BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengalaman Membeli Secara Online Pengalaman adalah kejadian yang terjadi dan dirasakan oleh masingmasing individu secara personal yang dapat memberikan kesan tersendiri bagi individu yang merasakannya. Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal, pengalaman juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi (Balady, 2011). Pengalaman berbelanja dan mengkonsumsi suatu produk tertentu akan memberikan dampak terhadap pengambilan keputusan seorang pelanggan apakah dia akan tetap menjalankan aktivitas belanjanya dengan cara tersebut atau beralih ke metode berbelanja yang lain. Menurut Kim et al. (2004) menyatakan bahwa pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan pada saat melakukan transaksi pembelian secara online berpengaruh positif pada niat mencari informasi dan niat membeli secara online di masa depan. Perilaku masa depan ditentukan oleh pengalaman sebelumnya (Thamizhvanan dan Xavier, 2013). Untuk itu pengalaman berbelanja sebelumnya akan memiliki dampak yang sangat besar terhadap pengambilan keputusan pembeli untuk berbelanja secara online (Laroche et al., 2005). Pengalaman sebelumnya akan sangat mempengaruhi perilaku pembeli di masa yang akan datang. 12 13 Dalam konteks belanja secara online, pengalaman berbelanja sebelumnya adalah hasil evaluasi pembeli atas pengalaman pribadi terhadap beberapa faktor dalam proses belanja secara online seperti ketersediaan informasi produk, pengiriman, layanan yang ditawarkan, resiko, privasi, keamanan, penampilan visual pengoperasian, serta hiburan dan kesenangan yang membantu mereka untuk memutuskan akan melakukan pembelian atau tidak. (Mathwick et al., 2001). Menurut Shim dan Drake (1990), dalam Ling et al. (2010) bahwa pelanggan yang memiliki pengalaman membeli membantu mereka untuk mengurangi kekhawatiran mengenai ketidakpastian yang muncul ketika seorang individu memutuskan untuk membeli barang tanpa melihat bentuk fisik barang tersebut dan informasi-informasi lain yang biasanya digunakan untuk meyakinkan mereka melakukan pembelian. Faktor pengalaman membeli sangatlah penting. Jika pengalaman membeli secara online yang dialami pelanggan adalah positif, maka tingkat kepuasannya akan meningkat dan menyebabkan kecenderungan pelanggan untuk membeli kembali (Eidi dan Pahlevani, 2014). Huang et al. (2011) menyatakan pengalaman mencari informasi produk melalui internet dan pernah melakukan pembelian secara online memiliki efek positif pada niat untuk membeli kembali secara online. 2.2 Niat Membeli Kembali Niat digambarkan sebagai suatu situasi di mana seseorang sebelum melakukan tindakan, yang dapat dijadikan dasar untuk memprediksi perilaku atau tindakan tersebut. Niat membeli muncul sebelum tahap pilihan di mana pelanggan 14 dapat membentuk keinginan atau niat yang mengarahkan seseorang untuk melakukan pembelian. Menurut Suprapti (2010;148) niat membeli dapat digunakan untuk memprediksi perilaku yang akan datang. Artinya bahwa bila pelanggan menunjukkan niat membeli yang tinggi, dapat diduga bahwa ia akan melakukan pembelian aktual. Mohmed et al. (2013) menyebutkan bahwa niat membeli adalah suatu keputusan yang dibuat oleh pelanggan yang memverifikasi sebuah merek khususnya dengan mengabaikan merek lainnya. Pembelian ulang adalah kegiatan pembelian yang dilakukan lebih dari satu kali atau beberapa kali. Tindakan pelanggan untuk melakukan pembelian kembali karena merasa puas atas pembelian yang semula. Pembelian berulang sangat penting untuk kelangsungan hidup dan keberhasilan setiap toko (Chiu et al., 2012). Pembelian kembali pelanggan adalah penting bagi keberhasilan dan profitabilitas dalam bisnis online. Niat membeli kembali menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang di masa yang akan datang (Trisnawati dkk., 2012). Niat membeli ulang terjadi setelah konsumen melakukan pembelian, dapat dikarenakan pernah mengkonsumsi sehingga berniat lagi untuk membeli ulang produk atau jasa yang sama. Niat membeli ulang secara online merupakan situasi di mana pelanggan berkeinginan dan berniat untuk kembali melakukan transaksi online. Keinginan pelanggan untuk membeli suatu produk ataupun jasa tertentu membuat pelanggan berusaha sebisa mungkin untuk mendapatkannya. Kemudahan bertransaksi secara online menjadikan pelanggan lebih antusias untuk mendapatkan barang dan jasa yang diinginkan dan melakukannya secara regular. 15 Wen et al. (2011) menyatakan bahwa manfaat dan kesenangan yang dirasakan dari sebuah situs online berpengaruh terhadap niat pelanggan untuk melakukan pembelian kembali. Hasil ini juga memberikan motivasi yang kuat kepada vendor online untuk meningkatkan desain situs onlinenya sehingga dapat meningkatkan persepsi pelanggan untuk melakukan transaksi online tanpa harus beralih ke toko konvensional. Niat membeli ulang secara online (online repurchase intention) dapat disimpulkan sebagai hasrat atau keinginan yang timbul dalam diri pelanggan untuk membeli produk atau jasa yang disukainya secara online dan sebelumnya pernah membelinya berdasarkan hasil evaluasi atas kesesuaian kinerja produk atau jasa dengan harapan pelanggan. Menurut Kotler (2009:145) dikutip dari Parastanti dkk. (2014) beberapa faktor yang dapat mempengaruhi niat pelanggan untuk membeli kembali (repurchase intention) yaitu. a) Faktor psikologis Meliputi pengalaman pelanggan mengenai kejadian di masa lalu serta pengaruh sikap dan keyakinan pelanggan terhadap suatu produk. Pengalaman pelanggan dalam pembelian sebelumnya sangat berpengaruh dalam menentukan sikap dan pengambilan keputusan pembelian setelahnya. b) Faktor pribadi Kepribadian dari seorang pelanggan akan mempengaruhi persepsi dan pengambilan keputusan pembelian. Produsen perlu menciptakan situasi yang diharapkan oleh pelanggan untuk menimbulkan minat pembelian ulang. 16 c) Faktor sosial Mencakup faktor kelompok panutan yang merupakan kelompok orang yang mempengaruhi sikap, pendapat, dan perilaku pembelian. 2.3 Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) Secara umum, Kotler dan Keller (2009:177) menyatakan kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja/hasil produk yang dipikirkan terhadap kinerja/hasil yang diharapkan. Apabila kinerja berada di bawah harapan pelanggan, maka pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan pelanggan, maka pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan pelanggan, maka pelanggan amat puas atau senang. Kepuasan pelanggan menjadi salah satu tujuan yang penting bagi aktivitas bisnis, dipandang sebagai salah satu indikator terbaik untuk meraih laba di masa yang akan datang. Kepuasan atau ketidakpuasan pembeli dengan produk akan mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Jika pelanggan merasa puas, untuk selanjutnya dia akan memperlihatkan peluang membeli yang lebih tinggi dalam kesempatan berikutnya. Peta persaingan bisnis semakin meningkat tajam, preferensi dan perilaku pelanggan berubah, teknologi informasi berkembang dengan cepat mendorong organisasi bisnis untuk lebih fokus menanggapi kepuasan pelanggan untuk menjamin pengembangan dan keberlanjutan bisnis (Hasan 2014:89). Kepuasan pelanggan dianggap sebagai faktor penentu utama dalam mengulangi pembelian. Semakin besar tingkat kepuasan pelanggan, semakin besar probabilitas pelanggan 17 akan meninjau kembali produk yang sama (Burns dan Neisner, 2006). Kepuasan pelanggan dalam bisnis adalah fundamental. Pelanggan yang tidak puas cepat untuk beralih dari merek yang gagal dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (Chinomona dan Dubihlela, 2014). Kepuasan juga didasari oleh pengalaman pelanggan (Cengiz, 2010). Kim dan Stoel (2004) menyatakan bahwa pelanggan harus merasa puas pada pengalaman membeli secara online kalau tidak mereka tidak akan berbelanja pada situs yang sama atau toko online yang sama. Pelanggan yang puas akan memiliki kesempatan lebih tinggi untuk melakukan pembelian kembali ketika kepercayaan pelanggan terhadap toko online lebih tinggi, yang pada gilirannya menghasilkan komitmen yang lebih tinggi pada toko online tersebut. Kualitas pelayanan rendah, yang tidak mencapai harapan pelanggan, menyebabkan ketidakpuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan melibatkan fitur atau karakteristik yang dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan dari pelanggan (Bagram dan Khan, 2012). Kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai keseluruhan tingkat kesenangan yang dirasakan oleh pelanggan dari kemampuan suatu produk untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Leecharoen et al., 2014). Menurut Wu dan Tseng (2015) kepuasan pelanggan sebagai hasil evaluasi pelanggan berdasarkan ekspektasi prapembelian dan pengalaman pasca pembelian. Kepuasan pelanggan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan situs belanja online dan mempertahankan pangsa pasar dari pemilik situs belanja online (Chen et al., 2012). 18 Mengukur kepuasan pelanggan dilakukan dengan beberapa metode (Hasan, 2014:106), yaitu. 1) Sistem keluhan dan saran Pelanggan diberikan kesempatan untuk menyampaikan saran secara langsung. Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ideide baru dan masukan yang berharga untuk direspon dengan cepat untuk mengatasi keluhan pelanggan. 2) Ghost shopping Metode ini efektif jika para manajer perusahaan bersedia sebagai ghost shoppers untuk mengetahui secara langsung bagaimana karyawannya berinteraksi dan memperlakukan pelanggan. 3) Lost customer analysis Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau beralih pemasok, agar dapat memahami mengapa berhenti atau pindah pemasok. Hasil ini dapat digunakan untuk mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya. 4) Survei kepuasan pelanggan Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan yang dilakukan dengan penelitian survei, baik survei melalui pos, telepon maupun wawancara pribadi. Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik (feed back) secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggan nya. 19 2.4 Kepercayaan (Trust) Kepercayaan merupakan pondasi penting dalam setiap lini bisnis. Kepercayaan pelanggan memainkan peranan penting dalam menjaga hubungan jangka panjang dengan penjual. Menurut Mayer et al. (1995) kepercayaan adalah sebagai keinginan suatu pihak untuk menerima tindakan dari pihak lain berdasarkan pengharapan bahwa pihak lain tersebut akan melakukan sesuatu tindakan tertentu yang penting bagi pihak yang memberikan kepercayaan, terhadap kemampuan memonitor atau mengendalikan pihak lain. Menurut Gefen (2002) kepercayaan merupakan suatu kesediaan untuk membuat dirinya peka ke dalam tindakan yang diambil oleh pihak yang dipercaya yang didasarkan pada keyakinan. McKnight et al. (2002) menyatakan bahwa kepercayaan melibatkan kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu karena keyakinan bahwa mitranya akan memberikan apa yang ia harapkan dan suatu harapan yang umumnya dimiliki seseorang bahwa kata, janji atau pernyataan orang lain dapat dipercaya. Kepercayaan pelanggan dalam lingkungan online menjadi sangat penting dalam mengadaptasi teknologi baru karena pengusaha melayani pembeli dengan cara yang tidak terduga. Belanja secara online memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan dengan berbelanja secara tradisional. Sangatlah penting bagi penjual untuk membangun kepercayaan pelanggan sehingga dapat mengurangi persepsi risiko oleh pelanggan dan rasa enggan untuk berniat dan melakukan transaksi secara online. 20 Dalam e-commerce, di mana satu-satunya sumber informasi untuk mengatasi ketidakpastian adalah melalui website, kepercayaan terhadap website ini sangat penting karena merupakan salah satu metode yang paling efektif untuk mengurangi ketidakpastian pelanggan (Frederick dan Schefter, 2000). Pelanggan harus percaya bahwa vendor tetap menjaga privasi dan keamanan data pelanggan. Kejujuran dan keandalan vendor online sangatlah penting (Liu et. al., 2008). Kepercayaan membuat pelanggan nyaman berbagi informasi pribadi dan melakukan pembelian (McKnight et.al., 2002). Kepercayaan memainkan peran yang sangat penting dalam hubungan antara pelanggan dan penjual (Ercis et al., 2012; Giantari dkk., 2013). Lebih besar kepercayaan pelanggan yang percaya terhadap toko online tersebut dan mereka semakin merasa percaya, sehingga mereka merasa perlu untuk kembali membeli pakaian dari toko online yang sama (Leecharoen et al., 2014). Kepercayaan terhadap kualitas produk yang dibeli secara online, kepercayaan terhadap toko online dalam memberikan informasi yang detail, kepercayaan terhadap proses pembelian yang dilakukan pada toko online, kepercayaan terhadap kejujuran toko online, kepercayaan terhadap keamanan data pribadi dan proses pembelian di toko online, kepercayaan bahwa toko online tidak berperilaku oportunis, kepercayaan kinerja situs memenuhi harapan, memegang janji, dan konsisten terhadap peraturan yang telah disampaikan adalah merupakan indikator daripada variabel endogen kepercayaan pada penelitian ini.