BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Punggung Bawah 2.1.1 Definisi

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Nyeri Punggung Bawah
2.1.1 Definisi
Nyeri punggung bawah (NPB) atau sering disebut juga low back pain
(LBP) merupakan masalah kesehatan di hampir semua negara. Hampir bisa
dipastikan 50-80% orang berusia 20 tahun ke atas pernah mengalami nyeri
punggung bawah. Bahkan umumnya, perempuan usia 60 tahun ke atas lebih
sering merasakan sakit pinggang (Idyan, 2007). NPB merupakan salah satu
gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang
baik, yang sering dialami oleh orang usia lanjut, namun tidak tertutup
kemungkinan dialami oleh orang usia muda.
NPB dapat disebabkan oleh berbagai penyakit muskuloskeletal, gangguan
psikologis dan mobilisasi yang salah. NPB dapat didefinisikan sebagai gangguan
muskuloskeletal pada daerah punggung bawah yang disebabkan oleh berbagai
penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik (Putranto dkk, 2014). Sedangkan
menurut Noor (2012) NPB adalah sindroma klinik yang ditandai dengan gejala
utama nyeri atau perasaan lain yang tidak enak dan tidak nyaman di daerah
punggung bagian bawah (Halimah, 2011). NPB sering menjadi kronis, menetap
atau kadang berulang kali dengan memerlukan biaya yang tinggi dalam
penanganannya sehingga tidak boleh dipandang sebelah mata (Sakinah dkk,
2013).
7
8
Berdasarkan patofisiologi NPB dibagi menjadi NPB spesifik dan non
spesifik. NPB spesifik (Specific low back pain) berupa gejala yang disebabkan
oleh mekanisme patologi yang spesifik, seperti hernia nuclei pulposi (HNP),
infeksi, osteoporosis, rheumatoid arthritis, fraktur, atau tumor. Sedangkan NPB
non spesifik (Non-specific low back pain) berupa gejala tanpa penyebab yang
jelas, diagnosisnya berdasarkan eklusi dari patologi spesifik. Kata “non spesifik”
mengidentifikasi bahwa tidak terdapat struktur yang jelas yang menyebabkan
nyeri. NPB non spesifik termasuk diagnosa seperti lumbago, mysofascial
syndromes, muscle spasm, mechanical LBP, back sprain, dan back strain. Setiap
kondisi ini termasuk nyeri di area lumbar yang mungkin menjalar ke satu atau
kedua paha, tapi tidak dibawah lutut (Abdullah, 2012).
Menurut Kurniasih (2013) berdasarkan data yang diperoleh dari poliklinik
Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dua tahun
terakhir jumlah pasien NPB yang menjalani rawat jalan sebanyak 152 pasien,
tahun 2010 sebanyak 249 pasien (RSUP Sanglah denpasar, 2010). Sedangkan
jumlah pasien NPB yang datang ke tempat praktek fisioterapi perseorangan dua
tahun terakhir berjumlah 270 pasien. Penelitian yang dilakukan di Polandia dari
1.089 responden berusia 10-19 tahun, dilaporkan prevalensi terjadinya nyeri
punggung adalah 830 atau 76,2%, terutama di segmen lumbal sebesar 74,8% dan
44,7% nyeri ringan yang dominan (Kedra et al, 2013).
Nyeri punggung bawah umumnya dikategorikan ke dalam akut, subakut,
dan kronik. Nyeri punggung bawah akut biasanya didefenisikan suatu periode
nyeri kurang dari 6 minggu, nyeri punggung bawah subakut adalah suatu periode
9
nyeri antara 6-12 minggu dan nyeri punggung bawah kronik merupakan suatu
periode nyeri lebih dari 12 minggu (Van Tulder dkk, 2006).
2.1.2
Etiologi
Etiologi nyeri punggung bawah menurut John W.Engstrom dalam
Johannes (2010) dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kongenital/
perkembangan, trauma minor (tegang atau keseleo, tertarik), fraktur, herniasi
diskus
intervertebral,
degeneratif,
artritis,
metastase
neoplasma/
tumor,
infeksi/inflamasi, metabolik, dan lainnya yaitu psikiatri, diseksi arteri vertebral,
postural. Postural dalam hal ini adalah contohnya sikap duduk, dimana sikap
duduk yang tidak baik seperti membungkuk ke depan, tidak tegap, kepala
menunduk, dada kempis, dinding perut menonjol dan cekung kedepan pada
kurvatura lumbal yang berlebihan (hiperlordotic). Semua posisi diatas akan
menyebabkan pusat gaya berat jatuh kedepan. Sebagai kompensasinya, punggung
tertarik kebelakang, menyebabkan hiperlordotic pada daerah lumbal. Jika keadaan
ini berlangsung lama maka akan menyebabkan tulang punggung beserta jaringan
tendon dan otot dipaksa untuk menjaga tubuh bagian atas secara berlebihan,
sehingga terjadi kelelahan pada otot punggung, terutama otot -otot daerah lumbal
(Rahardian, 2013).
2.1.3 Patofisiologi
Tulang belakang merupakan struktur yang kompleks, dibagi ke dalam
bagian anterior dan bagian posterior. Bentuknya terdiri dari serangkaian badan
silindris vertebra, yang terartikulasi oleh diskus intervertebral dan diikat
10
bersamaan oleh ligamen longitudinal anterior dan posterior (Ropper A.H, Brown
R.H, 2005). Berbagai struktur yang peka terhadap nyeri terdapat di punggung
bawah. Struktur tersebut adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus fibrosus,
ligamentum, kapsula artikularis, fasia dan otot. Semua struktur tersebut
mengandung nosiseptor yang peka terhadap berbagai stimulus (mekanikal, termal,
kimiawi). Bila reseptor dirangsang oleh berbagai stimulus lokal, akan dijawab
dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi dan substansi lainnya, yang
menyebabkan timbulnya persepsi nyeri, hiperalgesia maupun alodinia yang
bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan perlangsungan proses
penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan atau lesi yang
lebih berat ialah spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini
menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan munculnya titik picu (trigger
points) yang merupakan salah satu kondisi nyeri (Meliala dkk, 2003).
Postur membungkuk yang dipertahankan dalam jangka waktu yang lama
disertai dengan kelemahan otot-otot paravertebral memicu proses adaptasi postur
yang berkontribusi terhadap terjadinya pembebanan abnormal pada tepi anterior
dari korpus vertebra. Pembebanan ini ditransmisikan pada seluruh segmen tulang
belakang termasuk di dalamnya diskus intervertebralis. Pembebanan anterior ini
menyebabkan kerobekan pada struktur lamellar dari annulus fibrosus. Kerobekan
ini kemudian digantikan oleh sel-sel fibroblast yang berdampak pada proliferasi
jaringan fibrous. Hal ini menurunkan kemampuan tension serabut annulus
fibrosus, menyebabkan adanya protrusi nucleus pulposus yang kemudian akan
menekan struktur dibagian belakang diskus (Peng, 2013).
11
Lapisan terluar annulus fibrosus dan ligamen longitudinal posterior
merupakan struktur yang peka terhadap nyeri. Kedua bagian ini mendapatkan
persarafan dari nervus sinuvertebral dan bagian lateral dari rammus communicans
dan diketahui bahwa kedua saraf ini merupakan saraf tipe nosiseptif yang
membawa stimulus nyeri. Ketika pergeseran nucleus pulposus berhasil merobek
lapisan ini maka akan dirasakan nyeri lokal yang disebut dengan discogenic low
back pain. Nyeri yang dirasakan bersifat segmental karena saraf tersebut
mempersarafi segmen vertebra disekitarnya (Peng, 2013).
Ekstrusi nucleus pulposus menuju ruang epidural akan menginduksi
respon autoimun dan infiltrasi sel mediator inflamasi (sitokin, makfrofag,
interleukin-1, TNF-α) yang memicu proses inflamasi pada daerah akar saraf
(Biyani, 2006). Hal ini akan menimbulkan nyeri sesuai dengan area dermatome
yang dipersarafi oleh akar saraf yang terlibat. Pada umumnya nyeri yang
dirasakan pada daerah pinggang bawah dan paha belakang.
Postur hiperekstensi juga berkontribusi terhadap kejadian nyeri punggung
bawah. Ketika posisi tulang belakang dalam keadaan hiperekstensi, terjadi
pembebanan yang sangat besar pada bagian posterior pillar tulang belakang
terutama permukaan processus articularis pada tulang vertebra yang kontak
dengan permukaan pasangannya. Pembebanan ini menyebabkan stress contact
yang berlebihan antara kedua permukaan sendi, meningkatkan gaya friksi pada
setiap gerakan artrokinematika lumbal. Nosiseptor pada facet joint merespon
terhadap pembebanan ini dan menghasilkan nyeri pada punggung bawah yang
dikenal
dengan
istilah
hyperextension
syndrome
(Neumann,
2009).
12
Hyperextension syndrome juga berdampak pada menyempitnya foramen
intervertebralis yang dapat menekan akar saraf pada segmen terkait yang dapat
menghasilkan radicular back pain.
2.1.4 Faktor Internal dan Eksternal Terjadinya Nyeri Punggung Bawah
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan pada punggung
bawah meliputi faktor internal dan eksternal. Berikut adalah faktor-faktor internal
yang mempengaruhi terjadinya nyeri punggung bawah menurut Erizal (2013),
yaitu :
a. Umur
Secara teori, nyeri punggung bawah dapat dialami oleh siapa saja dan pada
umur berapa saja. Namun demikian, pada kelompok usia 0-10 tahun keluhan ini
jarang dijumpai, hal ini mungkin berhubungan dengan beberapa faktor etiologik
tertentu yang lebih sering dijumpai pada umur yang lebih tua. Biasanya nyeri ini
mulai dirasakan pada mereka yang berumur dekade kedua dan insiden tertinggi
dijumpai pada dekade kelima.
Pada umumnya, nyeri punggung bawah menyerang remaja yang
mempunyai kehidupan sosial yang aktif (20-24 tahun), dan mencapai puncaknya
pada mereka yang berusia lebih dari 40 (Secer et al, 2010). Menurut penelitian
Jones, G.T (2004) di Inggris ditemukan bahwa pada anak-anak dan remaja
memiliki resiko yang sama seperti orang dewasa dalam menderita NPB dengan
prevalensi 70-80%. Walaupun banyak kasus anak-anak yang dilaporkan aktivitas
sehari-harinya terhambat karena menderita NPB, namun gangguan serius/parah
13
jarang ditemukan sehingga konsultasi kesehatan dan rawat inap masih jarang
dilakukan.
Prevalensi NPB pada anak-anak dan remaja sangat beragam tergantung
pada usia dari partisipan yang diteliti dan jenis metode penelitian yang dilakukan.
Balague melaporkan dalam setahun prevalensi menderita NPB pada anak-anak
sekolah berumur 12-17 tahun adalah sebesar 26% di Swiss (Jones, 2004).
Beberapa studi intervensi tentang nyeri punggung bawah tersebut telah banyak
diterbitkan tetapi cara pencegahan belum ditemukan. Penelitian NPB pada remaja
layak menjadi prioritas untuk memberikan bukti sebagai strategi pencegahan yang
relevan di masa depan (Hansen et al, 2002).
b. Riwayat Penyakit
Merupakan penyakit yang berhubungan dengan keluhan otot-otot skeletal
yang sudah dimiliki oleh pekerja dari sebelum mulai bekerja, jadi penyakit
tersebut timbul bukan karena pekerjaannya. Contohnya adalah skoliosis, yaitu
kelainan bentuk tulang belakang yang dapat menyebabkan tekanan yang lebih
besar pada saat seseorang duduk sehingga dapat mengakibatkan NPB. Skoliosis
pada orang dewasa didapat dari riwayat skoliosis saat kecil yang tidak diobati
(Idyan, 2006).
HNP juga merupakan penyebab tersering terjadinya NPB. Hernia Nucleus
Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas
tulang belakang (soft gel disc atau Nucleus Pulposus) mengalami tekanan di salah
satu bagian posterior atau lateral sehingga nucleus pulposus pecah dan luruh
14
sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke dalam canalis spinalis dan
mengakibatkan penekanan radiks saraf (Leksana, 2013).
c. Indeks Masa Tubuh (IMT)
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih, risiko timbulnya
nyeri punggung bawah lebih tinggi karena beban pada sendi penumpu berat badan
akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri pada punggung
bawah. Tinggi badan juga berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai
lengan beban anterior maupun lengan posterior untuk mengangkat beban tubuh.
KLASIFIKASI
UNDERWEIGHT
Severe thinness
Moderate thinness
Mild thinness
NORMAL
OVERWEIGHT
Pre-obesitas
OBESITAS
Obesitas Klas I
Obesitas Klas II
Obesitas Klas III
IMT (Kg/m2)
< 18.50
< 16.00
16.00 - 16.99
17.00 - 18.49
18.50 – 24.99
 25.00
25.00 – 29.99
 30.00
30.00 – 34.99
35.00 – 39.99
 40.00
Tabel 2.1. Klasifikasi IMT menurut WHO (2004)
d. Aktivitas
Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri punggung bawah yang
sering tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi
kebiasaan sehari-hari. Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur,
mengangkat beban pada posisi yang salah dapat menimbulkan NPB. Misalnya,
seorang pelajar / mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada
waktu menulis.
15
Posisi mengangkat beban dari posisi berdiri langsung membungkuk
mengambil beban merupakan posisi yang salah, seharusnya beban tersebut
diangkat setelah jongkok terlebih dahulu. Selain sikap tubuh yang salah yang
seringkali menjadi kebiasaan, beberapa aktivitas berat seperti melakukan aktivitas
dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam dalam sehari, melakukan aktivitas dengan
posisi duduk yang monoton lebih dari 2 jam dalam sehari dapat pula
meningkatkan risiko timbulnya nyeri punggung bawah (Adelia, 2007).
e. Posisi Tubuh
Posisi lumbar yang berisiko menyebabkan terjadinya NPB meliputi
gerakan fleksi ke depan, rotasi, dan mengangkat beban yang berat dengan tangan
yang terbentang. Beban aksial pada jangka pendek ditahan oleh serat kolagen
annular di diskus. Beban aksial yang lebih lama akan memberi tekanan pada
fibrosis annular dan meningkatkan tekanan pada lempeng ujung. Jika annulus dan
lempeng ujung utuh, maka beban dapat ditahan. Akan tetapi, daya kompresi dari
otot dan beban muatan dapat meningkatkan tekanan intradiskus yang melebihi
kekuatan annulus, sehingga menyebabkan robeknya annulus dan gangguan diskus
(Hillus et all, 2010). Ukuran panjang tungkai juga berpengaruh terhadap postur
tubuh seseorang ketika dalam posisi duduk jika kursi yang digunakan tidak sesuai
dengan ukuran antropometri penggunanya. Semakin panjang tungkai seseorang
maka akan semakin kecil derajat yang dibentuk ketika dalam posisi duduk
ergonomis.
16
Sedangkan faktor eksternal (lingkungan) yang mempengaruhi terjadinya
keluhan pada punggung bawah meliputi :
a. Panas
Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan
waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu
koordinasi saraf perasa dan motoris (Suma’mur, 1996).
b. Getaran
Dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah.
Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam
laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
c. Stasiun Kerja
Jika terjadi sikap kerja yang tidak alamiah, berarti ada kekurangserasian
antara manusia dan stasiun kerjanya, sehingga menimbulkan banyak keluhan,
kesalahan dan berkurangnya produktivitas (Helander, 1995).
d. Peralatan Kerja
Suatu peralatan kerja yang belum sesuai akan cepat menimbulkan
kelelahan,
perasaan
kurang
nyaman,
termasuk
didalamnya
keluhan
muskuloskeletal (Grandjean,1998).
2.2 Anatomi dan Biomekanik Yang Terlibat Dalam NPB
2.2.1 Tulang Vertebra
Unit fungsi dari tulang punggung adalah tulang vertebra yang secara
anatomis dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
17
1. Anterior
Bagian ini terdiri dari korpus vertebra yang dihubungkan satu dengan yang
lain oleh diskus invertebra dan ditahan satu sama lain oleh ligamen longitudinal
ventral dan dorsal. Bagian ini terutama berfungsi untuk menyangga berat badan.
2. Posterior
Bagian ini terdiri dari pedikel, prossesus spinosus, prossesus transversus,
dan lamina yang diikat satu sama lain oleh berbagai ligamen di antaranya ligamen
interspinal, ligamen intertransversa dan ligamen flavum. Pada prossesus spinosus
dan transversus melekat otot-otot yang turut menunjang dan melindungi kolumna
vertebra.
Bagian ini penting sekali untuk menghubungkan tulang belakang dari ruas
ke ruas oleh karena bagian belakang ini dilengkapi juga oleh 2 pasang facies
artikularis superior dan inferior. Arah bidang dari facies artikularis ini akan
menentukan arah gerakan yang mungkin dari tulang punggung yang
bersangkutan. Bagian ini juga sangat penting dalam menjaga stabilitas tulang
belakang secara keseluruhan (Cailliet 1984, Halimah 2011).
18
Gambar 2.1 Kolumna Vertebralis
(Cael, 2011)
Kolumna vertebralis berfungsi untuk menyanggah kranium, gelang bahu,
ektremitas atas, dan dinding toraks serta melalui gelang panggul meneruskan berat
badan ke ekstremitas inferior dan merupakan pilar utama tubuh. Di dalam
rongganya terletak medula spinalis, radix nervi spinales, dan lapisan penutup
meningen, yang dilindungi oleh kolumna vertebralis (Johannes, 2010).
Gambar 2.2 Segmen Anterior dan Posterior Kolumna Vertebralis
(Cael, 2011)
19
Struktur kolumna ini fleksibel karena kolumna ini bersegmen-segmen dan
tersusun atas vertebra, sendi-sendi dan bantalan fibrocartilago yang disebut diskus
intervertebralis (Johannes, 2010).
Struktur lain yang juga penting dalam persoalan NPB adalah diskus
intervertebralis. Diskus intervertebralis berfungsi sebagai penyangga beban serta
berfungsi pula sebagai peredam kejut. Diskus ini terbentuk oleh annulus fibrosus
yang merupakan anyaman serat-serat fibroelastik hingga membentuk struktur
mirip gentong. Tepi atas dan bawah melekat pada “end plate” vertebra,
sedemikian rupa hingga terbentuk rongga antar vertebra. Rongga ini berisi
nukleus pulposus, yaitu suatu bahan mukopolisakarida kental yang banyak
mengandung air (Putra, 2014).
2.2.2 Sendi
Sendi facet disebut juga sendi zygapophyseal. merupakan sendi yang khas.
Terbentuk dari prosessus artikular dari vertebra yang berdekatan untuk
memberikan sifat mobilitas dan fleksibilitas. Sendi ini merupakan true synovial
joints dengan cairan sinovial (satu prosessus superior dari bawah dengan satu
prosessus inferior dari atas). Manfaat sendi ini adalah untuk memberikan
stabilisasi pergerakan antara dua vertebra dengan adanya translasi dan torsi saat
melakukan fleksi dan ekstensi karena bidang geraknya yang sagital. Sendi ini
membatasi pergerakan fleksi lateral dan rotasi (Vitriana, 2001).
20
Gambar 2.3 Sendi Facet dan Discus Intervertebralis
(Vitriana, 2001)
2.2.3 Ligamen
Struktur berikutnya adalah ligamen longitudinal anterior, merupakan
struktur fibrosa yang bermula dari bagian anterior basal tulang occipital dan
berakhir di bagian anterior atas sacrum. Serabutnya berjalan dengan arah
longitudinal dan melekat pada permukaan anterior seluruh korpus vertebra.
Ligamen ini lebar dan kuat. Serabut terdalamnya bercampur dengan diskus
intervertebralis dan berikatan kuat pada setiap korpus vertebra. Ligamen ini akan
bertambah ketebalannya untuk mengisi bentuk konkaf sesuai dengan konfigurasi
korpus vertebra.
Sedangkan ligamen longitudinal posterior terletak pada permukaan
posterior korpus vertebra. Ligamen ini membentuk batas anterior kanalis spinalis.
Pada kanalis lumbal, ligamen ini mulai menyempit saat melalui korpus pada
vertebra L1 dan menjadi setengah lebar asalnya pada ruang antara L5 dan S1,
meluas ke arah lateral saat melewati diskus. Konfigurasi seperti ini akan
menyebabkan bagian lateral menjadi bagian yang paling lemah dan paling mudah
untuk terjadinya herniasi diskus (Vitriana, 2001).
21
Berikut adalah ligamentum yang terdapat pada vertebra :
a. Ligamentum supraspinale yang berjalan di antara ujung-ujung processus
spinosus yang berdekatan.
b. Ligamentum interspinalia yang menghubungkan processus spinosus yang
berdekatan.
c. Ligamentum intertransversaria yang berjalan di antara processus tranversus
yang berdekatan.
d. Ligamentum flavum yang menghubungkan lamina dari vertebra yang
berdekatan (Johannes, 2000).
2.2.4 Otot
Adapun otot-otot yang berorigo pada vertebra lumbalis dibagi menjadi otot
posterior dan otot anterior, yaitu :
a. Otot-otot posterior :
1. Otot latissimus dorsi
2. Otot paraspinalis, terdiri dari otot erector spine (otot iliocostalis, otot
longissimus, dan otot spinalis), berfungsi sebagai ekstensor utama tulang
belakang.
b. Otot lapisan dalam :
1. Otot rotator
2. Otot multifidi, merupakan otot stabilisator segmental kecil yang berfungsi
untuk mengontrol fleksi lumbal karena otot ini tidak menghasilkan kekuatan
yang cukup untuk mengekstensikan tulang belakang.
22
Gambar 2.4 Otot Punggung Dalam
(Cael, 2011)
c. Otot-otot anterior :
1. Otot psoas, karena perlekatan langsung otot psoas pada vertebra lumbalis,
peregangan otot ini akan menonjolkan lordosis lumbalis normal. Hingga
meningkatkan kekuatan elemen posterior dan berkontribusi terhadap nyeri
pada sendi zygapophyseal.
2. Otot kuadratus lumborum, berperan dalam sisi fleksibilitas dan membantu
melakukan gerakan fleksi lumbal.
Sedangkan otot-otot yang terdapat pada abdomen meliputi :
a. Otot abdomen superfisial :
1. Otot rektus abdominis
2. Otot obliqus eksternus
23
b. Otot lapisan dalam :
1. Otot obliqus internus
2. Otot transversus abdominis, dianggap sebagai otot yang memiliki peranan
penting dan dapat dilatih untuk mengobati nyeri punggung bawah.
Fascia torakolumbalis, dan perlekatannya pada otot transversus abdominis
serta otot obliqus internus berperan sebagai "penguat" struktur abdomen dan
lumbal. Fascia ini mengurangi gaya geser yang diciptakan oleh otot lain dan oleh
gerakan lumbal. Mekanisme penguatan abdomen merupakan hasil kontraksi otot
abdomen lapisan dalam, menciptakan ketegangan fascia torakolumbalis,
kemudian menciptakan kekuatan ekstensi pada vertebra lumbalis tanpa
meningkatkan kekuatan geser.
Stabilisator pelvis dipertimbangkan sebagai otot "inti". Otot gluteus medius
menstabilkan pelvis selama berjalan, kelemahan atau inhibisi pada otot ini
menyebabkan "ketidakstabilan" pelvis. Otot piriformis adalah rotator pinggul dan
sakral menyebabkan rotasi eksternal berlebihan pinggul dan sakrum ketika
teregang, dan dapat menyebabkan peningkatan gaya geser pada lumbosakral
junction yaitu diskus L5-S1 atau sendi zygapophyseal.
2.2.5 Biomekanik Terapan Pada NPB
NPB disebabkan oleh banyak hal. Lederman (2010) menunjukkan faktor
biomekanik yang bertanggung jawab terhadap kejadian NPB diantaranya kurva
dan pergerakan tulang belakang yang abnormal, adanya pathomechanic secara
24
segmental seperti degenerasi diskus, struktur non-spinal seperti panjang tungkai,
struktur saraf, postural, dan lain-lain.
Selama gerakan, prossesus artikularis inferior akan slide terhadap
permukaan sendi pasangannya baik slide ke atas maupun ke bawah. Hal ini
berdampak
pada
adanya
pelebaran
dan
penyempitan
pada
foramen
intervertebralis. Gerakan berdiri lama melibatkan pergerakan ekstensi yang
dipertahankan dalam waktu lama, dapat berdampak pada menyempitnya foramen
intervertebralis akibat adanya gerakan slide ke bawah selama ekstensi. Hal ini
berdampak pada penekan akar saraf secara segmental yang berakibat terjadinya
NPB.
Postur yang salah juga berkaitan dengan kejadian NPB. Dalam keadaan
netral, garis gravitasi jatuh melewati tubuh melalui prossesus mastoideus, bagian
anterior dari sacrum (S2), dan tepat di depan lutut. Hal ini menyebabkan gravitasi
dapat secara efektif menghasilkan gaya yang mampu mempertahankan posisi
tubuh dengan ideal tanpa adanya penggunaan otot yang berlebihan (Neuman,
2009).
Namun pada postur membungkuk, beban yang jatuh berada jauh di depan
tulang belakang, hal tersebut menghasilkan momen gaya eksternal (EMA) yang
lebih besar, menghasilkan over stretch pada otot ekstensor, sehingga diperlukan
kontraksi ekstensor trunk yang cukup besar untuk mengakomodasi momen gaya
yang jatuh di depan tubuh tersebut seperti pada gambar 2.5. Hal tersebut
menghasilkan strain pada otot ekstensor tersebut yang berujung pada NPB
(Kisner & Colby, 2012).
25
Gambar 2.5 Garis Gravitasi Pada Postur Normal dan Tidak Normal
(Neuman, 2009)
Secara biomekanis, ketika seseorang duduk secara tidak ergonomis
dimana menyebabkan menurunnya kurva lordosis lumbal, penekanan pada discus
intervertebralis dan struktur bagian posterior akan meningkat. Gaya gravitasi
dikali dengan massa dan lengan gaya menyebabkan jumlah berat badan yang
ditransmisikan ke tulang belakang.
Struktur shock absorber seperti discus intervertebralis bertanggung jawab
untuk menetralisir semua gaya yang menuju tulang belakang. Beban ini akan
menyebabkan rupturnya anullus fibrosus, kemudian terjadi pergerseran nucleus
pulposus yang kemudian menekan struktur bagian posterior yang pain sensitive
(Lippert, 2011).
Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6, dimana beban yang diterima
tulang belakang lebih besar ketika tubuh duduk dan dalam posisi membungkuk
sebesar 36 lbs. Sebaliknya, ketika tubuh duduk dalam posisi yang ergonomis,
beban yang diterima oleh tulang belakang lebih sedikit yaitu sebesar 12 lbs.
26
Gambar 2.6. Beban Tubuh Dalam Posisi Duduk
(Lippert, 2011)
2.3 Sikap Duduk Ergonomis
2.3.1 Ergonomi
Ergonomi di definisikan sebagai ilmu anatomi, fisiologi, dan psikologi yang
mempengaruhi manusia dalam lingkungan kerjanya yang memperhatikan
bagaimana cara mengoptimalkan efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan
kenyamanan manusia di tempat kerja, rumah dan tempat bermain. Secara umum
ergonomi merupakan ilmu dari sistem interaksi antara manusia, mesin dan
lingkungan yang bertujuan untuk menyerasikan pekerjaan dengan manusia
(International Ergonomics Association, 2000).
Untuk mencapai hasil yang optimal, perlu diperhatikan performansi
pekerjanya. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah postur dan sikap tubuh
pada saat melakukan aktivitas tersebut. Hal tersebut sangat penting untuk
diperhatikan karena apabila postur kerja yang digunakan pekerja salah atau tidak
ergonomis, pekerja akan cepat lelah sehingga konsentrasi dan tingkat
27
ketelitiannya menurun. Pekerja menjadi lambat, akibatnya kualitas dan kuantitas
hasil kerja menurun yang pada akhirnya menyebabkan turunnya produktivitas
(Santosa, 2004).
2.3.2 Sikap Duduk
Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi di mana seseorang bereaksi
sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Jika sikap mengarah pada objek
tertentu, berarti bahwa penyesuaian diri terhadap objek tersebut dipengaruhi oleh
lingkungan sosial dan kesediaan untuk bereaksi dari orang tersebut terhadap
objek, dimana pada posisi duduk dipengaruhi oleh sikap yang menjadi kebiasaan
dalam aktivitas (Mar’at, 1981).
Duduk memerlukan lebih sedikit energi dari pada berdiri, karena hal itu
mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Sikap duduk yang keliru
merupakan penyebab adanya keluhan pada punggung. Tekanan pada bagian
tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan pada saat berdiri
ataupun berbaring. Menurut Anies (2005), sikap tubuh dalam pekerjaan sangat
dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak peralatan, penempatan
alat petunjuk, cara memperlakukan peralatan seperti macam gerak, arah dan
kekuatan.
Dari sudut
otot, sikap
duduk
yang paling
baik adalah
sedikit
membungkuk. Namun dari sudut tulang lebih baik tegak, agar punggung tidak
bungkuk dan otot perut tidak lemas. Maka dianjurkan pemilihan sikap duduk
yang tegak dan baik diselingi istirahat dengan sedikit membungkuk. Arah
penglihatan untuk sikap kerja berdiri adalah 23 - 37 derajat ke bawah, sedangkan
28
untuk sikap kerja duduk 32 - 44 derajat ke bawah. Arah penglihatan ini sesuai
dengan sikap kepala yang istirahat, sehingga tidak mudah lelah (Anies, 2005).
2.3.3 Sikap Duduk Ergonomis
Sikap kerja tidak alamiah atau kebiasaan duduk yang tidak ergonomis dapat
menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh menjauhi alamiah, misalnya punggung
terlalu membungkuk, kepala terlalu terangkat, menyandarkan tubuh pada salah
satu sisi tubuh dan sebagainya. Semakin jauh bagian tubuh dan gravitasi tubuh
maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot. Sikap duduk seseorang
dalam bekerja akan mempengaruhi produktivitas kerja seseorang, di mana selama
bekerja dengan sikap duduk yang baik, maka produktivitas akan meningkat dan
sebaliknya bila sikap duduk tidak baik, maka produktivitas kerja akan menurun
(Budiono, 2003).
Begitu pula pada mahasiswa, apabila sikap duduk yang dilakukan salah atau
tidak ergonomis, maka produktivitas dalam melakukan aktivitas di setiap kegiatan
perkuliahan dan aktivitas lainnya akan menurun dan terganggu.
Berbicara mengenai postur yang baik, meski sudah banyak ahli yang
mendefinisikan namun ide dasar tentang apa yang disebut dengan postur yang
baik sebetulnya masih samar (Hutton WC dan Adams MA 1985 dalam Parjoto
2007). Postur yang baik yang selama ini digunakan adalah berasal dari tradisi
militer yaitu lebih berorientasi pada estetika dimana sewaktu duduk punggung
harus tegak dan tidak boleh membungkuk kedepan atau lunglai (Parjoto, 2007).
Duduk tegang dan kaku akan memberikan tekanan pada tulang belakang, sikap
duduk yang keliru akibat kursi yang tidak sesuai dengan Antropometri pemakai
29
juga dapat menambah tekanan yang terjadi dan merupakan penyebab utama
adanya masalah-masalah punggung seperti nyeri punggung bawah (Rosadi, 2009).
Terdapat banyak literatur yang menggambarkan tentang sikap kerja
ergonomis. Salah satunya dapat dilihat pada gambar berikut ini yang menjelaskan
mengenai sikap duduk yang baik dilakukan dan sikap duduk yang salah (Gambar
2.7).
30
Gambar 2.7. Sikap Duduk
(Conyers & Webster, 2012)
2.4 Hubungan Sikap Duduk Dengan NPB
Duduk yang lama menyebabkan beban yang berlebihan dan kerusakan
jaringan pada vertebra lumbal. Prevalensi NPB karena posisi duduk besarnya
39,7%, di mana 12,6% sering menimbulkan keluhan; 1,2% kadang-kadang
menimbulkan keluhan dan 25,9% jarang menimbulkan keluhan. Terlalu lama
duduk dengan posisi yang salah akan menyebabkan ketegangan otot-otot dan
keregangan ligamentum tulang belakang, khususnya ligamentum longitudinalis
posterior akan semakin bertambah, khususnya pada posisi duduk membungkuk
(Pheasant 1991, dalam Samara dkk 2005).
Sebagaimana diketahui ligamentum longitudinalis posterior memiliki
lapisan paling tipis setinggi L2-L5. Keadaan ini mengakibatkan daerah tersebut
lebih sering terjadi gangguan. Posisi tubuh yang salah selama duduk membuat
31
tekanan abnormal dari jaringan dan meningkatkan tekanan pada diskus
intervertebralis sebesar 30% sehingga menyebabkan rasa sakit. Menurut teori
tekanan diskus intervertebralis pada saat duduk tegak mencapai 150, dan ketika
duduk dengan posisi tubuh membungkuk tekanannya mencapai 200.
Tulang punggung merupakan bagian tubuh yang memiliki peranan sangat
besar dalam menjaga kestabilan tubuh. Tidak dapat dipungkiri, bahwa sebagian
besar aktivitas sehari-hari dilakukan dengan posisi duduk, sehingga penting untuk
mengetahui posisi tubuh yang benar saat duduk agar menjamin kesehatan tulang
punggung.
Posisi duduk yang tidak benar menyebabkan sirkulasi darah pada bagian
bawah sangat lemah, yang memungkinkan terjadi varises, selulit, pembengkakan
kaki, kelelahan, dan resiko penggumpalan darah di kaki. Duduk yang lama
menyebabkan terjadinya ketegangan otot dibagian pinggul. Postur yang tegak
akan mengurangi kerja dari otot-otot ekstensor untuk melawan beban yang
ditransmisikan pada tulang belakang. Sehingga kemungkinan terjadinya spasme
atau strain pada otot tersebut dapat dihindari. Dan juga, ketika postur dalam posisi
tegak, struktur seperti diskus intervertebralis mendapat pembebanan yang
seimbang pada bagian anterior, posterior, dan lateralnya. Sehingga kemungkinan
terjadi kerusakan struktur bagian posterior dari tulang belakang yang pain
sensitive dapat dicegah.
Salah satu penyakit yang paling sering diderita karena sering melakukan
posisi duduk lama yaitu nyeri punggung bawah. Hal ini diperjelas oleh penelitian
Putri Perdiani pada tahun 2010 dengan desain penelitian studi kasus kontrol
32
terhadap 110 responden didapat bahwa posisi duduk memiliki hubungan yang
bermakna dengan nyeri punggung bawah (OR= 6,01) atau dapat disimpulkan
peluang timbulnya nyeri punggung bawah pada posisi tubuh duduk adalah 6.01
kali lebih besar dibanding posisi tubuh bukan duduk.
Sedangkan penelitian Klooch (2006) dalam Zamna (2007) terhadap murid
sekolah menengah di Skandinavia, yang menemukan bahwa 41,6% murid
menderita LBP selama duduk dikelas terdiri dari 30% yang duduk selama 1 jam
dan 70% yang duduk lebih dari 1 jam. Jadi pendidikan di bidang kesehatan
tentang pencegahan NPB ini akan sangat membantu mengurangi angka insiden.
2.5 Pengukuran Nyeri
Nyeri pada kasus NPB dapat diukur menggunakan metode pengukuran nyeri
Visual Analogue Scale (VAS). Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele
pada tahun 1948 yang merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal
garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat.
Pengukuran nyeri dilakukan dengan cara pasien diminta untuk menandai
sepanjang garis tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Nilai VAS
antara 0 – 4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan nilai VAS > 4
dianggap nyeri sedang menuju berat sehingga pasien merasa tidak nyaman
sehingga (Gunawan, 2011). Setelah itu nilai tersebut dicatat untuk melihat
kemajuan dari intervensi yang sudah dilakukan.
33
Gambar 2.10 Visual Analogue Scale
(Warden et al, 2003)
Download