POLA KONSUMSI PANGAN IBU PASCA MELAHIRKAN (STUDI

advertisement
POLA KONSUMSI PANGAN IBU PASCA MELAHIRKAN
(STUDI KASUS DI RSIA THAHA BAKRIE SAMARINDA)
Afrilia Sandra Ramadhani
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pola Konsumsi Pangan Ibu
Pasca Melahirkan di RSIA Thaha Bakrie Samarinda adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Afrilia Sandra Ramadhani
F2522124135
SUMMARY
Afrilia Sandra Ramadhani. Postpartum Food Consumption Pattern at RSIA Thaha
Bakrie Samarinda. Supervised by Made Astawan and Winiati P. Rahayu.
Abstract. Food taboos are practiced in some Indonesian culture, for example
there is a tendency that postpartum mother is not recommended to consume
protein sources in Samarinda, East Kalimantan. The objective of this study was to
evaluate food intake of pospartum mothers, including variety of food taboos
which it can affect to mothers. The research involved 40 postpartum respondents,
age 19-40 years. Respondents were interviewed using a questionnaire and food
recall form. The result showed that 65 % of respondents had taboos to certain
foods. The most that 80 % avoided food was seafood. Besides food taboos,
education also affected nutritional status. Undergraduate education level
respondents had fulfilled intake of protein.
Key words: food abstinence, food recall, postpartum mother
RINGKASAN
Afrilia Sandra Ramadhani. Pola Konsumsi Pangan Ibu Pasca Melahirkan di RSIA
Thaha Bakrie Samarinda. Dibimbing oleh Made Astawan dan Winiati P. Rahayu
Abstrak. Di Samarinda Kalimantan Timur, ada kecenderungan setelah
melahirkan ibu tidak dianjurkan mengonsumsi sumber protein tertentu oleh orang
yang dipercaya (orang tua atau keluarga terdekat). Penelitian ini bertujuan
mengevaluasi pola makan ibu setelah melahirkan berdasarkan jenis pantangan
pangan yang dikonsumsi dengan berbagai faktor yang mempengaruhi. Penelitian
dilakukan terhadap 40 responden ibu melahirkan dengan usia 19-40 tahun berupa
survei dan wawancara menggunakan lembar kuisioner dan food recall. Hasil
penelitian menunjukkan 65% responden mempunyai pantangan terhadap makanan
tertentu setelah melahirkan dengan jenis pangan yang dihindari adalah ikan
dengan persentase 80 %. Jenjang pendidikan S1 merupakan kategori yang
terpenuhi asupan protein pada ibu melahirkan.
Kata Kunci : Food recall, ibu melahirkan, pantangan makanan
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
POLA KONSUMSI PANGAN IBU PASCA MELAHIRKAN (STUDI
KASUS DI RSIA THAHA BAKRIE SAMARINDA)
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Teknologi Pangan
pada
Program Studi Magister Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi MSi
Judul Tesis
Nama
NIM
: Pola Konsumsi Pangan Ibu Pasca Melahirkan (Studi Kasus di
RSIA Thaha Bakrie Samarinda)
: Afrilia Sandra Ramadhani
: F252124135
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Made Astawan MS
Ketua
Prof. Dr. Winiati P. Rahayu
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Magister Teknologi Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi
Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian :
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul pada penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Juli hingga Oktober 2014 ini ialah Pola Konsumsi
Pangan Ibu Pasca Melahirkan di RSIA Thaha Bakrie Samarinda
Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir.
Made Astawan, MS dan Ibu Prof. Dr. Winiati P. Rahayu selaku pembimbing, Ibu
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi selaku dosen penguji yang telah membimbing
penulis dengan sabar dan memberi banyak masukan dan motivasi pada penulis
dalam menyusun karya ilmiah ini dan pihak RSIA Thaha Bakrie yang sudah
banyak membantu selama penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada papa, mama, suami dan adik serta seluruh keluarga atas
dukungan, doa dan kesabaran kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2016
Afrilia Sandra Ramadhani
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Rumusan Masalah
Manfaat Penelitian
i
ii
ii
ii
1
1
2
2
3
TINJAUAN PUSTAKA
Gizi dan Kebudayaan Setempat
Kebutuhan Gizi dan Makanan Pasca Melahirkan
Status Gizi Ibu Menyusui
Metode food recall
Penilaian Status Gizi
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Metode Penelitian
Populasi dan Sampel
Prosedur Penelitian
Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Karakteristik Responden Ibu
Melahirkan
Konsumsi Asupan Zat Gizi Ibu Melahirkan
Hubungan antara Karakteristik Responden dengan Asupan Gizi
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
3
3
4
6
7
7
.
.
.
.
9
9
9
9
9
10
11
11
11
21
23
26
27
31
35
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Diagram alir penelitian
Pengelompokan kategori usia responden
Distribusi jenjang pendidikan responden
Pengelompokan pekerjaan responden
Distribusi variasi suku pada responden
Frekuensi urutan kelahiran pada responden
Pengelompokan kadar Hb responden pasca melahirkan
Distribusi jumlah pendapatan responden per bulan
Persentase jenis pangan yang dihindari responden setelah melahirkan
Jenis suku terhadap kecukupan asupan protein perhari
10
12
13
14
14
15
16
18
20
24
DAFTAR TABEL
1. AKG yang dianjurkan untuk orang Indonesia perhari (Permenkes
No.75/2013)
2. Nilai Hb pada setiap kelompok umur
3. Asupan konsumsi zat gizi responden
4. Korelasi antara karakteristik responden dengan asupan zat gizi
5
8
21
23
DAFTAR LAMPIRAN
1. Formulir kuisioner
2. Formulir food recall 24 jam
3. Data berat badan bayi
31
32
33
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan sampai saat ini
angka kematian ibu (AKI) masih sangat tinggi. Berdasarkan data dari Sumber
Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012 di Indonesia AKI sekitar 359 untuk
setiap 100.000 kelahiran hidup, dan ini merupakan masalah yang menjadi salah
satu prioritas di bidang kesehatan karena AKI di Indonesia masih yang tertinggi
di kawasan negara ASEAN dibandingkan dengan Singapura paling rendah angka
kematian ibu, hanya 3/100.000, kemudian disusul Malaysia 5/100.000, Thailand
10/100.000, dan Vietnam 50/100.000 kelahiran hidup (SDKI 2013). Selama ini
banyak upaya pemerintah yang telah dilakukan untuk menurunkan AKI di
Indonesia dengan cara pemberian edukasi dan informasi tentang gizi saat masa
kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Selain itu, bentuk komunikasi, informasi,
dan edukasi yang diberikan diantaranya tentang beberapa kesalahan dalam
menginterpretasikan dan mempersepsikan latar belakang budaya (Budiyarti
2010). Masyarakat masih percaya adanya hubungan asosiatif antara suatu jenis
makanan menurut bentuk, sifat, rasa, dan cara pengolahannya dengan akibat
buruk yang ditimbulkan kepada ibu hamil dan melahirkan.
Dilihat dari perspektif budaya, umumnya masyarakat Indonesia memiliki
tradisi dan mitos tentang pantangan dan keharusan mengikuti budaya terkait
dengan kehamilan, proses persalinan, dan pasca persalinan. Salah satunya adalah
pantangan dan keharusan menyangkut perilaku konsumsi makanan ibu hamil dan
ibu nifas dalam rumah tangga. Sebagai contoh di daerah Jawa, kelebihan
konsumsi gula pasir diyakini menyebabkan aliran darah pasca persalinan sangat
lambat, nyeri pasca persalinan, atau menyebabkan darah mengalir terlalu cepat
sebelum bayi dilahirkan (Fitriani 2005). Padahal setelah melahirkan, ibu wajib
memenuhi asupan gizinya agar proses penyembuhan berjalan cepat.
Di Samarinda Kalimantan Timur, ada kecenderungan setelah melahirkan
para ibu selama masa nifas tidak dianjurkan mengonsumsi ikan dan telur oleh
orang yang dipercaya (orang tua atau keluarga terdekat) ibu tersebut. Padahal
setelah melahirkan, ibu harus mendapatkan gizi yang cukup untuk menghasilkan
kualitas ASI yang baik untuk bayi dan mempercepat proses penyembuhan/luka
setelah melahirkan. Hal serupa terjadi di Kalimantan Selatan, yang terdapat
kebiasaan ibu pasca melahirkan bertentangan dengan aturan gizi yang dianjurkan,
diantaranya berpantang makan lauk berupa ikan segar dan ikan berduri. Sayur
yang boleh dikonsumsi hanya labu kuning dan daun katuk, pantang makan
sebagian besar buah-buahan, pantang olahan makanan yang dimasak dengan
santan, berlemak, atau digoreng dan pantang minum es (Inayah 2007).
Hal ini juga dibuktikan dengan data dari Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Timur awal tahun 2013 yang menunjukkan angka kematian ibu
sebesar 106 per 1000 kelahiran. Angka ini cukup tinggi dibandingkan dengan
tahun 2010 yang hanya mencapai 70 kematian per 1000 kelahiran. Saat ini masih
banyak masyarakat Kalimantan Timur yang mempunyai pemahaman yang salah
dalam menghubungkan kesehatan dengan kepercayaan dan budaya. Apabila hal
ini ditangani dengan serius diharapkan adanya dampak positif dalam upaya
menurunkan kejadian kematian ibu.
Sebagian masyarakat Samarinda masih mempunyai persepsi tentang
pantangan makan suatu pangan tertentu setelah melahirkan. Hal ini berdasarkan
data dari Dinas Kesehatan Kalimantan Timur dan penilaian subjektif yang
dilakukan di Rumah Sakit terhadap porsi asupan makanan yang dikonsumsi oleh
ibu setelah melahirkan. Beberapa pangan sumber protein tertentu seperti ikan dan
telur, mereka cenderung tidak menghabiskan atau tidak mengonsumsinya.
Mereka meyakini jika mengonsumsi beberapa pangan tersebut akan berpengaruh
pada kualitas ASI atau proses penyembuhan setelah melahirkan, padahal ibu
setelah melahirkan perlu mendapatkan asupan makanan yang cukup agar
kebutuhan gizinya terpenuhi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengamatan
hubungan antara asupan makanan setelah melahirkan dengan status gizi ibu.
Persepsi pantangan makan pada ibu setelah melahirkan di Samarinda,
dapat memberikan dampak terhadap gangguan gizi jika tidak diberikan edukasi
dan pemahaman yang baik tentang asupan pangan apa saja yang berpengaruh
pasca melahirkan. Perubahan pola makan dapat dipengaruhi oleh pengetahuan
atau informasi yang diterima. Adanya edukasi gizi pada ibu pasca melahirkan
diharapkan dapat memberikan informasi yang mudah dipahami atau diterapkan,
meningkatkan pengetahuan ibu, dan mengubah paradigma pantangan terhadap
beberapa jenis pangan.
Tujuan Penelitian
Mengevaluasi pola makan ibu pasca melahirkan, menganalisis hubungan
sosial ekonomi dan asupan pangan pasca melahirkan, dan mengetahui korelasi
karakteristik responden ibu melahirkan yang mempunyai pantangan dengan
asupan zat gizi.
Rumusan Masalah
Sebagian masyarakat Samarinda masih mempunyai persepsi tentang
pantangan makan suatu pangan tertentu pasca melahirkan. Hal ini berdasarkan
data dari Dinas Kesehatan Kalimantan Timur dan penilaian objektif yang
dilakukan di Rumah Sakit terhadap porsi asupan makanan yang dikonsumsi oleh
ibu setelah melahirkan. Untuk beberapa pangan sumber protein tertentu seperti
ikan dan telur, mereka cenderung tidak menghabiskan atau tidak
mengonsumsinya. Mereka meyakini jika mengonsumsi beberapa pangan tersebut
akan berpengaruh pada kualitas ASI atau proses penyembuhan setelah
melahirkan. Pola makan dapat dipengaruhi oleh pengetahuan atau informasi yang
diterima oleh ibu. Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui jenis makanan
yang dikonsumsi oleh ibu setelah melahirkan tidak hanya dengan teknik
wawancara, tetapi dilakukan metode lain yang lebih signifikan atau valid. Salah
satunya dengan metode food recall, metode ini digunakan untuk mengetahui
banyaknya porsi atau asupan makanan tertentu yang dikonsumsi ibu dalam 24
jam. Dengan metode food recall dapat disimpulkan apakah asupan gizi dari
makanan sudah terpenuhi atau belum. Persepsi pantangan makan tertentu pada ibu
pasca melahirkan tidak memberikan dampak kurangnya asupan pada nilai AKG
yang ditetapkan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan, terutama tentang makanan dan asupan zat gizi ibu pasca
melahirkan, selain itu ibu mengetahui hal-hal yang harus dilakukan dalam
memenuhi kebutuhan gizinya dan memahami dampak kurang gizi ibu pasca
melahirkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Gizi dan Kebudayaan Setempat
Setiap orang mempunyai konsep berdasarkan pandangan kebudayaan di
daerah mereka masing-masing terhadap berbagai penyakit. Hal ini juga terjadi
pada kasus makanan dan gizi pada periode kehamilan, persalinan dan nifas.
Kebiasaan makan seperti kebiasaan lainnya hanya dapat dipahami dalam konteks
budaya yang menyeluruh. Program-program pendidikan gizi yang efektif untuk
perbaikan kebiasaan makan harus didasarkan atas pengertian tentang makanan
sebagai suatu pranata sosial yang memenuhi banyak fungsi (Aritonang 2006).
Pantangan atau yang biasa dikenal dengan kata tabu ialah suatu larangan
untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya
terhadap yang merasa melanggarnya. Pantangan atau tabu merupakan sesuatu
yang diwariskan dari leluhur melalui orangtua, sampai ke generasi-generasi
dibawahnya. Umumnya masyarakat tidak mengetahui kapan suatu pantangan
atau tabu makanan dimulai, dari manaasal dan apa penyebabnya (Aritonang
2006)
Kebutuhan Gizi dan Makanan Pasca Melahirkan
Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang, diantaranya
ekonomi, pendidikan, pengetahuan dalam mengolah makanan, lingkungan, dan
budaya yang dipercaya. Kondisi ini mempengaruhi ketersediaan makanan di
rumah, perawatan anak, ibu hamil dan nifas, serta pelayanan kesehatan. Dampak
selanjutnya menimbulkan perilaku mengurangi asupan makanan, yang
menyebabkan penurunan kondisi fisik sehingga memicu munculnya penyakit
infeksi. Kedua hal inilah yang menjadi penyebab langsung masalah gizi
(Aritonang 2006).
Berbagai gangguan gizi dapat dicegah dengan adanya dukungan dari
lingkungan ibu yang melahirkan, baik melalui perilaku orangtua atau pengasuh,
dengan selalu menyediakan makanan dengan gizi seimbang bagi anggota
keluarganya. Gizi seimbang adalah makanan yang dikonsumsi individu dalam
satu hari yang beraneka ragam dan mengandung zat tenaga, zat pembangun, zat
pengatur, dan lain-lain yang sesuai dengan kebutuhan tubuh (Mudjajanto et al.
2007)
Makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ASI
pasca melahirkan, penambahan zat-zat gizi selama menyusui untuk memenuhi
kebutuhan dalam produksi ASI. Secara umum, hal yang harus diperhatikan dalam
memenuhi kebutuhan gizi ibu menyusui adalah: susunan menu seimbang,
dianjurkan minum 8-12 gelas perhari, untuk memperlancar pencernaan hindari
konsumsi alkohol, makanan yang banyak bumbu, serta banyak mengonsumsi
sayuran berwarna. Selama ibu tidak memiliki penyakit yang mengharuskan ibu
melakukan diet tertentu, tidak ada pantangan makanan bagi ibu menyusui.
Berikut hal-hal yang mempengaruhi konsumsi ibu menyusui (Zakaria et al. 2007)
:
1. Pantangan terhadap makanan
Pola konsumsi pangan mengalami perubahan terus-menerus dengan
kondisi lingkungan dan tingkat kemajuan budaya masyarakat, sehingga
akan timbul pantangan terhadap makanan yang mempunyai efek negatif
dan positif. Ibu melahirkan mudah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
berkaitan dengan pantangan makan, diantaranya lingkungan dan
pengetahuan gizi ibu tersebut.
2. Anjuran makanan seimbang bagi ibu menyusui
Setiap orang memerlukan enam kelompok zat gizi yang harus dipenuhi
setiap harinya dalam jumlah yang cukup yaitu karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, mineral, dan air. Bagi ibu menyusui, asupan makanan
harus lebih banyak dalam porsi mengacu kepada konsep gizi seimbang
sesuai dengan kebutuhan ibu menyusui. Beberapa syarat makanan untuk
ibu menyusui yakni: makanan mudah dicerna, tidak berlemak banyak,
tidak terlalu pedas dan asam, pengaturan porsi kecil tapi sering, dan
cukup cairan (enam atau delapan gelas air perhari).
Masa-masa pasca melahirkan dan masa nifas adalah masa pemulihan
kembali alat-alat reproduksi, mulai dari selesainya persalinan sampai enam
minggu setelah persalinan. Pada masa ini pengaturan gizi harus bermutu tinggi
dengan cukup energi, protein, cairan, serta vitamin dan mineral, karena wanita
dalam masa nifas tersebut juga dalam masa laktasi (menyusui).
Angka kecukupan gizi (AKG) berguna sebagai patokan dalam penilaian
dan perencanaan konsumsi pangan, serta basis dalam perumusan acuan label gizi.
AKG berubah dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
gizi dan ukuran antropometri penduduk. Tabel 1 menunjukkan AKG tahun 2013
mengalami perubahan dari tahun 2009 dengan sedikit bertambahnya angka
energi, protein, lemak, karbohidrat, serat dan air. Kebutuhan gizi wanita
Indonesia, khususnya bagi ibu menyusui diharapkan sesuai dengan Permenkes
no. 75/2013 tentang Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Tabel 1. AKG yang dianjurkan untuk orang Indonesia perhari (Permenkes
No.75/2013)
Kelompok
Umur
(tahun)
BB
(kg)
TB
(cm)
Energi
(kkal)
Protein
(g)
Total
Lemak
n-6
n-3
Karbohidrat
(g)
Serat
(g)
Air
(mL)
36
145
2000
60
13-15
16-18
19-29
30-49
46
50
54
55
155
158
159
159
2125
2125
2220
2150
69
59
56
57
67
10.0
1.0
275
28
1800
71
71
75
60
11.0
11.0
12.0
12.0
1.1
1.1
1.1
1.1
292
292
309
323
30
30
32
30
2000
2100
2300
2300
50-64
55
54
53
159
1900
159
159
1550
1425
57
53
11.0
1.1
285
28
2300
56
55
43
40
11.0
11.0
1.1
1.1
252
232
22
20
1600
1500
180
300
300
20
20
20
6
10
10
+2.0
+2.0
+2.0
+0.3
+0.3
+0.3
25
40
40
3
4
4
300
300
300
6 bulan
330
20
11
+2.0
+0.2
45
5
800
Pertama
6 bulan
400
20
13
+2.0
+0.2
55
6
650
10-12
65-80
80+
Hamil
Trimester 1
Trimester 2
Trimester 3
Menyusui
Kedua
Berikut ini beberapa zat gizi yang perlu diperhatikan oleh ibu setelah
melahirkan dan dalam keadaan menyusui:
1. Energi
Kebutuhan energi ibu terdiri dari 60-70 % karbohidrat, 10-20 % protein,
dan 20-30 % lemak. Kebutuhan energi ibu setelah melahirkan biasanya
meningkat, bila ibu biasa makan tiga kali sehari bisa menjadi empat kali
atau tetap tiga kali dengan porsi yang ditambah.
2. Protein
Setelah melahirkan hingga masa menyusui, ibu membutuhkan tambahan
protein. Meningkatnya kebutuhan protein ini, selain untuk membentuk
protein susu juga dibutuhkan dalam pembentukan hormon prolaktin
(untuk memproduksi ASI) dan hormon oksitosin (untuk mengeluarkan
ASI). Pemenuhan kebutuhan protein yang meningkat dapat dipenuhi
dengan cara menambah satu potong makanan sumber protein yang biasa
dikonsumsi. Sumber protein ini dapat diperoleh dari ikan, daging ayam,
daging sapi, telur, susu, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Jika
kebutuhan protein tidak terpenuhi dari makanan maka protein diambil
dari protein ibu yang berada di otot. Hal ini mengakibatkan ibu menjadi
kurus dan setelah menyusui akan lapar.
3. Lemak
Lemak tak jenuh ganda (PUFA) diperlukan dalam pembentukan
ASI.Asam lemak tak jenuh ganda diperlukan dalam perkembangan otak
dan pembentukan retina.Asam lemak tak jenuh ganda dapat diperoleh dari
minyak jagung, minyak biji kapas serta ikan salmon.
4. Vitamin dan Mineral
Kebutuhan vitamin dan mineral ibu menyusui diperlukan dalam jumlah
yang sedikit.Vitamin yang perlu mendapatkan perhatian khusus
diantaranya adalah Vitamin A, B, C, dan D. Mineral yang kebutuhannya
perlu diperhatikan adalah zat besi dan kalsium.Zat besi pada ASI diserap
lebih baik dibandingkan zat besi yang berasal dari susu formula. Ibu
menyusui diharapkan mengonsumsi makanan sumber zat besi seperti hati,
telur, dan sayuran hijau tua. Kekurangan kalsium pada ibu menyusui
dapat mengakibatkan kehilangan kalsium pada tulang ibu, sekresi kalsium
pada ASI rendah, dan gangguan pembentukan tulang pada bayi.
Status Gizi Ibu Menyusui
Pasca melahirkan merupakan masa pemulihan dan merupakan faktor
penunjang utama produksi ASI. Apabila gizi tidak terpenuhi akan menghambat
produksi ASI dan mempengaruhi komposisi/asupan nutrisi untuk bayi. Ibu
menyusui memiliki kebutuhan yang banyak akan asupan gizi yang terkandung
dalam makanan yang dikonsumsinya. Status gizi ibu memberikan peranan
penting terhadap kuantitas dari kualitas produksi ASI. Misalnya, jika ibu
kekurangan kalsium akan menyebabkan kebutuhan kalsium bayi diambil dari
kalsium pada jaringan atau tulang ibu. Jika hal ini dibiarkan maka ibu akan
mengalami osteoporosis dan kerusakan gigi. Kuantitas produksi ASI dipengaruhi
oleh keadaan gizi ibu, ibu dengan gizi baik/cukup akan memproduksi sekitar
600-800 mL ASI perhari pada bulan pertama, sedangkan gizi kurang hanya
memproduksi ASI sekitar 500-700 mL perhari (Yani et al. 2009).
Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup
dan produktivitas kerja. Kekurangan gizi pada ibu melahirkan, bayi, dan balita
menurunkan daya kerja fisik serta terganggunya mental dan kecerdasan. Status
gizi penduduk biasanya digambarkan oleh masalah gizi yang dialami oleh
golongan penduduk yang rawan gizi. Saat ini di Indonesia masih terdapat empat
masalah gizi utama, yaitu kekurangan energi protein (KEP), kekurangan vitamin
A (KVA), gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI), dan anemi gizi besi
(AGB) (Fitriani 2005).
Pemenuhan kebutuhan gizi ibu menyusui pada prinsipnya adalah
memenuhi gizi seimbang. Tidak ada pantangan makanan bagi ibu menyusui
selama ibu tidak mengalami penyakit lain yang membutuhkan pengaturan
makanan khusus. Hal yang harus menjadi perhatian adalah apabila kebutuhan
gizi ibu menyusui tidak terpenuhi maka kebutuhan gizi untuk pembentukan ASI
akan diambil dari cadangan yang ada pada ibu. Kondisi ini akan menyebabkan
ibu mengalami defisiensi zat gizi sehingga meningkatkan risiko timbulnya
penyakit. Jika hal ini berlangsung lama, kualitas ASI akan menurun sehingga
akan berdampak buruk juga bagi bayinya. Berat badan bayi akan sulit bertambah
dan sangat memungkinkan bayi mengalami berbagai penyakit akibat kekurangan
gizi, serta mudah terserang berbagai penyakit.
Metode food recall
Metode food recall konsumsi 24 jam dan catatan makan individu didasari
pada makanan dan jumlah yang umumnya dikonsumsi oleh individu dalam satu
hari atau lebih pada hari-hari tertentu. Metode food recall digunakan pada ilmu
gizi untuk mengukur kebenaran kuisioner frekuensi makanan yang digunakan
sebagai instrumen pengumpulan data konsumsi primer. Kuisioner frekuensi
makanan dievaluasi melalui pengumpulan satu atau lebih dari subsampel yang
mewakili populasi. Metode ini bertujuan untuk menilai secara kuantitatif asupan
gizi yang dikonsumsi oleh individu. Metode ini membutuhkan kemampuan
komunikasi dan memori yang baik untuk mengingat makanan apa saja yang
dimakan oleh individu tersebut
Metode food recall 24 jam dilakukan sebanyak dua kali dan dipilih hari
kerja dan yang mewakili hari libur. Menurut Supariasa et al. (2008), apabila
pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 Jam) maka data yang diperoleh kurang
efektif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Oleh karena itu, food
recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang kali dan harinya tidak
berturut-turut. Responden diwawancarai tanpa diberitahu terlebih dahulu, hal ini
untuk memastikan bahwa responden tidak membuat perubahan apapun selama
penelitian dilaksanakan. Adanya bantuan dokumentasi/foto estimasi ukuran porsi
rumah tangga akan memudahkan sistem food recall (Asmawati et al. 2013).
Metode recall 2x24 jam digunakan untuk memperoleh data konsumsi
pangan ibu setelah melahirkan dengan melakukan wawancara tentang jenis
pangan yang dikonsumsi dan banyaknya pangan tersebut dalam ukuran rumah
tangga. Pangan yang dikonsumsi kemudian dikonversi beratnya dalam gram,
kemudian dihitung kandungan zat gizi yaitu energi, protein, lemak, karbohidrat,
vitamin A, vitamin C, kalsium, fosfor, dan zat besi dengan menggunakan Daftar
Komposisi Bahan Pangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Asmawati et al. (2013), menggunakan
metode semi-quantitatife Food Frequency yang divalidasikan dengan food recall
24 jam untuk mengetahui rata-rata asupan zat gizi makro pada ibu hamil. Metode
SQ-FFQ valid dalam mengukur asupan zat gizi makro (khususnya energi, lemak,
karbohidrat) namun kurang valid untuk mengukur protein, dan sebaiknya
penggunaan metode SQ-FFQ dilakukan minimal dua kali.
Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dibagi menjadi dua metode yaitu metode penilaian
status gizi secara langsung dan metode penilaian status gizi secara tidak
langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat
penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.Sedangkan penilaian
status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga, yaitu survei konsumsi
makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Supariasa et al. 2008).
Beberapa cara dapat digunakan untuk mengetahui status gizi individu.
Metode penilaian status gizi secara langsung adalah dengan cara pengkajian diet,
pemeriksaan laboratrium atau radiologi, pengukuran antropometrik, dan
pengkajian klinis. Secara tidak langsung, status gizi dapat dinilai dari faktorfaktor ekologi, survei konsumsi makanan. Penilaian status gizi secara
antropometrik berkaitan dengan pengukuran beberapa dimensi tubuh dan
komposisi tubuh, yang dapat digunakan pada berbagai tingkat usia. Pengukuran
antropometrik antara lain adalah pengukuran berat badan, tinggi badan, dan
lingkar lengan atas. Antropometrik secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Status gizi adalah suatu keadaan kurangnya kecukupan zat gizi akibat
ketidakseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dengan kebutuhan
tubuh akan zat gizi. Misalnya pemeriksaan kadar hemoglobin bertujuan untuk
mengetahui kadar hemoglobin dalam darah, sehingga dapat dinilai apakah ibu
setelah melahirkan mengalami anemia atau tidak. Nilai normal kadar hemoglobin
pada ibu hamil dan melahirkan pada Tabel 2 < 11 g/dL (Depkes 2006).
Tabel 2 Nilai Hb pada setiap kelompok umur (Depkes 2006)
Kelompok Umur
Anak balita
Anak usia sekolah
Wanita dewasa
Pria dewasa
Ibu hamil &
melahirkan
Ibu menyusui > 3 bulan
Batas Nilai Hb
(g/dL)
< 11
< 12
< 12
< 13
< 11
< 12
Pengukuran yang digunakan dalam penentuan status gizi orang dewasa
adalah dengan mengukur berat badan dan tinggi badan, yang dikenal dengan
indeks massa tubuh (IMT). Data antropometri ibu dapat dihitung menggunakan
perhitungan sederhana dengan rumus sebagai berikut :
IMT =
Berat Badan (kg)
Tinggi Badan
(m)
Berdasarkan nilai IMT dibuat klasifikasi status gizi sesuai dengan kriteria
Departemen Kesehatan RI sebagai berikut, jika nilai IMT <17 masuk dalam
kategori kurus, 18-25 kategori normal, 25.1-27 kategori gemuk, dan obesitas jika
nilai >30 (Depkes 2010).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Thaha Bakrie
Samarinda Kalimantan Timur mulai bulan Juli hingga Oktober 2014. Alasan
menggunakan rumah sakit tersebut karena salah satu tempat bersalin yang
digunakan untuk ibu melahirkan.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara cross sectional, yaitu data yang
menyangkut variabel bebas (karakteristik responden) dan variabel terikat (asupan
zat gizi) diambil dalam waktu yang bersamaan, dengan tujuan untuk mencari
hubungan antara dua variabel. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
survei wawancara menggunakan lembar kuisioner (Lampiran 1) dan lembar food
recall (Lampiran 2).
Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang melahirkan secara
normal dan caesar di RSIA Thaha Bakrie Samarinda selama bulan JuliOktober 2014
2. Sampel adalah ibu melahirkan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi yaitu: (1) Usia 19-40 tahun, (2) Melahirkan di RSIA Thaha
Bakrie Samarinda, (3) Bersedia menjadi responden, (4) Tidak memiliki
riwayat alergi makanan, (5) Status lengkap (data BB, TB, dan Hb), (6)
Memberikan ASI sampai hari ke 14. Adapun yang termasuk kriteria eksklusi
adalah mempunyai penyakit kronis atau sedang dalam pengobatan dan
membutuhkan transfusi darah saat melahirkan.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1)
Pengumpulan responden, (2) Pengumpulan data responden, (3) food recall
pertama di RS, (4) food recall ke dua di rumah, (5) Analisis data (Gambar 1).
Penentuan jumlah responden menggunakan rumus Slovin sebagai
berikut:
n=
N
1 + N (e)2
Dimana:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah Populasi
e = Nilai batas ketelitian kesalahan dalam penarikan sampel (Nilai
batas=5%)
Responden pada peneitian ini berjumlah 40 orang. Pemilihan responden
dilakukan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel
secara sengaja sesuai persyaratan (kriteria, karakteristik) tertentu yang memenuhi
persyaratan sebagai sampel.
Kemudian dilakukan pencatatan data identitas dan rekam medis responden
(tinggi badan, berat badan dan kadar Hb) yang diperoleh dari rumah sakit. Tahap
selanjutnya adalah melakukan pemantauan makanan (food recall 1) pada ibu saat
di rumah sakit di hari kedua setelah melahirkan. Food recall 1 bertujuan
mengamati jumlah makanan yang dikonsumsi oleh ibu pasca melahirkan dan
mengidentifikasi tabu terhadap makanan tertentu.
Mengumpulkan responden 40 orang ibu melahirkan
Mencatat data rekam medis responden setelah melahirkan
(BB, TB, kadar Hb)
Melakukan wawancara food recall pertama kepada responden
setelah melahirkan di RS
Melakukan wawancara food recall kedua di tempat responden
(hari ke 14 setelah melahirkan)
Pengumpulan dan analisis data food recall dikorelasikan
dengan karakteristik responden
Kesesuaian asupan konsumsi zat gizi responden dari
food recall kedua dengan AKG dan karakteristik responden
Gambar 1.Diagram alir penelitian
Tahap food recall kedua dilakukan dengan wawancara saat berada di
tempat responden (bukan di rumah sakit), yang bertujuan mengetahui jenis
makanan yang dimakan oleh ibu. Food recall kedua dilakukan pada hari ke 14
setelah melahirkan.
Pengumpulan data
1. Data ibu melahirkan yaitu, nama, alamat, usia, berat badan, pekerjaan,
pendidikan, suku, urutan kelahiran, dan kadar hemoglobin yang diperoleh dari
buku rekam medis rumah sakit, kemudian dilanjutkan dengan wawancara
menggunakan lembar kuisioner. Data berat badan dan kadar hemoglobin
diperoleh dengan cara mengukur langsung pada ibu setelah melahirkan.
2. Data food recall, diperoleh dengan cara mencatat, daftar konsumsi, waktu
konsumsi, jenis dan jumlah (gram ukuran rumah tangga, satuan volume)
pangan, serta menggunakan food model sebagai alat bantu untuk
mempermudah ibu mengingat porsi makanan yang telah dikonsumsi.
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan secara manual dimulai dari memberi kode
responden, merekap jawaban kuisioner, khusus data food recall diolah
menggunakan program untuk analisis kandungan zat gizi bahan makanan
(nutrisurvey) dan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
Analisis data dibagi menjadi analisis univariat dan bivariat. Analisis
univariat yaitu analisis tiap variabel dari hasil penelitian yang berfungsi untuk
meringkas kumpulan data hasil pengukuran sehingga data berubah menjadi
informasi yang berguna berupa statistik, tabel dan grafik (Notoatmodjo 2005).
Pada penelitian ini karakteristik responden (usia, pendidikan, pekerjaan, suku,
pendapatan dsb) merupakan analisis univariat. Sedangkan analisis bivariat
dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik chi-square
dengan tingkat kepercayaan 90 % (α=0.10),
1. Dikatakan tidak ada hubungan (tidak signifikan) jika nilai ρ > 0.10
2. Dikatakan ada hubungan (signifikan) jika nilai ρ < 0.10
Data profil tingkat pendidikan dikategorikan menurut jenjang pendidikan,
yaitu SD, SMP, SMA, dan S1. Data pendapatan keluarga merupakan jumlah dari
pendapatan seluruh anggota keluarga, baik dari hasil pekerjaan utama maupun
pekerjaan tambahan atau sumber lainnya, selama satu bulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Karakterisitik Responden Ibu Melahirkan
Pengelompokan responden dilakukan berdasarkan usia, pendidikan,
pekerjaan, suku, urutan kelahiran, pendapatan, dan pengeluaran.
Usia
Usia responden berkisar dari 19 hingga 40 tahun. Sebagian masyarakat
percaya bahwa saat yang tepat bagi wanita untuk melahirkan adalah pada usia
20-30 tahun. Pengelompokan kategori usia responden ibu melahirkan dapat
dilihat pada Gambar 2.
40
37.5%
35
32.5%
30%
Persentase (%)
30
25
20
15
10
5
0
19-25 tahun
26 - 30 tahun
31-40 tahun
Usia
Gambar 2 Pengelompokan kategori usia responden
Pada Gambar 2, persentase terbesar usia responden berada di kisaran usia
19-25 tahun sebesar 37.5 %. Menurut data tersebut rata-rata usia responden
termasuk ke dalam usia yang baik bagi wanita untuk melahirkan. Saat yang tepat
bagi seorang wanita untuk melahirkan adalah pada usia antara 20-30 tahun. Pada
periode kehidupan wanita ini risiko menghadapi komplikasi medis paling rendah
(Rusli et al. 2011).
Kehamilan dan persalinan pada wanita remaja berusia di bawah 18 tahun
juga dapat menimbulkan beberapa risiko, yaitu gangguan anemia, tekanan darah
tinggi, kelahiran prematur dan persalinan tidak normal atau operasi. Namun,
kehamilan pada usia di atas 35 tahun juga sering disebut sebagai batas akhir dan
sesudah usia tersebut kelahiran akan menimbulkan risiko yang besar (Zakaria et
al. 2007). Pada usia 35 tahun atau lebih, daya tahan tubuh dan kesehatan ibu
sudah mulai menurun.
Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting sebagai salah satu
indikator untuk penilaian dalam karakteristik responden dan kualitas sumberdaya
manusia. Jenjang pendidikan responden dikategorikan dari SD hingga S2 dapat
dilihat pada Gambar 3.
47.5%
50
45
Persentase (%)
40
35
30%
30
25
20
15%
15
10
2.5%
5%
5
0
D3
S1
S2
SD
SMA
Pendidikan
Gambar 3 Distribusi jenjang pendidikan responden
Pada Gambar 3, terlihat tingkat pendidikan ibu yang dominan adalah
jenjang Strata 1 (S1) sebesar 47.5 %. Ibu dengan pendidikan yang baik akan
mudah menerima pengetahuan gizi. Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Yuli (2008) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan sangat
mempengaruhi kemampuan penerimaan informasi gizi. Montgomery et al.
(2013) mengemukakan, tingkat pendidikan berpengaruh pada ibu dalam
memberikan ASI pada bayi serta makanan yang akan dikonsumsi pasca
melahirkan
Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah, besar peluangnya
untuk mempertahankan faktor tabu yang berhubungan dengan makanan. Tingkat
pendidikan juga mempengaruhi mudah tidaknya seseorang menerima suatu
pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan maka seseorang akan lebih mudah
menerima informasi gizi dengan baik. Ernawati et al. (2013) juga menyatakan
bahwa pendidikan yang rendah berpengaruh terhadap pendapatan dan daya beli,
sehingga mempengaruhi pemilihan bahan makanan berkualitas untuk
dikonsumsi. Dengan demikian ibu dengan tingkat pendidikan tinggi berpeluang
lebih besar mudah menerima informasi tentang pengetahuan gizi dibandingkan
dengan ibu dengan pendidikan rendah.
Pekerjaan
Para responden memiliki pekerjaan yang bervariasi, yaitu 19 orang
karyawan swasta (47.5 %) dan 16 orang ibu rumah tangga (40 %) seperti tampak
pada Gambar 4.
50
47.5%
45
40 %
Persentase (%)
40
35
30
25
20
15
7.5 %
10
5
5%
0
Dokter
IRT
Karyawan
PNS
Pekerjaan
Gambar 4 Pengelompokan pekerjaan responden
Gambar 4 menunjukkan bahwa mayoritas ibu dapat menyumbangkan
pendapatan untuk menambah pendapatan keluarga. Jenis pekerjaan ibu akan
berpengaruh pada jumlah pendapatan ibu, yang akan mempengaruhi asupan gizi
ibu. Jika pekerjaan ibu termasuk kategori pekerjaan berat, maka asupan gizi yang
dikonsumsi sebaiknya juga lebih banyak dan begitu juga sebaliknya. Asupan
makanan akan mempengaruhi status gizi ibu.
Suku
Suku responden terbagi menjadi beberapa kelompok (Gambar 5). Pengaruh
suku terhadap pola konsumsi suatu pangan sangat kuat karena budaya muncul
dari kebiasaan yang berkembang dalam kehidupan suku tersebut.
45
40%
40
Persentase (%)
35
30
25
20
15
15%
12.5%
10%
10
10%
2.5%
5
2.5%
2.5%
2.5%
2.5%
0
Suku
Gambar 5 Distribusi variasi suku pada responden
Gambar 5 menunjukkan suku yang paling dominan pada responden adalah
suku jawa. Jenis suku ini berkaitan dengan pantangan makan yang dianut oleh
responden.
Kondisi anak yang dilahirkan
Persentase (%)
Urutan kelahiran termasuk salah satu faktor risiko saat melahirkan.
Semakin sering ibu melahirkan maka risiko terjadinya pendarahan saat
melahirkan, akan semakin besar. Tingkat urutan kelahiran anak dapat dilihat pada
Gambar 6
50
40
30
20
10
0
47.5%
35%
7.5%
1
2
3
7.5%
4
2.5%
7
Urutan Kelahiran
Gambar 6 Frekuensi urutan kelahiran pada responden
Urutan kelahiran cukup bervariasi, yaitu berkisar dari urutan ke satu
hingga ke tujuh. Namun sebagian besar urutan kelahiran anak adalah (47.5 %)
kelahiran pertama dan kelahiran kedua (35 %). Ibu yang sering melahirkan
apabila konsumsi makanannya tidak sesuai dengan kecukupan gizi yang
dianjurkan dikhawatirkan akan menderita anemia. Pada penelitian Betoko et al.
(2013), tidak hanya tingkat pendidikan dan usia ibu, tetapi urutan kelahiran juga
faktor yang mempengaruhi pola makan ibu dan pemberian ASI pada bayi. Berat
badan bayi responden berkisar 2.300 – 4100 g (Lampiran 3). Berat badan bayi
yang lahir < 2700 g hanya 5 orang.
Kondisi ibu pasca melahirkan
Kadar hemoglobin (Hb)
Wanita mempunyai kebutuhan zat besi yang maksimal selama masa
reproduksi. Pemeriksaan kadar Hb ibu melahirkan sangat perlu dilakukan untuk
mengetahui apakah responden terkena anemia. Data kadar Hb responden
disajikan pada Gambar 7.
Kadar Hb dibagi menjadi tiga kategori, yaitu normal (>11g/dL), anemia
ringan (8-11 g/dL), dan anemia berat (< 8 g/dL) (Dhuha et al 2012). Sebagian
besar responden mengalami anemia ringan (Gambar 7). Pada responden (62.5 %)
yang melahirkan secara normal, volume darah yang keluar berkisar 250-400 mL.
Hal ini diduga menjadi salah satu faktor ibu terkena anemia ringan setelah
melahirkan
Persentase (%)
80
62.5%
60
40
35%
20
2.5%
0
Normal
Anemia Ringan
Kategori Anemia
Anemia Berat
Gambar 7 Pengelompokan kadar Hb responden pasca melahirkan
.
Selain itu 50 % responden mempunyai pantangan makanan tertentu, 15
orang diantaranya mengalami anemia ringan. Seseorang dikatakan anemia jika
kadar hemoglobinnya < 12 g/100 mL untuk wanita dewasa dan 11 g/100 mL
untuk wanita yang sedang hamil (Depkes 2010). Puji (2010) menyatakan anemia
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jumlah zat besi dalam makanan
tidak cukup, penyerapan zat besi rendah, kebutuhan meningkat, kekurangan
darah, pola makan yang tidak baik dan terdapat zat penghambat penyerapan zat
besi dalam makanan.
Selain suplemen, zat besi juga terdapat pada kedelai mentah dengan jumlah
yang cukup, tetapi tubuh tidak dapat menggunakannya karena diikat oleh asam
fitat. Salah satu bahan pangan yang mengandung kedelai adalah tempe. Tempe
merupakan bahan pangan yang kadar zat besinya cukup tinggi, yaitu 4 mg/100 g
tempe basah atau 9 mg/100 g tempe kering (Astawan 2008). Proses fermentasi
dapat meningkatkan kelarutan zat besi, yaitu 24.29 % pada kedelai mentah
menjadi
40.52 % pada tempe yang telah difermentasikan selama 48 jam. Meningkatnya
jumlah zat besi yang terlarut akan meningkatkan daya serapnya di dalam tubuh,
sehingga dapat diandalkan untuk membentuk hemoglobin dan mencegah anemia
gizi besi.
Status anemia responden biasanya berkaitan dengan masa kehamilan
sebelumnya. Pengaruh anemia pada responden dapat menjadi salah satu
penyebab berkurangnya ASI. Anemia gizi dapat terjadi karena menu asupan
makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat besi, oleh karena itu untuk
meningkatkan asupan zat besi perlu dilakukan perubahan pola makan yang baik
atau dengan mengonsumsi suplemen.
Produksi ASI
Walaupun keunggulan dan manfaat ASI dalam menunjang kelangsungan
hidup bayi sudah terbukti, namun kenyataannya belum diikuti dengan pemberian
ASI secara optimal. Banyak ibu yang memiliki masalah dalam produksi ASI.
Ketersediaan dan asupan makanan dalam keluarga merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI (Yani 2009). Asupan makanan
dapat mempengaruhi kualitas atau jumlah ASI yang dihasilkan oleh ibu.
Sebanyak 60 % responden ibu melahirkan tidak memiliki masalah dalam
keluarnya ASI. Hal ini dapat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain informasi
mengenai manfaat dari menyusui serta ketersediaan makanan. 40 % responden
yang memiliki masalah dalam keluarnya ASI disebabkan oleh tidak seimbangnya
pangan yang dikonsumsi. Pada penelitian Yani (2009), sebagian ibu tidak
memberikan ASI pada bayinya karena tidak tersedia bahan makanan atau pangan
yang baik sehingga volume ASI ibu tersebut kurang. Pada masa menyusui terjadi
peningkatan kebutuhan zat gizi yang dibutuhkan oleh ibu. Asupan zat gizi yang
kurang selama menyusui secara langsung akan mempengaruhi cadangan energi
untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dan kualitas ASI.
Konsumsi food supplement pada ibu melahirkan
Konsumsi jenis tablet atau food supplement yang dianjurkan selama masa
hamil dan melahirkan ternyata tidak banyak dilakukan. Suplementasi tablet besi
menjadi suatu pilihan yang tepat untuk mencukupi kebutuhan besi ibu selama
hamil. 65 % responden memilih tidak mengonsumsi food supplement sebagai
penambah asupan zat gizi atau vitamin tambahan selama hamil dan setelah
melahirkan. Hanya 35 % responden yang mengonsumsi food supplement karena
mengikuti anjuran dari dokter selama hamil. Mereka yang mengonsumsi food
supplement mengemukakan jenis tablet yang dikonsumsi selama hamil adalah
supplement yang mengandung zat besi untuk penambah darah serta vitamin C
dan E sebagai penambah asupan zat gizi setelah melahirkan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2011), diantara 188
ibu hamil yang mengonsumsi suplemen tablet besi, masih terdapat 40.4 % yang
mengalami anemia. Masih tingginya angka anemia pada ibu hamil walaupun
telah mengonsumsi tablet besi dikarenakan jumlah tablet Fe yang dikonsumsi
oleh ibu kurang dan asupan makanan yang kaya akan zat besi juga sangat rendah.
Penyerapan zat besi akan meningkat dengan konsumsi protein hewani dan
vitamin C. Kopi, teh, garam kalsium, magnesium dan fitat dapat mengikat Fe
sehingga mengurangi jumlah serapan, oleh karena itu sebaiknya tablet Fe
dikonsumsi dengan pangan yang dapat memperbanyak jumlah serapan.
Pantangan terhadap makanan
Pantangan makan masih ditemukan pada ibu setelah melahirkan. Meskipun
tidak semua ibu melakukannya, namun secara umum dapat mempengaruhi
asupan harian seperti energi, protein dan komponen mikronutrien (Barrenes
2009). Terdapat mitos yang berkembang terkait dengan beberapa makanan yang
tidak baik dikonsumsi selama menyusui dan masa nifas.
Pola makan pada ibu setelah melahirkan sebagian besar terbentuk oleh
budaya yang kurang sejalan dengan pola makan yang dianjurkan oleh pedoman
gizi seimbang. Berdasarkan data, pola makan responden setelah melahirkan
sebagian besar tidak seimbang, yakni sebanyak 26 orang (65 %) melakukan
pantangan makan selama 40 hari atau saat masa nifas dengan tidak mengonsumsi
pangan hewani tertentu (ikan atau telur) dengan alasan demi kesehatan setelah
melahirkan. Terdapat kepercayaan masyarakat bahwa ibu setelah melahirkan
tidak boleh makan makanan tertentu agar proses penyembuhan luka cepat
membaik. Padahal bila ibu tidak memperoleh asupan makanan dengan pola gizi
yang seimbang, maka ibu bisa mengalami kurangnya zat gizi tertentu.
Dari 26 responden yang mempunyai pantangan terhadap pangan tertentu,
tidak ada pengaruh ibu dengan berat badan bayi saat lahir. Hanya dua orang
responden yang memiliki pantangan makan selama hamil dengan kelahiran berat
badan bayi di bawah 2.700 g. Kristiyanasari (2010) menyatakan, pantangan
makan yang terjadi saat hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin
dan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR).
Pasca melahirkan dan operasi merupakan fase yang cukup kritis karena
pasien harus berjuang untuk pemulihan tubuhnya. Solusi untuk mempercepat
proses penyembuhan adalah dengan mengonsumsi makanan yang kaya protein,
vitamin dan mineral (Astawan 2009). Salah satu bahan pangan yang sangat
dianjurkan untuk dikonsumsi pasca melahirkan dan operasi adalah ikan gabus.
Manfaat ikan gabus adalah kaya akan albumin dengan jenis protein terbanyak (60
%) di dalam plasma darah manusia. Peran utama albumin di dalam tubuh sangat
penting, yaitu membentuk jaringan sel baru. Tanpa albumin sel-sel di dalam
tubuh akan sulit melakukan regenerasi, sehingga sel-sel menjadi cepat mati dan
tidak berkembang. Albumin inilah yang berperan penting dalam proses
penyembuhan luka.
Makanan yang paling banyak dipantang dan dihindari oleh responden
adalah sumber protein hewani. Responden yang memiliki pantangan terhadap
suatu jenis pangan, rata-rata memilih ikan sebagai makanan yang dihindari
selama masa nifas. Ditinjau dari sisi medis, pola makan yang tidak seimbang dan
beragam adalah kurang baik.
Pada Gambar 9, 80 % responden memilih ikan sebagai jenis pangan yang
dihindari setelah melahirkan. Menurut Syarifuddin (2013), jika ibu memiliki
asupan protein kurang akan menimbulkan dampak negatif bagi ibu tersebut
Persentase (%)
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
80%
6.67%
Daging
6.67%
Ikan
Telur
Jenis pangan yang dihindari
6.67%
Sayuran
Gambar 9. Persentase jenis pangan yang dihindari responden
setelah melahirkan dan dalam masa menyusui
Konsumsi lauk-pauk yang mengandung protein hewani cenderung dibatasi
dan dihindari oleh responden karena berbagai alasan dan asumsi yang didapat
dari keluarga atau lingkungan terdekat. Makan ikan dikhawatirkan menyebabkan
proses penyembuhan luka setelah melahirkan menjadi lebih lama dan ASI yang
dihasilkan akan berbau amis. Konsumsi gizi yang seimbang sangat penting bagi
kesehatan ibu setelah melahirkan. Alasan ini dikemukakan baik saat food recall
yang dilakukan di rumah sakit dan di rumah responden.
Sebagai bahan pangan, ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan
mineral yang sangat baik dan prospektif. Astawan (2004) menyatakan,
keunggulan utama protein ikan dibandingkan produk lainnya terletak pada
kelengkapan komposisi asam aminonya dan kemudahan untuk dicerna. Ikan juga
mengandung asam lemak, terutama asam lemak omega-3 yang sangat penting
bagi kesehatan dan perkembangan otak bayi untuk potensi kecerdasannya.
Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa
responden memiliki informasi pantangan makanan dari orang tua dan lingkungan
terdekat. Walaupun mereka sudah memiliki pengetahuan tentang zat gizi apa saja
yang penting setelah melahirkan, namun karena pengaruh budaya yang kuat,
responden cenderung mengikuti saran yang diberikan oleh keluarga.
Penelitian Sukandar (2007) di Jeneponto Sulawesi Selatan menunjukkan
makanan yang dipantang ibu menyusui sebanyak tujuh jenis, diantaranya, ayam,
ikan pari, udang, cabe rawit, daun kelor, buah pisang dan jantung pisang. Jika ibu
setelah melahirkan mengonsumsi cabe rawit, mereka percaya akan menyebabkan
bayi menjadi diare karena rasa pedas dari cabe terbawa pada ASI. Di daerah
Karnataka India selatan, dilakukan penelitian pada 110 ibu setelah melahirkan
dengan sebagian responden menghindari konsumsi buah pepaya dan terong
selama masa tersebut (Rao et al 2014).
Pendapatan keluarga dan biaya untuk pangan
Sosial ekonomi rumah tangga dapat mempengaruhi kesehatan dan gizi ibu.
Pendapatan keluarga merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan
kualitas makanan dan gizi ibu. Pendapatan keluarga dihitung dari seluruh jumlah
pendapatan anggota keluarga, baik itu dari pekerjaan utama maupun pekerjaan
sampingan. Data pendapatan responden dapat dilihat pada Gambar 8
Gambar 8 menunjukkan sebesar 42.5 % pendapatan responden berkisar
Rp 5.000.000 sampai Rp 7.500.000 per bulan. Apabila terjadi peningkatan
pendapatan pada masyarakat, maka akan menyebabkan peningkatan pengeluaran
yang dialokasikan untuk pangan. Pendapatan keluarga biasanya terkait dengan
daya beli keluarga terhadap sumber-sumber zat gizi keluarga. Masyarakat dengan
pendapatan rendah cenderung sulit untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
45
42.5%
40
Persentase (%)
35
30%
27.5%
30
25
20
15
10
5
0
≤ 5 jt
5 - 7,5 juta
> 7,5 juta
Gambar 8 Distribusi Jumlah Pendapatan Responden per bulan
Tingkat pendapatan juga berpengaruh pada status gizi ibu. Jika pendapatan
berubah secara langsung akan mempengaruhi konsumsi pangan keluarga. Hal ini
dibenarkan oleh Inayah (2007) yang juga menyatakan bahwa meningkatnya
pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas
dan kuantitas pangan yang dibeli.
Pengeluaran keluarga dikelompokkan atas dua bagian, yaitu pengeluaran
pangan dan pengeluaran non pangan. Pengeluaran untuk pangan merupakan hal
yang dapat menggambarkan kondisi ekonomi suatu keluarga. Biaya untuk
pangan mencakup untuk pangan pokok, lauk pauk, sayur, buah, susu, minyak
goreng, dan jajanan keluarga. Pengeluaran pangan dalam keluarga biasanya
dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Besar pengeluaran responden terbagi menjadi dua kategori yaitu
< Rp 2.000.000 dan > Rp 2.000.000. Pengeluaran yang paling mendominasi
responden adalah ≤ Rp 2.000.000 (62.5 %). Pengeluaran pangan sangat erat
kaitannya dengan pendapatan keluarga, sehingga apabila terjadi peningkatan
pendapatan maka akan meningkatkan alokasi pengeluaran untuk pangan.
Responden hampir mengeluarkan 50% dari pendapatannya untuk kebutuhan
pangan setiap bulan. Pengeluaran pangan keluarga di daerah perkotaan menurut
kelompok barang dan golongan pada tahun 2013 rata-rata 414.170
Rp./kapita/bulan (BPS 2013).
Konsumsi Asupan Zat Gizi Ibu Melahirkan
Makanan bagi ibu pasca melahirkan perlu memperhatikan kualitas dari
makanan harus baik dan kuantitas makanan juga harus bergizi. Perbedaan food
recall di rumah sakit dan di rumah terhadap asupan konsumsi responden dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Asupan konsumsi zat gizi responden
Variabel
Energi (kkal)
Protein (g)
Lokasi
Rumah Sakit
Rumah
Standar
AKG
2126a
2436a
2550
54a
85b
76
Lemak (g)
88a
90b
86
Karbohidrat (g)
252a
334a
354
Kalsium (mg)
904a
1121a
1300
Fosfor (mg)
750a
722a
700
Besi (mg)
23a
38b
32
Vit. A (mcg)
702a
876a
850
Vit. C (mg)
67a
102a
100
Keterangan: Tanda aa = signifikan, ab = tidak signifikan
Agar kebutuhan gizi setelah melahirkan terpenuhi, ibu diharapkan
mengonsumsi makanan yang bervariasi dan bergizi lengkap, mulai dari sumber
karbohidrat, lemak, protein, sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral.
Pada responden rata-rata konsumsi asupan gizi di rumah lebih tinggi daripada di
rumah sakit. Kecukupan gizi dihitung berdasarkan AKG yang dianjurkan
menurut kelompok umur. Untuk memenuhi kebutuhan gizi setelah melahirkan,
ibu diharapkan mengonsumsi makanan yang bervariasi dan bergizi lengkap mulai
dari sumber karbohidrat, lemak, protein, serta sayur dan buah sebagai sumber
vitamin dan mineral.
Energi dibutuhkan oleh ibu setelah melahirkan untuk menunjang proses
pertumbuhan dan melakukan aktivitas sehari-hari. Asupan energi responden
masih kurang mencukupi, nilai AKG energi yang dianjurkan untuk ibu
melahirkan adalah 2550 kkal. Namun tingkat asupan konsumsi energi saat di
rumah lebih tinggi daripada dirumah sakit. Hal ini dapat disebabkan beberapa
faktor diantaranya, responden masih belum mempunyai keinginan makan dengan
baik pasca melahirkan, responden kurang menyukai makanan yang disajikan
rumah sakit. Penelitian Anwar et al. (2012) juga mengemukakan alasan pasien
rumah sakit cenderung tidak menghabiskan makanan karena porsi yang terlalu
banyak, tidak sesuai selera, dan makanan yang kurang berbumbu.
Protein mempunyai fungsi yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain,
yaitu membangun dan memelihara sel-sel jaringan tubuh. Begitu juga dengan
lemak yang merupakan sumber energi paling padat. Hasil uji beda rata-rata
menunjukkan protein dan lemak tidak memiliki perbedaan yang signifikan,
namun nilai asupan sudah mencukupi, bahkan melebihi AKG yang dianjurkan.
Hal ini dapat disebabkan responden yang mempunyai pantangan makan protein
hewani tertentu mengganti dengan jenis protein lainnya seperti daging, susu,
tempe, dan sumber kacang-kacang lainnya, sehingga asupan protein ibu per hari
tercukupi.
Sumber karbohidrat yang dikonsumsi oleh responden sebagian besar adalah
beras dan produk olahannya. Diantara tepung-tepungan, terigu punya kadar
protein tertinggi yaitu berkisar 10-14 %, kemudian disusul oleh tepung beras
yang mengandung tujuh persen protein. Protein beras bersifat lebih mudah
dicerna dibandingkan protein terigu, nilai kecernaan protein tepung beras adalah
100 % (yang artinya semua protein didalam tepung beras dapat dicerna secara
sempurna oleh tubuh menjadi bagian-bagian lebih sederhana untuk memudahkan
proses penyerapan), sedangkan terigu hanya 90 % (Astawan 2009).
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh.
Lebih dari 99% kalsium terdapat di tulang. Asupan kalsium pada responden
masih kurang dari AKG yang dianjurkan sekitar 1200-1300mg/hari. Hal ini
diduga ibu tidak mendapatkan cukup kalsium dari sumber makanan dan
mendapatkan dari suplemen kalsium yang mudah diserap. Salah satu mineral
yang kebutuhannya perlu diperhatikan adalah zat besi. Jika kekurangan zat besi
pada tubuh, ibu akan mengalami anemia. ARHP (2013) mengemukakan jenis
protein hewani, seperti hati sapi, merupakan sumber zat besi yang baik.
Sebaiknya mengonsumsi pangan kaya akan zat besi tidak bersamaan dengan
pangan yang menghambat penyerapan zat besi. Zat besi pada ASI lebih baik
diserap oleh bayi dibandingkan zat besi yang berasal dari susu formula. Rata-rata
asupan zat besi yang dikonsumsi oleh responden saat food recall ke 1 adalah 23
mg/hari, dan food recall ke 2 sebesar 38.7 mg/hari. Vitamin tidak kalah penting
dari zat-zat gizi lainnya, vitamin yang perlu diperhatikan saat hamil dan setelah
melahirkan diantaranya vitamin A dan C. Diperlukan vitamin C dari makanan
karena tubuh tidak memiliki enzim L-gulono-α-lactone oxidase yang diperlukan
untuk sintesis vitamin C (WHO 2011).
Rata-rata konsumsi vitamin A saat food recall ke 1 sebesar 1168.4 IU/hari,
dan food recall ke 2 sebesar 2600.8 IU/hari. Jika seorang ibu tidak dapat
memenuhi kebutuhan vitamin A selama melahirkan dan masa menyusui, maka
tubuh ibu akan mengambil cadangan vitamin A dalam hati (WHO 2011).
Vitamin A mempunyai fungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik, serta
kekebalan tubuh setelah melahirkan. Suplementasi pemberian vitamin A dengan
dosis 200.000 IU dalam waktu 20-30 hari setelah melahirkan memiliki dampak
positif pada ibu, namun tidak berpengaruh pada bayi (Martins et al. 2010). Jenis
pangan yang paling banyak dihindari oleh responden adalah ikan, padahal selain
kaya akan protein yang bermutu tinggi, ikan juga mengandung sejumlah vitamin
dan mineral yang berimbang. Vitamin yang banyak terdapat pada ikan adalah
vitamin larut lemak yaitu vitamin A dan D (Astawan 2004).
Hubungan antara Karakteristik Responden dengan Asupan Zat Gizi
Berdasarkan asupan konsumsi pangan ibu melahirkan, tahap selanjutnya
dilakukan uji korelasi antara karakteristik responden dengan asupan zat gizi ibu
setelah melahirkan (Tabel 4).
Tabel 4 Korelasi antara karakteristik responden dengan asupan zat
gizi food recall di rumah
Karakteristik
Responden
Energi
Usia (Tahun)
BB (kg)
Pendidikan
(S1 & D3)
Pekerjaan
Suku
Urutan
Kelahiran
Protein
Lemak
Karbohidrat
IMT
0.369
0.407
(Nilai Probability)
0.425
0.906
0.345
0.599
0.625
0.599
0.966
0.009*
0.12
0.204
0.33
0.001*
0,673
0.001*
0.406
0.542
0.703
0.889
0.74
0.416
0.12
0.374
0.263
0.06*
0.753
0.096*
0.753
0.691
Keterangan: Tanda (*) = terdapat korelasi/signifikan. Dikatakan
signifikan jika nilai ρ < 0.01
IMT = Indeks Massa Tubuh
Energi
Proporsi kebutuhan energi pada ibu pasca melahirkan lebih besar
dibandingkan saat hamil karena ibu membutuhkan banyak asupan makanan dan
zat gizi saat menyusui untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Pada hasil uji
analisis hubungan karakteristik responden dengan energi, hanya urutan kelahiran
yang memiliki hubungan signifikan.
Asupan energi yang berkorelasi dengan urutan kelahiran (Tabel 4) dapat
disebabkan oleh faktor pengetahuan atau informasi ibu yang bertambah tentang
konsumsi dan asupan gizi yang dibutuhkan selama hamil dan melahirkan. Irawati
(2009) menyatakan bahwa kecukupan konsumsi energi ibu menyusui dibutuhkan
untuk menyediakan ASI bagi bayi, terutama pada enam bulan pertama setelah
melahirkan agar status gizi ibu menyusui tetap baik.
Protein
Pada Tabel 4 hasil analisis uji hubungan karakterisik responden dengan
protein, menunjukkan, pendidikan dan suku memiliki hubungan yang signifikan
terhadap protein. Sedangkan untuk karakteristik responden yang lain tidak
memiliki hubungan dengan jumlah konsumsi protein.
Pendidikan memiliki pengaruh terhadap makanan yang dikonsumsi ibu,
semakin tinggi pendidikan dan pengetahuan, maka lebih mudah untuk menerima
informasi tentang asupan dan zat gizi yang diperlukan oleh ibu setelah
melahirkan, serta dapat mengambil keputusan dalam memilih pangan yang
bergizi
Penelitian Falciglia (2014), juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan ibu
akan mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan.
Pengetahuan tersebut akan mempengaruhi asupan makanan yang dikonsumsi ibu
selama hamil dan setelah melahirkan, dan juga akan berpengaruh terhadap status
gizi ibu. Berdasarkan hal tersebut, maka pengetahuan atau pendidikan yang baik
Asupan AKG protein/hari
(g)
harus sejalan dengan status gizi yang baik ataupun normal karena semakin baik
pengetahuan seseorang tentang gizi maka akan semakin baik pula status gizi ibu
tersebut.
Suku juga memiliki korelasi positif dengan asupan protein ibu. Biasanya
suku tertentu memiliki pantangan konsumsi beberapa jenis pangan selama
kehamilan dan setelah melahirkan. Suku dan lingkungan dimana ibu tersebut
tinggal memiliki pengaruh yang besar terhadap apa yang akan dikonsumsi oleh
ibu.
Korelasi positif menunjukkan responden yang bukan merupakan suku
penduduk lokal, memiliki asupan protein yang mencukupi AKG (76 g). Hal ini
diduga besarnya pengaruh lingkungan suku lokal terhadap responden, maka
pantangan pangan tertentu semakin meningkat dan berakibat asupan protein
kurang tercukupi.
Gambar 10 menunjukkan responden yang paling tinggi mencukupi asupan
protein perhari adalah suku minang (89 g/hari), diduga karena suku minang
cenderung mengonsumsi makanan dalam bentuk produk olahan daging.
Responden menyatakan pengolahan makanan yang sering dilakukan suku minang
dengan cara menggoreng dan membuat gulai (Fitriani 2012). Sedangkan untuk
suku dayak yang merupakan suku lokal di kalimantan masih kurang asupan
protein (54 g/hari). Besarnya pengaruh lingkungan suku lokal terhadap
responden, menyebabkan pantangan pangan tertentu semakin meningkat,
sehingga asupan gizi kurang tercukupi
100
89
80
60
70
71
71
73
73
73
74
75
54
40
20
0
Gambar 10. Jenis suku terhadap kecukupan asupan protein perhari
.
Menurut Budiyarti (2010), masyarakat suku banjar memiliki keyakinan
yaitu tradisi, dan budaya berpantang makanan pada ibu setelah melahirkan, yaitu
dengan tidak memakan daging, telur, ikan, dan hati yang dikhawatirkan
menghambat penyembuhan luka setelah melahirkan. Hal ini tentu berbeda
dengan apa yang seharusnya dikonsumsi oleh ibu setelah melahirkan, yaitu
asupan gizi yang cukup agar tidak berdampak buruk pada status gizi ibu.
Lemak
Hasil uji hubungan asupan zat gizi dan karakteristik responden
menunjukkan bahwa konsumsi lemak mempunyai hubungan yang signifikan
dengan urutan kelahiran.
Asupan lemak pada ibu melahirkan rata-rata sudah mencukupi dan sesuai
dengan nilai AKG. Salah satu penyebab yang berkaitan dengan hal tersebut
adalah pola makan ibu yang mungkin lebih baik dari kelahiran sebelumnya,
dimana banyaknya informasi maupun edukasi tentang asupan zat gizi apa saja
yang perlu dipenuhi dalam masa kehamilan dan melahirkan. Namun, jika asupan
lemak berlebih dapat berdampak tidak baik terhadap kesehatan ibu.
Korelasi yang positif menunjukkan semakin tinggi urutan kelahiran ibu
diduga karena aktivitas fisik makin berkurang namun asupan energi yang
berlebih sehingga diubah menjadi lemak, dan proses metabolisme di dalam tubuh
berjalan lambat seiring bertambahnya usia.
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan
gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak) yang sangat sensitif terhadap
perubahan keadaan yang mendadak. Pada uji korelasi hubungan karakteristik
responden dengan IMT, hanya berat badan (BB) yang terdapat hubungan
signifikan dengan IMT.
Pada tabel hubungan karakteristik responden dengan IMT, hanya BB yang
terdapat hubungan signifikan dengan IMT. Sedangkan untuk karakteristik
responden yang lain tidak berhubungan dengan IMT. Berat badan responden
setelah melahirkan berkisar dari 51 kg hingga 91 kg. Perubahan berat badan
biasanya terjadi selama masa kehamilan dan setelah melahirkan, namun
penelitian oleh Neville et al. (2013) dengan memberikan ASI setelah melahirkan
dapat terjadi penurunan BB. Berat Badan merupakan salah satu ukuran
antropometri yang memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak)
yang sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak.
Penilaian status gizi responden dilakukan berdasarkan IMT. Nilai IMT
dibagi menjadi tiga kategori, yaitu IMT <17 masuk dalam kategori kurus, 18-25
kategori normal, 25.1-27 kategori gemuk, dan obesitas jika nilai >30 (Depkes
2010). Status gizi ibu menyusui dipengaruhi oleh pola konsumsi serta kenaikan
BB selama kehamilan dan melahirkan. Baker et al. (2008) memberikan
rekomendasi, ibu yang memberikan ASI pada bayi dapat mengurangi BB enam
bulan setelah melahirkan.
Setelah melahirkan ibu yang memiliki kelebihan BB perlu mengurangi
konsumsi pangan berkadar gula dan kalori tinggi. Jaakkola (2013) juga
berpendapat adanya edukasi tentang pola makan yang baik, dapat membantu
menurunkan risiko pola makan yang tidak sehat dan memilih jenis pangan yang
dikonsumsi agar tidak terjadi obesitas.
Tingkat pendapatan tidak memiliki korelasi apapun dengan energi, protein,
lemak, karbohidrat dan IMT. Pendapatan yang tinggi ternyata tidak selalu
dialokasikan untuk kebutuhan pangan, diduga karena responden lebih
mengalokasikan pendapatan untuk kebutuhan sandang dan papan, serta pengaruh
pendidikan gizi yang tidak didapat secara efektif, padahal pendidikan gizi dapat
diperoleh dari beberapa sumber seperti media cetak dan internet. Penelitian
Sinaga et al. (2013) juga menyatakan beberapa masyarakat yang berpendapatan
dan berpendidikan tinggi cenderung tidak mengubah menu makan keluarga
menjadi lebih bergizi, tetapi lebih mengalokasikan ke hal yang bersifat non
pangan.
Hasil analisis uji antara asupan energi dan IMT menunjukkan tidak terdapat
hubungan antara konsumsi energi dengan IMT. Efek korelasi positif antara
asupan energi dan frekuensi makan terhadap IMT, dapat mengurangi BB selama
12 minggu (Huseinovic et al. 2014).
Bertambahnya BB setelah melahirkan merupakan salah satu penyebab
timbulnya obesitas pada wanita. Perempuan bertambah beratnya sekitar 5 kg
lebih berat pada periode enam sampai 18 bulan setelah melahirkan (Lovelady et
al. 2006). Faktor yang mempengaruhi pertambahan BB ibu adalah keseimbangan
energi yang dipengaruhi oleh asupan energi dan energi yang dikeluarkan. Untuk
mencapai BB yang optimal, diperlukan konsumsi gizi yang sesuai dengan AKG
yang dianjurkan dan direkomendasikan untuk memberikan ASI selama satu tahun
pertama.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Sebanyak 65 % responden masih mempunyai pantangan terhadap
makanan pasca melahirkan dengan alasan proses penyembuhan luka setelah
melahirkan akan berjalan lambat. Jenis pangan yang paling dihindari ibu pasca
melahirkan adalah ikan dengan persentase 80%.
Rata-rata asupan protein pada responden sudah terpenuhi dan sesuai
dengan AKG yang dianjurkan, walaupun mereka memiliki pantangan terhadap
pangan hewani khususnya ikan, mereka dapat mengganti dengan sumber protein
lainnya seperti susu, tempe, dan sumber kacang-kacangan lainnya.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara food recall di rumah sakit dan di
rumah pada asupan energi, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A dan
C. Protein, lemak dan besi yang tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
SARAN
Diharapkan adanya pemberian edukasi gizi seimbang pasca melahirkan
pada ibu hamil trimester 3 agar mengetahui jenis zat gizi yang harus dipenuhi.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah meneliti kondisi sosial ekonomi
masyarakat dan pengaruhnya terhadap pengetahuan ibu pada tabu jenis pangan
tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar I, Herianandita E, Ruslita I. 2012. Evaluasi sistem penyelenggaraan
makanan lunak dan analisis sisa makanan lunak di beberapa rumah sakit di
DKI Jakarta. Gizi Indon 35(2):100-101
[ARHP] Association of Reproductive Health Professionals. 2013. A Quick
Reference Guide for Clinicians, Postpartum Counseling. Washington DC
(Updated July 2013) no:6-7
Aritonang I. 2006. Krisis Ekonomi: Akar Masalah Gizi. Penerbit Media
Pressindo.Yogyakarta
Asmawati, Rahayu I, Ulfah N. 2013. Studi Validasi Semi-Quantitatif Food
frequencyQuestionnaire (FFQ) dan Recall 24 jam terhadap asupan zat gizi
Makro Ibu Hamil di Puskesmas Kassi-Kassi Kota Makassar. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Makassar. Universitas Hasanuddin
Astawan M. 2004. Ikan yang Sedap dan Bergizi. Penerbit Tiga Serangkai. Solo
Astawan M. 2008. Sehat dengan Tempe, Panduan Lengkap Menjaga Kesehatan
dengan Tempe. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta
Astawan
M.
2009.
Ikan
gabus
dibutuhkan
http://cyberman.cbn.net.id [2 Febuari 2016]
pasca
operasi.
Astawan, M. 2009. Panduan Karbohidrat Terlengkap. Penerbit Dian Rakyat.
Jakarta
Ausa ES, Jafar N, Indriasari R. 2013. Hubungan pola makan dan status sosial
ekonomi dengan kejadian KEK pada ibu hamil di kabupaten Gowa tahun
2013. [tesis]. Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Hasanuddin. Makassar
Baker JL, Gamborg M, Heitmann BL, Lissner L, Sorensen TIA, Rasmussen KM.
2008. Breastfeeding reduces postpartum weight retention. Am J Clin Nutr
88 (6): 1543-1551 DOI 10.3945/ajcn.2008.26379
Barennes H, Simmala C, Odermatt P, Thaybouavone T, Valle J, Martinez BU,
Newton P, Strobel M. 2009. Postpartum traditions and nutrition practices
among urban Lao women and their infants in Vientiane, Lao PDR. Eur J
Clin Nutr 63(3): 322-331 DOI 10.1038/sj.ejcn.1602928
Betoko A, Charles MA, Hankard R, Forhan A, Bonet M, Cubizolles MJS. 2013.
Infant feeding patterns over the fisrt year of life: Influence of family
characteristics. Eur J Clin Nutr. 67(6): 631-7. DOI 10.1038/ejcn.2012.200
[BPS]. Badan Pusat Statistik Nasional. 2013. Rata-rata pengeluaran perkapita
sebulan di daerah perkotaan menurut kelompok barang dan golongan
pengeluaran per kapita sebulan tahun 2013. Jakarta.
Budiyarti Y. 2010. Hubungan perilaku berpantang makanan selama masa nifas
dengan status gizi ibu di Banjarmasin [tesis]. Universitas Indonesia. Depok
Chien YC, Huang YJ, Hsu CS, Chao JCJ, Liu JF. 2009. Maternal characteristics
after consumption of an alcoholic soup during the postpartum ‘doing the
month’
ritual.
Public
Health
Nutr
12(3):382-8
DOI
10.1017/S1368980008002152
[DEPKES] Departemen Kesehatan. 2006. Glosarium Data dan Informasi
Kesehatan. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Depkes RI
[DEPKES] Departemen Kesehatan. 2010. Karakteristik Berat Badan dengan IMT
Indonesia. Jakarta:Depkes RI
Dhuha IA, Aminuddin S, Sitti N. 2012. Edukasi gizi terhadap pola konsumsi ibu
hamil anemia dalam upaya perbaikan kadar hemoglobin di puskesmas
Sudiang Raya Makassar. Media Gizi Masyarakat Indonesia. 2(1): 17-21
Durham HA, Lovelady CA, Rebecca J, Katrina M. 2011.Comparison of dietary
intake of overweight postpartum mothers practicing breastfeeding or
formula feeding. J Am Diet Assoc. 111(1):67-74. DOI
10.1016/j.jada.2010.10.001
Dopi ERB. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia ibu
hamil trimester III di puskesmas Puweri Kabupaten Sumba Barat.
[tesis].Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang
Elneim EAA. 2014. Dietary habits during the postpartum period among a sample
lactating women in Sudan. IOSR Journal of Nursing and Health Science.
3(1):1-6
Erna SA, Nurhaedar J, Rahayu I. 2013. Hubungan pola makan dan status sosial
ekonomi dengan kejadian KEK pada ibu hamil di kabupaten Gowa tahun
2013. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar
Falciglia G, Piazza J, Ritcher E, Reinerman C, Lee SY. Nutrition education for
postpartum women. Prim Care Community Health. 5(4): 275-278 DOI:
10.1177/2150131914528515
Fatimah S, Hadju V, Bahar B, Abdullah Z. 2011. Konsumsi dan kadar
hemoglobin pada ibu hamil di kabupaten Maros Sulawesi Selatan. Makara
Kesehatan 15(1): 31-36.
Fitriani S. 2005. Gambaran perilaku ibu hamil berpantang makanan berdasarkan
karakteristik ibu di Puskesmas Gondong Rejo Blitar. [tesis]. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok
Ernawati F, Rosmalina Y, Permanasari Y. 2013. Pengaruh asupan protein ibu
hamil dan panjang badan bayi lahir terhadap kejadian stunting pada anak
usia 12 bulan di kabupaten Bogor. Gizi dan Makanan 36(1):1-11.
Huseinovic E, Winkvist A, Bertz F, Forslund HB, Brekke HK. 2014. Eating
frequency, energy intake and body weight during a successful weight loss
trial in overweight and obese postpartum women. Eur J Clin Nutr.
68(1):71-76 DOI:10.1038/ejcn.2013.200
Inayah HK. 2007. Pengetahuan lokal ibu hamil dan nifas tentang tanda bahaya
kehamilan, persalinan, dan masa nifas di Kota Banjarmasin.
http://118.98.213.22/aridataweb/how/k/kesehatan/12status
gizi
ibu
nifas.pdf[21 April 2014]
Irawati A. 2009. Faktor determinan risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu
menyusui di Indonesia. Gizi dan Makanan PGM. 32(2): 82-93.
Jaakkola J, Hakala P, Isolauri E, Poussa T, Laitinen K. 2013. Eating behavior
influences diet, weight, and central obesity women after pregnancy.
Nutrition 29(10):1209-13 DOI:10.1016/j.nut.2013.03.008
Karima K, Achadi EL. 2012. Status gizi ibu dan berat badan lahir bayi. Kesehatan
Masyarakat Nasional. 7(3): 111-118
Kristiyanasari W. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta : Nuha Medika
Lovelady CA, Kimberly G, Stephenson KG, Kuppler KM, Williams JP. 2006.
The effects of dieting on food and nutrient intake of lactating women. J
Am Diet Assoc. 106(6):908-912 DOI:10.1016/j.jada 2006.03.007
Martins TM, Ferraz IS, Daneluzzi JC, Martinelli CE, Ciampo LAD, Ricco RG.
2010. Impact of maternal vitamin A supplementation on the mother infant
pair in Brazil. Eur J Clin Nutr. 64(11):1302-1307. DOI:
10.1038/ejcn.2010.165
Montgomery KS, Best M, Aniello TB, Phillips JD, Flanigan EH. 2013.
Postpartum weight loss weight struggles, eating, exercise, and
breastfeeding.
J
Holist
Nurs.
31(2):
129-138
DOI:
10.1177/0898010112464120
Mudjajanto ES, Sukandar D. 2007. Food consumption and nutritional status of
breastfeeding mothers and infants. Gizi dan Pangan 2(2):13-25
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta:
Jakarta
Neville CE, Mckinley MC, Holmes VA, Spence D, Woodside JV. 2013. The
relationship between breastfeeding and postpartum weight change a
systematic review and critical evaluation. Int J Obes. 38(4):577-590.
DOI:10.1038
Puji AE, Satriani S, Nadimin, Fadliyah F. 2010. Hubungan pengetahuan ibu dan
pola konsumsi dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di Puskesmas
Kassi-Kassi. Gizi Pangan 10(2): 50-51.
Rao CR, Dhanaya SM, Ashok K, Niroop SB. 2014. Assesment of cultural beliefs
and practices during the postnatal period in a coastal town of South India –
A mixed method research study. GJMEDPH 3(5): 1-8
Rusli AR, Meiyuntariningsih T, Warni WE.2011. Perbedaan depresi pasca
melahirkan pada ibu primapara ditinjau dari usia ibu hamil. INSAN 13(1):
21-31
[SDKI] Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. 2013. Angka Kematian Ibu
di Indonesia. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Jakarta
Sinaga RJR, Lubis SN, Darus MB. 2013. Kajian faktor-faktor sosial ekonomi
masyarakat terhadap ketahanan pangan rumah tangga di Medan. Social
Economic of Agriculture and Agribusiness 2(5): 6-7
Sukandar D. 2007. Makanan tabu di Barito Kuala Kalimantan Selatan. Gizi
Pangan 2(2): 44-48
Supariasa NDI, Bakri B, Fajar I. 2008. Penilaian Status Gizi. Jakarta:EGC
Widen EM, Gallagher D. 2014. Body composition changes in pregnancy:
measurement, predictors and outcomes. Eur J Clin Nutr 68(6):643-652
DOI 10.1038
[WHO] World Health Organization. 2011. Guideline: Vitamin A supplementation
in postpartum women. Oktober 2011
Yani IR, Dwiyanti D, Novelasari. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku ibu laktasi dalam memberikan ASI di 6 kabupaten/kota di
provinsi Sumatera Barat. Gizi dan Makanan PGM 32(2): 101-111
Yuli K. 2008. Pendidikan dan pengetahuan gizi ibu hamil. Informasi Kesehatan
8(1): 1-9
Zakaria, Rosmini, Tamrin, A. 2007. Gambaran asupan makanan dan gizi ibu nifas
rawat inap di Rumah Sakit Umum Daya kota Makassar Tahun 2007.
Media Gizi Pangan 2(6): 35-38.
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Formulir Kuisioner
Nama responden
:
Alamat
:
Tanggal wawancara
:
Kode responden
:
1. Profil Keluarga
No Anggota
Umur
.
-
Pendidikan
Pendapatan keluarga (Gaji,dll)
Pengeluaran untuk pangan 1 bulan
Pekerjaan
: Rp
: Rp
2. Faktor tabu dalam konsumsi pangan
- Apakah ibu mempunyai pantangan terhadap pangan tertentu ?
a. Ya
b. Tidak
- Jika ya, apa saja pantangan pangan yang dimakan beserta alasannya ?
No Pangan / Makanan
Alasan
-
Apakah ibu mempunyai masalah dalam keluarnya ASI ?
a. Ya
b. Tidak
Apakah ibu mengonsumsi food supplement ?
a. Ya
b. Tidak
Pendapatan
Lampiran 2
FORMULIR food recall 24 JAM
No. Responden :
Nama
:
Umur
:
Tinggi Badan :
Berat Badan
:
Hari ke:
Waktu
makan
Nama
makanan
Bahan
Bahan
Penyusun
Banyaknya
Energi
URT Gram (Kal)
ZatGizi
Protein Lemak
(g)
(g)
Pagi
Antara Pagi
dan Siang
Siang
Antara
Siang dan
Sore
Malam
Jumlah
Keterangan:
URT : Ukuran Rumah Tangga, misalnya : piring, mangkok, potong,
sendok, gelas,dan lain-lain
Vitamin
(mg/100g)
Lampiran 3.
Data berat badan bayi
BB Bayi
Frekuensi (orang)
Persentase
(%)
2300-2750
6
15
2800-3050
15
37.5
3100-4100
19
47.5
Download