PENGARUH INOKULASI MIKORIZA, KOTORAN WALET DAN PEMUPUKAN PHOSPHAT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS DI TANAH PASIR Usulan Penelitian Diajukan oleh : Amirilia Indayati 20130210001 Program Studi Agroteknologi Kepada FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017 ii I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) mula-mula dikenal dalam bentuk kemasan kaleng hasil impor. Kemudian sekitar tahun 1980-an barulah tanaman ini dibudidayakan di Indonesia secara komersial, meskipun masih dalam skala kecil. Selanjutnya jagung manis semakin dikenal serta banyak dikonsumsi karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan jagung biasa. Permintaan masyarakat Indonesia akan sayuran termasuk jagung manis pada tahun 2011 yaitu sekitar 87.336 ton (Pusat Kajian Hortikultura Tropika, 2011). Hal ini berdampak pada kebijakan pemerintah melakukan impor jagung manis pada tahun 2011 yang mencapai 4.178 ton (Direktorat Jenderal Horikultura, 2011). Tingginya impor jagung manis tersebut disebabkan rendahnya produktivitas jagung manis di Indonesia yang rata-rata hanya sebesar 8,31 ton ha-1 (Palungkun dan Asiani, 2004) dengan luasan lahan tanam hanya sekitar 105 hektar belum mampu memenuhi kebutuhan jagung manis dalam negeri (Palungkun dan Asiani, 2004). Menurut Apriyantono (2012) produksi jagung manis khususnya varietas Bonanza F1 berpotensi menghasilkan produksi tongkol dengan kelobot 33—34,5 ton ha-1 . Rendahnya produktivitas jagung manis di dalam negeri tersebut salah satunya disebabkan oleh semakin sempitnya lahan pertanian karena alih fungsi lahan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah perluasan areal lahan pertanian dengan memanfaatkan lahan-lahan yang masih marginal. Salah satu lahan marginal yaitu lahan pasir pantai selatan Yogyakarta (Fasli, 2013). Pasir pantai atau lahan pasir memiliki beberapa keterbatasan diantaranya kemampuan menahan airnya yang sangat rendah, miskin akan zat hara, daya ikat antar partikel juga rendah, intensitas cahaya matahari yang tinggi dan kadar garam juga sangat tinggi . Namun, hal ini sesuai dengan tanaman jagung yang tergolong tanaman C4 yang membutuhkan sinar matahari yang melimpah. Berkaitan dengan permasalahan, seperti miskin akan zat hara dan daya ikat partikel yang rendah dapat dilakukan dengan cara memanipulasi pada lahan pasir. Cara manipulasi yang dapat dilakukan dengan pengairan yang cukup, penambahan bahan organik 1 2 berupa pupuk kompos atau pupuk kandang, maupun pemberian plastik sebagai alas dasar atau penggunaan polibag (Anonim, 2009). Dari penelitian Sunardi (2007) bahwa kandungan unsur makro pada lahan pasir pantai Samas Bantul yaitu kadar unsur N = 1,3 %, P = 33,6 ppm, K = 0,1 %, Mg = 0,2 %, Ca = 1,8 % . Data penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi tanah pasir pantai Samas, sehingga dapat memberikan dosis pemupukan yang tepat untuk meningkatkan kualitas tanaman. Tanaman sangat membutuhkan unsur hara untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Salah satunya yaitu jagung yang merupakan tanaman palawija merupakan tanaman yang banyak ditanam petani ketika tidak menanam padi. Produksi jagung Jawa Tengah dalam setahun berkisar antara 2,5 juta sampai 3 ton. Jagung di Jawa Tengah sebagian besar digunakan untuk industri terutama industri pakan ternak, sebagian kecil untuk konsumsi masyarakat (terutama Jagung Manis) dan pakan ternak atau hewan peliharaan (Dinas Pertanian, 2010). Tanaman dapat menyerap unsur hara melalui akar atau melalui daun. Pada unsur P, selain bersumber dari pelapukan bebatuan/bahan induk juga berasal dari mineralisasi P-organik hasil dekomposisi sisa-sisa tanaman yang mengimmobilisasikan P dari larutan tanah dan hewan. Tetapi dibanding N, Ptersedia dalam tanah relatif lebih cepat menjadi mudah hilang (terlindih) akibat struktur tanah yang berpasir dan cepat terlindih sehingga mempunyai keterbatasan mengikat air dan mengikat unsur hara. Pemanfaatan mikoriza vesikular arbuskula (MVA) merupakan salah satu alternatif dalam menanggulangi permasalahan pada tanah berpasir, karena MVA dapat membantu tanaman menyerap unsur hara khususnya P dan air . Dari hasil penelitian Sri Yusnaini (2009) bahwa MVA mampu memperbaiki struktur tanah dan dapat mengurangi dosis pupuk SP-36 mencapai 40 %, maka dengan imbangan pada lahan pasir dengan pupuk P 90 %, 80%, 70%, dapat mengurangi penggunaan P annorganik. Tidak hanya pemanfaatan Mikoriza Vesikular Arbuskula (MVA), pemanfaatan limbah kotoran walet juga dapat membantu penyimpanan air di dalam tanah , sebagai sumber unsur hara dan kotoran walet diduga mengandung 3 bakteri pelarut phospat (BPF) . Fosfat guano merupakan hasil akumulasi sekresi burung walet atau kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batu gamping akibat pengaruh air hujan dan air tanah. Menurut Lestari (2011), komposisi dari pupuk walet adalah Fosfat 14 %, Fosfat terlarut dalam asam sitrat 10 %, Nitrogen 1 – 2 %, Kalium 1 % dan Zat organik mencapai 24 %. Manfaat dari penggunaan guano antara lain dapat meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan jumlah dan aktifitas metabolik jasad mikro di dalam tanah, penyumbang unsur P ke dalam tanah, serta meningkatkan pertumbuhan akar dan tunas (Balipost, 2005). Aplikasi pupuk organik guano diharapkan mampu memperbaiki kondisi tanah baik fisik, kimia maupun biologis tanah. Pelepasan unsur hara yang berjalan lambat diharapkan dapat digunakan jagung secara efisien.Pemanfaatan pupuk tersebut tidak serta merta menghilangkan penggunaan pupuk P. Hal ini disebabkan peningkatan pertumbuhan tanaman karena bersimbiosis dengan mikoriza ditemukan lebih besar pada sumber P yang sukar larut daripada sumber P yang mudah larut (Bolan et al., 1987). B. Perumusan Masalah Adapun permasalahan yang ditemukan adalah sebagai berikut:. 1. Bagaimana pengaruh inokulasi MVA dan Kotoran Walet pada tanaman jagung di lahan pasir ? 2. Apakah jagung yang diinokulasi MVA dan Kotoran Walet pada lahan pasir dapat mengurangi dosis pemupukan pupuk P? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh inokulasi MVA dan kotoran walet terhadap pertumbuhan jagung manis pada lahan pasir. 2. Mendapatkan dosis pupuk P terbaik dan tertepat dari semua perlakuan terhadap pertumbuhan jagung manis pada pasir pantai. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Budidaya Jagung Manis di Lahan Pasir Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk ke dalam famili Graminae, termasuk dalam tumbuhan yang menghasilkan biji (Spermatophyta), sedangkan bijinya tertutup oleh bakal buah sehingga termasuk dalam golongan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae), dimasukkan ke dalam kelas Monocotyledoneae, ordo Graminaceae dan digolongkan ke dalam genus Zea dengan nama ilmiah Zea mays. L (Faedah, 2015). Tanaman jagung manis yang sering disebut dengan Zea Mays Saccharata ialah tanaman jagung yang sering sekali dikonsumsi sebagai jagung bakar atau sayur. Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 60-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1 sampai 3 meter, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 meter. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan (Faedah, 2015). Adapun cara budidaya jagung manis menurut Sahrizal (2014) antara berikut: 1. Persiapan bahan tanam Ketersediaan benih sebaiknya dengan mutu tinggi baik genetik dan fisiknya. Jagung manis (Gandis) beradaptasi baik dataran rendah sampai sedang dengan potensi hasil ± 16,8 ton/ hektar. Golongan varietas hibrida silang tunggal F 2139 x M 2139, berbunga pada umur 51 sampai 59 hari setelah tanam. Tinggi tanaman jagung mencapai 184 cm dengan tinggi tongkol 89 cm dan berjumlah 1 tongkol per tanaman. Kadar gula mencapai 12,1 °Brix. Jenis varietas unggul tidak sulit untuk mencari di kios-kios pertanian bisa ditemukan keberadaanya (Sahrizal, 2014) . 2. Persiapan media tanam Media tanah pasir dalam polybag 12,5 kg dan dicampur dengan bahan organik 449 gram per tanaman. Media pasir mempunyai tekstur pasir sehingga air mudah lolos dan mudah hilang maka diperlukan bahan organik untuk dapat mengikat air. 4 5 3. Penanaman Setiap lubang sedalam 2-3 cm kemudian dimasukan 2 butir benih jagung manis dan di tutup kembali dengan tanah. 4. Pemeliharaan Tanaman a) Penyulaman Proses pemeliharaan yang pertama adalah penyulaman. Penyulaman pada jagung manis dilakukan saat jagung berusia 7 hari setelah tanam atau ketika jagung sudah tumbuh. Walaupun tidak melalui penyemaian namun penyulaman ini sangat penting, ganti bibit jagung yang tidak tumbuh atau mati dengan bibit yang baru untuk menghasilkan pertumbuhan jagung yang seragam (Ruang Tani, 2016). b) Pemupukan Tanaman jagung membutuhkan pemupukan untuk metabolisme pertumbuhannya. Pemupukan pada budidaya tanaman jagung manis dilakukan dua kali yaitu umur tanaman 0 dan 35 hari setelah tanam (HST) pada jenis tanah yang didominasi liat dan tiga kali yaitu pada pupuk dasar, 28-30 HST dan 40-45 (HST) pada tanah yang didominasi pasir. Takaran pupuk tunggal per hektar yang umum digunakan adalah 300 kg Urea, 200 kg SP-36 dan 150 kg KCl. Pemupukan dasar pada lahan pasir yaitu1/3 bagian pupuk Urea dan 1 bagian pupuk SP-36 diberikan saat tanam, 7 cm di parit kiri dan kanan lubang tanam sedalam 5 cm lalu ditutup tanah sedangkan untuk susulan pertama yaitu 1/3 bagian pupuk Urea ditambah 1/3 bagian pupuk KCl diberikan setelah tanaman berumur 28 - 30 hari, 15 cm di parit kiri dan kanan lubang tanam sedalam 10 cm lalu di tutup tanah dan sedangkan susulan kedua yaitu 1/3 bagian pupuk Urea diberikan saat tanaman berumur 40- 45 hari. Sedang takaran pupuk majemuk per hektar yang digunakan adalah 400 kg NPK 15:15:15 , 270 kg Urea dan 80 kg SP-36 (Jagung Hibrida, 2015). c) Penyiangan Kemudian setelah tanaman tumbuh saat berusia 7 hari setelah tanam lakukan penyiangan dengan membersihkan tanaman liar atau rumput liar dan gulma dengan cara mencabut atau mencangkul hingga hingga bersih agar tidak mengganggu proses pertumbuhan jagung sehingga jagung dapat tumbuh dengan baik. Membersihkan gulma 6 secara manual atau alami lebih baik dari pada menggunakan pestisida guna mendapatkan hasil panen yang maksimal (Ruang Tani, 2016). d) Pengairan Penyiraman atau pengairan sangat dibutuhkandan sangat wajib dibutuhkan bagi semua tanaman termasuk tanaman jagung manis. Ketika musim kemarau jagung disiram sehari sekali dengan kapasitas lapang. Pengairan sangat dibutuhkan jagung manis saat masa berbunga sehingga pemberian air lebih diperhatikan agar terjadi kelayuan (Ruang Tani, 2016). 3. Hama dan penyakit Hama dan penyakit yang banyak ditemukan dalam budidaya jagung manis antara lain: a) Penggerek batang jagung (O. furnacalis), hama ini menyerang tanaman pada vase vegetatif maupun generatif. Kerusakan tanaman terjadi karena larva menggerek bagian batang tanaman untuk mendapatkan makanan. Penggerek batang jagung bisa dikendalikan secara teknis dengan mengatur rotasi tanam seperti dengan kedelai dan kacang tanah. Selain itu bisa juga dengan dengan memotong bunga jantan dan menerapkan waktu tanam yang tepat. Pembasmian hayati dengan memanfaatkan musuh alami seperti Trichogramma spp. atau predator alami Euborellia annulata yang memangsa larva ( Alam Tani, 2014). Pembasmian secara kimiawi juga dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang mengandung bahan aktif karbofuran seperti furadan. Cara penggunaan adalah dengan memberikan 4 – 5 butir furadan pada pucuk daun pada umur tanaman 30 – 40 hari (Petani TOP, 2016). b) Ulat Tongkol (H. armigera), hama ini menyerang tongkol jagung. Pada awalnya imago meninggalkan telur pada rambut-rambut jagung. Setelah larva tumbuh akan masuk kedalam tongkol. Hama ini mempunyai kebiasaan berpindah-pindah, sehingga kerusakan yang ditimbulkan pada tongkol jagung bisa lebih banyak dibanding jumlah larvanya. Pencegahan terhadap hama ini adalah dengan menerapkan pengolahan tanah yang baik. Pengolahan tanah yang akan mengurangi populasi ulat tongkol berikutnya. Musuh utama dari hama ini adalah Trichogramma spp. yang merupakan parasit telur dan Eriborus argentiopilosa parasit pada larva muda ( Alam Tani, 2014). Pengendalian 7 secara kimiawi juga dapat dilakukan dengan memberikan insektisida sesuai anjuran (Petani TOP, 2016). c) Tikus (Rattus argentiventer), hama ini biasanya menyerang tanaman jagung manis yang ditanam di lahan sawah. Tikus memakan tongkol muda yang sedang matang susu, umumnya tikus memakan tongkol dari ujung hingga pertengahan pangkal. Pengendalian hama tikus secara organik adalah dengan memburu dan membasmi tikus dari sarangnya( Alam Tani, 2014). d) Hawar daun (Helminthosporium turcicum), penyakit ini menyerang daun dengan gejala awal bercak-bercak kecil berbentuk oval yang berkembang menjadi hawar berwarna coklat keabu-abuan. Biasanya serangan ditemukan pada daun tua (bawah) kemudian menjalar ke daun muda (atas). Pada keadaan yang parah bisa menyababkan kematian pada tanaman dengan penampakan daun kering seperti terbakar. Untuk mengendalikannya gunakan varietas yang tahan, pengolahan tanah yang baik, penyiangan dan pengaturan jarak tanam. Pada budidaya jagung manis non-organik bisa diaplikasikan fungisida ( Alam Tani, 2014). e) Hawar daun (Curvularia sp.), cendawan ini menyebabkan hawar daun dengan gejala awal bercak tak beraturan di ujung daun, pusat bercak berwarna coklat keputihan dengan pinggiran coklat tua. Bercak meluas ke pangkal daun hingga membuat seluruh daun mengering. Penyakit ini cepat menyebar pada kondisi kelembaban dan curah hujan tinggi. Pengendaliannya dengan memilih varietas tahan, perbaikan drainase tanah, meningkatkan sanitasi kebun dan menghilangkan tanaman atau bagian tanaman yang terkena( Alam Tani, 2014). 4. Gejala kekurangan unsur pada tanaman jagung manis a) Gejala kekurangan nitrogen (N) Daun berwarna kuning pada ujung daun dan melebar menuju tulang daun membentuk huruf V pada bagian bawah daun. Gejala lain kekurangan unsur hara N pada tanaman jagung manis yaitu tongkol jagung kecil dan ujung tongkol tidak berbiji (Pusat Pelatihan Pertanian, 2015). b) Gejala kekurangan posphor (P) 8 Pinggir daun berwarna ungu kemerahan mulai dari ujung ke pangkal daun dan gejala nampak pada bagian pinggir daun. Gejala lain tanaman kekurangan posfor (P) kesuburan polen menurun sehingga mengganggu persarian dan pembentukan biji, pembentukan biji tidak sempurna, tongkol kecil dan sering bengkok (Pusat Pelatihan Pertanian, 2015). c) Gejala kekurangan Kalium (K) Daun berwarna kuning, bagian pinggir biasanya berwarna coklat seperti terbakar, tulang daun tetap hijan dan warna kuning membentuk huruf V terbalik pada bagian pinggir daun. Gejala lain tanaman kekurangan kalium (K) yaitu ujung tongkol tidak berbiji, bijinya jarang dan tidak sempurna(Pusat Pelatihan Pertanian, 2015). d) Gejala kekurangan sulfur (S) Pangkal daun berwarna kuning dan bergaris – garis dan nampak pada daun yang terletak dekat pucuk (Pusat Pelatihan Pertanian, 2015). 5. Panen Jagung manis mulai berbunga setelah 45 hari dan 10 hari sebelum panen raya, panen jagung harus dilakukan. Selama periode ini akan tumbuh dua tongkol jagung, petik tongkol bawah. Pemanenan tongkol muda dimaksudkan agar asupan nutrisi pada tongkol utama tercukupi, sehingga hasilnya maksimal (Ruang Tani, 2016). Selain memilih tongkol muda, papas daun bawah helai 2-3. Jika muncul kembali tunas buah muda sebelum panen raya, Petiklah sebagai panen tambahan. Panen utama budidaya jagung manis dapat dilakukan setelah 65-70 hari tanaman tua (Ruang Tani, 2016). Salah satu kunci utama keberhasilan peningkatan produktivitas jagung manis adalah pengaplikasian pupuk berimbang ke dalam tanah, dengan memperhatikan kadar unsur hara tanah, jenis pupuk yang sesuai dan kondisi lingkungan fisik di areal penanaman. Aplikasi pemupukan ke dalam tanah perlu mempertimbangkan jenis pupuk serta dosis/takaran pada jenis tanah dan lingkungan tertentu (Dupont, 2012). 9 B. Lahan Pasir Tanah pasiran merupakan tanah yang kandungan fraksi pasirnya dominan atau lebih besar 50 % fraksi total. Lahan pantai berpasir termasuk lahan marjinal yang bersifat dinamis dan jika tidak segera dikelola akan mengalami kerusakan permanen. Kondisi lahan yang marjinal tersebut disebabkan tidak hanya oleh faktor biofisik semata yang secara alami kurang mendukung untuk budidaya, tetapi juga upaya penanganan yang ada masih belum optimal, bila tidak segera ditangani, dampak negatif yang terjadi semakin luas (Benny, 2011). Gustafon (1962) dalam Rajiman, dkk. (2008) dalam Hasibuan (2015) menyatakan bahwa secara umum tanah pasiran mempunyai tekstur kasar, agregatnya lemah sampai tak beragregasi, bersifat porus, kapasitas penyimpanan lengasnya rendah serta rentan terhadap erosi air dan angin. Tidak hanya itu kendala utama yang dihadapi dalam kegiatan rehabilitasi lahan adalah rendahnya unsur hara, toksisitas aluminium, fiksasi P tinggi, pH sangat asam, rendahnya bahan organik. Lahan berpasir yang telah dikelola dapat memberikan kesuburan tanah yang meningkat dengan hasil produksi pertanian yang lebih baik dari tanah mineral biasa, kondisi iklim membaik dari suhu tertinggi 36 0C menjadi 33 0C dan kelembaban meningkat dari 60% menjadi 80%, curah hujan meningkat dari 2246 mm/tahun menjadi 5738 mm/tahun, kondisi iklim mikro yang nyaman menjadikan jumlah pengunjung meningkat dan berdampak pada pendapatan wisata naik 82% (Rp.114.000,-di2006 jadi Rp.255.000.000,-di2011) (Benny, 2011). Salah satu upaya meningkatkan produktivitas lahan pasir pantai ini adalah mengelola ketersediaan hara dengan cara memasukkan berbagai bahan yang dapat memperbaiki sifat fisik dan menambah serta mempertahankan ketersediaan hara dalam tanah (bahan organik). Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisasisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap 10 sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang ( Dinda Bunga, 2016). Faktor yang pengaruhi kandungan bahan organik tanah adalah: iklim, vegetasi, topografi, waktu, bahan induk dan pertanaman (cropping). Sebaran vegetasi berkaitan erat dengan pola tertentu dari tagihan temperatur dan curah hujan. Pada wilayah yang Curah Hujan rendah, maka vegetasi juga jarang sehingga akumulasi bahan organik juga rendah. Pada wilayah yang temperatur dingin, maka kegiatan mikroroganisme juga rendah sehingga proses dekomposisi lambat. Apabila terjadi laju pelonggokan bahan organik melampaui laju dekomposisinya, terutama pada daerah dengan kondisi jenuh air dan suhu rendah, maka kandungan bahan organik akan meningkat dengan tingkat dekomposisi yang rendah ( Dinda Bunga, 2016). Ciri dan kandungan bahan organik tanah merupakan ciri penting suatu tanah, karena bahan organik tanah mempengaruhi sifat-sifat tanah melalui berbagai cara. Hasil perombakan bahan organik mampu mempercepat proses pelapukan bahan-bahan mineral tanah (distribution) bahan organik di dalam tanah berpengaruh terhadap pemilahan (differentiation) horison. Proses perombakan bahan organik merupakan mekanisme awal yang selanjutnya menentukan fungsi dan peran bahan organik tersebut di dalam tanah seperti peresepan dan penyimpanan air dan unsur hara ( Dinda Bunga, 2016). C. Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) Fungi mikoriza arbuskula merupakan suatu bentuk asosiasi antara jamur dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara suatu tumbuhan dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Fungi mikoriza termasuk golongan endomikoriza. Tipe fungi ini dicirikan oleh hifa yang intraseluler yaitu hifa yang menembus ke dalam korteks dari satu sel ke sel yang lain (Manan, 1993). Diantara sel-sel terdapat hifa yang membelit atau struktur hifa yang bercabangcabang yang disebut arbuskula. Pembengkakan yang terbentuk pada hifa yang berbentuk oval disebut vesikula. Arbuskula merupakan tempat pertukaran metabolit antara jamur dan tanaman. Adanya arbuskula sangat penting untuk mengidentifikasi 11 bahwa telah terjadi infeksi pada akar tanaman , sedangkan vesikula merupakan organ penyimpan makanan dan berfungsi sebagai propagul (organ reproduktif). Selanjutnya dikatakan bahwa seluruh endofit dan yang termasuk genus Gigaspora, Scutellospora, Glomus, Sclerocystis dan Acaulospora mampu membentuk arbuskula (Scannerini dan Bonfante-Fosolo, 1983) Vesikula menurut Abbott dan Robson (1982), berbentuk globosa dan berasal dari menggelembungnya hifa internal dari fungi mikoriza. Vesikula ditemukan baik di dalam maupun di luar lapisan kortek parenkim. Tidak semua fungi mikoriza membentuk vesikula dalam akar inangnya, seperti Gigaspora dan Scutellospora. Banyak pendapat tentang fungsi dari vesikula ini, yaitu sebagai organ reproduksi atau organ yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan yang kemudian diangkut ke dalam sel (Delvian, 2003). Ciri utama arbuskula mikoriza adalah terdapatnya arbuskula di dalam korteks akar. Awalnya fungi tumbuh di antara sel-sel korteks, kemudian menembus dinding sel inang dan berkembang di dalam sel (Brundrett et al., 1996). Manfaat dari MVA dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu manfaat dalam ekosistem, manfaat bagi tanaman, dan manfaatnya bagi manusia. Manfaat mikoriza MVA dalam ekosistem sangat penting, yaitu berperan dalam siklus hara, memperbaiki struktur tanah dan menyalurkan karbohidrat dari akar tanaman ke organisme tanah yang lain, sedangkan manfaat bagi tanaman yaitu dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, terutama P. MVA ini dapat mengeluarkan enzim fosfatase dan asam-asam organik, khususnya oksalat yang dapat membantu membebaskan P. MVA dapat membantu mengatasi masalah ketersediaan fosfat melalui dua cara, pengaruh langsung melalui jalinan hifa eksternal yang diproduksinya secara intensif sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air dan pengaruh tidak langsung, dimana mikoriza dapat memodifikasi fisiologis akar sehingga dapat mengeksresikan asam-asam organik dan fosfatase asam ke dalam tanah. Fosfatase asam merupakan suatu enzim yang dapat mamacu proses mineralisasi P Organik dengan mengkatalisis pelepasan P dari kompleks organik menjadi kompleks anorganik. Manfaat lain yaitu bagi manusia, mikoriza dapat meningkatkan produktivitas tumbuhan, karena dapat memproduksi bunga lebih awal (Wikipedia, 2014). 12 Hasil penelitian Idwar, dkk (2000), melaporkan bahwa dengan pemberian MVA pada jagung, meningkatkan tinggi tanaman mencapai 32,3%, berat brangkas kering meningkat 34,02% dan berat biji kering peningkatan mencapai 13,41 % dibandingkan jagung yang tanpa pemberian MVA. Takaran pupuk mikoriza yang diberikan adalah 8 ku/ha di tanah dengan P tersedia rendah atau hanya 4 ku/ha di tanah dengan P tersedia tinggi. Pemakaian pupuk mikoriza ternyata dapat mengurangi penggunaan pupuk SP-36 sebesar 30 - 50 % jika pada tanah yang biasa. MVA pada lahan pasir dapat menurunkan pupuk P sebesar 15 25 %. (Novriandi dan Madjid, 2007) D. Kotoran Walet Walet berpotensi menjadi pupuk guano. Pupuk guano adalah pupuk yang berasal dari kotoran burung liar yang memiliki kandungan hara paling tinggi dibandingkan pupuk organik dari jenis lain termasuk pupuk Guano yang berasal dari kotoran burung walet juga saat ini mulai mendapat perhatian. Di Indonesia,saat ini diperkirakan ada sekitar 10.000 rumah walet dari berbagai ukuran. Sebagian besar tersebar dipulau jawa dengan produksi 80 - 100 ton pertahun dengan tingkat perkembangan 5 % - 10 % pertahun (Redaksi Trubus, 2009). Seiring semakin meningkatnya peternak burung walet diberbagai daerah, kotoran burung walet yang menjadi limbah di sarang walet jumlahnya meningkat dan perlu dimanfaatkan dengan maraknya peternakan walet yang sangat menjanjikan itu, meningkatkan jumlah kotoran walet yang sangat potensial diolah kembali menjadi pupuk yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Dosis pupuk guano dilahan pasir yaitu 30 ton/hektar (Nur Hafizah Faisal, 2014). Menurut Lestari (2011), komposisi dari pupuk organik walet adalah Fosfat (P2O5) 14 %, Fosfat (P2O5) terlarut dalam asam sitrat 10 % Nitrogen (N2) 1 – 2%, Kalium (K) 1 % , Zat organik mencapai 24 %dan kandungan air maksimal 5 %. Tidak hanya unsur hara, kotoran walet juga bermanfaat karena mengandung bakteria dan mikrobiotik flora yang bermanfaat bagi tanaman dan kotoran walet termasuk pada kotoran Guano yang diduga mengandung bakteri pelarut fosfat (Joko Samudro, 2016). Belum ada penelitian kandungan mikroorganisme didalam 13 kotoran walet oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut kandungan kotoran walet. Kotoran juga mempunyai manfaat antara lain dapat meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan jumlah dan aktifitas metabolik jasad mikro di dalam tanah penyumbang unsur P ke dalam tanah, serta meningkatkan pertumbuhan akar dan tunas. Aplikasi pupuk organik Guano diharapkan mampu memperbaiki kondisi tanah baik fisik, kimia maupun biologis tanah. Pelepasan unsur hara yang berjalan lambat diharapkan dapat digunakan jagung secara efisien (Nur Hafizah Faisal, 2014). Menurut Fatonah (2002), penggunaan Guano takaran 900 kg / hektar atau 45/ kg / P2O5 hektar menghasilkan berat 100 biji yang lebih tinggi sebesar 18,11 gram pada tanaman kacang tunggak . Hasil penelitian Widodo (1999), menyatakan bahwa penggunaan takaran 450 kg / hektar atau 22,5 kg P2O5/ hektar mampu memberikan hasil terbaik tanaman selada sebesar 11,46 ton / hektar. Hasil penelitian Arif Amrizial (2012) menyatakan bahwa 20 ton/ hektar guano mampu memberikan bobot tongkol jagung berkolobot 395,8 gram. E. Asosiasi antar perlakuan Lahan pasiran adalah lahan yang tekstur tanahnya memiliki fraksi pasir > 70 % dengan porositas total < 40 % kurang dapat menyimpan air karena memiliki daya hantar air cepat dan kurang dapat menyimpan hara karena kekurangan koloid tanah. Tanah pasiran pada umumnya rendah kandungan bahan organiknya, sehingga jarang berada dalam ikatan partikel tanah (tidak membentuk gumpal) sehingga cenderung memiliki struktur lepas – lepas dan mudah diolah (Gunawan budiyanto, 2014) .Oleh karena itu lahan pasir perlu diberikan bahan organik untuk memperbaiki struktur dan tekstur tanah. Tidak hanya itu menurut penelitian Hasibuan (2015) bahan organik seperti pupuk kotoran hewan dan kompos sersah daun mampu memperbaiki tekstur tanah pasir karena pemberian bahan organik berupa kompos akan membentuk ruang pori mikro menjadi lebih banyak, dimana pori mikro merupakan pori yang digunakan untuk mengikat air. Semakin banyak ruang pori mikro yang terbentuk maka tanah akan mempunyai daya simpan lengas yang semakin meningkat, lengas tanah akan mengisi ruang pori-pori 14 tanah, biasannya ruang pori tanah yang terisi adalah pori-pori besar, terlebih dahulu baru mengisi pori-pori mikro. Jika terjadi penguapan atau penggunaan air oleh tanaman maka pori-pori besar dahulu yang ditinggalkan oleh air lalu menyusul pori-pori mikro. Selain itu pula tanah yang merupakan sumber kehidupan yang baik adalah tanah yang subur, yaitu kemampuan atau kualitas suatu tanah dalam menyediakan unsur-unsur hara tanaman dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan tanaman, dalam bentuk senyawa yang dapat dimanfaatkan tanaman, dan dalam perbandingan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tertentu apabila suhu dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya mendukung pertumbuhan normal tanaman. Didalam tanah salah satu yang penting dan sangat dibutuhkan dalam jumlah yang banyak adalah unsur hara Fosfor (P) tetapi Fosfor di dalam tanah tidak mudah bergerak (immobile) dan sebagian besar terikat atau terfiksasi oleh oksida, mineral liat, dan bahan organik. Meskipun sumber posfor didalam tanah mineral cukup banyak, tanaman masih bisa mengalami kekurangan posfor karena posfor mudah terikat oleh unsur lain sehingga menjadi senyawa yang sukar larut dalam air. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi ketersediaan Fosfor menurut Puja Kurnia (2010), yaitu : 1. Jumlah liat : Tekstur makin halus retensi P makin besar dan kuat. Tanah dengan kadar liat yang tinggi akan dapat memfiksasi P lebih tinggi dibandingkan dengan kadar liat yang rendah. 2. Tipe liat : Tanah dengan liat kaolinit ( pada tanah dengan curah hujan dan temperature tinggi ) dapat menahan atau memfiksasi lebih tinggi. Pada tanah ini p yang diberikan cepat diubah menjadi P tidak larut. 3. Waktu aplikasi : Makin lama dan makin banyak P ditambahkan , kontak atau berhubungan dengan tanah, maka makin besar kemungkinan untuk terfiksasi, sehingga pemberian dapat diatur sesuai taraf dan frekuensi. 4. Aerasi : Oksigen O2 ibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dan absorpsi hara. Juga sangat penting untuk pelapukan bahan organik P oleh mikroba. 5. Pemadatan : Pemadatan dapat mengurangi aerasi dan ruang pori dalam zone perakaran. Hal ini mengurangi serapan P dan pertumbuhan tanaman. Pemadatan juga menyebabkan volume akar untuk melakukan penetrasi. Juga membatasi 15 untuk mengambil P tanah , hal ini sesuai dengan jarak pergerakan P sangat pendek. 6. Lengas : Peningkatan lengas tanah pada kondisi optimum akanmeningkatkan p tersedia bagi tanaman, tanah dengan banyak lengas akan mengurangi O2, sehingga mengurangi pertumbuhan dan aktifitas akar. 7. Status P tanah: Tanah yang mendapat P lebih dari P yang diambil tanaman akan memberikan status P lebih tinggi, mempertahankan P dalam status optimum adalah sangat penting 8. Temperature : Temperature sangat penting dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman, akan tetapi kurang penting dengan ketersediaan P, temperature sangat tinggi atau rendah dapat membatasi serapan P oleh tanaman. 9. Kemasaman : Kelarutan berbagai senyawa P dapat dipengaruhi oleh kemasaman (pH) tanah. Fosfat (P) yang berasosiasi Fe, Al dan Mn mempunyai keluaran dalam air rendah, logam tersebut sangat dominan di tanah masam. 10. Tanaman : Beberapa tanaman mempunyai sistem perakaran serabut, dan beberapa tunjang. Perbedaan ini berperan dalam kemampuan tanaman dalam mengambil dan selanjutnya dapat menentukan metode pemberian P. Karena unsur Fosfor sukar terlarut dan biasanya fosfor mudah hilang terlindih akibat struktur tanah yang berpasir sehingga diperlukan MVA dan kotoran walet. Tanaman sebagai tanaman inang bagi MVA sedangkan manfaat mikoriza MVA dalam ekosistem sangat penting, yaitu berperan dalam siklus hara, memperbaiki struktur tanah dan menyalurkan karbohidrat dari akar tanaman ke organisme tanah yang lain, sedangkan manfaat bagi tanaman yaitu dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, terutama P. MVA ini dapat mengeluarkan enzim fosfatase dan asam-asam organik, khususnya oksalat yang dapat membantu membebaskan P. MVA dapat membantu mengatasi masalah ketersediaan fosfat melalui dua cara, pengaruh langsung melalui jalinan hifa eksternal yang diproduksinya secara intensif sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air dan pengaruh tidak langsung, dimana mikoriza dapat memodifikasi fisiologis akar sehingga dapat mengeksresikan asam-asam organik dan fosfatase asam ke dalam tanah (Sri yusnaini, 2009). 16 Sedangkan kotoran walet sebagai bahan organik tambahan untuk memperbaiki tekstur tanah berpasir dan mengandung unsur hara bagi tanaman. Tidak hanya itu kotoran walet diduga mempunyai kandungan bakteri pelarut fosfat yang menjadi alternatif untuk mengefisienkan pemupukan fosfat adalah dengan memanfatkan kelompok mikroorganisme pelarut fosfat. Mikroorganisme pelarut fosfat adalah kelompok mikroorganisme yang mampu melarutkan fosfat tidak tersedia menjadi tersedia dan dapat diserap tanaman ( Arief Meftah, 2016). F. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini diduga bahwa dari P 75% menunjukkan perbaikan dalam pertumbuhan tanaman jagung di pasir pantai dengan tambahan 25 % kotoran walet dan MVA. III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan pada Januari 2017 di Green House, dan di Laboratorium Agrobioteknologi Fakultas pertanian di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi : benih jagung varietas manis (Zea mays var. saccharata), tanah pasir, bahan organik, polybag ukuran 3 kg, pupuk Sp-36,pupuk Urea,pupuk KCl, Larutan KOH 10%, Larutan HCl 1%, Larutan Acid Fusin , Aquadest dan Agar. Alat yang digunakan adalah Haemocytometer, penggaris, timbangan analitik, LAM, jarum ose, kaca preparat, mikroskop, tabung reaksi, pipet tetes, otoklaf, petridish dan bunsen. C. Metode Penelitian Penelitian eksperimen akan dilakukan dengan menggunakan metode percobaan yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan dengan perlakuan Faktor tunggal kombinasi yaitu pemberian MVA, Kotoran Walet, Kotoran Walet dan MVA serta berbagai dosis pupuk P terdiri dari 3 aras . Perlakuan yang diujikan adalah komposisi media tanam yaitu: A. Pupuk SP-36 100 % dosis anjuran + MVA B. Pupuk SP-36 75% dosis anjuran + Kotoran Walet 25 % + MVA C. Pupuk SP-36 75% dosis anjuran + Kotoran Walet 25 % D. Pupuk SP-36 50% dosis anjuran + Kotoran Walet 50 % + MVA E. Pupuk SP-36 50% dosis anjuran + Kotoran Walet 50 % Masing – masing perlakuan diulang 3 kali sehingga ada 15 unit setiap unit ada 3 korban sehingga terdapat 90 polibag tanaman. 17 18 D. Cara Penelitian 1. Sterilisasi alat dengan uap air panas bertekanan (Outoclafe) dengan memasukan alat kedalam otoklaf dan ditutup rapat kemudian kompor dinyalakan hingga tekanan mencapai 1 atm (15 psi) selama 15 – 30 menit. 2. Pembuatan media Pikovskaya’s agar dengan cara menimbang medium kemudian dilarutkan dalam penangas air untuk mempercepat kelarutan. Setelah larut, agar – agar ditambahkan ke larutan yang dijadikan larutan 1000 ml dengan menambahkan aquades. Ukur pH dengan mengatur pH sekitar 6,8 – 7,0 (pH netral). Larutan yang sudah diukur pH yang sesuai kemudian dimasukan pada wadah yang dikehendaki seperti tabung reaksi. Setelah dimasukan ke wadah,wadah disterilkan dengan otoklaf pada temperatur 121o C dengan tekanan 1 atm (selama 15 menit). 3. Melakukan Karakteristik kotoran walet dengan cara Plate count dimedia Pikovskaya’s dengan cara kerja isolasi dengan mecairkan medium dan menuang dalam cawan petri steril secara aseptik dan dibiarkan sampai padat. Kemudian membuat suspensi bakteri dengan mengambil 0,1 ml lalu meinokulasikan ke permukaan media padat dalam cawan petri dan meratakan suspensi bakteri dengan drigalsky. Setelah meinokulasi, cawan petri diinkubasi secara terbalik pada suhu kamar. Diakhir inkubasi biasanya tumbuh koloni yang terpisah – pisah dengan zona jernih disekitarnya dan bakteri dapat diisolasi. Tiap koloni yang terpisah kemungkinan berasal satu sel bakteri. Koloni yang berpisah tersebut diambil secara aseptik dengan ose satu koloni yang dikehendaki dan suspensikan dalam air steril. Kemudian diperiksa morfologi selnya dibawah mikroskop dengan pengecetan gram dan gambar. Setelah digambar, dipindahkan masing – masing jenis hasil isolasi ke dalam media Pikovskaya’s agar miring dan diinkubasikan pada temperatur kamar yang sesuai selama 24 – 48 jam . Setelah 24 – 48 jam hasil isolasi diuji kembali kemurniannya dengan pengecatan gram. Jika dari tiap tabung hanya terdapat satu macam jamur/bakteri, diisolasi tersebut telat berhasil. Koloni bakteri/ jamur yang telah murni selanjutnya dideterminasi dengan melakukan identifikasi serta klasifikasi. 19 4. Perbanyakan Inokulum MVA dengan cara menyiapkan bahan yaitu tanah bekas tanaman jagung, benih jagung, dan polybag ukuran 1 kg. Setelah bahan sudah lengkap, tanah bekas tanaman jagung dimasukan ke dalam polybag ukuran 1 kg dan kemudian disiram air ke tanah hingga air keluar dari lubang polybag. Kemudian 2 benih jagung ditanam ke dalam polybag yang berisikan tanah bekas jagung yang sudah lembab. Perawatan yang dilakukan cukup menyiram tanaman jagung 2 hari satu 1 kali. Setelah 3 minggu, tanaman jagung dicabut dan dilakukan pengecekan infeksi dan spora dengan cara tanah dibongkar dan akar jagung dibersihkan dan dicuci, kemudian dirajang dengan ukuran 1 cm. Akar yang telah dipotong dimasukan dalam botol reaksi dan diberi KOH 10 % hingga semua akar tercelup dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah itu akar dibilas dengan air hingga bersih lalu HCl 1 % hingga akar tercelup selama 1 jam, setelah itu larutan HCl dibuang dan diberi cat Acid Fuhsin secukupnya selama 5 menit. 20 potongan akar diambil dan diatur di kaca preparat dan diamati dibawah mikroskop, lalu dihitung persentase infeksi dengan rumus : % infeksi = Jumlah akar terinfeksi x 100% Jumlah akar total Bila infeksi jamur melebihi 80 %, maka ranjangan akar dicampur dengan media pot kemudian dikering anginkan ± 3 hari dan dapat digunakan sebagai crude inoculum sebanyak 40 gram/ lubang tanam sebelum benih tanam. Tetapi apabila infeksi mikoriza kurang 80 % dan jumlah spora yaitu ± 60 spora/ 100 gram tanah maka jumlah crude inokulum harus ditambah 2 -3 kali lipat. 5. Penyiapan media tanam Menyiapkan Kotoran Walet, tanah bekas jagung sebelumnya dengan kultur pot ( tanah MVA), tanah pasir, Kotoran Walet, lalu di campur, dan memasukan ke polybag ukuran 35 x 35 cm (@ 12,56 kg tanah pasir, tanah MVA 40 gram dan kotoran walet 1,9 gram (25%), 3,8 gram (50 %) ke setiap 20 polybag)(lampiran halaman 30). Tanah yang diambil dari lahan pasir pantai Samas Bantul diayak dan dibersihkan dari kotoran kemudian tanah tersebut dimasukkan polybag ukuran 38 x 32 cm setelah itu dicampur dengan tanah bekas jagung yang sesuai dengan ketentuan dari pengecekan infeksi MVA dan pengecekan spora maupun kotoran walet sesuai dari perlakuan sebanyak ketentuan perlakuan. 6. Tiap polybag ditanami 3 benih jagung ke setiap polybag yang sudah di kecambahkan selama semalam. 7. Penyiraman dilakukan sehari sekali sampai tanaman berumur 7 minggu setelah tanam. Penyiraman dilakukan mecapai kapasitas lapang yaitu ± 200 ml. 8. Memberikan pupuk dasar pupuk urea ( 4,5 gram / tanaman) dan SP – 36 sesuai perlakuan ( 100 % ( 3 gram / tanaman ) , 75 % ( 2,25 gram / tanaman) dan 50 % ( 1,5 gram / tanaman). Memberikan pupuk susulan pada 35 dan 45 HST dengan dosis pupuk urea (4,5 gram / tanaman) dan KCl (2,25 gram / tanaman ) sedangkan pupuk Sp-36 sesuai perlakuan ( 100 % ( 3 gram / tanaman ) , 75 % ( 2,25 gram / tanaman) dan 50 % ( 1,5 gram / tanaman) ( lampiran hal 29 ) . 9. Melakukan pengamatan tinggi tanaman, dan jumlah daun,setiap 1 minggu 1 kali. 10. Panen dilakukan dengan memanen jagung pada umur 7 minggu setelah tanam. 11. Setelah panen maka dilakukan pengamatan berat segar akar,panjang akar, berat segar dan kering akar, berat segar dan kering tajuk, luas daun, jumlah tongkol per tanaman, panjang tongkol, jumlah biji per tanaman, berat biji per tanaman dan berat 100 biji. E. Parameter Parameter yang diamati yaitu : 1. Parameter yang diamati pada kotoran walet,yaitu : a. Karekteristik Pengamatan mikrobiologi jamur dan bakteri pada kotoran walet pada awal dan akhir perlakuan. Adapun langkah pengamatannya adalah dengan mengambil satu gram kotoran walet kemudian di masukan pada 99 ml akuades, kemudian dilakukan pengenceran hingga 10-9.Variabel yang diamati adalah jumlah jamur 21 maupun bakteri dari masing – masing perlakuan. Metode perhitungan jumlah mikroba dengan menggunakan metode plate count pada medium pikovskaya’s dengan seri pengenceran 10-7, 10-8, 10-9 dengan memenuhi syarat sebagai berikut : a. Jumlah koloni tiap cawan petri antara 30-300 koloni (CFU/ml) b. Tidak ada koloni yang menutupi lebih dari setengah luas cawan (Spreader) perbandingan jumlah koloni dari pengenceran berturut – turut antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya. Jika sama atau lebih kecil dari 2 maka hasilnya dirata – rata, dan jika lebih besar dari 2 maka yang dipakai adalah jumlah dari hasil pengenceran sebelumnya. c. Jika ulangan telah memenuhi syarat maka hasilnya dirata – rata. 2. Parameter yang diamati pada tanaman korban minggu 3, 6 dan 9 setelah tanam ,yaitu : a. Jumlah Spora MVA Tanah 250 gram dicampurkan dengan 1 liter aquades dan tuang cairan ke saringan kasar 800,cuci saringan agar semua partikel kecil lolos saringan,ambil 1 ose pada larutan bening (tanpa lumpur) letakan ke kaca preparat dan amati dimikroskop. b. Persentasi infeksi MVA (%) Cara kerja infeksi MVA kepada setiap tanaman berbagai perlakuan adalah akar halus setiap tanaman jagung dipotong sekitar ± 1 cm sebanyak 20 potong kemudian dicuci bersih dengan air, setelah itu akar halus direndam dalam larutan KOH 10 % selama 24 jam. Setelah 24 jam, KOH dibilas dengan air steril (tanpa mengeluarkan akar dari tabung reaksi). Kemudian akar halus tersebut direndam menggunakan larutan HCl 1 % selama ± 1 jam. Setelah 1 jam, HCl dibuang (tanpa mengeluarkan akar dari tabung reaksi), kemudian direndam dengan larutan acid sebanyak 2 – 3 ml selama minimal 15 menit. Setelah 15 menit, larutan acid dibuang dan akar dicuci hingga tidak terlalu merah. Setelah dicuci, 10 akar disetiap perlakuan disusun diatas kaca preparat. Kemudian kaca preparat diamati di bawah mikroskop dan diklasifikasi. c. Panjang akar (cm) 22 Ukur panjang beberapa akar dari pangkal akar sampai ujung akar setelah itu dirata - rata. d. Berat Segar akar (gram) Setelah tanaman dicabut dan potong dari pangkal batang. Timbang akar sesudah dipotong tersebut. e. Berat Kering akar (gram) Setelah akar diukur,akar dikeringkan bersama tajuk tanaman jagung. f. Berat Segar Tajuk (gram) Berat segar ditimbang dari pangkal batang sampai titik tumbuh tanaman jagung pada saat minggu ketiga berakhir dan dilanjutkan dengan pengeringan bisa dengan cara dioven maupun diangin-anginkan sampai kering. g. Berat Kering Tajuk (gram) Setelah dihitung berat segar dilanjutkan dengan pengeringan bisa dengan cara dioven maupun diangin-anginkan sampai kering. Jika pangkal batang sampai titik tumbuh tanaman jagung sudah kering maka setelah itu ditimbang. h. Luas Daun (cm2) Hitung luas permukaan daun dengan alat LAM ( Leaf Area Meter). 3. Parameter yang diamati pada tanaman jagung per minggu ,yaitu : a. Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung daun tanaman jagung (kantupkan daun jagung). Pengamatan dilakukan seminggu sekali setelah tumbuh sampai menghasilkan yaitu minggu ke sembilan .Pengamatan ini dilakukan agar mengetahui pertumbuhan tanaman jagung. b. Jumlah Daun (helai) Jumlah daun diamati setiap seminggu sekali sampai tanaman menghasilkan yaitu minggu ke sembilan. 4. Parameter Komponen Hasil pada tanaman sample akhir : a. Jumlah tongkol per tanaman. Perhitungan jumlah tongkol dilakukan dengan cara menghitung jumlah tongkol pada tanaman. b. Panjang tongkol (cm) 23 Pengukuran panjang tongkol dilakukan dengan cara mengupas klobot kemudian dilakukan pengukuran dari pangkal sampai ujung tongkol. c. Jumlah biji per tanaman (butir) Jumlah biji diperoleh dengan menghitung biji pipilan kering kering dari tongkol tanaman sampel. 24 d. Berat biji per tanaman (gram) Berat biji diperoleh dengan menimbang biji pipilan kering Ka 14 % dari tongkol tanaman sampel kemudian dihitung dengan rumus : W = 100 – Ka x b 100 – 14 Keterangan : W = berat biji / tanaman pada kadar air 14 % Ka = Kadar air biji yang diukur dengan moisture tester b = berat biji / tanaman pada waktu pengukuran (gram) e. Berat 100 biji (gram) Berat 100 biji diperoleh dengan cara menimbang 100 bji pipilan kering dengan kadar air 14 % setelah dilakukan pencampuran biji dari 5 tongkol tanaman sampel kemudian data penimbangan dihitung dengan rumus : Y = 100 – Ka x b 100 – 14 Keterangan : Y = berat biji / tanaman pada kadar air 14 % Ka = Kadar air biji yang diukur dengan moisture tester b = berat biji / tanaman pada waktu pengukuran (gram) F. Analisis Data Hasil pengamatan dianalisis menggunakan sidik ragam ( Analisis of Variance ) pada tingkat kesalahan 5 % . Apabila ada beda nyata antar perlakuan, untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang berbeda dilakukan uji Duncan (DMRT) pada tingkat kesalahan 5 %. 25 G. Jadual Penelitian No. Minggu Acara 1. Planting 2. Persiapan, pemupukan dan penanaman benih jagung 3. Penyiraman dan pengamatan 4. Penyulaman dan penyiangan 5. Pemupukan sesuai dosis yang dianjurkan 6. Pemanenan 7. Pengukuran diameter daun,panjang akar dll. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DAFTAR PUSTAKA Abbott LK dan Robson AD. 1982. The role of VA mycorrhizae fungi agriculture and the selection of fungi for inoculation. Aust. J. Agric. Res. 33 : 389. Alam Anonim Apri. Tani. 2014. Kiat Sukses Budidaya Jagung Manis Organik. http://alamtani.com/budidaya-jagung-manis-organik.html. Akses 26 September 2016 . 2009. Lahan Pasir. http://eprints.uny.ac.id/8190/2/bab%201%20%2005308141009.pdf. Diakses Tanggal 6 Juli 2015 2012. Tanaman Jagung Manis. http://pagemenu.blogspot.com/2012/09/karakterisrik-dan-ciri-ciritanaman_29.html. Diakses Tanggal 6 Juli 2015. Apriyantono. A. 2011. Deskripsi jagung manis varietas Bonanza F1. Kementerian Pertanian. Jakarta. 24 hlm. Arsyad A. R. 2001. Arief Meftah. 2016. http://www.anakagronomy.com/2016/01/bakteri-pelarut-fosfatpengantar.html . Diakses Tanggal 6 januari 2017 Arif Amrizal. 2012. http://repository.unand.ac.id/20037/1/jurnal%20saia.pdf. Akses 26 September 2016 Balipost. 2005. Pupuk Organik Ramah Lingkungan.Http:// www co.id/ Balipost Cetak/2005/4/24/11.Htm. Akses 26 September 2016 Benny. 2011. Lahan Pasir. http://www.fordamof.org/files/14_Komisi_3_Beny_Permasalahan_Lahan.pdf. Diakses Tanggal 6 Juli 2015. Bolan N. S., Robson A. D. and Barrow N. J. 1987. Effects of vesicular-arbuscular mycorrhixa on the availability of iron phosphates to plants. Plant and Soil 99, 401-410. Brundrett MC, Bougher N, Dells B, Grove T, dan Malajozuk N. 1996. Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. ACIAR. Canberra. 374 hlm. Delvian. 2003. Keanekaragaman dan potensi pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) di Hutan Pantai [Disertasi]. Program Pasca Sarjana,Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dinas Pertanian. 2010. Produksi Pertanian. http://dinpertantph.jatengprov. go.id/potensi.html. Diakses Tanggal 6 Juli 2015 Dinda Bunga. 2016. Bahan Organik. https://www.academia.edu/7323804/BAHAN_ORGANIK_TANAH . Diakses 20 April 2016 Direktorat Jenderal Horikultura. 2011. hortikultura.pertanian.go.id/wp.../06/LAKIPDITJEN-HORTIKULTURA-2011. Akses 26 September 2016 Dodi Rulyanda.2014. http://dodirullyandapgsd.blogspot.co.id/2014/11/lapisan-tanahstruktur-tanah-dan-jenis.html . Diakses 20 April 2016. 26 27 Dupons. 2012. Tanaman Jagung. http://www.pioneer.com/web/site/indonesia/menuitem .2274d8dde103500a2a112a11310093a0/. Diakses Tanggal 6 Juli 2015. Faedah. 2015. Jagung Manis. http://blog.faedahjaya.com/petunjuk-budidaya/budidayajagung-manis. Diakses Tanggal 6 Juli 2015. Fasli Jalal. 2013. Jumlah penduduk Indonesia. http://www.republika.co.id/berita/nasional/ jabodetabeknasional/13/11/01/mvjx78-bkkbn-jumlah-penduduk-indonesia-sangattinggi. Diakses Tanggal 6 Juli 2015. Fatonah.2002. Pengaruh Jarak Tanam Antar Barisan dan Dosis Guano Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tunggak. Fakultas Pertanian UMY. Yogyakarta. Hasibuan, A. (2015). Pemanfaatan Bahan Organik dalam Perbaikan Beberapa Sifat Tanah Pasir Pantai Selatan Kulon Progo. PLANTA TROPIKA: Jurnal Agrosains (Journal Of Agro Science), 3(1), 31-40. doi:http://dx.doi.org/10.18196/pt.2015.037.31-40 . Diakses Tanggal 09 Agustus 2017 Jagung Hibrida. 2015. Budidaya Jagung Hibrida. https://jagunghibrida.wordpress.com/tag/pemupukan/ . Diakses Tanggal 27 Mei 2016 Joko Samudro. 2016. https://organikilo.co/2016/03/kandungan-nutrisi-pupuk-organikguano.html . Diakses 06 Januari 2017 Lestari. 2011. Pupuk majemuk organik guano walet. http://id528084201011.indonetwork.co.id/2261825/pupuk-majemukorganik-guano-walet.htm. Diakses 30 November 2016 Manan S. 1993. Pengaruh mikoriza pada pertumbuhan semai Pinus merkusi di persemaian. Kuliah silvikultur umum. Fakultas Kehutanan IPB.Bogor. Hlm 247-261. Novriandi dan Madjid.2007. Dasar – dasar ilmu tanah. http://dokumen.tips/documents/fistum-download.html . Diakses Tanggal 30 Mei 2016 Nur Hafizah Faisal. 2014.Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Guano Dan Pupuk Hijau Tithonia (Tithonia diversifolia) Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccrata sturt). http://repository.unand.ac.id/19242/. Diakses Tanggal 6 Juli 2015 Palungkun, R. dan B. Asiani. 2004. Sweet Corn-Baby Corn : Peluang Bisnis , Pembudidayaan dan Penanganan Pasca Panen. Penebar Swadaya. Jakarta, 79 hal. Petani TOP. 2016. Cara Penanggulangan Hama Utama Pada Tanaman Jagung Manis. http://petanitop.blogspot.com/2016/06/cara-penanggulangan-hama-utamapada.html. Akses 21 November 2016 28 Puja Kurnia. 2016. http://makalah4all.wap.sh/Data/Kumpulan+makalah+pertanian /__xtblog_entry/9601711-makalah-fosfor-unsur-hara-yang-mudahterfiksasi-tanah?__xtblog_block_id=1 . Diakses Tanggal 6 Januari 2017 Pusat Kajian Hortikultura Tropika. 2011. pkht.ipb.ac.id/index.php/faq. Akses 26 September 2016 Pusat Pelatihan Pertanian. 2015. file:///F:/h1.4.PEMUPUKKAN%20PADA%20TANAMAN %20JAGUNG %20(1).pdf . Akses 26 September 2016 Redaksi Indonesia kimia. 2011. Pupuk P. http://indonesiakimia.blogspot.com/2011/06 /pupuk-phosphat.html . Diakses Tanggal 6 Juli 2015 Redaksi Trubus. 2009. https://books.google.co.id/books?id=dULlJpA7EPIC&pg =PA11&lpg=PA11&dq=perkembangan+pengusaha+wale+di+indonesia&s ource=bl&ots=J3cvPDcbZdsig=zNTEzCKgjDbWMoUd9tSwBm2cowAl= id&sa=X&ei=3uZyVdjuK5aouwSm6b2oCw&redir_esc=y#v=onepage&q =perkembangan%20pengusaha%20walet%20di%20indonesia&f=false . Diakses Tanggal 6 Juli 2015 Ruang Tani. 2016. 4 Panduan Mudah Dan Lengkap Cara Budidaya Jagung Manis. http://www.ruangtani.com/4-panduan-mudah-dan-lengkap-cara-budidayajagung-manis/ . Diakses Tanggal 12 Mei 2106 Sahrizal. 2014. Analisis Modal Budidaya Tanaman Jagung Manis (Sweet Gold F1). http://www.seputarpertanian.com/2016/03/analisis-modal-budidayatanaman-jagung.html. Akses 26 September 2016 Scannerini S dan Bonfante-Fosolo P. 1983. Comparative ultrastructural analysis of mycorrhyzal associations. Can. J. Bot. 61: 917-922. Sediyarso, M. 1999. Fosfat Alam sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor 1999. Sri Yusnaini. 2009. http://idci.dikti.go.id/pdf/JURNAL/JURNAL%20TANAH% 20TROPIKA/VOL%2014,%20No%203%20SEPTEMBER%202009/43696-1-PB.pdf . Diakses Tanggal 12 Mei 2016 Sunardi. 2007. Penentuan Kandungan Unsur Makro Pada Lahan Pasir Pantai Samas Bantul Dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron (Aan). www.iaea.org, Diakses Tanggal 17 November 2016 Widodo.2002. Kajian Imbangan Dosis Pupuk NPK dan Guano Fosfat Pada Tanaman Jagung Baby corn. Skripsi. Fakultas Pertanian UMY. Yogyakarta. Wikipedia. 2014. Mikoriza. http://id.wikipedia.org/wiki/Mikoriza. Diakses Tanggal 6 Juli 2015. 29 LAMPIRAN Perhitungan Kebutuhan Pupuk per Tanaman Asumsi: a. Kedalaman : 20 cm b. BV tanah pasir : 1,6 g/cm3 c. Volume = π.R2.t = 3,14 . 102. 30 = 7850 d. Jarak Tanam Jagung Manis : 75 cm x 20 cm e. Kandungan P2O5 dalam Kotoran Walet : 14 % f. Kebutuhan pupuk : Urea (300 kg/h), KCl (150 kg/h) dan SP – 36 (200 kg/h) g. Kebutuhan BO : 30 ton/h h. Kandungan P2O5 dalam SP – 36 : x 200 kg = 72 kg = Kebutuhan Urea = 66.666,67 tanaman = = 0,0045 kg / tanaman = 4,5 gram/ tanaman Kebutuhan KCl = = 0,00225 kg / tanaman = 2,25 gram / tanaman Kebutuhan SP – 36 ( 100 % ) = = 0,003 kg / tanaman = 3 gram / tanaman Kebutuhan SP – 36 ( 75 % ) = x3 = 2,25 gram / tanaman Kebutuhan SP – 36 ( 50 % ) = x3 = 1,5 gram / tanaman Kebutuhan Kotoran Walet ( 25 % ) = x x 72 30 = = 0,0019 kg / tanaman = 1,9 gram / tanaman Kebutuhan Kotoran Walet ( 50 %) = = x x 72 = 0,0038 kg / tanaman = 3,8 gram / tanaman Kebutuhan Bahan Organik ( BO ) = = 0,449 Kg / tanaman = 449 gram / tanaman Kebutuhan pasir per polybag = BV x Volume = 1,6 x 7850 = 12,56 kg 31 Layout Rancangan Acak Lengkap (RAL) A.1 C.1 A.5 C.3 E.1 E.6 B.2 D.1 A.4 B.4 C.5 D.6 E.2 D.3 C.2 E.4 D.4 C.4 E.3 D.2 B.1 E.5 A.3 D.5 B.5 A.6 B.3 C.6 B.6 A.2 Keterangan : A. B. C. D. E. Pupuk SP-36 100 % dosis anjuran + MVA Pupuk SP-36 75% dosis anjuran + MVA + Kotoran Walet 25 % Pupuk SP-36 75% dosis anjuran + Kotoran Walet 25 % Pupuk SP-36 50% dosis anjuran + MVA + Kotoran Walet 50 % Pupuk SP-36 50% dosis anjuran + Kotoran Walet 50 %