BAB II PENDIDIKAN ISLAM DAN MAJLIS TA’LIM A. Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam Istilah pendidikan dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”, yang mengandung arti “perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan pada mulanya berasal dari bahasa Yunani yaitu “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan.1 Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah tarbiyah, ta’lim, ta’dib, riyadhah, irsyad dan tadris. Masing-masing istilah tersebut memiliki keunikan makna tersendiri ketika sebagian atau semuanya disebut secara bersamaan. Namun, kesemuanya akan memiliki makna yang sama jika disebut salah satunya, sebab salah satu istilah itu sebenarnya mewakili istilah yang lain. Atas dasar itu, dalam beberapa buku pendidikan Islam, semua istilah itu digunakan secara bergantian mewakili peristilahan pendidikan Islam.2 Pengertian pendidikan Islam cukup beraneka ragam dan bermacammacam. Pendidikan adalah suatu proses penanaman sesuatu ke dalam diri 1 2 Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 1. Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 10. 23 24 manusia. Ada tiga hal unsur pokok pembentuk pendidikan yang dapat diambil yaitu: proses, kandungan dan penerima. Maknanya adalah “proses” adalah penanaman sebuah pendidikan yang mengandung sebuah metode dan adanya sistem yang komperhensif dengan cara bertahap dan berkelanjutan, dan “sesuatu” di sini dimaksudkan pada kandungan, nilai yang ditanamkan yaitu berupa ilmu yang haqiqi kebenarannya yang sesuai dengan konsep yang ada dalam agama Islam yang tercermin dalam al-Qur’an. Hal ini didasarkan dari asumsi bahwa semua ilmu bersumber dan datang dari Allah SWT. Sedangkan “diri manusia” adalah penerima proses dan kandungan tersebut yang tak lain adalah peserta didik.3 Pendidikan mengandung pembinaan kepribadian, pengembangan kemampuan atau potensi yang perlu dikembangkan; peningkatan pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu, serta tujuan ke arah mana peserta didik dapat mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin. Dalam pendidikan, terdapat hubungan antara pendidik dan peserta didik. Di dalam hubungan itu, mereka memiliki kedudukan dan perasaan yang berbeda. Tetapi, keduanya memiliki daya yang sama, yaitu saling mempengaruhi guna terlaksananya proses pendidikan (transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan yang tertuju kepada tujuan yang diinginkan). Pendidikan adalah proses sepanjang hayat sebagai perwujudan pembentukan diri secara utuh. Maksudnya pengembangan segenap potensi dalam rangka penentuan semua komitmen manusia sebagai individu, sekaligus sebagai 3 Muhammad Muntahibun Nafis, op. cit., hlm. 21-22. 25 makhluk sosial dan makhluk Tuhan. Aktivitas pendidikan berlangsung di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.4 Dari beberapa pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, pengarahan dan pengembangan potensi-potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup jasmani dan rohani di dunia dan akhirat. Bimbingan tersebut dilakukan secara sadar dan terus-menerus dengan disesuaikan fitrah dan kemampuan, baik secara individu, kelompok, sehingga ia mampu menghayati, memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara utuh dan menyeluruh. 2. Kurikulum Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya dengan dunia pendidikan, Samsul Nizar memberikan pengertian kurikulum sebagai “circle of instruction” yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat didalamnya. Sedangkan menurut Abuddin Nata, kurikulum ialah rencana atau bahasan pengajaran, sehingga arah kegiatan pendidikan menjadi jelas dan terang.5 Dalam konteks pendidikan Islam, istilah kurikulum dikenal dengan manhaj yang berarti jalan terang yang dilalui pendidik atau guru latih 4 Wiji Suwarno, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 5 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 121. 22-23. 26 dengan orang-orang yang dididik atau dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.6 Kurikulum adalah alat atau jalan untuk mencapai tujuan, dapat diketahui bahwa suatu kurikulum terdiri atas komponen-komponen, antara lain: a. Tujuan, b. Isi, c. Metode atau proses belajar mengajar, d. Evaluasi Setiap komponen dalam kurikulum di atas saling berkaitan dan masing-masing merupakan bagian integral dari kurikulum tersebut. Komponen tujuan mengarahkan atau menunjukkan sesuatu yang hendak di tuju dalam proses belajar mengajar. Tujuan mengarahkan perbuatan belajar mengajar yang dilakukan oleh peserta didik dan pendidik. Kemudian komponen isi menunjukkan materi proses belajar mengajar tersebut. Materi (isi) itu harus sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Adapun komponen selanjutnya yaitu evaluasi merupakan kegiatan kurikuler berupa penilaian untuk mengetahui berapa persen tujuan yang tercapai. Dari penilaian itu kita mengetahui pencapaian tujuan. Konsep kurikulum ini berlaku umum, dapat digunakan bagi perencanaan kurikulum sekolah, kursus, pengajian, pesantren dan dalam rumah tangga. 7 6 Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan islam Landsan Teoritis dan Praktis (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2011), hlm. 108. 7 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 54-56. 27 Kurikulum dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sistem pendidikan yang dijalankan pada masa modern ini, termasuk pendidikan Islam, tidak akan dapat terlaksana dengan baik tanpa melibatkan keikutsertaan kurikulum. Karena itu, kebutuhan akan adanya aktivitas pendidikan selalu berarti kebutuhan akan adanya kurikulum. Dalam kurikulum inilah tersimpul segala sesuatu yang harus dijadikan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan.8 Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang terperinci berupa materi-materi pelajaran, strategi belajar mengajar, dan pengaturan-pengaturan program dengan bertujuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 3. Komponen Komponen pendidikan adalah semua hal yang berkaitan dengan jalannya proses pendidikan. Penjelasan tentang komponen-komponen pendidikan antara lain sebagai berikut9: a. Tujuan Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan menurut jenisnya terbagi dalam beberapa jenis yaitu tujuan nasional, institusional, kurikuler dan instruksional. Tujuan nasional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu bangsa; Tujuan institusional adalah tujuan pendidikan 8 9 Abdul Khobir, op. cit., hlm. 107. Wiji Suwarno, op. cit., hlm. 33-48. 28 yang ingin dicapai suatu lembaga pendidikan; Tujuan kurikuler adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu mata pelajaran tertentu; dan Tujuan instruksional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu pokok atau sub-pokok bahasan tertentu. b. Peserta didik Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. c. Pendidik Pendidik adalah orang yang dengan sengaja memengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, pendidik adalah orang yang lebih dewasa yang mampu membawa peserta didik ke arah kedewasaan. Sedangkan secara akademis, pendidik adalah tenaga kependidikan, yakni anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan yang berkualifikasi sebagai pendidik, dosen, knselor, pamong belajar, tutor dan sebutan lain yang sesuai kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. d. Metode Dalam interaksi pendidikan tidak terlepas dari metode atau bagaimana pendidikan dilaksanakan. 29 e. Isi / materi Isi/materi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/materi yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal. f. Alat Alat dan fasilitas pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan, dengan adanya fasilitas-fasilitas pendidikan maka proses pendidikan akan berjalan dengan lancar sehingga tujuan pendidikan akan mudah dicapai. g. Lingkungan Lingkungan pendidikan adalah lingkungan yang melingkupi terjadinya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk mengoptimalkan kemampuan, bakat, minat dan kepribadian peserta didik dibutuhkan lingkungan yang mendukung. Artinya, lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat harus seimbang dan saling bekerja sama dengan baik, sehingga tujuan pendidikan secara utuh dapat dicapai optimal. Dari beberapa pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan, meliputi tujuan pendidikan, peserta didik, pendidik, metode pendidikan, isi pendidikan, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan. Keseluruhan 30 komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. 4. Materi Proses pendidikan sama dengan proses komunikasi. Pada proses tersebut, posisi guru adalah sebagai komunikator, siswa sebagai komunikan dan bahan belajar atau materi sebagai medium. Materi merupakan medium untuk mencapai tujuan pengajaran yang dikonsumsi oleh peserta didik. Bahan ajar merupakan materi yang terus berkembang secara dinamis seiring dengan kemajuan dan tuntutan perkembangan masyarakat. Bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik akan memotivasi anak didik dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian, bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak dapat diabaikan dalam pembelajaran, sebab bahan pelajaran merupakan inti dalam proses belajar mengajar.10 Materi merupakan bagian integral dalam proses pendidikan, karena materi mempertimbangkan tujuan pendidikan. Setelah tujuan pendidikan ditetapkan, maka mengklasifikasikan tujuan pendidikan menjadi tiga, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Materi yang sesuai untuk ranah kognitif ditentukan berdasarkan perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian dan keterampilan berpikir. Materi yang sesuai untuk ranah afektif ditentukan berdasarkan perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi dan cara penyesuaian diri. Sementara itu, materi yang sesuai untuk ranah 10 Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar: Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), hlm. 14. 31 psikomotor ditentukan berdasarkan perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik.11 Kemudian kriteria dalam pemilihan materi adalah akurat dan up to date, mudah dimengerti, rasional, esensial, bermakna, keberhasilan dan keseimbangan dan praktis. Dalam proses pendidikan tentunya bahan pelajaran tersebut berisi ilmu pengetahuan. Tanpa ilmu pengetahuan proses pendidikan tidak akan berlangsung, sebab ilmu pengetahuan adalah substansi proses belajar mengajar dan ilmu pengetahuan berfungsi untuk mencapai tujuan pendidikan. Materi pendidikan Islam yaitu bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman pendidikan, yang sudah tersusun secara sistematis dan terstruktur untuk disampaikan dalam proses pendidikan peserta didik.12 Secara garis besar, ruang lingkup materi pendidikan Islam dikategorikan kepada dua hal, pertama: memberikan bimbingan dan pembinaan yang bersifat ‘ubudiyah, berupa tuntunan sholat, puasa, zakat, haji dan pengetahuan agama dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, guna memperoleh kemaslahatan di dunia dan di ridhai Allah SWT., kedua: memberikan bimbingan dan pembinaan yang bersifat ‘amaliyah, berupa usaha mencari nafkah, bercocok tanam, beternak, jual beli, pendidikan, kesehatan, perkawinan dan lain sebagainya dalam rangka meningkatkan kehidupan yang layak dan harmonis guna memperoleh kemaslahatan di dunia dan diridhai Allah SWT. 11 Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran: Teori & Aplikasi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 305. 12 Muhammad Muntahibun Nafis, op. cit., hlm. 29. 32 Dalam memberikan tuntunan ‘amaliyah lebih luas dan sejalan dengan kebutuhan masyarakat antara lain: a. Dalam hal meningkatkan akhlak mulia (akhlak Rasulullah) seperti: suka kerja keras, hidup hemat dan produktif, hidup yang sholeh (kontruktif), berbudi luhur, menghindari perbuatan negatif yang merugikan orang, memelihara silaturrahmi dan hubungan persahabatan, serta menghindari permusuhan. b. Dalam hal meningkatkan pemahaman hukum, seperti giat belajar, kukuh dalam menjalankan perintah agama, tertib terhadap perintah dan larangan agama. c. Dalam hal lapangan sosial, seperti menggalakkan pendidikan, kesehatan, budaya/kesenian, tolong menolong dan hormat menghormati. d. Dalam hal ekonomi, seperti meningkatkan taraf hidup, berdagang, bertani, meningkatkan industri (kecil), dengan niat agar di samping memperoleh kesejahteraan dan kemakmuran sekaligus dapat mampu beribadah dengan baik.13 Materi atau bahan ialah apa yang hendak diajarkan dalam Majlis Ta’lim. Dengan sendirinya materi itu adalah ajaran agama Islam dengan segala keleluasaannya. Secara garis besar materi tersebut dibagi ke dalam dua kelompok, yakni kelompok pengetahuan agama dan kelompok pengetahuan umum. 13 Proyek Bimbingan dan Dakwah Agama Islam, Manajemen Dakwah (Jakarta: Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji, 1995), hlm. 50-51. 33 a. Kelompok Pengetahuan Agama 1) Tauhid Tauhid adalah pondasi Islam (ushuluddin). Titik berat pelajaran ini ialah mengenai Allah SWT. dan mendorong jama’ah agar hanya menyembah kepadaNya saja, serta membersihkan syirik dalam segala bentuk dan manifestasinya. 2) Fiqih Pelajaran fiqih dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ibadah dan hukum-hukum Islam. Dalam bagian ibadah termasuk soal thoharoh, sholat, puasa, zakat dan haji. Sedangkan dalam bagian hukum-hukum Islam termasuk soal-soal munakahat, muamalat, jinayat dan lain-lainnya. 3) Tafsir Pelajaran tafsir sangat menunjang pelajaran-pelajaran yang lain, sebab ayat-ayat Al quran tersusun sedemikian rupa, saling isi mengisi secara harmonis antara tauhid, hukum, akhlak dan pengetahuan alam. 4) Hadist Dengan mempelajari hadist, jama’ah dapat lebih mengenal Nabi Muhammad SAW, karena jumlah hadist yang sangat banyak, maka dalam penyajiannya dapat ditempuh secara selektif, yaitu dengan memilih hadist yang sesuai dengan materi yang sedang dibahas. 34 5) Akhlak Pelajaran akhlak dapat diperluas dengan kesehatan rohani dan dapat pula diperluas dengan tasawuf. Ketiganya dapat digabungkan menuju kehidupan yang lebih suci dan lebih bermakna. Akhlak yang diajarkan juga bersumber dari Al quran dan Hadist. Tingkah laku dan perbuatan sehari-hari, barang kali ada baiknya mendapat prioritas dalam pelajaran akhlak. 6) Tarikh Pelajaran ini diberikan bukan hanya sekedar untuk mengetahui gambaran bagaimana Rasulullah SAW dalam menyiarkan agama Islam, yang didukung para sahabat. Tetapi juga untuk menjelaskan bahwa ajaran Islam benar-benar suatu pedoman hidup. b. Kelompok Pengetahuan Umum Materi yang disampaikan dalam pengetahuan umum hendaknya hal-hal yang kaitannya dengan kehidupan masyarakat seperti masalah pembinaan remaja, pembinaan keluarga sejahtera, lingkungan hidup, kesehatan, keamanan, pembangunan negara dan lain-lain.14 Untuk memberikan pendidikan agama kepada masyarakat yang sangat heterogen, perlu disampaikan materi pendidikan agama (bahan ajar) yang 14 Proyek Penerangan Bimbingan dan Da’wah Khutbah Agama Islam, Pedoman Majlis Ta’lim (Jakarta: Departemen Agama, 1983), hlm. 32. 35 sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu dan tidak menyimpang dari aqidah agama serta disesuaikan dengan adat istiadat dan budaya setempat.15 Para peserta didik (jama’ah) dapat terdiri dari remaja baik putra maupun putri, ibu-ibu saja, bapak-bapak saja atau campuran dari ibu-ibu dan bapak-bapak atau campuran antara remaja, ibu-ibu dan bapak-bapak. Apabila pesertanya homogen seperti ibu-ibu saja,atau bapak-bapak saja tentu menentukan materi dan metodenya relatif lebih mudah, tetapi apabila pesertanya heterogen yaitu campuran antara remaja, ibu-ibu dan bapakbapak tentu saja untuk menentukan materi dan metode menjadi lebih rumit.16 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan, sumber belajar dalam memberikan materi belajar haruslah sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bermanfaat, mudah dimengerti dan dapat diterapkan dalam kehidupan mereka nantinya. 5. Metode Metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu methodos. Methodos berasal dari kata “meta” dan “hodos”. Meta berarti melalui, sedang hodos berarti jalan. Sehingga, metode berarti jalan yang harus dilalui atau cara untuk melakukan sesuatu atau prosedur.17 Metode merupakan cara kerja yang 15 Departemen Agama RI, Pendidikan Luar Sekolah: Kontribusi ditpenamas dalam Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), hlm. 40. 16 Ibid., hlm. 41. 17 Jamal Ma’mur Asmani, 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) (Jogjakarta: Diva Press, 2011), hlm. 19. 36 bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam proses pendidikan, tentunya terdapat metode pendidikan. Metode pendidikan adalah prosedur umum dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas asumsi tertentu. Metode pendidikan merupakan cara dan pendekatan yang dirasa paling tepat dan sesuai dalam pendidikan untuk menyampaikan bahan dan materi pendidikan kepada peserta didik. Metode digunakan untuk mengolah, menyusun dan menyajikan materi pendidikan, supaya materi dapat dengan mudah diterima dan ditangkap oleh peserta didik sesuai dengan karakteristik dan tahapan peserta didik.18 Adapun fungsi metode pendidikan Islam adalah : a. Mengarahkan keberhasilan belajar. b. Memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk belajar berdasarkan minatnya. c. Mendorong usaha kerja sama dalam kegiatan pendidikan antara pendidik dan peserta didik. d. Memberikan inspirasi kepada peserta didik melalui proses hubungan yang serasi antara pendidik dan peserta didik yang seiring dengan tujuan pendidikan Islam.19 Metode diartikan sebagai cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan pendidikan, khususnya kegiatan penyajian materi 18 19 Muhammad Muntahibun Nafis, op. cit., hlm. 29. Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, op. cit., hlm. 167. 37 pelajaran kepada siswa. Banyak macam metode yang dipilih guru dalam kegiatan mengajar, tetapi tidak semua metode dapat dikategorikan sebagai metode yang baik dan tidak pula semua metode dikatakan jelek. Pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi beberapa faktor, antara lain tujuan yang berbeda dari masing-masing materi, perbedaan latar belakang individual anak, perbedaan situasi dan kondisi dimana pendidikan berlangsung.20 Menurut Abuddin Nata faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan metode adalah: a. Materi b. Sarana prasarana c. Peserta didik d. Lingkungan e. Kemampuan guru f. Pendekatan proses belajar mengajar yang akan digunakan.21 Implikasinya dalam pendidikan agama Islam pada peserta didik memberikan pengalaman yang bervariasi. Proses pendidikan harus memperhatikan minat dan kemampuan peserta didik. Penggunaan metode yang tepat akan menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran, sehingga metode pembelajaran Pendidikan Islam pada peserta didik harus dipilih dan dikembangkan untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik. 20 21 Jamil Suprihatiningrum, op. cit., hlm. 294. Abuddin Nata, op. cit., hlm. 153. 38 Sementara itu, pendidikan merupakan usaha membimbing dan membina serta bertanggung jawab untuk mengembangkan intelektual pribadi peserta didik ke arah kedewasaan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Maka pendidikan Islam adalah sebuah proses dalam membentuk manusia-manusia muslim yang mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk mewujudkan dan merealisasikan tugas dan fungsinya sebagai khalifah Allah SWT., baik kepada Tuhan, sesama manusia dan sesama makhluk lainnya. Pendidikan yang dimaksud selalu berdasarkan kepada ajaran al Qur’an dan al Hadits.22 Oleh karena itu, yang dimaksud dengan metode pembelajaran (pendidikan Islam) adalah cara yang dapat ditempuh dalam memudahkan pencapaian tujuan pendidikan Islam. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih dan mengaplikasikan sebuah metode pembelajaran, yaitu tujuan yang hendak dicapai, kemampuan guru, peserta didik, situasi dan kondisi pembelajaran di mana berlangsung, fasilitas yang tersedia, waktu yang tersedia dan kebaikan dan kekurangan sebuah metode.23 Beberapa metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran (pendidikan Islam) sebagai berikut: 22 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 40-41. 23 Ibid., hlm. 107. 39 a. Metode Ceramah Metode ceramah merupakan cara yang paling awal yang dilakukan oleh Rasulullah SAW., dalam menyampaikan wahyu kepada umat. Karakteristik yang menonjol dari metode ini adalah peranan guru lebih dominan.24 Metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari pendidik kepada peserta didik. Metode ceramah merupakan cara belajar atau mengajar yang menekankan pemberitahuan satu arah dari pengajar kepada pelajar. Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode paling ekonomis untuk menyampaikan informasi.25 b. Metode Bandongan Metode bandongan adalah kyai menggunakan bahasa daerah setempat, kyai membaca, menterjemahkan, menerangkan kalimat demi kalimat kitab yang dipelajarinya, santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh kyai dengan memberikan catatan-catatan tertentu pada kitabnya masing-masing dengan kode-kode tertentu sehingga kitabnya disebut kitab jenggot karena banyaknya catatan yang menyerupai jenggot seorang kyai.26 24 Ibid., hlm. 136. Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, Strategi Pembelajaran Terpadu: Teori, Konsep dan Implementasi (Jogjakarta: Familia, 2012), hlm. 14. 26 Armai Arief, op. cit., hlm. 154. 25 40 c. Metode Kisah/ Cerita Metode kisah merupakan salah satu metode mengajar dengan menyampaikan pesan melalui kisah/ cerita. Al-Qur’an dan Hadits banyak meredaksikan kisah untuk menyampaikan pesan-pesannya. Seperti kisah malaikat, para Nabi, umat terkemuka pada zaman dahulu dan sebagainya. Dalam kisah itu tersimpan nilai-nilai pedagogis dan religius yang memungkinkan anak didik mampu meresapinya.27 d. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah penyampaian pesan pembelajaran dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan peserta didik memberikan jawaban, atau sebaliknya peserta didik diberi kesempatan bertanya dan pendidik yang menjawab pertanyaan.28 Pertanyaan merupakan perbuatan (hal) bertanya, permintaan keterangan, atau sesuatu yang ditanyakan. Pertanyaan merupakan pembangkit motivasi yang dapat merangsang peserta didik untuk berpikir. Dalam sejarah perkembangan Islam pun dikenal metode tanya jawab, karena metode ini sering dipakai oleh para Nabi dan Rasul Allah SWT. dalam mengajarkan ajaran yang dibawanya kepada umatnya. Metode ini termasuk metode yang paling tua di samping metode ceramah, namun efektifitasnya lebih besar daripada metode lain. Karena, dengan metode tanya jawab, pengertian dan pemahaman dapat diperoleh 27 Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, op. cit., hlm. 62. M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 43. 28 41 lebih mantap. Sehingga segala bentuk kesalahpahaman dan kelemahan daya tangkap terhadap pelajaran dapat dihindari semaksimal mungkin.29 e. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi merupakan metode yang paling sederhana dibandingkan dengan metode-metode lainnya. Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan tertentu pada pesert didik.30 Metode demonstrasi adalah salah satu metode mengajar yang dilakukan oleh seorang pendidik atau orang lain yang dengan sengaja diminta atau peserta didik sendiri ditunjuk untuk memperlihatkan tentang suatu proses atau cara melakukan sesuatu.31 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan Islam, metode pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, operasionalisasi dari strategi pendidikan dalam menyiasati perbedaan individual siswa, meningkatkan motivasi belajar, serta meningkatkan daya serap materi bagi siswa dan berdampak langsung terhadap pencapaian tujuan pendidikan. Metode merupakan cara untuk mengantarkan materi pelajaran mencapai tujuan. Oleh karena itu, materi pelajaran merupakan salah satu pertimbangan guru dalam menentukan metode. Tidak menutup kemungkinan jika guru tidak memerhatikan materi pelajaran dalam 29 Armai Arief, op. cit., hlm. 141. Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, op. cit., hlm. 27. 31 M. Basyiruddin Usman, op. cit., hlm. 45. 30 42 menentukan metode maka akan memersulit guru dalam menyampaikan materi. B. Majlis Ta’lim 1. Pengertian Majlis Ta’lim Majlis Ta’lim akar katanya berasal dari bahasa Arab, yang terdiri dari dua suku kata yakni Majlis berarti tempat dan Ta’lim berarti belajar. Jadi secara lughowi Majlis Ta’lim mempunyai makna “tempat belajar”. Dari istilah atau definisi Majlis Ta’lim adalah sebuah lembaga pendidikan nonformal yang memiliki jama’ah dengan jumlah yang relatif banyak, usia yang heterogen, memiliki kurikulum yang berbasis keagamaan dan waktu yang fleksibel sesuai kebutuhan jama’ah.32 Majlis Ta’lim merupakan pendidikan tertua dalam Islam walaupun tidak disebut Majlis Ta’lim. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, pengajian (pendidikan Islam) untuk masyarakat yang berlangsung secara sembunyisembunyi di rumah sahabat Arkam bin Abil RA, di zaman Makkah dapat dianggap Majlis Ta’lim menurut pengertian sekarang.33 Majlis Ta’lim merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang bersifat nonformal, yang senantiasa menanamkan akhlak yang luhur dan mulia, meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan keterampilan jama’ahnya, serta memberantas kebodohan ummat Islam agar dapat 32 Puslitbang Kehidupan Keagaman, Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pendalaman Ajaran Agama melalui Majlis Ta’lim (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagaman, 2007), hlm. 32. 33 Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 41. 43 memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera dan diridhai oleh Allah SWT.34 Majlis Ta’lim juga merupakan lembaga pendidikan masyarakat, yang tumbuh dan berkembang dari kalangan masyarakat Islam itu sendiri, yang kepentingannya untuk kemaslahatan ummat manusia. Oleh karena itu Majlis Ta’lim adalah lembaga swadaya masyarakat yang hidupnya didasarkan kepada “ta’awun” dan “ruhama’u bainahum”.35 Kelompok belajar untuk mendalami ajaran agama Islam secara bersama sering disebut kelompok pengajian. Kelompok ini biasanya menyelenggarakan kegiatan belajar rutin dibawah bimbingan orang yang dipandang lebih mengetahui tentang ajaran agama. Pembimbing disapa dengan gelar ustadz (ustadzah untuk perempuan), kyai, tuan guru, atau sapaan penghormatan lainnya. Sebutan lain yang muncul belakangan untuk kelompok belajar ini ialah Majlis Ta’lim.36 Pertumbuhan Majlis Ta’lim di kalangan masyarakat, menunjukkan kebutuhan dan hasrat anggota masyarakat tersebut akan pendidikan agama. Dan perkembangan selanjutnya menunjukkan kebutuhan dan hasrat masyarakat yang lebih luas lagi, yaitu usaha memecahkan masalah-masalah menuju kehidupan yang lebih bahagia. Peningkatan tuntutan jama’ah dan peranan pendidikan yang bersifat nonformal, menimbulkan pula kesadaran dan inisiatif dari para ulama dan anggota masyarakat untuk memperbaiki, 34 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Cet-Ke 3 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 201. 35 Ibid., hlm. 201. 36 Puslitbang Kehidupan Keagaman, op. cit., hlm. 17. 44 meningkatkan dan mengembangkan kualitas dan kemampuan, sehingga eksistensi Majlis Ta’lim dapat menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya.37 Kegiatan Majlis Ta’lim adalah bergerak dalam bidang dakwah Islam, lazimnya disampaikan dalam bentuk ceramah, tanya jawab oleh seorang ustadz atau kyai di hadapan para jama’ahnya. Kegiatan ini telah dijadwalkan waktu dan ditentukan tempatnya. Dengan demikian, bahwa esensi dari Majlis Ta’lim tersebut adalah lembaga pendidikan Islam nonformal, pendidik, peserta didik (jama’ah), adanya materi yang disampaikan, dilaksanakan secara teratur, tujuan untuk mencapai derajat ketaqwaan kepada Allah SWT.38 Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dijelaskan tentang pendidikan norformal, Pasal 26: satuan pendidikan nonformal terdiri dari atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan Majlis Ta’lim, serta satuan pendidikan sejenis. Dengan demikian, pendidikan Islam itu bisa dilaksanakan dalam bentuk lembaga kursus, misalnya kursus membaca dan menafsirkan Al quran, bisa dalam bentuk kelompok belajar dan pusat kegiatan belajar masyarakat serta yang terbanyak bersebar di masyarakat adalah dalam bentuk Majlis Ta’lim.39 37 Hasbullah, op. cit., hlm. 201-202. Haidar Putra Dauly, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 150. 39 Ibid., hlm. 151. 38 45 2. Fungsi dan Kedudukan Majlis Ta’lim Majlis Ta’lim dalam masyarakat sebagai lembaga dakwah yang berfungsi dan bertujuan sebagai berikut: a. Tempat Belajar Mengajar Majlis Ta’lim dapat berfungsi sebagai tempat kegiatan belajar mengajar umat Islam, dalam rangka meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman ajaran Islam. b. Lembaga Pendidikan dan Keterampilan Majlis Ta’lim juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan keterampilan bagi masyarakat yang berhubungan, antara lain dengan masalah pengembangan kepribadian serta pembinaan keluarga dan rumah tangga sakinah mawaddah warohmah. Melalui Majlis Ta’lim inilah, diharapkan mereka menjaga kemuliaan dan kehormatan keluarga dan rumah tangganya. c. Wadah Berkegiatan dan Berkreativitas Majlis Ta’lim juga berfungsi sebagai wadah berkegiatan dan berkreativitas. Antara lain dalam berorganisasi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.40 d. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Majlis Ta’lim juga berfungsi sebagai pusat pembinaan dan pengembangan kemampuan dan kualitas sumber daya manusia dalam berbagai bidang seperti dakwah, pendidikan sosial, dan politik.41 40 hlm. 6. Muhsin MK, Manajemen Majlis Ta’lim, Cet. Ke-1 (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009), 46 e. Jaringan Komunikasi, Ukhuwah dan Silaturahim Majlis Ta’lim juga diharapkan menjadi jaringan komunikasi, ukhuwah, dan silaturahim antar sesama, antara lain dalam membangun masyarakat dan tatanan kehidupan yang Islami. Kedudukan Majlis Ta’lim sebagai lembaga pendidikan nonformal menjadi penting antara lain, karena memiliki fungsi: a. Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT. b. Sebagai taman rekreasi rohaniah, karena penyelenggaraannya bersifat santai. c. Sebagai ajang berlangsungnya silaturrahmi masal yang dapat menghidupsuburkan dakwah dan ukhuwah Islamiyah. d. Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama dengan ummat. e. Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan ummat dan bangsa pada umumnya.42 Keberadaan Majlis Ta’lim akan mempunyai makna penting bagi jama’ahnya apabila kebutuhan masing-masing jama’ah terpenuhi. Para muballigh atau da’i sangat penting untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan mereka agar ia dapat menyesuaikan atau mengarahkan jama’ah pada tujuan yang ingin dicapai. Meskipun tidak semua kebutuhan akan dapat dipenuhi. Majlis Ta’lim hanya akan mampu memenuhi kebutuhan sesuai kemampuan dan fungsinya. 41 42 Ibid., hlm. 7. Hasbullah, op. cit., hlm. 206. 47 Penyelenggaraan Majlis Ta’lim sendiri tidak begitu mengikat, dan tidak selalu mengambil tempat-tempat ibadah seperti masjid, langgar atau musholla, tapi juga di rumah keluarga, balai pertemuan umum, aula suatu instanti, kantor, hotel dan sebagainya. Pelaksanaanya pun terdapat banyak variasi, tergantung kepada pimpinan jama’ah (kyai, ustadz, ulama atau tokoh agama). Dewasa ini banyak Majlis Ta’lim yang diselenggarakan oleh kelompok masyarakat seperti pejabat negara, golongan profesional seperti artis film dan seniman maupun masyarakat umum dan sebagainya.43 3. Kurikulum Majlis Ta’lim Dalam pengertian kurikulum, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu: a. Kurikulum tidak lain dari rencana untuk mencapai tujuan. b. Rencana itu dilaksanakan dengan cara dan prosedur tertentu agar tujuan dapat tercapai. Bila Majlis Ta’lim dipandang sebagai lembaga pendidikan, dalam hal ini lembaga pendidikan non formal keagamaan, maka pada tempatnyalah ia memiliki kurikulum tersendiri. Pada umumnya kurikulum mengandung tiga unsur yaitu tujuan, isi atau materi, organisasi dan strategi. a. Tujuan Ada dua jenis tujuan yang terdapat dalam kurikulum yakni, tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum adalah tujuan Majlis Ta’lim pada umumnya. Tujuan ini dijabarkan dari tujuan dakwah dan 43 Ibid. 48 pendidikan Islam. Oleh karena terdapat bermacam-macam Majlis Ta’lim, maka dalam penjabaran tujuan itu terdapat variasi-variasi itu ditentukan selain karena perbedaan corak dan tingkat Majlis Ta’lim juga karena perbedaan kondisi dan situasi, perbedaan peserta didik (jama’ah) dan juga harapan masyarakat. Tujuan khusus adalah penjabaran tujuan umum. Dengan kata lain tujuan khusus ditturunkan dari tujuan umum dalam bentuk yang lebih terperinci dan operasional sehingga mudah dilaksanakan dan mudah pula diukur dan dinilai. Untuk itu tujuan khusus digambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan atau dalam nilai dan sikap yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah selesai mengikuti program Majlis Ta’lim. b. Isi Kurikulum Isi kurikulum adalah mata pelajaran, berikut bab dan pasal yang tertera di dalamnya atau berupa judul/pokok masalah berikut sub judul/sub judul pokok masalah yang terdapat di dalamnya. c. Organisasi dan Strategi Organisasi kurikulum adalah cara mengatur penempatan atau pengelompokan mata pelajaran/jadwal berikut alokasi waktu yang disediakan. Bila waktu Majlis Ta’lim dalam seminggu, maka program/ alokasi waktu tersebut cukup untuk satu tahun. Strategi pelaksanaan kurikulum Majlis Ta’lim ialah cara yang ditempuh dalam melaksanakan 49 kurikulum, memilih guru, menempatkan waktu dan tempat, menentukan alat, mengatur penilaian, mengatur administrasi dan sebagainya.44 4. Macam-Macam Majlis Ta’lim Majlis Ta’lim dapat dibedakan dari segi kelompok sosial, tempat penyelenggaraan dan metode penyajian. Ditinjau dari kelompok sosial peserta atau jama’ahnya terdapat beberapa jenis Majlis Ta’lim, antara lain: a. Majlis Ta’lim kaum bapak-bapak, pesertanya khusus terdiri dari kaum bapak. b. Majlis Ta’lim kaum ibu, pesertanya khusus terdiri dari para ibu. c. Majlis Ta’lim remaja, pesertanya khusus terdiri dari para remaja muda, baik laki-laki maupun perempuan. d. Majlis Ta’lim campuran, pesertanya merupakan campuran tua, muda, pria dan wanita.45 Ditinjau dari tempat penyelenggaraannya, Majlis Ta’lim dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Di Masjid atau Musholla b. Di Madrasah atau ruang khusus semacam itu c. Di Rumah, secara tetap atau berpindah-pindah d. Di ruang atau aula kantor.46 44 Proyek Penerangan Bimbingan dan Da’wah Khutbah Agama Islam, op. cit., hlm. 30. Ibid., hlm. 10. 46 Tuty Alawiyah, Strategi Da’wah di Lingkungan Majlis Ta’lim (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 76. 45 50 Adapun Tipologi Majlis Ta’lim, antara lain: a. Majlis Ta’lim yang digerakkan oleh seorang tokoh agama yang berpengaruh di daerah tersebut. Dia tidak hanya sebagai penggerak, tapi sekaligus sebagai pendiri dan pembina bahkan menjadi guru utama pada Majlis Ta’lim tersebut. Keberadaan Majlis Ta’lim model ini, biasanya sangat tergantungan pada figur seseorang yang menjadi panutan masyarakat. Majlis Ta’lim model ini tidak hanya menyelenggarakan pengajian umum tetapi ada juga pengajian terbatas yang khusus mendalami agama dan biasanya menggunakan kajian kitab kuning. b. Majlis Ta’lim yang dibangun atas dasar kegiatan wirausaha dalam rangka menopang pembinaan pengajian pada kelompok remaja. Majlis Ta’lim model ini didirikan dalam rangka memberikan bekal pada anggotanya tentang hal-hal yang terkait dengan ketauhidan dan akhlakul hasanah agar dalam menjalankan tugasnya senantiasa dilandasi keimanan dan kejujuran. c. Majlis Ta’lim yang dibangun atas kesepakatan beberapa pimpinan Majlis Ta’lim. Majlis Ta’lim model ini biasanya terdiri atas gabungan Majlis Ta’lim kaum ibu dan dikoordinir oleh organisasi atau ibu-ibu istri pejabat baik di tingkat desa maupun kecamatan. d. Majlis Ta’lim yang didirikan atas prakarsa pengusaha/ perorangan atas dasar keinginan untuk mempelajari agama dan meningkatkan wawasan pengetahuan keagamaan. Seluruh sarana dan prasarana Majlis Ta’lim ini 51 ditanggung oleh perorangan. Pengajian ini bersifat umum, penceramah dari berbagai kalangan. e. Model Majlis Ta’lim yang didirikan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Majlis Ta’lim ini dirintis atas dasar keprihatinan para tokoh agama yang melihat banyaknya para khotib dan muballigh yang kurang fasih dalam melafalkan bacaan Al quran dan Hadist Nabi, serta kurangnya wawasan mereka tentang dasar keagamaan. Kegiatan Majlis Ta’lim ini antara lain melatih dan mendidik para muballigh dan khotib. Materi yang dibahas antara lain kitab-kitab tafsir dan hadist serta beberapa kitab fikih. Peserta Majlis Ta’lim ini terdiri atas para khotib dan muballigh. f. Majlis Ta’lim yang diprakarsai oleh ta’mir masjid atau musholla yang secara rutin melakukan pengajian mingguan dan bulanan.47 Majlis Ta’lim yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia jika dikelompok-kelompokkan ada berbagai macam, antara lain: a. Dilihat dari jama’ahnya, yaitu: 1) Majlis Ta’lim kaum ibu/muslimah/perempuan 2) Majlis Ta’lim kaum bapak/muslimin/laki-laki 3) Majlis Ta’lim kaum remaja 4) Majlis Ta’lim anak-anak 5) Majlis Ta’lim campuran laki-laki dan perempuan/kaum bapak dan ibu 47 Puslitbang Kehidupan Keagaman, op. cit., hlm. 18-21. 52 b. Dilihat dari organisasinya, Majlis Ta’lim ada beberapa macam, yaitu: 1) Majlis Ta’lim biasa, dibentuk oleh masyarakat setempat tanpa memiliki legalitas formal kecuali hanya member tahu kepada lembaga pemeritahan setempat 2) Majlis Ta’lim berbentuk yayasan, biasanya telah terdaftar dan memiliki akte notaris. 3) Majlis Ta’lim berbentuk ormas 4) Majlis Ta’lim di bawah ormas. 5) Majlis Ta’lim di bawah orsospol.48 Majlis Ta’lim kehadirannya di masyarakat ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Di satu sisi Majlis Ta’lim menjadi jawaban bagi kebutuhan warga masyarakat akan pemantapan terhadap pencerahan jiwa yang terpancar dari nilai-nilai keIslaman. Dari sisi lain lenturnya manajemen keorganisasian yang dimiliki Majlis Ta’lim itu sendiri sehingga kehadirannya bisa membaur dalam semua elemen masyarakat tanpa sekat kelas sosial. 48 Muhsin MK, op. cit., hlm. 9-12.