BAB II PENDIDIKAN ISLAM DAN MAJLIS TA`LIM A. Pendidikan

advertisement
BAB II
PENDIDIKAN ISLAM DAN MAJLIS TA’LIM
A. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Istilah pendidikan dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata “didik”
dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”, yang mengandung arti
“perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan pada mulanya
berasal dari bahasa Yunani yaitu “paedagogie” yang berarti bimbingan
yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau
bimbingan.1
Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah
tarbiyah, ta’lim, ta’dib, riyadhah, irsyad dan tadris. Masing-masing istilah
tersebut memiliki keunikan makna tersendiri ketika sebagian atau semuanya
disebut secara bersamaan. Namun, kesemuanya akan memiliki makna yang
sama jika disebut salah satunya, sebab salah satu istilah itu sebenarnya
mewakili istilah yang lain. Atas dasar itu, dalam beberapa buku pendidikan
Islam, semua istilah itu digunakan secara bergantian mewakili peristilahan
pendidikan Islam.2
Pengertian pendidikan Islam cukup beraneka ragam dan bermacammacam. Pendidikan adalah suatu proses penanaman sesuatu ke dalam diri
1
2
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 1.
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.
10.
23
24
manusia. Ada tiga hal unsur pokok pembentuk pendidikan yang dapat
diambil yaitu: proses, kandungan dan penerima. Maknanya adalah “proses”
adalah penanaman sebuah pendidikan yang mengandung sebuah metode dan
adanya sistem yang komperhensif dengan cara bertahap dan berkelanjutan,
dan “sesuatu” di sini dimaksudkan pada kandungan, nilai yang ditanamkan
yaitu berupa ilmu yang haqiqi kebenarannya yang sesuai dengan konsep
yang ada dalam agama Islam yang tercermin dalam al-Qur’an. Hal ini
didasarkan dari asumsi bahwa semua ilmu bersumber dan datang dari Allah
SWT. Sedangkan “diri manusia” adalah penerima proses dan kandungan
tersebut yang tak lain adalah peserta didik.3
Pendidikan mengandung pembinaan kepribadian, pengembangan
kemampuan
atau
potensi
yang
perlu
dikembangkan;
peningkatan
pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu, serta tujuan ke arah mana peserta
didik dapat mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin. Dalam
pendidikan, terdapat hubungan antara pendidik dan peserta didik. Di dalam
hubungan itu, mereka memiliki kedudukan dan perasaan yang berbeda.
Tetapi, keduanya memiliki daya yang sama, yaitu saling mempengaruhi
guna terlaksananya proses pendidikan (transformasi pengetahuan, nilai-nilai
dan keterampilan-keterampilan yang tertuju kepada tujuan yang diinginkan).
Pendidikan adalah proses sepanjang hayat sebagai perwujudan pembentukan
diri secara utuh. Maksudnya pengembangan segenap potensi dalam rangka
penentuan semua komitmen manusia sebagai individu, sekaligus sebagai
3
Muhammad Muntahibun Nafis, op. cit., hlm. 21-22.
25
makhluk sosial dan makhluk Tuhan. Aktivitas pendidikan berlangsung di
dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.4
Dari beberapa pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian pendidikan Islam adalah proses transinternalisasi pengetahuan
dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan,
bimbingan, pengasuhan, pengawasan, pengarahan dan pengembangan
potensi-potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup
jasmani dan rohani di dunia dan akhirat. Bimbingan tersebut dilakukan
secara sadar dan terus-menerus dengan disesuaikan fitrah dan kemampuan,
baik secara individu, kelompok, sehingga ia mampu menghayati, memahami
dan mengamalkan ajaran Islam secara utuh dan menyeluruh.
2. Kurikulum
Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir
yang artinya pelari dan curere yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh
pelari. Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya dengan dunia
pendidikan, Samsul Nizar memberikan pengertian kurikulum sebagai
“circle of instruction” yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan
murid terlibat didalamnya. Sedangkan menurut Abuddin Nata, kurikulum
ialah rencana atau bahasan pengajaran, sehingga arah kegiatan pendidikan
menjadi jelas dan terang.5
Dalam konteks pendidikan Islam, istilah kurikulum dikenal dengan
manhaj yang berarti jalan terang yang dilalui pendidik atau guru latih
4
Wiji Suwarno, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm.
5
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 121.
22-23.
26
dengan orang-orang yang dididik atau dilatihnya untuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.6 Kurikulum adalah alat atau
jalan untuk mencapai tujuan, dapat diketahui bahwa suatu kurikulum terdiri
atas komponen-komponen, antara lain:
a. Tujuan,
b. Isi,
c. Metode atau proses belajar mengajar,
d. Evaluasi
Setiap komponen dalam kurikulum di atas saling berkaitan dan
masing-masing merupakan bagian integral dari kurikulum tersebut.
Komponen tujuan mengarahkan atau menunjukkan sesuatu yang hendak di
tuju dalam proses belajar mengajar. Tujuan mengarahkan perbuatan belajar
mengajar yang dilakukan oleh peserta didik dan pendidik. Kemudian
komponen isi menunjukkan materi proses belajar mengajar tersebut. Materi
(isi) itu harus sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan.
Adapun komponen selanjutnya yaitu evaluasi merupakan kegiatan kurikuler
berupa penilaian untuk mengetahui berapa persen tujuan yang tercapai. Dari
penilaian itu kita mengetahui pencapaian tujuan. Konsep kurikulum ini
berlaku umum, dapat digunakan bagi perencanaan kurikulum sekolah,
kursus, pengajian, pesantren dan dalam rumah tangga. 7
6
Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan islam Landsan Teoritis dan Praktis (Pekalongan:
STAIN Pekalongan Press, 2011), hlm. 108.
7
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004), hlm. 54-56.
27
Kurikulum dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Sistem pendidikan yang dijalankan pada masa modern ini,
termasuk pendidikan Islam, tidak akan dapat terlaksana dengan baik tanpa
melibatkan keikutsertaan kurikulum. Karena itu, kebutuhan akan adanya
aktivitas pendidikan selalu berarti kebutuhan akan adanya kurikulum.
Dalam kurikulum inilah tersimpul segala sesuatu yang harus dijadikan
pedoman bagi pelaksanaan pendidikan.8
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum
adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik
yang terperinci berupa materi-materi pelajaran, strategi belajar mengajar,
dan pengaturan-pengaturan program dengan bertujuan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
3. Komponen
Komponen pendidikan adalah semua hal yang berkaitan dengan
jalannya proses pendidikan. Penjelasan tentang komponen-komponen
pendidikan antara lain sebagai berikut9:
a. Tujuan
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh
kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan menurut jenisnya terbagi dalam
beberapa jenis yaitu tujuan nasional, institusional, kurikuler dan
instruksional. Tujuan nasional adalah tujuan pendidikan yang ingin
dicapai oleh suatu bangsa; Tujuan institusional adalah tujuan pendidikan
8
9
Abdul Khobir, op. cit., hlm. 107.
Wiji Suwarno, op. cit., hlm. 33-48.
28
yang ingin dicapai suatu lembaga pendidikan; Tujuan kurikuler adalah
tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu mata pelajaran tertentu;
dan Tujuan instruksional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai
oleh suatu pokok atau sub-pokok bahasan tertentu.
b. Peserta didik
Peserta
didik
adalah
anggota
masyarakat
yang
berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
c. Pendidik
Pendidik adalah orang yang dengan sengaja memengaruhi orang
lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Dengan kata
lain, pendidik adalah orang yang lebih dewasa yang mampu membawa
peserta didik ke arah kedewasaan. Sedangkan secara akademis, pendidik
adalah
tenaga
kependidikan,
yakni
anggota
masyarakat
yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan
pendidikan yang berkualifikasi sebagai pendidik, dosen, knselor, pamong
belajar, tutor dan sebutan lain yang sesuai kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
d. Metode
Dalam interaksi pendidikan tidak terlepas dari metode atau
bagaimana pendidikan dilaksanakan.
29
e. Isi / materi
Isi/materi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan
pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan
kepada peserta didik isi/materi yang biasanya disebut kurikulum dalam
pendidikan formal.
f. Alat
Alat dan fasilitas pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses
pendidikan, dengan adanya fasilitas-fasilitas pendidikan maka proses
pendidikan akan berjalan dengan lancar sehingga tujuan pendidikan akan
mudah dicapai.
g. Lingkungan
Lingkungan pendidikan adalah lingkungan yang melingkupi
terjadinya
proses
pendidikan.
Lingkungan
pendidikan
meliputi
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk mengoptimalkan
kemampuan, bakat, minat dan kepribadian peserta didik dibutuhkan
lingkungan yang mendukung. Artinya, lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat harus seimbang dan saling bekerja sama dengan baik,
sehingga tujuan pendidikan secara utuh dapat dicapai optimal.
Dari beberapa pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan,
meliputi tujuan pendidikan, peserta didik, pendidik, metode pendidikan, isi
pendidikan, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan. Keseluruhan
30
komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling
berkaitan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
4. Materi
Proses pendidikan sama dengan proses komunikasi. Pada proses
tersebut, posisi guru adalah sebagai komunikator, siswa sebagai komunikan
dan bahan belajar atau materi sebagai medium. Materi merupakan medium
untuk mencapai tujuan pengajaran yang dikonsumsi oleh peserta didik.
Bahan ajar merupakan materi yang terus berkembang secara dinamis seiring
dengan kemajuan dan tuntutan perkembangan masyarakat. Bahan pelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan anak didik akan memotivasi anak didik
dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian, bahan pelajaran merupakan
komponen yang tidak dapat diabaikan dalam pembelajaran, sebab bahan
pelajaran merupakan inti dalam proses belajar mengajar.10
Materi merupakan bagian integral dalam proses pendidikan, karena
materi mempertimbangkan tujuan pendidikan. Setelah tujuan pendidikan
ditetapkan, maka mengklasifikasikan tujuan pendidikan menjadi tiga, yaitu
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Materi yang sesuai untuk ranah
kognitif ditentukan berdasarkan perilaku yang menekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, pengertian dan keterampilan berpikir.
Materi yang sesuai untuk ranah afektif ditentukan berdasarkan perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi dan
cara penyesuaian diri. Sementara itu, materi yang sesuai untuk ranah
10
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar: Strategi
Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami
(Bandung: PT Refika Aditama, 2007), hlm. 14.
31
psikomotor ditentukan berdasarkan perilaku yang menekankan aspek
keterampilan motorik.11
Kemudian kriteria dalam pemilihan materi adalah akurat dan up to
date, mudah dimengerti, rasional, esensial, bermakna, keberhasilan dan
keseimbangan dan praktis. Dalam proses pendidikan tentunya bahan
pelajaran tersebut berisi ilmu pengetahuan. Tanpa ilmu pengetahuan proses
pendidikan tidak akan berlangsung, sebab ilmu pengetahuan adalah
substansi proses belajar mengajar dan ilmu pengetahuan berfungsi untuk
mencapai tujuan pendidikan. Materi pendidikan Islam yaitu bahan-bahan
atau pengalaman-pengalaman pendidikan, yang sudah tersusun secara
sistematis dan terstruktur untuk disampaikan dalam proses pendidikan
peserta didik.12
Secara garis besar, ruang lingkup materi pendidikan Islam
dikategorikan kepada dua hal, pertama: memberikan bimbingan dan
pembinaan yang bersifat ‘ubudiyah, berupa tuntunan sholat, puasa, zakat,
haji dan pengetahuan agama dalam rangka meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWT, guna memperoleh kemaslahatan di dunia
dan di ridhai Allah SWT., kedua: memberikan bimbingan dan pembinaan
yang bersifat ‘amaliyah, berupa usaha mencari nafkah, bercocok tanam,
beternak, jual beli, pendidikan, kesehatan, perkawinan dan lain sebagainya
dalam rangka meningkatkan kehidupan yang layak dan harmonis guna
memperoleh kemaslahatan di dunia dan diridhai Allah SWT.
11
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran: Teori & Aplikasi (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2013), hlm. 305.
12
Muhammad Muntahibun Nafis, op. cit., hlm. 29.
32
Dalam memberikan tuntunan ‘amaliyah lebih luas dan sejalan dengan
kebutuhan masyarakat antara lain:
a. Dalam hal meningkatkan akhlak mulia (akhlak Rasulullah) seperti: suka
kerja keras, hidup hemat dan produktif, hidup yang sholeh (kontruktif),
berbudi luhur, menghindari perbuatan negatif yang merugikan orang,
memelihara silaturrahmi dan hubungan persahabatan, serta menghindari
permusuhan.
b. Dalam hal meningkatkan pemahaman hukum, seperti giat belajar, kukuh
dalam menjalankan perintah agama, tertib terhadap perintah dan larangan
agama.
c. Dalam hal lapangan sosial, seperti menggalakkan pendidikan, kesehatan,
budaya/kesenian, tolong menolong dan hormat menghormati.
d. Dalam hal ekonomi, seperti meningkatkan taraf hidup, berdagang,
bertani, meningkatkan industri (kecil), dengan niat agar di samping
memperoleh kesejahteraan dan kemakmuran sekaligus dapat mampu
beribadah dengan baik.13
Materi atau bahan ialah apa yang hendak diajarkan dalam Majlis
Ta’lim. Dengan sendirinya materi itu adalah ajaran agama Islam dengan
segala keleluasaannya. Secara garis besar materi tersebut dibagi ke dalam
dua kelompok, yakni kelompok pengetahuan agama dan kelompok
pengetahuan umum.
13
Proyek Bimbingan dan Dakwah Agama Islam, Manajemen Dakwah (Jakarta: Ditjen
Bimas Islam dan Urusan Haji, 1995), hlm. 50-51.
33
a. Kelompok Pengetahuan Agama
1) Tauhid
Tauhid adalah pondasi Islam (ushuluddin). Titik berat pelajaran
ini ialah mengenai Allah SWT. dan mendorong jama’ah agar hanya
menyembah kepadaNya saja, serta membersihkan syirik dalam segala
bentuk dan manifestasinya.
2) Fiqih
Pelajaran fiqih dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ibadah
dan hukum-hukum Islam. Dalam bagian ibadah termasuk soal
thoharoh, sholat, puasa, zakat dan haji. Sedangkan dalam bagian
hukum-hukum Islam termasuk soal-soal munakahat, muamalat,
jinayat dan lain-lainnya.
3) Tafsir
Pelajaran tafsir sangat menunjang pelajaran-pelajaran yang lain,
sebab ayat-ayat Al quran tersusun sedemikian rupa, saling isi mengisi
secara harmonis antara tauhid, hukum, akhlak dan pengetahuan alam.
4) Hadist
Dengan mempelajari hadist, jama’ah dapat lebih mengenal Nabi
Muhammad SAW, karena jumlah hadist yang sangat banyak, maka
dalam penyajiannya dapat ditempuh secara selektif, yaitu dengan
memilih hadist yang sesuai dengan materi yang sedang dibahas.
34
5) Akhlak
Pelajaran akhlak dapat diperluas dengan kesehatan rohani dan
dapat pula diperluas dengan tasawuf. Ketiganya dapat digabungkan
menuju kehidupan yang lebih suci dan lebih bermakna. Akhlak yang
diajarkan juga bersumber dari Al quran dan Hadist. Tingkah laku dan
perbuatan sehari-hari, barang kali ada baiknya mendapat prioritas
dalam pelajaran akhlak.
6) Tarikh
Pelajaran ini diberikan bukan hanya sekedar untuk mengetahui
gambaran bagaimana Rasulullah SAW dalam menyiarkan agama
Islam, yang didukung para sahabat. Tetapi juga untuk menjelaskan
bahwa ajaran Islam benar-benar suatu pedoman hidup.
b. Kelompok Pengetahuan Umum
Materi yang disampaikan dalam pengetahuan umum hendaknya
hal-hal yang kaitannya dengan kehidupan masyarakat seperti masalah
pembinaan remaja, pembinaan keluarga sejahtera, lingkungan hidup,
kesehatan, keamanan, pembangunan negara dan lain-lain.14
Untuk memberikan pendidikan agama kepada masyarakat yang sangat
heterogen, perlu disampaikan materi pendidikan agama (bahan ajar) yang
14
Proyek Penerangan Bimbingan dan Da’wah Khutbah Agama Islam, Pedoman Majlis
Ta’lim (Jakarta: Departemen Agama, 1983), hlm. 32.
35
sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu dan tidak menyimpang dari aqidah
agama serta disesuaikan dengan adat istiadat dan budaya setempat.15
Para peserta didik (jama’ah) dapat terdiri dari remaja baik putra
maupun putri, ibu-ibu saja, bapak-bapak saja atau campuran dari ibu-ibu
dan bapak-bapak atau campuran antara remaja, ibu-ibu dan bapak-bapak.
Apabila pesertanya homogen seperti ibu-ibu saja,atau bapak-bapak saja
tentu menentukan materi dan metodenya relatif lebih mudah, tetapi apabila
pesertanya heterogen yaitu campuran antara remaja, ibu-ibu dan bapakbapak tentu saja untuk menentukan materi dan metode menjadi lebih
rumit.16
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan
pendidikan, sumber belajar dalam memberikan materi belajar haruslah
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bermanfaat, mudah dimengerti dan
dapat diterapkan dalam kehidupan mereka nantinya.
5. Metode
Metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu methodos. Methodos berasal
dari kata “meta” dan “hodos”. Meta berarti melalui, sedang hodos berarti
jalan. Sehingga, metode berarti jalan yang harus dilalui atau cara untuk
melakukan sesuatu atau prosedur.17 Metode merupakan cara kerja yang
15
Departemen Agama RI, Pendidikan Luar Sekolah: Kontribusi ditpenamas dalam
Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama
Islam, 2003), hlm. 40.
16
Ibid., hlm. 41.
17
Jamal Ma’mur Asmani, 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan) (Jogjakarta: Diva Press, 2011), hlm. 19.
36
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai
tujuan yang ditentukan.
Dalam proses pendidikan, tentunya terdapat metode pendidikan.
Metode pendidikan adalah prosedur umum dalam penyampaian materi
untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas asumsi tertentu. Metode
pendidikan merupakan cara dan pendekatan yang dirasa paling tepat dan
sesuai dalam pendidikan untuk menyampaikan bahan dan materi pendidikan
kepada peserta didik. Metode digunakan untuk mengolah, menyusun dan
menyajikan materi pendidikan, supaya materi dapat dengan mudah diterima
dan ditangkap oleh peserta didik sesuai dengan karakteristik dan tahapan
peserta didik.18
Adapun fungsi metode pendidikan Islam adalah :
a. Mengarahkan keberhasilan belajar.
b. Memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk belajar berdasarkan
minatnya.
c. Mendorong usaha kerja sama dalam kegiatan pendidikan antara pendidik
dan peserta didik.
d. Memberikan inspirasi kepada peserta didik melalui proses hubungan
yang serasi antara pendidik dan peserta didik yang seiring dengan tujuan
pendidikan Islam.19
Metode diartikan sebagai cara yang berisi prosedur baku untuk
melaksanakan kegiatan pendidikan, khususnya kegiatan penyajian materi
18
19
Muhammad Muntahibun Nafis, op. cit., hlm. 29.
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, op. cit., hlm. 167.
37
pelajaran kepada siswa. Banyak macam metode yang dipilih guru dalam
kegiatan mengajar, tetapi tidak semua metode dapat dikategorikan sebagai
metode yang baik dan tidak pula semua metode dikatakan jelek. Pemilihan
dan penentuan metode dipengaruhi beberapa faktor, antara lain tujuan yang
berbeda dari masing-masing materi, perbedaan latar belakang individual
anak, perbedaan situasi dan kondisi dimana pendidikan berlangsung.20
Menurut Abuddin Nata faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
pemilihan metode adalah:
a. Materi
b. Sarana prasarana
c. Peserta didik
d. Lingkungan
e. Kemampuan guru
f. Pendekatan proses belajar mengajar yang akan digunakan.21
Implikasinya dalam pendidikan agama Islam pada peserta didik
memberikan pengalaman yang bervariasi. Proses pendidikan harus
memperhatikan minat dan kemampuan peserta didik. Penggunaan metode
yang tepat akan menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran.
Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu peserta didik
dalam mencapai tujuan pembelajaran, sehingga metode pembelajaran
Pendidikan Islam pada peserta didik harus dipilih dan dikembangkan untuk
meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik.
20
21
Jamil Suprihatiningrum, op. cit., hlm. 294.
Abuddin Nata, op. cit., hlm. 153.
38
Sementara itu, pendidikan merupakan usaha membimbing dan
membina serta bertanggung jawab untuk mengembangkan intelektual
pribadi peserta didik ke arah kedewasaan dan dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Maka pendidikan Islam adalah sebuah proses dalam
membentuk manusia-manusia muslim yang mampu mengembangkan
potensi yang dimilikinya untuk mewujudkan dan merealisasikan tugas dan
fungsinya sebagai khalifah Allah SWT., baik kepada Tuhan, sesama
manusia dan sesama makhluk lainnya. Pendidikan yang dimaksud selalu
berdasarkan kepada ajaran al Qur’an dan al Hadits.22
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan metode pembelajaran
(pendidikan Islam) adalah cara yang dapat ditempuh dalam memudahkan
pencapaian tujuan pendidikan Islam. Ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan
dalam memilih dan
mengaplikasikan
sebuah
metode
pembelajaran, yaitu tujuan yang hendak dicapai, kemampuan guru, peserta
didik, situasi dan kondisi pembelajaran di mana berlangsung, fasilitas yang
tersedia, waktu yang tersedia dan kebaikan dan kekurangan sebuah
metode.23 Beberapa metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran
(pendidikan Islam) sebagai berikut:
22
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press,
2002), hlm. 40-41.
23
Ibid., hlm. 107.
39
a. Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan cara yang paling awal yang dilakukan
oleh Rasulullah SAW., dalam menyampaikan wahyu kepada umat.
Karakteristik yang menonjol dari metode ini adalah peranan guru lebih
dominan.24
Metode
ceramah
adalah
sebuah
bentuk
interaksi
melalui
penerangan dan penuturan lisan dari pendidik kepada peserta didik.
Metode
ceramah merupakan cara belajar atau mengajar yang
menekankan pemberitahuan satu arah dari pengajar kepada pelajar.
Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode paling
ekonomis untuk menyampaikan informasi.25
b. Metode Bandongan
Metode bandongan adalah kyai menggunakan bahasa daerah
setempat, kyai membaca, menterjemahkan, menerangkan kalimat demi
kalimat kitab yang dipelajarinya, santri secara cermat mengikuti
penjelasan yang diberikan oleh kyai dengan memberikan catatan-catatan
tertentu pada kitabnya masing-masing dengan kode-kode tertentu
sehingga kitabnya disebut kitab jenggot karena banyaknya catatan yang
menyerupai jenggot seorang kyai.26
24
Ibid., hlm. 136.
Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, Strategi Pembelajaran Terpadu: Teori, Konsep dan
Implementasi (Jogjakarta: Familia, 2012), hlm. 14.
26
Armai Arief, op. cit., hlm. 154.
25
40
c. Metode Kisah/ Cerita
Metode kisah merupakan salah satu metode mengajar dengan
menyampaikan pesan melalui kisah/ cerita. Al-Qur’an dan Hadits banyak
meredaksikan kisah untuk menyampaikan pesan-pesannya. Seperti kisah
malaikat, para Nabi, umat terkemuka pada zaman dahulu dan sebagainya.
Dalam kisah itu tersimpan nilai-nilai pedagogis dan religius yang
memungkinkan anak didik mampu meresapinya.27
d. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah penyampaian pesan pembelajaran
dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan peserta didik
memberikan jawaban, atau sebaliknya peserta didik diberi kesempatan
bertanya dan pendidik yang menjawab pertanyaan.28 Pertanyaan
merupakan perbuatan (hal) bertanya, permintaan keterangan, atau sesuatu
yang ditanyakan. Pertanyaan merupakan pembangkit motivasi yang dapat
merangsang peserta didik untuk berpikir.
Dalam sejarah perkembangan Islam pun dikenal metode tanya
jawab, karena metode ini sering dipakai oleh para Nabi dan Rasul Allah
SWT. dalam mengajarkan ajaran yang dibawanya kepada umatnya.
Metode ini termasuk metode yang paling tua di samping metode
ceramah, namun efektifitasnya lebih besar daripada metode lain. Karena,
dengan metode tanya jawab, pengertian dan pemahaman dapat diperoleh
27
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, op. cit., hlm. 62.
M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press,
2002), hlm. 43.
28
41
lebih mantap. Sehingga segala bentuk kesalahpahaman dan kelemahan
daya tangkap terhadap pelajaran dapat dihindari semaksimal mungkin.29
e. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan metode yang paling sederhana
dibandingkan dengan metode-metode lainnya. Metode demonstrasi
adalah metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk
memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana
berjalannya suatu proses pembentukan tertentu pada pesert didik.30
Metode demonstrasi adalah salah satu metode mengajar yang dilakukan
oleh seorang pendidik atau orang lain yang dengan sengaja diminta atau
peserta didik sendiri ditunjuk untuk memperlihatkan tentang suatu proses
atau cara melakukan sesuatu.31
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan
pendidikan Islam, metode pendidikan merupakan alat untuk mencapai
tujuan pendidikan, operasionalisasi dari strategi pendidikan dalam
menyiasati perbedaan individual siswa, meningkatkan motivasi belajar, serta
meningkatkan daya serap materi bagi siswa dan berdampak langsung
terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
Metode merupakan cara untuk mengantarkan materi pelajaran
mencapai tujuan. Oleh karena itu, materi pelajaran merupakan salah satu
pertimbangan
guru
dalam
menentukan
metode.
Tidak
menutup
kemungkinan jika guru tidak memerhatikan materi pelajaran dalam
29
Armai Arief, op. cit., hlm. 141.
Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, op. cit., hlm. 27.
31
M. Basyiruddin Usman, op. cit., hlm. 45.
30
42
menentukan metode maka akan memersulit guru dalam menyampaikan
materi.
B. Majlis Ta’lim
1. Pengertian Majlis Ta’lim
Majlis Ta’lim akar katanya berasal dari bahasa Arab, yang terdiri dari
dua suku kata yakni Majlis berarti tempat dan Ta’lim berarti belajar. Jadi
secara lughowi Majlis Ta’lim mempunyai makna “tempat belajar”. Dari
istilah atau definisi Majlis Ta’lim adalah sebuah lembaga pendidikan
nonformal yang memiliki jama’ah dengan jumlah yang relatif banyak, usia
yang heterogen, memiliki kurikulum yang berbasis keagamaan dan waktu
yang fleksibel sesuai kebutuhan jama’ah.32
Majlis Ta’lim merupakan pendidikan tertua dalam Islam walaupun
tidak disebut Majlis Ta’lim. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, pengajian
(pendidikan Islam) untuk masyarakat yang berlangsung secara sembunyisembunyi di rumah sahabat Arkam bin Abil RA, di zaman Makkah dapat
dianggap Majlis Ta’lim menurut pengertian sekarang.33
Majlis Ta’lim merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang
bersifat nonformal, yang senantiasa menanamkan akhlak yang luhur dan
mulia, meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan keterampilan
jama’ahnya, serta memberantas kebodohan ummat Islam agar dapat
32
Puslitbang Kehidupan Keagaman, Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam
Pendalaman Ajaran Agama melalui Majlis Ta’lim (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagaman,
2007), hlm. 32.
33
Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 41.
43
memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera dan diridhai oleh Allah
SWT.34
Majlis Ta’lim juga merupakan lembaga pendidikan masyarakat, yang
tumbuh dan berkembang dari kalangan masyarakat Islam itu sendiri, yang
kepentingannya untuk kemaslahatan ummat manusia. Oleh karena itu Majlis
Ta’lim adalah lembaga swadaya masyarakat yang hidupnya didasarkan
kepada “ta’awun” dan “ruhama’u bainahum”.35
Kelompok belajar untuk mendalami ajaran agama Islam secara
bersama sering disebut kelompok pengajian. Kelompok ini biasanya
menyelenggarakan kegiatan belajar rutin dibawah bimbingan orang yang
dipandang lebih mengetahui tentang ajaran agama. Pembimbing disapa
dengan gelar ustadz (ustadzah untuk perempuan), kyai, tuan guru, atau
sapaan penghormatan lainnya. Sebutan lain yang muncul belakangan untuk
kelompok belajar ini ialah Majlis Ta’lim.36
Pertumbuhan Majlis Ta’lim di kalangan masyarakat, menunjukkan
kebutuhan dan hasrat anggota masyarakat tersebut akan pendidikan agama.
Dan perkembangan selanjutnya menunjukkan kebutuhan dan hasrat
masyarakat yang lebih luas lagi, yaitu usaha memecahkan masalah-masalah
menuju kehidupan yang lebih bahagia. Peningkatan tuntutan jama’ah dan
peranan pendidikan yang bersifat nonformal, menimbulkan pula kesadaran
dan inisiatif dari para ulama dan anggota masyarakat untuk memperbaiki,
34
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan, Cet-Ke 3 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 201.
35
Ibid., hlm. 201.
36
Puslitbang Kehidupan Keagaman, op. cit., hlm. 17.
44
meningkatkan dan mengembangkan kualitas dan kemampuan, sehingga
eksistensi Majlis Ta’lim dapat menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya
dengan sebaik-baiknya.37 Kegiatan Majlis Ta’lim adalah bergerak dalam
bidang dakwah Islam, lazimnya disampaikan dalam bentuk ceramah, tanya
jawab oleh seorang ustadz atau kyai di hadapan para jama’ahnya. Kegiatan
ini telah dijadwalkan waktu dan ditentukan tempatnya.
Dengan demikian, bahwa esensi dari Majlis Ta’lim tersebut adalah
lembaga pendidikan Islam nonformal, pendidik, peserta didik (jama’ah),
adanya materi yang disampaikan, dilaksanakan secara teratur, tujuan untuk
mencapai derajat ketaqwaan kepada Allah SWT.38 Dalam Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 dijelaskan tentang pendidikan norformal, Pasal 26:
satuan pendidikan nonformal terdiri dari atas lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan Majlis
Ta’lim, serta satuan pendidikan sejenis.
Dengan demikian, pendidikan Islam itu bisa dilaksanakan dalam
bentuk lembaga kursus, misalnya kursus membaca dan menafsirkan Al
quran, bisa dalam bentuk kelompok belajar dan pusat kegiatan belajar
masyarakat serta yang terbanyak bersebar di masyarakat adalah dalam
bentuk Majlis Ta’lim.39
37
Hasbullah, op. cit., hlm. 201-202.
Haidar Putra Dauly, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 150.
39
Ibid., hlm. 151.
38
45
2. Fungsi dan Kedudukan Majlis Ta’lim
Majlis Ta’lim dalam masyarakat sebagai lembaga dakwah yang
berfungsi dan bertujuan sebagai berikut:
a. Tempat Belajar Mengajar
Majlis Ta’lim dapat berfungsi sebagai tempat kegiatan belajar
mengajar umat Islam, dalam rangka meningkatkan pengetahuan,
pemahaman, dan pengalaman ajaran Islam.
b. Lembaga Pendidikan dan Keterampilan
Majlis Ta’lim juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan
keterampilan bagi masyarakat yang berhubungan, antara lain dengan
masalah pengembangan kepribadian serta pembinaan keluarga dan rumah
tangga sakinah mawaddah warohmah. Melalui Majlis Ta’lim inilah,
diharapkan mereka menjaga kemuliaan dan kehormatan keluarga dan
rumah tangganya.
c. Wadah Berkegiatan dan Berkreativitas
Majlis Ta’lim juga berfungsi sebagai wadah berkegiatan dan
berkreativitas.
Antara
lain
dalam
berorganisasi,
bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.40
d. Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Majlis Ta’lim juga berfungsi sebagai pusat pembinaan dan
pengembangan kemampuan dan kualitas sumber daya manusia dalam
berbagai bidang seperti dakwah, pendidikan sosial, dan politik.41
40
hlm. 6.
Muhsin MK, Manajemen Majlis Ta’lim, Cet. Ke-1 (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009),
46
e. Jaringan Komunikasi, Ukhuwah dan Silaturahim
Majlis Ta’lim juga diharapkan menjadi jaringan komunikasi,
ukhuwah, dan silaturahim antar sesama, antara lain dalam membangun
masyarakat dan tatanan kehidupan yang Islami.
Kedudukan Majlis Ta’lim sebagai lembaga pendidikan nonformal
menjadi penting antara lain, karena memiliki fungsi:
a. Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk
masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.
b. Sebagai taman rekreasi rohaniah, karena penyelenggaraannya bersifat
santai.
c. Sebagai
ajang
berlangsungnya
silaturrahmi
masal
yang
dapat
menghidupsuburkan dakwah dan ukhuwah Islamiyah.
d. Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama dengan ummat.
e. Sebagai
media
penyampaian
gagasan
yang
bermanfaat
bagi
pembangunan ummat dan bangsa pada umumnya.42
Keberadaan Majlis Ta’lim akan mempunyai makna penting bagi
jama’ahnya apabila kebutuhan masing-masing jama’ah terpenuhi. Para
muballigh atau da’i sangat penting untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan
mereka agar ia dapat menyesuaikan atau mengarahkan jama’ah pada tujuan
yang ingin dicapai. Meskipun tidak semua kebutuhan akan dapat dipenuhi.
Majlis Ta’lim hanya akan mampu memenuhi kebutuhan sesuai kemampuan
dan fungsinya.
41
42
Ibid., hlm. 7.
Hasbullah, op. cit., hlm. 206.
47
Penyelenggaraan Majlis Ta’lim sendiri tidak begitu mengikat, dan
tidak selalu mengambil tempat-tempat ibadah seperti masjid, langgar atau
musholla, tapi juga di rumah keluarga, balai pertemuan umum, aula suatu
instanti, kantor, hotel dan sebagainya. Pelaksanaanya pun terdapat banyak
variasi, tergantung kepada pimpinan jama’ah (kyai, ustadz, ulama atau
tokoh agama). Dewasa ini banyak Majlis Ta’lim yang diselenggarakan oleh
kelompok masyarakat seperti pejabat negara, golongan profesional seperti
artis film dan seniman maupun masyarakat umum dan sebagainya.43
3. Kurikulum Majlis Ta’lim
Dalam
pengertian
kurikulum,
terdapat
dua
hal
yang
perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Kurikulum tidak lain dari rencana untuk mencapai tujuan.
b. Rencana itu dilaksanakan dengan cara dan prosedur tertentu agar tujuan
dapat tercapai.
Bila Majlis Ta’lim dipandang sebagai lembaga pendidikan, dalam hal
ini lembaga pendidikan non formal keagamaan, maka pada tempatnyalah ia
memiliki kurikulum tersendiri. Pada umumnya kurikulum mengandung tiga
unsur yaitu tujuan, isi atau materi, organisasi dan strategi.
a. Tujuan
Ada dua jenis tujuan yang terdapat dalam kurikulum yakni, tujuan
umum dan tujuan khusus. Tujuan umum adalah tujuan Majlis Ta’lim
pada umumnya. Tujuan ini dijabarkan dari tujuan dakwah dan
43
Ibid.
48
pendidikan Islam. Oleh karena terdapat bermacam-macam Majlis Ta’lim,
maka dalam penjabaran tujuan itu terdapat variasi-variasi itu ditentukan
selain karena perbedaan corak dan tingkat Majlis Ta’lim juga karena
perbedaan kondisi dan situasi, perbedaan peserta didik (jama’ah) dan
juga harapan masyarakat.
Tujuan khusus adalah penjabaran tujuan umum. Dengan kata lain
tujuan khusus ditturunkan dari tujuan umum dalam bentuk yang lebih
terperinci dan operasional sehingga mudah dilaksanakan dan mudah pula
diukur dan dinilai. Untuk itu tujuan khusus digambarkan dalam bentuk
pengetahuan, keterampilan atau dalam nilai dan sikap yang diharapkan
dimiliki peserta didik setelah selesai mengikuti program Majlis Ta’lim.
b. Isi Kurikulum
Isi kurikulum adalah mata pelajaran, berikut bab dan pasal yang
tertera di dalamnya atau berupa judul/pokok masalah berikut sub
judul/sub judul pokok masalah yang terdapat di dalamnya.
c. Organisasi dan Strategi
Organisasi kurikulum adalah cara mengatur penempatan atau
pengelompokan mata pelajaran/jadwal berikut alokasi waktu yang
disediakan. Bila waktu Majlis Ta’lim dalam seminggu, maka program/
alokasi waktu tersebut cukup untuk satu tahun. Strategi pelaksanaan
kurikulum Majlis Ta’lim ialah cara yang ditempuh dalam melaksanakan
49
kurikulum, memilih guru, menempatkan waktu dan tempat, menentukan
alat, mengatur penilaian, mengatur administrasi dan sebagainya.44
4. Macam-Macam Majlis Ta’lim
Majlis Ta’lim dapat dibedakan dari segi kelompok sosial, tempat
penyelenggaraan dan metode penyajian. Ditinjau dari kelompok sosial
peserta atau jama’ahnya terdapat beberapa jenis Majlis Ta’lim, antara lain:
a. Majlis Ta’lim kaum bapak-bapak, pesertanya khusus terdiri dari kaum
bapak.
b. Majlis Ta’lim kaum ibu, pesertanya khusus terdiri dari para ibu.
c. Majlis Ta’lim remaja, pesertanya khusus terdiri dari para remaja muda,
baik laki-laki maupun perempuan.
d. Majlis Ta’lim campuran, pesertanya merupakan campuran tua, muda,
pria dan wanita.45
Ditinjau dari tempat penyelenggaraannya, Majlis Ta’lim dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Di Masjid atau Musholla
b. Di Madrasah atau ruang khusus semacam itu
c. Di Rumah, secara tetap atau berpindah-pindah
d. Di ruang atau aula kantor.46
44
Proyek Penerangan Bimbingan dan Da’wah Khutbah Agama Islam, op. cit., hlm. 30.
Ibid., hlm. 10.
46
Tuty Alawiyah, Strategi Da’wah di Lingkungan Majlis Ta’lim (Bandung: Mizan, 1997),
hlm. 76.
45
50
Adapun Tipologi Majlis Ta’lim, antara lain:
a. Majlis Ta’lim yang digerakkan oleh seorang tokoh agama yang
berpengaruh di daerah tersebut. Dia tidak hanya sebagai penggerak, tapi
sekaligus sebagai pendiri dan pembina bahkan menjadi guru utama pada
Majlis Ta’lim tersebut. Keberadaan Majlis Ta’lim model ini, biasanya
sangat tergantungan pada figur seseorang yang menjadi panutan
masyarakat. Majlis Ta’lim model ini tidak hanya menyelenggarakan
pengajian umum tetapi ada juga pengajian terbatas yang khusus
mendalami agama dan biasanya menggunakan kajian kitab kuning.
b. Majlis Ta’lim yang dibangun atas dasar kegiatan wirausaha dalam rangka
menopang pembinaan pengajian pada kelompok remaja. Majlis Ta’lim
model ini didirikan dalam rangka memberikan bekal pada anggotanya
tentang hal-hal yang terkait dengan ketauhidan dan akhlakul hasanah
agar dalam menjalankan tugasnya senantiasa dilandasi keimanan dan
kejujuran.
c. Majlis Ta’lim yang dibangun atas kesepakatan beberapa pimpinan Majlis
Ta’lim. Majlis Ta’lim model ini biasanya terdiri atas gabungan Majlis
Ta’lim kaum ibu dan dikoordinir oleh organisasi atau ibu-ibu istri pejabat
baik di tingkat desa maupun kecamatan.
d. Majlis Ta’lim yang didirikan atas prakarsa pengusaha/ perorangan atas
dasar keinginan untuk mempelajari agama dan meningkatkan wawasan
pengetahuan keagamaan. Seluruh sarana dan prasarana Majlis Ta’lim ini
51
ditanggung oleh perorangan. Pengajian ini bersifat umum, penceramah
dari berbagai kalangan.
e. Model Majlis Ta’lim yang didirikan dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat. Majlis Ta’lim ini dirintis atas dasar keprihatinan para tokoh
agama yang melihat banyaknya para khotib dan muballigh yang kurang
fasih dalam melafalkan bacaan Al quran dan Hadist Nabi, serta
kurangnya wawasan mereka tentang dasar keagamaan. Kegiatan Majlis
Ta’lim ini antara lain melatih dan mendidik para muballigh dan khotib.
Materi yang dibahas antara lain kitab-kitab tafsir dan hadist serta
beberapa kitab fikih. Peserta Majlis Ta’lim ini terdiri atas para khotib dan
muballigh.
f. Majlis Ta’lim yang diprakarsai oleh ta’mir masjid atau musholla yang
secara rutin melakukan pengajian mingguan dan bulanan.47
Majlis Ta’lim yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat
Indonesia jika dikelompok-kelompokkan ada berbagai macam, antara lain:
a. Dilihat dari jama’ahnya, yaitu:
1) Majlis Ta’lim kaum ibu/muslimah/perempuan
2) Majlis Ta’lim kaum bapak/muslimin/laki-laki
3) Majlis Ta’lim kaum remaja
4) Majlis Ta’lim anak-anak
5) Majlis Ta’lim campuran laki-laki dan perempuan/kaum bapak dan ibu
47
Puslitbang Kehidupan Keagaman, op. cit., hlm. 18-21.
52
b. Dilihat dari organisasinya, Majlis Ta’lim ada beberapa macam, yaitu:
1) Majlis Ta’lim biasa, dibentuk oleh masyarakat setempat tanpa
memiliki legalitas formal kecuali hanya member tahu kepada lembaga
pemeritahan setempat
2) Majlis Ta’lim berbentuk yayasan, biasanya telah terdaftar dan
memiliki akte notaris.
3) Majlis Ta’lim berbentuk ormas
4) Majlis Ta’lim di bawah ormas.
5) Majlis Ta’lim di bawah orsospol.48
Majlis Ta’lim kehadirannya di masyarakat ibarat dua sisi mata uang
yang tak terpisahkan. Di satu sisi Majlis Ta’lim menjadi jawaban bagi
kebutuhan warga masyarakat akan pemantapan terhadap pencerahan jiwa
yang terpancar dari nilai-nilai keIslaman. Dari sisi lain lenturnya
manajemen keorganisasian yang dimiliki Majlis Ta’lim itu sendiri sehingga
kehadirannya bisa membaur dalam semua elemen masyarakat tanpa sekat
kelas sosial.
48
Muhsin MK, op. cit., hlm. 9-12.
Download