komunikasi terapeutik perawat dan pasien

advertisement
KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAN PASIEN
GANGGUAN JIWA
(Studi Deskriptif Kualitatif Aktivitas Komunikasi Terapeutik Perawat
dengan Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. Soerojo Magelang)
oleh :
Fidya Faturochman
D 1210029
Disusun dan diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat guna memperoleh
gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas
Maret Surakarta Jurusan Ilmu Komunikasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAN PASIEN
GANGGUAN JIWA
(Studi Deskriptif Kualitatif Aktivitas Komunikasi terapeutik Perawat dengan
Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang)
Fidya Faturochman
Sri Urip Haryati
Tanti Hermawati
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
Therapeutic communication is consciously planned communication, aims and
activities are focused on the patient's recovery. Therapeutic communication
including interpersonal communication with each other provide a starting point
understanding between nurse and patient. Basic problem and this is a mutual
communication between nurses and patients need at, so it can be categorized into
personal communication between nurses and patients, nurses and patients receive
relief aid.
This
research
is
a
qualitative
description,
the
collection
data using observation and in-depth interviews, and literature. Informants were
selected based on purposive sampling. Analysis of the data obtained using a
model of interaction Miles and Huberman, and validity of the data itself is tested
using triangulation.
The results obtained indicate that therapeutic communication is implemented in
Mental Hospital Prof. Dr. Soerojo Magelang consists of four phases / stages,
namely pre-interaction phase, the orientation phase, working phase, and
termination phase. In doing therapeutic communication with the patient, the nurse
at the Mental Hospital Prof. Dr. Soerojo Magelang, using techniques and a
certain attitude. The association between the nurses with the patients at the
Mental Hospital Prof. Dr. Soerojo Magelang is important in therapeutic
communication. Through the interwoven relationships of nurses and patients who
nurtured well, nurses and patients to work together to achieve goals. The purpose
of the therapeutic communication to help create an atmosphere of good health
care will ultimately be able to motivate the patient's recovery.
Keywords : Therapeutic, Communication, Patient Nurse Mental Disorders
1
Pendahuluan
Krisis multi dimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat pada
sebagian besar masyarakat dunia termasuk Indonesia, krisis ekonomi, politik,
sosial, budaya, agama, ras, kepercayaan dan sebagainya tidak saja akan
menjadikan masyarakat dengan potensi gangguan fisik berupa gangguan gizi,
terserang berbagai penyakit infeksi dan sebagainya tetapi juga dengan potensi
penyakit psikis berupa stress berat, depresi, skizoprenia dan sejumlah problem
sosial dan spiritual lainnya. Kecenderungan meningkatnya angka gangguan
mental atau psikis di kalangan masyarakat saat ini dan akan datang, akan terus
menjadi masalah sekaligus tantangan bagi tenaga kesehatan khususnya komunitas
profesi psikologi dan keperawatan (Rasmun, 2001: 14).
Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa gangguan mental
disebabkan karena adanya gangguan oleh apa yang disebut roh jahat yang telah
merasuki jiwa, sehingga seseorang yang mengalami gangguan mental psikiatri
harus diasingkan atau dikucilkan dan dipasung karena dianggap sebagai aib bagi
keluarga. Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri, karena fenomena yang terjadi
memang merupakan gambaran nyata bagi sebagian besar masyarakat, hal tersebut
disebabkan karena sebagian besar masyarakat Indonesia taraf pendidikannya
masih rendah (Rasmun, 2001: 14).
Bertambahnya penyandang masalah gangguan mental juga disebabkan
belum maksimalnya perawat dan psikolog dalam merencanakan intervensi
penyakit dengan mengikutsertakan keluarga pada setiap upaya penyembuhan.
Kesenjangan ini mengakibatkan angka kekambuhan yang cukup tinggi,
seringkali klien yang sudah dipulangkan kepada keluarganya beberapa hari,
kemudian kambuh lagi dengan masalah yang sama atau bahkan lebih berat. Tidak
sedikit juga keluarga yang menolak kehadiran klien kembali bersamanya
(Rasmun, 2001: 15).
Saat ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami
perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi.
Proses ini merupakan proses perubahan yang sangat mendasar dan konsepsional,
yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek pendidikan, pengembangan
2
dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian
dalam keperawatan.
Komunikasi
terapeutik
adalah
komunikasi
yang
direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien
(Indrawati, 2003: 48). Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal
dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien.
Persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah saling membutuhan antara
perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di
antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan
(Indrawati, 2003: 48). Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa
dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan
profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian
melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan
masalahnya (Arwani, 2003: 50).
Rumusan Masalah
Bagaimana aktivitas komunikasi terapeutik perawat dengan pasien rawat inap
dalam proses penyembuhan pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Soerojo Magelang?
Tinjaun Pustaka
a. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya,
yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam
(Cangara, 2004: 19). Sebagai contoh kegiatan berkomunikasi juga dilakukan
antara perawat dan pasien. Komunikasi merupakan proses yang dilakukan
perawat dalam menjaga kerjasama yang baik dengan pasien dalam memenuhi
kebutuhan kesehatan pasien, maupun dengan tenaga kesehatan yang lain
dalam rangka membantu mengatasi masalah pasien. Interaksi yang
berlangsung antara perawat dan pasien menimbulkan dampak interaksi yang
3
dekat, diharapkan dapat menimbulkan rasa saling percaya antara keduanya
untuk memperoleh keadaan yang lebih baik.
Komunikasi menimbulkan rasa aman dan nyaman pada pasien
gangguan jiwa sebagai pengguna jasa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang sehingga diharapkan pasien dapat melakukan perawatan selama
proses penyembuhan lebih baik. Tenaga keperawatan perlu memahami konsep
dan proses komunikasi dalam berinteraksi dengan pasien sehingga
meningkatkan mutu pelayanan atau kepuasan pasien dalam asuhan
keperawatan pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang.
Komunikasi merupakan suatu kegiatan penyampaian suatu pesan yang
tak pernah lepas dari kehidupan manusia. Komunikasi yang baik, tentunya
akan menciptakan hubungan yang baik pula. Untuk menghasilkan hubungan
yang baik itu, maka kita tidak boleh melupakan unsur-unsur yang ada dalam
komunikasi.
b. Pengertian Komunikasi terapeutik
Komunikasi
terapeutik
merupakan
komunikasi
khusus
yang
dilaksanakan oleh penyelenggara jasa kesehatan dalam hal ini adalah perawat
dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan dan berfokus pada kesembuhan
pasien. Hubungan antara perawat dan pasien yang bersifat terapeutik karena
komunikasi yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki emosi pasien.
Perawat menjadikan dirinya secara terapeutik dengan berbagai tehnik
komunikasi secara optimal dengan tujuan mengubah perilaku pasien ke arah
yang positif.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan
dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien. Komunikasi
terapeutik
merupakan
komunikasi
professional
bagi
perawat
(Indrawati, 2003: 11). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien (Indrawati, 2003: 48). Komunikasi terapeutik termasuk
komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian
4
antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah
adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat
dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien,
perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).
Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun
harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan
tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan
pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya
(Arwani, 2003: 50).
c. Tujuan komunikasi terapeutik
Pelaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien
memperjelas penyakit yang dialami, juga mengurangi beban pikiran dan
perasaan untuk dasar tindakan guna mengubah ke dalam situasi yang lebih
baik. Komunikasi terapeutik diharapkan dapat mengurangi keraguan serta
membantu dilakukannya tindakan yang efektif, mempererat interaksi kedua
pihak, yakni antara pasien dan perawat secara profesional dan proporsional
dalam rangka membantu penyelesaian masalah pasien (Machmud, 2009: 105).
Tujuan komunikasi terapeutik adalah membantu pasien untuk memperjelas
dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan
yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan
fisik dan diri sendiri (Indrawati, 2003: 48)
Tujuan komunikasi terapeutik menurut Purwanto dalam Damaiyanti
(2008: 11) sebagai berikut :
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada
bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.
5
d. Tahapan Komunikasi Interpersonal (Terapeutik)
Dalam membina hubungan interpersonal (terapeutik), terdapat proses
yang terbina melalui lima tahap dan setiap tahapnya mempunyai tugas yang
harus dilaksanakan dan diselesaikan oleh perawat. Menurut Uripni (2002: 56),
adapun tahapan komunikasi interpersonal (terapeutik) yaitu, prainteraksi,
perkenalan, orientasi, tahap kerja, dan terminasi.
1. Prainteraksi
Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan
berkomunikasi dengan pasien. Perawat diharapkan tidak memiliki
prasagka buruk kepada pasien, karena akan menggangu dalam membina
hubungan dan saling percaya.
2. Perkenalan
Pada tahap ini, perawat dan pasien mulai mengembangkan hubungan
komunikasi interpersonal yaitu, dengan memberikan salam, senyum,
memberikan keramah-tamahan kepada pasien, memperkenalkan diri,
menanyakan nama pasien dan menanyakan keluhan pasien, dan lain-lain.
3. Orientasi
Tujuan tahap orientasi adalah memeriksa keadaan pasien, menvalidasi
keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan pasien saat itu,
dan mengevaluasi hasil tindakan. Pada tahap ini sangat diperlukan
sentuhan hangat dari perawat dan perasaan simpati dan empati agar pasien
merasa tenang dan merasa dihargai.
4. Tahap kerja.
Perawat memfokuskan arah pembicaraan pada masalah khusus yaitu
tentang keaadan pasien, dan keluhan-keluhan pasien. Selain itu hendaknya
perawat juga melakukan komunikasi interpersonal yaitu, dengan seringnya
berkomunikasi dengan pasien, mendengarkan keluhan pasien, memberikan
semangat dan dorongan kepada pasien, serta memberikan anjuran kepada
pasien untuk makan, minum obat yang teratur dan istirahat teratur, dengan
tujuan adanya penyembuhan.
6
5. Terminasi
Terminasi merupakan tahap akhir dalam komunikasi interpersonal dan
akhir dari pertemuan antara perawat dengan pasien. Terminasi terbagi dua
yaitu, terminasi sementara dan terminasi akhir.
a. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan antara perawat
dan pasien, dan sifatnya sementara, karena perawat akan menemui
pasien lagi, apakah satu atau dua jam atau mungkin besok akan
kembali melakukan interaksi.
b. Terminasi akhir, merupakan terminasi yang terjadi jika pasien akan
keluar atau pulang dari rumah sakit.
Dalam terminasi akhir ini, hendaknya perawat tetap memberikan
semangat dan mengingatkan untuk tetap menjaga dan meningkatkan
kesehatan pasien. Sehingga komunikasi interpersonal perawat dan pasien
terjalin dengan baik. Dan pada tahap ini akan terlihat apakah pasien
merasa senang dan puas dengan perlakuan atau pelayanan yang diberikan
perawat kepada pasien. Untuk mengetahui apakah komunikasi yang
dilakukan perawat bersifat interpersonal (terapeutik) atau tidak, maka
dapat dilihat apakah komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip
komunikasi terapeutik.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode
penelitian kualitatif pada dasarnya menerangkan cara yang akan ditempuh oleh
seorang peneliti dalam proses penelitian. Metode ini menguraikan hal-hal yang
meliputi penjelasan tempat dan waktu penelitian, jenis penelitian, sumber-sumber
data yang dimanfaatkan, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
Seluruh bagian akan dijelaskan sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai
penelitian yang dilaksanakan (Moleong, 2010: 48). Metode penelitian merupakan
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu
(Sugiyono, 2009: 2).
7
Validitas data sebagai proses pembuktian bahwa data yang diperoleh
sesuai dengan kenyataan/fakta. Untuk itu, peneliti menggunakan cara triangulasi
data. Trianggulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi
peningkatan validitas data dalam penelitian kualitatif (Sutopo, 2006: 92).
Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain (Moleong, 2009: 330). Dalam penelitian ini, peneliti akan
menggunakan teknik trianggulasi data (sering kali juga disebut dengan
trianggulasi sumber), yaitu cara membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi atau data yang telah diperoleh melalui wawancara
dengan data sekunder berupa dokumen-dokumen terkait. Dari sini, peneliti akan
sampai pada salah satu kemungkinan: data yang diperoleh ternyata konsisten,
tidak konsisten, atau berlawanan. Dengan cara begini peneliti kemudian dapat
mengungkapkan gambaran yang lebih memadai (beragam perspektif) mengenai
gejala yang diteliti (Pawito, 2007: 99).
Mengikuti pola arus kegiatan penelitian kualitatif, maka aktivitas analisis
dilakukan di lapangan atau bahkan bersamaan dengan proses pengumpulan data.
Data dalam penelitian ini berupa dua macam data yang saling menyatu yaitu
bagian deskripsi (catatan langsung dari lapangan atau field note) dan bagian
refleksi (hasil menunggu penelitian terhadap bagian deskripsi).
Reduksi data dan sajian data adalah dua komponen analisis yang
dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Sedangkan komponen
ketiga dari analisis data adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Verifikasi ini
dilaksanakan aktivitasnya pada saat pengumpulan data sudah cukup atau bahkan
sudah selesai. Aktivitas tiga komponen data tersebut berinteraksi sampai diperoleh
kesimpulan yang mantap.
Apabila kesimpulan kurang memadai, maka diperlukan aktivitas verifikasi,
sehingga peneliti mengumpulan data dilapangan dengan sasaran yang sudah
sangat terfokus. Dengan demikian aktivitas analisis ini merupakan proses interaksi
antara tiga komponen analisis dengan proses pengumpulan data dan merupakan
proses siklus sampai kegiatan penelitian selesai. Berdasarkan proses analisis
tersebut, maka model analisis yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti
8
model yang dinyatakan oleh Miles dan Huberman (1974) sebagai analisis
interaktif (Sutopo, 2002: 94).
Sajian dan Analisis Data
a. Komunikasi Interpersonal Antara Perawat dengan Pasien
Adanya hubungan komunikasi interpersonal antara perawat dengan
pasien merupakan hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar
prilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan yang
harmonis/baik dengan pasien.
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Tri Sutianti, berpendapat
bahwa :
“Dalam keperawatan, seorang perawat perlu menjalin keakraban
dengan pasien. Tidak sekadar hanya memberikan obat-obatan, tetapi
jika diperlukan dapat memberi masukan-masukan berkaitan dengan
proses kesembuhan dan perlu dikembangkan perasaan empati”.
(Tri Sutianti sebagai ketua perawat perempuan bangsal Subadra
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini senada dengan hasil wawancara oleh Mugi Rahayu,
berpendapat bahwa :
“Dalam keperawatan, tidak ada yang di atas atau di bawah, melainkan
yang ada adalah keseimbangan antara pemberi layanan (perawat) dan
penerima jasa (pasien)”.
(Mugi Rahayu sebagai perawat perempuan bangsal Subadra
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini diperkuat dengan pendapat Siswati, berpendapat bahwa :
“Hubungan interpersonal antar individu yang berfokus pada hubungan
yang membantu antara perawat dengan pasien dalam bentuk hubungan
saling percaya melalui perasaan empati dan ketulusan, dapat
mengurangi kecemasan pasien yang pada akhirnya dapat menciptakan
motivasi pasien untuk sembuh”.
(Siswati sebagai perawat perempuan bangsal Subadra di Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini diperkuat oleh Juwari, yang berpendapat bahwa :
“Hubungan mendalam dengan rasa saling percaya yang dalam proses
interaksi antara perawat dan pasien merupakan tempat untuk
mengekspresikan kebutuhan dan memecahkan masalah”.
9
(Juwari sebagai ketua perawat laki-laki bangsal Puntadewa
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Triyana, berpendapat
bahwa :
“Hubungan komunikasi interpersonal antara perawat dengan pasien
merupakan hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar
perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan
yang harmonis/baik dengan pasien”.
(Triyana sebagai perawat laki-laki bangsal Puntadewa di Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Dalam proses keperawatan ada beberapa kasus, bahwa hubungan
perawat-pasien tidak hanya terjadi di dalam rumah sakit (asuhan
keperawatan), tetapi bisa berlanjut hingga di luar keperawatan Cara menjalin
keakraban tersebut dilakukan dengan: menampilkan sikap ramah dan sopan,
agar tidak memberi kesan galak.
b. Komunikasi Terapeutik
1. Fase-Fase Komunikasi Terapeutik
Secara keseluruhan proses komunikasi terapeutik yang diterapkan
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang terbagi menjadi empat
fase, dimana pada setiap fase mempunyai tugas yang harus diselesaikan
oleh perawat. Berdasarkan observasi dan wawancara di lapangan, keempat
fase tersebut adalah sebagai berikut :
a) Fase Prainteraksi
Prainteraksi dimulai sebelum kontak pertama dengan pasien.
Perawat mengumpulkan data tentang pasien, mengeksplorasi perasaan,
fantasi dan ketakutan diri, menganalisa kekuatan dan kelemahan
profesional diri dan membuat rencana pertemuan dengan pasien.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Tri Sutianti,
berpendapat bahwa :
“Fase atau tahap sebelum bertemu dengan pasien. Kita adakan
janjian dengan pasien jam berapa, tempatnya dimana? Agar
komunikasinya terarah kita membuka diri sehingga tumbuh
rasa saling percaya”.
10
(Tri Sutianti sebagai ketua perawat perempuan bangsal Subadra
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni
2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Mugi Rahayu,
berpendapat bahwa :
“Buat janjian dulu dengan pasien, kapan bisa bertemu, dimana
tempatnya, jam berapa kita ketemuannya? Perawat membuka
diri sehingga pasien akan lebih terbuka dengan perawat, dan
kapan bisa untuk bertemu lagi dengan perawat atau buat
perjajian”.
(Mugi Rahayu sebagai perawat perempuan bangsal Subadra di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini diperkuat dengan pendapat Siswati, berpendapat bahwa:
“Kita buat dulu janjian dengan pasien agar lebih mudah untuk
kita melakukan tahap berikutnya”. (Siswati sebagai perawat
perempuan bangsal Subadra di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini diperkuat oleh Juwari, yang berpendapat bahwa :
“Kita buat janjian dulu dengan pasien kapan bisa bertemu”.
(Juwari sebagai ketua perawat laki-laki bangsal Puntadewa di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Triyana,
berpendapat bahwa :
“Janjian dulu dengan pasien, agar pasien lebih bisa diajak
kerjasama dengan baik antara pasien dengan perawat”.
(Triyana sebagai perawat laki-laki bangsal Puntadewa di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Adapun hasil wawancara dengan keluarga penderita sebagai
berikut :
“Pada tahap pra interaksi biasanya janjian dulu di mana
tempatnya, jam berapa”. (Tatik Widjayanti selaku orang tua
pasien di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang,
21 Juni 2013)
Pada dasarnya hubungan perawat
dan pasien bersifat
professional yang diarahkan pada pencapaian tujuan. Hubungan
perawat dengan pasien merupakan hubungan interpersonal titik tolak
saling memberi pengertian.
11
b) Fase Orientasi atau Perkenalan
Fase orientasi atau perkenalan merupakan fase yang dilakukan
perawat pada saat pertama kali bertemu atau kontak dengan pasien.
Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan pasien
dilakukan.
Hal ini sesuai dengan pendapat oleh Tri Sutianti, berpendapat
bahwa :
“Sebelum kita mengadakan suatu perkenalan tadi kitakan sudah
tatap muka langsung dulu, setelah tatap muka langsung, kita
dengan pasien itu menimbulkan rasa percaya dulu dengan
pasien, jadi kita mengenalkan diri dengan pasien, kemudian
mengadakan bicara dengan pasien. Biasanya kita menyapa
pasien dulu dengan ramah, kalaupun misalnya dia belum
menyebutkan nanti kita ulang lagi, terus kita sebutkan nama
kita. Misalnya kalau pagi hari “mas Tomo sudah mandi belum?
Nantikan ada reaksi dari pasien kalau hari ini tidak ada reaksi
besok kita ulangi lagi, sampai pasien betul-betul percaya
dengan kita dan mau mengemukakan masalahnya yang sedang
ia hadapi”.
(Tri Sutianti sebagai ketua perawat perempuan bangsal Subadra
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang,
21
Juni 2013)
Hal ini diperkuat oleh Mugi Rahayu, berpendapat bahwa :
“Pada fase orientasi biasanya perawat menyebutkan nama atau
perkenalan dulu, kita tanya nama pasien, nama yang
disukainya. Kalau pasiennya gelisah kita tunda dulu sampai
keadaannya bisa diajak komunikasi lagi”.
(Mugi Rahayu sebagai perawat perempuan bangsal Subadra di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Siswati,
berpendapat bahwa :
“Kalau dia agama Islam kita mengucapkan assalamu’alaikum,
kalau non muslim kita mengucapkan selamat pagi atau selamat
malam. Setelah itu kita tanyakan namanya? Suka dipanggil
dengan nama apa? Kalau pasien gelisah belum bisa diajak
berkomunikasi, kita perkenalkan nama kita, misalnya nama
saya bu Siswati panggil bu Wati saya perawat disini, saya yang
nanti akan merawat mas disini”.
(Siswati sebagai perawat perempuan bangsal Subadra di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
12
Hal ini senada dengan hasil wawancara dengan Juwari,
berpendapat bahwa :
“Menyapa pasien, memperkenalkan diri dengan pasien,
menanyakan nama pasien, nama panggilannya, “dia senang
dipanggil apa?”. (Juwari sebagai ketua perawat laki-laki
bangsal Puntadewa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Triyana,
berpendapat bahwa :
“Kalau pasien gelisah tidak dapat diajak berkomunikasi dengan
baik. Pertama kita menyapa pasien, memperkenalkan diri
dengan pasien, setelah itu kita tanya namanya siapa? Nama
panggilannya, Cuma itu saja”.
(Triyana sebagai perawat laki-laki bangsal Puntadewa di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Pada tahap ini perawat dan pasien pertama kali bertemu. Dalam
membina hubungan perawat dengan pasien yang kunci utama adalah
terbinanya hubungan saling percaya, adanya komunikasi yang terbuka,
memahami penerimaan dan merumuskan kontrak. Sikap ramah dan
sopan diperlukan untuk menunjukkan biar pasien merasa bahwa yang
merawat adalah orang yang tepat (tidak meragukan).
c) Fase Kerja
Pada fase kerja merupakan tahap dimana pasien memulai
kegiatan. Tugas perawat pada saat ini adalah melaksanakan kegiatan
yang telah direncanakan pada tahap pra interaksi.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Tri Sutianti,
berpendapat bahwa :
“Pada pasien jiwa yang pertama kita lakukan perlu
penyebabnya terlebih dahulu, setelah itu kita lakukan BHSP
(Bina Hubungan Saling Percaya). Terus pada fase ini juga kita
memberikan nasehat bahwa yang diyakini selama ini itu salah,
tidak benar dan akan merugikan pasien sendiri, yaitu dijauhi
teman-teman dan lingkungan sosialnya”.
(Tri Sutianti sebagai ketua perawat perempuan bangsal Subadra
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni
2013)
13
Hal ini diperkuat oleh Mugi Rahayu, berpendapat bahwa :
“Pada fase kerja khususnya pasien dengan jiwa, kita ajari cara
berinteraksi kepada pasien, berinteraksi dengan orang lain, dan
jugo kita dukung aktivitasnya. Contohnya kita berikan nasehat
berupa apalah pokoknya yang diyakini selama ini itu salah
yang nantinya pasien akan berfikir sendiri terhadap anggapan
yang nyata (sehari-hari)”.
(Mugi Rahayu sebagai perawat perempuan bangsal Subadra di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Siswati,
berpendapat bahwa :
“Fase kerja ya fase dimana kita beri motivasi pasien tersebut.
Apalagi pasien dengan jiwa sangat susah untuk bisa
berinteraksi dengan orang lain. Pertama kita ajari pasien
bagaimana bergaul dengan orang lain”.
(Siswati sebagai perawat perempuan bangsal Subadra
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang,
21 Juni 2013)
Hal ini senada dengan hasil wawancara dengan Juwari,
berpendapat bahwa :
“Pada fase ini perawat harus berperan aktif, harus sering-sering
bertatap muka dengan pasien. Harus ada kontak mata dengan
pasien dan perawat harus aktif berinteraksi dengan pasien
sehingga pasien akan lebih terbuka dengan perawat”.
(Juwari sebagai ketua perawat laki-laki bangsal Puntadewa di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Triyana,
berpendapat bahwa :
“Salah satu contoh yang saya lakukan pada pasien gangguan
jiwa misalnya “mas pada kesempatan ini bagaimana kalau
seandainya kita bertukar pikiran apa yang menyebabkan mas
meyakini yang demikian. Silahkan mas, cerita tentang apa yang
mas yakini”.
(Triyana sebagai perawat laki-laki bangsal Puntadewa di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013).
Pelaksaan tindakan medis terhadap para pasien tidak hanya
selalu dilakukan oleh seorang perawat saja. Kadang dua perawat
menangani seorang pasien. Namun pada dasarnya seorang perawat
diberi tanggung jawab untuk menangani beberapa pasien.
14
d) Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan
pasien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan
terminasi akhir. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan
perawat dan pasien, setelah hal ini dilakukan perawat dan pasien masih
akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan
perjanjian waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi
akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses
keperawatan.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Tri Sutianti,
berpendapat bahwa :
“Pada fase terminasi, kita tanyakan misalnya Sulis pertemuan
kita pada kesempatan ini sudah habis waktunya, bagaimana
perasaan Sulis setelah kita berdiskusi mengenai bagaimana
keuntungan dan kerugiannya kalau seandainya kita tidak punya
kawan. Bagaimana perasaan Sulis? Bagus sekali Sulis sudah
mengatakan perasaan berarti Sulis sudah bekerja sama dengan
saya. Saya ingin mendengar apa yang saya katakan tadi dari
Sulis. Coba Sulis sebut lagi keuntungan dan kerugian tidak
punya teman. Setelah itu kita buat perjanjian lagi, jam berapa?
Dimana tempatnya? Besok kita bahas yang lain ya”.
(Tri Sutianti sebagai ketua perawat perempuan bangsal Subadra
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni
2013)
Hal ini diperkuat oleh Mugi Rahayu, berpendapat bahwa :
“Kita lihat sejauh mana pasien dapat bergaul sampai dimana,
dan sampai bisa bercerita tentang masalah peribadinya dengan
perawat. Kemudian kita buat perjanjian selanjutnya. Kita
beritahu pada keluarga pasien bagaimana cara berkomunikasi
dengan pasien. Dan juga kita beri penjelasan kepada keluarga
jangan dibiarkan pasien melamun atau sendirian, sehingga
pasien tidak mengulang lagi dirawat di rumah sakit jiwa ini”.
(Mugi Rahayu sebagai perawat perempuan bangsal Subadra di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Siswati,
berpendapat bahwa :
“Pasa fase terminasi ya fase dimana kita mengakhiri pertemuan
dengan pasien. Kita beri PR buat pasien, setelah itu kita minta
15
pasien untuk mempraktekkannya, kemudian kita buat juga
perjajian dengan pasien perjajian untuk selanjutnya”.
(Siswati sebagai perawat perempuan bangsal Subadra di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini senada dengan hasil wawancara dengan Juwari,
berpendapat bahwa :
“Pada fase ini pasien harus bisa mempraktekkan dan ngulangi
apa sudah kita ajari, nah nantinya kita tanyakan sama pasien
apa saja yang sudah diajarkan oleh perawat. Kita juga ajari
keluarganya supaya bisa berperan aktif dalam kesembuhan
pasien”.
(Juwari sebagai ketua perawat laki-laki bangsal Puntadewa di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Triyana,
berpendapat bahwa :
“Pada fase terminasi ini biasanya individu-individu, perawat
disini biasanya minta pasien untuk mengulangi apa yang sudah
di diskusikan oleh perawat, bisa tidak pasien menirukan kita”.
(Triyana sebagai perawat laki-laki bangsal Puntadewa di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Terminasi adalah satu dari tahap yang sulit tapi sangan penting
dari hubungan terapeutik perawat pasien. Tahap ini saat untuk
merubah dan mengevaluasi kemajuan pasien.
c. Teknik Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien
Ditinjau dari segi teori masih banyak teknik-teknik yang belum
diterapkan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini
mungkin dikarenakan durasi perawatan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang yang cukup lama, sehingga kesan tidak baik maupun yang baik,
yang telah disampaikan pasien merupakan hal yang wajar. Akan tetapi dari
pihak perawat harus memperbaiki apa yang sudah ada, dengan merefresing
kembali teori komunikasi terapeutik, persiapan diri dari rumah untuk benarbenar siap bekerja melayani dirumah sakit.
Perawat berperan penting dalam memberikan perhatian kepada pasien
dalam segala hal yang mencakup kesehatan pasien. Obat fungsinya mengobati
penyakit pasien, sedangkan perawat fungsinya memberikan semangat,
16
dorongan untuk cepat sembuh, mengajak pasien bercerita dan bersenda gurau
untuk menghibur dan meringankan beban (penyakit) yang diderita oleh pasien.
d. Sikap Perawat dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik
Perawat dalam komunikasi dapat dilakukan dengan jabat tangan dan
menggunakan sikap terbuka dalam membantu pasien yang mengalami sakit
atau memerlukan bantuan. Komunikasi non verbal juga digunakan, misalnya
adanya gerakan tubuh, termasuk gerak tangan, gerak kaki, gerakan kepala,
ekspresi wajah (tersenyum dan ramah) kepada pasien, sehingga pasien merasa
senang dan nyaman selama dirawat oleh perawat tersebut.
Mengadakan komunikasi dengan pasien, perawat juga melakukan
komunikasi dengan keluarga pasien, terutama ketika pasien menolak terhadap
suatu tindakan medis, maka perawat mengadakan negoisasi dengan keluarga
perihal tindakan medis yang dilakukan, apa tujuannya dan apa akibatnya jika
tidak dilakukan. Dengan demikian diharapkan keluarga juga berperan dalam
mengambil keputusan terhadap tindakan medis yang dilakukan.
e. Pentingnya Komunikasi Terapeutik bagi Kesembuhan Pasien
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan
mendasar dan komunikasi ini adalah adanya saling membutuhan antara
perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi
pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima
bantuan.
Proses interaktif antara pasien dan perawat yang membantu pasien
mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain,
menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah, dan mengatasi
hambatan psikologis yang menghalangi realisasi ini disebut komunikasi
terapeutik.
17
Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa aktivitas
komunikasi terapeutik yang dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang adalah sebagai berikut :
1. Aktivitas komunikasi terapeutik Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang ini dirasakan oleh pasien dan keluarganya membawa dampak positif
bagi mereka khususnya dalam meningkatkan kesembuhan pasien yang sedang
menjalani rawat inap.
2. Bentuk aktivitas komunikasi terapeutik yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. Soerojo Magelang dalam bentuk komunikasi interpersonal dan
komunikasi luar ruang yang mempunyai tujuan utamanya membantu
menciptakan suasana pelayanan kesehatan yang baik pada akhirnya akan
mampu memotivasi kesembuhan pasien.
3. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat harus
mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang aktivitas yang
akan ditangani.
Saran
Saran yang dapat disampaikan penulis berdasarkan penelitian ini adalah
sebagi berikut :
1. Pihak rumah sakit setidaknya menambah jumlah tenaga perawat serta
menyediakan fasilitas dan kebutuhan bagi pasien agar dalam pelaksanaan
perawatan khususnya untuk pasien jiwa dapat dilakukan dengan maksimal.
2. Perawat di bangsal Subadra untuk perempuan dan bangsal Puntadewa untuk
laki-laki di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang wajib melakukan
bimbingan kepada pasien jiwa dalam membangun komunikasi yang baik
dengan orang-orang disekelilingnya agar tidak tercipta budaya-budaya yang
bersifat negatif dikalangan pasien.
3. Melihat pentingnya keluarga bagi pasien jiwa disarankan agar selalu
mendampingi dan memberikan dukungan terkait dengan proses penyembuhan
yang harus dijalani oleh pasien rawat jalan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
18
Soerojo Magelang. Kehadiran dan dukungan dari keluarga saat berkomunikasi
yang tepat dan benar bagi pasien rawat jalan akan lebih memudahkan dalam
mempengaruhi motivasi kesembuhannya.
Daftar Pustaka
Arwani. (2003). Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.
Cangara, Hafied. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Indrawati. (2003). Komunikasi Untuk Perawat, Jakarta: EGC
Machfoedz, Machmud. (2009). Komunikasi Keperawatan (Komunikasi
Terapeutik). Yogjakarta: Ganbika.
Lexy J. Moleong. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja.
Rosdakarya.
Pawito. (2007). Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKIS.
Rasmun, S. (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psekiatri Terintegrasi
dengan Keluarga. Jakarta: Fajar Inter Pratama.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sutopo. (2002). Penelitian Kualitatif : Dasar Teori dan Terapannya Dalam
Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Uripni, Christina Lia. (2002). Komunikasi Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
19
Download