AKUNTANSI, NETRALITAS, DAN PERSPEKTIF SOSIAL: SEBUAH PEMAKNAAN NETRALITAS DALAM PERSPEKTIF SOSIAL Arif Widyatama Dosen STIE Panca Bhakti Palu Jl.Dr. Soeharso No. 36 A Palu surel: [email protected] Abstract The financial report is something that must be owned and published for external parties by the company each year. However, in reality often do asymmetry of information management in conjunction with accountability to the share holders or the company’s stakeholders, so that the financial statements published doubt the neutrality of values contained therein. This article would like to see from the point of criticism of the independence in making financial reports. In addition, this article is a critique of the article that was published by related Solomon independence. True independence is happening in the financial statement itself is difficult due to the financial reporting itself is full colored with different interests among the interests of political, economic, social, and cultural. So it is almost certain that the theory itself was built by Solomon there is a gap which can hardly be said great. So if the gap is not corrected, there will be cases that can be said to be more devastating to small communities. Keywords: Independence, accounting, social perspective PENDAHULUAN Hakikat perusahaan sebenarnya menunjukkan bahwa seolah-olah perusahaan beroperasi tanpa masalah. Namun, dalam realitasnya manajemen sering melakukan asimetri informasi dalam hubungannya dengan pertanggungjawaban kepada share holders ataupun kepada stakeholders perusahaan. Sebagai contoh dalam hubungannya dengan program bonus, perikatan utang, dan kos politis, eksekutif perusahaan melakukan manajemen laba (Watts and Zimmerman, 1986). Tindakan tersebut diambil manajemen karena alasan-alasan yang terkait dengan perilaku oportunistik ataupun kontrak efisien dalam suatu hubungan keagenan. Tindakan manajemen tersebut juga dapat mempengaruhi kualitas informasi dalam jangka pendek. besar terhadap kualitas informasi adalah mengenai bagaimana asimetri informasi yang terjadi dalam perusahaan tersebut. yang bila ditelusuri lebih lanjut berasal dari masalah agensi itu sendiri. Permasalah yang sering terjadi dalam teori agensi terjadi di bidang akuntansi keuangan. Masalah agensi timbul karena adanya konflik kepentingan antara shareholder dan manajer, karena tidak bertemunya utilitas yang maksimal antara mereka. Sebagai agent, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun disisi yang lain manajer juga mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka. Sehingga ada kemungkinan besar agent tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik principal (Jensen dan Meckling, 1976). Pengaruh yang dapat dikatakan sangat |1| Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi (information asymetric). Asimetri informasi terjadi karena manajer lebih superior dalam menguasai informasi dibanding pihak lain (pemilik atau pemegang saham). Sehingga agar terciptanya laporan keuangan yang mencerminkan kualitas informasi yang sesuai dengan realitas ekonomi, maka perlu adanya sifat yang dikatakan independen atau netral. Independen adalah laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan itu sendiri tidak boleh memihak kepada berbagai kepentingan sehingga nantinya akan ada pihak yang merasa dirugikan atas laporan keuangan itu sendiri. Sejatinya laporan keuangan tersebut dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan oleh para stakeholder. Sehingga jika laporan keuangan tersebut memihak kepada salah satu pihak maka dapat dikatakan bahwa akan terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan dimasa depan yang terkait dengan laporan keuangan yang dihasilkan. Salah satu pihak mungkin akan memperoleh informasi akuntansi perusahaan yang dapat dikatakan sangat menentukan keputusan kedepan, akan tetapi terdapat juga pihak yang tidak memperoleh informasi sebagaimana mestinya sehingga terjadi dalam perusahaan itu. Seperti yang dikemukakan dalam penelitian Ball dan Brown (1968) yang menyebutkan bah| 2 | Vol. 4 No. 1 Juli 2015 wa data-data akuntansi itu sendiri memiliki dampak yang besar dalam pengambilan keputusan. Pada penelitian Ball dan Brown (1968) memberikan dua ilustrasi model penelitian dalam pengujian salah satu komponen laporan keuangan yang mempengaruhi harga saham, yaitu pengujian perubahan harga saham (return studies) pengujian dari harga saham (level studies). Studi return menguji bagaimana perubahan dalam spesifik atribut perusahaan dihubungkan dengan perubahan harga pasar saham (Ball dan Brown, 1968). Yang memberikan dampak bahwa data akuntansi tersebut mempengaruhi perubahan harga pasar saham. Tulisan ini juga merupakan sebuah kritik atas tulisan yang telah dibuat oleh Solomon (1991) yang mengemukakan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan yang kemudian dilaporkan kepada pihak eskternal harus bersifat netral. Untuk dapat membuat laporan keuangan tersebut dapat dipercaya dan tidak berpihak kepada orang lain maka sikap netral yang dibutuhkan sangat penting dalam pembuatan laporan keuangan tersebut, dikarenakan menurut Salomon (1991) bahwa seharusnya di dalam akuntansi itu, jika teori akuntansi itu berpihak terhadap manusia maka hal ini justru dapat membuat sebuah penelitian tersebut akan terdapat berbagais konflik kepentingan, sehingga dapat dikatakan juga bahwa Solomon di sini sangat menginginkan bahwa teori akuntansi itu bersifat netral. Sehingga Salomon di sini mengemukakan sangat penting sifat netral itu sendiri dalam pembuatan laporan keuangan sehingga nantinya laporan keuangan yang dihasilkan dapat menghasilkan informasi yang berguna bagi pengguna yang berkepentingan terkait dengan pengambilan keputusan. Namun, terdapat hal yang perlu dikritik terkait dengan pendapat yang dikemukakan oleh Solomon bahwa, sebenarnya sikap netral yang ditunjukan dalam laporan keuangan pada khususnya dan mengenai paham akuntansi pada umumnya tidak dapat dilakukan secara penuh. Dalam arti akan terdapat beberapa hal yang akan membuat pembuatan laporan keuangan itu sendiri bersifat tidak netral, atau dapat dikatakan dalam pembuatan laporan keuangan itu sendiri juga sikap netral yang ditunjukkan tidak benar-benar netral. Hal ini disebabkan banyak faktor, seperti halnya pembuat dari laporan keuangan, intervensi dari shareholder terhadap pentingnya pengungkapan yang penuh atas informasi yang dihasilkan, selain itu terdapat juga standar yang digunakan oleh para pembuat laporan dalam hal ini perusahaan sebenarnya terdapat banyak kepentingan di dalamnya. Kepentingan dalam pembuatan yang dimaksud bisa berarti dalam pembuatan standar itu sendiri, ada beberapa pihak yang ingin agar standar yang nantinya diaplikasikan dalam pembuatan laporan keuangan dapat bermanfaat bagi dirinya atau yang berhubungan dengan dia. Sehingga hal ini dapat menjadi alasan sehingga terdapatnya banyak kritikan mengenai konsep netral yang dikemukakan oleh Solomon (1991). PEMBAHASAN Substansi Agency Theory Substansi dari cooperative games adalah adanya kesepakatan yang mengikat para pemain. Kesepakatan tersebut sering kali disebut kontrak. Terdapat banyak kesepakatan kontraktual yang memiliki implikasi bagi akuntansi, dua diantaranya adalah employment contract (kontrak antara perusahaan dan manajer) dan lending contract (kontrak antara manajer perusahaan dan pemegang surat utang). Dalam hubungan kontraktual ini kita dapat memandang salah satu pihak sebagai principal dan pihak lainnya sebagai agent. Misalnya dalam employment contract, pemilik perusahaan merupakan principal dan manajer adalah agent yang mengelola perusahaan untuk kepentingan pemilik. Jenis game theory seperti ini disebut sebagai agency theory. Agency theory yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai ‘agents’ bagi pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingan sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham sebagaimana diasumsikan dalam stewardship model. Bertentangan dengan stewardship theory, agency theory memandang bahwa manajemen tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders pada khususnya. Agency theory merupakan teori yang menjelaskan tentang hubungan kontraktual antara pihak yang mendelegasikan pengambilan keputusan tertentu (principal/pemilik/ pemegang saham) dengan pihak yang menerima pendelegasian tersebut (agent/ direksi/ manajemen) (Khairandy dan Malik, 2007). Agency theory memfokuskan pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mempengaruhi hubungan principal dan agen. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori agensi (agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Menurut Meisser, et al., (2006) hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu: (a) terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarya dan posisi operasi entitas dari pemilik; dan (b) terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidak samaan tujuVol. 4 No. 1 Juli 2015 | 3 | an, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik. Dalam upaya mengatasi atau mengurangi masalah keagenan ini menimbulkan biaya keagenan (agency cost) yang akan ditanggung baik oleh principal maupun agent. Jensen dan Meckling (1976) membagi biaya keagenan ini menjadi monitoring cost, bonding cost dan residual loss. Sedangkan Menurut Eisenhard (1989), teori keagenan dilandasi oleh 3 (tiga) buah asumsi yaitu: a. Asumsi tentang sifat manusia Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion) b. Asumsi tentang keorganisasian Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara prinsipal dan agen. c. Asumsi tentang informasi. Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjual belikan. Dari konsep teori agensi di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam teori agensi itu sendiri memuat mengenai unsur hubungan keagenan di dalam teori agensi (agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Kritik atas agency theory Kritikan yang bisa diberikan terhadap teori agensi itu adalah mengenai ideology yang | 4 | Vol. 4 No. 1 Juli 2015 digunakan dalam membuat teori ini adalah menurut penulis sangat materialistis. Donaldson (1995), mengatakan hal ini sebagai ideologi yang memuji setinggi langit lembaga kepemilikan swasta tanpa memperhatikan hak asasi manusia (human rights) dan hak cipta (property rights). Kesalahan umum yang dilakukan oleh positivis teori ekonomi organisasional adalah pendekatannya yang parsial dimana berbagai aspek dalam manajemen menjadi terabaikan. Dalam hal ini dapat dikatakan kritikan terhadap teori ageni salah satunya adalah mengenai pengukuran perusahaan yang digunakan dalam mengukur kinerja manajer tersebut. dapat dikatakan menurut penulis terdapat sesuatu hal yang bisa dikatakan hal tersebut mengabaikan hak dari manajer itu sendiri. Pengukuran yang sering digunakan dalam perusahaan hanya berdasarkan kinerja keuangan itu sendiri, sehingga dapat dikatakan manajer itu sendiri akan sulit untuk membantu atau berinteraksi dengan masyarakat di sekitar jika pengukuran kinerja manajer itu sendiri hanya berorientasi pada kinerja keuangan itu sendiri yang dimana menurut Eisenhard (1989) dalam teori agensi itu sendiri, efisiensi sangat dibutuhkan. Sehingga hal yang dianggap justru dapat meningkatkan biaya tambahan mengenai tingkat produktivitas perusahaan maka hal tersebut harus dihilangkan. Sehingga dapat disimpulkan jika seorang manajer itu hanya berfokus dalam meningkatkan produktivitas perusahaan dengan mengabaikan faktor manusia terutama masyarakat menengah di bawah maka hampir dapat dipastikan bahwa masyarakat itu sendiri semakin hari akan semakin tersiksa dengan adanya perusahaan tersebut. Konsep teori agensi ini bisa juga dikatakan hanya memihak kepada pemilik modal yang menanamkan saham di dalam perusahaan itu sendiri. Penulis mencoba memberikan kasus yang terjadi terkait dengan penerapan teori agensi itu sendiri yaitu mengenai kasus Wall Street yang terjadi di Amerika. Seperti yang dilansir oleh Nefos.org ambruknya Wall Street tidak hanya disebabkan oleh keserakahan dan ketiadaaan regulasi pemerintah terhadap sektor yang hiperaktif. Ia berasal dari krisis produksi-berlebih (overproduction) yang telah menjangkiti kapitalisme global sejak pertengahan dekade tujuh-puluhan.Seperti yang penulis katakan sebelumnnya terkait dengan teori agensi itu sendiri, menurut teori agensi perusahaan tersebut harus memiliki keuntungan terus menerus, bagaimana pun caranya, apakah itu harus merugikan orang lain atau tidak, sehingga hal ini menjadi domino effect yang awalnya tidak menjadi suatu permasalahan ketika permasalahan itu ditumpuk terus menerus maka effect yang diberikan sangat besar. Selain itu hal yang dapat dikritisi terkait dengan teori agensi yang akan terkait dengan tulisan yang telah dimuat oleh Tinker (1991) mengenai asumsi yang digunakan dalam teori agensi itu sendiri. Seperti yang kita ketahui bahwa teori agensi mengasumsikan bahwa semua orang itu tidak dapat dipercaya atau mungkin penulis memberikan bahasa yang agak kasar yaitu manusia itu orang jahat. Sehingga informasi yang diberikan oleh manajer terkait dengan apa yang dikelolanya hampir dapat dikatakan semua itu tidak benar. Sehingga perlu adanya apa yang dinamakan dengan agency cost yang harus dikeluarkan untuk meminamlisir adanya ketidakpercayaan antara manajer dan principal itu sendiri. Namun bila kita kritisi lebih lanjut mengenai landasan teori agensi itu sebenarnya kita diajarkan untuk tidak percaya terhadap orang lain yang sebenarnya hal itu bertolak belakang dengan ajaran agama yang kita anut. Seperti yang penulis coba kutip dalam ayat Al-Quran. Al-Hujurat:12) “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan jangan- lah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)” Dari ayat Al-quran tersebut kita dapat memberikan kesimpulan bahwa Allah SWT juga menyerukan agar kita menjauhi perasangkaperasangka buruk orang lain terhadap kita. Namun, di sini berbeda dengan asumsi yang digunakan dalam teori agensi itu sendiri, yang dimana menurut teori agensi itu sendiri mengungkapkan bahwa semua orang itu buruk atau jahat sehingga tidak dapat dipercaya. Sehingga menurut penulis hal ini perlu diperbaiki terkait dengan asumsi yang digunakan dalam sebuah teori. Jika sebuah teori itu memiliki asumsi yang dapat dikatakan negatif maka hal itu dapat secara tidak langsung membuat mindset pengguna teori itu sendiri akan terbentuk negatif juga. Sehingga wajar jika terdapat banyak kasus kejahatan, kecurangan dan lain sebagainya, yang dikarenakan asumsi yang digunakan untuk membangun teori itu sendiri dapat dikatakan juga salah. “Ketiadaan” netralitas dalam laporan keuangan Melihat tulisan yang dibuat oleh Solomon (1991) mengenai netralitas dalam laporan keuangan, tulisan yang dimuat oleh Tinker (1991) yang berjudul tentang The Accountant As Partisan sebenarnya telah mengkritik pemikiran yang diutarakan oleh Solomon (1991) dalam tulisannya yang berjudul accounting and sosial change: a neutralist View menganggap bahwa Vol. 4 No. 1 Juli 2015 | 5 | seharusnya di dalam akuntansi itu harus bersifat netral dan tidak berhubungan dengan manusia. Karena jika sebuah teori akuntansi itu berpihak terhadap manusia maka hal ini justru dapat membuat sebuah penelitian tersebut akan justru memuat berbagai konflik kepentingan, sehingga dapat dikatakan juga bahwa Solomon di sini sangat menginginkan bahwa teori akuntansi itu bersifat netral. Selain itu, Solomon (1991) juga mengatakan bahwa akan sangat sulit untuk melihat sebuah kebenaran teori akuntansi jika teori tersebut tidak bersifat netral. Selain itu, menurut Solomon akuntansi tersebut harus berdasarkan dengan data yang akurat sehingga dapat melaporkan nilai moneter yang berhubungan dengan transaksi pasar (Solomon, 1978,1986). Sehingga Salomon berpendapat bahwa dengan adanya simbol akuntansi yang berupa laporan keuangan maka hal tersebut sebenarnya telah menggambarkan realitas ekonomi “yang sebenarnya”. Yang dimaksud sebenarnya di sini adalah bahwa kejadian-kejadian ekonomi yang digambarkan melalui laporan keuangan sudah menggambarkan kehidupan perusahaan yang sebenarnya. Namun justru hal tersebut menjadi pertanyaan apakah integritas dari laporan keuangan itu sendiri sudah mencerminkan Sehingga dalam hal ini dapat dip ertanyakan apakah integritas laporan keuang yang bersifat sebagai tanda keuangan tersebut mampu menjawab pelanggaran yang terjadi di dunia pasar yang dimana sering diwarnai asas politik dan sosial. Oleh sebab itu juga Solomon berpendapat juga bahwa realitas ekonomi itu, terdapat sebuah hambatan dalam hal independensi. Penyebab independensi dijadikan hambatan adalah independesi sangat sulit untuk dipenuhi dalam realitas sekarang untuk memenuhi sebuah kebenaran dan keakuratan terkait dengan laporan keuangan. Sehngga dalam hal ini ter| 6 | Vol. 4 No. 1 Juli 2015 dapat dua asumsi yang digunakan oleh Solomon (1991). Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Realism Philosophy (Filosofi Realisme) Pada landasan filosofi ini memuat mengenai bagaimana seseorang itu mengangapa bahwa obyek dalam dunia memiliki eksistensi yang independen dari kita. Ini, adalah mungkin untuk membedakan yang diketahui (obyek) dari yang mengetahui (manusia). Pada landasan ini memuat mengenai sebuah landasan tentang bagaimana seharusnya teori akuntansi itu bekerja. Dalam hal ini teori akuntansi beranggapan bahwa seharusnya dalam membuat sebuah teori akuntansi itu sendiri, tidak boleh berhubungan langsung atau berinteraksi dengan manusia ataupun lingkungan sosial. dikarenakan jika hal itu terjadi maka yang dikhawatirkan adalah independensi dalam membuat teori itu sendiri akan dipengaruhi oleh aspek-aspek lainnya sehingga independensi yang diharapkan menjadi tidak independen lagi. b. “Kelengkapan” dari realitas ekonomi Kemudian asumsi kedua adalah kelengkapan dari dunia ekonomi. Dalam hal ini dengan menggunakan asumsi realis, yang mengatakan bahwa data akuntansi dapat diselesaikan berdasarkan penyajian yang jujur yang diperoleh dari dasar realitas rekonomi. Kemudian asumsi kedua bahwa simbol akuntansi bisnis tersebut secara bertahan, dapat menyimpulan secara lengkap kepentingan masyarakat yang relevan serta secara teknis mampu melakukan dengan cepat berdasarkan simbol akuntansi itu. Solomon (1991). Dan asumsi terakhir dengan dengan landasan dasar tersebut adalah dalam bidang ekonomi itu sendiri harus dapat diselesaikan terpisah dengan aspek-aspek politis, dan dalam melakukan prkatik-praktik akuntansi tidak boleh dila- kukan dengan dengan adanya unsur kepen- Vol. 4 No. 1 Juli 2015 | 7 | tingan politis (Solomon, 1991). Bila ditunjukan oleh gambar, maka dapat ditunjukkan dengan tabel berikut: Gambar 1 Respresentational Faithfullnes Seperti yang digambarkan pada gambar 1, adalah sebuah bagan yang menunjukkan bahwa mengapa hingga dibutuhkan sebuah landasan representational faithfulness yang beranggapan bahwa pada level epistemology seharusnya laporan keuangan itu sendiri harus memuat unsur-unsur yang dalam hal ini merupakan penyajian yang benar sehingga dapat dipercaya. Dengan adanya unsur tersebut maka dapat dipastikan bahwa pada lapisan level ilmiah maka teori dan praktik akuntansi itu sendiri akan memuat atau dalam hal ini memberikan gambaran akan terjadi realitas ekonomi seperti itu. Independen yang diberikan ini merupakan faktor yang penting untuk membuat laporan tersebut sehingga tidak dapat berpihak kepada siapapun. Namun yang menjadi pertanyaan dari teori yang dibangun oleh Solomon (1991) itu adalah teori yang dibangun apakah pasti terbebas dari sifat independen? Karena seperti yang kita ketahui bahwa jika sebuah laporan keuangan yang menurut Solomon (1991) ini dijadikan sebuah simbol akan terdapat banyak kepentingan yang terjadi di dalamnya, baik itu kepentingan politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Sehingga hampir tidak mungkin suatu laporan keuangan itu sendiri bebas dari bias independen. | 8 | Vol. 4 No. 1 Juli 2015 Selain itu, penulis juga menemukan jawaban kritikan dari apa yang pernah ditulis Tinker (1991) mengenai apa yang pernah Solomon tulis. Yaitu jurnal yang berjudul Rejoinder by Solomon (1991). Dimana dikatakan bahwa Solomon memang mengakui bahwa informasi yang disampaikan melalui laporan keuangan tersebut tidak akan terhindar dari sifat bias. Menurut penulis Solomon terkadang memang informasi yang akan diserahkan kepublik akan dipengaruhi oleh banyak kepentingan sehingga bias tidak dapat dihindari. Selain itu hal yang dikatakan pada jurnal tersebut adalah akuntansi dengan menggunakan perhitungan biaya historis memang memberikan catatan yang akurat dari beberapa hal yang terjadi di masa lalu, namun sangat sulit untuk dapat mempredeksi apa yang akan terjadi di masa depan. Sehingga dari hal ini maka dapat disimpulkan bahwa jurnal yang dikemukakan Solomon (1991) yang kemudian dikritisi oleh Tinker (1991) memiliki banyak celah untuk riset-riset kedepannya. Nilai-nilai yang hilang dalam netralitas laporan keuangan Pada tulisan Tinker (1991) yang berjudul The Accountant As Partisan mengungkapkan bahwa terdapat kelemahan yang bisa dikatakan signifikan terkait dengan dengan jurnal yang dikemukakan oleh Salomon (199). Menurut Tinker (1991) akuntansi itu tidak dapat bersifat netral. Seperti yang dikemukakan oleh Tinker bahwa akuntansi perlu diintegrasikan dengan aksi-aksi sosial. Tulisan yang dibuat oleh Tinker (1991) mengemukakan bahwa simbol akuntansi yang dicerminkan melalui laporan keuangan itu tidak dapat terbebas dari sifat netral. Hal ini dikarenakan pada menurut Tinker (1991) sebuah realitas ekonomi itu tidak akan terlepas dengan aspek sosial baik dalam aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya dari pembuat ataupun pengguna laporan keuangan. Semua aspek sosial itu saling terintegrasi satu sama lain bahkan dengan akuntansi sekalipun. Kritikan Tinker (1991) atas artikel yang ditulis oleh Solomon adalah mencoba menawarkan sebuah pemahaman terkait dengan akuntansi itu sendiri melalui pemahaman mengenai kartografy keuangan, yaitu jurnalistik, kartografy, speedometry, dan komunikasi telepon. (Ryan, 1982; Arrington & Francis, 1987, 1989). a. Jurnalistik Di sini Solomon mencoba untuk menganalogikan bahwa wartawan di sini adalah manajer, sedangkan berita merupakan data akuntansi. Sehingga menurut Solomon bahwa manajer itu sendiri harus benar melaporkan data akuntansi yang terkait dengan kegiatan operasional perusahaan sesuai dengan realitas ekonomi yang ada, tapi bukan membuat laporan keuangan tersebut. yang dimaksud dengan melaporkan data akuntansi tersebut adalah melaporkan informasi atau data-data akuntansi yang terdapat dalam perusahaan tersebut secara benar dan wajar tanpa adanya data-data manipulasi dan tindakan opportunistik manajer dalam suatu perusahaan. Namun menurut Tinker hal ini sulit untuk dipenuhi karena jika seorang manajer hanya melaporkan kegiatan akuntansi yang berupa informasi terkait dengan perusahaan tersebut maka dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut tidak akan berintegrasi dengan lingkungan sosial itu sendiri. ini bahwa speddometer itu sejatinya digunakan untuk memantau kecepatan pengemudi, sehingga hal tersebut dapat diketahui oleh polisi setempat. Namun, hal ini dapat dijadikan celah bagi pengemudi untuk memanipulasi bacaaan speedometer sehingga pengemudi tersebut terhindar dari deteksi dan penuntuan. Sehingga bila dikaitkan analogi ini dengan laporan keuangan itu sendiri, adalah laporan keuangan tersebut juga mencerminakan kinerja manajer itu sendiri, sehingga stakeholder akan memantau tahap ketahap dari pekerjaan manajer itu sendiri. Namun hal ini dapat dijadikan celah bagi manajer untuk manipulasi laporan keuangan untuk menghilangkan kemungkinan manaj er tersebut melakukan kecurangan. Sehingga menurut penulis akan lebih tepat jika proses dalam pembuatan laporan keuangan itu sendiri, dapat dipantau tahap demi tahap sehingga celah kecurangan yang akan dilakukan oleh manajer itu sendiri dapat diminimalisir. c. Kartografy, dan Kartografy yang dimaksud di sini adalah dalam pemetaan akuntansi itu penting untuk memperhatikan aspek, ekonomi, dan sosial. sehingga akuntansi itu sendiri kembali ke posisinya yang sebenarnya. Dalam arti yang pembuatan laporan keuangan tersebut adalah terkait laporan keuangan adalah perilaku, bentuk dan informasi yang akan disampaikan kepada stakeholder yang kemudian dapat dipengaruhi oleh berbagai kepentingan bisa dalam arti budaya, ekonomi, politik, sosial, dan bahasa, yang semua itu bagian dari geografis suatu Negara atau temapt. b. Speedometer, Menurut tinker, analogi speedmeter mobil dari Solomon, itu benar-benar buruk dalam mencerminkan situasi dalam laporan keuangan. Jadi, dapat disimpulkan dari analogi d. Komunikasi telepon Pemahaman mengenai komunikasi telepon di sini adalah informasi yang disampaikan melalui telepon tidak disampaikan secara komVol. 4 No. 1 Juli 2015 | 9 | prehensif, dalam hal ini informasi yang disampaikan melalui kata-kata tidak selalu menyampaikan apa yang dipikirkan atau sebaliknya. Pikiran dan kata-kata mungkin dibuat berbeda, atau sebaliknya. Pendapat ini didukung oleh peneliti lainnya seperti (Ryan, 1982; Arrington & Francis, 1987, 1989) yang mengatakan bahwa telepon adalah selektif dan pasti mencerminkan bias. Dan jika kemudian hal ini dihubungkan dengan praktik akuntansi adalah informasi dalam laporan keuangan itu belum tentu mencerminkan realitas ekonomi, dikarenakan mungkin terdapat informasiinformasi yang dimiliki oleh manajer itu sendiri yang tidak dilaporkan kepada publik. Tinker (1991) ingin mengkritisi pendapat dari Solomon dari meniadakan apa yang tidak ada dari permasalahan yang dikemukakan oleh Solomon itu sendiri. Seperti yang digambarkan pada gambar 2. Pada gambar 2 juga menyebutkan bahwa yang menjadi permasalahan dari apa yng tidak dipermasalahkan oleh Solomon ini adalah terkait dengan permasalahan adalah epistemology dan pertimbangan akuntansi yang tertanam dalam realitas sosial. Yang berkaitan dengan epistemologi di sini adalah standar akuntansi yaitu representation faithfulness dan praktik akuntansi terkait dengan penggunaan current dan historical cost itu tidak sebenarnya dapat mencerminkan realitas ekonomi. Hal ini kontras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Solomon yang mengatakan realitas ekonomi itu sendiri, dapat dicerminkan dengan penggunaan representation faithfulness dalam Epistemic Position Accounting theory and method standar akuntansi. Gambar 2 Negation of negation/ practical reflexivity in accounting Dengan mengacu dari gambar 2, maka dapat disimpulkan bahwa dalam teori yang | 10 | Vol. 4 No. 1 Juli 2015 dikemukakan oleh Solomon itu sendiri terdapat bantahan yang cukup kuat terkait dengan konsep dari akuntansi itu sendiri. Pada konsep Tinker (1991) yang digambarkan menurut gambar 2 sudah menjelaskan bahwa perlu adanya aspek-aspek sosial yang harus terintegritaskan dengan landasan epistemology dan teori akuntansi itu sendiri. Dalam paham yang dikemukakan oleh Tinker untuk membuat sebuah teori akuntansi dan metodenya sehingga nantinya informasi yang dihasilkan dapat berguna bagi masyarakat. Karena menurut Tinker (1991) sendiri tidak dapat membuat suatu laporan keuangan yang independen sedangkan laporan keuangan tersebut itu sendiri sudah dipengaruhi oleh berbagai aspek sosial seperti halnya politik, ekonomi, budaya, dan bahasa. Seorang manajer dalam membuat laporan keuangan yang nantinya akan dilaporkan kepada pemegang kekuasaan atau dalam hal ini pihak-pihak yang berkepentingan harus mencoba menggabungkan laporan keuangan tersebut dengan cara mencoba hal-hal yang mempengaruhi laporan keuangan itu sendiri. - The immaculate conception of representa-tional faithfulness Penyajian yang jujur hanya dapat dibenarkan oleh proses infinity regression sehingga hal ini menyebabkan hal itu memiliki kriteria untuk memiliki validasi yang lebih tinggi lagi. Pada Gambar 1 itu menggambarkan mengenai penggunaan pertimbangan alternatif untuk Penyajian yang jujur - Keandalan, Relevansi, Ketepatan waktu. Akan tetapi di sisi lain unsure-unsur itu tidak memenuhi kriteria “manfaat” (Solomon, 1978). Yang dimaksudkan di sini adalah laporan keuangan itu sendiri tidak memiliki manfaat jika dalam laporan keuangan itu sendiri hanya menggunakan unsur-unsur tersebut tanpa mempertimbangkan unsur sosial lainnya. - Deportation of the accounting citizen Pada sub-bab ini Solomon itu memberikan statement sehingga mengapa bisa dikatakan radikal jika ingin mengubah akuntansi dan masyarakat itu sendiri. Di sini Solomon juga mengungkapkan bahwa ternyata akuntansi itu tidak memiliki tujuan lain, selain untuk berkontribusi terhadap masyarakat (Solomon: 1986). Namun yang menjadi pertanyaan bagaimana bisa dia memiliki kontribusi (akuntan) sedangkan dia sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk merubah sebuah pemikiran tentang aspek sosial itu sendiri. Selain itu terdapat kritik mengenai konsep yang dikemukakan oleh Solomon pada gambar sebelumnya. Bahwa Solomon itu sendiri memberikan point bahwa Solomon berfokus pada aspek realitas ekonomi bukan pada aspek sosial, kedua tidak menganggap bahwa “sosial kesejahteraan “adalah monolit, tapi mengakui kemungkinan adanya kesejahteraan sosial yang saling bertentangan, dan bahwa akuntansi pasti memiliki preferensi tertentu. Netralitas dalam realitas sosial Terdapat hal yang perlu dikritik mengenai isi yang terdapat dalam jurnal Tinker (1991). Dimana penulis mendukung apa yang telah dikemukakan oleh Tinker itu sendiri. bahwa sejatinya independensi yang terjadi dalam pembuatan laporan keuangan itu sendiri sulit dikarenakan dalam pembuatan laporan keuangan itu sendiri penuh diwarnai dengan berbagai kepentingan di antaranya kepentingan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Sehingga hampir dapat dipastikan teori yang dibangun oleh Solomon itu sendiri terdapat celah yang hampir dapat dikatakan besar. Sehingga jika celah ini tidak diperbaiki maka akan terdapat kasus-kasus yang dapat dikatakan lebih banyak menyengsarakan masyarakat kecil. Pendapat penulis ini juga didukung oleh Atril & McLaney (2004) yang meng- ungkapkan bahwa Akuntansi berkaitan dengan mengumpulkan, menganalisa dan mengkomunikasikan informasi ekonomi Namun untuk mengembangkan pemahaman yang lebih luas dari akuntansi dan peran sentral yang dimainkannya dalam masyarakat, kita perlu mempertimbangkan dari perspektif sosial. Individu dalam masyarakat hidup berdampingan dengan membentuk hubungan satu sama lain. Cara lain dalam memandang masyarakat adalah dengan segmentasi ke dalam kelompok yang berbeda atau arena, misalnya arena sosial, ekonomi, organisasi dan politik (Kyriacou, 2007). Sehingga untuk dapat berfungsi secara efektif, maka yang diperlukan adalah komunikasi sehingga dengan melakukan hal tersebut kita jadi mengetahui apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh para pengguna. Selain itu hal yang dapat dikritisi berikutnya adalah masalah landasan teori yang dikemukakan oleh Solomon untuk membangun bahwa netralitas itu sangat penting dalam pembuatan laporan keuangan. Menurut penulis di sini, landasan berupa filosofi realism yang dikemukakan oleh Solomon (1991) pada jurnal tinker (1991) terdapat paham yang berbeda dengan penulis. Menurut penulis teori maupun penelitian akuntansi itu sendiri tidak bisa dilakukan terpisah dengan masyarakat itu sendiri. Berbeda seperti yang dikemukakan oleh Solomon (1991) yang menganggap bahwa sebaiknya dalam membuat teori akuntansi itu sendiri antara peneliti dan objek itu sendiri harus dilakukan terpisah. Begitupun halnya dengan laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan maka harus memuat unsur representation faithfulness sehingga tidak ada konflik kepentingan yang nantinya akan mempengaruhi hasil dari laporan keuangan itu sendiri seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1. Dimana independensi dari laporan keuangan tersebut harus dijaga dengan baik sehingga Vol. 4 No. 1 Juli 2015 | 11 | nantinya hasil dari laporan keuangan yang berupa simbol keuangan itu dapat mencerminkan realitas ekonomi yang sebenarnya. Tapi penulis tidak setuju dengan statement yang dikemukakan Solomon (1991) di atas. Menurut penulis dalam pembuatan laporan keuangan itu sendiri juga harus mengintegrasikan semua hal yang berkepentingan dalam proses pembuatan laporan itu sendiri. Dikarenakan jika seorang manajer itu sendiri dapat mengintegrasikan semua aspek dalam proses pembuatan laporan keuangan maka akan tercipta sebuah realitas sosial yang dimana hal ini akan bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat. Karena seperti yang kita ketahui bahwa tujuan dari konsep laporan keuangan yang dibuat oleh Solomon itu memiliki tujuan realitas ekonomi bukan sosial. sehingga sangat wajar jika hasil dari teori yang dibangun oleh Solomon (1991) yang hasilnya berupa standar akuntansi hanya berfokus pada realitas ekonomi bukan pada realitas sosial. Sehingga dapat penulis katakan terkait dengan hal ini adalah jika tujuan dari laporan keuangan yang dimana kita telah katakan berupa simbol akuntansi itu hanya berupa realitas ekonomi maka akan timbul sifat-sifat opprtunistik dari manajer untuk membuat laporan keuangan itu sehingga akan mencerminkan realitas ekonomi yang membuat kinerjanya seolah-olah meningkat, akan tetapi meninggalkan aspek sosial. Selain itu, kritikan yang penulis bisa berikan adalah mengenai proses pembuatan laporan keuangan seperti yang dikatakan oleh Tinker (1991) harus melihat proses yang dicapai dalam pembuatan laporan keuangan itu sendiri. Dikatakan bahwa manajer itu harus dipantau secara proses bukan hanya melihat dari laporan keuangan. Sehingga dengan dilakukannya hal tersebut maka dapat dikatakan tindakan opprtunistik manajer dapat dihindari atau diminimalisir. Sehingga hal ini juga nantinya akan berdampak pada laporan keuangan yang dapat berdampak juga pada realitas sosial. | 12 | Vol. 4 No. 1 Juli 2015 KESIM PU LAN Agency theory yang dikembangkan oleh Michael Johson (1966) dalam Daniri (2005) memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai ‘agents’ bagi pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingan sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham sebagaimana diasumsikan dalam stewardship model. Bertentangan dengan stewardship theory, agency theory memandang bahwa manajemen tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders pada khususnya. Kritikan yang bisa diberikan terhadap teori agensi itu adalah mengenai ideology yang digunakan dalam membuat teori ini adalah menurut penulis sangat materialistis. Donaldson (1995), mengatakan hal ini sebagai ideologi yang memuji setinggi langit lembaga kepemilikan swasta tanpa memperhatikan hak asasi manusia (human rights) dan hak cipta (property rights). Kesalahan umum yang dilakukan oleh positivis teori ekonomi organisasional adalah pendekatannya yang parsial dimana berbagai aspek dalam manajemen menjadi terabaikan. Dalam hal ini dapat dikatakan kritikan terhadap teori ageni salah satunya adalah mengenai pengukuran perusahaan yang digunakan dalam mengukur kinerja manajer tersebut. dapat dikatakan menurut penulis terdapat sesuatu hal yang bisa dikatakan hal tersebut mengabaikan hak dari manajer itu sendiri. Dari beberapa review dan kritikan yang ada maka dapat penulis simpulkan bahwa Akuntansi berkaitan dengan mengumpulkan, menganalisa dan mengkomunikasikan informasi ekonomi Namun untuk mengembangkan pemahaman yang lebih luas dari akuntansi dan peran sentral yang dimainkannya dalam masyarakat, kita perlu mempertimbangkan dari perspektif sosial. Individu dalam masyarakat hidup berdampingan dengan membentuk hubungan satu sama lain. Selain itu hal yang dapat dikritisi berikutnya adalah masalah landasan teori yang dikemukakan oleh Solomon untuk membangun bahwa netralitas itu sangat penting dalam pembuatan laporan keuangan. Menurut penulis di sini, landasan berupa filosofi realism yang dikemukakan oleh Solomon (1991) pada jurnal tinker (1991) terdapat paham yang berbeda dengan penulis. Menurut penulis teori maupun penelitian akuntansi itu sendiri tidak bisa dilakukan terpisah dengan masyarakat itu sendiri. Berbeda seperti yang dikemukakan oleh Solomon (1991) yang menganggap bahwa sebaiknya dalam membuat teori akuntansi itu sendiri antara peneliti dan objek itu sendiri harus dilakukan terpisah. Sehingga hal ini juga nantinya akan berdampak pada laporan keuangan yang dapat berdampak juga pada realitas sosial. Sehingga dapat penulis katakan terkait dengan hal ini adalah jika tujuan dari laporan keuangan yang dimana kita telah katakan berupa simbol akuntansi itu hanya berupa realitas ekonomi maka akan timbul sifat-sifat opprtunistik dari manajer untuk membuat laporan keuangan itu sehingga akan mencerminkan realitas ekonomi yang membuat kinerjanya seolah-olah meningkat, akan tetapi meninggalkan aspek sosial. Selain itu, kritikan yang penulis bisa berikan adalah mengenai proses pembuatan laporan keuangan seperti yang dikatakan oleh Tinker (1991) harus melihat proses yang dicapai dalam pembuatan laporan keuangan itu sendiri. Dikatakan bahwa manajer itu harus dipantau secara proses bukan hanya melihat dari laporan keuangan. Sehingga dengan dilakukannya hal tersebut maka dapat dikatakan tindakan opprtunistik manajer dapat dihindari atau diminimalisir. Lehman, Glen. Accountability and sustainability: davidson’s and taylor’s means to engage the world. Working Paper. | 13 | Vol. 4 No. 1 Juli 2015 Daftar Pustaka Al-Qur’an Ball, R. & Brown, P. (1968). An empirical evaluation of accounting income numbers. Journal of Accounting Research, 6 (2): 159–177. Daniri, Mas Achmad. (2005). Good Corporate Governance (Konsep dan Penerapannya Dalam Konteks Indonesia). Jakarta: Ray Indonesia Eisenhardt, K. M. 1989. “Agency Theory: An Assessment and Review”. Academy of Management Review. Vol. 14. No.1. pp 57—74. Jensen, M.C.; W.H. Meckling. 1976. “Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics, Vol. 3. No. 4. Khairandy, Ridwan dan Malik, Camelia. (2007). Good Corporate Governance (Perkembangan Pemiki ran dan Impelemtasinya di Indonesia dalam Perpektif Hukum). Yogyakarta: Kreasi Total Media Scott, W.R. (2009). Financial Accounting Theory. Prentice-Hall, Toronto, Canada. Solomons, D. (1978). The politicization of accounting. The Journal of Accountancy(November) , 65–72. ___________. (1986). The FASB’s conceptual framework: An evaluation. The Journal of Accountancy (June), 114–124. ____________. 1999. Accounting and Social Change: A Netralist View. Accounting Organizations and Societ. Vol. 16, No. 3, pp, 311-312. ____________ . 1999. Rejoinder. Accounting Organizations and Societ. Vol. 16, No. 3, pp, 311-312. Tinker, Tony. 1999. The Accountants as Partisan. Accounting Organizations and Societ. Vol. 16, No. 3, pp, 297-310 Watts, R. L,; J. L., Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. New Jersey: Prentice-Hall International Inc. Kinserdal, Hilde. Faithful representation: mapping the “truth” in financial statements?. Working Paper