BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda – beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian tentang disiplin telah banyak di definisikan dalam berbagai versi oleh para ahli. Ahli yang satu mempunyai batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya. Siswa yang memiliki disiplin akan menunjukkan ketaatan, dan keteraturan terhadap perannya sebagai seorang pelajar yaitu belajar secara terarah dan teratur. Dengan demikian siswa yang berdisiplin akan lebih mampu mengarahkan dan mengendalikan perilakunya. Disiplin memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia terutama siswa dalam hal belajar. Disiplin akan memudahkan siswa dalam belajar secara terarah dan teratur. Menurut Hurlock (dalam Wulandari, 2009), disiplin yaitu suatu cara masyarakat untuk mengajar anak perilaku moral yang disetujui kelompok. Tujuan seluruh disiplin adalah membentuk perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan peran – peran yang ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu diidentifikasinya. Sedangkan menurut Pridjodarminto (dalam Wulandari, 2009), menyatakan bahwa disiplin adalah kondisi yang menunjukkan ketaatan, kepatuhan, keteraturan, ketertiban yang tercipta melalui binaan keluarga, pendidikan dan 9 pengalaman. Sedangkan menurut Rachman (dalam Wulandari, 2009) disiplin adalah upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya. Menurut Adi (2005), “Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple,” yakni seorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Slameto (2003), “belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sesuai dengan kedua pendapat tentang pengertian belajar di atas, terkandung pengertian bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk memperoleh perubahan secara menyeluruh dalam tingkah lakunya, sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dari seluruh pengertian di atas diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud disiplin belajar adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban. Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dari disiplin belajar adalah a) agar individu berperilaku sesuai dengan peraturan yang berlaku, b) agar individu dapat terkontrol dalam membentuk pola tingkah laku yang baik dan benar, c) 10 agar individu mampu mengarahkan dirinya sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian dari luar, d) agar seseorang memperoleh keseimbangan antara hukuman dan penghargaan terhadap hak-hak orang lain. 2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Belajar Menurut Tu’u (2004), mengatakan ada empat faktor dominan yang mempengaruhi dan membentuk disiplin yaitu: a) kesadaran diri, sebagai pemahaman diri bahwa disiplin penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Selain itu kesadaran diri menjadi motif sangat kuat bagi terwujudnya disiplin. Disiplin yang terbentuk atas kesadarn diri akan kuat pengaruhnya dan akan lebih tahan lama dibandingkan dengan disiplin yang terbentuk karena unsur paksaan atau hukuman, b) pengikutan dan ketaatan, sebagai langkah penerapan dan praktik atas peraturan – peraturan yang mengatur perilaku individunya. Hal ini sebagai kelanjutan dari adanya kesadaran diri yang dihasilkan oleh kemampuan dan kemauan diri yang kuat, c) alat pendidikan, untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan, d) hukuman, seseorang yang taat pada aturan cenderung disebabkan karena dua hal, yang pertama karena adanya kesadaran diri, kemudian yang kedua karena adanya hukuman. Hukuman akan menyadarkan, mengoreksi, dan meluruskan yang salah, sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai dengan harapan. Lebih lanjut Tu’u (2004), menambahkan masih ada faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam pembentukan disiplin yaitu, a) teladan adalah contoh yang baik yang seharusnya ditiru oleh orang lain. Dalam hal ini siswa lebih mudah meniru apa yang mereka lihat sebagai teladan (orang yang 11 dianggap baik dan patut ditiru) daripada dengan apa yang mereka dengar. Karena itu contoh dan teladan disiplin dari atasan, kepala sekolah dan guru-guru serta penata usaha sangat berpengaruh terhadap disiplin para siswa, b) lingkungan berdisiplin kuat pengaruhnya dalam pembentukan disiplin dibandingkan dengan lingkungan yang belum menerapkan disiplin. Bila berada di lingkungan yang berdisiplin, seseorang akan terbawa oleh lingkungan tersebut, c) latihan berdisiplin, disiplin dapat tercapai dan dibentuk melalui latihan dan kebiasaan. Artinya melakukan disiplin secara berulang-ulang dan membiasakannya dalam praktik-praktik disiplin sehari – hari. Slameto (2003), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin belajar banyak jenisnya yang digolongkan kedalam dua jenis, yaitu: faktor intern dan faktor eksternal. Faktr intern adalah faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar (seperti keluarga, sekolah dan masyarakat), sedangkan faktor intern adalah faktor yang berasala dari dalam diri siswa itu sendiri, (seperti jasmani, psiologis, dan kelelahan). Contoh-contoh hambatan dalam belajar antara lain; ada anggapan dari siswa seperti “untuk apa belajar, masa depanku suram”; persaingan berat pada waktu di bangku studi; biaya terlalu tinggi; mutu pendidikan sekolah rendah; sikap siswa asal bersekolah dari pada nganggur. 2.1.3. Cara Belajar yang Baik dan Efektif Hamalik (2001), mengemukakan bahwa cara belajar adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan situasi belajarnya, misalnya kegiatan-kegiatan dalam mengikuti pelajaran, menghadapi ulangan/ujian dan sebagainya. Selanjutnya Hamalik (2001), menjelaskan bahwa cara belajar siswa adalah kegiatan – kegiatan 12 yang dilaksanakan siswa pada situasi belajar tertentu, kegiatan-kegiatan tersebut merupakan pencerminan usaha belajar yang dilakukannya. Cara belajar merupakan sebuah masalah yang dihadapi oleh setiap siswa dan wajib diatasi dengan baik agar tidak merintangi suksesnya studi. Masalah-masalah yang diantaranya, kesukaran mengatur waktu, kemalasan membaca buku, ketidaktahuan dalam meringkas pelajaran, kesulitan mengikuti dan menghafal pelajaran maupun di saat menempuh ujian. Hamalik (2001), berikut ini disarankan cara-cara belajar yang baik adalah sebagai berikut: 1) Memiliki kondisi fisik yang tetap sehat; kondisi fisik yang sehat akan sangat mendukung semangat siswa dalam belajar. Sebaliknya kondisi fisik yang tidak sehat hanya akan membuat siswa menjadi lemas dan malas belajar. Karena kondisi fisik yang tidak sehat akan mengganggu siswa dalam berkonsentrasi belajar. 2) Memiliki jadwal belajar di rumah yang disusun dengan baik dan teratur; agar tidak bingung dan membosankan karena ketidakaturannya waktu belajar, maka hal terpenting yang harus dilakukan adalah menyusun jadwal belajar agar bisa belajar dengan teratur dan pemusatan pada belajarpun bisa berjalan dengan baik. Setelah jadwal tersusun, siswa diharapkan memiliki disiplin terhadap diri sendiri, patuh dan taat dengan rencana belajar yang telah dijadwalkan 3) Memilii kamar atau tempat belajar yang sesuai dan kondisif untuk belajar 4) Menyiapkan perabotan sekolah yang baik sebelum belajar 13 5) Penerangan yang memadai. 2.1.4. Aspek-Aspek Disiplinan Belajar Menurut Arikunto (1990) dalam penulisan mengenai disiplinannya membagi tiga macam indikator kedisiplinan, yaitu: Perilaku kedisiplinan di dalam kelas, Perilaku kedisiplinan di luar kelas di lingkungan sekolah dan perilaku kedsiplinan di rumah. Tu’u (2004) dalam penulisan mengenai disiplin sekolah mengemukakan bahwa indikator yang menunjukan pergeseran/perubahan hasil belajar siswa sebagai kontribusi mengikuti dan menaati peraturan sekolah adalah meliputi: dapat mengatur waktu belajar di rumah, rajin dan teratur belaja, perhatian yang baik saat belajar di kelas, dan ketertiban diri saat belajar di kelas. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penulisan ini penulis membagi indikator disiplin belajar menjadi tiga macam, yaitu: a. Disiplin menaati belajar di sekolah b. Disiplin menaati belajar di rumah c. Disiplin dalam perhatian yang baik saat belajar di kelas 2.1.5. Ciri-ciri Disipilin Belajar Prayitno (1995), menyatakan ciri siswa kurang disiplin belajar sebagai berikut: a) siswa datang ke sekolah sekedar presensi, b) setelah jam pelajaran dimulai siswa tidak segera masuk ke kelas, c) pada saat jam pelajaran kosong siswa sering gaduh dan meninggalkan kelas pergi ke kantin, d) siswa belajar jika ada ulangan saja, e) siswa kadang mencontek pada saat ulangan dan siswa mengerjakan pekerjaan rumah (PR) di sekolah saja. Siswa yang disiplin dalam belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) memiliki waktu belajar yang teratur, b) belajar dengan menyicil (sedikit 14 demi sedikit), b) menyelesaikan tugas pada waktunya, c) belajar dalam suasana yang mendukung. 2.2. Layanan Bimbingan Belajar 2.2.1. Pengertian Layanan Bimbingan Belajar Winkel dan Hastuti (2004), menerangkan bahwa Layanan bimbingan belajar adalah suatu layanan yang bertujuan untuk mengembangkan diri siswa dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, berusaha mengatasi kesulitan belajar, serta tuntunan kemampuan yang berguna dalam kehidupan dan perkembangan yang optimal. Dalam kenyataan, pelaksanaan bimbingan belajar dihadapkan pada banyak kesulitan dan hambatan. Sebagian dari hambatan itu timbul karena keadaan dunia pendidikan sekolah di Negara Indonesia yang masih dalam taraf perkembangan; sebagian timbul karena sikap keluarga yang mengharapkan ini dan itu atau kurang mendukung usaha belajar anak; sebagaian timbul karena sikap siswa dan mahasiswa sendiri yang kurang mampuh mengatur dirinya sendiri; sebagan lagi timbul karena guru kurang mampuh dalam mengelola kegiatan belajar mengajar di kelas. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam layanan bimbingan belajar, antara lain adalah pengenalan terhadap permasalahan yang dihadpi peserta didik dan mengetahui sebab-sebab permasalahan tersebut. Hal-hal tersebut akan sangat mempermudah dalam pelaksanaan bimbingan belajar, selain dorongan atau motivasi dari dalam diri siswa itu sendiri untuk menyelesaikan permasalahan belajarnya. Pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah dimaksudkan untuk membantu siswa tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai dengan kemampuan setiap 15 siswa agar dapat menemukan pribadi dan kedewasaannya di dalam masyarakt. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan itu, siswa mengalami pembentukan diri sebagai mahkluk individu dan mahkluk sosial. Akan tetapi proses pertumbuhan dan perkembangan tidak seslalu berjalan lurus sesuai yang diharapkan karena ada beberapa hambatan yang harus dihadapi siswa, tidak terkecuali mengenai disiplin belajar. Hambatan didalam belajar itu dapat berasal dari dirinya sendiri, akan tetapi tidak sedikit kemungkinan dari dirinya. Apalagi bahwa kemampuan manusia berbeda-beda. Oleh karena itu, dibutuhkan peran serta dari program bimbingan dan konseling untuk meningkatkan disiplin belajar siswa. Layanan bimbingan dan konseling (BK) di sekolah merupakan bagian yang terpadu dan tak terpisahkan dari keseluruhan kegiatan pendidikan di sekolah dan mencakup seluruh tujuan dan fungsi bimbingan dan konseling. Oleh karena itu upaya bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya memungkinkan peserta didik mengenal dan menerima diri sendiri serta mengenal dan menerima lingkungannya secara positif dan dinamis, serta mengambil keputusan, mengarahkan, dan mewujudkan diri secara efektif dan produktif sesuai dengan peranan yang diinginkan dimasa depan. Dalam proses pemberian bantuan, program layanan bimbingan dan konseling juga bekerja sama dengan guru mata pelajaran karena guru mata pelajaran dianggap lebih kenal karakteristik dari siswa. Dari guru mata pelajaran pulalah didapati siswa yang mengalami masalaha dalam disiplin belajar, yaitu dengan cara memperhatikan prestasi belajar yang diperolehnya, membandingkan prestasi belajar yang telah 16 dicapai oleh siswa tersebut dengan nilai rata-rata kelas ataupun dengan cara memperhatikan kedudukan seorang siswa dalam kelompok (ranking). Siswa yang menunjukan nilai kurang atau dibawa rata-rata dipandang peserta didik yang mengalami masalah dalam disiplin belajar. 2.2.2. Teknik Self-Modelling Menurut Hosford dan Visser (dalam Wulandari, 2009), yang dimaksud diri sebagai model adalah suatu prosedur dimana klien melihat dirinya sebagai model dengan cara menampilkan perilaku tujuan yang diharapkan. Klien mempraktekkan perilaku kemudian direkam. Peran konselor dalam pemodelan diri sebagai model yaitu memberikan penguatan reinforcement terhadap perilaku yang baik dan yang salah diperbaiki. Dalam prosedur ini tidak hanya melibatkan pemodelan tetapi juga praktek (yang dilakukan klien) dan umpan balik (yang dilakukan konselor). Beberapa tujuan dan strategi diri sebagai teknik Self-Modelling menurut Cormier (dalam Wulandari, 2009), 1) membentuk perilaku pada klien Siswa yang kurang disiplin tingkah lakunya menjadi lebih disiplin, 2) menampilkan perilaku yang sudah diperoleh dengan cara yang tepat atau pada saat yang diharapkan, 3) mengurangi rasa takut dan cemas. Ketika siswa terlambat masuk sekolah dia cenderung memilih untuk membolos. Di berikan suatu perlakuan untuk membentuk tingkah laku baru agar siswa tidak takut, 4) memperoleh ketrampilan sosial. Siswa dapat mematuhi aturan dalam sekolah sehingga dia dapat menyesuaikan diri dengan peraturan baru dalam sekolah, 5) mengubah perilaku verbal Membentuk tingkah laku baru pada siswa agar lebih baik. 17 2.2.3. Tahap-Tahap Layanan Bimbingan Belajar Bimbingan belajar yang dimaksud dalam penulisan ini adalah bimbingan belajar yang dilaksanakan dalam layanan bimbingan kelompok. Menurut Prayitno (1995), menjelaskan bahwa terdapat empat tahap dalam bimbingan kelompok, yaitu: Tahap I Pembentukan Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. Memberikan penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga masing-masing anggota akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan mengapa bimbingan kelompok harus dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses pelaksanaannya, mereka akan mengerti bagaimana cara menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh anggota agar orang lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka Tahap II Peralihan Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, 18 yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas, membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat. Adapun yang dilaksanakan dalam tahap ini yaitu: 1) menjelaskan kegiaatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya; 2) menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya; 3) membahas suasana yang terjadi; 4) meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota; 5) bila perlu kembali kepada beberapa aspek tahap pertama. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin, yaitu: 1) menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka, 2) tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih kekuasaannya, 3) mendorong dibahasnya suasana perasaan, 4) membuka diri, sebagai contoh dan penuh empati. Tahap III Kegiatan Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh empati. Tahap ini ada berbagai kegiatan yang dilaksanakan, yaitu: 1) masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan, 2) menetapkan 19 masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu, 3) anggota membahas masingmasing topik secara mendalam dan tuntas. Kegiatan selingan; kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat terungkapnya masalah atau topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota kelompok. Selain itu dapat terbahasnya masalah yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas serta ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan. Tahap IV Pengakhiran Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh. Dalam hal ini ada kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan berhenti melakukan kegiatan, dan kemudian bertemu kembali untuk melakukan kegiatan. Ada beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu: 1) Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri, 2) Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan. 3) Membahas kegiatan lanjutan. 4) Mengemukakan pesan dan harapan. Setelah kegiatan kelompok memasuki pada tahap pengakhiran, kegiatan kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang apakah 20 para anggota kelompok mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari (dalam suasana kelompok), pada kehidupan nyata mereka sehari-hari. 2.3. Hasil Penelitian yang Relevan Penulisan Mardia (2011), tentang meningkatkan disiplin Belajar siswa melalui bimbingan belajar dengan menggunakan metode Self modeling, menerangkan bahwa metode self modeling dapat meningkatkan disiplin belajar siswa kelas X SMAN 1 Atinggola, Gorontalo Utara. Setelah dilakukannya uji normalitas selanjutnya dilakukan uji t dan dari hasil perhitungan diperoleh harga sebesar 57.5. sedang dari daftar distribusi t pada taraf nyata 1% diperoleh (28) = 2.05. Temyata harga telah berada 1ebih besar dari diluar daerah penerimaan menerima , atau harga , sehingga dapat disimpulkan bahwa ditolak dan . Penulisan Wulandari (2005), Tentang Penerapan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Self Modelling Untuk Meningkatkan Disiplin Belajar Siswa, menyimpulkan bahwa penerapan Bimbingan kelompok dengan strategi self modelling dapat meningkatkan disiplin belajar siswa kelas X SMK Negeri 1 Kota Mojokerto. Sesuai hasil analisis data dengan menggunakan uji t dapat diketahui N=6 dan r=0 p table =0,016 berada dalam daerah penolakan atau lebih kecil dari α=0,05 yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini membuktikan bahwa ada perbedaan tingkat disiplin belajar siswa sebelum dan 21 sesudah diberikan perlakuan bimbingan belajar dengan strategi Self modelling pada siswa kelas X SMK Negeri 1 Kota Mojokerto. 2.4. Hipotesis Berdasarkan kajian teori diatas, maka hipotesis yang akan dikemukakan dalam penulisan ini adalah teknik self modeling melalui bimbingan belajar meningkatkan kedisiplinan belajar siswa kelas X SMAN 2 Salatiga. 22