Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013 ANALISIS RANTAI NILAI INDUSTRI KECIL GULA KELAPA DI KABUPATEN BANYUMAS Suliyanto Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen, Universitas Jenderal Soedirman Jl. HR Boenyamin 708 Purwokerto-Jawa Tengah, Indonesia e-mail: [email protected] ABSTRAK Kabupaten Banyumas merupakan kabupaten yang memiliki potensi yang sangat tinggi bagi pengembangan industri kecil gula kelapa, hal ini terlihat dari tingginya produksi gula kelapa dan banyaknya tenaga kerja yang terlibat dalam industri gula. Tingginya potensi gula kelapa di Kabupaten Banyumas tidak diikuti dengan kesejateraan pengrajin gula kelapa. Rendahnya kesejahteraan pengrajin gula kelapa disebabkan karena rendahnya marjin usaha. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis rantai pasokan pada industri gula kelapa di Kabupaten Banyumas. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kualitatif, data dikumpulkan dengan observasi, Focuss Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh kesimpulan bahwa salah satu penyebab rendahnya efisiensi gula kelapa disebabkan karena tidak baiknya rantai pasokan pada usaha gula kelapa. Kata kunci: Gula Kelapa, Rantai Nilai, Industri Kecil PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Banyumas merupakan kabupaten yang memiliki potensi yang sangat tinggi bagi pengembangan industri kecil gula kelapa, hal ini terlihat dari tingginya produksi gula kelapa yang mencapai 51.341,20 ton/tahun, dan banyaknya tenaga kerja yang terlibat dalam industri gula., dengan jumlah pengrajin dan penderes tercatat sebanyak 27.862 orang yang tersebar di 23 kecamatan (Bank Indonesia, 2011). Namun tingginya potensi gula kelapa di Kabupaten Banyumas tidak diikuti dengan kesejateraan pengrajin gula kelapa. Rendahnya kesejahteraan pengrajin gula kelapa disebabkan karena rendahnya marjin usaha. Selama ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan pengrajin gula kelapa melalui beberapa kegiatan yaitu bantuan peralatan, palatihan dan pendampingan, namun usaha tersebut belum menunjukkan hasil yang berarti, hal ini karena kegiatan tersebut hanya ditujukkan kepada para pengrajin dan tidak menganalisis secara keseluruhan rantai pasokan pada industri gula kelapa. Peningkatan nilai tambah dapat dilakukan dengan cara menggunakan suplier yang terbaik, dengan memperlancar distribusi produk, menggunakan komponen atau jasa yang disediakan oleh perusahaan lain (outsourching), dan mengidentifikan bidang usaha yang dipandang sudah tidak produktif. Disamping masalah pasokan pada industri gula kelapa, aspek pemasaran pada industri kecil gula kelapa juga masih memiliki banyak permasalahan, sampai saat ini pemasaran gula kelapa belum mengalami perbaikan yang berarti. Salah satu cara untuk menganalisis penciptaan keungunggulan daya saing suatu perusahaan/industri adalah dengan menggunakan analisis rantai nilai seperti yang dikembangkan oleh Porter, ISBN : 978-602-97491-6-8 A-7-1 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013 (1985). Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis rantai pasokan pada industri gula kelapa di Kabupaten Banyumas. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian sebagai berikut “Bagaimana kondisi rantai nilai industri kecil gula kelapa di kabupaten Banyumas, untuk meningkatkan kesejahteraan pengrajin gula kelapa di Kabupaten Banyumas?, dengan tujuan penelitian untuk meningkatkan efisiensi dengan cara menganalisis rantai nilai industri kecil gula kelapa di Kabupaten Banyumas. Telaah Pustaka Analisi rantai nilai merupakan topik yang relatif baru dan memiliki banyak perbedaan dalam pendekatan penelitian yang digunakan. Konsep ini pertama kali dikembangkan oleh Porter (1985), dan dalam beberapa tahun terakhir konsep rantai nilai telah menarik perhatian banyak akademisi (Lord, 1996; McLarty, 2000). Rantai pasokan adalah jaringan perusahaanperusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk pemasok, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik (Pujawan, 2005). Porter (1985) menyatakan bahwa, analisis rantai pasokan merupakan alat analisis strategik yang digunakan untuk memahami secara lebih baik, terhadap keungulan kompetitif, untuk mengidentifikasi dimana nilai pelanggan dapat ditingkatkan atau menurunkan biaya dan untuk memahami secara lebih baik hubungan dengan pemasok/supplier, pelanggan dan perusahaan lain dalam industry, sedangkan (Hansen, Mowen, 2000) menyatakan bahwa value chain adalah kegiatan yang mengidentifikasi dan menghubungkan berbagai aktifitas strategic diperusahaan. Sedangkan Stringer (2009) membedakan antara analisis rantai pasokan dan analisis rantai nilai sebagai berikut, analisis rantai suplai berpikir mengurangi biaya sedangkan analisis rantai nilai: berpikir bagaimana menambah nilai dengan melakukan koordinasi vertikal dan kolaborasi. Analisis rantai nilai menurut Porter (1985), dibagi menjadi dua yaitu aktivitas utama dan aktivitas pendukung. Aktivitas utama terdiri dari logistik masuk, logistik keluar, pemasaran dan penjualan, serta pelayanan, sedangkan aktivitas pendukung terdiri dari aktivitas pendukung yang terdiri dari infrastruktur perusahaan, manajemen sumberdaya manusia, pengembangan teknologi, dan pengadaan. Analisis rantai nilai menurut Porter (1985) dapat dilihat pada gambar sebagai berikut: Gambar 1. Model Rantai Nilai Porter (Sumber: Porter, 1985) ISBN : 978-602-97491-6-8 A-7-2 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013 Manajemen rantai nilai merupakan proses penyatuan bisnis dari pengguna akhir melalui para penyalur asli yang menyediakan produk, jasa pelayanan, dan informasi untuk menambah nilai pelanggan (Utami, 2006:126). Pujawan (2005:29). Menyatakan bahwa tujuan-tujuan strategis manajemen rantai pasokan manajemen (supply chain management) perlu dicapai untuk membuat supply chain menang atau setidaknya bertahan dalam persaingan pasar. METODE Metode analisis data menggunakan analisis rantai nilai, yaitu metode yang digunakan untuk mengetahui kekutan yang dimiliki oleh suatu perusahaan industri yang disajikan dalam bentuk persentase. Prosesntase kekuatan pada masing-masing aktifitas menunjukkan kekuatan. Narasumber pada penelitian ini adalah para pengrajin gula kelapa, pengepul, Dinas Perindustrian dan Koperasi Kabupaten Banyumas. Seadangkan metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi, Focuss Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengambilan data primer pada beberapa sentra gula kelapa di Kabupaten Banyumas, yaitu di Kecamatan Kebasen, Kecamatan Tambak, Kecamatan Kemranjen dan Kecamatan Lumbir, proses produksi gula kelapa dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2: Rantai Pasokan Industri Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas Saluran pemasaran yang digunakan untuk menyalurkan gula kelapa dari pengrajin sampai ke tangan konsumen akhir sangat panjang dan melibatkan banyak saluran dan terdapat pihak yang mengabil marjin usaha yang lebih besar dibandingkan dengan pihak lain. Pihak tersebut adalah para pengepul kecil dan pengepul besar. Kemampuan pengepul kecil dan pengepul besar untuk mendapatkan marjin yang tinggi disebabkan karena adanya sistem ijon yang diterapkan para pengepul kecil dan pengepul besar terhadap para pengrajin gula kelapa. Untuk menganalisis rantai pasokan pada industri gula kelapa, maka diuraikan rantai pasokan pada setiap komponan input dan output pada industri gula kelapa. Rantai Pasokan Bahan Baku Gula Kelapa (Nira) Bahan utama untuk membuat gula kelapa adalah nira. yaitu merupakan cairan bening yang diperoleh dari hasil penyadapan atau penderesan mayang pohon kelapa yang kurang ISBN : 978-602-97491-6-8 A-7-3 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013 lebih berusia satu bulan dan belum mekar. Untuk membuat 1 kg gula kelapa memerlukan 5-6 kilogram nira tergantung kadar gula dalam nira tersebut. Harga rata-rata 1 Kg nira dari petani langsung Rp. 1.200/Kg. Gambar 3: Rantai Pasokan Nira pada Industri Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas Rantai Pasokan Peralatan Utama dan Pendukung Industri Gula Kelapa Untuk membuat gula kelapa diperlukan beberapa peralatan, mulai dari peralatan menderes sampai dengan peralan untuk mencetak gula kelapa. Peralatan yang digunakan untuk membuat gula kelapa adalah sebagai berikut: Tabel 1. Peralatan untuk Pembuatan Gula Kelapa No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Nama Alat Wajan pengaduk Tungku Cetakan aluminium Saringan Soled stainless steel Baskom Gayung 40 cm Jerigen Pongkor Tatakan kayu jati Sabit Torakan (sarung sabit) Tambang/tali pongkor Bokor Jumlah 1 buah 1 buah 200 buah 1 buah 1 buah 2 buah 1 buah 1 buah 20 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 rol 1 buah Harga Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 300,000 300,000 200,000 10,000 50,000 60,000 10,000 30,000 60,000 75,000 150,000 30,000 1,000 30,000 Sumber: Suliyanto dkk, (2012) Pasokan peralatan pada umumnya diperoleh dari para pengecer, yaitu untuk wajan, gayng, baskon, sabit, cetakan dan lainnya sedangkan untuk tungku pada umumnya dibeli langsung dari pembuantnya, Karena tungku biasanya didesain sesuai dengan bahan bakar yang tersedia disekitarnya dan kapasitas produksi. Aliran peralatan untuk produksi gula kelapa dapat dilihat pada gambar berikut: ISBN : 978-602-97491-6-8 A-7-4 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013 Gambar 4: Rantai Pasokan Peralatan dan Tungku pada Industri Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas Rantai Pasokan Bahan Bakar pada Industri Gula Kelapa Bahan bakar yang digunakan untuk membuat gula kelapa bisa kayu bakar, sekam, solar, serabuk kayu dan sampah daun kering. Biaya bahan bakar untuk membuat satu Kg gula kelapa bervariasi sesuai dengan bahan bakar yang digunakan. Berikut ini adalah tabel biaya bahan bakar per Kg gula kelapa yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suliyanto dkk (2012) diperoleh biaya bahan bakar pembuatan gula kelapa untuk setiap jenis bahan bakar disajikan pada tabel berikut: Tabel 2. Perhitungan Bahan Bakar untuk Pembuatan Gula Kelapa Komponen Biaya Harga (Rp) Lama waktu (jam) Kebutuhan Biaya kompor pembuatan Kayu Bakar Solar Serbuk Gergaji Sekam Padi Sampah 10,000 4,500 5,000 6,500 2,000 4 3 3 4 4 1 ikat 4 liter 0,5 karung 1 karung 1 karung 350,000 350,000 300,000 350,000 350,000 Alat tambahan Sumbu Kompor Minyak 150,000 Blower minyak 0 1,250,000 0 0 0 Jml gula yg dihasilkan (kg) 7 80 7 7 7 Umur ekonomis kompor/tungku 10 thn 10 thn 10 thn 10 thn 10 tahun - 10 thn - - Umur ekonomis tambahan Blower minyak alat ISBN : 978-602-97491-6-8 A-7-5 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013 Komponen Biaya Kayu Bakar Sumbu Kompor Minyak Biaya Bahan Bakar Serbuk Gergaji Sekam Padi Sampah 18,520 2,582 6,596 2,096 231.496 368.885 942.270 299.413 Solar 0.5 thn 10,096 Biaya Bahan Bakar 1442.270 perkilogram Sumber: Suliyanto dkk (2012) Para pengrajin pada umumnya mendapatkan bahan bakar dari para pengumpul bahan bakar, kecuali bahan bakar solar dan gas yang diproduksi oleh Pertamina. Sehingga aliran bahan bakar dari sumber, sampai ke pengrajin dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 5: Rantai Pasokan Bahan Bakar pada Industri Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas Rantai Pasokan Bahan Penolong pada Industri Gula Kelapa Bahan penolong yang digunakan untuk membuat gula kelapa pada umumnya adalah laru dan minyak tanah sebagai pemepes. Laru digunakan agar nira yang disadap tidak cepat masam/basi. Laru yang digunakan pada umumny adalah dari larutan kapur dan kulit manggis atau tatal pohon nangka. Pemepes digunakan untuk menekan buih yang keluar pada saat memasah nira agar tidak meluap-luap. Para pengrajin pada umumnya menggunakan dua jenis laru yaitu laru dari larutan kapur atau dengan larutan Sodium Bisulfit meskipun berdampak buruk bagi kesehatan. Takaran yang tepat penggunaan kapur sebagai laru adalah 5 gram untuk 1 Liter nira, sedangkan jika menggunakan sodium bisulfil 10 ml untuk setiap 1 liter nira. Aliran laru sampai ke pengrajin dapat dilihat pada gambar berikut: ISBN : 978-602-97491-6-8 A-7-6 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013 Gambar 6: Rantai Pasokan Laru pada Industri Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas Rantai Pasokan Industri Gula Kelapa dengan Koperasi Sebagai Mediasi Pemasok dengan Pengrajin dan Pengrajin dengan Konsumen Akhir Berdasarkan hasil analisis tentang aliran bahan baku, bahan penolong, bahan bakar dan peralatan sampai dengan konsumen melalui jalur yang panjang dan tidak efisien karena adanya pihak yang memperoleh keuntungan yang besar. Sehingga perlu adanya efisiensi rantai pasokan gula kelapa dengan melalui koperasi atau kelompok usaha yang berperan sebagai mediasi pemasok bahan baku, bahan penolong, bahan bakar dan peralatan dengan pengrajin dan memediasi pengrajin dengan konsumen akhir. Aliran bahan baku, bahan penolong, bahan bakar dan peralatan sampai dengan konsumen dengan koperasi sebagai mediasi, adalah sebagai berikut: Gambar 7: Rantai Pasokan Industri Gula Kelapa dengan Koperasi sebagai Mediasi antara Pemasok dan Pengrajin serta Pengrajin dengan Konsumen Akhir. ISBN : 978-602-97491-6-8 A-7-7 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013 KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis, diperoleh kesimpulan bahwa salah satu penyebab rendahnya efisiensi gula kelapa adalah karena tidak baiknya rantai pasokan pada usaha gula kelapa. Rantai pasokan gula kelapa sangat panjang, sehingga berakibat pada tingginya biaya produksi, adanya sistem ijon juga ikut turut menurunkan marjin yang diperoleh pengusaha gula kelapa. Untuk meningkatkan nilai tambah atau menurunkan biaya industri kecil gula kelapa sebaiknya membangun kelompok usaha atau koperasi untuk memediasi pemasok dengan pengrajin dan pengrajin dengan konsumen akhir. Untuk mengembangkan penelitian ini, maka penelitian selanjutnya disarankan agar melakukan penelitian analisis rantai pasokan pada berbagai diversifikasi produk olahan gula kelapa seperti gula semut, gula kelapa cair, dan gula mix (gula-jahe-susu), agar dapat ditentukan produk diversifikasi gula kelapa yang paling memberikan nilai tambah yang paling tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan pengrajin gula kelapa. DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia Purwokerto. (2011). Laporan Pengembangan Gula Kelapa Di Desa Karanggintung, Kemranjen, Kabupaten Banyumas. Hansen and Mowen. (2000). Management Biaya: Akuntansi dan Pengendalian, alih bahasa Tim Salemba Empat. Salemba Empat Jakarta. Lord, B.R., (1996) Strategic Management Accounting: the Emperors New Clothes ? Management Accounting Research. Vol. 7: 347-366 McLarty, R., (2000). Evaluating Graduate Skills in SMEs. The Value Chain Impact The Journal of Management Development. Vol.7, 616-628 19, No. Porter, M.E. (1985) Competitive Advantage, Free Press, New York. Pujawan, I Nyoman .2005. Supply Chain Management, Guna Widya, Surabaya Suliyanto, Agus Suroso, Anisur Rosyad, Ali Rokhman, Laeli Budiarti, Dian Purnomo Jati (2012). Model Pengembangan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Gula Kelapa. Laporan Penelitian tidak dipublikasi. LPPM Universitas Jenderal Soedirman. Zachariah, Oommen, Patrick, Martin (2011). The Value Chain Of Rubber Wood Industry In Kerala : Relative Share Of Various Actors. Asia Pacific Journal Of Research In Business Management. Volume 2, Issue 6 (June, 2011), 77-86 ISBN : 978-602-97491-6-8 A-7-8