BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Tren popularitas batu akik merupakan salah satu fenomena yang sempat terjadi di Indonesia. Tren batu akik dikenal pula sebagai salah satu fenomena gelembung ekonomi yang memiliki dampak secara luas dalam masyarakat baik secara sosial maupun ekonomi. Keberadaan tren popularitas batu akik sebagai fenomena gelembung ekonomi tentunya mendorong terjadinya dinamika maupun perubahan sosial suatu masyarakat termasuk masyarakat di Sawahan, Ponjong, Gunungkidul. Salah satu alasan cepat meroketnya tren batu akik adalah masyarakat yang berlomba-lomba untuk mendulang keuntungan ekonomi dengan memanfaatkan tren tersebut. Dampak yang ditimbulkan karena keberadaan tren batu akik dapat di lihat dari dua fase utama yaitu fase tren sedang naik dan ketika tren sedang meredup. Meroketnya popularitas batu akik secara tiba-tiba menjadikan tren batu akik yang berlangsung sebagai sebuah fenomena yang dianggap irrasional. Namun, tindakan yang dilakukan oleh masyarakat dalam menanggapi tren tersebut merupakan sebuah tindakan yang rasional. Hal tersebut dikarenakan motif dibalik tindakan masyarakat dalam menghadapi tren dapat diterima akal sehat yaitu memnfaatkan kesempatan untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Adanya fenomena 105 popularitas batu akik, dianggap sama dengan tren-tren sebelumnya yang pernah melanda masyarakat Indonesia salah satunya tren Tanaman Anthurium. Dinamika sosial yang terjadi di Sawahan dapat dijelaskan dengan fungsionalisme struktural Talcott Parsons34. Dalam hal ini, masyarakat dilihat sebagai sebuah sistem sosial. masyarakat merupakan sebuah sistem kehidupan bersama yang menimbulkan kebudayaan karena setiap anggota kelompok merasa terikat antara satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, masyarakat sebagai suatu sistem berkembang menyesuaikan dengan perubahan sosial yang ada. Dampak dari dinamika sosial akibat tren popularitas batu akik dapat dilihat dari dua sisi yaitu dampak positif dan negatif. Dampak yang ditimbulkan sama dengan risiko yang harus diterima masyarakat dimana fenomena itu terjadi. Naiknya tren popularitas batu akik berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Sawahan. Naiknya tren menjadikan jumlah pengrajin batu akik di Desa sawahan meningkat menjadi dua kali lipat lebih. Selain itu, Naiknya tren popularitas batu akik mendorong dibangunnya Galeri Batu Mulia di Desa Sawahan yang berfungsi sebagai wadah untuk mendukung produktivitas para pengrajin batu akik dengan tujuan bisa menjadi salah satu sarana memajukan ekonomi desa. Kemunculan para pengrajin yang semakin banyak dan adanya Galeri mendorong dibentuknya Kelompok pengrajin Sidodadi desa Sawahan untuk memudahkan dalam bekerjasama. Pasca kemunculan tren popularitas batu akik, pengrajin di desa sawahan dapat dibedakan dalam dua golongan meski berada dalam satu wadah yang sama 34 George Ritzer dan Douglas J.Goodman, Teori Sosiologi, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2010) 106 yaitu pengrajin tetap dan pengrajin dadakan. Pengrajin tetap adalah para pengrajin yang telah menjalankan usahanya jauh sebelum adanya tren popularitas batu akik. sedangkan pengrajin dadakan adalah para anggota masyarakat yang tertarik untuk menjadi pengrajin batu akik ketika batu akik sedang berada di puncak popularitasnya. Selain itu, para pengrajin juga bisa dibedakan berdasarkan status ekonominya yang diliht dari pekerjaan lain yang dilakoni diluar menjadi pengrajin. Para pengrajin yang tergolong dalam kelas atas merupakan pengrajin yang juga memiliki pekerjaan utama sebagai pedagang maupun pegawai suatu instansi. Sementara itu, pengrajin yang tergolong dalam kelas bawah yang para pengrajin yang juga hanya berprofesi sebagai petani. Dampak popularitas batu akik merupakan salah satu fenomena juga bisa dijelaskan melalui Teori Masyarakat Risiko 35. Tren batu akik merupakan hasil dari masyarakat yang cenderung bersifat konsumtif dimana perilaku konsumtif dianggap sebagai tanda atau konsekuensi dari modernitas saat ini. Dalam penelitian ini, efek dari dampak yang muncul karena tren popularitas batu akik juga berbeda antara yang dirasakan oleh pengrajin tetap dengan para pengrajin baru (dadakan). Dampak tren batu akik di sawahan paling kentara dalam bidang sosial ekonomi masyarakat. Dampak yang muncul ketika naiknya popularitas batu akik cenderung dinilai positif karena dianggap mampu mendatangkan keuntungan dan menjadi sumber mata pencaharian baru sehingga dinilai mampu meningkatkan perekonomian masyarakat. 35 Beck, Ulrich. Risk Society. diakses dari http://repositories.lib.utexas.edu/bitstream/handle/ 2152/25463/risk%2520society%2520by%2520ulrich%2520beck.pdf 107 Pada saat popularitas batu akik mulai meredup, masyarakat terutama pengrajin mulai merasakan imbas salah satunya kehilangan profit karena penurunan daya beli msyarakat secara tiba-tiba. Fase inilah yang disebut sebagai efek boomerang dalam masyarakat resiko. Pengrajin yang paling merasakan dampaknya adalah para pengrajin dadakan terutama yang juga berprofesi sebagai petani. Hal tersebut dikarenakan para pengrajin dadakan masih minim pengalaman usaha maupun pengalaman dalam menghadapi fluktuasi batu akik salah satunya karena sebuah tren. Meredupnya tren popularitas batu akik menyebabkan para pengrajin di desa sawahan di hadapkan pada pilihan untuk bertahan atau menyerah dengan usaha kerajinan akik yang mereka lakoni. Selain berdampak pada para pengrajin itu sendiri, meredupnya tren popularitas batu akik juga berdampak pada Galeri Batu Mulia yang baru seumur Jagung. Sepinya pengunjung dan tidak adanya pembeli seperti saat tren sedang naik menjadikan galeri terpaksa harus vakum beroperasi. Untuk menghadapi dampak yang muncul terutama pasca meredupnya tren batu akik, para pengrajin di Desa Sawahan tentunya memiliki strategi-strategi sebagai upaya untuk bertahan. strategi yang dilakukan para pengrajin selain bersifat personal namun juga komunal dengan saling bekerjasama. Dalam hal ini, strategi yang dilakukan oleh para pengrajin adalah memanfaatkan keberadaan modal sosial dengan sebaik-baiknya. Modal sosial berbeda dengan modal fisik (physical capital) dan modal manusia (human capital). Modal sosial melekat sebagai sebuah struktur dari hubungan antar manusia. 108 Dengan modal sosial, para pengrajin berusaha mempertahankan usaha batu akik yang telah mereka jalani meskipun tren telah meredup. Melalui modal sosial, pengrajin batu akik di Desa Sawahan membangun sebuah jaringan sosial yang dilandasi oleh rasa kepercayaan dan berdasarkan pada norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Implementasi dari penerapan modal sosial para pengrajin batu akik sawahan dapat dilihat dari kerjasama yang terjalin baik antar sesama pengrajin maupun dengan lembaga pemerintahan. 2. Saran Dengan mengetahui kondisi kerajinan batu akik dan berdasarkan pada hasil dari penelitian mengenai dampak tren popularitas batu akik sebagai fenomena gelembung ekonomi, maka berikut ini ada beberapa saran yang kiranya perlu untuk diperhatikan: 1. Masyarakat harus lebih arif dalam menghadapi sebuah fenomena sosial yang kerap terjadi apalagi terkadang memiliki pola yang sama seperti halnya terkait dengan tren popularitas batu akik. Dalam menghadapi eforia dari tren batu akik alangkah baiknya jika bersikap sewajarnya. Selain itu, dalam menjalankan sebuah usaha hendaknya didasarkan pada niat bukan karena terbawa arus akibat tren. 2. Perlunya kerjasama lebih intensif antara pemerintah setempat dengan para pengrajin batu akik untuk menjaga kelangsungan usaha kerajinan batu akik terutama terkait dengan pelatihan dan pemasaran produk. Apalagi Desa Sawahan dianggap sebagai sentra batu akik gunungkidul. Dalam hal ini, komunikasi dan 109 pendampingan yang intensif dari pemerintah setempat bisa menjadi salah satu cara untuk memajukan kerajinan batu akik. 3. Perlunya pengembangan softskill dan kreatifitas, sehingga bentuk kerajinan tidak hanya sebatas bentuk cincin akan tetapi bisa dibentuk menjadi cidera mata lain untuk meraih kembali minat konsumen. 110