BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis merupakan suatu kondisi yang menyebabkan anak menjalani rawat inap minimal selama satu bulan dalam satu tahun karena anak umumnya mendapatkan pengobatan rutin dalam jangka waktu yang lama. Rawat inap yang lama ini akan mempengaruhi kondisi fisik, psikologis dan kognitif anak sehingga terjadi keterbatasan aktifitas sehari-hari (Hockenberry dan Wilson, 2011). Salah satu penyakit kronis yang diderita anak adalah thalassemia. Thalassemia adalah kelainan darah yang diturunkan secara genetik, ditandai dengan adanya penurunan sintesis rantai globin dalam hemoglobin (Surapolchai et al., 2010). Gangguan sintesis ini menyebabkan pembentukan sel-sel darah merah abnormal yang bersifat rapuh dan mudah mengalami hemolisis selanjutnya akan menyebabkan terjadinya anemia kronis (Baghianimoghadam et al., 2011). Thalassemia disebabkan oleh kelainan gena autosom resesif pada sintesis rantai globin, yaitu rantai-α terletak pada kromosom ke-16 yang dikenal dengan sebutan thalassemia-α, sedangkan rantai-β terletak pada kromosom ke-11 yang dikenal sebagai thalassemia-β (Baghianimoghadam et al., 2011). Secara klinis thalassemia-β dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu thalassemia minor atau heterozigot, tanpa gejala atau hanya menyebabkan terjadinya anemia mikrositik 1 2 ringan yang tidak membutuhkan penangan spesifik; thalassemia mayor atau homozigot, yang menimbulkan terjadinya anemia berat sehingga klien harus menjalani transfusi darah secara terus-menerus; dan terakhir thalassemia intermedia, yang dimanifestasikan dengan terjadinya anemia sedang dimana klien hanya membutuhkan transfusi darah secara episodik (Galanello dan Origa, 2010); Muncie dan Campbell, 2009; dan Wong et al., 2009). Thalassemia menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh wilayah Mediterania, Timur tengah, India, dan Asia Tenggara (Baghianimoghadam et al., 2011). Prevalensi thalassemia terbesar di dunia adalah Maladewa sebesar 18% penduduk membawa gena thalassemia (WHO, 2011 dalam Rahayu, 2012). Indonesia juga termasuk salah satu negara yang memiliki penduduk pembawa gena thalassemia dengan frekuensi sebesar 3-8% yang berarti bahwa 3-8 dari 100 penduduk merupakan pembawa gena thalassemia. Bila frekuensi gena thalassemia 5% dengan angka kelahiran 23% dengan jumlah populasi penduduk Indonesia sebanyak 240 juta, maka diperkirakan akan lahir 3000 bayi pembawa gena thalassemia setiap tahunnya (Mariani, 2011). Pelayanan penderita thalassemia dapat diberikan baik di rumah sakit umum pusat maupun rumah sakit umum daerah. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Depati Hamzah Pangkalpinang merupakan salah satu rumah sakit pemerintah yang memberikan pelayanan bagi pasien penderita thalassemia terutama yang memerlukan transfusi darah dan perawatan medis secara berkelanjutan. Jumlah penderita thalassemia di RSUD Depati Hamzah mengalami peningkatan dalam 3 3 tahun terakhir. Pada tahun 2011 tercatat 224 pasien sedangkan data terakhir tahun 2013 tercatat sebanyak 336 pasien. Sampai bulan Mei 2014 terdapat sebanyak 45 kunjungan pasien anak ke RSUD Depati Hamzah (Rekam Medis RSUD Depati Hamzah, 2014). Pengobatan thalassemia beta mayor memberikan dampak bagi anak dan orang tua. Bagi anak terutama karena proses pengobatan dalam jangka waktu yang lama berdampak terhadap penurunan kualitas hidup (Aji dan Silman, 2009 dalam Rahayu, 2012). Dampak lain pada anak, yaitu dampak negatif terhadap fungsi tubuh anak dan bagaimana penyakit ini mempengaruhi hubungan sosial serta kesehatan mental pada anak, yang akhirnya akan mengarah pada prestasi sekolah yang buruk dan adanya penurunan secara keseluruhan dalam kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan (Ayoub et al., 2013). Dampak bagi orang tua terkait dengan perawatan anak dengan thalassemia adalah bertambahnya beban dalam hal waktu, tenaga, pekerjaan, dan masalah finansial (Wong et al., 2009). Penyakit thalassemia tidak hanya dapat menimbulkan masalah-masalah tersebut bagi keluarga, tetapi juga masalah psikologis. Meningkatnya beban psikologis keluarga selama pengobatan yang berlangsung terus-menerus dalam merawat anak dengan thalassemia beta mayor akan berdampak pada masalah psikososial keluarga. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Jenerette dan Valrie (2010) menunjukkan tingginya tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dengan thalassemia sehingga orangtua 4 bersikap overprotektif, merasa bersalah dan bertanggung jawab terhadap kondisi anak. Anak dengan thalassemia beta mayor harus menjalani dan membutuhkan transfusi darah secara terus-menerus yang berpotensi menimbulkan komplikasi penimbunan zat besi didalam tubuh. Hal ini menyebabkan anak harus mendapatkan terapi kelasi besi secara teratur dengan tujuan utama untuk mempertahankan kadar besi yang aman didalam tubuhnya (Capellini et al., 2014). Selama menjalani pengobatan dan perawatan, umumnya anak didampingi akan oleh orangtua, terutama ibu. Ibu adalah pemberi asuhan primer bagi anak dengan sakit kronik (Shepard dan Mahon, 1996 dalam Friedman et al., 2013). Proses pengobatan dan perawatan dalam jangka panjang yang harus dijalani oleh anak dengan thalassemia beta mayor menuntut para ibu untuk dapat menjalankan perannya sebagai perawat utama yang diharapkan selalu mampu memberikan dukungan baik secara fisik, psikologis, moral dan material bagi anaknya. Ibu juga membutuhkan pengetahuan tentang thalassemia untuk dapat merawat anakanak mereka. Hal ini akan menjadi suatu pengalaman tersendiri bagi para orangtua yang mempunyai anak penyandang thalassemia beta mayor. Perawatan Berpusat pada Keluarga (Family Centered Care) merupakan unsur penting dalam perawatan anak dengan penyakit kronis, mengingat bahwa anak adalah bagian dari keluarga. Adapun tujuan perawatan yang berpusat pada keluarga adalah memelihara kesatuan keluarga, memberdayakan anggota 5 keluarga, dan mendukung keluarga dalam menghadapi masalah (Baker, 1994 dalam Potts dan Mandleco, 2007). Pada masa ini, tenaga kesehatan khususnya perawat anak dapat menjalankan peran dan fungsinya dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada anak penyandang thalassemia. Peran perawat sebagai pendidik juga sangat penting dalam memberikan edukasi kesehatan, pencegahan dan cara perawatan penderita thalassemia (Hockenberry dan Wilson, 2011). Menurut Potts dan Mandleco, (2007) bahwa manajemen keperawatan untuk anak dengan thalassemia mayor berpusat pada pengajaran keluarga dan dukungan keluarga. Selain itu, perawat juga berperan sebagai advokat bekerjasama dengan anggota keluarga untuk mengidentifikasi tujuan dan kebutuhan keluarga dalam merencanakan intervensi terhadap masalah yang ditemukan selama proses perawatan. Studi awal yang telah dilakukan oleh peneliti pada tanggal 1-2 Juli 2014 dengan melakukan wawancara secara informal terhadap dua orang ibu yang mempunyai anak penderita thalassemia yang sudah terdiagnosa sejak usia ratarata 6 sampai 7 bulan. Wawancara dilakukan saat ibu sedang menunggu kantong darah untuk kebutuhan transfusi anak di Palang Merah Indonesia cabang Pangkalpinang. Hasil studi awal ini menunjukkan bahwa para orangtua mempunyai pengalaman selama merawat anak dengan thalassemia antara lain berhubungan dengan perasaan saat anak terdiagnosa, kurangnya pengetahuan dan informasi tentang thalassemia, merasa cemas dengan kondisi fisik dan psikis 6 anak, khawatir terhadap masa depan anak, kesulitan finansial, dan pelayanan kesehatan. Meskipun demikian hasil studi awal ini belum dapat menggambarkan dan memberikan informasi yang lebih mendalam tentang bagaimana pengalaman keluarga dalam merawat anak dengan thalassemia beta mayor. Penelitian kualitatif tentang pengalaman ibu merawat anak dengan thalassemia di Yunani diketahui bahwa orangtua merasa syok, distress dan menunjukkan penolakan saat mengetahui anaknya terdiagnosa thalassemia. Para ibu juga merasa cemas dan takut selama perawatan dan pengobatan sehingga dukungan dari suami dan keluarga serta tenaga profesional sangat dibutuhkan. Mereka juga membutuhkan informasi dan panduan komunikasi yang efektif dengan anak yang sehat maupun yang sakit di dalam keluarga (Sapountzi-Krepia et al., 2006). Penelitian fenomenologi oleh (Prasomsuk et al., 2007) tentang pengalaman hidup ibu merawat anak dengan thalassemia di Thailand menunjukkan bahwa para orangtua kurang mendapatkan pengetahuan tentang thalassemia. Ada Ibu yang ingin mengetahui tentang penyebab kondisi anak thalassemia yang berbeda dengan anak normal lainnya dan bahkan ada ibu yang tidak mengetahui sama sekali tentang pengobatannya. Mereka juga mengkhawatirkan masa depan anak dan masalah psikososial lainnya seperti kondisi fisik, pendidikan dan kebutuhan anak serta pengobatan lainnya termasuk splenektomi dan transfusi darah berulang. Para orangtua juga mengalami kesulitan finansial, kurangnya dukungan sosial serta pelayanan kesehatan yang tidak adekuat. 7 Penelitian yang mengeksplorasi pengalaman manusia perlu dilakukan agar dapat memahami makna pengalaman hidup yang akan memberi arti pada setiap persepsi individu terhadap suatu fenomena tertentu. Desain yang tepat untuk penelitian tersebut adalah deskriptif fenomenologi. Fokus penelitian fenomenologi deskriptif adalah pengalaman manusia. Fenomenologi berupaya untuk memahami makna yang sesungguhnya atas suatu pengalaman dan menekankan pada kesadaran yang disengaja atas pengalaman tersebut. Filsafat fenomenologi mengganggap bahwa pengalaman bukanlah sekedar lama waktu seseorang berinteraksi dengan lingkungannya, melainkan pelajaran yang diperoleh dalam rentang waktu tertentu (Gunawan, 2013). Tujuan penelitian fenomenologi itu sendiri adalah untuk memahami inti pengalaman hidup manusia secara keseluruhan dan persepsi yang muncul terhadap suatu kejadian tertentu (Polit dan Beck, 2008). Beberapa hasil studi penelitian sebelumnya telah menggambarkan beberapa tema terkait pengalaman keluarga dalam merawat anak dengan thalassemia, seperti perasaan orangtua, kebutuhan informasi, beban perawatan bagi keluarga, usaha yang dilakukan, tantangan yang dihadapi, dukungan sosial dan pelayanan kesehatan. Peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan metode fenomenologi mengingat bahwa penyakit thalassemia mayor merupakan penyakit kronis yang sampai dengan saat ini belum bisa disembuhkan, serta dari waktu ke waktu semakin bertambahnya jumlah penderita dan pelayanan kesehatan yang belum merata. Penelitian ini bermaksud untuk mengeksplorasi pengalaman 8 keluarga dalam merawat anak dengan thalassemia secara lebih mendalam dari beberapa aspek yang telah disusun peneliti sebagai tujuan penelitian. Hasil penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengalaman orangtua dalam merawat anak dengan thalassemia serta memperoleh gambaran permasalahan yang dihadapi anak dan keluarga. Informasi tersebut dapat berguna bagi tenaga kesehatan terkait untuk membuat perencanaan dalam pemberian pelayanan kesehatan secara adekuat dan holistik. B. Rumusan Masalah Bagaimana pengalaman keluarga dalam merawat anak dengan thalassemia beta mayor di Kota Pangkalpinang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman keluarga dalam merawat anak dengan thalassemia beta mayor di Kota Pangkalpinang. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi tugas kesehatan keluarga dalam merawat anak dengan thalassemia beta mayor. b. Mengidentifikasi beban keluarga dalam merawat anak dengan thalassemia beta mayor. 9 c. Mengidentifikasi dukungan keluarga dalam merawat anak dengan thalassemia beta mayor. d. Mengidentifikasi strategi koping keluarga yang digunakan keluarga dalam merawat anak dengan thalassemia beta mayor. e. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping keluarga dalam merawat anak dengan thalassemia beta mayor. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pelayanan Manfaat penelitian ini bagi pelayanan adalah sebagai pengetahuan bagi praktisi di tatanan pelayanan keperawatan di rumah sakit sehingga dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam menjalankan peran dan fungsinya untuk memberikan asuhan keperawatan pada anak penderita thalassemia beta mayor dan keluarga secara optimal. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan Manfaat penelitian ini bagi ilmu pengetahuan adalah sebagai tambahan informasi ilmiah tentang pengalaman keluarga merawat anak thalassemia beta mayor serta dapat menjadi landasan bagi perkembangan ilmu keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan anak dengan thalassemia dan mengatasi dampak dari penyakit ini bagi keluarga. 10 3. Bagi Penelitian Sebagai penelitian pendukung bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan penelitian tentang thalassemia, baik penelitian kuantitatif maupun kualitatif di masa mendatang. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang berhubungan dengan pengalaman keluarga dalam merawat anak dengan thalassemia beta mayor antara lain: Tabel 1. Keaslian Penelitian No. 1. Peneliti Judul Penelitian Racangan Penelitian Sapountzi- A Qualitative Qualitative Krepia et Study on the al., (2006) Experiences of Mothers Caring for Their Children With Thalassemia in Athens, Greece Hasil Hasil penelitian menghasilkan 5 tema yang menggambarka n pengalaman ibu merawat anak dengan thalassemia, yaitu perasaan saat awal diagnosa, perasaan saat anak menjalani perawatan, informasi terkait tes carrier dan skrining Persamaan dan Perbedaan Persamaannya terletak pada rancangan dan fokus penelitian, yaitu pengalaman ibu merawat anak dengan thalassemia. Perbedaannya terletak pada partisipan, waktu dan tempat penelitian 11 2. 3. genetik, dukungan suami dan keluarga, serta bantuan dan dukungan dari professional kesehatan Prasomsuk Lived Explanatory Hasil et al. Experiences study penelitian (2007) of Mothers menggambarka Caring for n 6 tema Children terkait With pengalaman Thalassemia ibu, yaitu Major in kurangnya Thailand pengetahuan tentang thalassemia, masalah psikososial, khawatir akan masa depan anak, pentingnya dukungan sosial, kesulitan finansial dan kurangnya kualitas pelayanan kesehatan Sharghi et Depression in CrossHasil al. (2006) mothers of sectional penelitian children with menunjukkan thalassemia bahwa para ibu Persamaannya terletak pada fokus penelitian yang akan diteliti. Perbedaannya terletak pada rancangan penelitian, partisipan, waktu dan tempat penelitian. Tidak ada persamaan dengan penelitian ini. 12 or blood malignancies : a study from Iran”. 4. Pruthi dan Psychososial Comparativ Singh burden and e study (2010) quality of life in parents of children with dari anak thalassemia dan penyakit darah malignan secara signifikan mempunyai nilai skor depresi lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (penyakit umum), dimana kelompok ibu dari anak thalassemia dengan OR 2,17 (95% CI = 1,16-4,0; p = 0,015) dan kelompok ibu dari anak penyakit darah malignan dengan OR 2,17 (95% CI = 1,48-4,99; p = 0,001) Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban psikososial Perbedaannya terletak pada rancangan penelitian, partisipan, masalah yang diteliti, waktu dan tempat penelitian. Persamaannya terletak pada variabel beban psikososial yang juga 13 thalassemia and cerebral palsy: a comparative study lebih besar terdapat pada kelompok partisipan dengan anak thalassemia, diikuti oleh cerebral palsy, yang dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kualitas hidup pada kelompok thalassemia dan cerebral palsy lebih rendah dan tidak memuaskan, terutama pada aspek kesehatan psikologi dan aspek lingkungan. peneliti eksplorasi. Perbedaannya terletak pada rancangan penelitian, partisipan, waktu dan tempat penelitian.