47 FAKTOR ESKTRINSIK DAN INTRINSIK YANG MEMPENGARUHI

advertisement
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
FAKTOR ESKTRINSIK DAN INTRINSIK YANG MEMPENGARUHI
PERILAKU GREEN CONSUMER DI BEBERAPA NEGARA
Melvina Priscilia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ma Chung
Abstract: Today, healthiness and environmental problem has
became people’s attention around the world. The impact of damaged
environment can seem clearly. Environmental problem is closely
related to healthiness problem. Nowadays, some countries have done
some efforts to reduce the environmental and healthiness problem.
Recently, Green consumer behavior becomes a major focus because
it can be the solutions to minimize environmental and healthiness
problems. Most people begin to realize the behavior of environmental
care and change their habit include usage habits of goods. The society
begin to switch to consume green product as their efforts to minimalize
negative impact of the consumption of products. Motivation have an
important role to affected society’s behavior. Obviously, the society’s
behavior in every country in green consumer behavior are different.
That motivation then affect the purchasing deci
sions for consumers. Obviously, creating the motivation of marketing’s
role is an important thing.
Keywords: Buying Decision Making; Evironment; Green Consumer;
Motivation
PENDAHULUAN
Semakin berkembangnya
perekonomian dan bisnis dunia turut
berdampak besar pada berbagai aspek
kehidupan masyarakat. Salah satu
yang menjadi dampak perkembangan
perkekonomian adalah lingkungan.
Berkembangannya perekonomian
dunia turut membuat pelaku bisnis
47
serta masyarakat untuk menggunakan
sumber daya alam yang melebihi
batas wajar. Kegiatan mengeksploitasi
sumber daya alam secara berlebihan
serta tidak memperhatikan lingkungan
akan berdampak besar terhadap
kerusakan lingkungan.
Pada saat ini perubahan kondisi
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
lingkungan dapat dirasakan dengan
jelas. Perubahan kondisi lingkungan
misalnya, musim yang semakin
tidak menentu, meningkatnya suhu
permukaan bumi, peningkatan tinggi
permukaan air laut, dan permasalahan
kesehatan. Jika permasalahan
lingkungan tidak segera diatasi
maka akan semakin memperburuk
masalah yang ada. Permasalahan
dapat timbul pada banyak aspek
kehidupan misalnya, masalah
kesehatan. Kondisi lingkungan
sangat mempengaruhi kesehatan,
karena lingkungan yang tidak dijaga
kebersihannya akan menimbulkan
berbagai penyakit. Menurut UNICEF
(2012) ada beberapa penyebab
penyakit misalnya, air yang tidak
bersih dapat menimbulkan bakteri
48
yang mengakibatkan diare. Selain itu,
sampah yang menumpuk banyak akan
mengundang lalat sehingga dapat
menyebabkan penyakit tipus.
Melihat kondisi saat ini,
sangat diperulukan upaya dan
langkah yang tepat untuk menyikapi
permasalahan lingkungan. Jika
persoalan lingkungan tidak teratasi
dengan baik maka, tentunya juga akan
berpengaruh terhadap menurunnya
tingkat kesehatan masyarakat. Data
yang diperoleh dari WHO (World
Health Organization) pada tahun 2012
dilakukan penelitian dan diperoleh
data bahwa terdapat 10 penyebab
utama kematian di dunia.
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
Sumber lain menyatakan
bahwa penyakit diare merupakan
salah satu penyebab utama morbiditas
dan mortabilitas pada anak di seluruh
negara. Penelitian yang dilakukan
oleh Nelson (2000) diketahui bahwa
terdapat sekitar 1 billiun kasus
kejadian sakit diare, dan 3 hingga 5
juta merupakan kasus kematian setiap
tahunnya. Negara Amerika Serikat
setiap tahunnya mendapat 20 hingga
25 juta kasus anak yang menderita
diare. Dari kasus tersebut sekitar 400
sampai 500 anak tidak dapat tertolong
sehingga menyebabkan kematian.
Semakin banyak munculnya
berbagai macam jenis penyakit hal
tersebut menciptakan kesadaran
dalam diri masyarakat. Masyarakat
menjadi lebih sadar mengenai
pentingnya menjaga kesehatan dan
juga mempedulikan kelestarian
lingkungan. Saat ini masyarakat
mulai memperhatikan dampak
lingkungan dalam kegiatan konsumsi
suatu produk. Kelompok masyarakat
yang melakukan kegiatan konsumsi
dengan berwawasan ramah linkungan
disebut dengan green consumer.
Laroche, et al. (2001) dalam Keles dan
Bekimbetova (2013:46) menjelaskan
green consumer adalah konsumen
yang memiliki keinginan untuk
membayar lebih tinggi untuk produkproduk ramah lingkungan sehingga
tercipta peluang lebih besar bagi
49
perusahaan maupun pemerintah untuk
menghasilkan produk-produk ramah
lingkungan.
Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Savale et al., (2012)
dalam Purnama, J. (2014) diketahui
bahwa, konsumen memiliki kontribusi
terhadap degradasi lingkungan
dengan membeli atau menggunakan
suatu produk yang berbahaya bagi
lingkungan. Dari sisi lain, melihat
bahwa terdapat perbedaan perilaku
ekologi dan kebiasaan riil pembelian
dalam keputusan pembelian
konsumen. Hal tersebut terjadi karena
adanya over claim terhadap “green
claims”, kurangannya informasi
maupun perilaku skeptis konsumen
terhadap klaim hijau (Donaldson,
2005; Jain dan Kaur, 2006; Singh S.D,
2011 dalam Rawat dan Garga, 2012)
dalam (Purnama, J. 2014).
Green practice tidak dapat
dipisahkan dari green consumer
karena kedua hal tersebut saling
berkaitan. Menurut Tzschentke
(2004) green practice adalah tindakan
untuk melindungi lingkungan dan
produk yang dihasilkan minim pada
kerusakan lingkungan. Sedangkan
Schubert (2008)menyatakan ada
3 kelompok green practice yaitu
green action, green food, and green
donation. Green acrtion adalah
efisiensi energi dan air, penggunaaan
bahan-bahan ramah lingkungan,
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
daur ulang dan pencegahan polusi.
Kemudian green food adalah bahan
makanan lokal dan organik yang
mendukung lingkungan untuk
jangka panjang ke depan. Sedangkan
definisi green donation adalah upaya
untuk menyumbang dana, ikut
serta dalam proyek komunitas, dan
mengedukasi masyarakat tentang
dampak kerusakan lingkungan dan
cara penanggulangannya.
Selain itu Kotler dan Keller
(2010) berpendapat bahwa isu
mengenai pelestarian lingkungan
menjadi isu global terbesar sejak
tahun 1900-an dengan berakhirnya
persaingan biologi antar negara
yang menghasilkan ilmuwan dengan
penemuan-penemuan terbaik pada
tahun 1800-an. Sesuai dengan
pendapat Kotler dan Keller, tidak
sedikit negara-negara di dunia yang
masyarakatnya mulai menerapkan
prinsip menjadi green consumer.
Beberapa negara seperti Vietnam,
Afrika Selatan, Swedia, Malaysia
dan Selandia Baru sebagian besar
masyarakatnya mengaplikasikan
green consumer dalam kehidupan
sehari-hari. Di negara Swedia
sosialisasi yang dilakukan oleh
pemerintah tentang pentingnya
mempedulikan lingkungan juga terus
dilakukan. Pemerintah juga memberi
kebijakan kepada produsen harus
bertanggung jawab penuh terhadap
50
sampah yang ditimbulkan, terutama
pada perusahaan pengemasan, koran
atau percetakan, produsen ban, mobil,
alat-alat listrik dan elektronik. Para
produsen selain menghasilkan suatu
produk, juga perlu memikirkan
bagaimana cara untuk mengolah
sampah yang dihasilkan dari sisa
penggunaan produknya. Serta
menghimbau dalam menggunakan
bahan-bahan yang ramah lingkungan
untuk meminimalkan dapak
lingkungan yang dihasilkan.
Swedia merupakan salah
satu negara maju dalam pengelolaan
sampah. Kemajuan dalam mengelolah
sampah tidak lepas dari peran
kebijakan pemerintah dan juga
budaya masyarakat yang peduli
dengan kondisi lingkungan. Berbagai
kebijakan dan program dilakukan
untuk menjaga kelestarian lingkungan
termasuk mengenai persoalan sampah.
Dalam data statistik Eurostat, jumlah
rata-rata sampah yang menjadi limbah
di negara-negara Eropa sebesar 38
persen. Saat ini Swedia berhasil
menekan angka tersebut menjadi
hanya satu persen saja. Manajemen
sampah terprogram dengan baik,
sebagian besar sampah yang berasal
dari rumah tangga dapat didaur ulang
atau digunakan kembali. Sedangkan
untuk sampah yang tidak dapat
digunakan kembali, pemerintah
setempat mengatasinya dengan
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
program Waste-to-Energy. Program
ini memiliki tujuan utama yaitu untuk
mengubah sampah menjadi energi
panas dan listrik, kemudian energi
tersebut disalurkan kepada gedung
perkantoran dan perumahan warga
melalui pipa penghubung.
Di Indonesia sendiri konsep
green consumer merupakan suatu
hal yang baru. Sehingga tidak heran
jika masyarakat belum secara penuh
menerapkan konsep green consumer.
Beberapa orang tidak mengerti apa
yang menjadi alasan utama mengapa
harus melakukan hal tersebut. Namun
pada akhir-akhir ini masyarakat mulai
memperbincangkan mengenai apa itu
green consumer. Pemicu utamanya
adalah kebijakan pemerintah
Indonesia dalam Surat Edaran
Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Direktorat Jenderal
Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Bahan Berbahaya dan Beracun
Nomor: S.1230/PSLB3-PS/2016
tentang Harga dan Mekanisme
Penerapan Kantong Plastik Berbayar.
Dalam surat edaran tersebut, minimal
harga satu kantong plastik adalah
Rp 200,-. Konsep green consumer
di Indonesia hangat dibicarakan dan
masih jarang dipelajari.
TUJUAN PEMBAHASAN
Tujuan dari kajian konseptual
51
ini adalah, untuk mengetahui faktor
motivasi yang melatar belakangi
perilaku green consumer di beberapa
negara di dunia, secara khusus
mengetahui faktor estrinsik dan
instrisik sehingga dapat menjadi
acuan bagi banyak pihak.
LANDASAN TEORI
Green Marketing
Green marketing menurut
American Marketing Association
(AMA) dalam Situmorang
(2011) adalah pemasaran produk
yang dianggap aman lingkungan,
dengan demikian pemasaran ramah
lingkungan menggabungkan berbagai
kegiatan, termasuk modifikasi
produk, perubahan proses produksi,
perubahan kemasan, serta modifikasi
iklan. Charter dalam Rudi (2009)
menambahkan bahwa green marketing
merupakan aktivitas holistik, tanggung
jawab strategi proses manajemen yang
mengidentifikasi, mengantisipasi,
memuaskan dan memenuhi
kebutuhan kebutuhan stakeholders
untuk memberi penghargaan yang
wajar, yang tidak menimbulkan
kerugian kepada manusia atau
kesehatan lingkungan yaitu proses
dalam pertanggungjawaban untuk
mengidentifikasi, mengantisipasi,
dan kepuasan konsumen serta sosial
pada cara yang menguntungkan dan
berkelanjutan.
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
Green Product
Mishra dan Sharma (2010)
m e n g e m u k a k a n b a h w a g re e n
product atau produk hijau juga dapat
didasarkan pada apakah mereka
tumbuh secara alami, apakah ada
penggunaan bahan-bahan alami,
apakah ada penggunaan bahan kimia
disetujui, apakah pengujian hewan
dilakukan dan apakah produk tidak
mencemari lingkungan.
Makower, Elkington, dan
Hailes (1993) berpendapat bahwa
ada beberapa kriteria yang dapat
digunakan dalam menetukan suatu
produk dapat dikatakan ramah
atau tidak terhadap lingkungan
diantaranya:
• Tingkat bahaya produk bagi
kesehatan manusia atau
hewan.
• Seberapa besar suatu produk
dapat menyebabkan kerusakan
bagi lingkungan, mulai dari
proses produksi di pabrik,
pada saat digunakan, sampai
dibuang.
• Tingkat penggunaan energi
dan sumber daya yang tidak
proporsional
• Seberapa banyak produk
menyebabkan limbah
yang tidak berguna ketika
kemasannya berlebih atau
untuk suatu penggunaan yang
52
singkat.
• S e b e r a p a b e s a r p r o d u k
melibatkan kekejaman
terhadap binatang.
• Seberapa banyak penggunaan
material yang berasal dari
spesies atau lingkungan yang
terancam.
Green Consumer
Laroche, et al. (2001) dalam
Keles dan Bekimbetova (2013:46)
berpendapat bahwa green consumer
adalah konsumen yang memiliki
kemauan membayar lebih tinggi
untuk produk-produk yang ramah
lingkungan, sehingga tercipta peluang
lebih besar bagi perusahaan maupun
pemerintah untuk menghasilkan
produk-produk ramah lingkungan.
Šèypa (2006) menambahkan
bahwa green consumer adalah
konsumen yang membeli produk
ramah lingkungan dan secara aktif
peduli dengan masalah-masalah
lingkungan serta solusi bagi konsumen.
Peattie (1998) berpendapat bahwa
konsumen dengan pengetahuan lebih
terhadap lingkungannya cenderung
memiliki motivasi untuk melakukan
pembelian green product atau produk
hijau.
Pro Environmental Behavior
Pro environmental behaviour
adalah perilaku secara sadar berusaha
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
untuk meminimalkan dampak negatif
dari tindakan seseorang pada alam atau
lingkungan (Kollmuss and Agyeman,
2002). Perilaku pro-lingkungan pada
sebagian besar diwujudkan dalam
bentuk usaha untuk meminimalkan
penggunaan dan konsumsi terhadap
zat-zat berracun, sumber daya dan
energi serta mengurangi produksi
sampah yang dihasilkan. Ali, Khan
dan Ahmed (2011) menyatakan
bahwa meskipun banyak orang
telah menyadari dan menunjukkan
keprihatinan terhadap isu-isu
lingkungan, namun itu tidak semua
orang selalu mencerminkan perilaku
pro-lingkungan. Kim dan Choi
(2005) dalam Kaufmann, Panni dan
Orphanidou (2012), mengidentifikasi
bahwa terdapat tiga faktor yang
dapat mempengaruhi perilaku prolingkungan konsumen. Ketiga
faktor tersebut adalah kolektivisme,
kepedulian lingkungan dan efektivitas
yang dirasakan oleh konsumen.
Motivasi
Menurut Uno (2006) motivasi
adalah proses psikologis yang
menjelaskan perilaku seseorang,
motivasi merupakan kekuatan
yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu demi mencapai
tujuan. Kekuatan ini pada dasarnya
dirangsang oleh berbagai macam
kebutuhan, seperti: keinginan yang
53
ingin dipenuhinya, tingkah laku,
tujuan, dan umpan balik. Solomon &
Rabolt (2009) juga berpendapat bahwa
motivasi mengacu pada proses yang
menyebabkan seseorang berperilaku
sesuai dengan apa yang mereka
inginkan. Hal ini terjadi ketika ada
kebutuhan yang ingin dipenuhi atau
dipuaskan oleh individu tersebut,
dan ketika kebutuhan tersebut telah
berhasil dipenuhi maka individu akan
mencoba untuk mengurangi atau
bahkan menghilangkan kebutuhan
tersebut.
Sedangkan Herzberg (1966)
dalam Hariyanti (2011), ada dua jenis
faktor yang mendorong seseorang
untuk berusaha mencapai kepuasan dan
menjauhkan diri dari ketidakpuasan.
Dua faktor tersebut adalah faktor
higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor
motivator (faktor intrinsik).
Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik adalah
motivasi yang timbul dari dalam
individu itu sendiri tanpa adanya
pengaruh dari luar individu tersebut,
karena dari dalam setiap diri individu
sudah ada dorongan untuk melakukan
suatu perbuatan. Motivasi intrinsik
umumnya timbul karena adanya
suatu kesadaran untuk melakukan
perbuatan.
Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap motivasi
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
intrinsik yaitu :
•Kebutuhan
Adanya kebutuhan merupakan
salah satu alasan yang mendasari
seseorang melakukan suatu
perbuatan. Sebagai contoh, adanya
kebutuhan untuk mendapatkan
suasana lingkungan yang bersih,
nyaman dan terbebas dari masalah
sampah akan mendorong ibu
rumah tangga untuk mengurangi
konsumsinya terhadap barangbarang yang bisa menghasilkan
sampah dan mengganggu
kelestarian lingkungan.
•Harapan
Adanya harapan dapat lebih
memacu keinginan seseorang
untuk melakukan tindakan
sesuai tujuan yang ingin dicapai.
Misalnya, kepala desa memiliki
harapan untuk menciptakan
program desa hijau, akan
termotivasi untuk memberikan
sosialisasi yang aktif kepada
seluruh warga terkait dengan
program tersebut agar harapan
yang dimiliki dapat terealisasikan.
•Minat
Seseorang yang pada dasarnya
sudah memiliki minat yang tinggi
terhadap sesuatu akan secara
langsung mendorongnya untuk
melakukan kegiatan tersebut
tanpa paksaan dari siapapun.
Sebagai contoh, seseorang
54
yang memiliki minat yang
tinggi terhadap kegiatan yang
berhubungan dengan pelestarian
lingkungan akan termotivasi
dengan sendirinya untuk
melakukan aktivitas-aktivitas
yang bersifat pro lingkungan
Motivasi ekstrinsik
Menurut Durmaz &
Diyarbakýrlýoðlu (2011) yang
merupakan contoh dari motivasi
ekstrinsik dapat berupa kedudukan,
hukuman, uang, paksaan dan
ancaman. Sedangkan Djamarah
(2002) menyatakan bahwa motivasi
ekstrinsik adalah kebalikan dari
motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik
merupakan dorongan terhadap
perilaku seseorang yang ada diluar
perbuatan yang dilakukannya.
Motivasi ini timbul karena adanya
perangsang atau pengaruh dari luar
yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu
Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap motivasi ekstrinsik yaitu :
• Dorongan Keluarga
Motivasi seseorang dapat
dipengaruhi oleh faktor yang
berasal dari luar dirinya, termasuk
keluarga. Dalam konteks ini,
keluarga dapat berperan menjadi
motivator bagi anggota keluarga
yang lainnya, seperti misalnya
suami yang menjadi motivator
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
bagi istri. Wujud dorongan dari
keluarga ini juga dapat dilakukan
dengan memberikan semangat,
menciptakan situasi yang kondusif
untuk mendukung kegiatan yang
dilakukan atau bahkan bersifat
kooperatif untuk mencapai tujuan
tersebut. Adanya dorongan
yang besar dari keluarga akan
semakin meningkatkan motivasi
yang dimiliki seseorang untuk
melakukan sesuatu.
•Lingkungan
Lingkungan merupakan
salah satu bagian terpenting
dan mendasar bagi kehidupan
manusia. Lingkungan merupakan
tempat bagi seseorang untuk
hidup dan melakukan interaksi
dengan individu yang lainnya,
sehingga lingkungan juga dapat
berperan dalam membentuk
karakter dan tindakan yang
dilakukan oleh seseorang. Faktor
lingkungan berkaitan dengan
banyak hal seperti masyarakat,
lingkungan sekolah, tetangga
sekitar, lingkungan pekerjaan,
dan lingkungan lainnya. Oleh
karena itu pengaruh lingkungan
merupakan salah satu faktor
besar yang dapat mempengaruhi
seseorang dalam berperilaku.
Lingkungan yang baik dapat
mempengaruhi dan mendorong
seseorang untuk melakukan
55
perbuatan seperti yang dilakukan
oleh lingkungan sekitarnya, dan
begitu pula sebaliknya.
• Adanya imbalan
Menurut De Young (1986)
adanya imbalan terutama
yang berhubungan dengan
uang terkadang dapat sangat
mempengaruhi motivasi seseorang
dalam melakukan kegiatan
daur ulang. Sebagai contoh,
masyarakat di suatu lingkungan
akan rajin membersihkan sampahsampah yang dimiliki untuk
memenangkan dan mendapatkan
hadiah dari lomba kebersihan
yang diadakan di daerah mereka.
Selanjutnya, apabila imbalan telah
didapatkan, kegiatan tersebut
juga akan berhenti dilakukan.
Sehingga pemberian imbalan juga
sangat menentukan partisipasi
dan motivasi seseorang dalam
mengelola sampah.
Keputusan Beli
Kotler dan Amstrong
(2008:181), mendefinisikan keputusan
pembelian konsumen adalah membeli
merek yang paling disukai dari
berbagai alternatif yang ada, tetapi
dua faktor bisa berada diantara niat
pembelian dan keputusan pembelian.
Faktor pertama ialah sikap orang lain,
sedangka faktor yang kedua adalah
faktor situasional. Oleh karena itu,
preferensi dan niat pembelian tidak
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
selalu menghasilkan pembelian yang
aktual.
Dalam proses keputusan
pembelian Kotler dan Armstrong
(2008:179) menyebutkan ada
beberapa urutan kejadian yaitu:
• Pengenalan masalah, yaitu
konsumen menyadari akan adanya
kebutuhan. Konsumen menyadari
adanya perbedaan antara kondisi
sesungguhnya dengan kondisi
yang di harapkan.
• K e m u d i a n P e n c a r i a n
informasi, yaitu konsumen
ingin mencari lebih banyak
konsumen yang mungkin hanya
memperbesar perhatian atau
melakukan pencarian informasi
secara aktif.
• B e r i k u t n y a e v a l u a s i
alternatif, yaitu mempelajari dan
mengevaluasi alternatif yang
diperoleh melalui pencarian
informasi untuk mendapatkan
alternatif pilihan terbaik yang
akan digunakan untuk melakukan
keputusan pembelian.
• Keputusan membeli, yaitu
melakukan keputusan untuk
melakukan pembelian yang telah
diperoleh dari evaluasi alternatif
terhadap merek yang akan dipilih.
• T erakhir adalah perilaku
sesudah pembelian, yaitu keadaan
dimana sesudah pembelian
terhadap suatu produk atau jasa
56
maka konsumen akan mengalami
beberapa tingkat kepuasan atau
ketidakpuasan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Munculnya kesadaran
masyarakat mengenai pola hidup sehat
dan peduli lingkungan membuat tren
green consumer menjadi perhatian
saat ini. Hal tersebut terbukti dengan
penerapan konsep green consumer
pada beberapa negara di dunia.
Contoh negara pertama adalah di
beberapa negara di Malaysia. Di
negara Malaysia dilakukan kampanye
secara masal oleh sektor korporasi
u n t u k m e m p r o m o s i k a n g re e n
lifestyle. Kampanye tersebut memiliki
tujuan untuk mendorong masyarakat
agar mengurangi ketergantungan
pada penggunaan kantong plastik.
Beberapa supermarket seperti
Carrefour dan Jusco pada hari Sabtu
mengadakan kegiatan kampanye “No
Plastic Bag Day”. Melalui program
tersebut, pihak supermarket berharap
agar mengajak pelanggan untuk
membawa tas belanja sendiri untuk
membawa pembelian mereka, atau
pelanggan harus rela untuk membayar
biaya tambahan sebesar 20 sen jika
memutuskan untuk menggunakan
kantong plastik supermarket.
Penelitian yang dilakukan
oleh Yen-Nee Goh & Nabsiah Abdul
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
Wahid (2015) mendapatkan data
bahwa di negara Malaysia, ada
beberapa faktor ekstrinsik dan faktor
intrinsik yang membentuk motivasi
masyarakat menjadi green consumer.
Faktor ekstrinsik terdiri atas orientasi
nilai oleh konsumen, pengaruh
budaya yang ada di masyarakat.
Sedangkan untuk faktor intrinsik
meliputi kesadaran masyarakat
mengenai permasalahan lingkunan
dan pengetahu masyarakat dalam
menyikapinya. Faktor lain yang
turut dalam memotivasi masyarakat
dalam menerapkan green consumer
adalah faktor demografi. Menurut
penelitian yang dilakukan usia dan
gender dapat berpengaruh terhadap
motivasi. Seperti yang ditunjukkan
pada Sinnappan dan Abdul Rahman
(2011) di mana mereka menemukan
bahwa kelompok usia 20 tahun
kebawah memainkan peranan yang
lebih berpengaruh dibandingkan
dengan kelompok usia lainnya yaitu
21 tahun hingga 40 tahun ke atas dalam
perilaku pembelian green product.
Dalam penelitian lain yang dilakukan
di Lembah Klang, Malaysia, oleh
Rezai, Mohamed dan Shamsudin
(2011) menemukan bahwa wanita
lebih mungkin untuk membeli green
product seperti makanan organik
daripada kaum pria.
Setiap masyarakat di suatu
negara tentunya memiliki alasan dan
57
motivasi tersendiri untuk menjadi
green consumer. Penelitian yang
dilakukan oleh Christoper Gan et al
(2008) tentang masyarakat Selandi
Baru diketahui bahwa faktor intrinsik
masyarakat menerapkan green
consumer karena kesadaran mengenai
lingkungan. Selain itu diketahui
bahwa masyarakat yang berstatus
sudah menikah lebih cenderung untuk
membeli green product karena, pada
golongan tersebut lebih sadar dan
peduli dengan masalah kesehatan.
Kemudian faktor instrinsik juga
turut mempengaruhi pembelian
green product seperti atribut produk
meliputi harga, kualitas, dan merek.
Dalam penelitiannya disebutkan
bahwa atribut produk berfungsi untuk
membedakan dan mengenali bahwa
produk tersebut adalah green product,
bahkan penggunaan ecolabeling turut
berpengaruh.
Tidak jauh berbeda, Hoàng
Vãn H£i dan NguyÅn Phýõng Ma
(2013) melakukan penelitian pada
masyarakat Vietnam dan diperoleh
fakta bahwa, masyarakat yang
memiliki pengetahuan mengenai
green product akan cenderung
menjadi green consumer. Dengan kata
lain, faktor ekstrinsik yaitu atribut
produk (kemasan, label, merek)
dapat memberikan informasi kepada
konsumen sehingga menimbulkan
keinginan untuk membeli atau
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
mengkonsumsi green product.
Atribut produk memiliki peran yang
sangat penting karena, atribut produk
dapat mempengaruhi pilihan produk
konsumen dan membantu konsumen
untuk memperoleh produk kebutuhan,
keinginan dan tuntutan mereka.
Dalam green marketing salah satu
cara untuk membantu konsumen
dalam mengidentifikasi green product
adalah menggunakan eco-labeling
(label hijau), label tersebut hanya
dikhususkan untuk green product
saja. Sehingga konsumen dapat
dengan mudah memperoleh informasi
apakah produk tersebut green product
atau tidak.
Faktor lain yang menentukan
adalah tingkat pendidikan. Masyarakat
dengan tinggkat pendidikan yang
berbeda memiliki niat atau motivasi
yang berbeda dalam membeli green
product. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka, tingga
pegetahuan terhadap green consumer
akan semakin tinggi. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Hoàng Vãn
H£i dan NguyÅn Phýõng Ma (2013)
diketahui bahwa 66,7% lulusan
sarjana memiliki minat yang
besar untuk mengkonsumsi green
product. Sedangkan 55% masyarakat
dengan lulusan sekolah menengah
pertama tidak terlalu berminat untuk
mengkonsumsi green product.
Pada penelitian berikutnya
58
yang dilakukan Mark,Ng & Monica
Law (2015) memiliki kesamaan
dengan temuan studi penelitian
sebelumnya, sehingga mendukung
validasi dan penggunaan teori perilaku
green consumer behavior (Dagher dan
Itani 2014, Lee, 2008). Penelitian yang
dilakukan di Hongkong menghasilkan
fakta bahwa peningkatan kepedulian
lingkungan dan sikap menjaga
lingkungan menyebabkan niat beli
terhadap produk ramah lingkungan
menjadi tinggi. Konsumen dapat
secara emosional terlibat dalam isuisu lingkungan, sehingga membuat
masyarakat bersedia membayar lebih
untuk energi yang dapat diperbarui.
Akan tetapi untuk memotivasi
konsumen membayar harga lebih
untuk produk ramah lingkungan,
pemasar harus mendapatkan
emosional masyarakat tentang masalah
lingkungan tertentu. Masyarakat
dengan kepedulian tinggi terhadap
permasalahan lingkungan, cenderung
memiliki sikap lebih positif terhadap
produk ramah lingkungan sehingga
akan menjadi green consumer. Dalam
hal ini komunikasi pemasaran harus
memberikan informasi lebih mengenai
lingkungan kepada masyarakat
serta bagaimana konsumsi produk
dapat berkontribusi untuk perbaikan
lingkungan (Frankel, 1994). Melalui
penilitian ini maka dapat diketahui
bahwa, faktor ekstrinsik yaitu iklan
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
serta kampanye perilaku go green
serta kondisi lingkungan, dapat
berpengaruh besar terhadap faktor
intrinsik. Faktor intrinsik yang
dimaksud adalah kesadaran konsumen
untuk menerapkan green behavior.
Ketika masyarakat termotivasi untuk
menereapkan green behavior maka
masyarakat akan menjadi green
consumer.
Muntaha Anvar & Marike
Venter (2014) melakukan penelitian
di Afrika Selatan tentang faktor yang
mempengaruhi masyarakat dalam
memutuskan untuk menerapkan
perlikau green consumer. Dalam
penelitiannya ditemukan bahwa ada
tiga faktor kunci yang sangat berperan
dalam mempengaruhi perilaku
masyarakat yaitu, pengaruh sosial,
kesadaran mengenai lingkungan,
dan harga. Penelitian ini mendukung
penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Han et al. (2010)
dan Grob (1995), Mostafa (2007)
dan Bush et al. (2001), Oliver et al.
(2011) dan Laroche et al. (2001).
Dari penelitian yang dilakukan
pada masyarakat di Afrika Selatan
lingkunagn sosial dan harga termasuk
dalam faktor ekstrinsik. Sedangkan
tingkat kesadaran seseorang terhadap
kondisi lingkungan merupakan faktor
intrinsik.
Lingkungan sosial sangat
berpengaruh terhadap motivasi
59
masyarakat untuk terdorong
menjadi green consumer. Melalui
lingkungan setiap individu dapat
berinteraksi dan bertukar informasi
dengan individu lainnya, sehingga
dengan berinteraksi masyarakat
dapat medorong atau menarik orang
lain menjadi lebih peduli untuk
menerapkan perilaku green consumer.
Banyak penelitian tentang green
consumer juga menyebutkan bahwa
kesadaran mengenai lingkungan
sangat berpengaruh dalam memotivasi
sesorang, pernyataan tersebut juga
dibenarkan dalam penelitian Muntaha
Anvar & Marike Venter (2014).
Semakin tinggi kesadaran seseorang
mengenai kondisi lingkungan maka
semkin tinggi pula keinginan seseorang
untuk menjadi green consumer.
Sebaliknya masyarakat yang tidak
memiliki kesadaran terhadap
kelestarian lingkungan tentu tidak
memiliki motivasi untuk menerapkan
perilaku green consumer. Sehingga
sangat penting untuk menyadarkan
masyarakat akan kepedulian
lingkungan, agar masyarakat tergerak
untuk menerapkan perilaku green
consumer.
Faktor ketiga yang ditemukan
pada masyarakat Afrika Selatan adalah
harga. Harga dapat menjadi penentu
bagi masyarakat untuk mengkonsumsi
green product atau tidak. Green
product memiliki kecenderungan
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
harga yang relatif lebih mahal jika
dibandingkan dengan produk biasa.
Masyarakat dengan kelas sosial
menengah atas memiliki keinginan
untuk menggunakan green product,
sedangkan masyarakat dengan
kelas sosial menengah bawah tidak
termotivasi untuk menggunakan
green product. Akan lebih baik jika
harga untuk green product lebih
terjangkau agar masyarakat dari
segala kelas sosial dapat termotivasi
untuk beralih pada green product.
Tindakan menggunakan green
product adalah bagian dari perilaku
green consumer.
Selain dari faktor tersebut,
masih ada fakor lain yang
menentukan motivasi masyarakat
untuk menerapkan perilaku green
consumer yaitu, gender. Perbedaan
yang signifikan terjadi antara gender
dan sikap atau perilaku pembelian.
Mostafa (2007) dan Gatersleben et
al. (2002) berpendapat bahwa pria
dan wanita memiliki perbedaan dalam
sikap dan perilaku terhadap green
product. Pria cenderung kurang peduli
dengan hal tersebut jika dibandingkan
dengan konsumen wanita. Oleh
karena itu pemasar menargetkan
strategi harus ditingkatkan untuk
meningkatkan kinerja pembelian
mereka. Konsumen pria kurang peduli
tentang permasalahan lingkungan,
oleh karena itu dibutuhkan upaya
60
ekstra dalam mempengaruhi sikap
konsumen. Hubungan antara sikap dan
perilaku menunjukkan hasil positif,
yang menjelaskan bahwa sikap yang
lebih positif individu terhadap produk
hijau, semakin besar kemungkinan
bahwa mereka akan membeli produk
hijau. Oleh karena itu pemasar harus
mempertimbangkan kebutuhan dan
harapan individu dan memotivasi
konsumen untuk menciptakan sikap
positif yang akan menghasilkan
perilaku pembelian hijau.
Berdasarkan penelitian
faktor-faktor yang mempengaruhi
masyarakat dalam perilaku green
consumer terbagi atas 2 faktor yaitu
faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.
Faktor ekstrinsik dalam hal ini
misalnya, adanya peran komunikasi
pesamasaran berupa sosialisasi atau
kampanye mengenai permasalahan
lingkungan, penawaran produk ramah
lingkungan yang menarik. Kegiatan
tersebut berperan dalam memberikan
pemahaman dan pengetahuan kepada
masyarakat pentingnya menerapkan
green consumer. Sedangkan pada
faktor intrinsik misalnya kesadaran
masyarakat tentang pentingnya
menjaga kesehatan, munculnya
kesadaran bahwa perlu untuk menjaga
kelestarian lingkungan. Oleh karena
itu penting bagi seorang tenaga
pemasar maupun perusahaan untuk
memperhatikan faktor estrinsik dan
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
intrinsik yang membentuk masyarakat
menjadi green consumer.
Hubungan faktor ekstrinsik
dan intrinsik yang mempengaruhi
keputusan beli oleh konsumen.
Setelah mengetahui mengenai konsep
green consumer behavior serta
implementasinya di beberapa negara
di dunia, faktor-faktor tersebut dapat
menjadi perhatian bagi produsen di
Indonesia. Produsen di Indonesia
tidak hanya fokus pada green product
saja, tetapi juga harus memperhatikan
bagaimana mengkomunikasikan
produknya kepada konsumen dengan
tepat. Selain itu, faktor-faktor tersebut
dapat menjadi bahan pertimbangan
bagi produsen dalam menjalan sebuah
bisnis untuk memperhatikan perilaku
masyarakat yang mulai menerapkan
green consumer. Sehingga untuk
selanjutnya dapat menjadi peluang
usaha yang cemerlang, dan dapat
memasuki pasar gren consumer.
Cleveland et al (2012)
menyatakan bahwa perlu adanya
implikasi praktis oleh pemasar dan
pembuat kebijakan publik untuk
mempromosikan perilaku peduli
lingkungan. Hal tersebut bertujuan
untuk meningkatkan jumlah dan
sejauh mana konsumen terlibat
dalam perilaku peduli lingkungan.
Peningkatkan kesadaran peduli
lingkungan tidak hanya pada sikap
individu lsaja, namun menyadarkan
61
masyarakat tentang tanggung jawab
untuk aksi nyata dan kemampuan
berkontribusi terhadap perlindungan
lingkungan. Kampanye pemasaran
sosial dari para pembuat kebijakan
seharusnya tidak hanya menekankan
pada tanggung jawab perlindungan
lingkungan saja, tetapi juga membuat
individu menyadari kemampuan
mereka untuk membuat perbedaan
atas hasil lingkungan, yang dapat
mendorong lebih banyak orang
untuk terlibat dalam perilaku peduli
lingkungan (Allen dan Ferrand, 1999).
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan
mengenai motivasi masyarakat
dalam menerapkan perilaku green
consumer, maka kesimpulan yang
dapat diperoleh adalah:
• Di dalam konsep perilaku
green consumer, banyak motivasi
yang dapat mempengaruhi.
Motivasi masyarakat terhadap
perilaku green consumer di
beberapa negara tidak semuanya
sama, tetapi juga ada beberapa
kesamaan.
• Jenis motivasi tersebut terbagi
atas 2 jenis yaitu faktor ekstrinsik
dan faktor intrinsik. Faktor
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
ekstrinsik meliputi daya tarik dari
luar yang membuat konsumen
ingin membeli, sedangkan faktor
intrinsik adalah daya dorong dari
dalam konsumen untuk ingin
membeli.
• Beberapa negara menunjukan
bahwa pemahaman lebih
mengenai lingkungan dan green
product merupakan faktor yang
penting.
• Faktor ekstrinsik dari konsep
green consumer ini adalah
komunikasi berupa iklan atau
kampanye yang dilakukan oleh
pemasaran maupun perusahaan
untuk menyadarkan masyarakat
mengenai peduli lingkungan.
• Selain itu adanya kesadaran
masyarakat mengenai pentingnya
menjaga kesehatan. Kemudian
pada faktor intrisik adanya
kesadaran dalam diri konsumen
untuk melakukan pola hidup yang
sehat dan menjaga kelestarian
lingkungan.
• Faktor ekstrinsik dan faktor
instrinsik dapat saling berhubungan
untuk mempengaruhi masyarakat
menerapkan perilaku green
consumer.
• Sebaiknya bagi pelaku usaha
ataupun pemerintah dalam
menetapkan harga untuk green
product tidak cenderung mahal,
agar masyarakat dari segala kelas
62
sosial tertarik untuk beralih pada
green product.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A., Khan, Ali, & Ahmed, I. 2011.
Determinants Of Pakistani
Consumers, Green Purchase
Behavior: Some Insights
from a Developing Country.
International Journal of
Business and Social Science,
Vol. 2(3).
Allen, J. B. and Ferrand, J. L.1999.
“Environmental Locus of
Control, Sympathy, and
Proenvironmental Behavior:
A Test of Geller’s Actively
Caring Hypothesis”,
Environment and Behavior,
31(3), 338-353.
Anvar, M. & Venter, M. 2014. Attitudes
and Purchase Behaviour
of Green Products among
Generation Y Consumers in
South Africa. Mediterranean
Journal of Social Sciences
MCSER Publishing, RomeItaly ,5(21), 2039-2117.
Bush, A. J., Martin, C. A. & Clark,
P. W. 2001. The Effect of
Role Model Influence on
Adolescents’ Materialism
and Marketplace Knowledge.
Journal of Marketing Theory
and Practice, 9(4): 27-36
Cleveland, M., Kalamas, M. and
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
Laroche, M.2012. “”It’s not
easy being green”: Exploring
green creeds, green deeds,
and internal environmental
locus of control”, Psychology
& Marketing, 29(5),293-305.
Dagher, G. K. and Itani, O. 2014.
“Factors influencing green
purchasing behaviour:
Empirical evidence from the
Lebanese consumers”. Journal
of Consumer Behaviour,
13(3), 188-195
D e Yo u n g , R . 1 9 8 6 . S o m e
psychological aspects of
recycling: The structure of
conservation satisfactions.
Environment and Behavior,
18, 435-449.
Djamarah. (2002). Teori Motivasi,
edisi 2. Jakarta : PT. Bumi
Aksara
Durmaz, Yakup and Diyarbakýrlýoðlu,
Ibrahim. 2011. A Theoritical
Approach to the Strengh of
Motivation in Consumer
Behavior. Global Journal of
Human Social Science. Vol
11.
Frankel, C.1994.”The green-person’s
guide to credibility”. The
Public Relations Journal,
50(1)
Gan, C., Wee, H., Ozanne, L.,
Kao, T. 2008. Consumers’
purchasing behavior towards
63
green products in New
Zealand, Journal of Innovative
Marketing, 4.
Goh, Yen-Nee & Wahid, N. 2015. A
Review on Green Purchase
Behaviour Trend of Malaysian
Consumers. Journal of Asian
Social Science 11(2)1 9112025
Grob, A. (1995). A Structural Model
Of Environmental Attitudes
And Behaviour. Journal of
Environmental Psychology,
15, 209-220.
H£i, Hoàng Vãn & Mai, NguyÅn
Phýõng. 2013. Environmental
Awareness and Attitude of
Vi e t n a m e s e C o n s u m e r s
Towards Green Purchasing .
VNU Journal of Economics
and Business, 29(2), 29-141
129.
Han, H., Hsu, L. & Sheu, C. 2010.
Application of the Theory
of Planned Behavior to
green hotel choice: Testing
the effect of environmental
friendly activities. Tourism
Management, 31,325–334.
Hariyanti. 2011. Teori-Teori Motivasi
Komtemporer Dalam
Manajemen.
Kaufmann, H.R., Panni, M.F.A.K.,
& O r p h a n i d o u , Y. 2 0 1 2 .
Factors Affecting Consumers
Green Purchasing Behavior:
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
An Integrated Conceptual
Framework, Amfiteatur
Economic Vol 14(31).
Keles, I., dan Bekimbetova, T. 2013.
Measuring Attitudes towards
‘Green’ Purchases: A Study
of University Students in
Kyrgyzstan. Universal Journal
of Industrial and Business
Management 1 (2), 46-49.
Kollmuss, A., dan Agyeman, J.A.
2002. Mind the Gap: Why Do
People Act Environmentally
and What Are The Barriers to
Pro-Environmental Behavior?
Environmental Education
Research, 8(3):239-260.
Kotler, Philip dan Gary Amstrong.
2008. Prinsip-Prinsip
Pemasaran. Jilid 1. edisi
Keduabelas. Erlangga:
Jakarta.
Kotler, Philip dan keller, Kevin
Lane.2010. Manajemen
Pemasaran. Jilid 1. Edisi
ketigabelas. Erlangga:Jakarta.
Lee, K. 2008. “Opportunities for green
marketing: young consumers”.
Marketing Intelligence &
Planning 26(6),573-586.
M a r k , N g & L a w, M . 2 0 1 5 .
Encouraging Green Purchase
Behaviours of Hong Kong
Consumers. Journal of Asian
Journal of Business Research
5(2), 1178-8933
64
Makower, J., Elkington, J., dan Hailes,
J. 1993. The Green Consumer:
Revised Edition (A Tilden
Press Book), Penguin Books,
New York.
Mishra, Pavan. & Sharma, Payal.
2010. Green marketing in
India : Emerging oportunities
and challenges. Journal of
Engineering, Science and
Management Education, 3:914.
Mostafa, M. M. 2007. Gender
differences in Egyptian
consumers’ green purchase
behaviour: the effects of
environmental knowledge,
concern and attitude.
International Journal of
Consumer Studies, 31: 220–
229.
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Volume 1.Editor
Richard E, dkk.Editor Edisi
Bahasa Indonesia A. Samik
W.Edisi 15. Jakarta: EGC
Purnama, J. 2014. Pengaruh Produk
Ramah Lingkungan, Atribut,
Merek Hijau, Iklan Peduli
Lingkungan dan Persepsi
Harga Premium Terhadap
Keputusan Pembelian Produk
ADMK. Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri
Yogyakarta.
Peattie, S. 1998. Promotional
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
Competitions as a Marketing
Tool in Food Retailing.
British Food Journal 100(6),
286–294.
Oliver, H., Volschenk, J. & Smit,
E . 2 0 11 . R e s i d e n t i a l
consumers in the Cape
Peninsula’s willingness to
pay for premium priced green
electricity. Energy Policy, 39:
544–550
Rezai, G., Mohamed, Z., & Shamsudin,
M. N. 2011. Malaysian
consumer ’s perception
towards purchasing
organically produces
vegetable. Proceedings
of the 2nd International
Conference on Business and
Economics Research (pp.
1774-1783). Malaysia
Rudi Haryadi. 2009. Pengaruh
Strategi Green marketing
terhadap Pilihan Konsumen
melalui Pendekatan marketing
Mix, Tesis pada Program
Pascasarjana Universitas
Dipenogoro.
Saleh. 2003. Hierarki Kebutuhan
Manusia menurut Abraham
Maslow. Aplikasi terhadap
klasifikasi Mad’u dalam
proses Dakwah Vol. 7 (7):
57-74.
65
Schubert, F. 2008. Exploring and
p r e d i c t i n g c o n s u m e r ’s
attitudes and behaviors
towards green restaurants.
Published Thesis, The Ohio
State University, Amerika
Serikat
Sinnappan, P., & Abdul Rahman,
A. 2011. Antecedents of
green purchasing behaviour
among Malaysian consumers.
International Business
Management, 5(3), 129-139.
http://dx.doi.org/10.3923/
ibm.2011.129.139
Situmorang. 2011. Pemasaran Hijau
Ya n g S e m a k i n M e n j a d i
Kebutuhan Dalam Dunia
Bisnis.
Solomon, M.R. & Rabolt, N. 2009.
Consumer Behavior in
Fashion, 2nd Edition. USA:
Prentice Hall
Suki, N.M. 2013. Green Awarness
Effects On Consumers
Purchasing Decision: Some
Insights From Malaysia.
IJAPS 9(2).
Šèypa, P. 2006. Lingkungan pemasaran
dan povedenie potrebitelskoe/
Russian Markets. Ekonomi
dan Manajemen: Current
Issues and Perspectives, 2
(7), 156-159.
Uno, H. B. 2006. Teori Motivasi
dan Pengukurannya. Jakarta
TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016
: Bumi Aksara.
Tzschentke, N., Kirk, D. dan
L y n c h , P. A . ( 2 0 0 4 ) .
Reasons for going green in
serviced accommodation
establishments. International
Journal of Contemporary
Hospitality Management,
16(2), 116-124.
U N I C E F. 2 0 1 2 . h t t p : / / w w w.
unicef.org/indonesia/id/
UNICEF_An nual_Report_
(Ind)_130731.pdf [ 20 Maret
2016]
WHO. 2012. http://www.who.int/gho/
mortality_burden_disease/en/
[20 Maret 2016]
66
Download