I. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Yoghurt adalah produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (SNI 2981, 2009). Menurut Wahyudi (2006), yoghurt mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada susu segar sebagai bahan dasar dalam pembuatan yoghurt, terutama karena meningkatnya total padatan, sehingga kandungan zat-zat gizi lainnya juga meningkat. Umur simpan yoghurt juga lebih lama dibandingkan susu segar. Yoghurt biasanya dibuat dengan menggunakan dua jenis bakteri asam laktat (BAL) yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus sebagai starter. Namun, kedua bakteri ini tidak bisa hidup dalam saluran pencernaan yang keasamannya sangat tinggi. Jika bakteri tersebut mati saat mencapai usus kecil, maka keuntungan bakteri bagi kesehatan saluran pencernaan akan berkurang (Helferich dan Westhoff, 1980). Untuk itu, dikembangkan yoghurt probiotik yang ditambahkan dengan BAL yang bersifat probiotik, misalnya Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, dan Bifidobacterium yang dapat hidup dan melakukan metabolisme di dalam usus. Hull et al. (1992) mendefinisikan probiotik sebagai suplemen makanan yang mengandung kultur murni atau campuran dari mikroba hidup yang menguntungkan bagi manusia atau hewan dengan cara menjaga keseimbangan mikroba indigenous (mikroba asli yang hidup dalam saluran pencernaan). Keseimbangan yang baik dalam ekosistem mikroflora usus bisa menguntungkan kesehatan tubuh dan dapat dipengaruhi oleh konsumsi probiotik setiap hari (Lisal, 2005). Untuk menstimulasi pertumbuhannya, bakteri probiotik dapat dipadukan dengan sumber prebiotik. Prebiotik dinyatakan sebagai bahan pangan yang tidak dapat dicerna (nondigestible) yang menguntungkan bagi inang dengan menstimulasi secara selektif pertumbuhan dan atau aktivitas bakteri tertentu dalam kolon inang (Gibson dan Robertfroid, 1995). Bahan pangan sumber prebiotik misalnya kacang kedelai, talas, umbi garut, ubi jalar, dan sukun. Prebiotik harus berada dalam makanan yang dikonsumsi dan banyak mengandung oligosakarida. Menurut Muchtadi (2005), oligosakarida adalah karbohidrat berbobot molekul rendah yang terdiri dari tiga sampai sepuluh gugus gula sederhana (monosakarida). Contohnya adalah rafinosa, stakiosa, dan verbaskosa yang terdapat dalam bahan pangan nabati seperti kacang-kacangan (misalnya kedelai) dan beberapa jenis umbiumbian (misalnya ubi jalar). Oligosakarida tidak dapat dicerna dalam usus karena manusia tidak mempunyai enzim yang sesuai untuk mencernanya sehingga tidak dapat diserap usus. Selanjutnya oligosakarida akan difermentasi (digunakan sebagai sumber energi) oleh bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan, sehingga dapat menstimulir pertumbuhan bakteri probiotik dan menekan bakteri patogen dalam pencernaan. Kacang kedelai merupakan salah satu sumber prebiotik. Kacang kedelai mengandung rafinosa dan stakiosa sebagai oligosakarida utama. Berdasarkan percobaan terhadap manusia, secara umum rafinosa dan oligosakarida kedelai lainnya menunjukkan aktivitas prebiotik meskipun terdapat hasil yang bervariasi (Gibson, 2004). Dewasa ini dikembangkan produk pangan dengan konsep simbiotik yang memadukan sumber prebiotik dan bakteri probiotik. Keuntungan produk simbiotik adalah meningkatkan daya tahan hidup bakteri probiotik karena substrat yang spesifik telah tersedia untuk fermentasi, sehingga bisa didapatkan manfaat yang lebih sempurna dengan mengkonsumsinya. Hasil penelitian Maduningsih 1 (2008) menunjukkan bahwa berdasarkan jumlah L. acidophilus dan B. longum di dalam kolon dan kemampuan menghambat pertumbuhan E. coli, mengkonsumsi yogurt simbiotik secara nyata mempengaruhi populasi bakteri probiotik L. acidophilus dan B. longum di dalam saluran pencernaan. Salah satu produk pangan dengan konsep simbiotik yaitu yoghurt simbiotik. Dalam penelitian ini, yoghurt simbiotik dibuat dengan menggabungkan bakteri probiotik (Bifidobacterium longum dan Lactobacillus acidophilus) dan bakteri non probiotik (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus) dengan sumber prebiotik dari kacang kedelai yang telah diolah menjadi kedelai bubuk instan. Pada saat baru diproduksi, mutu yoghurt simbiotik dianggap dalam keadaan 100%, namun akan menurun sejalan dengan lamanya penyimpanan atau distribusi hingga mencapai batas umur simpannya. Menurut Institute of Food Science and Technology (1974), umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga konsumsi, di mana produk berada dalam kondisi yang memuaskan berdasarkan karakteristik penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Umur simpan suatu produk pangan merupakan parameter untuk mengetahui ketahanan produk selama penyimpanan. Pemilihan kemasan yang tepat terkait dengan kemampuan kemasan dalam melindungi produk dan kondisi (suhu) saat penyimpanan dan distribusi akan mempengaruhi kualitas yoghurt simbiotik. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan penentuan umur simpan yoghurt simbiotik dengan variasi bahan kemasan dan suhu penyimpanan. Yoghurt simbiotik yang telah diproduksi dikemas dalam tiga jenis kemasan botol yaitu HDPE (High Density Polyethylene), PET (Polyethylene Terephtalate), dan kemasan botol gelas, kemudian disimpan pada tiga suhu penyimpanan yaitu suhu ruang (±28°C), 2-4°C, dan suhu 7-9°C. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji perubahan mutu yoghurt simbiotik selama penyimpanan serta melakukan penentuan umur simpan yoghurt simbiotik dengan variasi bahan kemasan dan suhu penyimpanan. 1.3 1. 2. 3. 4. 5. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada : Pembuatan yoghurt simbiotik dengan menggunakan 4 jenis bakteri yaitu Streptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus, Bifidobacterium longum dan Lactobacillus acidophilus dengan sumber prebiotik dari kedelai bubuk instan. Penentuan umur simpan yoghurt simbiotik dengan metode ESS (Extended Storage Studies) atau metode konvensional selama 28 hari penyimpanan. Suhu penyimpanan yang digunakan adalah suhu ruang (±28°C) serta chiller bersuhu 2-4°C dan 7-9°C. Kemasan yang diujikan dalam penentuan umur simpan yoghurt simbiotik adalah botol plastik HDPE (High Density Polyethylene), PET (Polyethylene Terephtalate), dan botol gelas. Parameter kritis yang digunakan untuk menduga umur simpan yoghurt simbiotik yaitu total asam tertitrasi (TAT), total koliform, dan penurunan mutu organoleptik. 2