman persahabatan dengan sikap asertif . Ini dilihat dari signifikansi uji
korelasi sebesar 0.044 dengan asumsi bahwa
ditolak jika signifikansi < 0.05. Terdapat
beberapa saran teoritis yaitu item-item pada alat ukur sikap asertif sebaiknya dikembangkan
menjadi item yang lebih kongkrit, hal ini dilakukan agar subjek remaja semakin memahami
setiap itemnya, sehingga subjek dapat menentukan kesesuaian tiap item terhadap dirinya
sendiri dengan lebih mudah. Akan lebih baik penelitian selanjutnya melibatkan self-esteem
karena ada hubungannya antara keintiman persahabatan dengan sikap asertif. Bahwa ternyata
keintiman persahabatan memiliki sisi positif yaitu memperkuat self-esteem individu dan
jugaself-esteem yang positif dapat menumbuhkan asertifitas.
Adapun saran praktis untuk responden dalam penelitian ini seperti,sikap asertif adalah
suatu hal penting yang harus dimiliki remaja. Adapun saran agar remaja dapat bersikap asertif
, yaitu mengatakan apa yang sedang dipikirkan dan rasakan, ketika berbicara perhatikan
bahasa tubuh, memastikan postur tubuh yang sesuai (seperti berdiri tegak), membuat kontak
mata, ekspresi wajah yang sesuai, dan berbicara cukup keras untuk didengar,mengatakan
keinginan yang diharapkan, berani untuk mengatakan ya atau tidak, serta berani membuat
sebuah permintaan, dan mengkomunikasikan perasaan secara langsung dan terbuka.
REFERENSI
Bickmore. T. (1998). Friendship quality and intimacy in the digital age. MAS714-System &
Self, 11-12.
Buhrmester, D. (1996). Intimacy of friendship, interpersonal competence, and adjustment
during preadolescence and adolescence. Child Development, 61, 1101-1111.
Gravetter, F. J.,& Forzano, L. B. (2012). Research methods for the behavioral sciences, Third
edition. Belmont: Cengage Learning.
MacFarlane, J. (2009). Future contingents and relative truth. Philosophical quarttely.
53(212):321-336.
McCormick, I. A. (1984). A simple version of the rathus assertiveness schedule. Behavioral
Assessment, 7, 95-99.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2014). Experience human development. New
York: Mc Graw Hill.
Rakos, R.F. (1991). Assertive behavior: Theory, research & training. New York: Routledge,
Chapman & Hall Inc.
Rathus, S. A. (1973). A 30-item schedule for assessing assertive behavior. Behavior Therapy,
4, 398-406.
Rathus, S. A., & Nevid, J. S. (1983). Adjustment and growth: The challenges of life. New
York: CBS College Publising.
Reis, H. T., & Shaver, P. (1988). Intimacy as an interpersonal process. In S. Duck (Ed.),
Handbook of personal relationships (pp. 367-389). Chichester, England: Wiley.
Rosita, H. (2008, Januari 11). Hubungan antara perilaku asertif dengan kepercayaan diri.
Diakses April 25, 2015, dari Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma:
http://www.gunadarma.ac.id/library/jurnalgraduate/psychology/2007/6-37/pdf.
Santrock, J.W. (2007). Adolescence (edisi 11).Jakarta: Erlangga.
Sharabany, R. (1974). Intimate friendship scale: Conceptual underpinnings, psychometric
properties and construct validity. Journal of social personal relationship, 11, 449469.
Sharabany, R. (2008). Boyfriend, girlfriend in a traditional society: Parenting style and
development of intimate friendship among Arab in school. International journal of
behavioral development, 32 (1), 66-75.
Shulman, S., Laursen, B., & Kalman, Z. (1997). Adolescent intimacy revised. Journal of
Youth and Adolescence, 26 (5), 597-617.
Download