Bab 5 Penutup 5.1 Simpulan Dari pembahasan sebelumnya, menjabarkan bagaimana hasil penelitian pada obyek terkait, yaitu karyawan Indonesia di dalam perusahaan asal Korea dengan pimpinan dan cara kerja orang Korea yang diterapkan. Terdapat budaya yang berbeda dalam satu lingkungan kerja yang sama, perbedaan budaya menunjukkan bahwa terdapat bahasa komunikasi serta persepsi yang berbeda. Penelitian yang diangkat oleh Oetzel mengenai Effective Intercultural Work Group Communication Theory yang menaruh perhatian terhadap keragaman budaya dalam suatu kelompok, dan kemudian ia mengungkapkan bahwa, Didalam suatu kelompok dengan keragaman budaya yang terdapat perbedaan budaya di antara anggotanya yang mencakup perbedaan dalam hal kewarganegaraan, kebangsaan, etnik, bahasa, jenis kelamin, posisi pekerjaan, umur, kemampuan, dan sebagainya (Morissan, 20 : 354). Dengan adanya perbedaan budaya maka akan memberikan pengaruh terhadap fungsi kelompok untuk mencapai tujuannya. Dalam mencapai suatu tujuan yang sama, diperlukan komunikasi yang efektif untuk menyatukan pola pikir tiap anggota kelompok. Namun, dalam menyatukan dua latar belakang budaya yang berbeda untuk saling berkomunikasi akan sulit jika tidak memiliki pemahaman bahasa yang sama. Hal itulah yang membuat Berger dan Gudykunst menaruh perhatiannya terhadap perbedaan budaya, karena menurutnya akan terjadi suatu ketidakpastian dan kecemasan didalam diri individu untuk berkomunikasi. 5.1.1 Pengalaman ketidakpastian dan kecemasan karyawan Indonesia yang bekerja pada lingkungan, sistem, dan konteks budaya Korea di Lotte Shopping Avenue mall Di dalam penelitian ini, pengalaman ketidakpastian dan kecemasan karyawan Indonesia yang bekerja di Lotte Shopping Avenue mall terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu : 103 104 1. Lingkungan Berdasarkan lingkungan, karyawan Indonesia yang bekerja di Lotte Shopping Avenue mall tidak begitu merasakan perbedaan sebab lokasi dari pusat perbelanjaan ini yang terletak pada wilayah Jakarta, Indonesia. Oleh sebab itu, tidak seratus persen bahwa pengunjung yang datang ke Lotte Shopping Avenue mall adalah orang Korea, meski sebagian ada namun masih tetap didominasi oleh penduduk Indonesia maka dalam hal lingkungan, karyawan Indonesia tidak merasakan suatu perbedaan yang signifikan. Perasaan berbeda tentu ada, karena pusat perbelanjaan yang satu ini sering dikunjungi oleh warga Negara asing sehingga mengharuskan karyawan Indonesia untuk mampu berbahasa internasional (bahasa Inggris) dalam berkomunikasi ataupun melayani pelanggan. 2. Sistem Sistem yang digunakan pada Lotte Shopping Avenue mall adalah sistem kerja orang Korea. Pengalaman ketidakpastian dan kecemasan dirasakan oleh karyawan Indonesia pertama, mengenai Standard Operating Procedure yang tidak dibuat secara tertulis. Orang Korea menganggap bahwa sumber daya manusia yang masuk dalam praktik kerja adalah mereka yang sudah menyiapkan dirinya untuk bekerja dan tahu etika dalam bekerja. Sementara orang Indonesia membutuhkan suatu pesan secara tertulis dan job description yang jelas untuk dapat bekerja secara benar. Kesimpulannya adalah bahwa hal ini membuat perasaan ketidakpastian dan kecemasan para karyawan Indonesia. Kedua, mengenai waktu kerja. Prinsip kerja bagi orang Korea adalah hidup untuk bekerja. Hal ini yang menjadi acuan bagi orang Korea untuk menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk bekerja dan memberikan hasil pekerjaan yang maksimal dan terbaik agar mampu mengalahkan saingannya. Waktu bekerja yang direalisasikan oleh orang Korea di Lotte Shopping Avenue mall untuk bekerja adalah 14 – 20 jam perharinya, waktu yang sedemikian juga diharapkan mampu direalisasikan oleh karyawan Indonesia namun dalam hal ini tidak ada unsur paksaan atau sesuatu yang diharuskan. Tetapi dalam hal ini orang Korea juga akan memberikan suatu penghargaan bagi karyawan Indonesia yang mampu memberikan hasil pekerjaan terbaik. Masih berkaitan dengan waktu, orang 105 Korea sangat disiplin dalam bekerja, jika waktu yang ditetapkan untuk masuk kerja adalah 08.00 WIB, maka tidak ada toleransi atas keterlambatan. Karyawan Indonesia masih sering melakukan pelanggaran waktu dan hal ini membuat mereka menerima sanksi dan merasakan perasaan kecemasan, hanya saja mereka menjadi terbiasa dengan kedisiplinan tersebut dan perasaan cemas semakin berkurang. 3. Konteks Budaya Korea Didalam Lotte Shopping Avenue mall masih dirasakan adanya budaya Korea yang dominan, yaitu pertama, ialah rasa hormat. Budaya Korea sangat mengutamakan rasa hormat terhadap orang yang lebih tua, itu sebabnya panggilan terhadap atasan adalah ‘mister’ yang artinya adalah tuan, atau dalam bahasa Korea yaitu ‘tim jan min’ yang artinya ketua tim. Berbeda jika dibandingkan dengan budaya Negara Barat yang terbiasa dengan memanggil nama saja. Dalam hal ini, karyawan Indonesia tidak merasakan ketidakpastian dan kecemasan karena di dalam budaya Indonesia sendiri juga sangat menghormati orang yang lebih tua atau orang yang memiliki jabatan lebih tinggi. Kedua, orang Korea sangat mencintai Negara mereka, hal tersebut dapat dilihat dengan cara mereka berbelanja. Orang Korea lebih memilih untuk belanja produk buatan Negara nya dibandingkan belanja produk buatan Negara lain. Untuk itu, orang Korea akan sangat memberikan penghargaan bagi karyawan Indonesia yang mampu menggunakan bahasa Korea dalam berkomunikasi. Tetapi dalam kaitannya, hal ini bukan suatu yang memaksa karyawan Indonesia untuk melakukannya maka tidak ada perasaan ketidakpastian dan kecemasan karyawan Indonesia dalam melakukan konteks budaya Korea. 5.1.2 Karyawan Indonesia melakukan manajemen ketidakpastian dan kecemasan dalam bekerja di bawah kepemimpinan berbudaya Korea pada Lotte Shopping Avenue mall Setelah meneliti lebih jauh terhadap obyek penelitian ini, bahwa terdapat unsur ketidakpastian dan kecemasan didalam diri obyek penelitian. Kondisi ini dirasakan pada tahap awal hubungan antara karyawan Indonesia dengan pimpinannya yang berkebudayaan Korea. Menurut Gudykunst, bahwa unsur ketidakpastian dan kecemasan tersebut dapat 106 diminimalisir melalui teori yang telah teruji dan dapat dipercaya hasilnya, yaitu Anxiety Uncertainty Management Theory (AUM). Berdasarkan data dari para informan yang menyatakan bahwa mereka telah bekerja selama 2 tahun di Lotte Shopping Avenue mall, menunjukkan kesanggupan serta rasa nyaman dalam diri mereka untuk bekerja di bawah pimpinan orang Korea. Hal itu menyimpulkan bahwa mereka telah mampu mengelola unsur ketidakpastian dan kecemasan di dalam dirinya. Pada penelitian ini, ingin mengetahui bagaimana para karyawan Indonesia mengelola ketidakpastian dan kecemasan didalam diri mereka, yang kemudian di hubungkan dengan Anxiety Uncertainty Management Theory oleh Gundykunst. Maka dari hasil penelitian ditarik kesimpulan bahwa, konsep yang dinyatakan Gudykunst melalui teorinya dapat diaplikasikan didalam kehidupan karyawan Indonesia di Lotte Shopping Avenue mall secara efektif. Walaupun tidak semua konsep yang dijabarkan pada AUM Theory dapat digunakan untuk mengatasi ketidakpastian dan kecemasan diri obyek penelitian. Hal tersebut disebabkan karena kehidupan sosial terus berkembang dan dapat selalu berubah, serta obyek yang diteliti berbeda dengan obyek penelitian sebelumnya. Dimana sifat setiap manusia tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan budaya suatu Negara. Karena pada kenyataan manusia it uterus berkembang tanpa ada batasan. 5.2 Saran Setelah melakukan observasi dan melakukan wawancara mendalam dengan beberapa narasumber, dan melihat kesimpulan diatas maka penulis dapat memberikan saran, yaitu: 5.2.1 Saran Akademis 1. Manajemen ketidakpastian dan kecemasan didalam diri individu diharapkan dapat menjadi suatu strategi untuk mencapai suatu situasi yang nyaman dalam berkomunikasi dan berinteraksi. 107 2. Karyawan Indonesia di Lotte Shopping Avenue mall telah mengaplikasikan konsep manajemen ketidakpastian dan kecemasan didalam dirinya, sehingga mampu mencapai rasa nyaman pada lingkungan kerja dan memiliki hubungan kerja yang baik dengan pimpinannya yang berbudaya Korea. 5.2.2 Saran Praktis 1. Untuk tetap mempertahankan konsep percaya diri yang sampai pada saat ini diterapkan dalam hubungan kerja yang berbeda kebudayaan. 2. Menjaga level kepercayaan diri dan motivasi berkomunikasi agar tetap stabil, sehingga pola interaksi yang terjadi dapat terus berkembang. 3. Memahami budaya pimpinan dengan mencari informasi lebih melalui beberapa narasumber buku, media internet, dan pengalamanpengalaman ketika berinteraksi dengan budaya Korea yang dimiliki pimpinan. Karyawan dapat lebih dulu menyesuaikan diri dengan budaya yang diterapkan dalam perusahaan, meskipun lokasi perusahaan ada di Indonesia namun kebutuhan untuk mencapai lingkungan kerja yang lebih perlu suatu ketersediaan dalam menyesuaikan diri.