MODUL PERKULIAHAN XII Kewarganegaraan Masyarakat Madani Fakultas Program studi MKCU MKCU Tatap Muka 13 Kode MK Disusun oleh 90003 Drs. Sugeng Baskoro, M.M Abstract Kompetensi Materi dalam modul ini menguraikan dan membahas tentang pengertian, latar belakang, sejarah perkembangan, karakteristik dan institusi penegak masyarakat madani. Diuraikan pula kaitan antara masyarakat madani dengan tumbuh kembangnya demokrasi. Tujuan instruksional pembelajaran yang hendak dicapai adalah agar mahasiswa mampu memahami secara komprehensif dan mampu menjelaskan konsepsi masyarakat madani dan urgensi masyarakat madani dalam pengembangan demokrasi, khususnya di Indonesia. Mayarakat Madani 1. Pengertian Masyarakat Madani Masyarakat madani berasal dari bahasa Inggris, civil society. Kata civil society sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu civitas dei yang artinya kota illahi dan society yang berarti masyarakat. Dari kata civil akhirnya membentuk kata civilization yang berarti peradaban (Gelner, 1995). Oleh sebab itu, kata civil society dapat diartikan sebagai komunitas masyarakat kota, yakni masyarakat yang telah mencapai peradaban maju. Konsepsi seperti ini, menurut Nurcholish Madjid (1995), pada awalnya lebih merujuk kepada dunia Islam yang ditunjukkan oleh masyarakat kota Arab. Gellner (1995) menyatakan bahwa masyarakat madani akan terwujud ketika terjadi tatanan masyarakat yang harmonis, yang bebas dari eksploitasi dan penindasan. Masyarakat madani adalah gambaran dari komunitas yang jauh dari monopoli kebenaran dan kekuasaan. Oleh karena itu, perjuangan menuju masyarakat madani pada hakikatnya merupakan proses panjang dan produk sejarah yang abadi, dan perjuangan melawan kezaliman dan dominasi para penguasa menjadi ciri utama masyarakat madani. Sementara itu, Seligman (dikutip oleh Mun’im: 1994), mendefinisikan istilah civil society sebagai seperangkat gagasan etis yang mengejawantah dalam berbagai tatanan sosial, dan yang paling penting dari gagasan ini adalah usahanya untuk menyelaraskan berbagai konflik kepentingan antar individu, masyarakat dan negara. Sedangkan civil society menurut Havel seperti yang dikutip Hikam (1994) adalah rakyat sebagai warga negara yang mampu belajar tentang aturan-aturan main melalui dialog demokratis dan penciptaan bersama batang tubuh politik partisipatoris yang murni. Gerakan penguatan civil society merupakan sebuah gerakan untuk merekonstruksi ikatan solidaritas dalam masyarakat yang telah hancur akibat kekuasaan yang monopolistik. Istilah madani menurut Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasa Arab, madaniy. Kata madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami, tinggal atau membangun. Kemudian berubah menjadi istilah madaniy yang artinya beradab, orang kota, orang sipil dan yang bersifat sipil. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Hall (1998), yang menyatakan bahwa masyarakat madani identik dengan civil society, artinya suatu ide, angan-angan, bayangan, cita-cita suatu komunitas yang dapat terjewantahkan dalam kehidupan sosial. Hefner (1998) menyebutkan bahwa masyarakat madani merupakan modern yang bercirikan kebebasan dan demokratisasi dalam berinteraksi di masyarakat yang semakin plural dan heterogen. 2. Latar Belakang Masyarakat Madani Masyarakat madani timbul karena faktor-faktor: Adanya penguasa politik yang cenderung mendominasi (menguasai) masyarakat dalam segala bidang agar patuh dan taat pada penguasa. Tidak adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Masyarakat diasumsikan sebagai orang yang tidak memiliki kemampuan yang baik (bodoh) dibandingkan dengan penguasa (pemerintah). Warga masyarakat tidak memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya. Sementara demokratis merupakan suatu entitas yang diharapkan warga negara dalam menjalani kehidupan, termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Adanya usaha membatasi ruang gerak dari masyarakat dalam kehidupan politik. Keadaan ini sangat menyulitkan bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapat, karena pada ruang publik yang bebaslah individu berada dalam posisi yang setara, dan akan mampu melaksanakan transaksi-transaksi politik tanpa ada kekhawatiran. 3. Sejarah Masyarakat Madani Filsuf Yunani Aristoteles ( 384-322) yang memandang civil society sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri. Pandangan ini merupakan fase pertama sejarah wacana civil society. Pada masa Aristoteles civil society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan. Rumusan civil society selanjutnya dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M ) dan Jhon Locke (1632-1704), yang memandangnya sebagai kelanjutan dari evolusi natural sciety. Menurut Hobbes, sebagai antitesa Negara civil society mempunyai peran untuk meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak, sehingga ia mampu mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (prilaku politik ) setiap warga Negara. Berbeda dengan Jhon Locke, kehadiran civil society adalah untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga Negara. Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society dengan konteks social dan politik di Skotlandia. Ferguson, menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan social. Pemahamannya ini lahir tidak lepas dari pengaruh dampak revolusi industri dan kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok. Fase ketiga, pada tahun 1792 Thomas Paine mulai memaknai wacana civil society sebagai sesuatu yang berlawanan dengan lembaga Negara, bahkan dia dianggap sebagai antitesa Negara. Menurut pandangan ini Negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka. Konsep Negara yang absah, menurut mazhab ini, adalah perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama. Semakin sempurna sesuatu masyarakat sipil, semakin besar pula peluangnya untuk mengatur kehidupan warganya sendiri. Fase keempat, wacana civil society selanjutnya dikembangkan oleh GWF. Hegel (17701837 M), Karl Marx (1818-1883 M) dan Antonio Gramsci (1891-1837 M). Dalam pandangan ketiganya civil society merupakan elemen ideologis kelas dominan. Fase kelima, wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859 M). Pemikiran Tocqueville tentang civil society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan Negara. Menurut Tocqueville, kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang kuat. Menurut Ryas Rasyid (1997) konsep masyarakat madani lahir pasca revolusi industri di Eropa Barat, yakni ketika kondisi ekonomi masyarakat sudah semakin baik dan mampu membayar pajak. Masyarakat sadar, sumbangsih mereka bagi pendapatan negara semakin penting, sehingga mereka menuntut hak-haknya sehingga muncul jargon politik; tidak ada pajak tanpa suara. Dalam kondisi demikian, masyarakat menghendaki adanya semacam kekuatan tawar menawar (bargaining position) yang seimbang terhadap negara. 4. Karakteristik dan Ciri-Ciri Masyarakat Madani Masyarakat madani tidak muncul dengan sendirinya. Ia menghajatkan unsur- unsur sosial yang menjadi prasayarat terwujudnya tatanan masyarakat madani. Faktor- faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mengikat dan menjadi karakter khas masyarakat madani. Beberapa unsur pokok yang dimiliki oleh masyarakat madani adalah: Wilayah publik yang bebas ( free public sphere), demokrasi, toleransi, kemajemukan (pluralism), dan keadilan social (social justice). 1) Adanya Wilayah Publik yang Luas Free public sphere adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat warga masyarakat. Di wilayah ruang publik ini semua warga Negara memiliki posisi dan hak yang sama untuk melakukan transaksi sosial dan politik tanpa rasa takut dan terancam oleh kekuatan -kekuatan di luar civil society. 2) Demokrasi Demokrasi adalah prasayarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society yang murni (genuine). Tanpa demokrasi masyarakat sipil tidak mungkin terwujud. Secara umum demokrasi adalah suatu tatanan sosial politik yang bersumber dan dilakukan oleh, dari, dan untuk warga Negara. 3) Toleransi Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Secara sederhana toleransi juga dapat diartikan sebagai sikap suka mendengar dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain. 4) Pluralisme Kemajemukan atau pluralisme merupakan prasayarat lain bagi civil society . Pluralisme tidak hanya dipahami sebatas sikap harus mengakui dan menerima kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan perbedaan sebagai sesuatu yang alamiah dan rahmat Tuhan yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat. 5) Keadilan sosial Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan: ekonomi, politik, pengetahuan dan kesempatan. Dengan pengertian lain, keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau golongan tertentu. 5. Institusi Penegak Masyarakat Madani Sifat atau karakteristik intitusi masyarakat madani adalah: a) Independen, yaitu lembaga ini memiliki sifat yang bebas (netral) dari intervensi lembaga lain, baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah b) Mandiri, yaitu bahwa lembaga ini memiliki kemampuan dan kekuatan untuk melaksanakan tugas dan fungsi lembaga, dengan tidak melibatka pihak lain di luar institusi c) Swaorganisasi, yaitu bahwa pengelolaan dan pengendalian institusi dilakukan secara swadaya oleh SDM lembaga d) Transparan, yaitu bahwa dalam pengelolaan dan pengendalian institusi dilakukan secara terbuka e) Idealis, yaitu bahwa pelaksanaan institusi diselenggarakan dengan nilai-nilai yang jujur, ikhlas dan ditujukkan bagi kesejahteraan masyarakat banyak f) Demokratis, yaitu bahwa institusi yang dibentuk, dikelola, serta dikendalikan dari, oleh dan untuk masyarakat sendiri. Institusi penegak masyarakat madani antara lain: a. Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga Swadaya Masyarakat adalah institusi sosial yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas utamanya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas. LSM dalam konteks masyarakat madani bertugas mengadakan pemberdayaan kepada masyarakat mengenai hal-hal yang signifikan dalam kehidupan seharihari, misalnya mengadakan pelatihan dan sosialisasi program-program pembangunan masyarakat. b. Pers Pers adalah institusi yang berfungsi untuk mengkritisi dan menjadi bagian dari social kontrol yang dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan warga negaranya. Selain itu, pers juga diharapkan dapat menyajikan berita secara objektif dan transparan. c. Supremasi Hukum Setiap warga negara , baik yang duduk dipemerintahan atau sebagai rakyat harus tunduk kepada aturan atau hukum. Sehingga dapat mewujudkan hak dan kebebasan antar warga negara dan antar warga negara dengan pemerintah melalui cara damai dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Supremasi hukum juga memberikan jaminan dan perlindungan terhadap segala bentuk penindasan individu dan kelompok yang melanggar norma-norma hukum dan segala bentuk penindasan hak asasi manusia. d. Perguruan Tinggi Perguruan tinggi merupakan tempat para aktivis kampus (dosen dan mahasiswa) yang menjadi bagian kekuatan sosial dan masyarakat madani yang bergerak melalui jalur moral porce untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah. Namun, setiap gerakan yang dilakukan itu harus berada pada jalur yang benar dan memposisikan diri pada real dan realitas yang betul-betul objektif serta menyuarakan kepentingan masyarakat. Sebagai bagian dari pilar penegak masyarakat madani, maka Perguruan Tinggi memiliki tugas utama mencari dan menciptakan ide-ide alternatif dan konstruktif untuk dapat menjawab problematika yang dihadapi oleh masyarakat. Menurut Riswanda Immawan, Perguruan Tinggi memiliki tiga peran yang strategis dalam mewujudkan masyarakat madani: Pemihakan yang tegas pada prinsip egalitarianisme yang menjadi dasar kehidupan politik yang demokratis. Membangun political safety net yakni dengan mengembangkan dan mempublikasikan informasi secara objektif dan tidak manipulatif. Melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara yang santun, saling menghormati, demokratis serta meninggalkan cara-cara yang agiatif dan anarkis. e. Partai Politik Partai Politik merupakan wahana bagi warga negara untuk dapat menyalurkan aspirasi politiknya. Partai politik menjadi sebuah tempat ekspresi politik warga negara sehingga partai politik menjadi prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani 6. Masyarakat Madani dan Demokratisasi Masyarakat madani yang dipahami sebagai sebuah tatanan kehidupan yang menginginkan kesejajaran hubungan antar warga negara dengan negara atas dasar prinsip saling menghormati. Masyarakat madani yang tidak hanya bersikap dan berperilaku sebagai citizen yang memiliki hak dan kewajiban, namun juga harus menghormati dan memperlakukan semua warga negara sebagai pemegang hak dan kebebasan yang sama. Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi, menurut Dawam bagaikan dua sisi mata uang yang keduanya bersifat ko-eksistensi. Artinya, hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah civil society dapat berkembang secara wajar. Menurut Nucholish Madjid, masyarakat madani merupakan “rumah” persemian demokrasi. Perlambang demokrasinya adalah pemilihan umum (pemilu) yang bebas dan rahasia. Namun, demokrasi tidak hanya bersemayam dalam pemilu, sebab jika demokrasi harus mempunyai “rumah” maka rumahnya adalah masyarakat madani. Kuatnya hubungan antara masyarakat madani dengan demokratisasi, sehingga masyarakat madani dapat dijadikan sebagai solusi dalam mengatasi permasalahan dalam menjalankan demokrasi. Selain itu, dapat juga dipakai sebagai cara pandang untuk memahami universalitas fenomena demokratisasi diberbagai kawasan dan negara. Larry Diamond, menyebutkan secara sistematis ada 6 konstribusi masyarakat madani terhadap proses demokrasi, yaitu: o Masyarakat madani menyediakan wahana sumber daya politik, ekonomi, kebudayaan dan moral untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan pejabat negara. o Pluralisme dalam masyarakat madani bila diorganisir akan menjadi dasar yang penting bagi persaingan demokratis. o Memperkaya partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan. o Ikut menjaga stabilitas negara. o Tempat menggembleng pimpinan politik. o Menghalangi dominasi rezim otoriter dan mempercepat runtuhnya rezim. Dalam masyarakat madani, warga negara mempunyai posisi sebagai pemilik kedaulatan dan hak untuk mengontrol pelaksanaan kekuasaan yang mengatasnamakan rakyat. Oleh karena itu diperlukan adanya ruang publik yang bebas, sehingga setiap individu masyarakat madani memiliki kesempatan untuk memperkuat kemandirian dan kemampuannya dalam mengelola wilayah. Kemandirian yang mampu direfleksikan dalam seluruh ruang kehidupan politik, ekonomi, dan budaya. Menurut Arief, proses pemberdayaan antara masyarakat madani dengan demokrasi akan terjadi jika: Berbagai kelompok masyarakat madani mendapat peluang untuk lebih banyak berperan, baik pada tingkat negara ataupun masyarakat. Jika posisi kelas tertindas berhadapan dengan kelas yang dominan menjadi lebih kuat yang berarti juga terjadinya proses pembebasan rakyat dari kemiskinan dan ketidakadilan. Berkaitan dengan demokrasi ini, M. Dawam Rahardjo menyatakan ada beberapa asumsi yang berkembang : Demokrasi bisa berkembang apabila masyarakat madani menjadi kuat baik melalui perkembangan dari dalam atau dari diri sendiri, melalui perlawanan terhadap negara atau melalui proses pemberdayaan ( termasuk oleh pemerintah ). Demokratisasi hanya bisa berlangsung apabila peranan negara dikurangi atau dibatasi tanpa mengurangi efektivitas dan efisiensi institusi melalui interaksi , perimbangan dan pembagian kerja yang saling memperkuat antara negara dengan pemerintah sendiri. Demoratisasi bisa berkembang dengan meningkatkan kemandirian atau independensi masyarakat madani dari tekanan dan kooptasi negara Daftar Pustaka 1. Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyrakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003 2. Srijanti, A. Rahman H.I, Purwanto S.K, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009 3. Syahrial Syarbaini, Rusdiyanta, Fatkhuri, Pendidikan Kewarganegaraan: Implementasi Karakter Bangsa, Jakarta: Hartomo Media Pustaka, 2012 4. Sutoyo, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011 5. Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Pendidikan kewarganegaraan, cetakan ke-5, Jakarta:ICCE UIN Jakarta, 2010