I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu penyebab kegagalan perawatan saluran akar adalah keberadaan mikrooganisme yang memiliki kemampuan bertahan dan menetap pada kompleks sistem saluran akar atau pada area periapikal. Kesuksesan perawatan saluran akar tergantung pada kemampuan mengeliminasi mikroorganisme dari sistem saluran akar (Berruti dkk., 1997). Pencegahan terjadinya infeksi ulang juga sangat penting untuk mencapai keberhasilan perawatan saluran akar (Haapasalo dkk., 2011). Bakteri Enterococcus faecalis sering ditemukan dalam jumlah besar pada kegagalan perawatan saluran akar. Bakteri ini memiliki peran penting dalam etiologi lesi periradikuler menetap setelah perawatan saluran akar (Gomes dkk., 2006). Enterococcus faecalis kebal terhadap medikasi intrakanal dan merupakan salah satu mikroorganisme yang kebal terhadap antibakteri kalsium hidroksid (Sundqvist dalam Zohreh dkk., 2008), hal ini dikarenakan bakteri ini memiliki kemampuan proton pump. Enterococcus faecalis dapat bertahan hidup dengan kemampuannya berikatan dengan dentin, masuk ke dalam tubuli dentinalis dan memiliki kemampuan bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama. Pada pH 11.5 atau lebih, Enterococcus faecalis tidak dapat bertahan hidup (Figdor dkk., 2003; Evans dkk., 2002). 1 2 Kompleksitas anatomi saluran akar menyebabkan sisa jaringan organik dan bakteri yang berada di dalam tubuli dentinalis sulit untuk dibersihkan. Preparasi saluran akar dan irigasi baik selama maupun sebelum preparasi berperan penting dalam pembersihan saluran akar (Jhonson dan Remeikins, 1993; Hulsman dan Hanh, 2000). Bahan irigasi memfasilitasi penghilangan mikroorganisme dan jaringan yang tersisa dari saluran akar melalui mekanisme pembilasan. Beberapa larutan irigasi melarutkan baik jaringan organik maupun jaringan anorganik pada saluran akar. Beberapa bahan irigasi memiliki kemampuan antibakteri dan secara aktif membunuh bakteri saat berkontak langsung dengan mikroorganisme, beberapa larutan irigasi juga bersifat toksik (Hulsman dan Hanh, 2000). Terdapat beberapa bahan irigasi antimikrobial yang digunakan dalam bidang endodontik termasuk sodium hipoklorit dan klorheksidin (Haapasalo dkk., 2010). Sodium Hipoklorit merupakan larutan irigasi yang paling sering digunakan, Meskipun memiliki kemampuan melarutkan jaringan dan kemampuan antibakterial yang baik namun sodium hipoklorit tetap memiliki kekurangan yaitu bersifat toksik terhadap jaringan periapikal (Navarro dkk., 2010). Sodium Hipoklorit dapat melarutkan jaringan pulpa baik vital maupun nekrosis, komponen organik dari dentin dan komponen organik dari smear layer. Kemampuan Sodium hipoklorit melarutkan jaringan secara signifikan lebih baik dibandingkan bahan irigasi yang lain (Naenni dkk., 2004). Penelitian yang dilakukan Karale dkk. (2011) menunjukkan bahwa Sodium hipoklorit, Khlorheksidin, dan high-frequency alternating current 3 (HFAC) memiliki kemampuan mengeliminiasi Enterococcus faecalis, dan Sodium hipoklorit menunjukkan aktivitas antibakteri yang maksimum melawan bakteri tersebut. Konsentrasi sodium hipoklorit yang disarankan Hulsman (2009) dalam perawatan saluran akar adalah 0.5% - 5.25%. Penelitian Berber dkk. (2006) menunjukkan bahwa sodium hipoklorit dengan konsentrasi 5.25% merupakan larutan irigasi yang paling efektif melawan Enterococcus faecalis. Sodium hipoklorit memiliki kemampuan antibakteri yang kuat dengan lama kontak yang sangat singkat (Zehnder, 2006). Beberapa penelitian menyatakan sodium hipoklorit dapat membunuh mikroorganisme dalam hitungan detik meskipun dalam konsentrasi yang rendah sekalipun (Haapasalo, 2010). Dunavant dkk. (2006) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa sodium hipoklorit 6% dan sodium hipoklorit1% dapat membunuh lebih dari 99.7% bakteri setelah lama kontak bahan irigasi 1 atau 5 menit, sedangkan dalam waktu yang sama khlorheksidin dan MTAD hanya mampu membunuh masing-masing 60% dan 16% biofilm bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Wagner dkk.(2011) menyatakan bahwa kombinasi Omeprazole dengan Kalsium Hidroksid (Ca(OH)2) menunjukkan penyembuhan yang sangat baik dari lesi periapikal pada tikus dan menunjukkan pengaruh yang berbeda pada mikrobiota saluran akar bila dibandingkan dengan dressing Ca(OH)2 konvensional. Penelitian yang dilakukan oleh Gandhi dkk. (2013) menunjukkan kemampuan antibakterial yang efektif melawan Enterococcus faecalisdari sodium hipoklorit 5.25% kombinasi Omeprazole 8,5% sebagai bahan irigasi dibandingkan dengan Klorheksidin 2% dengan sodium 4 hipoklorit 5.25%, dan MTAD dengan sodium hipoklorit 5.25% yang masingmasing diaplikasikan hanya selama 30 detik. Omeprazole merupakan protonpump inhibitor yang akan memblokade pergerakan proton melintasi membran sel bakteri Enterococcus faecalis sehingga bakteri gagal mempertahankan homeostatis lingkungannya (Gandhi, 2013). Enterococcus faecalis lebih kebal terhadap sodium (Schafer,2007). hipoklorit Penambahan dibandingkan dengan proton – pump mikroba yang inhibitordiharapkan lain dapat meningkatkan efektifitas antibakteri sodium hipoklorit terhadap E.faecalis. Klorheksidin digunakan secara luas sebagai bahan irigasi endodontik dan medikamen saluran akar (Mohammadi dan Abbot, 2009) karena dianggap memiliki kemampuan antimikrobial yang baik (Russel dalam Haapasalo dkk., 2010). Klorheksidin lebih efektif terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif Penelitian Schafer dan Bossman (2005) membuktikan bahwa klorheksidin 2% lebih efektif dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih rendah serta memiliki kemampuan untuk melawan bakteri Enterococcus faecalis dalam jangka waktu yang lebih singkat. Menurut Haapasalo dkk. (2009), klorheksidin tidak mengiritasi jaringan dan tidak berbau. Klorheksidin dapat diabsorbsi oleh jaringan keras gigi dan melepaskan efek terapi secara bertahap dan terus- menerus yang biasa disebut dengan substantivity property (Dametto dkk.,2005). Penelitian yang dilakukan Ferraz dkk. (2007) membuktikan bahwa klorheksidin 2% baik dalam bentuk gel maupun cairan menunjukkan zona hambat yang secara signifikan lebih besar dibandingkan sodium hipoklorit berbagai konsentrasi termasuk 5,25%. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Vianna 5 dan Gomes (2009), klorheksidin 2% menunjukkan zona hambatan yang lebih besar dibandingkan dengan zona hambatan yang dihasilkan oleh sodium hipoklorit 5,25% melawan Enterococcus faecalis. Hal ini menunjukkan bahwa daya antibakteri dari klorheksidin 2% melawan Enterococcus faecalis lebih baik dibandingkan dengan sodium hipoklorit 5,25%. Menurut Ahyan dkk. (Luddin dan Mohammed, 2013), sodium hipoklorit 2,5% memiliki daya antibakteri yang lebih rendah dibandingkan dengan klorheksidin 2%. Telah diteliti oleh Gandi dkk. (2013) bahwa penambahan Omeprazole 8,5% pada sodium hipoklorit dengan konsentrasi 5,2% menunjukkan daya antibakteri yang efektif melawan Enterococcus jika dibandingkan dengan klorheksidin 2%. Perbedaan daya antibakteri antara klorheksidin 2% dengan sodium hipoklorit konsentrasi yang berbeda kombinasi Omeprazole 8,5% melawan Enterococus faecalis belum pernah diteliti sebelumnya. 6 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas timbul permasalahan: yaitu apakah terdapat perbedaan daya antibakteri larutan irigasi klorheksidin 2% dan berbagai konsentrasi larutan irigasi sodium hipoklorit kombinasi Omeprazole 8.5% terhadap Enterococcus faecalis. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan daya antibakteri larutan irigasi klorheksidin 2% dan berbagai konsentrasi larutan irigasi sodium hipoklorit kombinasi Omeprazole 8.5% terhadap Enterococcus faecalis D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai bahan irigasi sodium hipoklorit dengan penambahan Omeprazole 8,5% pernah dilakukan oleh Gandhi dkk. (2013) yang meneliti evaluasi efek antibakteri Omeprazole dengan sodium hipoklorit sebagai bahan larutan irigasi saluran akar yang dilakukan secara in vivo. Gandhi dkk (2013) membuktikan bahwa penambahan Omeprazole dengan konsentrasi 5.2% 8,5% pada sodium hipoklorit menunjukkan daya antibakteri yang lebih efektif dibandingkan dengan klorheksidin 2% melawan Enterococcus faecalis Penelitian ini menggunakan klorheksidin 2% dan sodium hipoklorit 0,5%, 2.5% dan 5,25% kombinasi Omeprazole 8,5% sebagai larutan irigasi dan bertujuan lebih lanjut untuk meneliti perbedaan daya antibakteri bahan irigasi tersebut terhadap Enterococcus faecalis. 7 E. Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : a. Dalam aplikasi klinis bahan irigasi ini dapat dikembangkan lebih lanjut dan dapat dipertimbangkan sebagai salah satu bahan irigasi yang lebih efektif dalam perawatan saluran akar berdasarkan keefektivan bahan tersebut untuk membasmi bakteri Enterococcus faecalis. b. Sebagai sumber informasi ilmiah tentang bahan irigasi yang dapat berguna dalam bidang kedokteran gigi khususnya ilmu konservasi gigi dan dunia ilmu pengetahuan pada umumnya.