II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sate Sate merupakan makanan

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sate
Sate merupakan makanan tradisional Indonesia yang umumnya berbahan dasar
ikan atau daging yang disajikan dengan berbagai macam bumbu bergantung pada
variasi resep sate. Sate kemudian dibakar di atas bara api sampai matang sambil dibolak
– balik dan diolesi sedikit minyak goring atau santan kental (Boga, 2014).
Sate diketahui berasal dari Jawa dan dapat ditemukan di daerah manapun di
Indonesia dan telah dianggap sebagai salah satu masakan nasional Indonesia.Indonesia
adalah negeri asal mula sate, dan hidangan ini dikenal luas di hampir seluruh wilayah di
Indonesia dan dianggap sebagai masakan nasional dan salah satu hidangan terbaik
Indonesia(Anon, 2015).
Sate adalah hidangan yang sangat populer di Indonesia, dengan berbagai suku
bangsa dan tradisi seni memasak telah menghasilkan berbagai jenis sate. Di Indonesia,
sate dapat diperoleh dari pedagang sate keliling, pedagang kaki lima di warung tepi
jalan, hingga di restoran kelas atas, serta kerap disajikan dalam pesta. Resep dan cara
pembuatan sate beraneka ragam bergantung variasi dan resep masing-masing daerah.
Hampir segala jenis daging dapat dibuat sate. Sebagai negara asal mula sate, Indonesia
memiliki variasi resep sate yang kaya.Biasanya sate diberi saus. Saus ini bisa berupa
bumbu kecap, bumbu kacang, atau yang lainnya, biasanya disertai acar dari irisan
bawang merah, mentimun, dan cabai rawit. Sate dimakan dengan nasi hangat atau, kalau
di beberapa daerah disajikan dengan lontong atau ketupat (Anon, 2015)
5
6
Indonesia memiliki koleksi jenis sate paling kaya di dunia. Variasi sate di
Indonesia biasanya dinamakan berdasarkan tempat asal resep sate tersebut, jenis
dagingnya, bahannya, atau proses pembuatannya. Beberapa jenis sate khas daerah di
Indonesia yaitu sate Madura, sate Padang, sate Ponorogo, sate Blora, sate Banjar, sate
Makassar, sate kambing, sate kelinci, sate lilit (Anon, 2010).
Sate lilit merupakan salah satu variasi sate dari Bali. Sate ini terbuat dari daging
cincang berbahan daging sapi, ayam, ikan, babi, atau kura-kura. Daging cincang ini
dicampur kelapa parut, santan kental, jeruk nipis, bawang merah, dan merica. Adonan
ini kemudian dibungkus melilit tusukan bambu, batang tebu, atau batang serai, lalu
dipanggang di atas bara arang (Anon, 2015).
2.2 Adonan Sate Lilit (Luluh)dan Sate Lilit
Sate lilit ikan laut khas Bali terbuat dari ikan laut cincangdicampur parutan
kelapa lalu dililitkan ketusukan sate yang terbuat dari pelepahkelapa. Sate kemudian
dibakar di atas baraapi. Hasilnya adalah sate dengan teksturlembut dengan rempahrempah khas Bali (Karisna, 2013).
Luluh merupakan adonan sate lilit yang belum dibakar dan masih setengah jadi.
Selama ini, luluh dibuat langsung sebelum dibakar dengan jumlah yang terbatas,
sementara penyiapan bahan-bahannya relatif rumit.Produksi secara massal dan
memudahkan distribusi serta pengurangan biaya bisa dilakukan denganpengemasan
secara vakum dan disimpan pada suhu dingin dan beku dalam freezer untuk membuat
adonan lebih tahan lama. Adonan sate lilit menggunakan kelapa parut muda dan ikan
sebagai bahan utama dalam pembuatan masakan ini.Kelapa parut ini dicampur
denganikan laut cincang dengan bumbu-bumbu antara lain: cabai rawit, bawang putih,
7
bawang merah, jahe, kunyit, kencur, terasi,merica, serai, lengkuas, garam, dan gula
merah.
2.3 Bahan Baku Adonan Sate Lilit
Secara umum adonan sate lilit terbuat dari campuran daging atau ikan laut
dicampur dengan parutan kelapa dan bumbu rempah khas Bali. Dalam penelitin ini,
dipilih ikan marlin sebagai bahan baku pembuatan adonan sate lilit dicampur dengan
parutan kelapa dan bumbu rempah khas Bali.
2.3.1 Ikan
Ikan sebagai sumber bahan makanan hewani yang mengandung protein tinggi
dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai
biologisnya mencapai 90%, dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna.
Hal paling penting adalah harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan sumber
protein hewani yang lain. Ikan juga dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan, pakan
ternak, dan lainnya.Kandungan kimia, ukuran, dan nilai gizi yang terdapat pada ikan
tergantung pada jenis, umur ke tingkat kematangan, dan kondisi tempat hidupnya
(Adwyah, 2006).
Kelebihan produk perikanan dibanding dengan produk hewani lainnya sebagai
berikut:
1. Kandungan protein yang cukup tinggi (20%) dalam tubuh ikan tersusun oleh
asam-asam amino yang berpola mendekati pola kebutuhan asam amino dalam
tubuh manusia.
2. Daging ikan mudah dicerna oleh tubuh karena mengandung sedikit tenunan
pengikat (tendon).
8
3. Daging ikan mengandung asam-asam lemak tak jenuh dengan kadar kolesterol
sangat rendah yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
4. Selain itu, daging ikan mengandung sejumlah mineral seperti K, Cl, P, S, Mg,
Ca, Fe, Ma, Zn, F, Ar, Cu dan Y, serta vitamin A dan D dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia (Adwyah, 2006).
Selain memiliki kelebihan, ikan juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu:
1. Kandungan air yang tinggi (80%), pH tubuh ikan yang mendekati netral, dan
daging ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis menyebabkan
daging sangat lunak, sehingga menjadi media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri pembusuk.
2. Kandungan asam lemak tak jenuh mengakibatkan daging ikan mudah mengalami
proses oksidasi sehingga menyebabkannya berbau tengik (Adwyah, 2006).
Proses pembusukan pada ikan disebabkan oleh aktivitas enzim, mikroorganisme,
dan oksidasi dalam tubuh ikan itu sendiri dengan perubahan seperti timbul bau busuk,
daging menjadi kaku, sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang maupun tubuh
bagian luar (Adwyah, 2006). Kekurangan yang terdapat pada ikan dapat menghambat
usaha pemasaran hasil perikanan, tidak jarang menimbulkan kerugian besar terutama
disaat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, diperlukan proses pengolahan untuk
menambah nilai, baik dari segi gizi, rasa, bau, bentuk/ tekstur, maupun daya awet ikan
(Adwyah, 2006).
9
2.3.1.1 Ikan Marlin
Taksonomi ikan Marlin (Xiphias gladius) yaitu:
Phylum :Chordata
Sub Phylum :Vertebrata
Class :Asteichthyes
Ordo :Perciformer
Family :Scombroidei
Genus :Xiphias
Species :Xiphias gladius (Anonim, 2013)
Ikan marlin terdiri dari ± 5 species dan hidup di daerah yang bersuhu tropis di
seluruh dunia, dikedalaman 400-500 meter dibawah permukaan laut dan mengadakan
migasi (Ruaya) untuk bertelur. Badannya berbentuk cerutu dan panjangnya kira-kira
14,5 ft (4,5 meter) dan beratnya 1190 pounds (540 kg) untuk marlin terbesar yang
pernah ditemukan. Ikan ini termasuk ikan perenang cepat, dan termasuk ikan pemakan
daging atau carnivore (Anonim, 2013).
Ikan marlin merupakan pilihan bahan baku olahan pangan, karena ikan ini
memiliki tekstur daging yang sangat cocok untuk diolah menjadi pangan dan
mengandung gizi yang tinggi termasuk DHA dan Omega 3. Berat ikan Marlin yang
diproduksi memiliki berat minimal 100 kg per ekornya supaya persentase kesusutannya
tidak terlalu besar. Ikan marlin dengan berat diatas 100 kg hasil yang dapat diperoleh
sekitar 40-50% dan berat dibawah 100 kg hasil yang diperoleh hanya sekitar 25-30%
saja (Hariadi, 2013). Dalam 100 g ikan marlin mengandung protein 22% ;
lemak 1,70% ; kadar air 74% ; kadar abu 2,30% (Khomsan,2004).
10
2.3.2Kelapa
Buah Kelapa ( Cocus nucifera L. ) adalah tumbuhan monokotil golongan palem
yang banyak dibudidayakan di daerah tropis terutama di negara Asia. Buah kelapa
mempunyai jenis dan ciri yang berbeda – beda. Jenis kelapa dapat mempengaruhi
proporsi komponen buah kelapa.Tempurung terbentuk pada bulan ketiga dan mencapai
berat maksimum pada bulan kesembilan.Daging buah mulai dapat dilihat pada bulan
ketujuh dan mencapai berat maksimum pada bulan ke dua belas.Pada bulan ketujuh saat
berat buah maksimum tercapai berat sabut 62%, tempurung 7%, dan daging buah 1%.
Pada saat dipetik pada umur 12 bulan berat sabut adalah 56.3% , tempurung 17% dan
daging buah 26.5%. Suhardiyono (1988) dalam Wardhany (2004).
Daging buah merupakan salah satu bagian yang tidak asing lagi. Kompisisi
kimia daging buah antara lain ditentukan oleh umur buah, dan pada Tabel 1, disajikan
komposisi kimia daging buah kelapa dari berbagai tingkat kematangan.
Tabel 1.Komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan.
Komposisi Kimia
Buah
Buah
Buah Tua
(dalam 100 g )
Muda
Setengah Tua
Kalori (kal)
68.0
180.0
359.0
Protein ( g )
1.0
4.0
3.4
Lemak ( g )
0.9
13.0
34.7
Karbohidrat ( g )
14.0
10.0
14.0
Kalsium ( mg )
17.0
8.0
21.0
Fosfor ( mg )
30.0
35.0
21.0
Besi ( mg )
1.0
1.3
2.0
Aktivitas vitamin A ( Iu )
0.0
10.0
0.0
Thiamin ( mg )
0.0
0.5
0.1
Asam askorbat ( mg )
4.0
4.0
2.0
Air ( g )
83.3
70.0
46.9
Bagian yang dapat dimakan ( g )
53.0
53.0
53.0
Sumber : Ketaren (2008)
11
2.3.3 Bumbu adonan sate lilit
1. Bawang Merah
Bawang merah merupakan tanaman semusim dengan umbi berlapis yang
terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang membesar dan bersatu.Bawang Merah
diketahui banyak mengandung minyak atsiri, sikloalilin, metilallin, dihidroallin,
flavonglikosida,
kuersetin,
saponin,
peptida,
fitohormon,
vitamin,
dan
zatpati.Bawang Merah berkhasiat untuk membantu mengatasi batuk, demam,
kencing manis, dan sebagai obat cacing. Fungsi bawang merah sebagai bumbu
masak utama, untuk menambah rasa masakan dan aroma masakan agar lebih
lezat dan menarik (AAK,1998).Sate lilit juga menggunakan bawang merah yang
berfungsi sebagai bumbu sate dengan cara dihaluskan lalu ditumis bersama
bumbu lainnya.
2. Bawang Putih
Bawang putih digunakan sebagai bumbuyang digunakan hampir di setiap
makanan dan masakan Indonesia dan berfungsi sebagai penambah rasa gurih.
Kandungan bawang putihterdiri minyak uap komposisi asam garam belerang,
protein, minyak (lemak), juga mengandung vitamin B, C, dan E, mengandung
mineral, fosfor, megnesium, kalsium, yodium, besi, potasium, sodium
(AAK,1998).Sate Lilit menggunakan bawang putih yang berfungsi sebagai
bumbu sate dengan cara dihaluskan dan ditumis bersama bumbu lainnya.
3. Lengkuas
Lengkuas atau laos (Alpinia galanga) merupakan salah satu tanaman
monokotil yang bagian rimpangnya dimanfaatkan untuk memberikan aroma
12
yang khas dan mengawetkan makanan. Selain itu, lengkuas juga berfungsi untuk
menurunkan pH makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba
pembusuk (Winarno et al. 1990).
4. Merica
Merica atau lada adalah sebuah tanaman yang kaya akan kandungan
kimia, seperti minyak lada, minyak lemak, dan juga pati. Lada bersifat sedikit
pahit, pedas, dan hangat.Manfaat lada menimbulkan rasa pedas yang gurih dan
menyedapkan makanan (Zaitsev et al. 1969 dalam Utami 2010).
5. Cabai merah
Cabe Merah
merupakan salah satu bumbu dasar untuk penyedap
rasa,penambah rasa pedas dan penambah warna pada masakan.Jika cabe dibelah,
maka kita akan menemukan tangkai putih di dalamnya yang mengandung zat
capsaicin yang seperti minyak dan menyengat sel-sel pengecap lidah. Zat inilah
yang mengakibatkan cabe menjadi pedas dan panas di lidah ketika kita
mengonsumsinya.Tapi zat ini yang membuat orang ketagihandan kecanduan saat
menyantap makanan (Hanan 1996 dalam Utami 2010).
6. Cabai rawit
Cabai rawitadalah buah dan tumbuhan digunakan sebagai bumbu
masakan memberi rasa lebih pedas dari pada cabe merah (Utami, 2010).Sate
Lilit juga menggunakan cabe rawit yang berfungsi sebagai bumbu sate dengan
cara dihaluskan dan ditumis bersama bumbu lainnya.
13
7. Kencur
Kencur termasuk suku tumbuhan Zingiberaceae dan digolongkan sebagai
tanaman jenis empon-empon yang mempunyai daging buah paling lunak dan
tidak berserat.Kencur merupakan tumbuh subur di daerah dataran rendah atau
pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air.Kencur
mempunyai aroma yang spesifik. Fungsi kencur adalah sebagai penambah rasa
dan aroma masakan (Utami, 2010).
8. Kunyit
Kunyit mempunyai rimpang berwarna kuning keorange yang sering
digunakan untuk campuran ramuan jamu. Selain untuk bumbu kunyit ini juga
dapat
digunakan
untuk
minuman
yang
menjaga
tubuh
sehat,mempunyai aroma yang khas.Fungsi kunyit sebagai
agar
tetap
penambah rasa ,
aroma masakan dan memberi warna alami pada masakan (Winarno, 2004).
9. Kemiri
Kemiri dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempah-rempah agar
masakan lebih mantap.Sate Lilit juga menggunakan cabe rawit yang berfungsi
sebagai bumbu sate dengan cara dihaluskan dan ditumis bersama bumbu lainnya.
10. Daun Jeruk
Daun jeruk adalah merupakan tumbuhan yang dimanfaatkan terutama
buahdan
daunnyasebagai
bumbu
penyedap
masakan.Sate
Lilit
juga
menggunakan daun jeruk yang berfungsi sebagai bumbu sate dengan cara
dihaluskan dan ditumis bersama bumbu lainnya dan dipotong tipis-tipis lalu
dicampurkan pada adonan sate.
14
11. Jahe
Jahe berfungsi sebagai penyedap rasa agar masakan lebih segar dan bisa
digunakan untuk penghilang rasa amis dalam ikan maupun ayam (Utami, 2010).
Sate Lilit juga menggunakan jahe yang berfungsi sebagai bumbu sate dengan
cara dihaluskan dan ditumis bersama bumbu lainnya.
12. Garam
Garam merupakan bahan tambahan yang paling umum dan paling banyak
digunakan dalam proses pengolahan bahan pangan. Garam dalam bahan pangan
ditambahkan sebagai penegas cita rasa dan berfungsi sebagai pengawet.Garam
sebagai bahan pengawet karena kemampuannya untuk menarik air keluar dari
jaringan (Afrianto, 2005).
13. Gula merah
Gula merah berfungsi sebagai penambah rasa manis dan penambah
warna masakan. Gula ini memiliki warna dan rasa lebih tajam dari gula jawa
yang biasa digunakan.Gula aren digunakan untuk membuat isi atau unti Klaudan
(Desrosier 1077 dalam Utami 2010).
14. Daun salam
Daun salam merupakan bagian dari pohon salam (Syzygium polyanthum)
yang biasa digunakan sebagai rempah pengharum masakan karena aroma yang
dihasilkan oleh komponen volatil yang dikandungnya. Rempah ini memberikan
aroma herba yang khas namun tidak keras. Komposisi daun salam kering
terdapat sekitar 0,17% minyak esensial dengan komponen penting eugenol dan
metil kavikol di dalamnya (Utami, 2008).
15
15. Minyak Goreng
Minyak yang biasa digunakan untuk menggoreng adalah minyak yang
berasal dari tumbuhan atau minyak nabati. Minyak goreng berfungsi untuk
memperbaiki tekstur fisik bahan pangan dan sebagai penghantar panas sehingga
proses pemanasan menjadi lebih efisien dibanding proses pemanggangan dan
perebusan. Proses penggorengan juga dapat meningkatkan cita rasa, kandungan
gizi dan daya awet serta menambah nilai kalori bahan pangan (Winarno, 1997).
2.4 Proses Produksi Sate Lilit secara Umum
Menurut Ayu (2011), sate lilit dibuat melalui tahapan persiapan, pengukusan,
penumisan, pencampuran, pemanggangan (adonan sate dibakar ).Pada tahap persiapan,
semua bahan dan alat yang digunakan dalam proses produksi sate lilit disiapkan seperti
ikan marlin dipotong dan dibersihkan, kelapa yang sudah dikupas kemudian diparut, dan
bumbu-bumbu rempah ditumbuk.Pada tahap pengukusan ini, ikan marlin yang sudah
dibersihkan dan dipotong kemudian dikukus menggunakan panci tertutup hingga bahan
empuk. Tujuan dari pengukusan ikan ini adalah agar memudahkan saat pencampuran
dengan bahan baku lainnya seperti kelapa parut dan bumbu-bumbu rempah khas Bali
dan membuat rasa sate menjadi lebih gurih. Bumbu seperti cabai rawit, bawang putih,
bawang merah, jahe, kunyit, kencur, terasi,merica, lengkuas, kemiri yang sudah
ditumbuk halus kemudian ditumis dengan sedikit minyak hinga matang dan berbau
harum.Pada tahap pencampuran pertama yaitu ikan marlin yang sudah dicincang
dicampur dengan bumbu halus yang sudah ditumis ditambahkan serai, gula merah cair,
dan garam aduk hingga rata.Tahap pencampuran yang kedua ikan marlin yang sudah
tercampur bumbu halus dicampur dengan kelapa yang sudah diparut.Adonan sate lilit
16
yang sudah tercampur merata dililitkan pada batang pelepah kelapa atau sebatang
bamboo, kemudian adonan dibentuk dengan cara dikepal hingga berbentuk
lonjong.Tahap pemanggangan merupakan tahap akhir dari proses pembuatan sate lilit.
Adonan sate lilit yang sudah dililitkan di batang pelepah kepala atau bambu kemudian
dibakar di atas bara api , dibolak balik hingga semua adonan terpanggang dengan
merata.Diagram alir pembuatan adonan sate lilit dapat dilihat pada Gambar 1.
Ikan Marlin
Bumbu
Kelapa Parut
Pengukusan
Penumisan
Pencampuran
Adonan sate lilit
(luluh)
Pelilitan sate
Pemanggangan
Sate Lilit
Gambar 1. Diagam alir pembuatan sate lilit (Ayu, 2011)
2.5 Kemasan
Menurut Klimchuk dan Krasovec (2006) mengemas merupakan tindakan
membungkus atau menutup suatu barang atau sekelompok barang, sedangkan kemasan,
mengacu pada objek fisik itu sendiri seperti karton, kontainer, atau bungkusan.
17
Pengemasan merupakan cara untuk memberikan sekeliling yang tepatbagi bahan
pangan. Pengemasan sebagian besar digunakan untuk membatasi antara bahan pangan
dan keadaan normal di sekelilingnya untuk menunda proses kerusakan dalam jangka
waktu tertentu yang diinginkan sehingga mutu dan daya gunanya dapat dipertahankan
dalam waktu yang lebih lama (Buckle et al.,1997).
Perkembangan dunia pengemas saat ini menempatkan plastik sebagai bahan
yang sangat penting dalam industri pengemasan. Plastik memiliki beberapa kelebihan
yang tidak dimiliki oleh bahan pengemas lainnya yaitu harga relatif murah, warna dan
bentuk lebih disukai konsumen, biaya transportasi yang diperlukan cukup murah, dapat
dibentuk berbagai rupa (Susanto dan Sucipta, 1994)
2.5.1 Fungsi dan Jenis Kemasan
Kemasan memiliki peran dan fungsi yang besar dalam usaha makanan dan
minuman.Pada praktik industri pangan modern, kemasan merupakan faktor penting
dalam upaya untuk memastikan bahwa makanan dan minuman yang dihasikan mudah
dipasarkan dan aman. Proses pengemasan yang baik dapat mengendalikan proses
penurunan mutu suatu produk pangan sehingga produk tersebut dapat diterima dan
dikonsumsi konsumen.
Yuyun dan Gunarsa (2011) menjelaskan kemasan memiliki fungsi sebagai
berikut : (1) Fungsi Trasisional yaitu, fungsi kemasan dilihat dari fungsi tradisionalnya
yaitu hanya untuk membungkus makanan dan minuman agar mudah dibawa dan tidak
tumpah ; (2) Fungsi Keamanan dan Manfaat yaitu, kemajuan teknologi dibidang pangan,
banyaknya kasus keracunan pangan dan tuntutan akan kualitas makanan yang dijual
ternyata menjadikan kemasan tidak hanya sekedar pelindung, tetapi sebagai sarana
18
pengawetan. Kemasan tidak mengandung bahan berbahaya yang dapat menimbulkan
keracunan, kesakitan, atau kematian pada orang yang mengkonsumsinya. Kemasan
pangan harus melindungi makanan dan minuman dari ancaman bahaya fisik, kimia dan
biologis yang dapat timbul selama proses produksi sampai distribusi ; (3) Fungsi
Marketing yaitu, produk makanan dan minuman diproduksi dalam jumlah besar dan
beragam, fungsi marketing suatu produk menjadi tuntutan yang luar biasa ditengah
persaingan yang mendunia. Serbuan produk impor dan perusahaan besar yang sering
membuat konsumen bingung.Hal inilah yang mewajibkan suatu kemasan makanan dapat
memberikan identitas bagi produk yang ditawarkan.
Jenis-jenis kemasan untuk makanan dan minuman meliputi gelas atau kaca,
logam, kertas karton, dan plastik.Gelas atau kaca merupakan bahan kemasan yang
terbuat dari tanah lempung, soda abu, pasir silica, serta bahan kimia lainnya yang
dibentuk pada suhu tertentu.Logam adalah pelindung pangan.Kemasan logam dibuat
dari timah, almunium dan baja.Jenis kemasan logam terdiri dari kaleng almunium dan
almunium foil.Bahan kemasan yang berasal dari kertas dan bisa dibentuk sesuai dengan
keinginan.Misalnya, dibentuk kotak atau segitiga.Tujuan pengemasan menggunakan
kertas karton agar makanan dan minuman tidak mudah rusak secara fisik.Sifat pastik
memiliki sifat yang kuat, fleksibel (mudah dibentuk, lembek, atau kaku) tidak mudah
korosif, mudah penangannya, harga murah dan mudah didapatkan (Gunarsa, 2011).
2.5.2 Jenis Pengemas Plastik
Bahan
kemasan
disebutpolimerisasi
plastik
dengan
dibuat
dan
menggunakan
disusun
bahan
melalui
mentah
proses
yang
monomer,
yang
tersusunsambung-menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Dalam plastik
19
jugaterkandung beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat
fisikokimia plastik itu sendiri.Bahan aditif yang ditambahkan tersebut disebutkomponen
nonplastik yang berupa senyawa anorganik atau organik yang memilikiberat molekul
rendah.Bahan aditif dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan,penyerap sinar UV,
anti lekat dan masih banyak lagi (Winarno, 1994).
Sifat terpenting bahan kemasan yang digunakan meliputi permeabilitasgas dan
uap air, bentuk dan permukaannya. Permeabilitas uap air dan gas, sertaluas permukaan
kemasan mempengaruhi jumlah gas yang baik dan luaspermukaan yang kecil
menyebabkan masa simpan produk lebih lama.
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulandibanding
bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat,termoplatis dan
selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O 2 , CO 2 . Sifatpermeabilitas plastik
terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampuberperan memodifikasi ruang
kemas selama penyimpanan (Winarno, 1987)dalam (Nurminah, 2002).(Ryalldan Lipton,
1972) dalam (Nurminah, 2002) menambahkan bahwa plastik juga merupakan jenis
kemasanyang dapat menarik selera konsumen.
1)
Polipropilen (PP)
Polipropilen dikembangkan sejak tahun 1950.Polipropilen berasal dari monomer
propilena yang diperoleh dari pemurnian minyak bumi. Polipropilena merupakan jenis
bahan baku plastik yang ringan, densitas 0,90 – 0,92 per cm3, memiliki kekerasan dan
kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan
adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan
polipropilena memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap
20
pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi.Plastik
polypropylene merupakan jenis plastik yang baik sebagai barrier terhadap uap air pada
produk karena memiliki permeabilitas uap air yang rendah (Manley, 2000).
Permeabilitas uap air rendah (680 cc/mm/cm2/cm Hg)1010, permeabilitas gas oksigen
tinggi (23 cc/mm/cm2/cm Hg)1010. Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak, baik
untuk kemasan sari buah dan minyak.Tidak berpengaruh oleh pelarut pada suhu kamar
kecuali HCl. Tidak mudah sobek sehingga memudahkan dalam penanganan dan
distribusi (Susanto dan Sucipta, 1994).
Polipropilen termasuk jenis plastik olifein, lebih kaku dari polietilen, memiliki
kekuatan tarik dan kejernihan lebih baik dari polietilen serta permeabilitas uap air
rendah.Suhu leleh polipropilen sekitar 150oC, sehingga dapat digunakan untuk kemasan
yangmemerlukan sterilisasi dan kemasan produk yang dapat dipanaskan langsung di
oven atau direbus (Syarief dan Halid 1993).Sifat-sifat kemasan polypropylene (PP)
menurut Buckle et al., (2007) antara lain sebagai berikut:
1. Mengkilap dan tidak mudah sobek.
2. Plastik polypropylene lebih kaku daripada polyethylene.
3. Memiliki daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah.
4. Memiliki ketahanan yang baik terhadap lemak.
2)
Polietilen (PE)
Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel,mempunyai
kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Denganpemanasan akan menjadi
lunak dan mencair pada suhu 110oC. Berdasarkan sifatpermeabilitasnya yang rendah
serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, polietilenmempunyai ketebalan 0.001 sampai
21
0.01 inchi, yang banyak digunakan sebagaipengemas makanan, karena sifatnya yang
thermoplastik, polietilen mudah dibuatkantung dengan derajat kerapatan yang baik
(Sacharow, 1970)dalam (Nurminah , 2002).Konversi etilen menjadi polietilen (PE)
secara komersial semula dilakukandengan tekanan tinggi, namun ditemukan cara tanpa
tekanan tinggi. Reaksi yangterjadi adalah sebagai berikut:
n(CH2= CH2) (-CH2-CH2-)n
Etilen
polimerisasi
Polietilen
Polietilen dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen yangdiperoleh
dari hasil samping dari industri minyak dan batubara. Prosespolimerisasi yang dilakukan
ada dua macam, yaitu pertama dengan polimerisasiyang dijalankan dalam bejana
bertekanan tinggi (1000-3000 atm) menghasilkanmolekul makro dengan banyak
percabangan yakni campuran dari rantai lurus danbercabang. Cara kedua, polimerisasi
dalam bejana bertekanan rendah (10-40atm) menghasilkan molekul makro berantai lurus
dan tersusun paralel.
3)
Plastik campuran polietilen dan poliamida
Plastik campuran bahan polietilen dan poliamida digunakan untuk membungkus
sayur, buah, daging yang hampa udara dan siap dimasak / dimakan.Plastik campuran
polyethylene dan poliamida (nylon bag) memiliki barrier yang sangat baik (pori-pori
kecil) sehingga udara tidakbebas untuk dapat keluar masuk dan produk anda tetap
terbebas dari oksigen (Slave, 2010).
Nilon atau poliamida (PA) diperoleh dengan cara kondensasi polimer
(polikondensasi) dari asam amino atau diamina dengan asam dua karboksilat (di-acid).
22
Dahulu digunakan untuk industri tekstil, tapi saat ini sudah digunakan sebagai film
kemasan, dengan nama dagang Nypel, Ultramid, X-tal, Zytel, capran dan Rilsan.
Poliamida tergolong thermoplastik non etilen dengan sifat-sifat sebagai berikut :
1. Bersifat inert, tahan panas dan mempunyai sifat-sifat mekanis yang istimewa
(elongation, tensile strength, tear strength, folding endurance)
2. Tahan terhadap asam encer dan basa, tidak tahan asam kuat dan pengoksidasi
3. Tidak berasa, tidak berbau, dan tidak beracun
4. Larut dalam asam formal dan penol
5. Cukup kedap gas, tetapi tidak kedap air
6. Dapat mengkerut karena perubahan kelembaban, atau dapat mengembang dan
menyerap air hingga 8%
7. Tahan terhadap suhu tinggi, dan baik digunakan untuk kemasan bahan yang
dimasak di dalam kemasannya, seperti nasi instan, serta untuk produk – produk
yang disterilisasi, dan untuk kemas hampa.
Nilon dilapiskan secara kombinasi dengan bahan lain sehingga diperoleh sifat
kemasan yang inert dan permeabilitasnya rendah. Nilon dapat digunakan untuk semua
jenis makanan kecuali susu dan produk – produk susu.
2.6 Kemasan Vakum
Kemasan vakum merupakan salah satu aplikasi teknologi pengemasan dengan
menggunakan kantong plastik vakum (vakum pack).Pengemasan vakum atau hermetic
selama penyimpanan dapat didefenisikan sebagai suatu pengemasan terhadap produk
pangan sehingga produk di dalamnya terlindung dari pertukaran gas atau air dari luar.
Dalam kondisi vakum, serangga dan mikroorganisme aerobik akan mati dengan
23
sendirinya akibat habisnya oksigen dan meningkatnya konsentrasi CO 2 yang dihasilkan
selama respirasi serangga dan mikroorganisme maupun produk bahan (Syarif, 1991).
Selain itu kemasan vakum juga memberikan efek visual yang baik bagi makanan. Sifatsifat permeabilitas kemasan plastik ini akan mempengaruhi produk yang akan disimpan
secara vakum.
Menurut Syarief dan Halid (1993), penyimpanan vakum di dalam kemasan plastik
akan menyebabkan produk di dalamnya terlindung dari pertukaran gas atau air dari luar,
mencegah masuknya serangga dan binatang kecil lainnya dalam wadah selama
penyimpanan, mencegah pertumbuhan kapang dan timbulnya panas yang mengurangi
kelebihan uap air walaupun tidak dapat menghentikan produk asam hasil fermentasi
anaerobik.
Pengemasan vakum adalah sistem pengemasan hampa udara bertekanan kurang dari
1 atm dengan carapengeluaran O 2 dari kemasan sehingga memperpanjang umur simpan.
Proses pengemasan vakum ini dilakukan dengan cara memasukkan produk ke dalam
kemasan plastik yang dikuti dengan pengontrolan udara menggunakan mesin pengemas
vakum (Vakum Packager), kemudian ditutup dan disealer. Dengan ketiadaan udara
dalam kemasan, maka kerusakan akibat oksidasi dapat dihilangkan sehingga kesegaran
produk yang dikemas akan lebih bertahan 3 – 5 kali lebih lama daripada produk yang
dikemas dengan pengemasan non-vakum (Jay dalamRahmadana , 2013).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan antara lain
sifat bahan pangan, kondisi lingkungan, dan jenis bahan pengemas yang digunakan.
Hubungan jenis bahan pengemas dengan daya awet bahan pangan yang dikemas
ditentukan berdasarkan permeabilitasnya. Permeabilitas merupakan transfer molekul air
24
atau gas melalui kemasan baik dari produk ke lingkungan ataupun sebaliknya.
Permeabilitas uap air kemasan merupakan kecepatan atau laju transmisi uap air melalui
suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu akibat adanya perbedaan tekanan uap
air antara produk dengan lingkungan pada suhu dan kelembaban tertentu. Semakin luas
permukaan kemasan yang digunakan maka uap air yang masuk ke lingkungan akan
semakin tinggi dan akan tersebar lebih meluas di dalam kemasan, sehingga kadar air
kritis produk pun akan segera tercapai dan umur simpan produk tidak lama (Robertson,
2010).
2.7 Karakteristik Produk Pangan
Karakteristik pangan dalam arti luas dapat digambarkan atas sumber,
pemanfaatan, sifat-sifat fisik bahan dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
preferensi pangan (Massofa, 2008).
Kramer
dan
Twigg
(1983)dalam(Suryani,
2009)
mengklasifikasikan
karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik
fisik/tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika
yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan
cicip, dan (2) karakteristik kimiawi/tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan
mikrobiologis. Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya
ditentukan oleh ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan pada keripik.Namun, ciri
organoleptik lainnya seperti bau, aroma, rasa dan warna juga ikut menentukan.Pada
produk pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang bersangkutan dilakukan
menurut standar estetika atau fisik (warna, rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi (mineral,
25
logam–logam berat dan bahan kimia yang ada dalam bahan pangan), dan mikrobiologi
(tidak mengandung bakteri Eschericia coli dan patogen).
Metabolisme suatu bahan dapat mengakibatkan terjadianya perubahanperubahan yang akhirnya dapat menyebabkan bahan tersebut rusak.Penguasaan
penanganan terhadap metabolisme bahan diharapkan dapat mengurangi atau
menghambat kerusakan bahan.Perubahan karakteristik fisik dan kimiawi suatu bahan
makanan yang tidak diinginkan atau penyimpangan dari karakteristik normal dapat
menyebabkan terjadinya penyimpangan mutu produk pangan seperti kerusakan fisik,
kerusakan biologis, kerusakan mekanis, kerusakan kimia, dan kerusakan mikrobiologis
(Rahmawati, 2012).
2.7.1 Penyimpangan Mutu Bahan Pangan
Penyimpangan mutu adalah penyusutan kualitatif dimana bahan mangalami
penurunan mutusehingga menjadi tidak layak dikonsumsi manusia.Bahan pangan yang
rusak mengalami perubahancita rasa, penurunan nilai gizi atau tidak aman lagi untuk
dimakan karena mengganggu kesehatan.Pada kondisi ini maka makanan sudah
kadaluarsa atau melewati masa simpan (shelf life).Penyusutan kuantitatif mengakibatkan
kehilangan jumlah atau bobot hasil pertanian, dan inidisebabkan oleh penanganan yang
kurang baik atau karena gangguan biologi (proses fisiologi,serangan serangga dan tikus)
(Julianti, 2007).
Rahwawati (2012) menyatakan bahan pangan yang kaya akan zat gizi akan lebih
mudah rusak dan menimbulkan resiko keamanan pangan yang lebih besar dibandingkan
dengan bahan yang kandungan gizinya lebih rendah.Jenis kerusakan bahan
26
panganseperti kerusakan mikrobiologis, kerusakan mekanis, kerusakan fisik, kerusakan
biologis, dan kerusakan kimia.
1. Kerusakan
mikrobiologis
adalah
kerusakan
yang
disebabkan
oleh
mikroorganisme. Bahan kemasan seperti logam, gelas dan plastik merupakan
penghalang yang baik untuk masuknya mikroorganisme ke dalam bahan yang
dikemas, tetapi penutup kemasan merupakan sumber utama dari kontaminasi.
Kemasan yang dilipat atau dijepret atau hanya dilapisi ganda merupakan penutup
kemasan yang tidak baik. Penyebab kontaminasi mikroorganisme pada bahan
pangan adalah kontaminasi dari udara atau air melalui lubang pada kemasan
yang ditutup secara hermetis, penutupan (proses sealer) yang tidak sempurna,
panas yang digunakan dalam proses sealer pada film plastik tidak cukup karena
sealer yang terkontaminasi oleh produk atau pengaturan suhu yang tidak baik,
dan kerusakan seperti sobek atau terlipat pada bahan kemasan.Kemasan bahan
pangan sangat mempengaruhi sterilitas atau keawetan dari bahan pangan
yangsudah disterilisasi. Permeabilitas kemasanterhadap gas akan mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme, terutama terhadapmikroorganisme yang anaerob
patogen. Untuk melindungi bahan pangan yang dikemas terhadapkontaminasi
mikroorganisme, maka perlu dipilih jenis kemasan yang dapat melindungi bahan
dariserangan mikroorganisme. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
memilih jenis kemasanyang baik untuk mencegah kontaminasi mikroba adalah
sifat perlindungannya terhadap produk dari masuknya mikroorganisme dari luar
kemasan ke dalam produk, kemungkinan berkembang biaknya mikroorganisme
27
di
ruangan
antara
produk
dengantutup
(head
space),
dan
serangan
mikroorganisme terhadap bahan pengemas.
2. Kerusakan mekanis adalah kerusakan yang diakibatkan oleh adanya gesekan
atau tekanan saat pengolahan, penyimpanan atau distribusi. Kerusakan mekanis
pada produk olahan ikan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai gizinya, tetapi
cukup berpengaruh terhadap penampilan dan penerimaan konsumen.
3. Kerusakan fisik adalah kerusakan yang diakibatkan oleh insekta atau rodentia,
kondisi lingkungan seperti suhu, sinar matahari.
4. Kerusakan biologis adalah kerusakan yang diakibatkan oleh respirasi bahan
pangan.Respirasi adalah suatu proses pertukaran gas yang melibatkan proses
metabolisme perombakan senyawa makromolekul (karbohidrat, protein, lemak)
menjadi CO 2 , air dan sejumlah energi.Laju respirasi yang sangat cepat dapat
mempercepat proses kebusukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa laju
proses respirasi merupakan penanda atau sebagai ciri dari cepat tidaknya
perubahan komposisi kimiawi dalam produk, dan hal tersebut behubungan
dengan daya simpan produk pangan.Secara umum proses respirasi dalam produk
dapat dibedakan menjadi tiga tingkat yaitu: pertama pemecahan polisakarida
menjadi gula sederhana; kedua oksidasi gula menjadi asam piruvat; serta yang
ketiga adalah transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya menjadi CO 2
, air, dan energi yang berlangsung secara aerobik.
5. Kerusakan kimia adalah kerusakan yang diakibatkan oleh reaksi kimia seperti
reaksi oksidasi, hidrolisis, reaksi enzimatis.
28
2.8Penyimpanan dan Masa Simpan Produk Pangan
2.8.1 Penyimpanan Produk Pangan
Penyimpanan merupakan usaha untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan
yang disebabkan berbagai hal antara lain serangan hama seperti mikroorganisme,
serangga, tikus dan kerusakan fisiologis atau biokimia (Damayanthi dan Moeljajanto
1995). Penyimpanan yang tepat bertujuan untuk :(1) Memudahkan produsen dalam
mengambil dan menggunakan bahan ; (2) Mempertahankan mutu dan keamanan pangan
; (3) Mencegah tercemarnya pangan oleh bahan lain yang berbahaya ; (4) Mencegah
terlukanya bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong yang digunakan.
Penyimpanan
dengan
menggunakan
suhu
kurang
dari
5-7°C
dapat
memperlambat kerusakan yang disebabkan oleh mikroba dan mencegah pertumbuhan
mikroba patogen.Kecepatan perubahan biokimia oleh aktivitas mikroorganisme maupun
enzim merupakan suatu fungsi logaritmik terhadap suhu (Fellows 1990).Tujuan
penyimpanan atau pengawetan ikan menggunakan suhu chilling (-1 sampai 5 °C) adalah
untuk menghambat kegiatan mikroorganisme dan proses-proses kimia serta fisis lainnya
yang dapat mempengaruhi atau menurunkan kesegaran (mutu) ikan (Moeljanto 1992).
Moeljanto (1992) menyatakan bahwa selama penyimpanan beku beberapa proses
seperti biokimia, kimia, dan fisik masih dapat berlangsung. Membekukan produk
sampai pada suhu (-18°C) merupakan perlakuan baku dalam industri pendinginan ikan.
Pada suhu (-10°C) kegiatan mikrobiologi terhenti, namun pada suhu ini reaksi kimia
masih berjalan dan dalam beberapa minggu produk dapat mengalami perubahanperubahan yang merugikan. Suhu (-18 sampai -20°C) cukup baik untuk penyimpanan,
29
sedangkan untuk penyimpanan yang lebih lama disarankan memakai suhu (-25 sampai 30 °C).
Tujuan penyimpanan di bawah kondisi beku adalah untuk mempertahankan nilai
bahan pangan dan melindungi produk dari kerusakan dalam jangka waktu yang
lama.Suhu penyimpanan beku yang dipakai dalam perdagangan modern kira-kira -30°C
atau bahkan di bawah suhu -60°C (Sikorski dan Pan, 1994).
Faktor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan bahan pangan meliputi jenis
dan kualitas bahan baku yang digunakan, metode dan keefektifanpengolahan, jenis dan
keadaan pengemasan, perlakuan mekanis yang cukup berat terhadap produk yang
dikemas dalam ruang penyimpanan dan distribusi, juga pengaruh yang ditimbulkan oleh
suhu dan kelembaban penyimpanan (Desrosier, 1988).
Pembekuan hanya menyebabkan sedikit perubahan terhadap nilai gizi protein,
namun dimungkinkan terjadinya proses denaturasi protein (Desrosier, 1988). Denaturasi
adalah proses yang mengubah struktur molekul tanpa memutuskan ikatan kovalen
(Deman, 1997). Terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan beku disebabkan
karena terjadi peningkatan konsentrasi garam mineral dan substansi organik terlarut
pada akhir fase sebelum terjadi pembekuan di dalam sel (Suzuki, 1981).
Penyimpanan beku dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan berbagai
perubahan sifat fungsional protein otot dengan adanya denaturasi atau agregasi protein
miofibril. Pembekuan dapat memberikan efek merugikan pada sel, karena pembentukan
kristal es baik pada bagian dalam maupun luar. Komponen yang digunakan untuk
memperlambat denaturasi tersebut adalah cryoprotectant (Zhou et al. 2006).
30
2.8.2 Masa Simpan
Definisi umur simpan (shelf life) berdasarkan (Institute of Food Technology,
1974)dalam (Rahmadana, 2013) adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat
konsumsi, sedang kondisi produk masih memuaskan pada sifat-sifat: penampakan, rasaaroma, tekstur, dan nilai gizi. Floros dan Gnanasekharan (1993)dalam(Susiwi,
2009).menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk
pangan dalam suatu kondisi penyimpanan untuk sampai pada suatu level tertentu.
Penentuan umur simpan hendaknya dapat memberikan informasi tentang umur
simpan pada kondisi ideal, umur simpan pada kondisi tidak ideal, dan umur simpan pada
kondisi distribusi dan penyimpanan normal dan penggunaan oleh konsumen. Suhu
normal untuk penyimpanan yaitu suhu yang tidak menyebabkan kerusakan atau
penurunan mutu produk. Suhu ekstrim atau tidak normal akan mempercepat terjadinya
penurunan mutu produk dan sering diidentifikasi sebagai suhu pengujian umur simpan
produk. Pengendalian suhu, kelembapan, dan penanganan fisik yang tidak baik dapat
dikategorikan sebagai kondisi distribusi pangan yang tidak normal. Kondisi distribusi
dan suhu akan menentukan umur simpan produk pangan (Hariyadi, 2004).
Penentuan umur simpan didasarkan pada faktor-faktor mempengaruhi umur
simpan produk pangan.Faktor- faktor tersebut misalnya adalah keadaan alamiah (sifat
makanan), mekanisme berlangsunganya perubahan (misalnya kepekaan terhadap air dan
oksigen), serta kemungkinan terjadinya perubahan kimia (internal dan eksternal). Faktor
lain adalah ukuran kemasan (volume), kondisi atmosfer (terutama suhu dan
kelembaban), serta daya tahan kemasan selama transit dan sebelum digunakan terhadap
keluar masuknya air, gas, dan bau (John, 2007).
31
Hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi dalam bahan pangan
bersifat kumulatif dan tidak dapat balik selama penyimpanan, sehingga pada saat
tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu pangan tidak dapat diterima
lagi.Jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu pangan tidak dapat
diterima lagi disebut waktu kadaluwarsa.Bahan pangan disebut rusak apabila bahan
pangan tersebut telah kadaluarsa, yaitu telah melampaui masa simpan optimumnya
(Syarief, 1991).
Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan menyimpan
produk pada kondisi penyimpanan yang sebenarnya. Metode pendugaan umur simpan
dapat dilakukan dengan metode Accelerated Shelf-life Testing (ASLT), yaitu dengan
cara menyimpan produk pangan pada lingkungan yang menyebabkannya cepat rusak,
baik pada kondisi suhu atau kelembaban ruang penyimpanan yang lebih tinggi. Metode
ASLT yang sering digunakan adalah dengan model Arrhenius dan model kadar air kritis
(Labuza, 1985).
Metode ASLT menggunakan suhu lingkungan yang dapat mempercepat
(accelerated) terjadinya reaksi-reaksi penurunan mutu produk pangan (Labuza, 1985).
Metode ASLT sangat baik dipakai karena waktu pengujiannya yang relative singkat,
namun ketepatan dan akurasinya tinggi. Pada metode ASLT, suhu merupakan parameter
kunci penentu kerusakan karena semakin meningkatnya suhu maka reaksi kerusakan
akan semakin cepat (Robertson, 2010).
Metode ASLT model Arrhenius banyak digunakan untuk pendugaan umur
simpan produk pangan yang mudah rusak oleh akibat reaksi kimia, seperti oksidasi
lemak, reaksi maillard dan denaturasi protein. Secara umum, laju reaksi kimia
32
akansemakin cepat pada suhu yang lebih tinggi yang berarti penurunan mutu produk
semakin cepat terjadi.Karena reaksi kimia pada umumya dipengaruhi suhu, maka model
Arrhenius mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada kondisi penyimpanan
suhu tinggi di atas suhu penyimpanan normal.Laju reaksi kimia yang dapat memicu
kerusakan produk pangan umumnya mengikuti laju raksi ordo 0 dan ordo 1 (persamaan
1 dan 2). Tipe kerusakan pangan yang mengikuti model reaksi ordo nol adalah degradasi
enzimatis (misalnya pada buah dan sayuran segar serta beberapa pangan beku); reaksi
kecoklatan non-enzimatis (misalnya pada biji-bijian kering, dan produk susu kering);
dan reaksi oksidasi lemak (misalnya peningkatan ketengikan pada snack, makanan
kering dan pangan beku). Sedangkan tipe kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam
reaksi ordo satu adalah (1) ketengikan (misalnya pada minyak salad dan sayuran
kering); (2) pertumbuhan mikroba (misalnya pada ikan dan daging, serta kematian
mikroba akibat perlakuan panas); (3) produksi off flavor oleh mikroba; (4) kerusakan
vitamin dalam makanan kaleng dan makanan kering; dan (5) kehilangan mutu protein
(makanan kering) (Labuza, 1982).
2.9 Perubahan Bahan Pangan Berlemak selama Penyimpanan
Adonan sate lilit (luluh) sensitif terhadap udara karena menggunakan santan
kelapa dan minyak goreng dalam proses pengolahannya. Meskipun dilakukan
pengepresan untuk membuang kandungan minyaknya, tetapi tidak semuanya dapat
dihilangkan. Bahan pangan yang mengandung lemak atau minyak biasanya akan
mengalami proses ketengikan selama proses penyimpanan yang ditandai dengan
timbulnya bau dan rasa tengik. Ketengikan diartikan sebagai kerusakan atau perubahan
bau dan cita rasa dalam bahan pangan berlemak atau minyak. Terjadinya proses
33
ketengikan tidak hanya terbatas pada bahan pangan berlemak tinggi, tetapi juga terjadi
pada bahan pangan berlemak rendah. Ketengikan pada bahan pangan berlemak dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu absorpsi lemak, aksi enzim dalam jaringan bahan
pangan yang mengandung lemak, aksi mikroba dan oksidasi oleh oksigen atau
kombinasi dari dua atau lebih penyebab ketengikan (Ketaren, 2008).
Menurut de Man (1997), proses autooksidasi atau kerusakan pada bau rasa lemak
dan makanan berminyak sering dinyatakan dengan istilah ketengikan, dimana ikatan
tidak jenuh yang terdapat dalam semua lemak dan minyak merupakan pusat aktif antara
lain dapat berekasi dengan oksigen. Reaksi ini menghasilkan produk oksidasi primer,
sekunder dan tersier yang dapat menyebabkan lemak atau makanan yang mengandung
lemak tidak dapat dimakan.
Ketengikan adalah kerusakan yang dapat disebabkan oleh reaksi hidrolisis dan
oksidasi.Ketengikan yang paling sering terjadi adalah ketengikan oksidatif yang
dihasilkan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Faktor –
faktor yang mempengaruhi proses oksidasi antara lain suhu tinggi, sinar ultraviolet,
radiasi ionisasi, enzim peroksidase, katali besi organik dan logam seperti Cu dan Fe
(Rohaman et al., 1998).
Bentuk kerusakan dari bahan pangan yang mengandung lemak, terutama
ketengikan yang paling penting disebabkan oleh aksi oksigen terhadap lemak.Oksidasi
oleh oksigen udara terjadi secara spontan jika bahan yang mengandung asam lemak
dibiarkan kontak dengan udara. Sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung
dari tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Proses oksidasi bisa terjadi dalam kamar, dan
selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Hasil oksidsasi lemak dalam
34
bahan pangan tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau tidak enak, tetapi juga dapat
menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin (karoten dan tokoferol) dan asal lemak
essensial dalam lemak. Suatu senyawa kimia yang dapat menghambat atau mencegah
kerusakan bahan pangan berlemak akibat proses oksidasi disebut juga dengan
antioksidan. Ketaren (2008)
Buckle et al. (2007) mengatakan bahwa hidrolisis lemak akan menghasilkan
asam-asam lemak bebas yang dapat mempengaruhi citarasa dan bau bahan pangan.
Hidrolisis dapat disebabkan oleh adanya air dalam lemak. Dengan adanya air, lemak
akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol (hidrolic rancidity) dimana
reaksi ini dipercepat dengan enzim lipase pada semua jaringan yang mengandung lemak
(Winarno, 1997). Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih dari 1% jika dicicipi
akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan mengakibatkan rasa yang tidak
lezat (Ketaren, 2008). Reaksi hidrolisis pada lemak dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Reaksi hidrolisis pada lemak (Sherli,2011)
Download