MODUL PERKULIAHAN Pendidikan Kewarganegaraan POKOK BAHASAN Masyarakat Madani Fakultas Program Studi Tatap Muka Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur 13 Kode MK DisusunOleh MK10230 Yayah Salamah, SPd,MSi. Abstract Kompetensi Mata kuliah ini membahas berbagai aspek Masyarakat madani . Setelah mengikuti mata kuliah ini.mahasiswa dapat menjelaskan tentang Masyarakat madani Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat: 1. Menyebutkan pengertian dan latar belakang masyarakat madani 2. Menjelaskan sejarah perkembangan masyarakat madani 3. Mengidentifikasi karakteristik ciri-ciri masyarakat madani 4. Mengidentifikasi institusi penegak masyarakat madani 5. Menjelaskan masyarakat madani dan hubungannya dengan investasi demokrasi. 6. Menjelaskan factor-faktor yang diperlukan untuk membangun masyarakat madani di Indonesia. A. Pengertian dan latar belakang A. Pengertian dan Latar Belakang 1. Pengertian Masyarakat madani berasal dari bahasa inggris, civil society. Yang diartikan sebagai komunitas masyarakat kota. Yakni masyarakat yang telah berperadaban maju. Gellner (1995) menyatakan bahwa masyarakat madani akan terwujud ketika terjadi tatanan masyarakat yang harmonis, yang bebas dari eksploitasi dan penindasan. Masyarakat Madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan mamaknai kehidupannya.[1] Kata madani sendiri berasal dari bahasa Inggris yang artinya civil atau civilized (beradab).[1] Istilah masyarakat madani adalah terjemahan dari civil atau civilized society, yang berarti masyarakat yang [1] berperadaban. Untuk pertama kali istilah Masyarakat Madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana menteri Malaysia.[2] Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.[2] Inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu. [2] Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama.[2] Dawam menjelaskan, dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.[2] Masyarakat Madani pada prinsipnya memiliki multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten memiliki bandingan, mampu berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui, emansipasi, dan hak asasi, namun yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis.[3] Masyarakat madani adalah kelembagaan sosial yang akan melindungi warga negara dari perwujudan kekuasaan negara yang berlebihan.[4] Bahkan Masyarakat madani tiang utama kehidupan politik yang demokratis.[4] Sebab masyarakat madani tidak saja melindungi warga negara dalam berhadapan dengan negara, tetapi juga merumuskan dan menyuarakan aspirasi masyarakat.[4] 2. Latar Belakang Masyarakat madani timbul karena: a. Adanya penguasa politik yang cenderung mendominasi masyarakat dalam segala bidang agar patuh dan taat pada penguasa. b. Masyarakat diasumsikan sebagai orang yang tidak memiliki kemampuan yang baik dibandingkan dengan penguasa. c. Adanya usaha membatasi ruang gerak dari masyarakat dalam kehidupan politik. B. Sejarah Masyarakat Madani B. Sejarah Masyarakat Madani Akar sejarahnya sejak zaman Yunani Kuno sudah mengemuka. Civil society sudah dicetuskan oleh Cicero yang merupakan seorang orator Yunani Kuno. Istilah masyarakat madani selain mengacu pada civil society juga mengacu pada konsep Negara kota madinah yang dibangun nabi Muhammad SAW pada 622 M. Filsuf Yunani Aristoteles(384-322) yang memandang civil society sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri.[2] Pandangan ini merupakan fase pertamasejarah wacana civil society.[2] Pada masa Aristoteles civil society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah ‘’koinonia politike’’, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan.[2] Rumusan civil society selanjutnya dikembangkan olehThomas Hobbes (1588-1679 M ) dan John Locke (1632-1704), yang memandangnya sebagai kelanjutan dari evolusi natural society.[2] Menurut Hobbes, sebagai antitesaNegara civil society mempunyai peran untuk meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak, sehingga ia mampu mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (prilaku politik) setiap warga Negara.[2] Berbeda dengan John Locke, kehadiran civil society adalah untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga Negara.[2]== Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia.[2][5] Ferguson, menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan sosial.[2] Pemahamannya ini lahir tidak lepas dari pengaruh dampak revolusi industri dan kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok.[2] Fase ketiga'ANGGUN 14510048', pada tahun 1792 Thomas Paine mulai memaknai wacana civil society sebagai sesuatu yang berlawanan dengan lembaga Negara, bahkan dia dianggap sebagai antitesa Negara.[2] Menurut pandangan ini, Negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka.[2] Konsep Negara yang absah, menurut mazhab ini, adalah perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama.[2] Semakin sempurna sesuatu masyarakat sipil, semakin besar pula peluangnya untuk mengatur kehidupan warganya sendiri.[2] Fase keempat, wacana civil society selanjutnya dikembangkan oleh Hegel (1770-1837 M), Karl Marx (1818-1883 M) dan Antonio Gramsci (1891-1937 M).[2] Dalam pandangan ketiganya civil society merupakan elemen ideologis kelas dominan.[2] Fase kelima, wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859 M).[2] Pemikiran Tocqueville tentang civil society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan Negara.[2] Menurut Tocqueville, kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang kuat.[2] Adapun tokoh yang pertama kali menggagas istilah civil society ini adalah Adam Ferguson dalam bukunya ”Sebuah Esai tentang Sejarah Masyarakat Sipil’’ (An Essay on The History of Civil Society) yang terbit tahun 1773 di Skotlandia.[6][5] Ferguson menekankan masyarakat madani pada visi etis kehidupan bermasyarakat.[6] Pemahamannya ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi industri dan munculnya kapitalisme, serta mencoloknya perbedaan antara individu.[6] Piagam Madinah merupakan dokumen penting yang membuktikan betapa majunya masyarakat yang dibangun masa itu, disamping memberikan penegasan mengenai kejelasan hokum dan konstitusi sebuah masyarakat. Di Indonesi, perjuangan masyarakat madani dimulai pada awal pergerakan kebangsaan, dipelopori oleh Syarikat Islam (1912), dan dilanjutkan oleh Sutan Syahrir pada awal kemerdekaan (Norlholt,1999). Jiwa demokrasi Sutan Syahrir ternyata harus menghadapi kekuatan represif, baik dari rezim Orde Lama maupun rezim Orde Baru. Tuntutan perjuangan transformasi menuju masyarakat madani pada era reformasi ini tampaknya sudah tak terbendungkan lagi. C. Karakteristik dan ciri-ciri masyarakat Madani C. Karakteristik dan Ciri-ciri Masyarakat Madani Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah.[1] Memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang berbeda – beda.[1] Bila merujuk pada pengertian dalam bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer.[1] Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil society, juga berdasarkan pada konsep negara-kota Madinah yang dibangun Nabi Muhammad SAW pada tahun622 M.[6] Masyarakat madani juga mengacu pada konsep tamadhun (masyarakat yang beradaban) yang diperkenalkan oleh Ibn Khaldun, dan konsep Al Madinah al Fadhilah(Madinah sebagai Negara Utama) yang diungkapkan oleh filsuf Al-Farabi pada abad pertengahan.[6] Menurut Dr. Ahmad Hatta, peneliti pada Lembaga Pengembangan Pesantren dan Studi Islam, Al Haramain, Piagam Madinah adalah dokumen penting yang membuktikan betapa sangat majunya masyarakat yang dibangun kala itu, di samping juga memberikan penegasan mengenai kejelasan hukum dan konstitusi sebuah masyarakat.[6] Bahkan, dengan menyetir pendapat Hamidullah (First Written Constitutions in the World, Lahore, 1958), Piagam Madinah ini adalah konstitusi tertulis pertama dalam sejarah manusia.[6]Konstitusi ini secara mencengangkan telah mengatur apa yang sekarang orang ributkan tentang hak-hak sipil (civil rights), atau lebih dikenal dengan hak asasi manusia (HAM), jauh sebelum Deklarasi Kemerdekaan Amerika (American Declaration of Independence, 1997), Revolusi Prancis (1789), dan Deklarasi Universal PBB tentang HAM (1948) dikumandangkan.[6] Sementara itu konsep masyarakat madani atau dalam khazanah Barat dikenal sebagai civil society (masyarakat sipil), muncul pada masa pencerahan (Renaissance) di Eropamelalui pemikiran John Locke dan Emmanuel Kant.[6] Sebagai sebuah konsep, civil society berasal dari proses sejarah panjang masyarakat Barat yang biasanya dipersandingkan dengan konsepsi tentang state (negara).[6] Dalam tradisi Eropa abad ke-18, pengertian masyarakat sipil ini dianggap sama dengan negara (the state), yakni suatu kelompok atau kesatuan yang ingin mendominasi kelompok lain.[6] ==Unsur-unsur Masyarakat Madani== Masyarakat madani tidak muncul dengan sendirinya.[2] Ia menghajatkan unsur- unsur sosial yang menjadi prasayarat terwujudnya tatanan masyarakat madani.[2] Beberapa unsur pokok yang dimiliki oleh masyarakat madani adalah:[2] Adanya Wilayah Publik yang Luas Free Public Sphere adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat warga masyarakat.[2] Di wilayah ruang publik ini semua warga Negara memiliki posisi dan hak yang sama untuk melakukan transaksi sosial dan politik tanpa rasa takut dan terancam oleh kekuatan – kekuatan di luar civil society.[2] Demokrasi Demokrasi adalah prasayarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society yang murni (genuine).[2] Tanpa demokrasi masyarakat sipil tidak mungkin terwujud.[2] Demokrasi tidak akan berjalan stabil bila tidak mendapat dukungan riil dari masyarakat.[5] Secara umum demokrasi adalah suatu tatanan sosial politik yang bersumber dan dilakukan oleh, dari, dan untuk warga Negara.[2] Toleransi Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat.[2] Pluralisme Kemajemukan atau pluralisme merupakan prasayarat lain bagi civil society.[2] Pluralisme tidak hanya dipahami sebatas sikap harus mengakui dan menerima kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan perbedaan sebagai sesuatu yang alamiah dan rahmat Tuhan yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat.[2] Keadilan social Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan: ekonomi, politik, pengetahuan dan kesempatan.[2] Dengan pengertian lain, keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau golongsn tertentu.[2] D. karakteristik dan ciri-ciri Masyarakat madani D. Karakteristik dan Ciri-ciri Masyarakat Madani 1. Diakuinya semangat pluralism 2. Tingginya sikap toleransi 3. Tegaknya prinsip demokrasi E. Institusi penegak masyarakat Madani E. Institusi Penegak Masyarakat Madani Institusi masyarakat madani adalah institusi yang dibentuk atas dasar motivasi dan kesadaran penuh dari individu, kelompok, dan masyarakat tanpa ada instruksi, baik yang bersifat resmi dari pemerintah maupun dari individu, kelompok, dan masyarakat tertentu. Landasan pembentukan lembaga ini adalah idealism perubahan kearah kehidupan yang independen dan mandiri. Sifat atau karakteristik lembaga masyarakat madani adalah : 1. Independen 2. Mandiri 3. Swaorganisasi 4. Transparan 5. Idealis 6. Demokratis 7. Disiplin Merujuk pada Bahmuller (1997), ada beberapa ciri-ciri masyarakat madani, antara lain:[1] Terintegrasinya individu – individu dan kelompok – kelompok eksklusif ke dalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.[1] Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan – kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan – kekuatan alternatif.[1] Terjembataninya kepentingan – kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi – organisasi volunter mampu memberikan masukan – masukan terhadap keputusan – keputusan pemerintah.[1] Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu – individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri (individualis).[1] Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga – lembaga sosial dengan berbagai perspektif.[1] Bentuk institusi masyarakat madani dapat diklasifikasi dalam tiga macam yaitu: 1. Institusi Sosial: a. Lembaga social b. Masyarakat (LSM) dan parpol c. Organisasi kepemudaan d. Organisasi kemahasiswaan e. Organisasi profesi f. Organisasi kemasyarakatan 2. Institusi keagamaan a. Institusi keagamaan dalam Islam b. Institusi keagamaan dalam Kristen c. Institusi keagamaan dalam Budha d. Institusi keagamaan dalam Katholik 3. Institusi Paguyuban Institusi ini adalah institusi yang dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat untuk melakukan pengelolaan dan pengendalian program-program bagi peningkatan kekerabatan / kekeluargaan, yang berdasarkan daerah atau suku bangsa yang sama. F. Masyarakat Madani dan Investasi Demokrasi F. Masyarakat Madani dan Investasi Demokrasi Masyarakat madani merupakan masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, status social ekonomi yang baik, mandiri dan sadar hukum. Manfaat yang dapat diperoleh dengan terwujudnya masyarakat madani ialah terciptanya masyarakat Indonesia yang demokratis, sebagai salah satu tuntunan reformasi didalam negeri dan tekanan-tekanan politik, serta ekonomi dari luar negeri. Untuk mewujudkan masyarakat madani dibutuhkan motivasi yang tinggi dan partisipasi nyata dari individu sebagai anggota masyarakat. Ciri utama masyarakat madani adalah demokrasi. Masyrakat madani dan demokrasi memiliki kesamaan. Artinya, bahwa demokrasi akan berjalan dengan baik, apabila masyarakatnya memiliki sifat dan karakter masyarakat madani. G. menjadi Masyarakat Madani Indonesia G. Menjadi masyarakat madani Indonesia Indonesia membutuhkan tumbuh dan berkembangnya masyarakat madani. Pengembangan masyarakat madani di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia sendiri. Hidayat Nur Wahid mencirikan masyarakat madani sebagai masyarakat yang memegang teguh ideology yang benar, berakhlak mulia, secara politik ekonomi budaya bersifat mandiri, serta memiliki pemerintahan sipil. Untuk membangun masyarakat madani terdapat beberapa factor yang harus diperhatikan : 1. Adanya perbaikan disektor ekonomi a. Mendorong masyarakat membuat kegiatan ekonomi yang produktif b. Mengembangkan usaha dalam bentuk kelompok atau koperasi c. Masyarakat yang mempunyai tingkat teknologi d. Memberikan semangat motivasi e. Mengembangkan semangat cinta produksi dalam negeri f. Mendidik UKM untuk taat pada peraturan g. Melatih kemandirian dalam berusaha h. Mendorong pemerintah membuat kebijakan tentang pengembangan usaha kecil dan menengah i. Mendorong pemerintah memberikan kebijakan pengalokasian kredit modal pada UKM 2. Tumbuhnya intelektualitas a. Membangun masyarakat ilmiah yang beranggotakan dan bersifat sukarela b. Meningkatkan mutu pendidikan c. Mengembangkan system pendidikan yang demokratis d. Mengembangkan organisasi e. Mengembangkan sikap mental yang bertanggung jawab di masyarakat 3. Membangun masyarakat yang berbudaya modern a. Cara berpikir yang ilmiah dan melembaga dalam system pemerintahan dan masyarakat b. System administrasi yang baik c. System pengumpulan data yang baik dan teratur d. Penciptaan iklim yang menyenangkan masyarakat e. Tingkat organisasi yang tinggi 4. Membangun pluralism yang beragam a. Meningkatkan rasa hormat-menghormati dan bekerja sama antar umat beragama b. Meningkatkan hubungan antar umat beragama c. Mengembangkan sikap saling mencintai antar umat beragama d. Mengembangkan pergaulan antar umat beragama e. Mengutamakan musyawarah dalam menentukan keputusan f. Menjalankan hidup dengan sederhana 5. Adanya partisipasi aktif masyarakat dalam menciptakan tata pamong yang baik Langkah Good Governance: a. Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan rakyat b. Membangun kemandirian lembaga peradilan c. Membangun aparatur Negara yang professional dan berintegritas d. Membangun masyarakat yang kuat dan mandiri serta bermoral e. Penguatan otonomi daerah dalam mengurangi kesenjangan f. Membangun keimanan dan ketakwaan pada Tuhan 6. Adanya keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan a. Memberikan pendidikan agama sejak dini b. Mengimplementasikan ajaran agama c. Memberikan kebebasan berekspresi bagi masyarakat sesuai agamanya d. Menyediakan fasilitas beribadah DAFTAR PUSTAKA 1. Qodri Azizy. 2004. Melawan Golbalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam: Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm 126-128. 2. Komaruddin Hidayat dan Azyumari Azra. Demokrasi, Hak Asasi Manusai dan Masyarakat Madani.Jakarta : ICCE UIN Hidayatullah Jakarta dan The Asia Foundation, 2006, hal. 302-325. 3. H.A.R Tilaar. Pendidikan, Kebudayaan Dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung : PT Remaja Rosdakarya dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation), 2002 hal. 5. 4. M.Dawan Rahardjo. Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES, 1999. hal. xxiii. 5. Burhanuddin, 2003 Civil Society & Demokrasi: Survey tentang Prtisipasi Sosial-Politik Warga Jakarta. Ciputat: Indonesianaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa Insitute for Civil Society (INCIS). hal 49> 6. Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hlm 9-11.