pengaruh inokulasi mikoriza, kotoran walet dan pemupukan

advertisement
PENGARUH INOKULASI MIKORIZA, KOTORAN WALET
DAN PEMUPUKAN PHOSPHAT TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS
DI TANAH PASIR
Usulan Penelitian
Diajukan oleh :
Amirilia Indayati
20130210001
Program Studi Agroteknologi
Kepada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
ii
I.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) mula-mula dikenal dalam
bentuk kemasan kaleng hasil impor. Kemudian sekitar tahun 1980-an barulah
tanaman ini dibudidayakan di Indonesia secara komersial, meskipun masih dalam
skala kecil. Selanjutnya jagung manis semakin dikenal serta banyak dikonsumsi
karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan jagung biasa. Permintaan
masyarakat Indonesia akan sayuran termasuk jagung manis pada tahun 2011 yaitu
sekitar 87.336 ton (Pusat Kajian Hortikultura Tropika, 2011). Hal ini berdampak
pada kebijakan pemerintah melakukan impor jagung manis pada tahun 2011 yang
mencapai 4.178 ton (Direktorat Jenderal Horikultura, 2011). Tingginya impor
jagung manis tersebut disebabkan rendahnya produktivitas jagung manis di
Indonesia yang rata-rata hanya sebesar 8,31 ton ha-1 (Palungkun dan Asiani,
2004) dengan luasan lahan tanam hanya sekitar 105 hektar belum mampu
memenuhi kebutuhan jagung manis dalam negeri (Palungkun dan Asiani, 2004).
Menurut Apriyantono (2012) produksi jagung manis khususnya varietas Bonanza
F1 berpotensi menghasilkan produksi tongkol dengan kelobot 33—34,5 ton ha-1 .
Rendahnya produktivitas jagung manis di dalam negeri tersebut salah satunya
disebabkan oleh semakin sempitnya lahan pertanian karena alih fungsi lahan.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah perluasan areal lahan pertanian
dengan memanfaatkan lahan-lahan yang masih marginal. Salah satu lahan
marginal yaitu lahan pasir pantai selatan Yogyakarta (Fasli, 2013).
Pasir pantai atau lahan pasir memiliki beberapa keterbatasan diantaranya
kemampuan menahan airnya yang sangat rendah, miskin akan zat hara, daya ikat
antar partikel juga rendah, intensitas cahaya matahari yang tinggi dan kadar garam
juga sangat tinggi . Namun, hal ini sesuai dengan tanaman jagung yang tergolong
tanaman C4 yang membutuhkan sinar matahari yang melimpah. Berkaitan dengan
permasalahan, seperti miskin akan zat hara dan daya ikat partikel yang rendah
dapat dilakukan dengan cara memanipulasi pada lahan pasir. Cara manipulasi
yang dapat dilakukan dengan pengairan yang cukup, penambahan bahan organik
1
2
berupa pupuk kompos atau pupuk kandang, maupun pemberian plastik sebagai
alas dasar atau penggunaan polibag (Anonim, 2009).
Dari penelitian Sunardi (2007) bahwa kandungan unsur makro pada lahan
pasir pantai Samas Bantul yaitu kadar unsur N = 1,3 %, P = 33,6 ppm, K = 0,1 %,
Mg = 0,2 %, Ca = 1,8 % . Data penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk
memperbaiki kondisi tanah pasir pantai Samas, sehingga dapat memberikan dosis
pemupukan yang tepat untuk meningkatkan kualitas tanaman.
Tanaman sangat membutuhkan unsur hara untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman sehingga bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Salah
satunya yaitu jagung yang merupakan tanaman palawija merupakan tanaman yang
banyak ditanam petani ketika tidak menanam padi. Produksi jagung Jawa Tengah
dalam setahun berkisar antara 2,5 juta sampai 3 ton. Jagung di Jawa Tengah
sebagian besar digunakan untuk industri terutama industri pakan ternak, sebagian
kecil untuk konsumsi masyarakat (terutama Jagung Manis) dan pakan ternak atau
hewan peliharaan (Dinas Pertanian, 2010).
Tanaman dapat menyerap unsur hara melalui akar atau melalui daun. Pada
unsur P, selain bersumber dari pelapukan bebatuan/bahan induk juga berasal dari
mineralisasi
P-organik
hasil
dekomposisi
sisa-sisa
tanaman
yang
mengimmobilisasikan P dari larutan tanah dan hewan. Tetapi dibanding N, Ptersedia dalam tanah relatif lebih cepat menjadi mudah hilang (terlindih) akibat
struktur tanah yang berpasir dan cepat terlindih sehingga mempunyai keterbatasan
mengikat air dan mengikat unsur hara. Pemanfaatan mikoriza vesikular arbuskula
(MVA) merupakan salah satu alternatif dalam menanggulangi permasalahan pada
tanah berpasir, karena MVA dapat membantu tanaman menyerap unsur hara
khususnya P dan air . Dari hasil penelitian Sri Yusnaini (2009) bahwa MVA
mampu memperbaiki struktur tanah dan dapat mengurangi dosis pupuk SP-36
mencapai 40 %, maka dengan imbangan pada lahan pasir dengan pupuk P 90 %,
80%, 70%, dapat mengurangi penggunaan P annorganik.
Tidak hanya pemanfaatan Mikoriza Vesikular Arbuskula (MVA),
pemanfaatan limbah kotoran walet juga dapat membantu penyimpanan air di
dalam tanah , sebagai sumber unsur hara dan kotoran walet diduga mengandung
3
bakteri pelarut phospat (BPF) . Fosfat guano merupakan hasil akumulasi sekresi
burung walet atau kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batu gamping
akibat pengaruh air hujan dan air tanah. Menurut Lestari (2011), komposisi dari
pupuk walet adalah Fosfat 14 %, Fosfat terlarut dalam asam sitrat 10 %, Nitrogen
1 – 2 %, Kalium 1 % dan Zat organik mencapai 24 %. Manfaat dari penggunaan
guano antara lain dapat meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan jumlah dan
aktifitas metabolik jasad mikro di dalam tanah, penyumbang unsur P ke dalam
tanah, serta meningkatkan pertumbuhan akar dan tunas (Balipost, 2005). Aplikasi
pupuk organik guano diharapkan mampu memperbaiki kondisi tanah baik fisik,
kimia maupun biologis tanah. Pelepasan unsur hara yang berjalan lambat
diharapkan dapat digunakan jagung secara efisien.Pemanfaatan pupuk tersebut
tidak serta merta menghilangkan penggunaan pupuk P. Hal ini disebabkan
peningkatan pertumbuhan tanaman karena bersimbiosis dengan mikoriza
ditemukan lebih besar pada sumber P yang sukar larut daripada sumber P yang
mudah larut (Bolan et al., 1987).
B. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang ditemukan adalah sebagai berikut:.
1. Bagaimana pengaruh inokulasi MVA dan Kotoran Walet pada tanaman
jagung di lahan pasir ?
2. Apakah jagung yang diinokulasi MVA dan Kotoran Walet pada lahan
pasir dapat mengurangi dosis pemupukan pupuk P?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh inokulasi MVA dan kotoran walet terhadap
pertumbuhan jagung manis pada lahan pasir.
2. Mendapatkan dosis pupuk P terbaik dan tertepat dari semua perlakuan
terhadap pertumbuhan jagung manis pada pasir pantai.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Budidaya Jagung Manis di Lahan Pasir
Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk ke dalam
famili Graminae, termasuk dalam tumbuhan yang menghasilkan biji (Spermatophyta),
sedangkan bijinya tertutup oleh bakal buah sehingga termasuk dalam golongan
tumbuhan
berbiji
tertutup
(Angiospermae),
dimasukkan
ke
dalam
kelas
Monocotyledoneae, ordo Graminaceae dan digolongkan ke dalam genus Zea dengan
nama ilmiah Zea mays. L (Faedah, 2015).
Tanaman jagung manis yang sering disebut dengan Zea Mays Saccharata ialah
tanaman jagung yang sering sekali dikonsumsi sebagai jagung bakar atau sayur. Satu
siklus hidupnya diselesaikan dalam 60-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan
tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.
Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya
berketinggian antara 1 sampai 3 meter, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6
meter. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum
bunga jantan (Faedah, 2015).
Adapun cara budidaya jagung manis menurut Sahrizal (2014) antara berikut:
1.
Persiapan bahan tanam
Ketersediaan benih sebaiknya dengan mutu tinggi baik genetik dan fisiknya.
Jagung manis (Gandis) beradaptasi baik dataran rendah sampai sedang dengan potensi
hasil ± 16,8 ton/ hektar. Golongan varietas hibrida silang tunggal F 2139 x M 2139,
berbunga pada umur 51 sampai 59 hari setelah tanam. Tinggi tanaman jagung mencapai
184 cm dengan tinggi tongkol 89 cm dan berjumlah 1 tongkol per tanaman. Kadar gula
mencapai 12,1 °Brix. Jenis varietas unggul tidak sulit untuk mencari di kios-kios
pertanian bisa ditemukan keberadaanya (Sahrizal, 2014) .
2.
Persiapan media tanam
Media tanah pasir dalam polybag 12,5 kg dan dicampur dengan bahan organik
449 gram per tanaman. Media pasir mempunyai tekstur pasir sehingga air mudah lolos
dan mudah hilang maka diperlukan bahan organik untuk dapat mengikat air.
4
5
3.
Penanaman
Setiap lubang sedalam 2-3 cm kemudian dimasukan 2 butir benih jagung manis
dan di tutup kembali dengan tanah.
4.
Pemeliharaan Tanaman
a)
Penyulaman
Proses pemeliharaan yang pertama adalah penyulaman. Penyulaman pada
jagung manis dilakukan saat jagung berusia 7 hari setelah tanam atau ketika jagung
sudah tumbuh. Walaupun tidak melalui penyemaian namun penyulaman ini sangat
penting, ganti bibit jagung yang tidak tumbuh atau mati dengan bibit yang baru untuk
menghasilkan pertumbuhan jagung yang seragam (Ruang Tani, 2016).
b)
Pemupukan
Tanaman
jagung
membutuhkan
pemupukan
untuk
metabolisme
pertumbuhannya. Pemupukan pada budidaya tanaman jagung manis dilakukan dua kali
yaitu umur tanaman 0 dan 35 hari setelah tanam (HST) pada jenis tanah yang
didominasi liat dan tiga kali yaitu pada pupuk dasar, 28-30 HST dan 40-45 (HST) pada
tanah yang didominasi pasir. Takaran pupuk tunggal per hektar yang umum digunakan
adalah 300 kg Urea, 200 kg SP-36 dan 150 kg KCl. Pemupukan dasar pada lahan pasir
yaitu1/3 bagian pupuk Urea dan 1 bagian pupuk SP-36 diberikan saat tanam, 7 cm di
parit kiri dan kanan lubang tanam sedalam 5 cm lalu ditutup tanah sedangkan untuk
susulan pertama yaitu 1/3 bagian pupuk Urea ditambah 1/3 bagian pupuk KCl diberikan
setelah tanaman berumur 28 - 30 hari, 15 cm di parit kiri dan kanan lubang tanam
sedalam 10 cm lalu di tutup tanah dan sedangkan susulan kedua yaitu 1/3 bagian pupuk
Urea diberikan saat tanaman berumur 40- 45 hari. Sedang takaran pupuk majemuk per
hektar yang digunakan adalah 400 kg NPK 15:15:15 , 270 kg Urea dan 80 kg SP-36
(Jagung Hibrida, 2015).
c)
Penyiangan
Kemudian setelah tanaman tumbuh saat berusia 7 hari setelah tanam lakukan
penyiangan dengan membersihkan tanaman liar atau rumput liar dan gulma dengan cara
mencabut atau mencangkul hingga hingga bersih agar tidak mengganggu proses
pertumbuhan jagung sehingga jagung dapat tumbuh dengan baik. Membersihkan gulma
6
secara manual atau alami lebih baik dari pada menggunakan pestisida guna
mendapatkan hasil panen yang maksimal (Ruang Tani, 2016).
d)
Pengairan
Penyiraman atau pengairan sangat dibutuhkandan sangat wajib dibutuhkan bagi
semua tanaman termasuk tanaman jagung manis. Ketika musim kemarau jagung disiram
sehari sekali dengan kapasitas lapang. Pengairan sangat dibutuhkan jagung manis saat
masa berbunga sehingga pemberian air lebih diperhatikan agar terjadi kelayuan (Ruang
Tani, 2016).
3.
Hama dan penyakit
Hama dan penyakit yang banyak ditemukan dalam budidaya jagung manis
antara lain:
a)
Penggerek batang jagung (O. furnacalis), hama ini menyerang tanaman pada
vase vegetatif maupun generatif. Kerusakan tanaman terjadi karena larva menggerek
bagian batang tanaman untuk mendapatkan makanan. Penggerek batang jagung bisa
dikendalikan secara teknis dengan mengatur rotasi tanam seperti dengan kedelai dan
kacang tanah. Selain itu bisa juga dengan dengan memotong bunga jantan dan
menerapkan waktu tanam yang tepat. Pembasmian hayati dengan memanfaatkan musuh
alami seperti Trichogramma spp. atau predator alami Euborellia annulata yang
memangsa larva ( Alam Tani, 2014). Pembasmian secara kimiawi juga dapat dilakukan
dengan pemberian insektisida yang mengandung bahan aktif karbofuran seperti furadan.
Cara penggunaan adalah dengan memberikan 4 – 5 butir furadan pada pucuk daun pada
umur tanaman 30 – 40 hari (Petani TOP, 2016).
b)
Ulat Tongkol (H. armigera), hama ini menyerang tongkol jagung. Pada awalnya
imago meninggalkan telur pada rambut-rambut jagung. Setelah larva tumbuh akan
masuk kedalam tongkol. Hama ini mempunyai kebiasaan berpindah-pindah, sehingga
kerusakan yang ditimbulkan pada tongkol jagung bisa lebih banyak dibanding jumlah
larvanya. Pencegahan terhadap hama ini adalah dengan menerapkan pengolahan tanah
yang baik. Pengolahan tanah yang akan mengurangi populasi ulat tongkol berikutnya.
Musuh utama dari hama ini adalah Trichogramma spp. yang merupakan parasit telur
dan Eriborus argentiopilosa parasit pada larva muda ( Alam Tani, 2014). Pengendalian
7
secara kimiawi juga dapat dilakukan dengan memberikan insektisida sesuai anjuran
(Petani TOP, 2016).
c)
Tikus (Rattus argentiventer), hama ini biasanya menyerang tanaman jagung
manis yang ditanam di lahan sawah. Tikus memakan tongkol muda yang sedang matang
susu, umumnya tikus memakan tongkol dari ujung hingga pertengahan pangkal.
Pengendalian hama tikus secara organik adalah dengan memburu dan membasmi tikus
dari sarangnya( Alam Tani, 2014).
d)
Hawar daun (Helminthosporium turcicum), penyakit ini menyerang daun dengan
gejala awal bercak-bercak kecil berbentuk oval yang berkembang menjadi hawar
berwarna coklat keabu-abuan. Biasanya serangan ditemukan pada daun tua (bawah)
kemudian menjalar ke daun muda (atas). Pada keadaan yang parah bisa menyababkan
kematian pada tanaman dengan penampakan daun kering seperti terbakar. Untuk
mengendalikannya gunakan varietas yang tahan, pengolahan tanah yang baik,
penyiangan dan pengaturan jarak tanam. Pada budidaya jagung manis non-organik bisa
diaplikasikan fungisida ( Alam Tani, 2014).
e)
Hawar daun (Curvularia sp.), cendawan ini menyebabkan hawar daun dengan
gejala awal bercak tak beraturan di ujung daun, pusat bercak berwarna coklat keputihan
dengan pinggiran coklat tua. Bercak meluas ke pangkal daun hingga membuat seluruh
daun mengering. Penyakit ini cepat menyebar pada kondisi kelembaban dan curah hujan
tinggi. Pengendaliannya dengan memilih varietas tahan, perbaikan drainase tanah,
meningkatkan sanitasi kebun dan menghilangkan tanaman atau bagian tanaman yang
terkena( Alam Tani, 2014).
4.
Gejala kekurangan unsur pada tanaman jagung manis
a)
Gejala kekurangan nitrogen (N)
Daun berwarna kuning pada ujung daun dan melebar menuju tulang daun membentuk
huruf V pada bagian bawah daun. Gejala lain kekurangan unsur hara N pada tanaman
jagung manis yaitu tongkol jagung kecil dan ujung tongkol tidak berbiji (Pusat Pelatihan
Pertanian, 2015).
b)
Gejala kekurangan posphor (P)
8
Pinggir daun berwarna ungu kemerahan mulai dari ujung ke pangkal daun dan gejala
nampak pada bagian pinggir daun. Gejala lain tanaman kekurangan posfor (P)
kesuburan polen menurun sehingga mengganggu persarian dan pembentukan biji,
pembentukan biji tidak sempurna, tongkol kecil dan sering bengkok (Pusat Pelatihan
Pertanian, 2015).
c)
Gejala kekurangan Kalium (K)
Daun berwarna kuning, bagian pinggir biasanya berwarna coklat seperti terbakar, tulang
daun tetap hijan dan warna kuning membentuk huruf V terbalik pada bagian pinggir
daun. Gejala lain tanaman kekurangan kalium (K) yaitu ujung tongkol tidak berbiji,
bijinya jarang dan tidak sempurna(Pusat Pelatihan Pertanian, 2015).
d)
Gejala kekurangan sulfur (S)
Pangkal daun berwarna kuning dan bergaris – garis dan nampak pada daun yang terletak
dekat pucuk (Pusat Pelatihan Pertanian, 2015).
5.
Panen
Jagung manis mulai berbunga setelah 45 hari dan 10 hari sebelum panen raya,
panen jagung harus dilakukan. Selama periode ini akan tumbuh dua tongkol jagung,
petik tongkol bawah. Pemanenan tongkol muda dimaksudkan agar asupan nutrisi pada
tongkol utama tercukupi, sehingga hasilnya maksimal (Ruang Tani, 2016).
Selain memilih tongkol muda, papas daun bawah helai 2-3. Jika muncul kembali
tunas buah muda sebelum panen raya, Petiklah sebagai panen tambahan. Panen utama
budidaya jagung manis dapat dilakukan setelah 65-70 hari tanaman tua (Ruang Tani,
2016).
Salah satu kunci utama keberhasilan peningkatan produktivitas jagung manis
adalah pengaplikasian pupuk berimbang ke dalam tanah, dengan memperhatikan kadar
unsur hara tanah, jenis pupuk yang sesuai dan kondisi lingkungan fisik di areal
penanaman. Aplikasi pemupukan ke dalam tanah perlu mempertimbangkan jenis pupuk
serta dosis/takaran pada jenis tanah dan lingkungan tertentu (Dupont, 2012).
9
B. Lahan Pasir
Tanah pasiran merupakan tanah yang kandungan fraksi pasirnya dominan atau
lebih besar 50 % fraksi total. Lahan pantai berpasir termasuk lahan marjinal yang
bersifat dinamis dan jika tidak segera dikelola akan mengalami kerusakan permanen.
Kondisi lahan yang marjinal tersebut disebabkan tidak hanya oleh faktor biofisik semata
yang secara alami kurang mendukung untuk budidaya, tetapi juga upaya penanganan
yang ada masih belum optimal, bila tidak segera ditangani, dampak negatif yang terjadi
semakin luas (Benny, 2011).
Gustafon (1962) dalam Rajiman, dkk. (2008) dalam Hasibuan (2015)
menyatakan bahwa secara umum tanah pasiran mempunyai tekstur kasar, agregatnya
lemah sampai tak beragregasi, bersifat porus, kapasitas penyimpanan lengasnya rendah
serta rentan terhadap erosi air dan angin. Tidak hanya itu kendala utama yang dihadapi
dalam kegiatan rehabilitasi lahan adalah rendahnya unsur hara, toksisitas aluminium,
fiksasi P tinggi, pH sangat asam, rendahnya bahan organik. Lahan berpasir yang telah
dikelola dapat memberikan kesuburan tanah yang meningkat dengan hasil produksi
pertanian yang lebih baik dari tanah mineral biasa, kondisi iklim membaik dari suhu
tertinggi 36 0C menjadi 33 0C dan kelembaban meningkat dari 60% menjadi 80%, curah
hujan meningkat dari 2246 mm/tahun menjadi 5738 mm/tahun, kondisi iklim mikro
yang nyaman menjadikan jumlah pengunjung meningkat dan berdampak pada
pendapatan wisata naik 82% (Rp.114.000,-di2006 jadi Rp.255.000.000,-di2011)
(Benny, 2011). Salah satu upaya meningkatkan produktivitas lahan pasir pantai ini
adalah mengelola ketersediaan hara dengan cara memasukkan berbagai bahan yang
dapat memperbaiki sifat fisik dan menambah serta mempertahankan ketersediaan hara
dalam tanah (bahan organik).
Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang,
dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman
tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisasisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan
kembali. Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa
serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap
10
sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang
( Dinda Bunga, 2016).
Faktor yang pengaruhi kandungan bahan organik tanah adalah: iklim, vegetasi,
topografi, waktu, bahan induk dan pertanaman (cropping). Sebaran vegetasi berkaitan
erat dengan pola tertentu dari tagihan temperatur dan curah hujan. Pada wilayah yang
Curah Hujan rendah, maka vegetasi juga jarang sehingga akumulasi bahan organik juga
rendah. Pada wilayah yang temperatur dingin, maka kegiatan mikroroganisme juga
rendah sehingga proses dekomposisi lambat. Apabila terjadi laju pelonggokan bahan
organik melampaui laju dekomposisinya, terutama pada daerah dengan kondisi jenuh air
dan suhu rendah, maka kandungan bahan organik akan meningkat dengan tingkat
dekomposisi yang rendah ( Dinda Bunga, 2016).
Ciri dan kandungan bahan organik tanah merupakan ciri penting suatu tanah,
karena bahan organik tanah mempengaruhi sifat-sifat tanah melalui berbagai cara. Hasil
perombakan bahan organik mampu mempercepat proses pelapukan bahan-bahan
mineral tanah (distribution) bahan organik di dalam tanah berpengaruh terhadap
pemilahan (differentiation) horison. Proses perombakan bahan organik merupakan
mekanisme awal yang selanjutnya menentukan fungsi dan peran bahan organik tersebut
di dalam tanah seperti peresepan dan penyimpanan air dan unsur hara ( Dinda Bunga,
2016).
C. Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
Fungi mikoriza arbuskula merupakan suatu bentuk asosiasi antara jamur dengan
akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang
saling menguntungkan antara suatu tumbuhan dengan satu atau lebih galur mikobion
dalam ruang dan waktu. Fungi mikoriza termasuk golongan endomikoriza. Tipe fungi
ini dicirikan oleh hifa yang intraseluler yaitu hifa yang menembus ke dalam korteks dari
satu sel ke sel yang lain (Manan, 1993).
Diantara sel-sel terdapat hifa yang membelit atau struktur hifa yang bercabangcabang yang disebut arbuskula. Pembengkakan yang terbentuk pada hifa yang
berbentuk oval disebut vesikula. Arbuskula merupakan tempat pertukaran metabolit
antara jamur dan tanaman. Adanya arbuskula sangat penting untuk mengidentifikasi
11
bahwa telah terjadi infeksi pada akar tanaman , sedangkan vesikula merupakan organ
penyimpan makanan dan berfungsi sebagai propagul (organ reproduktif). Selanjutnya
dikatakan bahwa seluruh endofit dan yang termasuk genus Gigaspora, Scutellospora,
Glomus, Sclerocystis dan Acaulospora mampu membentuk arbuskula (Scannerini dan
Bonfante-Fosolo, 1983)
Vesikula menurut Abbott dan Robson (1982), berbentuk globosa dan berasal
dari menggelembungnya hifa internal dari fungi mikoriza. Vesikula ditemukan baik di
dalam maupun di luar lapisan kortek parenkim. Tidak semua fungi mikoriza membentuk
vesikula dalam akar inangnya, seperti Gigaspora dan Scutellospora. Banyak pendapat
tentang fungsi dari vesikula ini, yaitu sebagai organ reproduksi atau organ yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan yang kemudian diangkut ke dalam sel
(Delvian, 2003). Ciri utama arbuskula mikoriza adalah terdapatnya arbuskula di dalam
korteks akar. Awalnya fungi tumbuh di antara sel-sel korteks, kemudian menembus
dinding sel inang dan berkembang di dalam sel (Brundrett et al., 1996).
Manfaat dari MVA dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu manfaat dalam
ekosistem, manfaat bagi tanaman, dan manfaatnya bagi manusia. Manfaat mikoriza
MVA dalam ekosistem sangat penting, yaitu berperan dalam siklus hara, memperbaiki
struktur tanah dan menyalurkan karbohidrat dari akar tanaman ke organisme tanah yang
lain, sedangkan manfaat bagi tanaman yaitu dapat meningkatkan penyerapan unsur hara,
terutama P. MVA ini dapat mengeluarkan enzim fosfatase dan asam-asam organik,
khususnya oksalat yang dapat membantu membebaskan P. MVA dapat membantu
mengatasi masalah ketersediaan fosfat melalui dua cara, pengaruh langsung melalui
jalinan hifa eksternal yang diproduksinya secara intensif sehingga tanaman bermikoriza
akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air dan
pengaruh tidak langsung, dimana mikoriza dapat memodifikasi fisiologis akar sehingga
dapat mengeksresikan asam-asam organik dan fosfatase asam ke dalam tanah. Fosfatase
asam merupakan suatu enzim yang dapat mamacu proses mineralisasi P Organik dengan
mengkatalisis pelepasan P dari kompleks organik menjadi kompleks anorganik. Manfaat
lain yaitu bagi manusia, mikoriza dapat meningkatkan produktivitas tumbuhan, karena
dapat memproduksi bunga lebih awal (Wikipedia, 2014).
12
Hasil penelitian Idwar, dkk (2000), melaporkan bahwa dengan pemberian MVA
pada jagung, meningkatkan tinggi tanaman mencapai 32,3%, berat brangkas kering
meningkat 34,02% dan berat biji kering peningkatan mencapai 13,41 % dibandingkan
jagung yang tanpa pemberian MVA.
Takaran pupuk mikoriza yang diberikan adalah 8 ku/ha di tanah dengan P
tersedia rendah atau hanya 4 ku/ha di tanah dengan P tersedia tinggi. Pemakaian pupuk
mikoriza ternyata dapat mengurangi penggunaan pupuk SP-36 sebesar 30 - 50 % jika
pada tanah yang biasa. MVA pada lahan pasir dapat menurunkan pupuk P sebesar 15 25 %. (Novriandi dan Madjid, 2007)
D. Kotoran Walet
Walet berpotensi menjadi pupuk guano. Pupuk guano adalah pupuk yang berasal
dari kotoran burung liar yang memiliki kandungan hara paling tinggi dibandingkan
pupuk organik dari jenis lain termasuk pupuk Guano yang berasal dari kotoran burung
walet juga saat ini mulai mendapat perhatian. Di Indonesia,saat ini diperkirakan ada
sekitar 10.000 rumah walet dari berbagai ukuran. Sebagian besar tersebar dipulau jawa
dengan produksi 80 - 100 ton pertahun dengan tingkat perkembangan 5 % - 10 %
pertahun (Redaksi Trubus, 2009).
Seiring semakin meningkatnya peternak burung walet diberbagai daerah,
kotoran burung walet yang menjadi limbah di sarang walet jumlahnya meningkat dan
perlu dimanfaatkan dengan maraknya peternakan walet yang sangat menjanjikan itu,
meningkatkan jumlah kotoran walet yang sangat potensial diolah kembali menjadi
pupuk yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Dosis pupuk guano dilahan pasir yaitu 30
ton/hektar (Nur Hafizah Faisal, 2014). Menurut Lestari (2011), komposisi dari pupuk
organik walet adalah Fosfat (P2O5) 14 %, Fosfat (P2O5) terlarut dalam asam sitrat 10 %
Nitrogen (N2) 1 – 2%, Kalium (K) 1 % , Zat organik mencapai 24 %dan kandungan air
maksimal 5 %. Tidak hanya unsur hara, kotoran walet juga bermanfaat karena
mengandung bakteria dan mikrobiotik flora yang bermanfaat bagi tanaman dan kotoran
walet termasuk pada kotoran Guano yang diduga mengandung bakteri pelarut fosfat
(Joko Samudro, 2016). Belum ada penelitian kandungan mikroorganisme didalam
13
kotoran walet oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut kandungan kotoran
walet.
Kotoran juga mempunyai manfaat antara lain dapat meningkatkan kesuburan
tanah, meningkatkan jumlah dan aktifitas metabolik jasad mikro di dalam tanah
penyumbang unsur P ke dalam tanah, serta meningkatkan pertumbuhan akar dan tunas.
Aplikasi pupuk organik Guano diharapkan mampu memperbaiki kondisi tanah baik
fisik, kimia maupun biologis tanah. Pelepasan unsur hara yang berjalan lambat
diharapkan dapat digunakan jagung secara efisien (Nur Hafizah Faisal, 2014).
Menurut Fatonah (2002), penggunaan Guano takaran 900 kg / hektar atau 45/ kg
/ P2O5 hektar menghasilkan berat 100 biji yang lebih tinggi sebesar 18,11 gram pada
tanaman kacang tunggak . Hasil penelitian Widodo (1999), menyatakan bahwa
penggunaan takaran 450 kg / hektar atau 22,5 kg P2O5/ hektar mampu memberikan hasil
terbaik tanaman selada sebesar 11,46 ton / hektar. Hasil penelitian Arif Amrizial (2012)
menyatakan bahwa 20 ton/ hektar guano mampu memberikan bobot tongkol jagung
berkolobot 395,8 gram.
E. Asosiasi antar perlakuan
Lahan pasiran adalah lahan yang tekstur tanahnya memiliki fraksi pasir > 70 %
dengan porositas total < 40 % kurang dapat menyimpan air karena memiliki daya hantar
air cepat dan kurang dapat menyimpan hara karena kekurangan koloid tanah. Tanah
pasiran pada umumnya rendah kandungan bahan organiknya, sehingga jarang berada
dalam ikatan partikel tanah (tidak membentuk gumpal) sehingga cenderung memiliki
struktur lepas – lepas dan mudah diolah (Gunawan budiyanto, 2014) .Oleh karena itu
lahan pasir perlu diberikan bahan organik untuk memperbaiki struktur dan tekstur tanah.
Tidak hanya itu menurut penelitian Hasibuan (2015) bahan organik seperti pupuk
kotoran hewan dan kompos sersah daun mampu memperbaiki tekstur tanah pasir karena
pemberian bahan organik berupa kompos akan membentuk ruang pori mikro menjadi
lebih banyak, dimana pori mikro merupakan pori yang digunakan untuk mengikat air.
Semakin banyak ruang pori mikro yang terbentuk maka tanah akan mempunyai daya
simpan lengas yang semakin meningkat, lengas tanah akan mengisi ruang pori-pori
14
tanah, biasannya ruang pori tanah yang terisi adalah pori-pori besar, terlebih dahulu
baru mengisi pori-pori mikro. Jika terjadi penguapan atau penggunaan air oleh tanaman
maka pori-pori besar dahulu yang ditinggalkan oleh air lalu menyusul pori-pori mikro.
Selain itu pula tanah yang merupakan sumber kehidupan yang baik adalah tanah yang
subur, yaitu kemampuan atau kualitas suatu tanah dalam menyediakan unsur-unsur hara
tanaman dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan tanaman, dalam bentuk senyawa
yang dapat dimanfaatkan tanaman, dan dalam perbandingan yang sesuai untuk
pertumbuhan tanaman tertentu apabila suhu dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya
mendukung pertumbuhan normal tanaman. Didalam tanah salah satu yang penting dan
sangat dibutuhkan dalam jumlah yang banyak adalah unsur hara Fosfor (P) tetapi Fosfor
di dalam tanah tidak mudah bergerak (immobile) dan sebagian besar terikat atau
terfiksasi oleh oksida, mineral liat, dan bahan organik. Meskipun sumber posfor didalam
tanah mineral cukup banyak, tanaman masih bisa mengalami kekurangan posfor karena
posfor mudah terikat oleh unsur lain sehingga menjadi senyawa yang sukar larut dalam
air. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi ketersediaan Fosfor menurut Puja
Kurnia (2010), yaitu :
1. Jumlah liat : Tekstur makin halus retensi P makin besar dan kuat. Tanah dengan
kadar liat yang tinggi akan dapat memfiksasi P lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar liat yang rendah.
2. Tipe liat : Tanah dengan liat kaolinit ( pada tanah dengan curah hujan dan
temperature tinggi ) dapat menahan atau memfiksasi lebih tinggi. Pada tanah ini
p yang diberikan cepat diubah menjadi P tidak larut.
3. Waktu aplikasi : Makin lama dan makin banyak P ditambahkan , kontak atau
berhubungan dengan tanah, maka makin besar kemungkinan untuk terfiksasi,
sehingga pemberian dapat diatur sesuai taraf dan frekuensi.
4. Aerasi : Oksigen O2 ibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dan absorpsi hara.
Juga sangat penting untuk pelapukan bahan organik P oleh mikroba.
5. Pemadatan : Pemadatan dapat mengurangi aerasi dan ruang pori dalam zone
perakaran. Hal ini mengurangi serapan P dan pertumbuhan tanaman. Pemadatan
juga menyebabkan volume akar untuk melakukan penetrasi. Juga membatasi
15
untuk mengambil P tanah , hal ini sesuai dengan jarak pergerakan P sangat
pendek.
6. Lengas : Peningkatan lengas tanah pada kondisi optimum akanmeningkatkan p
tersedia bagi tanaman, tanah dengan banyak lengas akan mengurangi O2,
sehingga mengurangi pertumbuhan dan aktifitas akar.
7. Status P tanah: Tanah yang mendapat P lebih dari P yang diambil tanaman akan
memberikan status P lebih tinggi, mempertahankan P dalam status optimum
adalah sangat penting
8. Temperature : Temperature sangat penting dalam hubungannya dengan
pertumbuhan tanaman, akan tetapi kurang penting dengan ketersediaan P,
temperature sangat tinggi atau rendah dapat membatasi serapan P oleh tanaman.
9. Kemasaman :
Kelarutan berbagai senyawa P dapat dipengaruhi oleh
kemasaman (pH) tanah. Fosfat (P) yang berasosiasi Fe, Al dan Mn mempunyai
keluaran dalam air rendah, logam tersebut sangat dominan di tanah masam.
10. Tanaman : Beberapa tanaman mempunyai sistem perakaran serabut, dan
beberapa tunjang. Perbedaan ini berperan dalam kemampuan tanaman dalam
mengambil dan selanjutnya dapat menentukan metode pemberian P.
Karena unsur Fosfor sukar terlarut dan biasanya fosfor mudah hilang terlindih
akibat struktur tanah yang berpasir sehingga diperlukan MVA dan kotoran walet.
Tanaman sebagai tanaman inang bagi MVA sedangkan manfaat mikoriza MVA dalam
ekosistem sangat penting, yaitu berperan dalam siklus hara, memperbaiki struktur tanah
dan menyalurkan karbohidrat dari akar tanaman ke organisme tanah yang lain,
sedangkan manfaat bagi tanaman yaitu dapat meningkatkan penyerapan unsur hara,
terutama P. MVA ini dapat mengeluarkan enzim fosfatase dan asam-asam organik,
khususnya oksalat yang dapat membantu membebaskan P. MVA dapat membantu
mengatasi masalah ketersediaan fosfat melalui dua cara, pengaruh langsung melalui
jalinan hifa eksternal yang diproduksinya secara intensif sehingga tanaman bermikoriza
akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air dan
pengaruh tidak langsung, dimana mikoriza dapat memodifikasi fisiologis akar sehingga
dapat mengeksresikan asam-asam organik dan fosfatase asam ke dalam tanah (Sri
yusnaini, 2009).
16
Sedangkan kotoran walet sebagai bahan organik tambahan untuk memperbaiki
tekstur tanah berpasir dan mengandung unsur hara bagi tanaman. Tidak hanya itu
kotoran walet diduga mempunyai kandungan bakteri pelarut fosfat yang menjadi
alternatif untuk mengefisienkan pemupukan fosfat adalah dengan memanfatkan
kelompok mikroorganisme pelarut fosfat. Mikroorganisme pelarut fosfat adalah
kelompok mikroorganisme yang mampu melarutkan fosfat tidak tersedia menjadi
tersedia dan dapat diserap tanaman ( Arief Meftah, 2016).
F. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini diduga bahwa dari P 75% menunjukkan perbaikan
dalam pertumbuhan tanaman jagung di pasir pantai dengan tambahan 25 % kotoran
walet dan MVA.
III.
TATA CARA PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada Januari 2017 di Green House, dan di
Laboratorium Agrobioteknologi Fakultas pertanian di Desa Tamantirto, Kecamatan
Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi : benih jagung varietas
manis (Zea mays var. saccharata), tanah pasir, bahan organik, polybag ukuran 3 kg,
pupuk Sp-36,pupuk Urea,pupuk KCl, Larutan KOH 10%, Larutan HCl 1%, Larutan
Acid Fusin , Aquadest dan Agar.
Alat yang digunakan adalah Haemocytometer, penggaris, timbangan analitik,
LAM, jarum ose, kaca preparat, mikroskop, tabung reaksi, pipet tetes, otoklaf, petridish
dan bunsen.
C. Metode Penelitian
Penelitian eksperimen akan dilakukan dengan menggunakan metode percobaan
yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan dengan perlakuan Faktor
tunggal kombinasi yaitu pemberian MVA, Kotoran Walet, Kotoran Walet dan MVA
serta berbagai dosis pupuk P terdiri dari 3 aras . Perlakuan yang diujikan adalah
komposisi media tanam yaitu:
A. Pupuk SP-36 100 % dosis anjuran + MVA
B. Pupuk SP-36 75% dosis anjuran + Kotoran Walet 25 % + MVA
C. Pupuk SP-36 75% dosis anjuran + Kotoran Walet 25 %
D. Pupuk SP-36 50% dosis anjuran + Kotoran Walet 50 % + MVA
E. Pupuk SP-36 50% dosis anjuran + Kotoran Walet 50 %
Masing – masing perlakuan diulang 3 kali sehingga ada 15 unit setiap unit ada 3
korban sehingga terdapat 90 polibag tanaman.
17
18
D. Cara Penelitian
1. Sterilisasi alat dengan uap air panas bertekanan (Outoclafe) dengan
memasukan alat kedalam otoklaf dan ditutup rapat kemudian kompor
dinyalakan hingga tekanan mencapai 1 atm (15 psi) selama 15 – 30 menit.
2. Pembuatan media Pikovskaya’s agar dengan cara menimbang medium
kemudian dilarutkan dalam penangas air untuk mempercepat kelarutan.
Setelah larut, agar – agar ditambahkan ke larutan yang dijadikan larutan
1000 ml dengan menambahkan aquades. Ukur pH dengan mengatur pH
sekitar 6,8 – 7,0 (pH netral). Larutan yang sudah diukur pH yang sesuai
kemudian dimasukan pada wadah yang dikehendaki seperti tabung reaksi.
Setelah dimasukan ke wadah,wadah disterilkan dengan otoklaf pada
temperatur 121o C dengan tekanan 1 atm (selama 15 menit).
3. Melakukan Karakteristik kotoran walet dengan cara Plate count dimedia
Pikovskaya’s
dengan cara kerja isolasi dengan mecairkan medium dan
menuang dalam cawan petri steril secara aseptik dan dibiarkan sampai
padat. Kemudian membuat suspensi bakteri dengan mengambil 0,1 ml lalu
meinokulasikan ke permukaan media padat dalam cawan petri dan
meratakan suspensi bakteri dengan drigalsky. Setelah meinokulasi, cawan
petri diinkubasi secara terbalik pada suhu kamar. Diakhir inkubasi biasanya
tumbuh koloni yang terpisah – pisah dengan zona jernih disekitarnya dan
bakteri dapat diisolasi. Tiap koloni yang terpisah kemungkinan berasal satu
sel bakteri. Koloni yang berpisah tersebut diambil secara aseptik dengan ose
satu koloni yang dikehendaki dan suspensikan dalam air steril. Kemudian
diperiksa morfologi selnya dibawah mikroskop dengan pengecetan gram
dan gambar. Setelah digambar, dipindahkan masing – masing jenis hasil
isolasi ke dalam media Pikovskaya’s agar miring dan diinkubasikan pada
temperatur kamar yang sesuai selama 24 – 48 jam . Setelah 24 – 48 jam
hasil isolasi diuji kembali kemurniannya dengan pengecatan gram. Jika dari
tiap tabung hanya terdapat satu macam jamur/bakteri, diisolasi tersebut telat
berhasil. Koloni bakteri/ jamur yang telah murni selanjutnya dideterminasi
dengan melakukan identifikasi serta klasifikasi.
19
4. Perbanyakan Inokulum MVA dengan cara menyiapkan bahan yaitu tanah
bekas tanaman jagung, benih jagung, dan polybag ukuran 1 kg. Setelah
bahan sudah lengkap, tanah bekas tanaman jagung dimasukan ke dalam
polybag ukuran 1 kg dan kemudian disiram air ke tanah hingga air keluar
dari lubang polybag. Kemudian 2 benih jagung ditanam ke dalam
polybag yang berisikan tanah bekas jagung yang sudah lembab.
Perawatan yang dilakukan cukup menyiram tanaman jagung 2 hari satu 1
kali.
Setelah 3 minggu, tanaman jagung dicabut dan dilakukan
pengecekan infeksi dan spora dengan cara tanah dibongkar dan akar
jagung dibersihkan dan dicuci, kemudian dirajang dengan ukuran 1 cm.
Akar yang telah dipotong dimasukan dalam botol reaksi dan diberi KOH
10 % hingga semua akar tercelup dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah
itu akar dibilas dengan air hingga bersih lalu HCl 1 % hingga akar
tercelup selama 1 jam, setelah itu larutan HCl dibuang dan diberi cat Acid
Fuhsin secukupnya selama 5 menit. 20 potongan akar diambil dan diatur
di kaca preparat dan diamati dibawah mikroskop, lalu dihitung persentase
infeksi dengan rumus :
% infeksi = Jumlah akar terinfeksi x 100%
Jumlah akar total
Bila infeksi jamur melebihi 80 %, maka ranjangan akar dicampur dengan
media pot kemudian dikering anginkan ± 3 hari dan dapat digunakan
sebagai crude inoculum sebanyak 40 gram/ lubang tanam sebelum benih
tanam. Tetapi apabila infeksi mikoriza kurang 80 % dan jumlah spora
yaitu ± 60 spora/ 100 gram tanah maka jumlah crude inokulum harus
ditambah 2 -3 kali lipat.
5. Penyiapan media tanam
Menyiapkan Kotoran Walet, tanah bekas jagung sebelumnya dengan
kultur pot ( tanah MVA), tanah pasir, Kotoran Walet, lalu di campur, dan
memasukan ke polybag ukuran 35 x 35 cm (@ 12,56 kg tanah pasir, tanah MVA
40 gram dan kotoran walet 1,9 gram (25%), 3,8 gram (50 %) ke setiap
20
polybag)(lampiran halaman 30). Tanah yang diambil dari lahan pasir pantai
Samas Bantul diayak dan dibersihkan dari kotoran kemudian tanah tersebut
dimasukkan polybag ukuran 38 x 32 cm setelah itu dicampur dengan tanah
bekas jagung yang sesuai dengan ketentuan dari pengecekan infeksi MVA dan
pengecekan spora
maupun kotoran walet sesuai dari perlakuan sebanyak
ketentuan perlakuan.
6. Tiap polybag ditanami 3 benih jagung ke setiap polybag yang sudah di
kecambahkan selama semalam.
7. Penyiraman dilakukan sehari sekali sampai tanaman berumur 7 minggu setelah
tanam. Penyiraman dilakukan mecapai kapasitas lapang yaitu ± 200 ml.
8. Memberikan pupuk dasar pupuk urea ( 4,5 gram / tanaman) dan SP – 36 sesuai
perlakuan ( 100 % ( 3 gram / tanaman ) , 75 % ( 2,25 gram / tanaman) dan 50 %
( 1,5 gram / tanaman). Memberikan pupuk susulan pada 35 dan 45 HST dengan
dosis pupuk urea (4,5 gram / tanaman) dan KCl (2,25 gram / tanaman )
sedangkan pupuk Sp-36 sesuai perlakuan ( 100 % ( 3 gram / tanaman ) , 75 % (
2,25 gram / tanaman) dan 50 % ( 1,5 gram / tanaman) ( lampiran hal 29 ) .
9. Melakukan pengamatan tinggi tanaman, dan jumlah daun,setiap 1 minggu 1 kali.
10. Panen dilakukan dengan memanen jagung pada umur 7 minggu setelah tanam.
11. Setelah panen maka dilakukan pengamatan berat segar akar,panjang akar, berat
segar dan kering akar, berat segar dan kering tajuk, luas daun, jumlah tongkol
per tanaman, panjang tongkol, jumlah biji per tanaman, berat biji per tanaman
dan berat 100 biji.
E. Parameter
Parameter yang diamati yaitu :
1. Parameter yang diamati pada kotoran walet,yaitu :
a. Karekteristik
Pengamatan mikrobiologi jamur dan bakteri pada kotoran walet pada awal dan
akhir perlakuan. Adapun langkah pengamatannya adalah dengan mengambil satu
gram kotoran walet kemudian di masukan pada 99 ml akuades, kemudian
dilakukan pengenceran hingga 10-9.Variabel yang diamati adalah jumlah jamur
21
maupun bakteri dari masing – masing perlakuan. Metode perhitungan jumlah
mikroba dengan menggunakan metode plate count pada medium pikovskaya’s
dengan seri pengenceran 10-7, 10-8, 10-9 dengan memenuhi syarat sebagai berikut :
a.
Jumlah koloni tiap cawan petri antara 30-300 koloni (CFU/ml)
b.
Tidak ada koloni yang menutupi lebih dari setengah luas cawan (Spreader)
perbandingan jumlah koloni dari pengenceran berturut – turut antara pengenceran
yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya. Jika sama atau lebih kecil dari
2 maka hasilnya dirata – rata, dan jika lebih besar dari 2 maka yang dipakai adalah
jumlah dari hasil pengenceran sebelumnya.
c. Jika ulangan telah memenuhi syarat maka hasilnya dirata – rata.
2. Parameter yang diamati pada tanaman korban minggu 3, 6 dan 9 setelah
tanam ,yaitu :
a. Jumlah Spora MVA
Tanah 250 gram dicampurkan dengan 1 liter aquades dan tuang cairan ke
saringan kasar 800,cuci saringan agar semua partikel kecil lolos saringan,ambil 1
ose pada larutan bening (tanpa lumpur) letakan ke kaca preparat dan amati
dimikroskop.
b. Persentasi infeksi MVA (%)
Cara kerja infeksi MVA kepada setiap tanaman berbagai perlakuan adalah akar
halus setiap tanaman jagung dipotong sekitar ± 1 cm sebanyak 20 potong
kemudian dicuci bersih dengan air, setelah itu
akar halus direndam dalam
larutan KOH 10 % selama 24 jam. Setelah 24 jam, KOH dibilas dengan air steril
(tanpa mengeluarkan akar dari tabung reaksi). Kemudian akar halus tersebut
direndam menggunakan larutan HCl 1 % selama ± 1 jam. Setelah 1 jam, HCl
dibuang (tanpa mengeluarkan akar dari tabung reaksi), kemudian direndam
dengan larutan acid sebanyak 2 – 3 ml selama minimal 15 menit. Setelah 15
menit, larutan acid dibuang dan akar dicuci hingga tidak terlalu merah. Setelah
dicuci, 10 akar disetiap perlakuan disusun diatas kaca preparat. Kemudian kaca
preparat diamati di bawah mikroskop dan diklasifikasi.
c. Panjang akar (cm)
22
Ukur panjang beberapa akar dari pangkal akar sampai ujung akar setelah itu
dirata - rata.
d. Berat Segar akar (gram)
Setelah tanaman dicabut dan potong dari pangkal batang. Timbang akar sesudah
dipotong tersebut.
e. Berat Kering akar (gram)
Setelah akar diukur,akar dikeringkan bersama tajuk tanaman jagung.
f. Berat Segar Tajuk (gram)
Berat segar ditimbang dari pangkal batang sampai titik tumbuh tanaman jagung
pada saat minggu ketiga berakhir dan dilanjutkan dengan pengeringan bisa
dengan cara dioven maupun diangin-anginkan sampai kering.
g. Berat Kering Tajuk (gram)
Setelah dihitung berat segar dilanjutkan dengan pengeringan bisa dengan cara
dioven maupun diangin-anginkan sampai kering. Jika pangkal batang sampai
titik tumbuh tanaman jagung sudah kering maka setelah itu ditimbang.
h. Luas Daun (cm2)
Hitung luas permukaan daun dengan alat LAM ( Leaf Area Meter).
3. Parameter yang diamati pada tanaman jagung per minggu ,yaitu :
a. Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi Tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung daun tanaman jagung
(kantupkan daun jagung). Pengamatan dilakukan seminggu sekali setelah
tumbuh sampai menghasilkan yaitu minggu ke sembilan .Pengamatan ini
dilakukan agar mengetahui pertumbuhan tanaman jagung.
b. Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun diamati setiap seminggu sekali sampai tanaman menghasilkan yaitu
minggu ke sembilan.
4. Parameter Komponen Hasil pada tanaman sample akhir :
a. Jumlah tongkol per tanaman.
Perhitungan jumlah tongkol dilakukan dengan cara menghitung jumlah
tongkol pada tanaman.
b. Panjang tongkol (cm)
23
Pengukuran panjang tongkol dilakukan dengan cara mengupas klobot
kemudian dilakukan pengukuran dari pangkal sampai ujung tongkol.
c. Jumlah biji per tanaman (butir)
Jumlah biji diperoleh dengan menghitung biji pipilan kering kering dari
tongkol tanaman sampel.
24
d. Berat biji per tanaman (gram)
Berat biji diperoleh dengan menimbang biji pipilan kering Ka 14 % dari
tongkol tanaman sampel kemudian dihitung dengan rumus :
W = 100 – Ka x b
100 – 14
Keterangan :
W = berat biji / tanaman pada kadar air 14 %
Ka = Kadar air biji yang diukur dengan moisture tester
b = berat biji / tanaman pada waktu pengukuran (gram)
e. Berat 100 biji (gram)
Berat 100 biji diperoleh dengan cara menimbang 100 bji pipilan kering
dengan kadar air 14 % setelah dilakukan pencampuran biji dari 5 tongkol
tanaman sampel kemudian data penimbangan dihitung dengan rumus :
Y = 100 – Ka x b
100 – 14
Keterangan :
Y = berat biji / tanaman pada kadar air 14 %
Ka = Kadar air biji yang diukur dengan moisture tester
b = berat biji / tanaman pada waktu pengukuran (gram)
F. Analisis Data
Hasil pengamatan dianalisis menggunakan sidik ragam ( Analisis of Variance )
pada tingkat kesalahan 5 % . Apabila ada beda nyata antar perlakuan, untuk mengetahui
pengaruh perlakuan yang berbeda dilakukan uji Duncan (DMRT) pada tingkat
kesalahan 5 %.
25
G. Jadual Penelitian
No.
Minggu
Acara
1.
Planting
2.
Persiapan, pemupukan dan
penanaman benih jagung
3.
Penyiraman dan pengamatan
4.
Penyulaman dan penyiangan
5.
Pemupukan sesuai dosis
yang dianjurkan
6.
Pemanenan
7.
Pengukuran diameter
daun,panjang akar dll.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
DAFTAR PUSTAKA
Abbott LK dan Robson AD. 1982. The role of VA mycorrhizae fungi agriculture and
the selection of fungi for inoculation. Aust. J. Agric. Res. 33 : 389.
Alam
Anonim
Apri.
Tani. 2014. Kiat Sukses Budidaya Jagung Manis Organik.
http://alamtani.com/budidaya-jagung-manis-organik.html.
Akses
26
September 2016
.
2009. Lahan Pasir. http://eprints.uny.ac.id/8190/2/bab%201%20%2005308141009.pdf. Diakses Tanggal 6 Juli 2015
2012.
Tanaman
Jagung
Manis.
http://pagemenu.blogspot.com/2012/09/karakterisrik-dan-ciri-ciritanaman_29.html. Diakses Tanggal 6 Juli 2015.
Apriyantono. A. 2011. Deskripsi jagung manis varietas Bonanza F1. Kementerian
Pertanian. Jakarta. 24 hlm. Arsyad A. R. 2001.
Arief Meftah. 2016. http://www.anakagronomy.com/2016/01/bakteri-pelarut-fosfatpengantar.html . Diakses Tanggal 6 januari 2017
Arif Amrizal. 2012. http://repository.unand.ac.id/20037/1/jurnal%20saia.pdf. Akses 26
September 2016
Balipost. 2005. Pupuk Organik Ramah Lingkungan.Http:// www co.id/ Balipost
Cetak/2005/4/24/11.Htm. Akses 26 September 2016
Benny.
2011.
Lahan
Pasir.
http://www.fordamof.org/files/14_Komisi_3_Beny_Permasalahan_Lahan.pdf.
Diakses
Tanggal 6 Juli 2015.
Bolan N. S., Robson A. D. and Barrow N. J. 1987. Effects of vesicular-arbuscular
mycorrhixa on the availability of iron phosphates to plants. Plant and Soil
99, 401-410.
Brundrett MC, Bougher N, Dells B, Grove T, dan Malajozuk N. 1996. Working with
mycorrhizas in forestry and agriculture. ACIAR. Canberra. 374 hlm.
Delvian. 2003. Keanekaragaman dan potensi pemanfaatan cendawan mikoriza
arbuskula (CMA) di Hutan Pantai [Disertasi]. Program Pasca
Sarjana,Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dinas
Pertanian. 2010. Produksi Pertanian. http://dinpertantph.jatengprov.
go.id/potensi.html. Diakses Tanggal 6 Juli 2015
Dinda
Bunga.
2016.
Bahan
Organik.
https://www.academia.edu/7323804/BAHAN_ORGANIK_TANAH
.
Diakses 20 April 2016
Direktorat Jenderal Horikultura. 2011. hortikultura.pertanian.go.id/wp.../06/LAKIPDITJEN-HORTIKULTURA-2011. Akses 26 September 2016
Dodi Rulyanda.2014. http://dodirullyandapgsd.blogspot.co.id/2014/11/lapisan-tanahstruktur-tanah-dan-jenis.html . Diakses 20 April 2016.
26
27
Dupons. 2012. Tanaman Jagung. http://www.pioneer.com/web/site/indonesia/menuitem
.2274d8dde103500a2a112a11310093a0/. Diakses Tanggal 6 Juli 2015.
Faedah. 2015. Jagung Manis. http://blog.faedahjaya.com/petunjuk-budidaya/budidayajagung-manis. Diakses Tanggal 6 Juli 2015.
Fasli
Jalal.
2013.
Jumlah
penduduk
Indonesia.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/
jabodetabeknasional/13/11/01/mvjx78-bkkbn-jumlah-penduduk-indonesia-sangattinggi. Diakses Tanggal 6 Juli 2015.
Fatonah.2002. Pengaruh Jarak Tanam Antar Barisan dan Dosis Guano Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tunggak. Fakultas Pertanian UMY.
Yogyakarta.
Hasibuan, A. (2015). Pemanfaatan Bahan Organik dalam Perbaikan Beberapa Sifat
Tanah Pasir Pantai Selatan Kulon Progo. PLANTA TROPIKA: Jurnal
Agrosains
(Journal
Of
Agro
Science),
3(1),
31-40.
doi:http://dx.doi.org/10.18196/pt.2015.037.31-40 . Diakses Tanggal 09
Agustus 2017
Jagung
Hibrida.
2015.
Budidaya
Jagung
Hibrida.
https://jagunghibrida.wordpress.com/tag/pemupukan/ . Diakses Tanggal 27
Mei 2016
Joko Samudro. 2016. https://organikilo.co/2016/03/kandungan-nutrisi-pupuk-organikguano.html . Diakses 06 Januari 2017
Lestari.
2011.
Pupuk
majemuk
organik
guano
walet.
http://id528084201011.indonetwork.co.id/2261825/pupuk-majemukorganik-guano-walet.htm. Diakses 30 November 2016
Manan S. 1993. Pengaruh mikoriza pada pertumbuhan semai Pinus merkusi di
persemaian. Kuliah silvikultur umum. Fakultas Kehutanan IPB.Bogor.
Hlm 247-261.
Novriandi
dan
Madjid.2007.
Dasar
–
dasar
ilmu
tanah.
http://dokumen.tips/documents/fistum-download.html . Diakses Tanggal
30 Mei 2016
Nur Hafizah Faisal. 2014.Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Guano Dan Pupuk Hijau
Tithonia (Tithonia diversifolia) Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman
Jagung
Manis
(Zea
mays
saccrata
sturt).
http://repository.unand.ac.id/19242/. Diakses Tanggal 6 Juli 2015
Palungkun, R. dan B. Asiani. 2004. Sweet Corn-Baby Corn : Peluang Bisnis ,
Pembudidayaan dan Penanganan Pasca Panen. Penebar Swadaya. Jakarta,
79 hal.
Petani TOP. 2016. Cara Penanggulangan Hama Utama Pada Tanaman Jagung Manis.
http://petanitop.blogspot.com/2016/06/cara-penanggulangan-hama-utamapada.html. Akses 21 November 2016
28
Puja
Kurnia. 2016. http://makalah4all.wap.sh/Data/Kumpulan+makalah+pertanian
/__xtblog_entry/9601711-makalah-fosfor-unsur-hara-yang-mudahterfiksasi-tanah?__xtblog_block_id=1 . Diakses Tanggal 6 Januari 2017
Pusat Kajian Hortikultura Tropika. 2011. pkht.ipb.ac.id/index.php/faq. Akses 26
September 2016
Pusat
Pelatihan
Pertanian.
2015.
file:///F:/h1.4.PEMUPUKKAN%20PADA%20TANAMAN %20JAGUNG
%20(1).pdf . Akses 26 September 2016
Redaksi Indonesia kimia. 2011. Pupuk P. http://indonesiakimia.blogspot.com/2011/06
/pupuk-phosphat.html . Diakses Tanggal 6 Juli 2015
Redaksi
Trubus. 2009. https://books.google.co.id/books?id=dULlJpA7EPIC&pg
=PA11&lpg=PA11&dq=perkembangan+pengusaha+wale+di+indonesia&s
ource=bl&ots=J3cvPDcbZdsig=zNTEzCKgjDbWMoUd9tSwBm2cowAl=
id&sa=X&ei=3uZyVdjuK5aouwSm6b2oCw&redir_esc=y#v=onepage&q
=perkembangan%20pengusaha%20walet%20di%20indonesia&f=false
.
Diakses Tanggal 6 Juli 2015
Ruang Tani. 2016. 4 Panduan Mudah Dan Lengkap Cara Budidaya Jagung Manis.
http://www.ruangtani.com/4-panduan-mudah-dan-lengkap-cara-budidayajagung-manis/ . Diakses Tanggal 12 Mei 2106
Sahrizal. 2014. Analisis Modal Budidaya Tanaman Jagung Manis (Sweet Gold F1).
http://www.seputarpertanian.com/2016/03/analisis-modal-budidayatanaman-jagung.html. Akses 26 September 2016
Scannerini S dan Bonfante-Fosolo P. 1983. Comparative ultrastructural analysis of
mycorrhyzal associations. Can. J. Bot. 61: 917-922.
Sediyarso, M. 1999. Fosfat Alam sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor 1999.
Sri
Yusnaini. 2009. http://idci.dikti.go.id/pdf/JURNAL/JURNAL%20TANAH%
20TROPIKA/VOL%2014,%20No%203%20SEPTEMBER%202009/43696-1-PB.pdf . Diakses Tanggal 12 Mei 2016
Sunardi. 2007. Penentuan Kandungan Unsur Makro Pada Lahan Pasir Pantai Samas
Bantul Dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron (Aan). www.iaea.org,
Diakses Tanggal 17 November 2016
Widodo.2002. Kajian Imbangan Dosis Pupuk NPK dan Guano Fosfat Pada Tanaman
Jagung Baby corn. Skripsi. Fakultas Pertanian UMY. Yogyakarta.
Wikipedia. 2014. Mikoriza. http://id.wikipedia.org/wiki/Mikoriza. Diakses Tanggal 6
Juli 2015.
29
LAMPIRAN
Perhitungan Kebutuhan Pupuk per Tanaman
Asumsi:
a. Kedalaman : 20 cm
b. BV tanah pasir : 1,6 g/cm3
c. Volume = π.R2.t
= 3,14 . 102. 30
= 7850
d. Jarak Tanam Jagung Manis : 75 cm x 20 cm
e. Kandungan P2O5 dalam Kotoran Walet : 14 %
f. Kebutuhan pupuk : Urea (300 kg/h), KCl (150 kg/h) dan SP – 36 (200 kg/h)
g. Kebutuhan BO : 30 ton/h
h. Kandungan P2O5 dalam SP – 36 :
x 200 kg = 72 kg
=
Kebutuhan Urea
= 66.666,67 tanaman
=
= 0,0045 kg / tanaman = 4,5 gram/ tanaman
Kebutuhan KCl
=
= 0,00225 kg / tanaman = 2,25 gram / tanaman
Kebutuhan SP – 36 ( 100 % )
=
= 0,003 kg / tanaman = 3 gram / tanaman
Kebutuhan SP – 36 ( 75 % )
=
x3
= 2,25 gram / tanaman
Kebutuhan SP – 36 ( 50 % )
=
x3
= 1,5 gram / tanaman
Kebutuhan Kotoran Walet ( 25 % )
=
x
x 72
30
=
= 0,0019 kg / tanaman
= 1,9 gram / tanaman
Kebutuhan Kotoran Walet ( 50 %)
=
=
x
x 72
= 0,0038 kg / tanaman
= 3,8 gram / tanaman
Kebutuhan Bahan Organik ( BO )
=
= 0,449 Kg / tanaman = 449 gram / tanaman
Kebutuhan pasir per polybag
= BV x Volume
= 1,6 x 7850
= 12,56 kg
31
Layout Rancangan Acak Lengkap (RAL)
A.1
C.1
A.5
C.3
E.1
E.6
B.2
D.1
A.4
B.4
C.5
D.6
E.2
D.3
C.2
E.4
D.4
C.4
E.3
D.2
B.1
E.5
A.3
D.5
B.5
A.6
B.3
C.6
B.6
A.2
Keterangan :
A.
B.
C.
D.
E.
Pupuk SP-36 100 % dosis anjuran + MVA
Pupuk SP-36 75% dosis anjuran + MVA + Kotoran Walet 25 %
Pupuk SP-36 75% dosis anjuran + Kotoran Walet 25 %
Pupuk SP-36 50% dosis anjuran + MVA + Kotoran Walet 50 %
Pupuk SP-36 50% dosis anjuran + Kotoran Walet 50 %
Download