model-model pembelejaran

advertisement
HAND OUT
STRATEGI PEMBELAJARAN
MATEMATIKA
OLEH :
NURYADI, S.PD.SI, m.pD
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN
MATEMATIKA
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 1
BAB I
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
A. PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1. BELAJAR
Belajar adalah proses dimana manusia memperoleh banyak
kompetensi, keterampilan dan sikap. Proses belajar akan berjalan dan
berhasil jika melibatkan intelektual peserta didik secara optimal.
Dalam belajar diperlukan adanya keterlibatan dan kinerja peserta
didik secara optimal (Bell-Gredler, & Margaret, 1986: 1).
Menurut Bruner (Pritchard, 2010: 15) belajar adalah sebuah
proses aktif dimana peserta didik membangun ide-ide atau konsep
baru berdasarkan pengetahuan yang telah mereka miliki.
Tahapan belajar menurut Bruner ada 3 :
a) Enaktif
b) Ikonik
c) Simbolik
Contoh dalam Pembelajaran Matematika :
Misalkan seorang guru akan menerangkan materi Bangun datar
khususnya Segitiga dan Luasannya:
-
Mempersiapkan benda konkret yang berbentuk segitiga, contohnya :
penggaris yang berbentuk segitiga.
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 2
Kontak sosial dengan siswa yang lain, guru, dan lingkunngan
belajar adalah kunci proses belajar. Para siswa, tanpa menyadari
memilih
informasi,
menciptakan
hipotesis
dan
kemudian
mengintegrasikan materi baru dengan pengetahuan yang ada pada
diri mereka dan membentuk suatu skema.
Cobern (1993: 51) mengemukakan “learning by construction
thus implies a change in prior knowledge, where change can mean
replacement, addition, or modification of extant knowledge” bahwa
belajar dengan konstruksi mengakibatkan perubahan mendasar
dari pengetahuan sebelumnya, dimana perubahan ini bisa dalam
bentuk penggantian, penambahan, atau modifikasi pengetahuan
terdahulu.
Peran
konstruktivisme
guru
lebih
dalam
sebagai
pembelajaran
fasilitator
bagi
dengan
teori
siswa
untuk
memperoleh pengetahuan. Sedangkan bagi siswa dituntut untuk aktif,
kreatif dan kritis sehingga mampu membangun pengetahuannya
sendiri berdasarkan pengalaman yang diperolehnya selama belajar.
Menurut Robbins & Timothy (2009: 88), “Learning is our
definition has several components that deserve clarification. Fisrt,
learning involves change. Change may be good or bad from an
organizational poinf of view,
second the change must become
ingrained”. Belajar dapat diklarifikasikan menjadi dua komponen
adalah (1) belajar melibatkan perubahan yaitu perubahan dapat baik
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 3
atau buruk dari sudut pandang pengelompokan, (2) perubahan yang
datang dari dalam dirinya sendiri.
2. PEMBELAJARAN
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun, meliputi
unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan rancangan yang
saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran (Aqib,
2003:7). Sedangkan menurut ahli lain mengemukakan bahwa
pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk
menciptakan kondisi belajar bagi pesarta didik (Oemar Hamalik,
2005:13).
Menurut Nitko (2007: 18) pembelajaran merupakan proses
yang dilakukan untuk menyediakan kondisi untuk membantu
siswa dalam mencapai tujuan belajar. Siswa sebagai peserta didik
yang berada dalam suatu kelompok atau kelas pembelajaran, belum
tentu memiliki kemampuan dan karakteristik yang sama. Kegiatan
pembelajaran merupakan konteks interaksi yang memungkinkan
siswa
memperoleh
pengalaman
belajar
dalam
rangka
mengembangkan pemahamannya.
Proses
pembelajaran
bukan
hanya
bagaimana
cara
memfasilitasi siswa dalam membangun pengetahuan, tetapi juga
memiliki tujuan yang ingin dicapai. Hal ini sesuai dengan pendapat
Galton (2007: 8) yang menyatakan bahwa “Teaching is therefore not
only a matter of providing instruction, but it also presumes intent on the
part of the teacher that he or she is attempting to achieve some specific
goal.”
Tokoh Konstruktivisme yang sangat berpengaruh adalah
Vygotsky. Vigotsky (Pritchard, 2010 : 14-15) mempertimbangkan
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 4
bahwa interaksi sosial adalah aspek fundamental dari kesuksesan
perkembangan kognitif dan intelektual. Inti teori Vygotsky adalah
menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari
pebelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pebelajaran. .
Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek
internal dan eksternal dari pebelajaran dan penekanannya pada
lingkungan sosial pembelajaran.
Pritchard (2010, 38) menjelaskan scaffolding adalah cara
seorang penolong (guru) memberikan bantuan kepada seseorang
anak dalam proses memperoleh pengetahuan dan mengembangkan
pemahaman. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk,
peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain
yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan
Nasional
yang
menyebutkan bahwa pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar
Proses menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan guru dansumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Proses pembelajaran perlu melalui:
a) Perencanaan pembelajaran yang meliputi silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP);
b) Pelaksanaan pembelajaran yang merupakan implementasi dari
RPP dan meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan
inti dan
kegiatan penutup; dan
c) Penilaian pembelajaran yang dilakukan oleh guru terhadap
hasil pembelajaran
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
untuk
mengukur
tingkat
pencapaian
Page 5
kompetensi perserta didik serta digunakan sebagai bahan
penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki
proses pembelajaran.
B. PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Dalam
pembelajaran
matematika,
Ernest
(2004,
283)
menggambarkan kegiatan siswa harus disiapkan aktivitas yang produktif,
melibatkan pemunculan masalah dan penyelesaiannya yang secara
kualitatif tidak ada perbedaan dari aktivitas profesional pakar
matematika. Begitu juga dengan Lerman (Jaworsky, 1994 : 5),
menurutnya pengetahuan matematika tidak bisa dipisahkan dari
aktivitas matematika siswa.
Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng yang dikutip
Hamzah Uno dalam buku yang berjudul Orientasi Baru dalam Psikologi
Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa (Hamzah B. Uno,
2006: 135). Itulah sebabnya, dalam belajar siswa tidak hanya
berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi
mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang mungkin
dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Pembelajaran
matematika
sebagai
suatu
proses
dalam
menciptakan lingkungan belajar agar siswa terkondisikan dalam belajar
matematika
dibutuhkan
suatu
desain
pembelajaran
yang
mengoptimalkan siswa dalam belajar matematika. Sebagai upaya untuk
mengoptimalkan peran siswa dalam pembelajaran matematika, tentunya
seorang guru harus mengerti prinsip-prinsip yang dapat dipakai dalam
kegiatan belajar mengajar.
Menurut Van de Walle (2008:13) matematika adalah ilmu
tentang pola dan aturan. Matematika merupakan ilmu tentang sesuatu
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 6
yang memiliki pola keteraturan dan urutan yang logis Van de Walle
(2008:
2) menyatakan prinsip-prinsip matematika sekolah untuk
mencapai
pendidikan
matematika
yang
berkualitas
tinggi
yang
didasarkan pada dokumen NCTM (2000: 11) yaitu sebagai berikut:
1.
Prinsip
keadilan
(equity principle), yang merekomendasikan
harapan dan dukungan yang kuat untuk seluruh siswa dengan
mengakomodasi seluruh perbedaan (karakteristik siswa) agar siswa
dapat belajar dengan baik.
2.
Prinsip kurikulum matematika (mathematics curriculum principle),
yang menekankan keterpaduan dan keterikatan antar tingkatan dan
terfokus pada unsur-unsur matematika yang penting.
3.
Prinsip mengajar (teaching principle), merupakan prinsip yang
berkaitan dengan upaya menciptakan pembelajaran yang efektif.
4.
Prinsip
belajar
(learning
principle),
yang
mengutamakan
pemahaman dan keaktifan siswa dalam membangun pengetahuan
baru berdasarkan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya.
5.
Prinsip penilaian (assessment principle), merupakan prinsip yang
diarahkan pada upaya mempertinggi semangat belajar matematika.
6.
Prinsip teknologi (technology principle), yang memegang peranan
yang
tak kalah penting dalam pembelajaran
matematika
yang
mempengaruhi apa yang dipikirkan siswa dalam matematika dan
mempertinggi semangat siswa dalam belajar matematika.
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 7
BAB II
STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM MATEMATIKA
A. PENGERTIAN STRATEGI PEMBELAJARAN.
Strategi pembelajaran merupakan suatu serangkaian rencana
kegiatan
yang
termasuk
didalamnya
penggunaan
metode
dan
pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam suatu
pembelajaran. Strategi pembelajaran disusun untuk mencapai suatu
tujuan
tertentu.
Strategi
pembelajaran
didalamnya
mencakup
pendekatan, model, metode dan teknik pembelajaran secara spesifik.
Adapun beberapa pengertian tentang strategi pembelajaran menurut
para ahli adalah sebagai berikut:
1. Hamzah B. Uno (2008:45)
Strategi pembelajaran merupakan hal yang perlu diperhatikan guru
dalam proses pembelajaran.
2. Dick dan Carey (2005:7)
Strategi pembelajaran adalah komponen-komponen dari suatu set
materi termasuk aktivitas sebelum pembelajaran, dan partisipasi
peserta didik yang merupakan prosedur pembelajaran yang digunakan
kegiatan selanjutnya.
3. Suparman (1997:157)
Strategi pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan kegiatan,
cara mengorganisasikan materi pelajaran peserta didik, peralatan dan
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 8
bahan, dan waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
4. Hilda Taba
Strategi pembelajaran adalah pola atau urutan tongkah laku guru
untuk menampung semua variabel-variabel pembelajaran secara sadar
dan sistematis.
5. Gerlach dan Ely (1990)
Strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk
menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran
tertentu.
6. Kemp (1995)
Stategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien.
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 9
BAB III
COOPERATIVE LEARNING (PEMBELAJARAN KOOPERATIF)
A. PENGERTIAN COOPERATIVE LEARNING
Cooperative learning adalah model pembelajaran yang menekankan
kepada proses kerja sama dalam suatu kelompok belajar yang bisa terdiri
dari tiga sampai lima orang siswa untuk mempelajari materi atau bahan
pelajaran yang spesifik sampai tuntas (Wina Sanjaya, 2006: 106). Menurut
Posamentier cooperative learning adalah penempatan beberapa siswa
dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa
tugas (Rachmadi Widdiharto, 2004: 13.). Siswa belajar dalam kelompokkelompok kecil yang terdiri dari beberapa siswa yang memiliki tingkat
kemampuan akademik berbeda yaitu tinggi, sedang, maupun rendah, jika
memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, agama
yang berbeda serta mamperhatikan kesetaraan gender.
Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam
menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran (Tim PPPG
Matematika), artinya setiap anggota dalam menyelesaikan tugas kelompok
saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan
pelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok
belum menguasai bahan pelajaran. Kerja sama merupakan kebutuhan yang
sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Sikap saling bekerja sama,
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 10
tolong-menolong antar sesama sangat dianjurkan dalam Islam. Allah SWT
telah berfirman di dalam Al-quran surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi:
... ‫ان‬
ۖ ‫وت َ َع َاونُ ْوا َعلَى ْال ِب ِر َوالتَّ ْق‬...
ِ ۖ ‫وى ۖۖ َوالَتَعا َ َونُ ْو َعلَى اْ ِالثْ ِم َواْلعُد َْو‬
َ
artinya:
“.... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran....” (Q. S : Al-Maidah: 2)
Berdasarkan ayat di atas, sangatlah jelas bahwa Allah SWT
menganjurkan umatnya untuk saling tolong-menolong dalam hal kebaikan,
termasuk diantaranya adalah belajar. Oleh karena itu, penggunaan
pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran matematika merupakan
salah satu model pembelajaran yang dapat melatih siswa untuk saling
membantu dan bekerja sama.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan
pembelajaran konvensional yang selama ini masih banyak diterapkan oleh
guru-guru. Pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur dasar yang
harus dijiwai oleh setiap siswa pada saat pembelajaran berlangsung.
Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut
(www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2/pdf.):
a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam
atau berenang bersama”.
b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau
peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab
terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki
tujuan sama. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung
jawab di antara para anggota kelompok.
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 11
d. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan
ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
e. Para
siswa
berbagi
kepemimpinan
sementara
mereka
memperoleh ketrampilan bekerja sama selama belajar.
f. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Pendapat lain dikemukakan oleh Roger dan Johnson tentang unsurunsur pembelajaran kooperatif, namun pada intinya hampir sama. Roger
dan Johnson mengemukakan bahwa ada lima unsur yang harus diterapkan
dalam pembelajaran kooperatif. Kelima unsur tersebut yaitu (Anita Lie,
2002: 30) :
a. Saling ketergantungan positif
Saling ketergantungan positif berarti keberhasilan kelompok ditentukan
oleh usaha belajar setiap anggotanya. Setiap kelompok dalam
pembelajaran kooperatif akan memperoleh skor kelompok. Skor
kelompok ini akan menentukan jenis penghargaan bagi kelompok. Skor
tersebut merupakan akumulasi dari skor seluruh anggota kelompok.
b. Tanggung jawab perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama, seperti
yang
telah
dijelaskan
bahwa
dalam
pembelajaran
kooperatif
keberhasilan kelompok ditentukan oleh usaha setiap angota kelompok.
Jika ingin mendapatkan kriteria sebagai kelompok terbaik, maka
seluruh anggota kelompok harus bertanggung jawab untuk belajar
dengan sunggu-sungguh dan berusaha mendapatkan skor terbaik.
c. Tatap muka
Tatap muka berarti memberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi. Hal ini penting supaya anggota kelompok saling mengenal.
Pengenalan ini tidak hanya sebatas nama, tetapi yang lebih penting
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 12
adalah mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan
demikian, akan terbangun suasana saling menghargai perbedaan dan
memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan.
d. Komunikasi antaranggota
Komunikasi antaranggota berarti setiap anggota kelompok saling
berkomunikasi dan berinteraksi. Komunikasi yang terjalin adalah
komunikasi banyak arah, artinya ada timbal balik antara anggota
kelompok. Umumnya, tidak setiap siswa pandai berkomunikasi. Oleh
karena itu, penting bagi guru melatih siswa bagaimana cara-cara
berkomunikasi. Misalnya, cara mengemukakan pendapat, menyanggah
pendapat teman, dan menanggapi pendapat teman dengan baik.
b. Evaluasi proses kelompok
Evaluasi proses kelompok berarti siswa dalam satu kelompok bersamasama mengevaluasi proses belajar kelompok. Format evaluasi dapat
bermacam-macam, tergantung pada tingkat pendidikan siswanya. Halhal yang perlu dievaluasi misalnya kerja sama, partisipasi setiap
anggota kelompok, komunikasi antaranggota, dan sebagainya. Hal ini
sangat
penting,
sehingga
setiap
kelompok
terdorong
untuk
meningkatkan efektivitas kerja sama kelompok.
Seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif
tentunya
diharapkan
agar
berpegang
pada
langkah-langkah
pelaksanaannya agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan lancar,
sehingga tujuan dari pembelajaran akan tercapai. Menurut Ismail
pembelajaran kooperatif dapat dilakukakan dengan langkah-langkah
seperti tabel berikut ini (Muslimin Ibrahim, 2000: 10):
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Aspek
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Aktivitas Guru
Page 13
Fase 1
Menyampaikan tujuan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
dan memotivasi siswa
yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut
dan memotivasi siswa
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan
Fase 3
Mengorganisasikan
siswa
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
dalam caranya membentuk kelompok belajar dan
kelompok-kelompok
membantu setiap kelompok agar melakukan
belajar
transisi efisien
Fase 4
Membimbing
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
kelompok bekerja dan pada saat mengerjakan tugas
belajar
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6
Memberikan
Guru mencari cara untuk menghargai upaya
penghargaan
atau hasil belajar siswa baik individu maupun
kelompok
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 14
Pembelajaran kooperatif sebagai salah satu model pembelajaran yang
dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika memiliki
ciri-ciri
sebagai berikut (Muslimin Ibrahim, 2000: 7).
a. Siswa bekerja sama dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah.
c. Jika memungkinkan, anggota kelompok dapat berasal dari ras, budaya,
suku, jenis kelamin yang berbeda-beda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok ketimbang individu.
Seiring dengan perkembangannya, model pembelajaran kooperatif
memiliki berbagai tipe yang dapat diterapkan oleh seorang guru dalam
pembelajaran matematika.
Setiap tipe dalam pembelajaran kooperatif
mempunyai ciri khas yang saling berbeda satu sama lain. Beberapa tipe
dalam
model
pembelajaran
kooperatif
adalah
(http:/58.145.1718.59/web/ppp/ppp_ pembelajaran_kooperatif.pdf):
a. Student Teams-Achievement Divitions (STAD)
Student Teams-Achievement Divitions (STAD) merupakan tipe
pembelajaran kooperatif yang sederhana. Terdapat lima tahapan
pembelajaran dalam STAD, yaitu presentasi kelas, belajar kelompok,
kuis, peningkatan individu, dan penghargaan kelompok.
Siswa dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari 4-5 orang anggota yang heterogen baik kemampuan
akademik, sosial, ras, agama, budaya, maupun jenis kelaminnya.
Anggota tim satu sama lain saling membantu dalam memahami materi.
Secara individual setiap kelompok diberikan kuis setiap minggu. Skor
kuis yang diperoleh akan digabungkan menjadi skor kelompok untuk
penghargaan.
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 15
b. Jigsaw
Kelompok
I
Kelom.2
Tim Ahli
4 siswa
Tim Ahli
4 siswa
Kel.3
Kelom. 4
Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari
beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas
penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkannya kepada
anggota kelompok lain. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang
heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan
bertanggung
jawab
atas
pembelajarannya
sendiri
dan
juga
pembelajaran orang lain. Siswa saling tergantung satu dengan yang lain
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 16
dan harus bekerja sama dengan kompak untuk mempelajari materi yang
ditugaskan.
Pembelajaran dilanjutkan dengan setiap anggota dari tim-tim yang
berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli),
saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang
ditugaskan kepada mereka. Setelah itu, mereka kembali lagi pada
kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain
tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya dengan tim ahli.
c. Teams Games Tournaments (TGT)
Pembelajaran kooperatif tipe TGT, siswa dikelompokkan dalam
kelompok-kelompok yang heterogen. Tipe TGT menekankan adanya
kompetisi. Kegiatan dalam TGT tidak jauh berbeda dengan kegiatan
pada STAD, yang membedakan hanyalah pada kompetisi. Kompetisi
dilakukan dengan cara membandingkan kemampuan antara setiap
anggota tim dalam suatu bentuk tournament.
Tahap-tahap dalam TGT yaitu presentasi kelas, belajar kelompok,
permainan, kompetisi, dan penghargaan kelompok. Guru menyajikan
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 17
bahan pelajaran, tim mengerjakan lembar-lembar kerja, saling
mengajukan pertanyaan, dan belajar bersama untuk persiapan
menghadapi turnamen yang biasanya dilakukan seminggu sekali.
Tugas :
1. Apa itu permainan dalam pembelajaran matematika menurut Paul
D. Zolton ?
2. Buatlah
permainan
dalam
pembalajaran
matematika
(materi/pokok bahasa bebas)
Dikirim lewat email : [email protected]
d. Numbered Head Together (NHT).
2
2
3
3
2
5
5
4
3
1
1
2
3
5
4
3
1
2
4
3
3
5
5
1
3
4
3
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
1
4
3
Page 18
Numbered Head Together (NHT) merupakan kegiatan belajar
kooperatif dengan empat tahap. Pertama, siswa dikelompokkan
menjadi kelompok yang terdiri dari 4-5 orang setiap anggota diberi
nomor 1, 2, 3, 4, dan 5. Kedua, guru menyampaikan pertanyaan. Ketiga,
guru memberitahukan siswa untuk meletakkan kepala mereka bersama
untuk meyakinkan setiap anggota kelompok memahami jawaban tim.
Keempat, guru menyebut nomor 1, 2, 3, 4, atau 5 dan siswa dengan
nomor itulah yang harus menjawab.
Sikap ketergantungan positif dalam model ini juga dikembangkan,
dimana siswa yang memiliki kemampuan lebih membantu siswa yang
lain untuk memahami permasalahan yang diberikan. Siswa yang paling
lemah diharapkan sangat antusias dalam memahami permasalahan dan
jawaban karena mereka merasa bahwa merekalah yang akan ditunjuk.
e. Team Accelered Intruction (TAI)
Pembelajaran kooperatif tipe TAI terdiri dari beberapa tahapan
yaitu tes penempatan, belajar kelompok, perhitungan nilai kelompok
dan
pemberian
penghargaan
bagi
kelompok.
Tipe
ini
mengkombinasikan kemampuan kooperatif dan program pengajaran
individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa
secara individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih
banyak digunakan untuk pemecahan masalah.
Ciri khas dari TAI setiap siswa belajar secara individual materi yang
telah dipersiapkan oleh guru, hasil belajar individual dibawa ke
kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan dibahas oleh anggota
kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas
keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Guru
1
3
2
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
4
1
1
Page 19
1
1
3
2
1
4
1
f. Cooperatif Integrated Reading and Composition (CIRC)
CIRC
singkatan
dari
Cooperatif
Integrated
Reading
and
Composition termasuk salah satu tipe model pembelajaran kooperatif
learning. Menurut mohamad
nur (1999), pada awalnya model CIRC
diterapkan dalam pembelajaran bahasa, pada kelompok kecil siswa
diberi suatu teks atau bacaan (cerita atau novel), kemudian siswa latihan
membaca atau saling membaca, memahami ide pokok, saling merefisi,
dan menulis ikhtisar cerita untuk mempersiapkan tugas tertentu dari
guru.
1) Langkah-langkahpembelajaran kooperatif tipe CIRC. Pada dasarnya,
kegiatan pembelajaran terdapat empat langkah, yaitu:
a) Orientasi
Kegiatan diawali dengan orientasi guru mengomunikasikan
tujuan, motivasi, dan materi
b) Bekerja kelompok
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 20
Pada tahap ini siswa melakukan kerja kelompok sebagai inti
kegiatan pembelajaran.Kerja kelompok dapat dalam bentuk
kegiatan memecahkan masalah, memahami, atau menerapkan
suatu konsep yang dipelajari.
c) Kuis
Pada akhir kegiatan kelompok diharapkan semua siswa telah
mampu memahami konsep/topik/masalah yang sudah dikaji
bersama.Kemudian masing-masing siswa menjawab tes atau kuis
untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap konsep/topik.
d) Pemberian penghargaan
Berdasarkan
skor
rata-rata
yang
diperoleh,
selanjutnya
ditentukan penghargaan masing-masing kelompok.Misalnya, bagi
kelompok yang mendapatkan rata-rata kenaikan skor sampai
dengan 15 mendapat penghargaan sebagai “Good Team”.
Kenaikan skor lebih dari 15 hingga 20 mendapat penghargan
“Great Team”. Sedangkan kenaikan skor lebih dari 20 mendapat
penghargaan sebagai “Super Team.
Kelompok
KUIS I
KUIS II
MACAN
Rata-rata = 6,8
KUIS III
TOTAL
7
6,5
Cecak
7
6,8
7
2) Komponen dalam CIRC
Model pembelajaran CIRC menurut salvin dalam Suyitno memiliki
delapan komponen, yaitu:
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 21
a) Team, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas
4 atau 5 siswa;
b) Placement test, misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan
harian sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru
mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang
tertentu;
c) Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok
dengan menciptakan situasai dimana keberhasilan individu
ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya;
d) Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus
dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan
kepada kelompok yang membutuhkan;
e) Team scorerand tean recognition, yaitu pemberian skor terhadap
hasil kerja kelompok dan memberikan penghargan terhadap
kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang
dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas;
f) Teaching group, yakni memberikan materi singkat dari guru;
g) Fact test, yaitu pelaksanaan tes atau ulangan berdasarkan fakta
yang diperoleh siswa;
h) Whole-class, yaitu pemberian rangkuman materi oleh guru
diakhir waktu pelajaran dengan strategi pemecahan masalah.
3) Kegiatan Pokok Pembelajaran
Kegiatan pokok dalam CIRC untuk memecahkan soal pemecahan
masalah meliputi rangkaian kegiatan yang spesifik, yakni salah satu
anggota kelompok/beberapa anggota saling membaca soal, membuat
prediksi atau menafsirkan isi soal, termasuk menuliskan apa yang
diketahui, apa yang ditanyakan dengan suatu variabel tertentu, saling
membuat ikhtisar atau rencana isi soal pemecahan masalah,
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 22
menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut dan saling merevisi
dan mengedit pekerjaan/penyelesaian.
4) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
Penerapan
model
pembelajaran
CIRC
untuk
meningkatkan
kemampuan pemcahan masalah dapat ditempuh dengan:
a) Guru menerangkan suatu pokok bahasan metematika kepada
siswa, pada penelitian ini digunakan LKS yang berisi materi yang
akan diajarkan pada setiap pertemuan dan disertai latihan soal.
b) Guru siap melatih siswa untuk meningkatkan ketrampilan
siswanya dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah melalui
penerapan model CIRC.
c) Guru membentuk kelompok-kelompok yang heterogen
d) Guru mempersiapkan soal pemecahan masalah dalam bentuk
kartu masalah dan membagikannya kepada setiap kelompok
e) Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi
serangkaian kegiatan bersama yang spesifik.
f) Setiap kelompok bekerja berdasaran kegiatan pokok CIRC
g) Guru mengawasi kerja kelompok
h) Ketua kelompok melaporkan keberhasilan atau hambatan
kelompoknya
i) Ketua kelompok harus memastikan setiap anggota telah
memahami, dan dapat mengerjakan soal pemecahan masalah.
j) Guru
meminta
perwakilan
kelompok
untuk
menyajikan
temuannya
k) Guru bertindak sebagai narasumber atau fasilitator
l) Guru memberikan tugas atau PR individual
m) Guru membubarkan kelompok dan siswa kembali ditempat
duduknya.
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 23
n) Guru mengulang secara klasikal tentang strategi penyelesaian
soal pemecahan masalah
o) Guru memberikan kuis
5) Kefektifan Pembelajaran
Dalam penelitian
ini,
keefektifan
model
pembelajaran
kooperatif tipe CIRC diartikan sebagai keberhasilan, ketepatgunaan,
dan pencapaian skor kemampuan pemecahan masalah dalam
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dibanding
dengan penerapan model pembelajaran konvensional. Indikator
keefektifan antara lain adalah:
a)
Kecermatan penguasaan perilaku
b)
Kecepatan untuk kerja
c)
Kesesuaian dengan prosedur
d)
Kuantitas untuk kerja
e)
Kualitas hasil akhir.
f)
Tingkat alih belajar
g)
Tingkat retensi
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 24
BAB IV
MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
A. DEFINISI
Howey (Reese, 2002: 41) mengutip definisi pengajaran kontekstual
dari Office of Vocational and Adult Education sebagai pengajaran yang
memungkinkan terjadinya proses pembelajaran yang di dalamnya siswa
memanfaatkan pemahaman dan keterampilan akademiknya dalam konteks
yang bervariasi baik dalam sekolah maupun di luar sekolah untuk
memecahkan simulasi atau masalah dunia nyata, baik sendiri maupun
secara bersama-sama.
Selanjutnya
Reese
(2002:
41)
mendefinisikan
pembelajaran
kontekstual sebagai berikut: “contextual learning is characterized as problem
based, self-regulated, occurring in a variety of context, including the
community and work sites, involving teams of learning groups, and responsive
to a host of diverse learners’ needs and interests”. Penekanan pada
pembelajaran berdasarkan masalah yang dilakukan secara mandiri oleh
siswa, dengan berbagai konteks dalam berbagai situasi dan juga
memperhatikan kebutuhan dan minat siswa, diharapkan dapat menjadi
pembelajaran yang efektif dan efisien.
Katz dan Smith (2006: 82) mendefinisikan contextual teaching and
learning sebagai berikut: “Contextual teaching and learning is defined as a
conception of teaching and learning that helps teachers relate subject matter
content to real world situations”. Paradigma pembelajaran kontekstual
berdasarkan definisi di atas adalah konsep belajar yang membantu guru
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 25
menghubungkan materi pelajaran yang diajarkan dengan dunia nyata siswa
sehingga dapat membantu siswa menghubungkan pengetahuan yang
dimiliki dengan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
C Menurut Johnson (2002: 10), kata kontekstual berarti keterkaitan
antara semua hal termasuk gagasan dan tindakan. Kata ini menghubungkan
secara langsung pikiran dengan pengalaman. Jadi pembelajaran yang
berdasarkan kontekstual adalah pembelajaran yang menghubungkan materi
pelajaran dengan pikiran dan gagasan untuk dapat dirasakan melalui
pengalamannya.
Pada
pembelajaran
matematika
di
SMP,
kegiatan
pembelajaran dilakukan sesuai dengan kondisi yang sering dialami siswa,
sehingga siswa merasa apa yang mereka pelajari adalah sesuatu yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya, Johnson (2002: 24) menyatakan bahwa: “Contextual
teaching and learning enables student to connect the content of academic
subjects with the immediate context of their daily lives to discover meaning”.
Hal ini berarti bahwa dalam proses pembelajaran di kelas, materi pelajaran
disampaikan dengan menghubungkan pengalaman sehari-hari siswa
sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Menurut Johnson (2002: 25)
definisi tentang pendekatan pembelajaran kontekstual adalah sebagai
berikut:
’The CTL system is an education process that aims to help students
see meaning in the academic maerial they are studying by connecting
academic subjects with the context of their daily lives, that is, with the
contect of their personal, social, and cultural circumstances”.
Peran guru agar proses pengajaran contekstual dapat lebih efektif,
maka guru seharusnya:
1.
Mengkaji konsep atau teori (materi ajar) yang akan dipelajari oleh
siswa.
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 26
2.
Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui
proses pengkajian secara seksama.
3.
Mempelajari
lingkungan
sekolah
dan
tempat
tinggal
siswa,
selanjutnya memilih dan mengkaitkannya dengan konsep atau teori
yang akan dibahas.
4.
Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang
dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman siswa dan
lingkungan kehidupannya.
5.
Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong siswa untuk
mengkaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan
/pengalaman sebelumnya dan fenomena kehidupan sehari-hari, serta
mendorong siswa untuk membangun kesimpulan yang merupakan
pemahaman siswa terhadap konsep atau teori yang sedang
dipelajarinya.
6.
Melakukan
penilaian
autentik
(authentic
assessment)
yang
memungkinkan siswa untuk menunjukkan penguasaan tujuan dan
pemahaman yang mendalam terhadap pembelajarannya, sekaligus
pada saat yang bersamaan dapat meningkatkan dan menemukan cara
untuk peningkatan pengetahuannya.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
dengan menerapkan pendekatan kontekstual dapat memberikan makna
baru bagi siswa. Melalui pendekatan pembelajaran kontekstuan siswa
dimungkinkan untuk menghubungkan pengalaman kehidupan mereka
dengan pengetahuan yang didapat di sekolah. Selain itu siswa juga dapat
menerapakan ilmu pengetahuan yang diperolehnya ke dalam kehidupan
sehari-hari.
B. KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 27
Masnur Muslich (2007: 42) menyatakan pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual mempunyai karekteristik sebagai berikut:
1.
Pembelajaran
dilaksanakan
dalam
konteks
autentik,
yaitu
pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam
konteks kehidupan nyata atau dalam lingkungan yang alamiah
(learning in real life setting).
2.
Pembelajaran
memberikan
kesempatan
kepada
siswa
untuk
mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
3.
Pembelajaran
dilaksanakan
dengan
memberikan
pengalaman
bermakna kepada siswa (learning by doing),
4.
Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok (learning in a
group),
5.
Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan
mementingkan kerjasama (learning to ask, to
inquiry, to work
together),
6.
Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan
(learning as an enjoy activity).
Sementara itu, Wina Sanjaya (2007: 256) merinci lima
karakteristik
penting
dalam
proses
pembelajaran
menggunakan
pendekatan pembelajaran kontekstual. Lima karakteristik tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan proses pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya antara
yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang sudah dipelajari tidak
bisa dipisahkan, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh
siswa adalah pengetahuan yan utuh dan saling terkait.
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 28
2. Pendekatan pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka
memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).
Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif.
3. Pemahaman
pengetahuan
(understanding
knowledge),
artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk
dipahami dan diyakini, misalnya denga cara meminta tanggapan dari
yang lain tentang pengetahuan yang diperoleh harus dapat
diaplikasikan dalam kehidupan siswa sehingga tampak perubahan
perilaku siswa.
4. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya
harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak
perubahan perilaku siswa.
5. Melakukan
refleksi
(reflecting
knowledge)
terhadap
strategi
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik
untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
C. KOMPONEN DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Center for Occupational Research and Depelovement (CORD) (1999: 3)
menyatakan bahwa komponen-komponen esensial dalam pembelajaran
kontekstual terdapat lima komponen yaitu Relating, Experiencing, Applying,
Cooperating dan Transferring.
pendekatan
pembelajaran
Sedangkan menurut (Nurhadi, 2002: 9-19)
kontekstual
memiliki
tujuh
komponen
pendekatan, yaitu:
1. Constructivism (Konstruktivisme)
Kontruktivisme yaitu menekankan terbentuknya pemahaman
sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan
terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Sehingga
prinsip dasar konstruktivisme yang harus dipegang guru meliputi
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 29
proses pembelajaran, informasi yang relevan dengan kehidupan siswa,
siswa dapat menerapkan idenya sendiri, pengalaman siswa akan
semakin berkembang apabila diuji dengan pengalaman baru serta bisa
dibangun secara asimilasi (yaitu pengetahuan baru dibangun dari
pengetahuan yang sudah ada) maupun atau akomodasi (struktur
pengetahuan
yang
sudah
ada
dimodifikasi
untuk
menampung/menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).
2. Inquiry (Menemukan)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis kontekstual yang diawali dengan pengamatan
terhadap
fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk
menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Siklus inkuiri
terdiri dari observation (observasi), questioning (bertanya), hipotesa
(mengajukan), data gathering (pengumpulan data), dan conclusion
(kesimpulan).
3. Questioning (Bertanya)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari
bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang
berbasis kontekstual. Strategi ini dipandang sebagai upaya guru yang
dapat membantu siswa untuk mengetahui sesuatu, memperoleh
informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir
siswa. Sehingga penggalian informasi menjadi lebih efektif, terjadinya
pemantapan pemahaman lewat diskusi, bagi guru bertanya kepada
siswa bisa mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir
siswa.
4. Learning Community (Masyarakat Belajar)
Masyarakat belajar yaitu hasil belajar bisa diperoleh dengan
berbagai antar teman, antar kelompok, antar yang tahu kepada yang
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 30
belum tahu, baik didalam maupun diluar kelas. Adapun prinsipnya
adalah hasil belajar yang diperoleh dari kerjasama, sharing terjadi antar
pihak yang member dan menerima, adanya kesadaran akan manfaat
dari pengetahuan yang mereka dapat.
5. Modelling (Pemodelan)
Maksud dari pemodelan dalam pembelajaran kontekstual bahwa
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu diikuti dengan
model yang bisa ditiru oleh siswa. Misalkan cara menggunakan sesuatu,
menunjukan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara
semacam ini akan lebih cepat dipahami oleh siswa. Adapun prinsip yang
perlu diperhatikan oleh guru adalah contoh yang bisa ditiru, contoh
yang dapat diperoleh langsung dari ahli ynag berkompeten.
6. Reflection (Refleksi)
Refleksi juga bagian penting dalam pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual. Refleksi adalah cara berfikir tentang apa-apa
yang baru dipelajari atau berfikir kebelakang tentang apa-apa yang
sudah dilakukan pada masa lalu. Siswa mengedepankan apa yang baru
dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru yang merupakan
pengayaan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian,
aktivitas atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran siswa akan
menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya adalah
pengayaan dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Adapun
prinsip
dalam
penerapannya
adalah
perenungan
atas
sesuatu
pengetahuan yang baru diperoleh respon atas kejadian atau
penyampaian penilaian atas pengetahuan yang baru diterima.
7. Authentic Assessment (Penilaian yang Sebenarnya)
Authentic assessment adalah proses pengumpulan berbagai data
yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 31
Sehingga penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati,
mengalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika proses
pembelajaran
berlangsung.
Adapun
penerapanya
adalah
untuk
mengetahui perkembangan belajar siswa, penilaian dilakukan secara
komprehensif antara penilaian proses dan hasil, guru menjadi penilai
yang
konstruktif,
memberikan
siswa
kesempatan
untuk
mengembangkan penilaian diri.
D. TUJUAN PEMBELEJARAN KONTEKSTUAL
Suryanto
(2002:
21)
menjelaskan
bahwa
pendekatan
pembelajaran kontekstual semula dikembangkan dengan tujuan untuk
menyelaraskan pelajaran matematika di sekolah dengan kebutuhan siswa
dikemudian hari jika bekerja. Oleh karena itu pembelajaran matematika
diselenggarakan dengan menggunakan berbagai masalah kontekstual,
baik konteks sekolah maupun konteks luar sekolah, terutama konteks
dunia kerja. Dengan kata lain, pembelajaran kontekstual dirancang untuk
memungkinkan diadakannya kerjasama antar sekolah dan dunia kerja,
sehingga siswa dapat belajar memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 32
BAB V
MATHEMATICS REALISTIC EDUCATION
A. PEMBELAJARAN MATHEMATICS REALISTIC (PMR)
1. Filosofi Pembelajaran Matematika Realistik
Pengembangan matematika realistik didasarkan pada pandangan
Freudenthal terhadap pembelajaran matematika sejak tahun 1991. PMR
menggabungkan
tentang
apa
matematika harus diajarkan.
itu
matematika
dan
bagaimana
Menurut Freudenthal (dalam Erma
Suherman, 2003: 146) menyatakan bahwa ”Methematich is human
activity”. Karenanya pembelajaran matematika disarankan berangkat
dari aktivitas manusia. Siswa tidak boleh dipandang sebagai passive
reccivers (penerima pasif) matematika yang sudah jadi. Menurut
Freudenthal bahwa pendidikan harus mengarahkan siswa kepada
penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan
kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang
diangkat dari berbagai situasi (konteks), yang dirasakan bermanfaat
sehingga menjadi sumber belajar.
Pendidikan matematika realistik didasarkan pada pada filosofi
bahwa matematika harus dikaitkan dengan hal-hal yang nyata bagi
siswa dan matematika dipandang sebagai suatu aktivitas dari manusai.
Menurut pandangan Frudenthal (Gravemeijer, 2004: 21) yang
menyatakan bahwa matematika merupakan aktivitas manusia.
‘It is an activity of solving problems, of looking for problems, but it
is also an activity of organizing a subject matter. This can be a
matter from reality which has to be organized according to
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 33
mathematical patens if problems from reality have to be solved. It
can also be a mathematical matter, new or old results , of your
own or others, which have to be organized according to new
ideas, to be better understood, in a broader context, or by an
axiomatic approach’(p. 413-414).
Matematika adalah aktivitas pemecahan masalah, pencarian
masalah, tetapi juga aktivitas pengorganisasian materi pelajaran. Hal ini
dapat berupa materi-materi dari realitas yang harus diorganisasi
menurut pola-pola matematis, jika masalah realita hendah dipecahkan.
Dapat juga berupa materi matematika baik yanag baru atau yang lama
yang harus ditata menurut gagasan baru agar lebih mudah dimengerti
dalam konteks yang lebih luas atau dengan menggunakan pendekatan
yang aksiomatik.
Secara garis besar pembelajaran matematika realistik adalah
suatu teori yang sangat dibutuhkan oleh peserta didik. Pembelajaran
matematika realistik adalah suatu teori pembelajaran yang sudah
dikembangkan
khusus
untuk
matematika.
Konsep
pendidikan
matematika realistik ini sesuai dengan kebutuhan untuk memperbaiki
pendidikan
matematika
di
indonesia
yang didominasi
dengan
permasalahan bagaimana cara untuk meningkatkan pemahaman siswa
terhadap matematika.
2. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik
Beberapa karakteristik pendekatan matematika realistik menurut
Suryanto (dalam Yusuf; 2007) adalah sebagai berikut:
a. Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems)
digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika
kepada siswa.
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 34
b. Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model
matematika melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik
dengan bantuan guru atau temannya.
c. Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap
masalah yang mereka temukan (yang biasanya ada yang berbeda,
baik cara menemukannya maupun hasilnya).
d. Siswa
merefleksikan
(memikirkan
kembali)
apa
yang
telah
dikerjakan dan apa yang telah dihasilkan; baik hasil kerja mandiri
maupun hasil diskusi.
e. Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika
yang memang ada hubungannya.
f. Siswa diajak mengembangkan, memperluas, atau meningkatkan
hasil-hasil dari pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip
matematika yang lebih rumit.
g. Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi
atau hasil yang siap pakai. Mempelajari matematika sebagai kegiatan
paling cocok dilakukan melalui learning by doing (belajar dengan
mengerjakan)
Menurut tim PMRI USD, Karakteristi matematika pembelajaran
matematika realistik adalah:
a. Murid aktif dan guru juga aktif (matematika sebagai aktifitas
manusia)
b. Pembelajaran
dimulai
dengan
menyelidiki
masalah-masalah
kontesktual atau realitas.
c. Gurur memberikan kesempatan pada siswa untuk menyelesaikan
masalahnya sendiri.
d. Guru menciptkana suasana pembelajaran yang menyenangkan.
e. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok.
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 35
f. Pebelajaran tidak selalu di kelas
g. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi
h. Siswa bebas memiliki modul representasi yang sesuai dengan
struktur
kognitifnya
sewaktu
menyelesaiakan
masalah
(menggunakan modul)
i. Guru bertindak sebagai fasilitator
j. Jika siswa membuat kesalahan hendaknya jangan dimarahi akan
tetapi dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan dan usaha mereka
hendaknya dihargai.
Karekteristik RME merupakan sebagaimana disebutkan oleh Van
del Hauvel Panhuizen (Marpaung, 2006: 2), adalah sebagai berikut:
a. Prinsip Aktivitas, yaitu matematika adalah aktivitas manusia. Siswa
harus aktif belajar baik secara mental maupun fisik dalam belajar
matematika.
b. Prinsip realitas, yaitu pembelajaran sayogyanya dimulai dengan
masalah-masalah yang realitas atau dapat dibayangkan oleh siswa.
c. Prinsip berjengnjang, artinya dalam pembelajaran matematika siswa
melewati berbagai jenjang pemahaman, yaitu dari menemukan solusi
suatu masalah kontektual atau realistik secara informal, melalui
skematisasi
memperoleh
pengetahuan
tentang
hal-hal
yang
mendasar sampai menemukan solusi suatu masalah matematis
secara formal.
d. Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika
jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang
terpisahkan, tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat
melihat hubungan antara materi-materi itu secara lebih baik.
e. Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas
sosial. Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 36
strategi penyelesaian masalah kepada orang lain untuk ditanggapi
dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strategi
menemukan itu serta menanggapinya.
f. Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberi kesempatan terbimbing
untuk menemukan pengetahuan matematika.
3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik
Sebagaimana disebutkan oleh Erman Suherman, bahwa ada lima
prinsip pembelajaran matematika, yaitu:
a.
Didominasi masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu
sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.
b.
Perhatian diberikan pada pengembangan model-model situasi, skema
dan simbol-simbol.
c.
Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat
pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif, artinya siswa
memproduksi dan mengkontruksi sendiri mengenai matematika
informal menjadi matematika formal.
d.
Interaktif
sebagai
karakteristik
dari
proses
pembelajaran
matematika.
e.
Membuat jalinan antara topik dan antar bahasan.
Menurut Treffers dan Goffree (1985, dalam Erman Suherman, 2003:
149-150) masalah konstektual dalam kurikulum realistik berguna untuk
mengisi sejumlah fungsi:
a.
Pembentukan konsep: dalam fase pertama pembelajaran, para siswa
diperkenalkan untuk masuk dalam matematika secara alamiah dan
termotivasi.
b.
Pembentukan model: masalah-masalah konstektual memasuki
fondasi siswa untuk belajar operasi, prosedur, notasi, aturan dan
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 37
mereka mengerjakan hal ini sebagai pendorong penting dalam
berfikir.
c.
Keterterapan: masalah konstektual menggunakan ”reality” sebagai
sumber dan domain untuk terapan.
d.
Praktek dan latihan dari kemampuan spesifik dalam situasi terapan.
Prinsip-prinsip
penerapan
pembelajaran
matematika
dengan
pendekatan pembelajaran matematika realistik adalah:
a. Bagaimana guru menyampaikan matematika konstektual sebagai
starting point pembelajaran.
b. Bagaimana guru menstimulasi, membimbing dan menfasilitasi agar
prosedur dan aturan yang siswa buat mengarah pada matematika
formal.
c. Bagaimana guru memberi atau mengarahan kelas, kelompok, atau
individu untuk menciptakan free production, menciptakan caranya
sendiri dalam menyelesaikan soal atau menginterpretasikan problem
konstektual.
d. Bagaimana guru membuat kelas bekerja secara interaktif sehingga
interaksi antara siswa terbantuk dengan baik.
e. Bagaimana guru menbuat jalinan antara satu topik dengan topik yang
lain, konsep dengan konsep yang lain, simbol dengn simbol yang lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah pembelajaran metematika dengan pendekatan matematika
realistik, secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Persiapan.
Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar
memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang
mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
b. Pembukaan.
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 38
Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran
yang dipakai dan masalah dari dunia nyata, kemudian siswa diminta
memecahkan masalah tersebut.
c. Proses pembelajaran.
Guru mengunakan stategi yang telah ditentukan dalam pembelajaran
matematika dan siswa mencoba berbagai cara untuk menyelesaikan
masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara
perorangan ataupun kelompok, kemudian setiap siswa atau kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya didepan siswa atau kelompok lain
dan siswa atau kelompok lain memberikan tanggapan terhadap hasil
siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi
kelompok atau diskusi kelas dan memberikan tanggapan sambil
mengarahkan
siswa
untuk
mendapatkan
jalan
terbaik
serta
menemukan atauran atau prinsip yang lebih umum.
d. Penutup.
Setelah mencapai kesepakatan tentang cara terbaik melalui diskusi
kelompok dan diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari
pelajaran saat itu, pada akhirnya siswa harus mengerjakan soal
evaluasi dalam bentuk matematika formal.
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 39
DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2002. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas.
Jakarta: Grasindo
Muslimin Ibrahim. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya.
Rachmadi Widdiharto, “Model-model Pembelajaran Matematika SMP”, Makalah
disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMP
Jenjang Dasar tanggal 10 s.d 23 Oktober 2004 di PPPG Matematika
Yogyakarta.
Tim PPPG Matematika, “Model pembelajaran Matematika dengan Pendekatan
Kooperatif”, Paket Pembinaan Penataran.
Wina Sanjaya. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Kencana.
http:/58.145.1718.59/web/ppp/ppp_pembelajaran_kooperatif.pdf,
diakses
pada tanggal 19 Februari 2008 jam 11.00.
http:zainurie.file.wordpress.com/2007/11/modelpembelajaran.pdf,
diakses
tanggal 24 Februari 2008 jam 10.35.
www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2/pdf, diakses pada tanggal 15 Februari
2008 jam 17.50.
Nuryadi, S.Pd.Si., M.Pd
Pendidikan Matematika UMB-Yogyakarta
Page 40
Download