BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kue Kering Kue kering adalah salah satu jenis makanan ringan/kecil yang sangat digemari masyarakat baik di perkotaan maupun di perdesaan. Bentuk dan rasa kue beragam, tergantung pada bahan tambahan yang digunakan (Suarni dalam Fatkurahman, 2012). Kue kering (Cookies) merupakan biskuit yang berbahan dasar tepung terigu. Tepung terigu merupakan tepung atau bubuk yang berasal dari biji gandum. Keunggulan dari tepung terigu dibandingkan tepung yang lain yaitu kemampuannya untuk membentuk gluten pada saat diberi air. Sifat elastis gluten pada adonan menyebabkan kue tidak mudah rusak ketika dicetak (Fatkurahman, 2012). Tahapan pembuatan kue kering meliputi pembentukan krim, pembentukan adonan, pencetakan, pemanggangan, pendinginan, dan pengemasan. Agar semua bahan tercampur merata dalam adonan maka mentega dibuat krim terlebih dahulu bersama gula, telur, dan susu skim. Selanjutnya, krim dicampur hingga homogen dengan tepung dan bahan lainnya. Setelah homogen, adonan dicetak. Tahap akhir pembuatan kue kering adalah pembakaran. Suhu pembakaran bergantung pada jenis kue kering yang dibuat. Pada umumnya, pembakaran dilakukan pada suhu kurang lebih 170°C selama 15−20 menit (Suarni, 2009). Prinsip dasar pembuatan kue kering adalah mengocok adonan, mencetak adonan, memberi hiasan dan memanggang. Mengocok adonan dimulai dengan mencampur mentega dan gula sampai homogen, kemudian dimasukkan telur satu persatu sesuai resep. Pengocokan tidak boleh terlalu lama, cukup sampai adonan tercampur dan telur tidak perlu mengembang. Masukkan bahan lain dan aduk secukupnya setelah lebih dahulu mixer dimatikan. Mencetak adonan dimaksudkan untuk membuat bentuk kue kering 4 sesuai dengan yang dikehendaki. Ada kalanya setelah pencetakan adonan diberi hiasan supaya tampilan lebih menarik. Cara menghias bisa dilakukan sebelum atau sesudah dipanggang. Untuk memanggang bisa digunakan loyang datar dengan lebih dahulu diolesi mentega / margarin tipis-tipis. Kemudian dipanggang pada suhu 160oC - 170oC selama 20-25 menit, dengan sebelumnya oven dipanasi terlebih dahulu selama 15 menit. Dalam pembuatan kue kering, gula digunakan untuk memberi rasa manis dan memberi warna. Penggunaan gula halus akan menghasilkan kue kering dengan tekstur lebih halus, sedangkan penggunaan gula pasir akan menghasilkan kue yang renyah. Penggunaan telur dimaksudkan untuk memberikan kelembaban, nilai gizi dan membangun struktur. Telur yang digunakan bisa kuning telur, putih telur atau keduanya. Dengan menggunakan kuning telur akan dihasilkan kue kering yang empuk, sebaliknya bila menggunakan putih telur saja akan menjadi keras. Bahan lain yang digunakan adalah lemak yang berasal dari hewan maupun tumbuh-tumbuhan, untuk memberikan rasa lezat dan membuat kue kering menjadi empuk. Dalam penggunaannya bisa digunakan salah satu atau campuran dari mentega dan margarin. Untuk bahan pengembang dapat digunakan soda kue dan baking powder supaya remah kue kering menjadi berwarna gelap, lebih renyah dan lebih mengembang (Hartati, 2012). B. Bahan baku pembuatan Casujahe Ubi Ungu Ekstrak Jahe 1. Tepung terigu Tepung terigu merupakan hasil ekstraksi dari proses penggilingan gandum (T. sativum) yang tersusun oleh 67-70 % karbohidrat, 10-14 % protein, dan 1-3 % lemak (Riganakos and Kontominas, 1995). Menurut Damodaran and Paraf (1997), pada sebagaian besar produk makanan, pati terigu terdapat dalam bentuk granula kecil (1-40 m) dan dalam suatu sistem, contohnya adonan, pati terigu terdispersi dan berfungsi sebagai bahan pengisi. Protein dari tepung terigu membentuk suatu jaringan yang 5 saling berikatan (continous) pada adonan dan bertanggung jawab sebagai komponen yang membentuk viscoelastik. Gluten merupakan protein utama dalam tepung terigu yang terdiri dari gliadin (20-25 %) dan glutenin (35-40%). Menurut Fennema (1996), sekitar 30% asam amino gluten adalah hidrofobik dan asam-asam amino tersebut dapat menyebabkan protein mengumpul melalui interaksi hidrofobik serta mengikat lemak dan substansi non polar lainnya. Ketika tepung terigu tercampur dengan air, bagian-bagian protein yang mengembang melakukan interaksi hidrofobik dan reaksi pertukaran sulfydryl-disulfide yang menghasilkan ikatan seperti polimer-polimer. Polimer-polimer ini berinteraksi dengan polimer lainnya melalui ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, dan disulfide cross-linking untuk membentuk seperti lembaran film (sheet-like film) dan memiliki kemampuan mengikat gas yang terperangkap (Fitasari, 2009). Hingga saat ini komoditas tepung terigu untuk konsumsi rumah tangga dan industri kecil hanya diproduksi oleh sebuah perusahaan raksasa yang tidak/belum mencantumkan kadar protein pada kemasannya. Padahal kadar protein berperan dalam kesempurnaan tekstur bolu, cake, roti atau kue kering. Bolu atau cake membutuhkan tepung terigu protein sedang yang dipasarkan diwakili oleh tepung cap segitiga (jenis serbaguna) dan protein rendah cap kunci (Boga, 2005). Pada proses pembuatan castangle ubi ungu ekstrak jahe ini menggunakan tepung terigu kunci biru, karena tepung terigu kunci biru merupakan tepung terigu yang mengandung protein yang rendah sehingga akan menghasikan tekstur kue yang renyah. 6 Tabel 2.1 Komposisi kimia tepung terigu dalam 100 g bahan Komposisi Jumlah Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Nilai Vit. A (S.I) Vit. B1 (mg) Vit. C (mg) Air (g) Bdd (%) Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996) 365 8,9 1,3 77,3 16 106 1,2 0 0,12 0 12,0 100 Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies dibagi menjadi dua, yakni bahan pengikat dan pembentuk tekstur cookies, seperti tepung terigu, air, garam, susu skim, dan putih telur. Bahan pengikat adalah material yang dapat meningkatkan daya ikat air dan emulsifikasi lemak. Umumnya jenis bahan pengikat yang ditambahkan adalah tepung tapioka, beras, maizena, sagu, dan terigu. Bahan yang kedua adalah pelembut tekstur, seperti shortening (lemak), emulsifier, gula, baking powder, dan kuning telur (Winarno, 1992). 2. Ubi Ungu Ubi jalar sebagai bahan pangan, memiliki mutu yang baik ditinjau dari kandungan gizinya, terutama karbohidrat, mineral, dan vitamin. Kandungan vitamin A pada ubi jalar dalam bentuk provitamin A mencapai 9.000 SI/100 g, terutama ubi jalar yang daging umbinya berwarna orange atau jingga. Vitamin B1, B6, niasin dan vitamin C, cukup memadai jumlahnya pada ubi jalar. Kandung kalium, fosfor, kalsium, natrium, dan magnesium pada ubi jalar juga tinggi (Bradbury dan Halloway 1988). Namun kadar protein dan lemak ubi jalar rendah, sehingga konsumsinya perlu didampingi oleh bahan pangan lain yang berprotein tinggi. Perhatian 7 masyarakat terhadap ubi jalar meningkat terutama berkaitan dengan potensinya sebagai pangan fungsional yang memberi dampak positif terhadap kesehatan (Ginting, 2011). Antosianin merupakan kelompok pigmen yang dapat larut di dalam air dan berperan memberi warna ungu, merah atau biru pada buah-buahan dan sayuran (Plata et al. 2003 dalam Bouvell-Benjamin 2007). Bagian utama antosianin adalah rangka karbon dengan gugus hidrogen, hidroksil, dan metoksil yang ditemukan dalam enam posisi berbeda. Seluruh senyawa antosianin merupakan turunan dari kation flavium dan pada setiap inti flavium terdapat sejumlah molekul yang berperan sebagai gugus pengganti yang berbeda untuk masing-masing jenis antosianin. Pigmen antosianin terdiri dari aglikon (antosianidin) yang teresterifikasi oleh satu atau lebih gula (Francis 1985). Identitas, nomor, jumlah, dan posisi gula pada rangka karbon juga dapat menjadi penyebab perbedaan jenis antosianin. Gula yang biasanya berada pada atom C3, C5 dan kadangkadang C7 adalah glukosa, arabinosa, ramnosa atau galaktosa, baik dalam bentuk monoglikosida, diglikosida maupun triglikosida (Ginting, 2011). Salah satu sumber antosianin yang murah dan banyak terdapat di Indonesia adalah pada ubi jalar ungu karena pada ubi jalar ungu memiliki kandungan antosianin yang lebih besar dari pada ubi jalar dengan varietas yang lain yaitu sebesar 11,051 mg/100 gr (Arixs, 2006). Antosianin telah memenuhi persyaratan sebagai zat pewarna makanan tambahan, diantaranya tidak menimbulkan kerusakan pada bahan makanan maupun kemasannya dan bukan merupakan zat yang beracun bagi tubuh, sehingga secara Internasional telah diijinkan sebagai zat pewarna makanan. Antosianin adalah pigmen yang sifatnya polar dan akan larut dengan baik dalam pelarut-pelarut polar. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi antosianin dengan pelarut campuran air, ethanol dan asam asetat dengan perbandingan tertentu. Selanjutnya hasil zat warna antosianin yang 8 diperoleh dari perlakuan terbaik diuji stabilitasnya terhadap pengaruh pH, kadar gula, kadar garam, suhu pemanasan, waktu pemanasan dan pada pembuatan agar-agar dan jelly karagenan. (Winarti, 2008). Hasil pengamatan rata-rata kandungan abu menunjukkan bahwa nilai kandungan abu tepung tertinggi dimiliki oleh tepung ubi jalar ungu (A3) sebesar 2,03 %, diikuti kandungan abu tepung ubi jalar putih (A1) sebesar 1,04 %, dan nilai kandungan abu tepung terendah dimiliki oleh tepung ubi jalar kuning (A2) yaitu 0,4 %. Menurut Antarlina (1997) dalam Widjanarko (2008), kandungan abu yang dimiliki tepung ubi jalar maksimal sebesar 2,58 %, sehingga nilai kandungan abu yang diperoleh dari hasil penelitian ini dinilai dapat memberikan sumbangan gizi yang cukup bagi tubuh. Perbedaan kandungan abu ini diduga karena kandungan mineral yang berbeda dari tiga jenis ubi jalar tersebut. Hasil pengamatan rata-rata kandungan abu menunjukkan bahwa nilai kandungan abu tepung tertinggi dimiliki oleh tepung ubi jalar ungu (A3) sebesar 2,03 %, diikuti kandungan abu tepung ubi jalar putih (A1) sebesar 1,04 %, dan nilai kandungan abu tepung terendah dimiliki oleh tepung ubi jalar kuning (A2) yaitu 0,4 %. Menurut Antarlina (1997) dalam Widjanarko (2008), kandungan abu yang dimiliki tepung ubi jalar maksimal sebesar 2,58 %, sehingga nilai kandungan abu yang diperoleh dari hasil penelitian ini dinilai dapat memberikan sumbangan gizi yang cukup bagi tubuh. Perbedaan kandungan abu ini diduga karena kandungan mineral yang berbeda dari tiga jenis ubi jalar tersebut (Liur, 2013). Tepung ubi merupakan salah satu komoditi yang kaya akan sumber zat gizi. Ubi ungu merupakan komoditas yang banyak ditemukan di Indonesia. Berikut adalah daftar kandungan gizi yang terkandung pada ubi ungu. 9 Tabel 2.2 Komponen Gizi Ubi Jalar Per 100 gram Komposisi Kalori (kal) Protein (µg) Lemak (µg) Karbohidrat (µg) Air (µg) Serat Kasar (µg) Kadar Gula (µg) β- karoten (µg) Antosianin (µg) Sumber: Balitkabi (2001) Jumlah 123 1,8 0,7 27,9 68,5 1,2 0,4 30,2 110,15 Gambar 2.1 Ubi Jalar Ungu Penggunaan ubi ungu untuk tambahan pada produk castangle ubi ungu ekstrak jahe yaitu dengan cara ditepungkan terlebih dahulu. Proses penepungan diawali dengan proses pengeringan, agar bisa mempermudah penghancuran ubi menjadi tepung. Pengeringan dapat berlangsung apabila ada energi panas yang diberikan pada bahan yang akan dikeringkan, juga aliran udara yang berfungsi untuk mengalihkan uap air yang terbentuk supaya cepat keluar dari daerah pengeringan pengeluaran uap air dapat pula dilakukan secara vakum. Pengeringan dapat dilakukan dengan bak jika pemanasan terjadi secara merata atau menyebar pada setiap tempat dari bahan pengeringan diantaranya adalah luas permukaan bahan, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara dan lama pengeringan (Anonim, 2014). 10 Dengan proSes awal pengeringan sehingga bahan yang sudah kering dapat dengan mudah dihancurkan menjadi tepung. Ada pun tepung merupakan salah satu produk hasil pengolahan dengan menggunakan proses pengeringan sebelum atau sesudah bahan tersebut dihancurkan. Proses pembuatan tepung pada umumnya bertujuan untuk mengatasi berbagai jenis kerusakan yang sering terjadi sewaktu bahan tersebut masih dalam keadaan segar. Selain itu bahan pangan yang berbentuk tepung lebih efisien dan efektif dalam hal pengemasan dan transportasinya, karena volume bahan menjadi lebih kecil dan dapat memperpanjang masa simpannya (Winarno, 1992). Gambar 2.2 Tepung Ubi Jalar Ungu 3. Tepung Maizena Pati jagung atau yang biasa disebut tepung maizena merupakan sumber karbohidrat yang digunakan untuk bahan pembuat roti, kue kering, biskuit, makanan bayi dll, serta digunakan dalam industri farmasi. Jagung merupakan komoditas penting dalam industri pangan, kimia maupun industri manufaktur. Di Indonesia jagung juga merupakan makanan pokok utama yang memiliki kedudukan penting setelah beras. Pengolahan jagung menjadi beberapa produk seperti : pati jagung, minyak jagung, pakan ternak dan lain-lain, akan memberikan nilai tambah pada komoditas jagung. Pati jagung dapat diperoleh dengan cara mengekstrak biji jagung. Pati pada biji jagung terdapat pada beberapa tempat terutama pada 11 endosperm sebesar 86,4%, sedangkan pada bagian lain seperti lembaga adalah sebesar 8,2% dan tip capsebesar 5,3%. Pada bagian endosperm yang horny granula patinya berbentuk anguler atau poligonal dengan ukuran 2 – 30 μ sedang pada bagian yang floury berbentuk bulat (sferis) dengan ukuran 2 – 30 μ (Harsono, 2006). Proses pembuatan pati jagung diawali dengan proses pemberihan. Baha baku yang masuk berupa jagung. Pipilan kering dibersihkan dengan memisahkan kotoran atau benda-benda asing (pasir, tanah, ranting, atau batu) yang turut bercampur dengan jagung pipilan secara manual. Tujuannya adalah untuk menjaga mutu pati jagung yang dihasilkan dengan presentase kotoran yang tercampur sekecil mungkin. Disamping itu, dilakukan juga pemisahan antara jagung pipilan kering yang baik dan jagung pipilan yang cacat. Jagung pipilan yang telah dibersihkan ditampung didalam wadah dan siap direndam. Proses perendaman dilakukan dengan perendaman dalam larutan natrium bisulfit bertujuan untuk melindungi zat gizi dari reaksi enzimatis browning sehingga berpengaruh pada penampakan, rasa, aroma produk yang dihasilkan. Proses selanjutnya adalah penirisan bertujuan untuk memisahkan fraksi larutan natrium bisulfit yang meresap ke dalam jagung pipilan sehingga kandungan air yang terkandung cukup besar selama perendaman akan berkurang. Proses selanjutnya adalah penggilingan bertujuan untuk memperkecil ukuran dan memperbesar luas permukaan sehingga mempermudah dalam proses ekstraksi pati melalui pengendapan. Proses penyaringan dilakukan dengan melakukan bahan bubuk jagung yang telah digiling di atas saringan dengan ukuran lubang 100 dan 200 mesh. Pengeringan dilakukan dengan oven. Tujuan pengeringan adalah untuk menguapkan air yang terkandung dalam bahan (Maflahah, 2010). Tepung maizena terbuat dari jagung, tetapi berbeda dengan tepung jagung. Tepung maizena merupakan tepung jagung yang telah dicuci 12 dengan larutan alkali sehingga hampir seluruhnya terdiri dari zat pati yang bersifat mengikat air. Oleh karenanya, tepung maizena sering dipakai sebagai bahan pengental (Suryani, dkk, 2006). Pati jagung atau yang lebih dikenal sebagai maizena adalah pati yang berasal dari sari pati jagung dengan kandungan pati dan kandungan gluten yang tinggi. Protein yang terdapat pada jagung sekitar 10% dan hanya mengandung sedikit kalsium tetapi memiliki kandungan fosfor dan zat besi yang lebih banyak. Selain itu, pada jagung juga kaya akan sumber vitamin A tetapi tidak memiliki grup vitamin B (Marliyati dkk, 1992). Dibuat dari pati jagung yang biasa digunakan untuk pengental sup atau saus, teksturnya semakin lembut bila ditambahkan pada cake dan puding. Untuk mendapatkan bolu yang lebih lembut, kita dapat mengganti sebagian tepung terigu dengan tepung maizena dengan komposisi tidak lebih 30% (Erdia, 2004). Dalam bentuk pati jagung dapat dicampur dengan komoditi yang lain secara mudah dan dapat bertindak sebagai subtitusi tepung lain seperti tepung terigu maupun untuk memperbaiki nilai gizi dan mutu produk. Pati jagung pada umumnya mengandung 74-76% amilopektin dan 24-26% amilosa. Beberapa sifat pati jagung adalah mempunyai rasio yang tidak manis, tidak larut pada air dingin tetapi dalam air panas membentuk gel yang bersifat kental sehingga dapat mengatur tekstur dan sifat gelnya. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa dan tidak bisa kembali ke dalam bentuk semula dengan memberikan pemanasan yang semakin meningkat, perubahan ini dinamakan gelatinsasi. Komposisi kimia dari tepung maizena dapat dilihat pada Tabel 2.4 (Kulp dkk, 2000). 13 Tabel 2.3 Komposisi Kimia Tepung Maizena Jumlah (per 100 g) Komposisi Energi (kkal) Protein (g) Karbohidrat (g) Lemak (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Vitamin A (IU) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Sumber: Kulp dkk (2000) 343 0,3 85 0 20 30 2 0 0 0 Penggunaan tepung maizena pada castangle ubi ungu ekstrak jahe ini untuk membuat tekstur pada adonan ini menjadi lembut, padat dan mudah untuk dibentuk. Ini dikarenakan sifat tepung maizena ini dapat mengikat air pada adonan sehingga teksturnya lebih lembut dan padat. 4. Susu Bubuk Prinsip pembuatan susu bubuk adalah mmengurangi kadar air yang terdapat dalam susu sampai batas tertentu untuk menghambat aktivitas mikroba dalam susu, sehingga daya simpan susu ini menjadi lebih lama. Namun, susu memiliki sifat yang rentan atau mudah rusak terutama oleh kondisi dan lamanya penyimpanan, dengan demikian perlu diperhatikan bagaimana penyimpanan yang baik, karena pada kenyataannya suhu dan lamanya penyimpanan mempengaruhi kualitas suhu bubuk tersebut (Imanningsih, 2013). Pada proses pembuatan kue castangle ubi ungu ekstrak jahe ini, susu bubuk yang digunakan adalah susu bubuk instant dengan merk dagang “Dancow” yang memiliki kandungan gizi seperti berikut: 14 Tabel 2.4 kandungan gizi susu bubuk “dancow” Komposisi Lemak Total Lemak jenuh Kolesterol Omega 6 (asam linoleat) Proten Karbohidrat Total Gula Total Gula (Sukrosa) Natrium Sumber : Informasi Nilai Gizi Susu “Dancow” Jumlah 7g 4g 25 mg 190 mg 6g 12 g 11 g 0g 100 mg 5. Margarin Margarin ialah mentega buatan. Bisa dibuat dari minyak nabati, atau minyak hewani. Bisa juga mengandung susu saringan, garam dan pengemulsi. Margarin mengandung lebih sedikit lemak dari pada mentega, sehingga margarin banyak digunakan sebagai pengganti mentega. Ada juga margarin "rendah kalori", yang mengandung lemak lebih sedikit. Shortening atau yang dikenal dengan lemak putih atau mentega putih adalah bahan tambahan makanan dalam pembuatan berbagai produk yang berasal dari terigu guna menghasilkan tekstur renyah dan rasa gurih. Shortening berasal dari lemak hewani, lemak nabati, atau campuran dari keduanya. Di negara-negara tropis seperti Indonesia dan malaysia, banyak dikembangkan Shortening yang berasal dari minyak sawit. Caranya adalah dengan memisahkan stearin (bagian minyak sawit yang berbentuk padat) dengan olein (bagian minyak sawit yang cair) (Abdillah, 2009) Margarin dibuat dengan cara membuat emulsi antara fase munyak dengan fase air. Tipe emulsi margarin adalah tipe W/O (emulsi air dalam minyak). Untuk membentuk emulsi tersebut diperlukan emulsifier atau bahan pengemulsi, yang merupakan bahan pengaktif permukaan untuk mempermudah pembentukan emulsi atau meningkatkan stabilitasnya. Tahap yang paling penting dalam pembuatan margarin adalah tahap 15 emulsifikasi. Oleh sebab itu untuk mendapatkan teknologi pengolahan margarin, perlu penelitian pencarian formula margarin (Lestari, 2010). Margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin juga merupakan emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak. Lemak yang digunakan dapat berasal dari lemak hewani atau lemak nabati. Karena minyak nabati umumnya dalam bentuk cair, maka harus dihidrogenisasi lebih dahulu menjadi lemak padat, yang berarti margarin harus bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah dan segera dapat mencair dalam mulut (Winarno, 2004). Margarin merupakan salah satu sumber energi dengan vitamin A, D, E dan K serta memiliki jumlah kalori yang lebih sedikit dari pada mentega biasa. Fungsi margarin dalam proses pembuatan kue adalah membantu dalam aerasi, melembutkan tekstur, memperbaiki rasa, memperbaiki kualitas saat penyimpanan, membuat tidak kenyal dan memberi warna pada permukaan (Faridah dkk, 2002). Lemak yang digunakan dalam resep-resep dibuku ini adalah mentega (lemak hewani) dan margarin (lemak nabati). Mentega dalam bahasa inggris disebut butter dan oleh awam sering kali disebut roombutter, terbuat dari susu sedangkan margarin terbuat dari kelapa sawit. Untuk rasa yang lebih lezat digunakan mentega namun karena harganya lebih mahal dari margarin, pilihan margarin dengan cita rasa gurih mirip mentega. Margarin semacam ini sudah tersedia dari pasaran (Ananto, 2013). Margarin pada produk castangle ubi ungu ekstrak jahe ini berfungsi membuat kue tahan lama, menambah kandungan nilai gizi, memberi aroma serta membuat kue lebih empuk serta memberikan rasa yang enak. 6. Telur Telur merupakan bahan baku penting dalam pembuatan kue kering. Umumnya yang digunakan hanya kuning telur. Penambahan kuning telur 16 dalam adonan kue kering menjadikan kue empuk dan renyah. Sementara semakin banyak putih telur menjadikan kue kering dan keras. Disamping dicampur dalam adonan, kuning telur juga biasa dioleskan pada adonan kue agar kue kering mengkilap. Telur mempunyai dua unsur yaitu, kuning telur dan putih telur. Kuning telur mengandung 50% air, sedangkan putih telur kadar airnya mencapai 87%. Dalam kuning telur terdapat lechitin yang berfungsi sebagai emulsifier yang memiliki kemampuan mengikat air dan lemak. Pada waktu dikocok, telur dengan gula akan mengikat udara sehingga adonan mengembang sempurna dan memberikan rasa lembab (moist) pada waktu digigit. Pada waktu pemanggangan, udara yang terperangkap tersebut akan memuai dan membuat rongga-rongga pada kue tergantung dari seberapa banyak udara yang terperangkap selama proses pengocokan telur. Kuning telur juga berfungsi sebagai pengawet alami, makin banyak kuning telur yang dipakai, kue akan terasa lebih legit dan padat, sebaliknya makin banyak putih telur yang dipakai kue akan lembek dan lekat di langit-langit mulut (Tarwotjo, 2004). Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi. Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%, serta vitamin dan mineral. Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuning telurnya. Macam-macam jenis telur antara lain telur ayam, telur bebek, puyuh, dan lain-lain (Gardjito, 2009). Dalam pembuatan kue telur yang biasa digunakan adalah telur ayam. Kualitas telur yang baik adalah telur yang utuh dan bersih dari kotoran, masih segar dan kuning telurnya masih utuh dan berada ditengah-tengah putih telur dan kental, jika dipecahkan warnanya kuning dan tidak kusam. Adapun fungsi telur adalah sebagai pengikat bahan-bahan lain dalam adonan, membantu mempertajam (Desrosier, 1988). 17 warna pada permukaan kulit Tabel 2.5 Kandungan Gizi Telur Ayam dalam 100 g bahan Komposisi Jumlah Kalori (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vit A (SI) Vit B (mg) Vit C (mg) Air (g) Bdd (%) Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996). 162 12,8 11,5 0,7 54 18 2,7 900 0,10 0 74 90 Protein penyusun putih telur adalah albumin. Albumin berperan sebagai pengembang adonan, karena membentuk busa jika dikocok. Sedangkan kuning telur berperan sebagai pengemulsi atau pengempuk. Telur mempunyai reaksi mengikat jika telur digunakan dalam jumlah yang besar, maka kue kering akan lebih mengembang dari pada menyebar. Kuning telur memiliki kadar protein yang lebih sedikit dibandingkan dengan putih telur. Penggunaan kuning telur adalah untuk menggantikan sebagian atau seluruh telur dalam resep yang akan menghasilkan kue kering yang empuk, tapi baik remah maupun struktur internal produk yang dihasilkan tidak akan sebagus bila menggunakan seluruh telur (Matz, 1992). Telur merupakan bahan pangan sempurna, karena mengandung zat gizi yang dibutuhkan untuk makhluk hidup seperti protein, lemak, vitamin dan mineral dalam jumlah cukup. Tabel 2.5 merupakan komposisi kimia yang terkandung dalam telur. 7. Keju Keju adalah sejenis makanan yang berasal dari susu dan telah dikenal sejak dahulu. Menurut organisasi pertanian dan pangan dunia (FAO), keju 18 adalah produk segar atau peram yang dihasilkan dengan pemisahan cairan (Whey) dari koagulan setelah penggumpalan susu (Daulay, 1990). Keju banyak diproduksi oleh Negara-negara di aeropa, dan di Australia serta Amerika. Ada krang lebih 800 nama keju yang saat ini dikenal, sebagian ada yang sama kandungan nutrisi dan cara pembuatannya tapi berbeda bentuknya. Sebagian lagi meiliki perbedaan dalam rasa, kematangan, jenis susu yang digunkan dan pengemasan serta merk dagangnya (Sukotjo, 2003). Proses pembuatan keju menurut Radiati dan Fardiaz (1991) sebagai berikut : Susu dipasteurisasi pada suhu 72 – 730C selama 15 menit, didinginkan sampai 400C dan diberi starter Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophillus (2 : 1) sebanyak 5% (v/v), diinkubasi suhu 430C selama 1 – 2 jam dalam waterbath. Suhu diatur sesuai perlakuan (32, 37 dan 420C) dan dibiarkan hingga tercapai pH sesuai perlakuan (5,0; 5,5 dan 6,0). Larutan CaCl2 25% kemudian ditambahkan sebanyak 0,1% (v/v) dan enzim rennin amobil sebanyak 2,5% (b/v), dibiarkan hingga susu membentuk curd. Curd dipotong kecil-kecil dan ditiriskan untuk memisahkan whey, kemudian curd dipanaskan pada suhu 500C, dan dipres selama 2 – 3 jam. Tidak lupa pada tahap ini, enzim amobil dipisahkan dengan penyaringan. Koagulum direndam dalam larutan garam 2% selama 2 jam, ditiriskan selama 1 jam dan dibungkus dengan aluminium foil dan disimpan dalam lemari pendingin sampai digunakan untuk tahap selanjutnya (Mustakim, 2010). Tabel 2.6 Kandungan Gizi Keju Komposisi (%) Lemak Protein Laktosa abu Air Sumber: Institut Pertanian Bogor (1994) 19 Jumlah 0,40 – 1,90 12,70 – 21,00 0,21 – 1,10 71,40 – 79,90 Pada proses produksi castangle ubi ungu ekstrak jahe ini, keju memiliki fungsi sebagai pencipta rasa gurih pada kue castangle. Dilihat dari sifat keju yang memiliki tekstur lunak sehingga dapat ditambahkan untuk bahan baku kue castangle. Dan juga penambahan keju ini menjadi ciri khas dari kue castangle, mengingat sangat jarangnya pembuatan kue dengan ditambah keju pada adonan dasarnya. C. Proses Pembuatan Casujahe 1. Pencampuran dan Pembuatan Adonan Proses pembuatan cookies atau kue kering terdiri atas dua tahap pembuatan adonan, pencetakan dan pembakaran (baking). Pada pencampuran bahan, mula-mula gula, margarine, telur, susu skim dan garam dikocok membentuk krim, kemudian dicampurkan dengan tepung terigu dan bahan pengembang. Pengocokan dilakukan sedemikian rupa sehingga semua bahan tersebut tercampur dengan rata atau homogen. Setelah adonan jadi dilanjutkan dengan pencetakan, yang betuknya bervariasitergantung selera. Tahap berikutnya adalah pembakaran yang dilakukan dengan oven pada suhu 180-200oC selama 16-20 menit. Oven yang digunaka tidak boleh terlalu panas ketika kue dimasukan sebab bagian luar kue akan terlalu cepat matang sehingga menghambat pengembangan, dan mengakibatkan permukaan cookies pecah-pecah. Pada pencampuran bahan, mula-mula gula, mentega, kuning telur, abon sapi, cabai bubuk, tepung maizena dan tepung terigu dicampur hingga kalis. Selama pencampuran terjadi penyerapan air oleh protein terigu sehingga terbentuk gluten yang akan membentuk struktur cookies. Pencampuran digunakan untuk mendapatkan karakteristik produk yang diinginkan serta untuk mencapai homogenitas atau campuran yang seragam. Pencampuran berfungsi untuk mencampur semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, 20 membentuk dan melunakkan gluten, serta menahan gas pada gluten. Modifikasi dalam pencampuran bahan-bahan cookies dapat memberikan perbedaan dalam struktur dan volume kue walaupun dengan formulasi yang sama. Kualitas adonan cookies tergantung pada formulasi, sifat alamiah bahan, dan derajat mixing (Yuliati, 2004). 2. Pencetakan Pencetakan dimaksudkan untuk memperoleh produk cookies dengan bentuk seragam dan meningkatkan daya tarik. Pencetakan biasanya dilakukan pada loyang dengan diberi jarak untuk menghindari agar cookies tidak saling lengket. Alat yang digunakan untuk mencetak cookies terbuat dari alumunium yang mudah digunakan dan dibersihkan.Bentuk dan cetakan cookies bermacam-macam dan dapat disesuaikan dengan selera. (Yuliati,2004). 3. Pemaggangan Tahap selanjutnya adalah pemanggangan dengan oven pada suhu 150oC selama 30 menit. Oven yang digunakan tidak boleh terlalu panas ketika kue dimasukkan sebab bagian luar kue akan terlalu cepat matang sehingga menghambat pengembangan, dan mengakibatkan permukaan cookies pecah-pecah. Pada tahap awal pemanggangan terjadi kenaikan suhu yang menyebabkan melelehnya lemak sehingga konsistensi adonan menurun dan adonan cookies mengalami penyebaran ditandai dengan perubahan diameter dan ketebalan cookies. Ketika suhu mendekati titik didih air, protein dalam susu dan putih telur terkogulasi dan diikuti dengan gelatinisasi pati sebagian karena kadar airnya yang rendah. Pada saat suhu titik didih air tercapai pembentukkan uap air meningkat diikuti kenaikan volume cookies. Pemantapan struktur cookies diakhiri dengan gelatinisasi pati, koagulasi protein dan penurunan kadar air (Indiyah, 1992). 21 D. Kemasan Kemasan adalah suatu benda yang dapat digunakan untuk wadah atau tempat yang dikemas dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya. Adanya kemasan dapat membantu atau mencegah kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, getaran dan benturan. Dari segi promosi kemasan berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli (Nurminah, 2002). Kemasan bahan pangan harus memperlihatkan lima fungsi-fungsi utama yaitu : 1. Harus dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya. 2. Harus memberi perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan fisik, air, oksigen dan sinar. 3. Harus berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam proses pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan ke dalam kemasan. 4. Harus mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut rancangan, dimana bukan saja memberi kemudahan pada konsumen misalnya kemudahan dalam membuka dan menutup kembali wadah tersebut. 5. Harus memberi pengenalan, keterangan dan daya tarik penjualan. Unitunit pengepakan yang dijual harus dapat menjual apa yang dilindungi nya dan melindungi yang dijual (Buckle dkk, 1987). Tujuan pelabelan pada kemasan adalah : a. Memberi informasi tentang isi produk yang diberi label tanpa harus membuka kemasan. b. Sebagai sarana komunikasi antara produsen dan konsumen tentang hal-hal dari produk yang perlu diketahui oleh konsumen, terutama yang kasat mata atau yang tidak diketahui secara fisik. 22 c. Memberi peunjuk yang tepat pada konsumen hingga diperoleh fungsi produk yang optimum. d. Sarana periklanan bagi konsumen e. Memberi rasa aman bagi konsumen Informasi yang diberikan pada label tidak boleh menyesatkan konsumen. Pada label kemasan, khususnya untuk makanan dan minuman: a. Nama produk Disamping nama bahan pangannya, nama dagang juga dapat dicantumkan. b. Daftar bahan yang digunakan Ingridient penyusun produk termasuk bahan tambahan makanan yang digunakan harus dicantumkan secara lengkap. c. Berat bersih atau isi bersih Untuk makanan padat dinyatakan dengan satuan berat, sedangkan makanan cair dengan satuan volume. d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi Label harus mencantumkan nama dan alamat pabrik pembuat/ pengepak/ importir. Untuk makanan impor harus dilengkapi dengan kode negara asal. Nama jalan tidak perlu dicantumkan apabila sudah tercantum dalam buku telepon. e. Keterangan tentang halal Pencantuman tulisan halal diatur oleh keputusan bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Agama Mo. 427/MENKES/SKB/VIII/1985. f. Tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa. Pencantuman tanggal berapa lama produk dapat bertahan berapa lama dan masih dapat di konsumen Bahan kemasan secara umum dibagi menjadi 2 macam, yaitu kemasan produk pangan dan kemasan produk non pangan.Kemasan produk pangan umumnya menuntut jaminan keamanan lebih daripada kemasan produk non pangan (Anonim,2012). 23 Apa saja jenis kemasan plastic yang termasuk kemasan produk pangan 1. PET : singkatan dari Poly Ethylene Theraphalate, berfungsi untuk mengemas produk yang membutuhkan perlindungan ekstra terhadap udara. Plastic ini juga hanya boleh di gunakan 1 kali karna bisa di pakai lebih dari 1 kali akan mengeluarkan zat karsinogenik yang bisa memicu kangker. 2. Nylon : merupakan gabungan dari PET dan OPP, berfungsi untuk mengemas produk yang membutuhkan perlindungan ekstra terhadap udara dan kelembaban. 3. OPP : singkatan dari Oriented Poly Propylene, berfungsi untuk mengemas produk yang membutuhkan perlindungan ekstra terhadap kelembaban. 4. PVC : singkatan dari Poly Vinyl Citrid, mengeluarkan gas beracun bila terkena panas, sehingga penggunaannya untuk poduk pangan hanya diijinkan untuk kemasan luar saja. 5. PO : singkatan dari Poly Olyvin, fungsinya hanya untuk tampilan keindahan pada kemasan.Warnanya yang bening dan sangat transparan, menghasilkan efek kilap pada kemasan. 6. PE : singkatan dari Poly Ethylene, fungsinya dalam dunia kemasan terkenal sebagai seal layer-lapisan perekat. 7. PP : singkatan dari Poly Propylene, fungsinya dalam dunia kemasan sering dipakai untuk pelapis bahan kemasan lainnya, sebagai seal layer, maupun sebagai kemasan yang berdiri sendiri (Winarno, 1983). Didalam pengemasan bahan pangan terdapat dua macam wadah, yaitu wadah utama yang berhubungan langsung dengan bahan pangan dan wadah kedua yang tidak langsung berhubungan dengan bahan pangan. Wadah utama harus bersifat non toksik dan inert sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan kerusakan flavour dan perubahan lainnya. Selain itu, wadah utama biasanya diperlukan syarat-syarat tertentu bergantung pada jenis 24 makanannya, misalnya melindungi makanan dari kontaminasi, melindungi kandungan air dan lemaknya, mencegah masuknya bau dan gas, melindungi makanan dari sinar matahari, tahan terhadap tekanan tau benturan dan transparan (Winarno, 1983). Kemasan kertas yang berupa kemasan feksibel adalah kertas kraft, kertas glasin dan kertas lilin. Wadah-wadah kertas kaku terdapat dalam bentuk karton, kotak dan box yang terbuat dari paper board, kertas laminasi, corrugated board dan berbagai jenis board dari kertas khusus. Kemasan kertas bisa berfungsi sebagai kemasan primer yang kontak langsung dengan produk atau sebagai kemasan sekunder, tersier bahkan kuartener yang pada intinya melindungi produk dari keruskan (Millati dkk, 2010). Kemasan telah menjadi elemen yang sangat diperlukan dalam proses manufaktur makanan dan telah dikembangkan untuk meningkatkan kinerja bahan kemasan yang berbentuk polimer. Telah ditemukan kemasan yang merupakan sumber kontaminasi melalui migrasi zat dari kemasan ke dalam makanan. Pengujian migrasi dapat dicapai dalam beberapa cara. Makanan sendiri dapat diuji. Bahan kontak makanan atau campuran kemasan dapat diuji sebelum digunakan untuk memastikan bahwa tidak mengandung residu yang dapat bermigrasi yang dapat menyebabkan masalah. Sehingga, untuk bahan yang kontak langsung dengan makanan, materi atau bahan kemasan yang digunakan dapat diuji untuk kesesuaian sebelum digunakan dengan menggunakan simulan makanan yang dimaksudkan untuk meniru sifat kategori migrasi yang berbeda dari setiap makanan (Trăistaru, 2013). Plastik polyester atau PET, jenis plastik ini bersifat bening dan umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kemasan plastic yang kaku atau semikaku, seperti bentuk botol, gelas, mangkuk, maupun baki. Jenis plastic ini mempunyai permeabilitas terhadap uap air dan gas oksigen yang lebih baik dibandingkan jenis PE dan PP serta lebih kuat dan lebih tahan terhadap gangguan atau kerusakan dari luar.Kemasan PET juga lebih disukai karena 25 memberikan kesan lebih rapi, menarik. Dan mudah diberi label (Sarwo dan Saragih, 2010). Packaging atau kemasan, diartikan secara umum adalah bagian terluar yang membungkus suatu produk dengan tujuan untuk melindungi produk dari cuaca, guncangan dan benturan-benturan, terhadap benda lain. Setiap bentuk barang benda yang membungkus suatu benda di dalamnya dapat disebut dengan packaging atau kemasan sejauh hal tersebut memang melindungi isinya. Kemasan dari bahan kerton berbentuk kotak seperti kemasan susu bubuk (Permono, 2009). Kemasan dapat diartikan sebagai penempatan suatu produk ke dalam wadah tertentu. Produk dapat di kemas dalam kemasan primer (utama) dan kemasan sekunder (tambahan). Kemasan primer adalah kemasan yang langsung bersentuhan dengan produk. Sedangkan kemasan sekunder adalah kemasan yang berguna sebagai wadah tempat produk yang telah diberi kemasan primer. Kemasan bermanfaat untuk menjaga produk agar tetap terlindung dan bersih dari kotoran serta kontaminasi (Suryani dkk, 2011). Kemasan yang terbaik terdiri dari kemasan primer dan kemasan sekunder. Kemasan primer sebagai tempat produk. Sebaiknya kemasan terbuat dari botol gelas atau botol plastik standar makanan. Kemasan sekunder berfungsi sebagai pelindung kemasan primer dari paparan sinar matahari dan debu sehingga produk tidak mudah teroksidasi dan terjaga kebersihannya. Selain itu kemasan sekunder juga berfungsi untuk menempatkan informasi tambahan yang tidak mungkin ditulis dalam label (Subroto, 2012). E. Analisis Kimia 1. Aktivitas Antioksidan Metode yang paling sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan tanaman obat adalah metode uji dengan menggunakan radikal bebas DPPH. Tujuan metode ini adalah mengetahui parameter konsentrasi yang ekuivalen memberikan 50% efek aktivitas antioksidan (IC50). Hal 26 ini dapat dicapai dengan cara menginterpretasikan data eksperimental dari metode tersebut. DPPH merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak. Karena adanya elektron yang tidak berpasangan, DPPH memberikan serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal bebas, maka absorbansinya menurun secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang diambil. Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning (Dehpour dkk., 2009). 2. Jumlah Antosianin Pada ubi ungu diketahui mengandung zat warna antosianin. Penentuan antosianin total atau Total Anthocyanin Content (TAC) dilakukan dengan metode perbedaan pH menggunakan spektrofotometer. Senyawa antosianin mengalami perubahan struktural yang reversible akibat dari perubahan pH dimana perubahannya dapat diamati dari perbedaan absorbansi yang dihasilkan (Wrolstad et al., 2005). Antosianin Total ditentukan dengan metode perbedaan pH. Sampel dilarutkan dalam buffer KCl pH 1,0 dan buffer CH3COONa.3H2O pH 4,5. Diukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 510 nm. Faktor pengenceran sampel ditentukan dengan melarutkan sampel dalam buffer KCl pH 1,0 sampai absorbansi pada panjang gelombang 510 nm mencapai kurang dari 0,8. Sampel kemudian dilarutkan dalam buffer KCl pH 1,0 (didiamkan 15 menit) dan buffer CH3COONa.3H2O pH 4,5 (didiamkan 5 menit). Absorbansi larutan kemudian dibaca pada panjang gelombang 510 nm dan 700 nm. Absorbansi akhir dihitung dengan rumus: A= (A510A700)pH 1,0 – (A510- A700)pH 4,5. Kandungan antosianin total atau Total Anthocyanin Content (TAC) dihitung dengan rumus sebagai berikut: TAC = x MW x DF x 27 x 100% Dimana TAC (mg/100g); A adalah absorbansi akhir; adalah absorptivitas molar (26.900 L( mol xcm)–1); MW adalah bobot molekul (449,2 g/mol); DF adalah faktor pengenceran; V adalah volume akhir (L); Wt adalah berat ekstrak (g); l adalah tebal kuvet (1 cm) (Pustiari, 2014). F. Analisis Ekonomi Analisis kelayakan ekonomi bertujuan untuk menentukan kalayakan suatu usaha, baik apakah usaha yang dijalankan dapat memberikan keuntungan atau tidak. Analisis finansial menitik beratkan kepada aspek keuangan berupa arus kas (cash flow) yang terjadi selama usaha dijalankan. Analisis dari segi teknik, ekonomi, maupun financial. Analisis ekonomi bertujuan mengetahui ekonomi yang dilakukan meliputi perhitungan biaya produksi, harga pokok penjualan, harga penjualan, perkiraan pendapatan (rugi atau laba), serta kriteria kelayakan usaha (Astawan, 2004). 1. Biaya Produksi Biaya produksi pada dasarnya dibedakan atas biaya produksi yang besarnya tetap selama produksi (biaya tetap), dan biaya yang besarnya tergantung produk yang dihasilkan (biaya tidak tetap). a. Biaya tetap Biaya tetap merupakan biaya produksi yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya. Biaya ini tergantung dari jumlah produk yang dihasilkan dan jumlah kerja suatu alat atau mesin b. Biaya tidak tetap Biaya tidak tetap adalah biaya produksi yang dikeluarkan pada saat alat dan mesin beroperasi. Besarnya biaya ini tergantung pada jumlah jam kerja dan jumlah produk yang dihasilkan. Perhitungan biaya tidak tetap dilakukan terhadap biaya bahan baku, bahan penunjang, dan upah pekerja (Astawan, 1999). 28 2. Kriteria Kelayakan Ekonomi a. Analisis Rugi Laba Analisa laba rugi adalah suatu analisa keuangan yang meringkas penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akutansi. Jadi merupakan suatu analisa yang menunjukan hasil-hasil operasi perusahaan selain periode tersebut. Pendapatan, netto atau laba adalah apa yang tersisa setelah dikurangkan dengan pengurangan-pengurangan yang timbul didalam memproduksi barang dan jasa atau dari penerimaan yang diperoleh dengan penerimaan menjual barang dan jasa tersebut. Dengan kata lain, laba = penerimaan - pengeluaran (Astawan, 1999). b. Break Event Point (BEP) BEP adalah suatu titik keseimbangan dimana pada titik tersebut jumlah hasil penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan atau perusahaan tersebut tidak mengalami laba atau rugi. Jika penjualan berjumlah kurang dari pada jumlah yang ditunjukan oleh titik ini, maka akan diperoleh kerugian bersih (Astawan, 1999). c. ROI (Return Of Investment). Return on Investment (ROI) merupakan perbandingan antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal yang dinyatakan persen (%) per tahun. ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap ditambah modal kerja (Susanto dkk, 1994). Return On Investment (ROI) adalah perbandingan antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal, yang dinyatakan 29 persen per tahun. ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap dan modal kerja (Mulyadi, 1998). d. POT (Pay Out Time) Metode Payback Period (PP) adalah periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan arus kas. Dengan kata lain, payback period merupakan rasio antara initial cash investment dan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan dengan maksimum payback period yang dapat diterima. Pay Back Periode merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan. Pay back periode tersebut harus lebih (<) dari nilai ekonomis proyek. Untuk industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun atau sedapat mungkin kurang dari lima tahun (Mulyadi, 1998). Payback periode merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek.Nilai tersebut dapat berupa persentase maupun (baik tahun maupun bulan). Payback period tersebut harus lebih (<) dari nilai ekonomis proyek. Untuk industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun atau sedapat mungkin kurang dari lima tahun. Rumus Payback period adalah : 30 (Susanto dkk, 1994). e. BC Ratio Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka perusahaan memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak.Jika nilai B/C lebih kecil dari 1 maka perusahaan tidak layak berdiri (rugi). Jika nilai B/C = 1 maka perusahaan berada dalam keadaan impas (Astawan, 1999). Benefit Cost Ratio digunakan untuk mengkaji kelayakan proses sering digunakan pula kriteria yang disebut benefit cost ratioBCR. Penggunaannya amat dikenal dalam mengevaluasi proyekproyek untuk kepentingan umum atau sektor publik. Meskipun penekananya ditujukan kepada manfaat (benefit) bagi kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan, namun bukan berarti perusahaan swasta mengabaikan kriteria ini (Mulyadi, 1998). 31