I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman yang berkhasiat sebagai obat-obatan (Muhlisah, 2007). Salah satu tanaman yang sudah dikenal secara luas di Indonesia memiliki khasiat sebagai obat adalah pegagan (Centella asiatica). Beberapa penelitian menemukan bahwa tanaman pegagan memiliki kandungan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri sehingga memiliki potensi untuk menjadi bahan alternatif irigasi saluran akar gigi pada perawatan saluran akar gigi (James, 2009). Selain itu, yang menjadi keunggulan pegagan adalah sifatnya yang tidak toksik terhadap jaringan (Sulastry, 2009). Daun pegagan merupakan bahan alam yang mempunyai banyak khasiat. Hasil penelitian membuktikan pegagan memiliki sifat antimikroba, antioksidan, anti inflamasi, dan anti nyeri, dan tidak bersifat toksik. Ekstrak daun pegagan mengandung sterol, tanin, asam esensial (beta - chariophylen, trans - beta pharnesen, dan germachrene D), phytosterol (kampesterol, sitosterol, dan stigmasterol ), mucus, resin, asam amino bebas (alanin, serine, aminobutyrate, aspartat, glutamat, lysin, dan treonine), flavonoid (turunan dari chercetin dan kempferol), alkaloid (hydrochotine), dan bitter component (James, 2009). 1 Selain itu, daun pegagan juga mengandung berbagai asam lemak, antara lain adalah asam linoleat, linolenic, asam oleat, asam palmitat, dan asam stearat (Srivastava dkk., 1997). Komponen ekstrak pegagan yang memiliki sifat antibakteri adalah minyak atsiri, flavonoid, dan triterpenoid saponin. Salah satu senyawa yang terdapat pada minyak atsiri pegagan adalah fenol. Mekanisme kerja senyawa fenol dalam membunuh sel bakteri, yaitu dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri. Akibat terdenaturasinya protein sel bakteri, maka semua aktivitas metabolism sel bakteri terhenti, sebab semua aktivitas metabolisme sel bakteri dikatalisis oleh enzim yang merupakan protein (Lawrence dan Block,1968). Flavonoid memiliki kemampuan membentuk kompleks dengan protein sel bakteri melalui ikatan hidrogen. Struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri yang mengandung protein menjadi tidak stabil karena struktur protein sel bakteri menjadi rusak karena adanya ikatan tersebut, sehingga protein sel bakteri menjadi kehilangan aktivitas biologisnya (Harborne, 1987). Flavonoid juga menyebabkan perubahan pada membran sel bakteri yang diikuti dengan masuknya air yang tidak terkontrol ke dalam sel bakteri, hal ini menyebabkan pembengkakan sel bakteri dan akhirnya membran sel bakteri pecah.(Black dan Jacobs, 1993). Triterpenoid saponin merupakan salah satu komponen pegagan yang memiliki aktifitas antimikroba dan berperan melindungi dari infeksi pathogen. Selain itu, Triterpenoid saponin juga bertanggung jawab untuk penyembuhan luka dengan 2 menginisiasi produksi kolagen I, yaitu protein yang mempercepat proses penyembuhan luka dan meningkatkan aktivasi makrofag (Zheng, 2007). Komponen senyawa yang terkandung dalam pegagan ada yang bersifat polar ataupun nonpolar. Untuk dapat menarik kedua senyawa tersebut, perlu dilakukan ektraksi dengan pelarut yang bersifat universal. Etanol merupakan pelarut yang mampu melarutkan senyawa polar maupun nonpolar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dash dkk. (2011) tentang aktifitas antibakteri ekstrak pegagan dengan berbagai penyari (petroleum eter, etanol, kloroform, n-heksana, dan air) terhadap beberapa bakteri. Ekstrak etanol daun pegagan sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan seluruh mikroorganisme tersebut dengan zona hambat 12–19 mm. Perawatan saluran akar merupakan salah satu jenis perawatan yang bertujuan mempertahankan gigi agar tetap berada dalam mulut dan dapat berfungsi dengan baik. Perawatan saluran akar gigi terdiri dari tiga tahapan yaitu preparasi, sterilisasi, dan pengisian saluran akar. Preparasi saluran akar meliputi tindakan pembersihan dan pembentukan saluran akar (cleaning and shaping). Cleaning adalah tindakan pengambilan dan pembersihan seluruh jaringan pulpa serta jaringan nekrotik yang dapat memberi kesempatan tumbuhnya kuman. Shaping yaitu tindakan pembentukan saluran akar untuk persiapan pengisian (Grossman dkk., 1995). Menurut Molander (1998), salah satu bakteri patogen yang sering ditemukan pada infeksi saluran akar gigi adalah Enterococcus faecalis. Enterococcus faecalis adalah bakteri yang termasuk dalam grup Streptococcus (Ryan, 2004). Enterococcus 3 faecalis termasuk mikroorganisme non-motile, bersifat anaerob fakultatif, dapat melakukan fermentasi glukosa tanpa memproduksi gas, dan tidak menghasilkan reaksi katalase dengan hidrogen peroksida. Enterococcus faecalis dapat bertahan hidup di lingkungan yang sangat keras, termasuk pH basa yang ekstrim (9,6) dan konsentrasi garam yang tinggi (Stuart dkk., 2006). Seperti spesies lain dalam golongannya, E. faecalis dapat menyebabkan infeksi pada manusia, misalnya endokarditis, bakteremia, infeksi saluran kemih (ISK), meningitis, dan infeksi lain pada manusia (Murray, 1990). Sebelum dilakukan pengisian atau penutupan saluran akar dengan bahan pengisi, hendaknya saluran akar dibersihkan dan didisinfeksi dengan menggunakan larutan irigasi yang dilakukan pada tahapan preparasi saluran akar. Larutan irigasi adalah larutan yang digunakan untuk membuang dan melarutkan sisa-sisa preparasi (debris) saluran akar, memberi pelumas, dan sebagai antibakteri (Walton dan Torabinejad, 2008). Bila tidak disertai irigasi, jaringan dan debris dari sistem saluran akar tidak dapat dibersihkan secara sempurna dan dikhawatirkan bila tidak diperoleh keadaan saluran akar yang bersih, akan terjadi infeksi saluran akar oleh mikroorganisme yang belum terdisinfeksi (Grossman dkk., 1995). Menurut Mulyawati (2011), bahan ideal untuk irigasi saluran akar adalah bahan yang memiliki sifat antimikroba, dapat melarutkan jaringan organik, mampu melarutkan smear layer, tegangan permukaan yang rendah, dan toksisitas yang rendah. Bahan irigasi saluran akar yang umum digunakan secara luas pada saat ini 4 adalah sodium hipoklorit, EDTA, dan chlorhexidine gluconate. Disamping efektifitasnya yang tinggi, bahan-bahan tersebut juga memiliki efek samping yang tidak sedikit. Sodium hipoklorit merupakan bahan yang iritatif dan kaustik terhadap jaringan dikarenakan PH yang sangat basa (12-13), dan pada konsentrasi 5,25% sodium hipoklorit bersifat sangat toksik kepada jaringan periapikal gigi (Spangberg, 2002). Sedangkan chlorhexidine gluconate, walaupun belum terbukti menyebabkan kerusakan jaringan pada penggunaan jangka panjang, chlorhexidine gluconate terbukti dapat menimbulkan respon inflamasi pada jaringan jika terpapar pada daerah sekitar saluran akar gigi (Yessilsoy dkk., 1995). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai bahan alternatif irigasi saluran akar gigi yang efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan tidak bersifat toksik bagi jaringan. Penelitian yang dilakukan oleh Fitri, (2012) mengenai daya antibakteri ekstrak daun pegagan terhadap bakteri E. faecalis sebagai larutan sterilisasi saluran akar gigi dengan metode dilusi menggunakan media Mueller Hinton Broth, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol pegagan memiliki efek antibakteri terhadap E. faecalis dengan kadar bunuh minimum (KBM) pada konsentrasi 15%. Selain itu, hasil prepenelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa konsentrasi yang memiliki aktifitas antibakteri yang cukup signifikan terhadap bakteri E. faecalis adalah ekstrak pegagan dengan konsentrasi 20% dan 30%. Berdasarkan latar 5 belakang tersebut maka pada penelitian ini akan dilakukan uji aktifitas antibakteri menggunakan ekstrak pegagan dengan konsentrasi sebesar 20% dan 30%. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak daun pada tanaman pegagan (Centella asiatica) dengan konsentrasi 20% dan 30% mempunyai daya antibakteri terhadap bakteri Enterococcus faecalis. C. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai efektifitas ekstrak daun pegagan telah dilakukan sebelumnya. Rahmawati, (2010) melakukan penelitian in vitro tentang efek antibakteri ekstrak etanol pegagan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Salmonella typhi, dan Staphylococcus aureus dengan menggunakan penyari etanol dengan konsentrasi 96%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak etanol pegagan menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Fitri, (2012) mengenai daya antibakteri ekstrak daun pegagan terhadap bakteri Enterococcus faecalis dengan menggunakan metode dilusi menggunakan media Mueller Hinton Broth membuktikan bahwa ekstrak etanol pegagan memiliki efek antibakteri terhadap Enterococcus faecalis dengan KBM 15%. Beberapa data diatas menunjukan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Hal ini dikarenakan belum ada penelitian yang menguji daya 6 antibakteri ekstrak daun pegagan dengan konsentrasi 20% dan 30% dengan metode difusi, sebagai larutan irigasi saluran akar terhadap bakteri Enterococcus faecalis. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak daun pegagan dengan konsentrasi 20% dan 30% sebagai bahan alternatif irigasi saluran akar terhadap bakteri Enterococcus faecalis. E. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat : 1. Memberikan pengetahuan mengenai daya antibakteri ekstrak daun pegagan sebagai bahan alternatif irigasi saluran akar terhadap bakteri Enterococcus faecalis. 2. Menambah informasi dalam bidang kedokteran gigi khususnya dalam bidang konservasi gigi. 7