URGENSI SIKAP MAHASISWA MENILAI KEMAMPUAN DIRI

advertisement
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
ISSN 2338-6673 E ISSN 2442-8280
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
Halaman 58-67
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/tjmpi
URGENSI SIKAP MAHASISWA MENILAI KEMAMPUAN DIRI
DALAM BELAJAR MELALUI ASESMEN DIRI
(SELF-ASSESSMENT)
Lian G. Otaya
IAIN Sultan Amai Gorontalo
[email protected]
Abstrak
Salah satu upaya yang dianggap mampu meningkatkan sikap jujur mahasiswa dalam menilai
kelebihan dan kelemahannya dalam belajar adalah melalui asesmen diri (self-asesment).
Asesmen diri adalah suatu teknik penilaian dimana mahasiswa diminta untuk menilai dirinya
sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya
dalam mata kuliah tertentu didasarkan atas kriteria yang telah ditetapkan. Mahasiswa diberi
kesempatan menilai diri mereka sendiri, dan melihat kemungkinan untuk refleksi diri. Agar
mahasiswa mampu menilai diri mereka sendiri, mereka perlu melihat contoh pekerjaan yang
bagus dan memahami standar yang dipakai untuk menilai. Ini berarti bahwa dosen harus
bekerja bersama-sama mahasiswa untuk menentukan kriteria pekerjaan yang akan dinilai.
Dengan melihat contoh pekerjaan yang dianggap bagus, mereka bisa mengembangkan ide
bagaimana suatu pekerjaan dinilai. Selama proses asesmen ini, mahasiswa dibimbing untuk
mampu menemukan kelemahan dan kebaikan dari penampilan mereka, dengan demikian
mereka mampu mengidentifikasi di bagian mana mereka harus lebih membelajarkan diri lebih
lanjut agar menjadi kompeten dan di bagian mana mereka harus mempertahankan keterampilan
mereka. Di samping itu, asesmen diri juga melatih mahasiswa untuk memiliki kesadaran internal
tentang aspek kelemahan yang harus mereka benahi dan aspek kekuatan yang harus mereka
pertahankan.
Kata Kunci : Sikap dalam Belajar, Assessmen Diri
A.
Pendahuluan
Proses pendidikan di perguruan tinggi
akan berlangsung efektif dan memiliki
dampak yang berarti bagi proses perubahan
dan pengembangan jika dilihat melalui alat
ukur kinerja baik proses maupun produknya.
Alat yang selama ini dikenal untuk melihat
kinerja tersebut adalah evaluasi pendidikan.
Dengan instrumen evaluasi yang baik dan
representatif serta valid maka efektivitas dan
kualitas pendidikan yang selama ini berjalan
dapat dengan mudah terlihat.
58
Mahasiswa adalah pihak yang paling
memanfaatkan hasil penilaian di sebuah
perguruan
tinggi.
Mahasiswa
dapat
mempelajari kinerjanya serta mempelajari
standar kualitas kinerjanya berdasarkan hasil
penilaian dosennya untuk setiap mata kuliah.
Hasil penilaian tersebut membantu mahasiswa memahami dirinya, menetapkan apa
yang mereka harapkan, serta memperkirakan
peluang
keber-hasilannya
berdasarkan
kinerja yang ditunjukkan oleh hasil penilaian.
Oleh karena itu, sudah saatnya penilaian
yang dilakukan dosen sekarang ini perlu ada
inovasi, agar apa yang dilakukan dosen
sesuai dengan yang diharapkan. Harapan
tersebut tidak hanya berlaku bagi dosen,
namun lebih kepada stakeholder (mahasiswa,
orang tua, masyarakat).
Perubahan paradigma yang terjadi
sekarang ini dari teacher centered menjadi
student centered. Dalam student centered
approach, lebih mengaktifkan
para
mahasiswa dalam proses pembelajaran, mendorong para mahasiswa untuk menguasai
pengetahuan, memper-kenalkan hubungan
antara pengeta-huan dengan dunia nyata
(analitis, sintesis, dan evaluasi), mendorong
terjadinya pembelajaran secara aktif dan
berpikir secara kritis, mengenal-kan berbagai
macam
gaya
belajar,
memperhatikan
kebutuhan dan latar belakang pembelajar,
memberi kesempatan untuk pemberlakuan
berbagai macam strategi assessment. Boud
dan Falchikov (1995), menyatakan bahwa
partisipasi aktif peserta didik dalam desain
penilaian,
penyusunan
kriteria
dan
melaksanakan penilaian sangat diperlukan
dalam pembelajaran. Keterlibatan mahasiswa untuk ikut menilai pekerjaannya sendiri,
merupakan langkah awal yang tidak mudah.
Namun jika mahasiswa ikut berperan aktif
dalam pembelajaran maka akan mendorong
prestasi lebih baik. Dengan terlibat langsung
melakukan penilaian, mahasiswa merasa apa
yang dipelajarinya memang masih jauh dari
standar yang ditetapkan, sehingga masih
perlu banyak belajar, baik teori penunjang
praktek maupun keterampilan.
Keterlibatan mahasiswa dalam penileian diri perlu kiranya untuk segera dilakukan.
Dengan menerapkan sistem penilaian diri,
mahasiswa dituntut untuk lebih berkreasi,
belajar jujur, adil, tanggung jawab, berani
mengkritisi diri sendiri, disiplin, meningkatkan
kompetensi, percaya diri, konsentrasi belajar,
menggunakan waktu dengan baik, terus
melakukan perbaikan, semangat/motivasi
bekerja. Dengan demikian mahasiswa akan
bisa mengetahui kelemahan dan kekuatan
dirinya. Dalam penilaian ini diharapkan data
yang dihasilkan seobjektif mungkin untuk
mendapatkan
gambaran
kemampuan
mahasiswa secara riil. Objektif disini berarti
mengemukakan suatu fakta apa, tidak ada
unsur pribadi yang mempengaruhi penilaian.
B. Konsep Penilaian
Penilaian ditinjau dari sudut bahasa,
diartikan sebagai proses menentukan nilai
suatu objek. Untuk dapat menentukan suatu
nilai atau harga suatu objek diperlukan
adanya ukuran atau kriteria. Misalnya untuk
dapat mengatakan baik, sedang, kurang,
diperlukan adanya ukuran yang jelas
bagaimana yang baik, yang sedang, dan yang
kurang. Ukuran itulah yang dinamakan kriteria
(Depdiknas, 2008: 5).
Ada dua istilah terkait dengan konsep
penilaian (assesment), yaitu pengukuran
(measurement) dan evaluasi (evaluation).
Pengukuran adalah proses penetapan angka
terhadap suatu gejala menurut aturan
tertentu.
Sedangkan
evaluasi
adalah
penilaian yang sistematik tentang manfaat
atau
kegunaan
suatu
objek.
Dalam
melakukan evaluasi di dalamnya ada kegiatan
untuk menentukan nilai (misalkan: pahamtidak paham, baik-buruk, atau tuntas-tidak
tuntas), sehingga ada unsur judgement.
Pengukuran, penilaian, dan evaluasi adalah
hierarki. Pengukuran membandingkan hasil
pengamatan dengan kriteria, penilaian
menjelaskan
dan
menafsirkan
hasil
pengukuran,
sedang
evaluasi
adalah
penetapan nilai atau implikasi suatu perilaku,
baik perilaku individu maupun lembaga.
Penilaian adalah suatu proses untuk
mengetahui apakah proses dan hasil dari
suatu program kegiatan telah sesuai dengan
tujuan atau kriteria yang telah ditetapkan.
Penilaian dapat dilakukan secara tepat jika
tersedia data yang berkaitan dengan objek
penilaian (Suwandi, 2011: 9).
Dari kedua pengertian tersebut dapat
dikatakan bahwa ciri penilaian adalah adanya
objek atau program yang dinilai dan adanya
kriteria sebagai dasar untuk membandingkan
antara apa yang dicapai dengan kriteria yang
harus dicapai. Perbandingan bisa bersifat
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
59
mutlak, bisa pula bersifat relatif. Perbandingan
bersifat
mutlak
artinya
hasil
perbandingan
tersebut
menggambarkan
posisi objek yang dinilai ditinjau dari kriteria
yang berlaku. Sedangkan perbandingan yang
bersifat relatif artinya hasil perbandingan lebih
menggambarkan posisi suatu objek yang
dinilai terhadap objek lainnya dengan
bersumber pada kriteria yang sama. Dengan
demikian, inti penilaian adalah proses
menentukan nilai suatu objek tertentu
berdasarkan kriteria tertentu.
Ratumanan & Laurens (2003: 1)
mengemukakan bahwa penilaian juga dapat
diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data
hasil pengukuran. Inti penilaian dari
pengertian ini adalah proses memberikan nilai
kepada objek tertentu berdasarkan suatu
kriteria. Proses pemberian nilai dilakukan
dalam bentuk interpretasi dan pertimbangan.
Mardapi (2008: 5) menjelaskan
penilaian merupakan komponen penting
dalam penyelenggaraan pendidikan. Upaya
meningkatkan kualitas pendidikan dapat
ditempuh melalui peningkatan kualitas
pembelajaran dan sistem penilaiannya.
Keduanya saling terkait, sistem pembelajaran
yang baik akan menghasilkan kualitas belajar
yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat
dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya
sistem penilaian yang baik akan mendorong
guru untuk menentukan strategi mengajar
yang baik dan memotivasi peserta didik untuk
belajar yang lebih baik.
Jelaslah bahwa dalam konteks
pendidikan, penilaian diartikan sebagai suatu
kegiatan untuk mengetahui perkembangan,
kemajuan, dan/atau hasil belajar peserta didik
selama program pendidikan itu dilaksanakan.
Penilaian dalam pembelajaran merupakan
penilaian yang membantu peserta didik untuk
lebih memahami dan menguasai materi
pelajaran yang diberikan, dengan memberi
kesempatan kepada mereka untuk lebih
bertanggungjawab terhadap belajar mereka
sendiri. Mereka diberi kesempatan untuk
mengungkap apa yang mereka telah pelajari,
apa yang mereka belum ketahui, dan
60
bagaimana pengalaman mereka dalam
proses pembelajaran (Rasyid & Mansur,
2007: 61).
Definisi yang lebih spesifik tentang
penilaian
dalam
proses
pembelajaran
menurut
Popham
(1995:
7)
adalah
educational assessment is a formal attempt to
determine students’ status with respect to
educational variables of interest. Pada definisi
ini tercakup tiga komponen utama dalam
proses penilaian, yaitu: formal attempt,
students’ status dan educational variables of
interest. Formal attempt adalah suatu upaya
formal yang disengaja (a deliberate effort) dan
dilakukan secara sistematis. Adapun yang
dimaksud dengan students’ status adalah
status peserta didik berkaitan dengan
pengetahuan, sikap dan keterampilannya.
Sedangkan educational variables of interest
adalah berbagai macam kepentingan yang
berkaitan dengan pembelajaran.
Secara
mendasar
prinsip-prinsip
penilaian dalam pembelajaran, menurut
Susetyo (2009: 13) berdasarkan prinsipprinsip
berikut:
(1)
sahih
(validity),
dimaksudkan ketepatan alat ukur penilaian
berdasarkan data yang mencerminkan
kemampuan/keterampilan
yang
sesungguhnya akan diukur; (2) objektif
(objective), berarti penilaian didasarkan pada
prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai; (3) adil (fair),
mengandung arti bahwa penilaian tidak
memihak,
tidak
menguntungkan
atau
merugikan salah satu pihak, serta tidak
memandang perbedaan latar belakang
agama, suku, budaya, adat istiadat, status
sosial ekonomi, dan gender; (4) terpadu
(integrated), berarti penilaian yang dilakukan
oleh evaluator merupakan bagian atau
komponen yang tak terpisahkan dari sistem
kegiatan
pembelajaran;
(5)
terbuka
(disclossure), mengandung arti bahwa
pendekatan, metode, prosedur penilaian,
kriteria penilaian, dan pengambilan keputusan
adalah
berdasarkan
hasil
penilaian
sebenarnya, serta dapat diketahui oleh pihak
lain yang berkepentingan; (6) menyeluruh
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
(comprehensive) dan berkesinambungan
(continuity), berarti penilaian mencakup
semua aspek kompetensi (kognitif, afektif,
psikomotor), dilakukan secara periodik dan
terus menerus, menggunakan berbagai
pendekatan, metode dan teknik penilaian
yang sesuai, untuk memantau kemajuan atas
pencapaian kemampuan/ keterampilan seseorang; (7) sistematis (systematis), berarti
penilaian dilakukan secara berencana dan
bertahap dengan mengikuti langkah-langkah
baku.
Berdasarkan beberapa pendapat di
atas, penilaian dalam pembelajaran adalah
segala kegiatan yang dirancang dan
dilaksanakan secara disengaja dan sistematis
dalam mengumpulkan informasi yang akan
digunakan sebagai dasar dalam mengambil
keputusan tentang pengetahuan, sikap, dan
keterampilan peserta didik untuk berbagai
macam kepentingan/tujuan pembelajaran
C. Konsep Sikap
Salah satu faktor yang mempengaruhi
hasil belajar mahasiswa adalah sikap. Sikap
merupakan suatu yang dipelajari, dan sikap
menentukan bagaimana individu bereaksi
terhadap situasi serta menentukan apa yang
dicari individu dalam kehidupan.
Sikap selalu berkenaan dengan suatu
objek dan sikap terhadap objek ini disertai
dengan perasaan positif atau negatif. Orang
mempunyai sikap positif terhadap suatu objek
yang bernilai dalam pandangannya, lebih
cenderung bersifat negatif terhadap objek
yang dianggapnya tidak bernilai atau juga
merugikan.
Sikap manusia atau singkatnya kita
sebut sikap telah didefinisikan dalam berbagai
versi
oleh
para
ahli.
Berkowitz
mengemukakan adanya lebih dari tigapuluhan
definisi sikap. Rensis Likert, juga seorang
pionir di bidang pengukuran sikap dan
Charles Osgoo, menurut mereka, sikap
adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi
perasaan. Sikap seorang terhadap suatu
objek adalah perasaan mendukung atau
memihak (favorable) maupun perasaan tidak
mendukung atau tidak memihak (unfavorable)
pada objek tersebut Berkowitz. Secara lebih
spesifik, Thurstone (dalam Azwar, 2005: 4-7)
memformulasikan sikap sebagai derajat efek
positif dan efek negatif terhadap suatu objek
psikologis.
Kelompok pemikiran yang kedua
diwakili oleh para ahli seperti Chave,
Bogardus, Lapierre, Mead, dan Gordon
Allport tokoh terkenal di bidang psikologi
sosial dan psikologi kepribadian yang
konsepsi mereka mengenai sikap lebih
kompleks. Menurut kelompok pemikiran ini,
sikap merupakan semacam kesiapan untuk
bereaksi terhadap suatu objek dengan cara
tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan
yang
dimaksudkan
merupakan
kecenderungan potensial untuk bereaksi
dengan cara tertentu apabila individu
dihadapkan pada suatu stimulus yang
menghendaki adanya respons, (Azwar,
2005:5).
Kelompok pemikiran yang ketiga
adalah kelompok yang berorientasi kepada
skema triadik (triadic schema). Menurut
kerangka
pemikiran
ini
suatu
sikap
merupakan konstelasi komponen-komponen
kognitif, afektif dan konatif yang saling
berinteraksi dalam memahami, merasakan,
dan berperilaku terhadap suatu objek. Secord
& Backman mendefinisikan sikap sebagai
keteraturan tertentu dalam hal perasaan
(afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi
tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu
aspek di lingkungan sekitarnya (Azwar,
2010:5).
Hal ini sejalan dengan Fishbein &
Ajzen
(dalam
Mardapi,
2008:105)
mendefinisikan sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara
positif atau negatif terhadap suatu objek,
situasi, konsep, atau orang. Sikap siswa
terhadap objek misalnya sikap terhadap
sekolah atau terhadap bidang studi. Sikap
siswa ini penting untuk ditingkatkan Trow &
Alport (dalam Djaali & Pudji, 2008:114)
mendefinisikan sikap sebagai suatu kesiapan
mental atau emosional dalam beberapa jenis
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
61
tindakan pada situasi yang tepat. Disini Trow
lebih menekankan pada kesiapan mental atau
emosional seseorang terhadap suatu objek.
Sementara itu Allport mengemukan bahwa
sikap adalah suatu kesiapan mental dan saraf
yang tersusun melalui pengalaman dan
memberikan pengaruh langsung kepada
respons individu kepada semua objek atau
situasi yang berhubungan dengan objek itu.
Jadi makna sikap yang terpenting
apabila diikuti oleh objeknya. misalnya sikap
mahasiswa terhadap mata kuliah Statistika
Pendidikan, harus lebih positif setelah
mahasiswa mengikuti pembelajaran Statistika
Pendidikan dibanding sebelum mengikuti
pembelajaran. Perubahan ini merupakan
salah satu indikator keberhasilan pendidik
dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Untuk itu dosen harus membuat rencana
pembelajaran termasuk pengalaman belajar
mahasiswa yang membuat sikap mahasiswa
terhadap mata kuliah menjadi lebih positif.
Sehubungan dengan penger-tianpengertian yang dikemukakan di atas, dapat
ditemukan unsur yang hampir sama pada
sikap, yaitu sikap merupakan kecenderungan
untuk bertindak atau bereaksi terhadap
rangsangan baik positif maupun negatif. Oleh
karena itu, manifestasi sikap tidak dapat
langsung dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan
terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang
masih tertutup. Secara umum, objek sikap
yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran
adalah sebagai berikut.
1. Sikap
terhadap
materi
pelajaran.
Mahasiswa perlu memiliki sikap positif
terhadap materi pelajaran. Dengan sikap
positif dalam diri mahasiswa akan tumbuh
dan berkembang minat belajar, akan lebih
mudah diberi motivasi, dan akan lebih
mudah menyerap materi pelajaran yang
akan diajarkan.
2. Sikap terhadap pengajar/dosem. Mahasiswa perlu memilki sikap positif terhadap
dosen. Mahasiswa yang tidak memiliki
sikap positif terhadap dosen akan
cenderung mengabaikan hal-hal yang
diajarkan. Dengan demikian, mahasiswa
62
yang memiliki sikap negatif terhadap dosen
akan sukar menyerap materi kuliah yang
diajarkan oleh dosen tersebut.
3. Sikap terhadap proses pembelajaran.
Dosen juga perlu memiliki sikap positif
terhadap proses pembelajaran yang
berlangsung. Proses pembelajaran mencakup suasana pembelajaran, strategi,
metodologi, dan teknik pem-belajaran yang
digunakan. Proses pembelajaran yang
menarik, nyaman dan menyenang-kan
dapat menumbuhkan motivasi belajar
mahasiswa sehingga dapat mencapai hasil
belajar yang maksimal.
Dimensi sikap menurut Djaali & Pudji
(2008:100) adalah: 1) Arah. Sikap terpilah
pada dua arah (positif atau negatif), misalnya:
setuju atau tidak setuju; 2) Intensitas.
Kedalaman atau kekuatan sikap terhadap
sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya
mungkin tidak berbeda, contoh: setuju atau
sangat setuju; 3) Keluasan. Kesetujuan atau
ketidak setujuan terhadap suatu objek sikap
dapat hanya sebagian atau keseluruhan; 4)
Konsistensi. Kesesuaian antara pernyataan
sikap yang dikemukakan dengan responsnya
terhadap objek sikap. Konsistensi sikap
diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar
waktu; 5) Spontanitas. Sikap dikatakan
memiliki spontanitas yang tinggi apabila
dinyatakan secara terbuka tanpa desakan.
Sehubungan uraian di atas penilaian
sikap mahasiswa bertujuan untuk mengetahui
respons mahasiswa terhadap suatu objek,
misalnya
sikap
mahasiswa
dalam
pembelajaran Statistika Pendidikan. Sikap
terhadap pembelajaran ini bisa positif bisa
negatif.
D. Konsep Asesmen Diri (Self Assessment)
Proses penilaian pembelajaran selama
ini, selalu ditentukan oleh pendidik, padahal
peserta didik sebagai subjek belajar juga
dapat melakukan penilaian secara mandiri.
Instrumen yang dapat dikembangkan adalah
penilaian diri atau self assessment.
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
Self assessment atau penilaian diri
merupakan metode penilaian dimana siswa
diminta untuk menilai dirinya sendiri yang
berkaitan dengan status, proses dan tingkat
ketercapaian kompetensi yang sedang
dipelajarinya dari suatu mata pelajaran
tertentu. Teknik penilaian ini dapat mengukur
aspek kognitif, psikomotor dan afektif
(Suwandi, 2010:114). Self assessment dapat
digunakan untuk membantu peserta didik
dalam mengembangkan kemampuan meni-lai
dan mengkritisi proses dan hasil pencapaian
tujuan pembelajaran, membantu peserta didik
menentukan kriteria untuk menilai hasil
belajarnya,
dan sebagai
syarat
yang
diperlukan dalam sebuah proses pembelajaran untuk memutuskan ketercapaian
indikator kompetensi.
Self assessment merupakan proses
dimana pendidik memiliki tanggung jawab
untuk menilai dirinya sendiri sehingga ia
dapat mengetahui kekurangan diri dan
termotivasi untuk meningkatkan semangatnya
dalam belajar. Self assessment dilakukan
berdasarkan kriteria yang jelas dan dengan
cara yang obyektif. Kelebihan dari Self
assessment menurut Smith (dalam Depdiknas, 2008:5) yaitu mendorong peserta didik
untuk mengenal kelebihan dan kekurangan
yang dimilikinya, peserta didik mampu
merefleksikan kompetensi yang sudah
dicapai, memberikan motivasi diri dalam hal
tanggungjawab terhadap proses belajarnya
sehingga mereka dapat mandiri, melatih
kejujuran peserta didik.
Senada dengan Smith, Kunandar
(2007)
mengemukakan
penggunaan strategi self-assessment dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang terutama
dalam
keman-dirian
menyelesaiakan
permasalahan yang terjadi ketika belajar.
Dampak positif penggunaan strategi ini dalam
penilaian di kelas adalah sebagai berikut: (1)
Dapat menumbuhkan rasa percaya diri
peserta
didik
karena
mereka
diberi
kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri; (2)
Peserta didik menyadari akan kekurangan
dan kelebihan dirinya karena ketika
melakukan penilaian harus mela-kukan
intropeksi diri; (3)
Dapat mendorong
membiasakan dan melatih peserta didik untuk
berbuat jujur karena mereka dituntut untuk
melakukan penilaian secara obyektif.
Penelitian Marciatadjuddin (2011) dan
teori tentang pembelajaran mengidentifikasi 5
dimensi pembelajaran yang penting untuk
kesuksesan dalam belajar Kelima dimensi itu
mencakup: (1) Positive attitudes and
perceptions about learning; (2) Acquiring and
integrating knowledge; (3) Extending and
refining knowledge; (4) Using knowledge
meaningfully; (5) Productive habits of mind.
Penerapan self assessment setidaknya mengacu kepada tiga dari kelima dimensi
pembelajaran di atas. Pertama, self assessment dapat mempengaruhi sikap dan
persepsi yang positif terhadap pembelajaran.
Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam
proses penilaian hasil belajar mereka dan
dalam menyusun sasaran pembelajaran
(learning goal) mereka sendiri, siswa akan
terbangun motivasinya dalam belajar karena
mereka melihat proses belajar sebagai
sesuatu yang mempunyai arti bagi mereka
(meaningful). Mereka juga membangun sikap
“ownership” terhadap proses belajar mereka
karena mereka bisa terus memantau
perkembangan mereka sendiri, kapan mereka
berhasil mencapai tujuan dan langkah apa
yang harus diambil bila mereka masih belum
mencapainya.
Proses self
assessment
membangun persepsi yang positif terhadap
keseluruhan proses belajar.
Kedua, self
assessment juga
memperluas dan memperhalus pengetahuan
siswa karena ketika mereka mengevaluasi
diri, mereka harus menganalisa apa yang
mereka telah pelajari secara lebih dalam dan
lebih teliti. Dibutuhkan kemampuan berpikir
yang tinggi untuk bisa memikirkan dan
menganalisa apa yang kita telah pelajari
(metacognition). Dengan memikirkan dan
mengkomunika-sikan hasil pemikiran ini,
siswa sudah memperluas dan memperhalus
kualitas pengetahuannya karena tingkatannya
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
63
bukan hanya tahu dan mengerti, tetapi sudah
sampai pada analisis, sintesis, dan evaluasi.
Ketiga, kebiasaan dan ke-mampuan
siswa untuk mengevaluasi diri secara terus
menerus akan menghasilkan kebiasan
produktif dari pikiran (productive habits of
mind). Salah satu cara untuk membangun
kebiasaan ini adalah dengan menerapkan
kebiasaan untuk melakukan self assessment.
Siswa yang sudah terbiasa melakukan self
assessment terhadap pikiran, tindakan dan
pekerjaan mereka akan mempunyai pola pikir
yang sistematis dan strategis. Dalam setiap
tahap pekerjaan mereka akan terus menerus
sadar akan proses berpikir mereka sendiri
dan mengevaluasi keefektifan tindakan
mereka. Jika kebiasaan ini terbangun, peran
pendidik dalam proses belajar mereka akan
semakin berkurang dan lebih sebagai
pendukung dan pengamat daripada pengatur
dan pengendali. Pada akhirnya, peserta didik
sendirilah yang akan berperan sebagai
pengatur dan pengendali proses belajar
mereka sendiri.
Menurut Mimin Haryati (2008: 67),
menilai diri dapat memberikan manfaat/
dampak positif terhadap perkembangan
kepribadian seorang peserta didik diantaranya: (1) menumbuhkan rasa percaya diri,
karena peserta didik diminta untuk menilai
dirinya sendiri, (2) peserta didik dapat
mengetahui kekurangan dan kelebihan diri
sendiri, metode ini merupakan ajang
instropeksi diri, (3) memberikan motivasi
untuk membiasakan dan melatih peserta didik
untuk berbuat jujur dalam menyikapi suatu
hal.
E.
Urgensi Sikap Mahasiswa Menilai
Kemampuan Diri dalam Belajar Melalui
Asessmen Diri
Penilaian diri merupakan bentuk
penilaian inovatif yang mendukung kegiatan
pembelajaran mahasiswa. Penilaian diri
mahasiswa dalam pembahasan ini adalah
proses dimana mahasiswa terlibat dan
bertanggung jawab dalam menilai hasil
kerjanya sendiri. Menurut Boud (1995) dalam
64
Spiller, (2009: 3) bahwa semua penilaian
termasuk penilaian diri terdiri dari dua unsur
utama, yaitu membuat keputusan tentang
standar kinerja yang diharapkan dan
kemudian melakukan penilaian kualitas
kinerja yang berkaitan dengan standar
tersebut. Terdapat dua kegiatan utama dalam
penilaian diri siswa, yaitu membuat keputusan
mengenai standar kinerja dan menilai kulaitas
kinerja tersebut, ketika penilaian diri
mahasiswa hendak dilakukan. Mahasiswa
akan terlibat langsung dalam kegiatan
tersebut.
Terdapat beberapa definisi mengenai
penilaian diri di tingkat kelas. Menurut Tola
(2006: 6) penilaian diri di kelas adalah
penilaian yang dilakukan sendiri oleh pendidik
atau peserta didik yang bersangkutan untuk
kepentingan
pengelolaan
kegiatan
pembelajaran di kelas. Penilaian diri
merupakan suatu proses penilian formatif
selama peserta didik merefleksikan dan
mengevaluasi
kualitas
pekerjaan
dan
belajarnya, menilai sejauh mana dia
mencapai tujuan yang telah dinyatakan
secara eksplisit atau kriteria, mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan dalam pekerjaannya
(Andrade & Du (2007) dalam Spiller (2009: 3).
Jadi intinya bahwa penilaian diri adalah
proses penilaian yang melibatkan mahasiswa
dan bertanggung jawab untuk menilai
kinerjanya sendiri. Dalam hal ini penilaian diri
dapat mendorong mahasiswa untuk mandiri
dan meningkatkan motivasi mereka. Penilaian
diri dapat digunakan untuk membentu
mengembangkan kemam-puan mahasiswa
untuk memeriksa dan berpikir kritis mengenai
proses pembelajaran yang mereka jalani.
Penilaian diri dapat memban-tu
mahasiswa menentukan kriteria apa yang
harus digunakan untuk menilai hasil kerja dan
menerapkan hal ini secara objektif terhadap
hasil kerja untuk memfasilitasi proses
perkuliahan yang sedang berlang-sung.
Terkait dengan penilaian diri cocok diterapkan
pada pembelajaran yang berpusat pada
mahasiswa, Willey & Gardner (2007: 6) dari
hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
penilaian diri berpengaruh positif terhadap
hasil belajar yang dicapai, yaitu dapat
meningkatkan hasil belajar dan meningkatkan
hasrat mereka untuk belajar. Dalam penelitian
lainnya Willey & Gardner (2008; 9) juga
menyimpulkan bahwa penilaian diri menjadi
fasilitas mereka dalam menerima umpan balik
yang menguntungan dari teman kelompok
mereka, sebagai faktor penentu keberhasilan
dalam belajar kelompok mereka. Lebih
spesifik Ma, Millman, & Wells (2008:4)
melakukan eksperimen penerapan penilaian
diri pada mata kuliah matematika bagi
mahasiswa calon guru sekolah dasar,
menyimpulkan bahwa penerapan kedua
teknik penilaian tersebut berpotensi besar
pemahaman matematika mereka semakain
mantap. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian
diri dapat diterapkan pada mata kuliah yang
membahas mengenai konsep dan hubungan
antar konsep seperti Statisitika Pendidikan
maupun dapat diterapkan pada mata kuliah
yang lain misalnya ilmu sosial atau yang lain.
Teknik penilaian tersebut tidak perlu
diragukan lagi keberadaan, kemanfaatan, dan
potensinya. Namun sampai dengan saat ini,
praktek penilaian diri oleh mahasiswa belum
banyak dilakukan.
Hasil wawancara yang dilakukan pada
beberapa
orang
mahasiswa
Jurusan
Manajemen Pendidikan Islam menunjukkan
bahwa hampir seluruh mengaku memberikan
penilaian terhadap diri sendiri harus secara
jujur dan objektif, sehingga melatih kejujuran
diri. Meskipun ungkapan tersebut, belum bisa
dijadikan patokan bahwa hasil penilaian
sepenuhnya objektif. Karena memang tingkat
kejujuran belum dapat diukur hanya
berdasarkan keterangan ini saja, perlu kajian
yang lebih mendalam. Akan tetapi, setidaknya
data ini menunjukkan optimisme positif bahwa
penilaian ini memberikan suatu bentuk
kepercayaan kepada mahasiswa untuk
menilai dirinya sebagai bagian melatih
kejujuran diri. Sebagaimana hasil wawancara
kepada mahasiswa yang ditemui, mereka
menyatakan mengambil nilai positif dari
penilaian ini salah satunya yaitu belajar
kejujuran.
Berdasarkan data juga diperoleh dari
hasil pengamatan pada saat proses
perkuliahan
mata
kuliah
Evaluasi
Pembelajaran bahwa hanya sebagian kecil
mahasiswa yang menyatakan cenderung
menilai lebih terhadap diri sendiri. Hal ini juga
menunjukkan optimisme positif bahwa
mahasiswa berusaha memberikan penilaian
secara obyektif. Kecenderungan menilai lebih
terhadap diri juga bisa dijadikan sebagai
indikator yang menunjukkan adanya rasa
percaya diri yang lebih terhadap kemampuan
diri. Rasa percaya diri ini membuat mereka
merasa mampu melaksa-nakan teori yang
telah dipelajarinya dengan benar sesuai
kriteria
yang
diharapkan,
sehingga
memberikan
penilaian
lebih
terhadap
kemampuan dirinya.
Data yang digali melalui angket untuk
mengetahui bagaimana feedback dari pelaksanaan self assessment terhadap informasi
kemampuan diri, kekurangan diri, motivasi diri
untuk lebih disiplin, aktif, serta dorongan lebih
mempersiapkan
diri
mengembang-kan
kompetensi
dan
perilaku
yang
baik
menunjukkan sebagian besar mahasiswa
menyatakan lebih mengetahui kemampuan
diri,
dan
hampir
semua
mahasiswa
menyatakan dengan penilaian
selfassessment menjadi lebih menge-tahui
kekurangan diri. Penilaian self-assessment
memungkinkan
mahasis-wa
untuk
mendapatkan informasi aspek penilaian
maupun kriteria penilaian dengan sangat
jelas, sehingga dapat dijadikan sebagai tolok
ukur kemampuan diri. Lebih dalam lagi
penilaian
self-assessment, mendorong
mahasiswa
berdialog
dengan
dirinya
sehingga
terjadi
proses
perenungan
kompetensi dirinya.
Sebagaimana dikemukakan Zainal
(2011: 15) bahwa penilaian memberikan
informasi tentang sejauh mana hasil belajar
dan ketercapaian kompetensi oleh peserta
didik.
Informasi
tersebut
selanjutnya
dimanfaatkan untuk keperluan evaluasi,
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
65
antara lain untuk mengetahui tingkat
kemampuan mahasiswa (penilaian formatif),
untuk menentukan kelulusan (penilaian
sumatif), mengetahui tingkat kemajuan,
masukan bagi pendidik, untuk seleksi,
bimbingan konseling dan pengembangan
kurikulum. Tentunya hasil self-assessment
diharapkan juga dapat dimanfaatkan untuk
keperluan evaluasi. Kajian mengenai pemanfaatan terhadap hasil
self-assessment
secara lebih mendalam, tentunya akan lebih
bijak dan lebih tepat jika ditelaah oleh
beberapa pihak yang kompeten dan
berkepentingan di dalamnya. Konsekuensinya
pasti akan melibatkan banyak pihak dan
membutuhkan waktu yang lebih lama.
Dengan penilaian self assessment
mahasiswa diharapkan menyadari kekuatan
dan kelemahan dirinya, karena dalam proses
penilaian mereka harus mengintrospeksi
terhadap kemam-puan dirinya.
Melalui
evaluasi diri mahasiswa dapat membangun
pengetahuannya serta merencanakan dan
memantau perkembangannya apakah telah
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Mahasiswa dapat melihat kelebihan maupun
kekurangannya dalam setiap fase, untuk
selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan
perbaikan,
ketika
mahasiswa
yang
bersangkutan mampu menilai dirinya secara
jujur atau objektif.
F.
Daftar Pustaka
Azwar, Saifuddin. 2005. Sikap Manusia: Teori
dan Pengukurannya. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
. 2010. Reliabilitas dan
Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
. 2010. Tes Prestasi (Fungsi
dan
Pengembangan
Pengukuran
Prestasi Belajar). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
.
Psikometri.
Pelajar
Penutup
Efektifitas penilaian diri tidak lepas dari
fungsi penilaian, penilai, dan instrumen yang
digunakan. Ditinjau dari fungsinya, hasil
penilaian digunakan untuk memu-tuskan
kesuksesan
hasil
belajar
mahasiswa.
Wajarlah kiranya terda-pat mahasiswa yang
merasa khawatir akan kesuksesan hasil
belajar mereka sehingga mereka menilai
dirinya sendiri lebih baik dari yang
sebenarnya. Demikian juga terdapat siswa
yang merasa tidak nyaman menilai dirinya
sendiri lebih rendah sehingga mereka menilai
dirinya dalam kelompoknya lebih tinggi dari
yang sebenarnya.
66
Seorang
penilai
jelas
sangat
berkepentingan dengan hasil penilaiannya,
apalagi yang dinilai dirinya sendiri dalam
kelompoknya, sehingga kecenderungan akan
muncul disana. Telah diketahui bahwa hasil
penilaian diri akan menentukan kompetensi
yang dimiliki oleh mahasiswa dan tentu-nya
akan berbanding lurus dengan perubahan
sikap mereka dalam menilai kemampuan
yang dimiliki-nya, ketika setiap mahasiswa
menilai dirinya sendiri secara jujur dan
objektif. Sebaliknya jika mahasiswa menilai
tidak secara jujur dan objektif, tentunya
implementasi kecenderungan mahsiswa akan
terjadi di sini, sehingga prinsip-prinsip
penilaian akan terlanggar dan akibatnya hasil
penilaiannya akan bias dan
tidak
menggambarkan hasil yang sebenarnya.
2010.
Dasar-Dasar
Yogyakarta:
Pustaka
Boud,
D.
1995. Enhancing
Learning
through Self-Assessment. London:
Kogan Page.
Djaali,
H &
Pudji, Mulyono. 2008.
Pengukuran
Dalam
Bidang
Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Linn,
R.L,
Grondlund,
N.E.
2000.
Measurement and Assessment In
Teaching . Eighth edition. New Jersey:
Merril an imprint of Prentice Hall.
Mimin, Haryati, 2008. Model dan Teknik
Penilaian pada Tingkat Satuan
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada
Press.
Spiller, D. 2009. Assessment matters: Selfassessment and peer assessment.
Tersedia
pada
http://www.pdfspiller.com/... Tanggal
21 Januari 2015.
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Sugiharto, Bowo. 2010. Validitas dan
Reliabilitas.
http://bowo.staff.fkip.
uns.ac.id/files/2010/validitasreliabilitas-bowo.pdf.Diakses:
2
November 2011
Supranata, Sumarna. 2004. Analisis Validitas,
Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes
Implementasi
Kurikulum
2004.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Suwandi, Sarwiji. 2010. Model Assesmen
Pembelajaran.
Surakarta:
Yuma
Pustaka
Tola, B. 2006. Penilaian diri. Jakarta. Pusat
Penilaian Pendidikan Badan penelitian
dan Pengembangan. Depdiknas.
Willey, K. & Gardner, A. P. 2007. Investigating
the capacity of self and peer
assessment to engage student and
incease their desire to learn.
Zainal Arifin, 2011. Evaluasi Pembelajaran
Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
67
Download