14 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian disiplin kerja
Disiplin kerja merupakan bentuk pelatihan yang menjalankan peraturanperaturan organisasional. Disiplin kerja dalam organisasi paling dipengaruhi oleh
karyawan yang menyusahkan, namun karyawan yang menyusahkan terdiri dari
sejumlah kecil karyawan yang ada dalam organisasi itu sendiri tetapi mereka
sering kali merupakan orang-orang yang menyebabkan sebagian besar situasisituasi disiplin yang berdampak negatif pada organisasi. Persoalan disiplin
umumnya disebabkan oleh karyawan-karyawan yang menyusahkan meliputi
ketidakhadiran, kelambatan dan kekurangan produktivitas (Robert dan John,
2009:511).
Kedisiplinan menurut Hasibuan (2007:193) yaitu kesadaran dan kesediaan
seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang
berlaku, Lima faktor yang menentukan disiplin kerja seorang karyawan. (1)
motivasi, (2) kompetensi, (3) komunikasi, (4)komitmen, dan (5)lingkungan kerja.
Ketidak berhasilan suatu perusahaan memperhatikan moral pegawainya biasanya
ditunjukan dengan indikasi naiknya tindakan indisipliner karyawan.
Disiplin kerja adalah suatu sikap, perilaku yang dilakukan secara sukarela
dan penuh kesadaran serta keadaan untuk mengikuti peraturan yang telah
ditetapkan perusahaan baik tertulis maupun tidak tertulis. Perilaku tidak disiplin
yang timbul merupakan cerminan dari persepsi negatif karyawan terhadap kontrol
14
yang dilakukan oleh atasan. Sebaliknya perilaku disiplin yang timbul merupakan
cerminan dari persepsi positif terhadap kontrol atasan menurut Robbins (2004:5).
Disiplin diri, disiplin belajar dan disiplin kerja dikenal dalam kehidupan
sehari-hari. Disiplin kerja merupakan kemampuan seseorang untuk secara teratur,
tekun secara terus-menerus dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku
dengan tidak melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Disiplin merupakan
suatu sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah laku perorangan,
kelompok, atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan,
ketentuan, etika, norma, dan kaidah yang berlaku (Sedarmayanti, 2009:222)
Pendisiplinan merupakan tindakan organisasi yang tidak mengakibatkan
seseorang pegawai kehilangan sesuatu dari organisasi (Wirawan 2009:138).
Disiplin mempunyai dua pengertian , arti yang pertama melibatkan belajar atau
mencetak perilaku dengan memerapkan imbalan atau hukuman. Arti yang kedua
lebih sempit lagi, dimana disiplin ini hanya bertalian dengan tindakan hukuman
terhadap pelaku kesalahan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat dirumuskan
bahwa yang dimaksud dengan disiplin adalah sikap hormat terhadap peraturan dan
ketetapan perusahaan, yang ada dalam diri karyawan, yang menyebabkan dapat
menyesuaikan diri dengan sukarela pada peraturan dan ketetapan perusahaan.
2.1.2 Tipe-tipe dari disiplin kerja
Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab
seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong
gairah kerja, semangat kerja, dan mendukung terwujudnya tujuan organisasi,
15
karyawan dan masyarakat. Dengan demikian disiplin merupakan hal yang sangat
penting dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi atau perusahaan.
Ketidakdisiplinan dalam diri pegawai dapat disebabkan karena kurangnya
kesadaran pada diri seseorang tersebut akan arti pentingnya disiplin sebagai
pendukung dalam kelancaran bekerja, sementara kesadaran pada diri sendiri
memiliki arti bahwa seseorang tersebut secara sukarela menaati semua peraturan
dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya (Hasibuan , 2009). Siagian
(2002:121) menyatakan terdapat dua tipe kedisiplinan sebagai berikut.
1) Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh pimpinan
perusahaan untuk mendorong para karyawan untuk mengikuti, mematuhi
dan melaksanakan berbagai standar dan aturan serta kebijaksanaan
perusahaan sehingga pelanggaran-pelanggaran dapat dicegah.
2) Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil oleh kalangan perusahaan
untuk menanggulangi pelanggaran-pelanggaran terhadap standar, aturan
dan kebijaksanaan perusahaan serta berupaya untuk menghindari
pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut dengan kesalahan yang sama.
Organisasi mempunyai sifat yang konservatif. Oleh karena itu, secara aktif
akan selalu ada penolakan terhadap perubahan. Faktor yang menjadikan kendala
dalam perubahan sendiri dapat dibedakan ke dalam dua faktor, yaitu: keengganan
individual dan keengganan organisasi. Keengganan individual meliputi:
kebiasaan, keamanan, faktor-faktor ekonomi, rasa takut akan hal yang tidak
diketahui dan pemrosesan informasi selektif. Keengganan organisasi meliputi:
kelambanan struktural, fokus terhadap perubahan, kelambanan kelompok,
16
ancaman terhadap keahlian, ancaman terhadap hubungan yang mapan, ancaman
terhadap alokasi sumber daya yang mapan. Dua keengganan pokok seperti yang
diuraikan di atas, merupakan suatu hal yang sangat mengkhawatirkan apabila
menjadi pemicu menurunnya tingkat disiplin kerja pegawai, sehingga dapat
membawa organisasi ke dalam situasi yang stagnan dan penuh skeptisisme
(Sumarjo, 2003:20).
Robbins dan Timothy (2008:37-39) menyatakan disiplin kerja dibagi
menjadi beberapa bagian hal negatif, yaitu mangkir (absentheeism), perputaran
karyawan, dan perilaku menyimpang di tempat kerja.
1) Mangkir: ketidak hadiran di kantor tanpa izin, sulit bagi organisasi untuk
beroperasi secara lancar dan mencapai tujuan-tujuannya apabila karyawan
mangkir. Arus kerja menjadi terganggu dan seringkali keputusan-keputusan
menjadi tertunda.
2) Perputaran karyawan: pengunduran diri permanen yang secara sukarela
maupun tidak sukarela dari karyawan di suatu organisasi.
3) Perilaku menyimpang di tempat kerja: perilaku sukarela yang melanggar
norma-norma yang berlaku pada organisasi yang signifikan mengganggu dan
mengancam kesejahteraan dari anggota lainnya.
2.1.3 Indikator disiplin kerja
Indikator yang menentukan tingkat kedisiplinan karyawan di dalam
bekerja diantaranya menurut Hasibuan (2007:194).
17
1) Tujuan dan kemampuan
Indikator ini ikut menentukan tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan
dicapai harus jelas ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi
kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang
dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan
bersangkutan.
2) Teladan pimpinan
Indikator ini sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena
pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahan.
3) Balas jasa
Indikator ini ikut menentukan kedisipinan karyawan karena balas jasa akan
memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap
perusahaan/pekerjaannya.
4) Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya disiplin karyawan, karena ego dan sifat
manusia yang selalu merasa dirinya penting dan ingin diperlakukan sama
dengan manusia lainnya.
5) Waskat (pengawasan melekat)
Tindakan nyata yang paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan
perusahaan.
6) Sanksi hukum
Sanksi hukum berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan,
dengan sanksi semakin berat karyawan akan semakin takut melanggar
18
peraturan-peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indispliner karyawan akan
berkurang.
7) Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan menentukan kedisplinan
karyawan perusahaan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan
hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui
kepemimpinannya oleh bawahan.
8) Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisplinan yang baik bagi perusahaan.
2.1.4 Pengertian kompetensi
Kompetensi adalah bagian yang ada pada kepribadian seseorang dan dapat
memprediksikan tingkah laku dan performansi secara luas pada semua situasi dan
job tasks. Kompetensi adalah sekumpulan pengetahuan, ketrampilan atau sikap
yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan jabatan atau tugasnya
Amin dan Sudarto ( 2009:4).
Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau
melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan
pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan
tersebut,
Dengan
demikian,
kompetensi
menunjukan
keterampilan
atau
pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu
sebagai sesuatu yang terpenting, sebagai unggulan bidang tersebut
(2007:86).
19
Wibowo
Kompetensi merupakan sekelompok perilaku yang spesifik, dapat dilihat
dan dapat diverifikasi, yang secara reliable dan logis dapat dikelompokan
bersama serta sudah diidenfitifikasi sebagai hal-hal yang berpengaruh besar
terhadap keberhasilan pekerjaan, sedangkan pengertian kompetensi di dalam ilmu
manajemen adalah bahwa manajemen seharusnya mementingkan kemampuan
dalam argumentasi secara efektif dan efisien, manajemen harus mementingkan
analisa kemampuan karyawan sekarang dibandingkan dengan kemampuan
karyawan yang akan datang di dalam organisasi Spencer (2006:43).
Kompetensi haruslah mengintegrasikan sejumlah keahlian atau teknologi,
menjadi kekuatan bersaing yang unik, dan memberikan kontribusi pada nilai serta
memberikan kemampuan untuk masuk ke pasar yang baru, Prahalad dan Hamel
(2008:110).
Kompetensi digunakan untuk menciptakan standar yang unik dalam
disiplin ilmu dan spesialisasi. Ini meliputi pendidik, peserta didik, dan praktisi.
Kompetensi di bidang pendidikan menciptakan lingkungan yang mendorong
pemberdayaan, akuntabilitas, dan evaluasi kinerja, secara konsisten dan adil.
Akuisisi kompetensi bisa melalui bakat, pengalaman, atau pelatihan.
2.1.5 Model Kompetensi
Model-model kompetensi menjelaskan perilaku-perilaku yang terpenting
yang diperlukan untuk kinerja unggul dalam posisi, peran atau fungsi yang
spesifik, yang bisa terdiri dari beberapa atau berbagai kompetensi. Model
kompetensi dibedakan menurut kepentingannya, menjadi model kompetensi untuk
leadership, coordinator, experts dan support. Model kompetensi untuk
20
kepemimpinan dan coordinator pada dasarnya sama dan meliputi : komitmen pada
pembelajaran berkelanjutan, orientasi pada pelayanan masyarakat, berpikir
konseptual, pengambilan keputusan, mengembangkan orang lain, standar
profesionalisme tinggi, dampak dan pengaruh, inovasi, kepemimpinan, kepedulian
organisasi, orientasi pada kinerja, orientasi pada pelayanan, strategi bisnis, kerja
sama tim, dan keberagaman.
Model kompetensi untuk experts dan support pada dasarnya juga sama dan
meliputi : komitmen atas pembelajaran berkelanjutan, orientasi pada pelayanan
masyarakat, peduli atas ketepatan dan hal-hal detail, berfikir kreatif dan inovatif,
fleksibilitas, standar profesionalisme tinggi, perencanaan, pengorganisasian dan
koordinasi, pemecahan masalah, orientasi pada kinerja, orientasi pada pelayanan,
kerja sama tin dan keberagaman.
Sementara itu, Zwell (Hasibuan;2003:218) membedakan kompetensi
menurut posisi dan menurut tingkat dan fungsi kerja sedangkan tingkat dan fungsi
kerja dibedakan lagi antara superior serta antara mitra dan superior.
2.1.6 Pengertian motivasi
Motivasi dalam Rivai (2009:837) adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai
yang memengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan
tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang
memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai
tujuan. Dorongan tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu: arah perilaku (kerja
untuk mencapai tujuan), dan kekuatan perilaku (seberapa kuat usaha individu
dalam bekerja). Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran, dan pengalaman masa
21
lalu yang merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal perusahaan.
Selain itu motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan individu untuk
melakukan tindakan karena mereka ingin melakukannya. Apabila individu
termotivasi, mereka akan membuat pilihan yang positif untuk melakukan sesuatu,
karena dapat memuaskan keinginan mereka.
Menurut Martoyo (2000:165) motivasi adalah kondisi mental yang
mendorong dilakukannya suatu tindakan dan memberikan kekuatan yang
mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi
ketidakseimbangan. Dari beberapa pengertian motivasi tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang dapat mengarahkan kepada sebuah
tujuan atau dorongan demi tercapainya tujuan dengan melakukan tindakantindakan.
2.1.7 Jenis-jenis motivasi
Motivasi menurut Mudiarta (2001:317) dibagi menjadi dua bagian,
sebagai berikut.
1) Material incentive adalah pendorong yang dapat dinilai dengan
uang/financial seperti: upah, gaji, bonus, dan tunjangan.
2) Non material incentive adalah pendorong yang tidak dapat dinilai dengan
uang atau financial, seperti : penempatan yang tepat, latihan sistematik,
promosi yang obyektif, penghargaan hasil kerja, keselamatan kerja,
kondisi lingkungan kerja, kondisi perlengkapan, peralatan penunjang
aktivitas kerja, fasilitas rekreasi, penjagaan kesehatan dan perumahan.
22
2.1.8 Pengertian komunikasi
Komunikasi menurut Nimran (Ardana, dkk, 2009:49) adalah proses
penyampaian pesan dari satu sumber berita kepada penerima melalui saluran
tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan tanggapan dari penerima. Berdasarkan
uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses
penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain sehingga menimbulkan
interaksi antara kedua belah pihak untuk dapat saling mengerti dalam mencapai
suatu tujuan.
2.1.9 Fungsi komunikasi
Menurut Gorda (2004:194), komunikasi menjalankan empat fungsi utama
dalam suatu kelompok atau organisasi, sebagai berikut.
1) Pengendalian (kontrol, pengawasan)
Komunikasi bertindak untuk mengendalikan perilaku anggota dengan
beberapa cara. Setiap organisasi mempunyai hierarki wewenang dan garis
panduan formal yang harus dipatuhi karyawan.
2) Motivator
Komunikasi membantu perkembangan motivasi dengan menjelaskan kepada
para karyawan apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka bekerja, dan
apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kinerja yang di bawah standar.
3) Pengungkapan Emosional (Semangat, frustasi, dan lain-lain)
Bagi banyak karyawan, kelompok kerja mereka merupakan sumber pertama
untuk interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi dalam kelompok tersebut
23
merupakan
mekanismef
undamental
dengan
mana
anggota-anggota
menunjukkan kekecewaan dan rasa puas mereka.
4) Memberikan informasi
Komunikasi memberikan informasi yang diperlukan individu dan kelompok
untuk mengambil keputusan dengan meneruskan data guna mengenali dan
menilai pilihan-pilihan alternatif.
2.1.10 Proses komunikasi
Komunikasi dapat dibayangkan sebagai suatu proses atau aliran. Sebelum
komunikasi dapat terjadi, perlu diungkapkan suatu maksud sebagai pesan untuk
disampaikan. Ardana, dkk (2004:49), menggambarkan proses komunikasi sebagai
berikut.
Gambar 2.1 Proses Komunikasi
Siapa
Komunikator
Mengatakan apa
Dengan cara apa
Kepada siapa
Pesan
Medium
Penerima
Umpan Balik
Dengan akibat apa
Sumber : Ardana, dkk (2009:49)
Proses komunikasi sangat berkaitan dengan bagimana komunikasi itu
berlangsung yang diawali dengan siapa menyampaikan apa, dengan cara apa atau
melalui apa, kepada siapa dan berakibat apa.
24
2.1.11 Jenis-jenis komunikasi
Jenis-jenis komunikasi menurut Nimran (Ardana, dkk. 2009:51), ada
bermacam-macam paradigma atau cara pandang yang dapat dipakai untuk
membedakan berbagai bentuk komunikasi, sebagai berikut.
1) Dari aspek lingkup organisasi maka ada.
(1) komunikasi intern, yaitu komunikasi yang terjadi antara pihak pihak
internal,
(2) komunikasi ekstern, yaitu komunikasi antara suatu organisasi dengan
pihak eksternal/pihak lain.
2) Dari aspek tingkatan organisasi maka ada.
(1) komunikasi vertikal, yaitu komunikasi yang berlangsung antara atasan
dengan bawahan,
(2) komunikasi horizontal, yaitu komunikasi yang terjadi diantara pejabat
yang selevel/sederajat.
3) Dari aspek sudut arahnya maka akan ada.
(1) komunikasi searah, yaitu komunikasi yang ditandai dengan adanya satu
pihak yang aktif yaitu pengirim/penyampai informasi, sedangkan pihak
lainnya pasif dan menerima,
(2) komunikasi dua arah, yaitu komunikasi yang ditandai peran aktif kedua
belah pihak, baik pemberi ataupun penerima informasi.
4) Dari aspek aliran komunikasi dalam organisasi maka akan ada.
(1) komunikasi dari atas ke bawah, yaitu komunikasi yang mengalir dari
manajer ke bawah atau ke para karyawan,
25
(2) komunikasi dari bawah ke atas, yaitu komunikasi yang mengalir ke atas
yakni dari karyawan ke manajer,
(3) komunikasi horizontal/lateral, yaitu komunikasi yang terjadi di antara
semua karyawan ditingkatan organisasi yang sama,
(4) komunikasi diagonal, yaitu komunikasi antara orang-orang yang
mempunyai hirarki berbeda dan tidak memiliki hubungan wewenang
secara langsung.
5) Dari aspek media atau alat yang digunakan maka ada.
(1) komunikasi visual, yaitu komunikasi yang memakai alat tertentu untuk
mengirim pesan yang dapat ditangkap oleh mata,
(2) komunikasi audial visual, yaitu: komunikasi yang menggunakan alat
tertentu yang dapat ditangkap oleh telinga,
(3) komunikasi audio visual, yaitu komunikasi yang memakai alat tertentu
yang pesannya ditangkap oleh mata dan telinga secara bersamaan.
6) Dari aspek cara menyampaikan maka ada.
(1) komunikasi verbal, yaitu komunikasi yang pesan-pesannya disampaikan
dengan memakai kata kata yang dapat dimengerti baik lisan maupun
tulisan,
(2) komunikasi non verbal/komunikasi tanpa kata, yaitu komunikasi yang
pesan-pesannya disampaikan melalui simbol, isyarat atau perilaku
tertentu.
26
7) Dari aspek strategi atau teknik maka ada.
(1) komunikasi koersif, yaitu komunikasi yang dengan cara memaksa agar
komunikan mau menerima pesan yang disampaikan,
(2) komunikasi persuasif, yaitu komunikasi dengan melibatkan aspek
psikologis komunikan, sehingga ia tidak saja menerima, menyetujui
tetapi mau melaksanakannya dalam bentuk kegiatan atau tindakan
sebagaimana yang dikehendaki oleh si komunikator.
8) Dari aspek jaminan di mana komunikasi mengalir maka ada.
(1) komunikasi informal, yaitu komunikasi yang tidak resmi sumber dan
maksudnya,
(2) komunikasi formal, yaitu komunikasi yang berkaitan dengan tugas dan
mengikuti rantai wewenang.
9) Dari aspek manajerial, komunikasi itu mencakup komunikasi interpersonal
yaitu komunikasi antara dua orang atau lebih, dan komunikasi organisasi yaitu
semua pola, jaringan, dan sistem komunikasi dalam suatu organisasi.
2.1.12 Pengertian komitmen
Komitmen karyawan menurut Arfan dan Ishak (2005:35) merupakan
tingkat sejauh mana seorang karyawan memihak kepada suatu organisasi tertentu
dan tujuan-tujuannya, serta niat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam
organisasi itu. Komitmen karyawan sangat menentukan semangat kerja karyawan.
Komitmen dalam hal ini dapat diartikan sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan
terhadap
kemampuan.
Orang mempunyai
komitmen
yang tinggi
akan
menunjukkan semangat dan kualitas kerja yang tinggi pula, dengan demikian akan
27
berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. Pengertian yang dikemukakan oleh
Porter (Odom, 1990) bahwa komitmen sebagai the streght of an individual’s
identification with and involvement in a particular organization. Konsep
komitmen yang dikemukakan itu memiliki tiga aspek, sebagai berikut.
1) Percaya serta menerima tujuan dan nilai organisasi.
2) Rela berusaha mencapai tujuan organisasi, dan
3) Memiliki keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.
Komitmen karyawan dapat tumbuh disebabkan karena individu memiliki
ikatan emosional terhadap organisasi yang meliputi dukungan moral dan
menerima nilai yang ada serta tekad dari dalam diri untuk mengabdi pada
organisasi. Komitmen karyawan akan membuat organisasi lebih produktif dan
profitabel. Bagi individu dengan komitmen yang tinggi, pencapaian tujuan
organisasi merupakan hal penting. Komitmen yang kuat di dalam diri individu
akan menyebabkan individu berusaha keras mencapai tujuan organisasi sesuai
dengan kepentingan organisasi. Sebaliknya bagi individu dengan komitmen yang
rendah akan mempunyai perhatian yang rendah pada pencapaian tujuan organisasi
dan cenderung berusaha memenuhi kepentingan pribadi.
2.1.13 Pengertian lingkungan kerja
Lingkungan diartikan sebagai kombinasi antara kondisi fisik dan
kelembagaan. Kondisi fisik mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah,
air, energi surya, udara, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah
maupun di dalam lautan. Sedangkan bagian kelembagaan dari lingkungan adalah
ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik itu.
28
Kelembagaan dianggap orang sebagai sesuatu yang bernilai tinggi dalam
penggunaan sumber daya alam, organisasinya, prosedurnya, serta peraturan dalam
penggunaan sumber daya alam untuk menghasilkan barang dan jasa yang
dibutuhkan oleh manusia. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan sekaligus
merupakan masalah teknik dan masalah sosial (Suyana, 2005:105).
Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan/instansi sangat penting untuk
diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses
produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh
langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut.
Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan
kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan
kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan.
Menurut Sanjaya dan Lasmini (2007:33) Lingkungan kerja merupakan
suasana di lingkungan kerja baik fisik maupun sosial dimana para pegawai
melaksanakan tugas atau pekerjaan sehari-hari, yang masing-masing diukur
dengan indikator kebersihan, penataan peralatan, penerangan/pencahayaan,
sirkulasi udara, keamanan kerja, kerjasama dengan teman sekerja, koordinasi
dengan pegawai di unit lain, keakraban hubungan kerja dengan sesama pegawai,
dan keharmonisan hubungan kerja dengan atasan langsung.
Di lingkungan kerja seseorang akan berinteraksi dengan teman sekerja,
dengan pimpinan, dan dengan relasi bisnis. Dalam proses interaksi akan terjadi
proses saling mempengaruhi. Pengaruh-pengaruh itu akan menjadi bagian dari
dirinya. Pengaruh dari lingkungan kerja pada umumnya mengendap dalam diri
29
seseorang dan sulit untuk mengubahnya apabila seseorang telah lama bekerja di
lingkungan kerja tertentu, kemudian pindah ke lingkungan kerja lain, ia akan
mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan kerja yang
baru tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, maka lingkungan kerja dapat
dinyatakan sebagai kondisi lingkungan kerja fisik tempat karyawan melaksanakan
tugas rutin yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
1)
Sumarjo (2008) dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Menentukan
Disisplin Kerja Karyawan Balai Metrologi Pada Dinas Perdagangan
Provinsi Jawa Tengah”. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis
regresi berganda. Setelah melalui uji asumsi klasik (uji autokorelasi,
heteroskedastisitas, dan multikolinearitas) sebagai model penelitian ini,
maka dilakukan uji validitas dan realibilitas data. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa, terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari
faktor kepemimpinan dan penegakan disiplin kerja terhadap disiplin
karyawan. Akumulasi nilai koefisien determinasi melalui uji R2, diperoleh
nilai 0,319 dimana nilai ini menyatakan bahwa kedua faktor bebas yaitu
kepemimpinan dan penegakan disiplin kerja berpengaruh terhadap disiplin
karyawan sebesar 31,9 persen sedangkan sisanya sebesar 68,1 persen
dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah dimensi waktu, tempat, dan objek penelitian.
Persamaannya adalah sama-sama meneliti disiplin kerja karyawan.
30
2)
Ariani (2003) dengan judul penelitian “Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Tingkat Disiplin Kerja PT. Perkebunan Nusantara IV (PERSERO)
Medan”. Pengujian atas variabel Sperman dan korelasi Kendall Tau. Dari
hasil penelitian itu diketahui bahwa faktor motivasi, penegakkan disiplin,
kompensasi, dan lingkungan kerja mempunyai hubungan yang positif dan
kuat terhadap disiplin kerja karyawan. Kompensasi mempunyai hubungan
paling positif dan kuat, dengan menggunakan hasil korelasi Rank Sperman
dan korelasi Kendall Tau, masing-masing sebesar 0,88 dan 0,80. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah waktu, tempat, dan objek
penelitian. Persamaannya adalah sama-sama meneliti disiplin kerja.
3)
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Muhaimin (2004) dengan judul
“Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Disiplin Kerja Karyawan
Operator Shawing Computer Bagian Produksi Pada PT Primarindo Asia
Infrastruktur Tbk Di Bandung”. Penelitian ini menggunakan dua alat ukur.
Data kepuasan kerja diperoleh melalui skala kepuasan kerja dan data
Disiplin kerja diperoleh dengan Skala Disiplin Kerja. Data tersebut diolah
menggunakan uji korelasional dengan menggunakan koefisien korelasi Rank
Sperman. Hasil penelitiannya terdapat hubungan positif yang signifikan
antara kepuasan kerja karyawan dengan disiplin kerja karyawan pada bagian
shawing di PT Primarindo Asia Infrastucture Tbk Bandung. Semakin tinggi
kepuasan kerja karyawan, maka semakin baik disiplin kerja karyawan.
Begitu juga sebaliknya. Perbedaan dalam penelitian ini adalah faktor yang
31
digunakan, teknik analisis, waktu serta tempat penelitian. Persamaannya
adalah sama-sama meneliti tentang disiplin kerja.
4)
Wulandari (2006) dengan judul “Analisis Hubungan Faktor Budaya
Perusahaan Dengan Disiplin Kerja Karyawan Perusahaan Daerah Air
Minum Tirta Pakuan Kota Bogor” menyatakan pelaksanaan nilai-nilai
budaya perusahaan dinilai oleh karyawan pada PDAM Tirta Pakuan sudah
dilakukan dengan baik. Penilaian pelaksanaan disiplin kerja oleh karyawan
pada PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor sudah berjalan dengan baik. Terdapat
hubungan nyata dan positif antara keseluruhan nilai-nilai budaya perusahaan
yang diterjemahkan dalam lima nilai semangat kerja dan sepuluh sikap kerja
dengan disiplin kerja karyawan pada PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.
Berdasarkan analisis Rank Spearman, kekuatan korelasi nilai-nilai tersebut
secara berurut yaitu: profesionalisme, pertanggungjawaban, efektif dan
efisien, integritas, peningkatan kemampuan, pemberdayaan, koordinasi,
keteladanan, konsisten, penghargaan terhadap SDM, antisipatif dan
responsif, kemauan berubah, kepuasan pelanggan dan fokus. Perbedaan
dengan penelitian ini adalah waktu serta tempat penelitian. Persamaannya
adalah sama-sama menggunakan teknik analisis faktor dan sama-sama
meneliti disiplin kerja.
5)
Wahyuddin (2006) dengan judul penelitian “Analisis Kepemimpinan dan
Motivasi Terhadap Disiplin Pegawai Pada Kantor Persatuan Bangsa dan
Perlindungan
Masyarakat
di
Kabupaten
Wonogiri”.
Penelitian
ini
menggunakan dua jenis data yaitu data Primer dan Sekunder. Data Primer
32
diambil langsung dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data Sekunder
diambil dari Kesbang dan Linmas (Kasatuan Bangsa dan Perlindungan
Masyarakat) Kantor Kabupaten Wonogiri. Data yang menunjukkan itensitas
perilaku, dalam bentuk data kualitatif, akan dibuat kuantitatif dengan
menggunakan Skala Likert. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi
linear. Setelah melewati uji validitas dan realibilitas, dapat disimpulkan
bahwa kedua faktor independen, gaya kepemimpinan dan motivasi,
memiliki pengaruh positif terhadap disiplin. Akumulatif, koefisien
determinasi R2 = 0,900 sehingga dapat dikatakan bahwa faktor yang diambil
dalam penelitian ini (90,0 persen) dapat memberikan gambaran mengenai
faktor-faktor yang menentukan disiplin resmi; sisanya 10,0 persen dijelaskan
atau dipengaruhi faktor lain. Perbedaan penelitian ini denga penelitian
sebelumnya adalah dimensi waktu, tempat, dan objek penelitian.
Persamaannya adalah sama-sama meneliti disiplin kerja karyawan.
6)
Nurjana dengan penelitian yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor Motivasi
yang Mempengaruhi Disiplin Kerja pada PT. Timur Jaya Prestasi”. Manfaat
penelitian ini adalah mengetahui faktor yang mempunyai pengaruh yang
dominan terhadap produktivitas kerja pada PT. Timur Jaya Prestasi. Dalam
penelitian ini menggunakan pengujian regresi linier berganda. Setelah
dilakukan pengujian persyaratan regresi berganda, dapat disimpulkan bahwa
model regresi telah bebas dari masalah linearitas, heteroskedastisitas,
autokorelasi, dan telah memenuhi asumsi normalitas. Tetapi dari uji
multikolonieritas diketahui bahwa faktor yang independen dari masalah
33
multikolinieritas adalah kebutuhan sosial dan keamanan kerja. Dari hasil
pengolahan data diketahui bahwa koefisien determinasi (R Square/r2) adalah
sebesar 0.216. Hal ini menunjukkan bahwa 21.6 persen disiplin kerja dapat
dijelaskan oleh faktor kebutuhan sosial dan kebutuhan keselamatan dan
keamanan kerja, sedangkan sisanya 78.4 persen dijelaskan oleh faktor-faktor
diluar kebutuhan sosial dan kebutuhan keselamatan dan keamanan kerja.
Hasil dari pengolahan data diketahui bahwa faktor motivasi yang dominan
terhadap disiplin kerja pada PT. Timur Jaya Prestasi adalah faktor motivasi
keselamatan dan keamanan kerja. Persamaan penelitian ini yaitu sama-sama
meneliti faktor disiplin kerja dan faktor motivasi. Perbedaannya yaitu
terletak dari obyek penelitian, waktu dan jumlah faktor yang digunakan.
7)
Penelitian berikutnya oleh Setiari (2007) dengan judul penelitian ”Faktorfaktor yang Berkontribusi Terhadap Disiplin Dosen Dalam Proses Belajar
Mengajar di Universitas Warmadewa Denpasar”. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui ada atau tidak faktor kompensasi, kepemimpinan,
lingkungan kerja fisik, hubungan kerja, pengawasan, kemampuan dan sanksi
berkontribusi terhadap disiplin dosen dalam proses belajar mengajar di
Universitas Warmadewa Denpasar. Alat analisis yang digunakan untuk
mengolah data adalah analisis faktor dengan menggunakan 215 responden.
Metode pengumpulan data dengan observasi interview dengan kuesioner
dan wawancara yang mendalam. Hasil analisis menunjukkan dari 7 faktor
yang diteliti, 5 faktor yang berkontribusi terhadap disiplin dosen dalam
proses belajar mengajar. Faktor-faktor tersebut adalah kompensasi,
34
pengawasan, kemampuan, hubungan, dan kepemimpinan. Dua faktor
lainnya yang tidak berkontribusi adalah lingkungan kerja fisik dan fakor
yang berkontribusi dominan adalah kompensasi. Perbedaan dalam penelitian
ini adalah jumlah faktor yang diteliti, waktu serta tempat penelitian.
Persamaannya adalah teknik analisis serta faktor disiplin kerja.
8)
Guffey (2001) dengan judul penelitian “Effective employee discipline: A
case of the Internal Revenue Service” yang menyatakan bahwa peran
disiplin kerja karyawan, manajemen, dan perspektif serikat kerja apakah
diperiksa menggunakan Internal Revenue Service sebagai studi kasus.
Konsep disiplin didefinisikan dan kontras dengan hukuman. Dua model
disiplin, yaitu disiplin progresif dan disiplin positif yang dibandingkan dan
dikontraskan. Model disiplin Hibrida digunakan pada Internal Revenue
Service. Yang dibahas peran dan tanggung jawab manajemen, serikat
pekerja, dan karyawan dalam proses disiplin. Perbedaan penelitian ini adalah
pada waktu dan lokasi penelitian. Persamaannya adalah sama-sama meneliti
disiplin kerja karyawan.
9)
Gutiereez (2010) dengan judul penelitian “Perceptions of Motivational
Climate and Teachers’ Strategies to Sustain Discipline as Predictors of
Intrinsic Motivation in Physical Education” yang menyatakan bahwa
penelitian ini menguji antara persepsi murid, iklim motivasi, dan persepsi
guru dalam menerapkan strategi untuk mempertahankan disiplin murid dan
guru dengan motivasi intrinsik dalam pendidikan jasmani. Analisis faktor
Konfirmatori dilakukan untuk mengkonfirmasi keabsahan faktorial dari
35
skala. kemudian, hubungan antara faktor dieksplorasi melalui Pemodelan
Persamaan Struktural. Predictor yang paling penting dari murid motivasi
intrinsik adalah dianggap iklim penguasaan, dan persepsi guru penekanan
pada alasan intrinsik untuk memepertahankan disiplin. Perbedaan dengan
penelitian ini adalah waktu dan lokasi penelitian. Persamaannya adalah
sama-sama meneliti faktor disiplin dan motivasi.
10) Arisandy (2004) dengan judul penelitian “Hubungan Antara Persepsi
Karyawan Terhadap Disiplin Kerja Karyawan Bagian Produksi Pabrik
Keramik Ken Lila Production di Jakarta”. Ada dua alat ukur yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu: (1) angket persepsi terhadap kontrol atasan,
yang memuat aspek: objectivity, wetmatigheid, affective & efficiency,
continuity, dan feed back, dan (2) angket disiplin kerja, yang memuat aspek:
keabsenan, kelambanan, meninggalkan tempat kerja, tidur di tempat kerja,
mengulangi prestasi buruk, pembangkangan perintah, memperlambat
pekerjaan, menolak kerja sama, menolak kerja lembur, menggunakan obatobatan terlarang, dan merusak peralatan. Hasil penelitiannya terdapat
korelasi yang positif antara persepsi karyawan dengan disiplin kerja, tidak
dapat dilepaskan dari peranan kontrol atasan terhadap karyawan yang
berperan dalam membentuk kondisi lingkungan kerja. Adanya kontrol dari
atasan, semua kegiatan yang dilakukan suatu perusahaan akan berjalan
terarah dan tidak menyimpang dari rencana-rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya. Perbedaan dalam penelitian ini adalah jumlah faktor yang
36
digunakan, waktu serta tempat penelitian, persamaannya adalah sama-sama
meneliti tentang disiplin kerja.
11) Penelitian berikutnya yaitu penelitian dari Duron, dkk (2006) yang
merupakan penelitian internasional mengenai disiplin yang berjudul
“Critical Thinking Framework For Any Discipline”. Penelitian ini
merupakan lintas disiplin, yang dibangun di atas teori yang ada dan praktekpraktek terbaik dalam pengembangan kognitif, efektif lingkungan belajar,
dan guru dengan menyediakan kerangka kerja yang bermanfaat untuk
penilaian hasil berbasis. Kerangka kerja ini dapat digunakan untuk
memindahkan siswa terhadap lingkungan belajar yang lebih, pada akhirnya,
lebih menyenangkan dan efektif bagi para guru dan siswa. Penelitian ini
mengungkapkan 5 langkah untuk membangun pola pikir di dalam perilaku
yang disiplin bagi siswa oleh para gurunya. Penelitian Duron, dkk (2006)
terdapat persamaan yaitu menggunakan kuisioner sebagai bahan untuk
pengumpulan data, serta faktor disiplin kerja. Perbedaannya terletak pada
jumlah faktor, obyek yang diteliti, serta waktu dan tempat penelitian.
12) Siwantara (2010) dengan judul “Analisis Kompetensi Profesional dan
Motivasi Kerja serta Iklim Organisasi terhadap Disiplin Kerja dan Kinerja
Dosen Politeknik Negeri Bandung”. Penelitian ini ingin menggambarkan
pengaruh dari kompetensi profesional dan motivasi kerja serta iklim
organisasi terhadap disiplin dan kinerja dosen Politeknik Negeri Bandung,
dengan teknik analisis SEM dengan 7 langkah hipotesis, semua faktor
tersebut berpengaruh signifikan terhadap faktor disiplin kerja dan kinerja.
37
Persamaan dengan penelitian ini adalah pada faktor disiplin kerja, faktor
kompetensi dan motivasi, sedangkan perbedaannya terdapat pada waktu,
tempat, jumlah sampel yang digunakan, serta teknik analisis datanya.
13) Keke (2005) dengan judul “Kompensasi Kerja, Disiplin Kerja Guru dan
Kinerja Guru SMP Kristen BPK Penabur Jakarta”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui apakah kompensasi kerja dan disiplin kerja secara sendirisendiri maupun bersama-sama berhubungan dengan kinerja guru SMP
Kristen BPK Penabur Jakarta, hasil pengujian ini memperlihatkan adanya
hubungan yang berbanding lurus antara kompensasi kerja dengan kinerja
guru, yang berarti semakin baik dan tinggi kompensasi kerja guru, maka
semakin meningkat pula kinerjanya, kemudian disimpulkan pula bahwa
adanya hubungan parsial antara kompensasi kerja dengan kinerja guru yang
dikontrol oleh disiplin kerja guru ternyata tidak signifikan. Berdasarkan
hasil uji hipotesis, menunjukkan bahwa hubungan antara disiplin kerja guru
dengan kinerjanya di semua SMP Kristen Penabur Jakarta dapat dibuktikan
berdasarkan hasil penelitian. Meningkatnya disiplin kerja guru dapat
mendorong dan berdampak positif terhadap kinerjanya. Mendapatkan
kinerja yang tinggi diperlukan pemberian kompensasi yang tinggi pula.
Perbedaan dalam penelitian ini adalah jumlah faktor yang digunakan, teknik
analisis data, dan waktu serta tempat penelitian. Persamaannya adalah samasama meneliti faktor disiplin kerja.
14) Branham (2010) dengan judul penelitian “The Role of Discipline in Leading
Safety Performance”. Penelitian ini menyatakan bahwa Kompleksitas
38
mencoba untuk mengontrol variabilitas semua faktor dan peristiwa yang
meningkatkan paparan cedera karyawan. Hasil keamanan yang buruk,
frustasi, dan para pemimpin sering beralih ke strategi penegakan hokum
sebagai metode “cepat memperbaiki” untuk memperbaiki. Seiring
berjalannya waktu, pengalaman dan data telah membuktikan bahwa
penekanan lebih pada penegakan dan disiplin untuk keamanan benar-benar
dapat memiliki efek yang merugikan pada budaya organisasi, sehingga
benar-benar menghambat daripada mencapai hasil upaya peningkatan
keselamatan berkelanjutan. Bila fokus utama untuk meningkatkan
keselamatan hasil menjadi penekanan yang berlebihan pada disiplin,
karyawan melepaskan diri dan pemimpin organisasi cenderung menjadi
terisolasi dari apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Untuk pendekatan
yang lebih efektif yang mengarah pada hasil positif, pemimpin harus
berfokus pada motivasi dan melibatkan semua tenaga kerja untuk
berpartisipasi aktif dalam bidang pembinaan umpan balik positif dan
konstruktif konstan mengenai kinerja keselamatan dan kondisi. Perbedaan
dengan penelitian ini adalah pada lokasi dan waktu penelitian. Persamaanya
adalah sama-sama meneliti faktor disiplin kerja karyawan.
15) Wono (2008) dengan judul penelitian “Analisis Sistem Penilaian Kinerja
dan Keterbukaan Nilai Kinerja Terhadap Motivasi Kerja (Kasus Pekerja
Bottom Line di Perusahaan Rokok PT. “G”)”. penelitian ini didasarkan pada
tinjauan teoritis dan empiris untuk menjelaskan pengaruh efektifitas
penilaian kinerja, efektifitas penggajian berdasar nilai kinerja dan efektifitas
39
keterbukaan nilai kinerja terhadap motivasi kerja pekerja. Penelitian
dilakukan pada pekerja bottom line di perusahan rokok PT. “G” dengan
melakukan kuesioner dan wawancara terhadap sampel sejumlah 142 orang
pekerja tetap. Hasil penelitian mengungkapkan pengaruh faktor independen;
efektifitas penilaian kinerja dan efektifitas keterbukaan nilai berpengaruh
signifikan terhadap faktor dependen yaitu motivasi kerja pekerja. Sedangkan
pengaruh efektifitas penggajian berdasar nilai kinerja tidak berpengaruh
langsung terhadap motivasi kerja pekerja. 88,02 persen responden
menyatakan setuju dengan system penggajian berdasar nilai kinerja.
Efektifitas penggajian berdasar nilai kinerja tidak memiliki pengaruh
langsung, namun memiliki pengaruh tidak langsung terhadap motivasi kerja
pekerja. Sedangkan efektifitas keterbukaan nilai memiliki pengaruh
langsung saja pada variabel motivasi kerja pekerja. Secara simultan model
penelitian ketiga variabel independen tersebut memiliki pengaruh sebesar
95,5 persen terhadap motivasi kerja pekerja. Perbedaan penelitian ini adalah
waktu, lokasi, jumlah faktor, dan teknik analisis data. Persamaan penelitian
ini adalah sama-sama meneliti faktor motivasi kerja.
16) Apriliatin (2008) dengan judul penelitian “Hubungan Antara Persepsi
Terhadap Kompensasi Dengan Disiplin Kerja Awak KA PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) Daerah Operasi V di Lingkungan Stasiun Besar
Purwokerto”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
persepsi terhadap kompensasi dengan disiplin kerja awak KA. Berdasarkan
analisis regresi diketahui koefisien korelasi rxy = 0.507 dan tingkat
40
signifikansi p = 0.00 (p < 0.05). berdasarkan hasil tersebut, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini terdapat hubungan positif antara persepsi
terhadap kompensasi dengan disiplin kerja diterima. Semakin positif
persepsi pegawai terhadap pemberian kompensasi, maka semakin tinggi
disiplin kerja pegawai. Sebaliknya, semakin negatif persepsi pegawai
terhadap pemberian kompensasi, maka semakin rendah disiplin kerja
pegawai. Perbedaan penelitian ini adalah waktu dan lokasi penelitian,
sedangkan persamaannya adalah sama-sam meneliti faktor disiplin kerja.
17) Penelitian berikutnya dilakukan oleh Robert dkk (2006) yang berjudul
“Critical Thinking Framework For Any Discipline”. Di dalam penelitian ini
model lintas disiplin yang dibangun di atas teori yang ada dan praktekpraktek terbaik dalam pengembangan kognitif, lingkungan belajar yang
efektif, dan hasil penilaian berbasis, guru dengan menyediakan kerangka
kerja yang bermanfaat. Kerangka kerja ini dapat digunakan untuk
memindahkan siswa terhadap lingkungan belajar yang lebih aktif, pada
akhirnya, lebih menyenangkan dan efektif bagi para guru dan semua siswa.
Salah satu contoh model digunakan dalam konteks pendidikan akuntansi,
yang merupakan sebuah disiplin bisnis yang berpikir kritis secara konsisten
disebut sebagai penting dan sulit diterapkan. Persamaan dengan penelitian
ini adalah pada faktor disiplin kerja, sedangkan perbedaannya terdapat pada
waktu, tempat, dan jumlah sampel yang digunakan.
18) Penelitian berikutnya yaitu dari Surasri, Sunarti, dan Mamik (2008) dengan
judul ”Hubungan Kedisiplinan, Motivasi Kerja dan Komitmen Organisasi
41
terhadap Kepuasan Kerja Karyawan”. Penelitian ini menunjukkan bahwa
baik secara simultan maupun parsial, faktor kedisiplinan, motivasi kerja dan
komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja
karyawan pada industri kertas di Jawa Timur. Keeratan hubungan antara
faktor kepuasan kerja karyawan (Y) dengan ketiga faktor lainnya yaitu
kedisiplinan, motivasi kerja dan komitmen organisasi adalah erat (R =
0,720). Kontribusi faktor independen secara bersama-sama memiliki
pengaruh terhadap perubahan kepuasan kerja karyawan sebesar 51,8 persen
sedangkan sisanya sebesar 48,2 persen dipengaruhi faktor lain diluar faktor
independen yang diteliti. Perbedaan dalam penelitian ini adalah waktu dan
tempat penelitian serta teknik analisisnya. Persamaannya adalah faktor
disiplin, motivasi serta komitmen.
19) Mukhyi dan Sunarti (2007) dengan judul penelitian “Hubungan Antara
Kepuasan Kerja Dengan Komitmen Dalam Lingkungan Institusi Pendidikan
Di Kota Depok”. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menguji secara
empiris hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen dalam bekerja
dan mengetahui hubungan locus control dengan kepuasan kerja dan
komitmen. Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis bahwa tingkat
korelasi antara kepuasan kerja dengan komitmen kerja, kepuasan kerja
dengan lokus control serta lokus control terhadap komitmen kerja
mempunyai korelasi yang kecil dan bisa dikatakan hubungannya sangatlah
rendah. Atas dasar perangkingan guru atau pendidik, maka diperoleh
perangkingan bahwa pekerjaan yang aman, nyaman, berarti baik secara
42
ekonomi dan non ekonomi, urutan kedua adalah penghargaan terhadap
pekerjaan, organisasi yang dihargai serta dari orangtua murid, serta rekan
kerja yang kompak. Perbedaan penelitian ini adalah jumlah faktor yang
diteliti, waktu, dan lokasi penelitian. Persamaan penelitian ini sama-sama
meneliti faktor komitmen kerja.
20) Praningrum (2002) dengan judul penelitian “Hubungan Praktek Manajemen
Sumber Daya Manusia Terhadap Komitmen Pimpinan pada Kualitas Rumah
Sakit di Kota Bengkulu” penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
praktek MSDM terhadap komitmen pimpinan pada kualitas. Penelitian
dilaksanakan di tiga Rumah Sakit swasta di Kota Bengkulu. Metode
pengambilan sampel adalah metode sampel acak berstatifikasi dengan 30
persen (196 orang) dari jumlah populasi yang ada. Data dianalisis dengan
metode kuantitatif dengan regresi linear berganda dan metode kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan karir, penilaian prestasi
kerja dan dukungan sosial politik berpengaruh positif terhadap komitmen
pimpinan pada kualitas, dan signifikan secara statistik tetapi akses informasi
teknis tidak berpengaruh terhadap komitmen pimpinan pada kualitas.
Perbedaan dengan penelitian ini ada pada jumlah sampel, lokasi, dan waktu
penelitian. Persamaannya adalah pada faktor komitmen.
21) Penelitian oleh Larry Purnell (2002) yang berjudul “The Purnell Model For
Cultural Competence”. Penelitian ini menggambarkan tentang ikhtisar
tentang Model Purnell untuk Kompetensi budaya dan asumsi di dalam
model yang berbasis. Model Purnell ini di dalam budaya kompetensi dimulai
43
sebagai kerangka kerja untuk perawat siswa untuk digunakan sebagai alat
penilaian klinis. Asumsi tersebut dikembangkan dari perspektif yang luas,
memungkinkan penggunaan mereka di seluruh disiplin ilmu dan praktik
konteks lingkungan. Model ini merupakan konseptualisasi didasarkan pada
beberapa teori dan basis penelitian diperoleh dari organisasi, administrasi,
komunikasi, dan teori-teori pembangunan sebagai keluarga juga antropologi,
sosiologi, psikologi, anatomi dan fisiologi, biologi, ekologi, gizi,
farmakologi, agama, sejarah, ekonomi, ilmu politik, dan linguistik. Dalam
penelitian yang diteliti oleh Larry Purnell (2002) memiliki persamaan pada
penelitian ini yaitu pada faktor kompetensi. Perbedaannya terletak pada
jumlah faktor yang diteliti, waktu dan obyek penelitiannya.
22) Gilley (2009) dengan judul penelitian “Organizational Change: Motivation,
Communication, and Leadership Effectiveness” menyatakan penelitian
menunjukkan bahwa berbagai faktor berdampak pada efektivitas seorang
pemimpin. Penelitian ini membahas perilaku yang terkait dengan efektivitas
kepemimpinan dalam mendorong perubahan. Temuan mengkonfirmasi
penelitian sebelumnya yang mengidentifikasi keterampilan perubahan
efektivitas, sedangkan mengisolasi perilaku pimpinan tertentu yang
dianggap paling berharga untuk mengubah dengan melaksanakan motivasi
dan komunikasi. Perbedaan penelitian ini adalah jumlah faktor yang diteliti,
waktu dan lokasi penelitian. Persamaannya adalah pada faktor motivasi dan
komunikasi.
44
23) Sprick (2009) dengan judul penelitian “Doing Discipline Differently”.
Penelitian ini menyatakan bahwa jika sekolah menerapkan metode ilmiah
diturunkan untuk menciptakan lebih aman, iklim sekolah yang lebih positif
melalui mendukung perilaku yang positif dan menggabungkan usaha
perubahan dengan cara memberikan layanan kepada siswa melalui respon
terhadap intervensi, mereka dapat mengurangi kenakalan siswa dan
meningkatkan tanggung jawab siswa, motivasi, dan prestasi akademik.
Kesimpulan solusi untuk masalah perilaku di sekolah membutuhkan
pemimpin sekolah menengah untuk menyatukan anggota staf pengelola
sekolah, guru, petugas keamanan, dan personil administrasi untuk mengajar
siswa yang menunjukkan perilaku tidak disiplin. Perbedaan dengan
penelitian ini adalah lokasi penelitian dan waktu penelitian. Persamaannya
dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang faktor disiplin
kerja.
24) Parlinda (2007) dengan judul penelitian “Analisis Kepemimpinan, Motivasi,
Pelatihan dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada
Perusahaan Daerah Air Minum Kota Surakarta”. Tujuan dari penelitian ini
yaitu untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan, motivasi, pelatihan dan
lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan secara simultan dan parsial.
Teknik analisis yang digunakan yaitu uji T, uji F, regresi linear berganda,
dan uji asumsi klasik. Hasil dari penelitian ini adalah faktor pelatihan dan
lingkungan kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan, sedangkan faktor kepemimpinan dan motivasi tidak signifikan
45
sehingga tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Nilai F hitung
sebesar 29,809 berarti faktor kepemimpinan, motivasi, pelatihan, dan
lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh signifikan dan nilai R2
sebesar 0,620. Perbedaan penelitian ini adalah teknik analisis, lokasi, dan
waktu penelitian. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama
meneliti faktor motivasi dan lingkungan kerja.
25) Sumarjo (2001) dengan judul penelitian “Analisis Kognisi, Budaya Kerja,
dan Kepemimpinan Terhadap Kedisiplinan Pegawai di Kecamatan
Slogohimo Kabupaten Wonogiri” yang menyatakan bahwa kenyataan
menunjukkan bahwa tidak sedikit PNS yang tidak disiplin pada saat jam
kerja. Ketidakdisiplinan dimaksud berdampak negatif terhadap kinerja.
Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap kedisiplinan pegawai,
yaitu tingkat kognisi seseorang, budaya kerja, dan kepemimpinan. Salah satu
wilayah dimana terjadi permasalahan kedisiplinan pegawai adalah
kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri. Pengaruh faktor-faktor
independen terhadap faktor dependen diatas, diuji dengan analisis regresi
linear berganda (multiple linear regression) dengan metode OLS (Ordinary
Least Square). Kesimpulan yang diperoleh antara lain bahwa baik secara
individual maupun secara serentak, faktor kognisi, budaya kerja, dan
kepemimpinan secara signifikan mempengaruhi disiplin kerja pegawai di
Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri. Perbedaan penelitian ini
adalah lokasi dan waktu penelitiannya, sedangkan persamaan dengan
penelitian ini adalah sama-sam meneliti faktor disiplin kerja.
46
Download