BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan masalah besar tidak hanya di negara barat tapi juga di Indonesia. Bila tidak diatasi, tekanan darah tinggi akan mengakibatkan jantung bekerja keras hingga pada suatu saat akan terjadi kelainan yang serius. Otot jantung akan menebal (hipertrofi) dan mengakibatkan fungsinya sebagai pompa menjadi terganggu, selanjutnya jantung akan dilatasi dan kemampuan kontraksinya berkurang. Selain pada jantung, tekanan darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada otak, mata (retinopati) dan/atau ginjal (gagal ginjal). Sebagian besar kasus hipertensi tidak ada terapi definitif, tapi dapat di kontrol dengan pola hidup sehat dan medikasi.(Wikipedia,2010) Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko untuk terjadinya serangan jantung (infark miokard akut) gagal jantung dan stroke. Di negara barat, pasien yang mengalami serangan jantung setengahnya mengidap hipertensi dan pasien yang mengalami stroke dua pertiganya juga mengidap hipertensi. (Ganong, 2002) Menurut AHA (American Heart Association) di Amerika, Tekanan darah tinggi ditemukan 10% atau 65 juta orang dan 28% atau 59 juta orang mengidap prehipertensi. Semua orang yang mengidap hipertensi hanya satu pertiganya yang mengetahui keadaannya dan hanya 61% mendapat medikasi. Dari penderita yang mendapat medikasi hanya satu-pertiga mencapai target darah yang optimal/normal. Di Indonesia belum ada data nasional namun, pada studi MONICA 2000 di daerah perkotaan Jakarta dan Fakultas kedokteran Universitas Indonesia 2000-2003 di daerah Lido pedesaan kecamatan Cijeruk memperlihatkan kasus hipertensi derajat II (berdasarkan Joint Navigation Conference VII) masing-masing 20,9% dan 16,9%. Hanya sebagian kecil yang 1 2 menjalani pengobatan masing-masing 13.3% dan 4,2%. Jadi di Indonesia masih sedikit sekali yang menjalani pengobatan. (Laragh 1992). Pada populasi umum kejadian tekanan darah tinggi tidak terdistribusi secara merata. Hingga usia 55 tahun lebih banyak ditemukan pada pria. Namun setelah terjadi menopause (biasanya setelah usia 50 tahun), tekanan darah pada wanita meningkat terus, hingga usia 75 tahun tekanan darah tinggi lebih banyak ditemukan pada wanita dari pada pria. (Guyton & Hall,1997). Di Indonesia daging kambing adalah satu makanan favorit terutama sate kambing. Daging kambing yang dikonsumsi memang bisa menyebabkan tekanan darah seseorang menjadi tinggi, apalagi jika orang tersebut sudah memiliki riwayat hipertensi (tekanan darah tinggi). Naiknya tekanan darah ini kandungan kalium pada daging sapi lebih tinggi daripada daging kambing, dan kandungan natrium lebih tinggi pada daging kambing daripada daging sapi dan GFR dan aliran darah ginjal meningkat 20-30% setelah seseorang makan daging dengan protein tinggi (Guyton dan Hall, 1997) 1.1 Identifikasi Masalah 1 Apakah sate kambing meningkatkan tekanan darah 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud : Mengetahui bagaimana pengaruh mengkonsumsi sate kambing terhadap tekanan darah Tujuan : mengetahui efek sate kambing terhadap tekanan darah normal pada pria dewasa 3 1.3 Manfaat Penelitian 1.3.1 Manfaat Ilmiah Penelitian ini, memberi pengetahuan bagi kita sate kambing dapat menyebabkan meningkatnya tekanan darah. 1.3.2 Manfaat Praktis Untuk memberikan aplikasi kepada masyarakat bahwa sate kambing dapat meningkatkan tekanan darah tinggi sehingga patut dihindari penderita hipertensi. 1.4 Kerangka Pemikiran Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor utama yaitu Cardiac output dan total peripher resistant. Cardiac output dan total peripher resistant. Cardiac output merupakan hasil perkalian dari denyut jantung dan isi sekuncup, sedangkan total peripher resistant merupakan gabungan pada pembuluh darah (arteri dan arteriol) dan viskositas darah, semua faktor-faktor diatas dapat mempengaruhi tekanan darah. (price & Wilson,1995) Daging kambing memiliki kandungan sodium dan thiamin yang lebih tinggi dibandingkan kebanyakan daging lainnya. Lebih rincinya, 100 gram daging kambing mengandung sodium 82 mg dan 4 miligram seng. Kandungan kolesterolnya hampir sama dengan sapi, domba, dan babi yaitu 64mg . (Park, M. Kouassi, Chin,1991) 4 Ginjal akan menahan sodium saat tubuh kekurangan natrium. Sebaliknya saat kadar sodium di dalam tubuh tinggi, ginjal akan mengeluarkan kelebihan tersebut melalui urin. Apabila fungsi ginjal tidak optimal, kelebihan sodium tidak bisa dibuang dan menumpuk di dalam darah. Volume cairan tubuh akan meningkat dan membuat jantung dan pembuluh darah bekerja lebih keras untuk memompa darah dan menglirkannya ke seluruh tubuh. Tekanan darah pun akhirnya meningkat. Asupan protein yang tinggi diketahui dapat meningkatkan aliran darah ginjal dan GFR. GFR dan aliran darah ginjal meningkat 20-30% setelah seseorang makan daging dengan protein tinggi (Guyton dan Hall, 1997). makanan dengan protein tinggi akan meningkatkan pelepasan asam amino kedalam darah, yang kemudian di rabsorbsi di tubulus proksimal. Karena asam amino dan natrium di re absorbsi bersama oleh tubulus proksimal maka kenaikan reabsorbsi asam amino juga merangsang reasorbsi natrium dalam tubulus proksimal. (Guyton dan Hall, 1997). 1.5 Hipotesis Penelitian Sate kambing meningkatkan tekanan darah normal 1.6 Metedologi Penelitian ini bersifat prospektif eksperimental sungguhan, bersifat komparatif memakai rancangan acak lengkap (RAL) dengan desain pretest dan post test. Data yang diukur adalah tekanan darah systole dan diastole sebelum dan sesudah makan sate kambing Analisis data memakai uji “t” berpasangan dengan α=0,05 1.7 Tempat dan Waktu penelitian Tempat penelitian di Laboratorium Faal Fakultas kedokteran Universitas Kristen Maranatha. Waktu penelitian November 2009 sampai dengan Desember 2010.