TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 FAKTOR ESKTRINSIK DAN INTRINSIK YANG MEMPENGARUHI PERILAKU GREEN CONSUMER DI BEBERAPA NEGARA Melvina Priscilia Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ma Chung Abstract: Today, healthiness and environmental problem has became people’s attention around the world. The impact of damaged environment can seem clearly. Environmental problem is closely related to healthiness problem. Nowadays, some countries have done some efforts to reduce the environmental and healthiness problem. Recently, Green consumer behavior becomes a major focus because it can be the solutions to minimize environmental and healthiness problems. Most people begin to realize the behavior of environmental care and change their habit include usage habits of goods. The society begin to switch to consume green product as their efforts to minimalize negative impact of the consumption of products. Motivation have an important role to affected society’s behavior. Obviously, the society’s behavior in every country in green consumer behavior are different. That motivation then affect the purchasing deci sions for consumers. Obviously, creating the motivation of marketing’s role is an important thing. Keywords: Buying Decision Making; Evironment; Green Consumer; Motivation PENDAHULUAN Semakin berkembangnya perekonomian dan bisnis dunia turut berdampak besar pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu yang menjadi dampak perkembangan perkekonomian adalah lingkungan. Berkembangannya perekonomian dunia turut membuat pelaku bisnis 47 serta masyarakat untuk menggunakan sumber daya alam yang melebihi batas wajar. Kegiatan mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan serta tidak memperhatikan lingkungan akan berdampak besar terhadap kerusakan lingkungan. Pada saat ini perubahan kondisi TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 lingkungan dapat dirasakan dengan jelas. Perubahan kondisi lingkungan misalnya, musim yang semakin tidak menentu, meningkatnya suhu permukaan bumi, peningkatan tinggi permukaan air laut, dan permasalahan kesehatan. Jika permasalahan lingkungan tidak segera diatasi maka akan semakin memperburuk masalah yang ada. Permasalahan dapat timbul pada banyak aspek kehidupan misalnya, masalah kesehatan. Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi kesehatan, karena lingkungan yang tidak dijaga kebersihannya akan menimbulkan berbagai penyakit. Menurut UNICEF (2012) ada beberapa penyebab penyakit misalnya, air yang tidak bersih dapat menimbulkan bakteri 48 yang mengakibatkan diare. Selain itu, sampah yang menumpuk banyak akan mengundang lalat sehingga dapat menyebabkan penyakit tipus. Melihat kondisi saat ini, sangat diperulukan upaya dan langkah yang tepat untuk menyikapi permasalahan lingkungan. Jika persoalan lingkungan tidak teratasi dengan baik maka, tentunya juga akan berpengaruh terhadap menurunnya tingkat kesehatan masyarakat. Data yang diperoleh dari WHO (World Health Organization) pada tahun 2012 dilakukan penelitian dan diperoleh data bahwa terdapat 10 penyebab utama kematian di dunia. TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 Sumber lain menyatakan bahwa penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortabilitas pada anak di seluruh negara. Penelitian yang dilakukan oleh Nelson (2000) diketahui bahwa terdapat sekitar 1 billiun kasus kejadian sakit diare, dan 3 hingga 5 juta merupakan kasus kematian setiap tahunnya. Negara Amerika Serikat setiap tahunnya mendapat 20 hingga 25 juta kasus anak yang menderita diare. Dari kasus tersebut sekitar 400 sampai 500 anak tidak dapat tertolong sehingga menyebabkan kematian. Semakin banyak munculnya berbagai macam jenis penyakit hal tersebut menciptakan kesadaran dalam diri masyarakat. Masyarakat menjadi lebih sadar mengenai pentingnya menjaga kesehatan dan juga mempedulikan kelestarian lingkungan. Saat ini masyarakat mulai memperhatikan dampak lingkungan dalam kegiatan konsumsi suatu produk. Kelompok masyarakat yang melakukan kegiatan konsumsi dengan berwawasan ramah linkungan disebut dengan green consumer. Laroche, et al. (2001) dalam Keles dan Bekimbetova (2013:46) menjelaskan green consumer adalah konsumen yang memiliki keinginan untuk membayar lebih tinggi untuk produkproduk ramah lingkungan sehingga tercipta peluang lebih besar bagi 49 perusahaan maupun pemerintah untuk menghasilkan produk-produk ramah lingkungan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Savale et al., (2012) dalam Purnama, J. (2014) diketahui bahwa, konsumen memiliki kontribusi terhadap degradasi lingkungan dengan membeli atau menggunakan suatu produk yang berbahaya bagi lingkungan. Dari sisi lain, melihat bahwa terdapat perbedaan perilaku ekologi dan kebiasaan riil pembelian dalam keputusan pembelian konsumen. Hal tersebut terjadi karena adanya over claim terhadap “green claims”, kurangannya informasi maupun perilaku skeptis konsumen terhadap klaim hijau (Donaldson, 2005; Jain dan Kaur, 2006; Singh S.D, 2011 dalam Rawat dan Garga, 2012) dalam (Purnama, J. 2014). Green practice tidak dapat dipisahkan dari green consumer karena kedua hal tersebut saling berkaitan. Menurut Tzschentke (2004) green practice adalah tindakan untuk melindungi lingkungan dan produk yang dihasilkan minim pada kerusakan lingkungan. Sedangkan Schubert (2008)menyatakan ada 3 kelompok green practice yaitu green action, green food, and green donation. Green acrtion adalah efisiensi energi dan air, penggunaaan bahan-bahan ramah lingkungan, TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 daur ulang dan pencegahan polusi. Kemudian green food adalah bahan makanan lokal dan organik yang mendukung lingkungan untuk jangka panjang ke depan. Sedangkan definisi green donation adalah upaya untuk menyumbang dana, ikut serta dalam proyek komunitas, dan mengedukasi masyarakat tentang dampak kerusakan lingkungan dan cara penanggulangannya. Selain itu Kotler dan Keller (2010) berpendapat bahwa isu mengenai pelestarian lingkungan menjadi isu global terbesar sejak tahun 1900-an dengan berakhirnya persaingan biologi antar negara yang menghasilkan ilmuwan dengan penemuan-penemuan terbaik pada tahun 1800-an. Sesuai dengan pendapat Kotler dan Keller, tidak sedikit negara-negara di dunia yang masyarakatnya mulai menerapkan prinsip menjadi green consumer. Beberapa negara seperti Vietnam, Afrika Selatan, Swedia, Malaysia dan Selandia Baru sebagian besar masyarakatnya mengaplikasikan green consumer dalam kehidupan sehari-hari. Di negara Swedia sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah tentang pentingnya mempedulikan lingkungan juga terus dilakukan. Pemerintah juga memberi kebijakan kepada produsen harus bertanggung jawab penuh terhadap 50 sampah yang ditimbulkan, terutama pada perusahaan pengemasan, koran atau percetakan, produsen ban, mobil, alat-alat listrik dan elektronik. Para produsen selain menghasilkan suatu produk, juga perlu memikirkan bagaimana cara untuk mengolah sampah yang dihasilkan dari sisa penggunaan produknya. Serta menghimbau dalam menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan untuk meminimalkan dapak lingkungan yang dihasilkan. Swedia merupakan salah satu negara maju dalam pengelolaan sampah. Kemajuan dalam mengelolah sampah tidak lepas dari peran kebijakan pemerintah dan juga budaya masyarakat yang peduli dengan kondisi lingkungan. Berbagai kebijakan dan program dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan termasuk mengenai persoalan sampah. Dalam data statistik Eurostat, jumlah rata-rata sampah yang menjadi limbah di negara-negara Eropa sebesar 38 persen. Saat ini Swedia berhasil menekan angka tersebut menjadi hanya satu persen saja. Manajemen sampah terprogram dengan baik, sebagian besar sampah yang berasal dari rumah tangga dapat didaur ulang atau digunakan kembali. Sedangkan untuk sampah yang tidak dapat digunakan kembali, pemerintah setempat mengatasinya dengan TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 program Waste-to-Energy. Program ini memiliki tujuan utama yaitu untuk mengubah sampah menjadi energi panas dan listrik, kemudian energi tersebut disalurkan kepada gedung perkantoran dan perumahan warga melalui pipa penghubung. Di Indonesia sendiri konsep green consumer merupakan suatu hal yang baru. Sehingga tidak heran jika masyarakat belum secara penuh menerapkan konsep green consumer. Beberapa orang tidak mengerti apa yang menjadi alasan utama mengapa harus melakukan hal tersebut. Namun pada akhir-akhir ini masyarakat mulai memperbincangkan mengenai apa itu green consumer. Pemicu utamanya adalah kebijakan pemerintah Indonesia dalam Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun Nomor: S.1230/PSLB3-PS/2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar. Dalam surat edaran tersebut, minimal harga satu kantong plastik adalah Rp 200,-. Konsep green consumer di Indonesia hangat dibicarakan dan masih jarang dipelajari. TUJUAN PEMBAHASAN Tujuan dari kajian konseptual 51 ini adalah, untuk mengetahui faktor motivasi yang melatar belakangi perilaku green consumer di beberapa negara di dunia, secara khusus mengetahui faktor estrinsik dan instrisik sehingga dapat menjadi acuan bagi banyak pihak. LANDASAN TEORI Green Marketing Green marketing menurut American Marketing Association (AMA) dalam Situmorang (2011) adalah pemasaran produk yang dianggap aman lingkungan, dengan demikian pemasaran ramah lingkungan menggabungkan berbagai kegiatan, termasuk modifikasi produk, perubahan proses produksi, perubahan kemasan, serta modifikasi iklan. Charter dalam Rudi (2009) menambahkan bahwa green marketing merupakan aktivitas holistik, tanggung jawab strategi proses manajemen yang mengidentifikasi, mengantisipasi, memuaskan dan memenuhi kebutuhan kebutuhan stakeholders untuk memberi penghargaan yang wajar, yang tidak menimbulkan kerugian kepada manusia atau kesehatan lingkungan yaitu proses dalam pertanggungjawaban untuk mengidentifikasi, mengantisipasi, dan kepuasan konsumen serta sosial pada cara yang menguntungkan dan berkelanjutan. TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 Green Product Mishra dan Sharma (2010) m e n g e m u k a k a n b a h w a g re e n product atau produk hijau juga dapat didasarkan pada apakah mereka tumbuh secara alami, apakah ada penggunaan bahan-bahan alami, apakah ada penggunaan bahan kimia disetujui, apakah pengujian hewan dilakukan dan apakah produk tidak mencemari lingkungan. Makower, Elkington, dan Hailes (1993) berpendapat bahwa ada beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam menetukan suatu produk dapat dikatakan ramah atau tidak terhadap lingkungan diantaranya: • Tingkat bahaya produk bagi kesehatan manusia atau hewan. • Seberapa besar suatu produk dapat menyebabkan kerusakan bagi lingkungan, mulai dari proses produksi di pabrik, pada saat digunakan, sampai dibuang. • Tingkat penggunaan energi dan sumber daya yang tidak proporsional • Seberapa banyak produk menyebabkan limbah yang tidak berguna ketika kemasannya berlebih atau untuk suatu penggunaan yang 52 singkat. • S e b e r a p a b e s a r p r o d u k melibatkan kekejaman terhadap binatang. • Seberapa banyak penggunaan material yang berasal dari spesies atau lingkungan yang terancam. Green Consumer Laroche, et al. (2001) dalam Keles dan Bekimbetova (2013:46) berpendapat bahwa green consumer adalah konsumen yang memiliki kemauan membayar lebih tinggi untuk produk-produk yang ramah lingkungan, sehingga tercipta peluang lebih besar bagi perusahaan maupun pemerintah untuk menghasilkan produk-produk ramah lingkungan. Šèypa (2006) menambahkan bahwa green consumer adalah konsumen yang membeli produk ramah lingkungan dan secara aktif peduli dengan masalah-masalah lingkungan serta solusi bagi konsumen. Peattie (1998) berpendapat bahwa konsumen dengan pengetahuan lebih terhadap lingkungannya cenderung memiliki motivasi untuk melakukan pembelian green product atau produk hijau. Pro Environmental Behavior Pro environmental behaviour adalah perilaku secara sadar berusaha TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 untuk meminimalkan dampak negatif dari tindakan seseorang pada alam atau lingkungan (Kollmuss and Agyeman, 2002). Perilaku pro-lingkungan pada sebagian besar diwujudkan dalam bentuk usaha untuk meminimalkan penggunaan dan konsumsi terhadap zat-zat berracun, sumber daya dan energi serta mengurangi produksi sampah yang dihasilkan. Ali, Khan dan Ahmed (2011) menyatakan bahwa meskipun banyak orang telah menyadari dan menunjukkan keprihatinan terhadap isu-isu lingkungan, namun itu tidak semua orang selalu mencerminkan perilaku pro-lingkungan. Kim dan Choi (2005) dalam Kaufmann, Panni dan Orphanidou (2012), mengidentifikasi bahwa terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi perilaku prolingkungan konsumen. Ketiga faktor tersebut adalah kolektivisme, kepedulian lingkungan dan efektivitas yang dirasakan oleh konsumen. Motivasi Menurut Uno (2006) motivasi adalah proses psikologis yang menjelaskan perilaku seseorang, motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu demi mencapai tujuan. Kekuatan ini pada dasarnya dirangsang oleh berbagai macam kebutuhan, seperti: keinginan yang 53 ingin dipenuhinya, tingkah laku, tujuan, dan umpan balik. Solomon & Rabolt (2009) juga berpendapat bahwa motivasi mengacu pada proses yang menyebabkan seseorang berperilaku sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Hal ini terjadi ketika ada kebutuhan yang ingin dipenuhi atau dipuaskan oleh individu tersebut, dan ketika kebutuhan tersebut telah berhasil dipenuhi maka individu akan mencoba untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan kebutuhan tersebut. Sedangkan Herzberg (1966) dalam Hariyanti (2011), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor tersebut adalah faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Motivasi intrinsik Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam individu itu sendiri tanpa adanya pengaruh dari luar individu tersebut, karena dari dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan suatu perbuatan. Motivasi intrinsik umumnya timbul karena adanya suatu kesadaran untuk melakukan perbuatan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 intrinsik yaitu : •Kebutuhan Adanya kebutuhan merupakan salah satu alasan yang mendasari seseorang melakukan suatu perbuatan. Sebagai contoh, adanya kebutuhan untuk mendapatkan suasana lingkungan yang bersih, nyaman dan terbebas dari masalah sampah akan mendorong ibu rumah tangga untuk mengurangi konsumsinya terhadap barangbarang yang bisa menghasilkan sampah dan mengganggu kelestarian lingkungan. •Harapan Adanya harapan dapat lebih memacu keinginan seseorang untuk melakukan tindakan sesuai tujuan yang ingin dicapai. Misalnya, kepala desa memiliki harapan untuk menciptakan program desa hijau, akan termotivasi untuk memberikan sosialisasi yang aktif kepada seluruh warga terkait dengan program tersebut agar harapan yang dimiliki dapat terealisasikan. •Minat Seseorang yang pada dasarnya sudah memiliki minat yang tinggi terhadap sesuatu akan secara langsung mendorongnya untuk melakukan kegiatan tersebut tanpa paksaan dari siapapun. Sebagai contoh, seseorang 54 yang memiliki minat yang tinggi terhadap kegiatan yang berhubungan dengan pelestarian lingkungan akan termotivasi dengan sendirinya untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat pro lingkungan Motivasi ekstrinsik Menurut Durmaz & Diyarbakýrlýoðlu (2011) yang merupakan contoh dari motivasi ekstrinsik dapat berupa kedudukan, hukuman, uang, paksaan dan ancaman. Sedangkan Djamarah (2002) menyatakan bahwa motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik merupakan dorongan terhadap perilaku seseorang yang ada diluar perbuatan yang dilakukannya. Motivasi ini timbul karena adanya perangsang atau pengaruh dari luar yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi ekstrinsik yaitu : • Dorongan Keluarga Motivasi seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar dirinya, termasuk keluarga. Dalam konteks ini, keluarga dapat berperan menjadi motivator bagi anggota keluarga yang lainnya, seperti misalnya suami yang menjadi motivator TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 bagi istri. Wujud dorongan dari keluarga ini juga dapat dilakukan dengan memberikan semangat, menciptakan situasi yang kondusif untuk mendukung kegiatan yang dilakukan atau bahkan bersifat kooperatif untuk mencapai tujuan tersebut. Adanya dorongan yang besar dari keluarga akan semakin meningkatkan motivasi yang dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu. •Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu bagian terpenting dan mendasar bagi kehidupan manusia. Lingkungan merupakan tempat bagi seseorang untuk hidup dan melakukan interaksi dengan individu yang lainnya, sehingga lingkungan juga dapat berperan dalam membentuk karakter dan tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Faktor lingkungan berkaitan dengan banyak hal seperti masyarakat, lingkungan sekolah, tetangga sekitar, lingkungan pekerjaan, dan lingkungan lainnya. Oleh karena itu pengaruh lingkungan merupakan salah satu faktor besar yang dapat mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Lingkungan yang baik dapat mempengaruhi dan mendorong seseorang untuk melakukan 55 perbuatan seperti yang dilakukan oleh lingkungan sekitarnya, dan begitu pula sebaliknya. • Adanya imbalan Menurut De Young (1986) adanya imbalan terutama yang berhubungan dengan uang terkadang dapat sangat mempengaruhi motivasi seseorang dalam melakukan kegiatan daur ulang. Sebagai contoh, masyarakat di suatu lingkungan akan rajin membersihkan sampahsampah yang dimiliki untuk memenangkan dan mendapatkan hadiah dari lomba kebersihan yang diadakan di daerah mereka. Selanjutnya, apabila imbalan telah didapatkan, kegiatan tersebut juga akan berhenti dilakukan. Sehingga pemberian imbalan juga sangat menentukan partisipasi dan motivasi seseorang dalam mengelola sampah. Keputusan Beli Kotler dan Amstrong (2008:181), mendefinisikan keputusan pembelian konsumen adalah membeli merek yang paling disukai dari berbagai alternatif yang ada, tetapi dua faktor bisa berada diantara niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama ialah sikap orang lain, sedangka faktor yang kedua adalah faktor situasional. Oleh karena itu, preferensi dan niat pembelian tidak TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 selalu menghasilkan pembelian yang aktual. Dalam proses keputusan pembelian Kotler dan Armstrong (2008:179) menyebutkan ada beberapa urutan kejadian yaitu: • Pengenalan masalah, yaitu konsumen menyadari akan adanya kebutuhan. Konsumen menyadari adanya perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang di harapkan. • K e m u d i a n P e n c a r i a n informasi, yaitu konsumen ingin mencari lebih banyak konsumen yang mungkin hanya memperbesar perhatian atau melakukan pencarian informasi secara aktif. • B e r i k u t n y a e v a l u a s i alternatif, yaitu mempelajari dan mengevaluasi alternatif yang diperoleh melalui pencarian informasi untuk mendapatkan alternatif pilihan terbaik yang akan digunakan untuk melakukan keputusan pembelian. • Keputusan membeli, yaitu melakukan keputusan untuk melakukan pembelian yang telah diperoleh dari evaluasi alternatif terhadap merek yang akan dipilih. • T erakhir adalah perilaku sesudah pembelian, yaitu keadaan dimana sesudah pembelian terhadap suatu produk atau jasa 56 maka konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. HASIL DAN PEMBAHASAN Munculnya kesadaran masyarakat mengenai pola hidup sehat dan peduli lingkungan membuat tren green consumer menjadi perhatian saat ini. Hal tersebut terbukti dengan penerapan konsep green consumer pada beberapa negara di dunia. Contoh negara pertama adalah di beberapa negara di Malaysia. Di negara Malaysia dilakukan kampanye secara masal oleh sektor korporasi u n t u k m e m p r o m o s i k a n g re e n lifestyle. Kampanye tersebut memiliki tujuan untuk mendorong masyarakat agar mengurangi ketergantungan pada penggunaan kantong plastik. Beberapa supermarket seperti Carrefour dan Jusco pada hari Sabtu mengadakan kegiatan kampanye “No Plastic Bag Day”. Melalui program tersebut, pihak supermarket berharap agar mengajak pelanggan untuk membawa tas belanja sendiri untuk membawa pembelian mereka, atau pelanggan harus rela untuk membayar biaya tambahan sebesar 20 sen jika memutuskan untuk menggunakan kantong plastik supermarket. Penelitian yang dilakukan oleh Yen-Nee Goh & Nabsiah Abdul TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 Wahid (2015) mendapatkan data bahwa di negara Malaysia, ada beberapa faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik yang membentuk motivasi masyarakat menjadi green consumer. Faktor ekstrinsik terdiri atas orientasi nilai oleh konsumen, pengaruh budaya yang ada di masyarakat. Sedangkan untuk faktor intrinsik meliputi kesadaran masyarakat mengenai permasalahan lingkunan dan pengetahu masyarakat dalam menyikapinya. Faktor lain yang turut dalam memotivasi masyarakat dalam menerapkan green consumer adalah faktor demografi. Menurut penelitian yang dilakukan usia dan gender dapat berpengaruh terhadap motivasi. Seperti yang ditunjukkan pada Sinnappan dan Abdul Rahman (2011) di mana mereka menemukan bahwa kelompok usia 20 tahun kebawah memainkan peranan yang lebih berpengaruh dibandingkan dengan kelompok usia lainnya yaitu 21 tahun hingga 40 tahun ke atas dalam perilaku pembelian green product. Dalam penelitian lain yang dilakukan di Lembah Klang, Malaysia, oleh Rezai, Mohamed dan Shamsudin (2011) menemukan bahwa wanita lebih mungkin untuk membeli green product seperti makanan organik daripada kaum pria. Setiap masyarakat di suatu negara tentunya memiliki alasan dan 57 motivasi tersendiri untuk menjadi green consumer. Penelitian yang dilakukan oleh Christoper Gan et al (2008) tentang masyarakat Selandi Baru diketahui bahwa faktor intrinsik masyarakat menerapkan green consumer karena kesadaran mengenai lingkungan. Selain itu diketahui bahwa masyarakat yang berstatus sudah menikah lebih cenderung untuk membeli green product karena, pada golongan tersebut lebih sadar dan peduli dengan masalah kesehatan. Kemudian faktor instrinsik juga turut mempengaruhi pembelian green product seperti atribut produk meliputi harga, kualitas, dan merek. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa atribut produk berfungsi untuk membedakan dan mengenali bahwa produk tersebut adalah green product, bahkan penggunaan ecolabeling turut berpengaruh. Tidak jauh berbeda, Hoàng Vãn H£i dan NguyÅn Phýõng Ma (2013) melakukan penelitian pada masyarakat Vietnam dan diperoleh fakta bahwa, masyarakat yang memiliki pengetahuan mengenai green product akan cenderung menjadi green consumer. Dengan kata lain, faktor ekstrinsik yaitu atribut produk (kemasan, label, merek) dapat memberikan informasi kepada konsumen sehingga menimbulkan keinginan untuk membeli atau TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 mengkonsumsi green product. Atribut produk memiliki peran yang sangat penting karena, atribut produk dapat mempengaruhi pilihan produk konsumen dan membantu konsumen untuk memperoleh produk kebutuhan, keinginan dan tuntutan mereka. Dalam green marketing salah satu cara untuk membantu konsumen dalam mengidentifikasi green product adalah menggunakan eco-labeling (label hijau), label tersebut hanya dikhususkan untuk green product saja. Sehingga konsumen dapat dengan mudah memperoleh informasi apakah produk tersebut green product atau tidak. Faktor lain yang menentukan adalah tingkat pendidikan. Masyarakat dengan tinggkat pendidikan yang berbeda memiliki niat atau motivasi yang berbeda dalam membeli green product. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka, tingga pegetahuan terhadap green consumer akan semakin tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hoàng Vãn H£i dan NguyÅn Phýõng Ma (2013) diketahui bahwa 66,7% lulusan sarjana memiliki minat yang besar untuk mengkonsumsi green product. Sedangkan 55% masyarakat dengan lulusan sekolah menengah pertama tidak terlalu berminat untuk mengkonsumsi green product. Pada penelitian berikutnya 58 yang dilakukan Mark,Ng & Monica Law (2015) memiliki kesamaan dengan temuan studi penelitian sebelumnya, sehingga mendukung validasi dan penggunaan teori perilaku green consumer behavior (Dagher dan Itani 2014, Lee, 2008). Penelitian yang dilakukan di Hongkong menghasilkan fakta bahwa peningkatan kepedulian lingkungan dan sikap menjaga lingkungan menyebabkan niat beli terhadap produk ramah lingkungan menjadi tinggi. Konsumen dapat secara emosional terlibat dalam isuisu lingkungan, sehingga membuat masyarakat bersedia membayar lebih untuk energi yang dapat diperbarui. Akan tetapi untuk memotivasi konsumen membayar harga lebih untuk produk ramah lingkungan, pemasar harus mendapatkan emosional masyarakat tentang masalah lingkungan tertentu. Masyarakat dengan kepedulian tinggi terhadap permasalahan lingkungan, cenderung memiliki sikap lebih positif terhadap produk ramah lingkungan sehingga akan menjadi green consumer. Dalam hal ini komunikasi pemasaran harus memberikan informasi lebih mengenai lingkungan kepada masyarakat serta bagaimana konsumsi produk dapat berkontribusi untuk perbaikan lingkungan (Frankel, 1994). Melalui penilitian ini maka dapat diketahui bahwa, faktor ekstrinsik yaitu iklan TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 serta kampanye perilaku go green serta kondisi lingkungan, dapat berpengaruh besar terhadap faktor intrinsik. Faktor intrinsik yang dimaksud adalah kesadaran konsumen untuk menerapkan green behavior. Ketika masyarakat termotivasi untuk menereapkan green behavior maka masyarakat akan menjadi green consumer. Muntaha Anvar & Marike Venter (2014) melakukan penelitian di Afrika Selatan tentang faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam memutuskan untuk menerapkan perlikau green consumer. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa ada tiga faktor kunci yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku masyarakat yaitu, pengaruh sosial, kesadaran mengenai lingkungan, dan harga. Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Han et al. (2010) dan Grob (1995), Mostafa (2007) dan Bush et al. (2001), Oliver et al. (2011) dan Laroche et al. (2001). Dari penelitian yang dilakukan pada masyarakat di Afrika Selatan lingkunagn sosial dan harga termasuk dalam faktor ekstrinsik. Sedangkan tingkat kesadaran seseorang terhadap kondisi lingkungan merupakan faktor intrinsik. Lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap motivasi 59 masyarakat untuk terdorong menjadi green consumer. Melalui lingkungan setiap individu dapat berinteraksi dan bertukar informasi dengan individu lainnya, sehingga dengan berinteraksi masyarakat dapat medorong atau menarik orang lain menjadi lebih peduli untuk menerapkan perilaku green consumer. Banyak penelitian tentang green consumer juga menyebutkan bahwa kesadaran mengenai lingkungan sangat berpengaruh dalam memotivasi sesorang, pernyataan tersebut juga dibenarkan dalam penelitian Muntaha Anvar & Marike Venter (2014). Semakin tinggi kesadaran seseorang mengenai kondisi lingkungan maka semkin tinggi pula keinginan seseorang untuk menjadi green consumer. Sebaliknya masyarakat yang tidak memiliki kesadaran terhadap kelestarian lingkungan tentu tidak memiliki motivasi untuk menerapkan perilaku green consumer. Sehingga sangat penting untuk menyadarkan masyarakat akan kepedulian lingkungan, agar masyarakat tergerak untuk menerapkan perilaku green consumer. Faktor ketiga yang ditemukan pada masyarakat Afrika Selatan adalah harga. Harga dapat menjadi penentu bagi masyarakat untuk mengkonsumsi green product atau tidak. Green product memiliki kecenderungan TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 harga yang relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan produk biasa. Masyarakat dengan kelas sosial menengah atas memiliki keinginan untuk menggunakan green product, sedangkan masyarakat dengan kelas sosial menengah bawah tidak termotivasi untuk menggunakan green product. Akan lebih baik jika harga untuk green product lebih terjangkau agar masyarakat dari segala kelas sosial dapat termotivasi untuk beralih pada green product. Tindakan menggunakan green product adalah bagian dari perilaku green consumer. Selain dari faktor tersebut, masih ada fakor lain yang menentukan motivasi masyarakat untuk menerapkan perilaku green consumer yaitu, gender. Perbedaan yang signifikan terjadi antara gender dan sikap atau perilaku pembelian. Mostafa (2007) dan Gatersleben et al. (2002) berpendapat bahwa pria dan wanita memiliki perbedaan dalam sikap dan perilaku terhadap green product. Pria cenderung kurang peduli dengan hal tersebut jika dibandingkan dengan konsumen wanita. Oleh karena itu pemasar menargetkan strategi harus ditingkatkan untuk meningkatkan kinerja pembelian mereka. Konsumen pria kurang peduli tentang permasalahan lingkungan, oleh karena itu dibutuhkan upaya 60 ekstra dalam mempengaruhi sikap konsumen. Hubungan antara sikap dan perilaku menunjukkan hasil positif, yang menjelaskan bahwa sikap yang lebih positif individu terhadap produk hijau, semakin besar kemungkinan bahwa mereka akan membeli produk hijau. Oleh karena itu pemasar harus mempertimbangkan kebutuhan dan harapan individu dan memotivasi konsumen untuk menciptakan sikap positif yang akan menghasilkan perilaku pembelian hijau. Berdasarkan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam perilaku green consumer terbagi atas 2 faktor yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik dalam hal ini misalnya, adanya peran komunikasi pesamasaran berupa sosialisasi atau kampanye mengenai permasalahan lingkungan, penawaran produk ramah lingkungan yang menarik. Kegiatan tersebut berperan dalam memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada masyarakat pentingnya menerapkan green consumer. Sedangkan pada faktor intrinsik misalnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan, munculnya kesadaran bahwa perlu untuk menjaga kelestarian lingkungan. Oleh karena itu penting bagi seorang tenaga pemasar maupun perusahaan untuk memperhatikan faktor estrinsik dan TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 intrinsik yang membentuk masyarakat menjadi green consumer. Hubungan faktor ekstrinsik dan intrinsik yang mempengaruhi keputusan beli oleh konsumen. Setelah mengetahui mengenai konsep green consumer behavior serta implementasinya di beberapa negara di dunia, faktor-faktor tersebut dapat menjadi perhatian bagi produsen di Indonesia. Produsen di Indonesia tidak hanya fokus pada green product saja, tetapi juga harus memperhatikan bagaimana mengkomunikasikan produknya kepada konsumen dengan tepat. Selain itu, faktor-faktor tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan bagi produsen dalam menjalan sebuah bisnis untuk memperhatikan perilaku masyarakat yang mulai menerapkan green consumer. Sehingga untuk selanjutnya dapat menjadi peluang usaha yang cemerlang, dan dapat memasuki pasar gren consumer. Cleveland et al (2012) menyatakan bahwa perlu adanya implikasi praktis oleh pemasar dan pembuat kebijakan publik untuk mempromosikan perilaku peduli lingkungan. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan jumlah dan sejauh mana konsumen terlibat dalam perilaku peduli lingkungan. Peningkatkan kesadaran peduli lingkungan tidak hanya pada sikap individu lsaja, namun menyadarkan 61 masyarakat tentang tanggung jawab untuk aksi nyata dan kemampuan berkontribusi terhadap perlindungan lingkungan. Kampanye pemasaran sosial dari para pembuat kebijakan seharusnya tidak hanya menekankan pada tanggung jawab perlindungan lingkungan saja, tetapi juga membuat individu menyadari kemampuan mereka untuk membuat perbedaan atas hasil lingkungan, yang dapat mendorong lebih banyak orang untuk terlibat dalam perilaku peduli lingkungan (Allen dan Ferrand, 1999). KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan mengenai motivasi masyarakat dalam menerapkan perilaku green consumer, maka kesimpulan yang dapat diperoleh adalah: • Di dalam konsep perilaku green consumer, banyak motivasi yang dapat mempengaruhi. Motivasi masyarakat terhadap perilaku green consumer di beberapa negara tidak semuanya sama, tetapi juga ada beberapa kesamaan. • Jenis motivasi tersebut terbagi atas 2 jenis yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 ekstrinsik meliputi daya tarik dari luar yang membuat konsumen ingin membeli, sedangkan faktor intrinsik adalah daya dorong dari dalam konsumen untuk ingin membeli. • Beberapa negara menunjukan bahwa pemahaman lebih mengenai lingkungan dan green product merupakan faktor yang penting. • Faktor ekstrinsik dari konsep green consumer ini adalah komunikasi berupa iklan atau kampanye yang dilakukan oleh pemasaran maupun perusahaan untuk menyadarkan masyarakat mengenai peduli lingkungan. • Selain itu adanya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan. Kemudian pada faktor intrisik adanya kesadaran dalam diri konsumen untuk melakukan pola hidup yang sehat dan menjaga kelestarian lingkungan. • Faktor ekstrinsik dan faktor instrinsik dapat saling berhubungan untuk mempengaruhi masyarakat menerapkan perilaku green consumer. • Sebaiknya bagi pelaku usaha ataupun pemerintah dalam menetapkan harga untuk green product tidak cenderung mahal, agar masyarakat dari segala kelas 62 sosial tertarik untuk beralih pada green product. DAFTAR PUSTAKA Ali, A., Khan, Ali, & Ahmed, I. 2011. Determinants Of Pakistani Consumers, Green Purchase Behavior: Some Insights from a Developing Country. International Journal of Business and Social Science, Vol. 2(3). Allen, J. B. and Ferrand, J. L.1999. “Environmental Locus of Control, Sympathy, and Proenvironmental Behavior: A Test of Geller’s Actively Caring Hypothesis”, Environment and Behavior, 31(3), 338-353. Anvar, M. & Venter, M. 2014. Attitudes and Purchase Behaviour of Green Products among Generation Y Consumers in South Africa. Mediterranean Journal of Social Sciences MCSER Publishing, RomeItaly ,5(21), 2039-2117. Bush, A. J., Martin, C. A. & Clark, P. W. 2001. The Effect of Role Model Influence on Adolescents’ Materialism and Marketplace Knowledge. Journal of Marketing Theory and Practice, 9(4): 27-36 Cleveland, M., Kalamas, M. and TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 Laroche, M.2012. “”It’s not easy being green”: Exploring green creeds, green deeds, and internal environmental locus of control”, Psychology & Marketing, 29(5),293-305. Dagher, G. K. and Itani, O. 2014. “Factors influencing green purchasing behaviour: Empirical evidence from the Lebanese consumers”. Journal of Consumer Behaviour, 13(3), 188-195 D e Yo u n g , R . 1 9 8 6 . S o m e psychological aspects of recycling: The structure of conservation satisfactions. Environment and Behavior, 18, 435-449. Djamarah. (2002). Teori Motivasi, edisi 2. Jakarta : PT. Bumi Aksara Durmaz, Yakup and Diyarbakýrlýoðlu, Ibrahim. 2011. A Theoritical Approach to the Strengh of Motivation in Consumer Behavior. Global Journal of Human Social Science. Vol 11. Frankel, C.1994.”The green-person’s guide to credibility”. The Public Relations Journal, 50(1) Gan, C., Wee, H., Ozanne, L., Kao, T. 2008. Consumers’ purchasing behavior towards 63 green products in New Zealand, Journal of Innovative Marketing, 4. Goh, Yen-Nee & Wahid, N. 2015. A Review on Green Purchase Behaviour Trend of Malaysian Consumers. Journal of Asian Social Science 11(2)1 9112025 Grob, A. (1995). A Structural Model Of Environmental Attitudes And Behaviour. Journal of Environmental Psychology, 15, 209-220. H£i, Hoàng Vãn & Mai, NguyÅn Phýõng. 2013. Environmental Awareness and Attitude of Vi e t n a m e s e C o n s u m e r s Towards Green Purchasing . VNU Journal of Economics and Business, 29(2), 29-141 129. Han, H., Hsu, L. & Sheu, C. 2010. Application of the Theory of Planned Behavior to green hotel choice: Testing the effect of environmental friendly activities. Tourism Management, 31,325–334. Hariyanti. 2011. Teori-Teori Motivasi Komtemporer Dalam Manajemen. Kaufmann, H.R., Panni, M.F.A.K., & O r p h a n i d o u , Y. 2 0 1 2 . Factors Affecting Consumers Green Purchasing Behavior: TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 An Integrated Conceptual Framework, Amfiteatur Economic Vol 14(31). Keles, I., dan Bekimbetova, T. 2013. Measuring Attitudes towards ‘Green’ Purchases: A Study of University Students in Kyrgyzstan. Universal Journal of Industrial and Business Management 1 (2), 46-49. Kollmuss, A., dan Agyeman, J.A. 2002. Mind the Gap: Why Do People Act Environmentally and What Are The Barriers to Pro-Environmental Behavior? Environmental Education Research, 8(3):239-260. Kotler, Philip dan Gary Amstrong. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid 1. edisi Keduabelas. Erlangga: Jakarta. Kotler, Philip dan keller, Kevin Lane.2010. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi ketigabelas. Erlangga:Jakarta. Lee, K. 2008. “Opportunities for green marketing: young consumers”. Marketing Intelligence & Planning 26(6),573-586. M a r k , N g & L a w, M . 2 0 1 5 . Encouraging Green Purchase Behaviours of Hong Kong Consumers. Journal of Asian Journal of Business Research 5(2), 1178-8933 64 Makower, J., Elkington, J., dan Hailes, J. 1993. The Green Consumer: Revised Edition (A Tilden Press Book), Penguin Books, New York. Mishra, Pavan. & Sharma, Payal. 2010. Green marketing in India : Emerging oportunities and challenges. Journal of Engineering, Science and Management Education, 3:914. Mostafa, M. M. 2007. Gender differences in Egyptian consumers’ green purchase behaviour: the effects of environmental knowledge, concern and attitude. International Journal of Consumer Studies, 31: 220– 229. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 1.Editor Richard E, dkk.Editor Edisi Bahasa Indonesia A. Samik W.Edisi 15. Jakarta: EGC Purnama, J. 2014. Pengaruh Produk Ramah Lingkungan, Atribut, Merek Hijau, Iklan Peduli Lingkungan dan Persepsi Harga Premium Terhadap Keputusan Pembelian Produk ADMK. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Peattie, S. 1998. Promotional TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 Competitions as a Marketing Tool in Food Retailing. British Food Journal 100(6), 286–294. Oliver, H., Volschenk, J. & Smit, E . 2 0 11 . R e s i d e n t i a l consumers in the Cape Peninsula’s willingness to pay for premium priced green electricity. Energy Policy, 39: 544–550 Rezai, G., Mohamed, Z., & Shamsudin, M. N. 2011. Malaysian consumer ’s perception towards purchasing organically produces vegetable. Proceedings of the 2nd International Conference on Business and Economics Research (pp. 1774-1783). Malaysia Rudi Haryadi. 2009. Pengaruh Strategi Green marketing terhadap Pilihan Konsumen melalui Pendekatan marketing Mix, Tesis pada Program Pascasarjana Universitas Dipenogoro. Saleh. 2003. Hierarki Kebutuhan Manusia menurut Abraham Maslow. Aplikasi terhadap klasifikasi Mad’u dalam proses Dakwah Vol. 7 (7): 57-74. 65 Schubert, F. 2008. Exploring and p r e d i c t i n g c o n s u m e r ’s attitudes and behaviors towards green restaurants. Published Thesis, The Ohio State University, Amerika Serikat Sinnappan, P., & Abdul Rahman, A. 2011. Antecedents of green purchasing behaviour among Malaysian consumers. International Business Management, 5(3), 129-139. http://dx.doi.org/10.3923/ ibm.2011.129.139 Situmorang. 2011. Pemasaran Hijau Ya n g S e m a k i n M e n j a d i Kebutuhan Dalam Dunia Bisnis. Solomon, M.R. & Rabolt, N. 2009. Consumer Behavior in Fashion, 2nd Edition. USA: Prentice Hall Suki, N.M. 2013. Green Awarness Effects On Consumers Purchasing Decision: Some Insights From Malaysia. IJAPS 9(2). Šèypa, P. 2006. Lingkungan pemasaran dan povedenie potrebitelskoe/ Russian Markets. Ekonomi dan Manajemen: Current Issues and Perspectives, 2 (7), 156-159. Uno, H. B. 2006. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta TAHUN 18, NOMOR 2 OKTOBER 2016 : Bumi Aksara. Tzschentke, N., Kirk, D. dan L y n c h , P. A . ( 2 0 0 4 ) . Reasons for going green in serviced accommodation establishments. International Journal of Contemporary Hospitality Management, 16(2), 116-124. U N I C E F. 2 0 1 2 . h t t p : / / w w w. unicef.org/indonesia/id/ UNICEF_An nual_Report_ (Ind)_130731.pdf [ 20 Maret 2016] WHO. 2012. http://www.who.int/gho/ mortality_burden_disease/en/ [20 Maret 2016] 66