BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Punggung Bawah 2.1.1 Definisi Nyeri punggung bawah (NPB) atau sering disebut juga low back pain (LBP) merupakan masalah kesehatan di hampir semua negara. Hampir bisa dipastikan 50-80% orang berusia 20 tahun ke atas pernah mengalami nyeri punggung bawah. Bahkan umumnya, perempuan usia 60 tahun ke atas lebih sering merasakan sakit pinggang (Idyan, 2007). NPB merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik, yang sering dialami oleh orang usia lanjut, namun tidak tertutup kemungkinan dialami oleh orang usia muda. NPB dapat disebabkan oleh berbagai penyakit muskuloskeletal, gangguan psikologis dan mobilisasi yang salah. NPB dapat didefinisikan sebagai gangguan muskuloskeletal pada daerah punggung bawah yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik (Putranto dkk, 2014). Sedangkan menurut Noor (2012) NPB adalah sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri atau perasaan lain yang tidak enak dan tidak nyaman di daerah punggung bagian bawah (Halimah, 2011). NPB sering menjadi kronis, menetap atau kadang berulang kali dengan memerlukan biaya yang tinggi dalam penanganannya sehingga tidak boleh dipandang sebelah mata (Sakinah dkk, 2013). 7 8 Berdasarkan patofisiologi NPB dibagi menjadi NPB spesifik dan non spesifik. NPB spesifik (Specific low back pain) berupa gejala yang disebabkan oleh mekanisme patologi yang spesifik, seperti hernia nuclei pulposi (HNP), infeksi, osteoporosis, rheumatoid arthritis, fraktur, atau tumor. Sedangkan NPB non spesifik (Non-specific low back pain) berupa gejala tanpa penyebab yang jelas, diagnosisnya berdasarkan eklusi dari patologi spesifik. Kata “non spesifik” mengidentifikasi bahwa tidak terdapat struktur yang jelas yang menyebabkan nyeri. NPB non spesifik termasuk diagnosa seperti lumbago, mysofascial syndromes, muscle spasm, mechanical LBP, back sprain, dan back strain. Setiap kondisi ini termasuk nyeri di area lumbar yang mungkin menjalar ke satu atau kedua paha, tapi tidak dibawah lutut (Abdullah, 2012). Menurut Kurniasih (2013) berdasarkan data yang diperoleh dari poliklinik Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dua tahun terakhir jumlah pasien NPB yang menjalani rawat jalan sebanyak 152 pasien, tahun 2010 sebanyak 249 pasien (RSUP Sanglah denpasar, 2010). Sedangkan jumlah pasien NPB yang datang ke tempat praktek fisioterapi perseorangan dua tahun terakhir berjumlah 270 pasien. Penelitian yang dilakukan di Polandia dari 1.089 responden berusia 10-19 tahun, dilaporkan prevalensi terjadinya nyeri punggung adalah 830 atau 76,2%, terutama di segmen lumbal sebesar 74,8% dan 44,7% nyeri ringan yang dominan (Kedra et al, 2013). Nyeri punggung bawah umumnya dikategorikan ke dalam akut, subakut, dan kronik. Nyeri punggung bawah akut biasanya didefenisikan suatu periode nyeri kurang dari 6 minggu, nyeri punggung bawah subakut adalah suatu periode 9 nyeri antara 6-12 minggu dan nyeri punggung bawah kronik merupakan suatu periode nyeri lebih dari 12 minggu (Van Tulder dkk, 2006). 2.1.2 Etiologi Etiologi nyeri punggung bawah menurut John W.Engstrom dalam Johannes (2010) dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kongenital/ perkembangan, trauma minor (tegang atau keseleo, tertarik), fraktur, herniasi diskus intervertebral, degeneratif, artritis, metastase neoplasma/ tumor, infeksi/inflamasi, metabolik, dan lainnya yaitu psikiatri, diseksi arteri vertebral, postural. Postural dalam hal ini adalah contohnya sikap duduk, dimana sikap duduk yang tidak baik seperti membungkuk ke depan, tidak tegap, kepala menunduk, dada kempis, dinding perut menonjol dan cekung kedepan pada kurvatura lumbal yang berlebihan (hiperlordotic). Semua posisi diatas akan menyebabkan pusat gaya berat jatuh kedepan. Sebagai kompensasinya, punggung tertarik kebelakang, menyebabkan hiperlordotic pada daerah lumbal. Jika keadaan ini berlangsung lama maka akan menyebabkan tulang punggung beserta jaringan tendon dan otot dipaksa untuk menjaga tubuh bagian atas secara berlebihan, sehingga terjadi kelelahan pada otot punggung, terutama otot -otot daerah lumbal (Rahardian, 2013). 2.1.3 Patofisiologi Tulang belakang merupakan struktur yang kompleks, dibagi ke dalam bagian anterior dan bagian posterior. Bentuknya terdiri dari serangkaian badan silindris vertebra, yang terartikulasi oleh diskus intervertebral dan diikat 10 bersamaan oleh ligamen longitudinal anterior dan posterior (Ropper A.H, Brown R.H, 2005). Berbagai struktur yang peka terhadap nyeri terdapat di punggung bawah. Struktur tersebut adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula artikularis, fasia dan otot. Semua struktur tersebut mengandung nosiseptor yang peka terhadap berbagai stimulus (mekanikal, termal, kimiawi). Bila reseptor dirangsang oleh berbagai stimulus lokal, akan dijawab dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi dan substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi nyeri, hiperalgesia maupun alodinia yang bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan perlangsungan proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan atau lesi yang lebih berat ialah spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan munculnya titik picu (trigger points) yang merupakan salah satu kondisi nyeri (Meliala dkk, 2003). Postur membungkuk yang dipertahankan dalam jangka waktu yang lama disertai dengan kelemahan otot-otot paravertebral memicu proses adaptasi postur yang berkontribusi terhadap terjadinya pembebanan abnormal pada tepi anterior dari korpus vertebra. Pembebanan ini ditransmisikan pada seluruh segmen tulang belakang termasuk di dalamnya diskus intervertebralis. Pembebanan anterior ini menyebabkan kerobekan pada struktur lamellar dari annulus fibrosus. Kerobekan ini kemudian digantikan oleh sel-sel fibroblast yang berdampak pada proliferasi jaringan fibrous. Hal ini menurunkan kemampuan tension serabut annulus fibrosus, menyebabkan adanya protrusi nucleus pulposus yang kemudian akan menekan struktur dibagian belakang diskus (Peng, 2013). 11 Lapisan terluar annulus fibrosus dan ligamen longitudinal posterior merupakan struktur yang peka terhadap nyeri. Kedua bagian ini mendapatkan persarafan dari nervus sinuvertebral dan bagian lateral dari rammus communicans dan diketahui bahwa kedua saraf ini merupakan saraf tipe nosiseptif yang membawa stimulus nyeri. Ketika pergeseran nucleus pulposus berhasil merobek lapisan ini maka akan dirasakan nyeri lokal yang disebut dengan discogenic low back pain. Nyeri yang dirasakan bersifat segmental karena saraf tersebut mempersarafi segmen vertebra disekitarnya (Peng, 2013). Ekstrusi nucleus pulposus menuju ruang epidural akan menginduksi respon autoimun dan infiltrasi sel mediator inflamasi (sitokin, makfrofag, interleukin-1, TNF-α) yang memicu proses inflamasi pada daerah akar saraf (Biyani, 2006). Hal ini akan menimbulkan nyeri sesuai dengan area dermatome yang dipersarafi oleh akar saraf yang terlibat. Pada umumnya nyeri yang dirasakan pada daerah pinggang bawah dan paha belakang. Postur hiperekstensi juga berkontribusi terhadap kejadian nyeri punggung bawah. Ketika posisi tulang belakang dalam keadaan hiperekstensi, terjadi pembebanan yang sangat besar pada bagian posterior pillar tulang belakang terutama permukaan processus articularis pada tulang vertebra yang kontak dengan permukaan pasangannya. Pembebanan ini menyebabkan stress contact yang berlebihan antara kedua permukaan sendi, meningkatkan gaya friksi pada setiap gerakan artrokinematika lumbal. Nosiseptor pada facet joint merespon terhadap pembebanan ini dan menghasilkan nyeri pada punggung bawah yang dikenal dengan istilah hyperextension syndrome (Neumann, 2009). 12 Hyperextension syndrome juga berdampak pada menyempitnya foramen intervertebralis yang dapat menekan akar saraf pada segmen terkait yang dapat menghasilkan radicular back pain. 2.1.4 Faktor Internal dan Eksternal Terjadinya Nyeri Punggung Bawah Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan pada punggung bawah meliputi faktor internal dan eksternal. Berikut adalah faktor-faktor internal yang mempengaruhi terjadinya nyeri punggung bawah menurut Erizal (2013), yaitu : a. Umur Secara teori, nyeri punggung bawah dapat dialami oleh siapa saja dan pada umur berapa saja. Namun demikian, pada kelompok usia 0-10 tahun keluhan ini jarang dijumpai, hal ini mungkin berhubungan dengan beberapa faktor etiologik tertentu yang lebih sering dijumpai pada umur yang lebih tua. Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berumur dekade kedua dan insiden tertinggi dijumpai pada dekade kelima. Pada umumnya, nyeri punggung bawah menyerang remaja yang mempunyai kehidupan sosial yang aktif (20-24 tahun), dan mencapai puncaknya pada mereka yang berusia lebih dari 40 (Secer et al, 2010). Menurut penelitian Jones, G.T (2004) di Inggris ditemukan bahwa pada anak-anak dan remaja memiliki resiko yang sama seperti orang dewasa dalam menderita NPB dengan prevalensi 70-80%. Walaupun banyak kasus anak-anak yang dilaporkan aktivitas sehari-harinya terhambat karena menderita NPB, namun gangguan serius/parah 13 jarang ditemukan sehingga konsultasi kesehatan dan rawat inap masih jarang dilakukan. Prevalensi NPB pada anak-anak dan remaja sangat beragam tergantung pada usia dari partisipan yang diteliti dan jenis metode penelitian yang dilakukan. Balague melaporkan dalam setahun prevalensi menderita NPB pada anak-anak sekolah berumur 12-17 tahun adalah sebesar 26% di Swiss (Jones, 2004). Beberapa studi intervensi tentang nyeri punggung bawah tersebut telah banyak diterbitkan tetapi cara pencegahan belum ditemukan. Penelitian NPB pada remaja layak menjadi prioritas untuk memberikan bukti sebagai strategi pencegahan yang relevan di masa depan (Hansen et al, 2002). b. Riwayat Penyakit Merupakan penyakit yang berhubungan dengan keluhan otot-otot skeletal yang sudah dimiliki oleh pekerja dari sebelum mulai bekerja, jadi penyakit tersebut timbul bukan karena pekerjaannya. Contohnya adalah skoliosis, yaitu kelainan bentuk tulang belakang yang dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar pada saat seseorang duduk sehingga dapat mengakibatkan NPB. Skoliosis pada orang dewasa didapat dari riwayat skoliosis saat kecil yang tidak diobati (Idyan, 2006). HNP juga merupakan penyebab tersering terjadinya NPB. Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nucleus Pulposus) mengalami tekanan di salah satu bagian posterior atau lateral sehingga nucleus pulposus pecah dan luruh 14 sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke dalam canalis spinalis dan mengakibatkan penekanan radiks saraf (Leksana, 2013). c. Indeks Masa Tubuh (IMT) Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih, risiko timbulnya nyeri punggung bawah lebih tinggi karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri pada punggung bawah. Tinggi badan juga berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai lengan beban anterior maupun lengan posterior untuk mengangkat beban tubuh. KLASIFIKASI UNDERWEIGHT Severe thinness Moderate thinness Mild thinness NORMAL OVERWEIGHT Pre-obesitas OBESITAS Obesitas Klas I Obesitas Klas II Obesitas Klas III IMT (Kg/m2) < 18.50 < 16.00 16.00 - 16.99 17.00 - 18.49 18.50 – 24.99 25.00 25.00 – 29.99 30.00 30.00 – 34.99 35.00 – 39.99 40.00 Tabel 2.1. Klasifikasi IMT menurut WHO (2004) d. Aktivitas Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri punggung bawah yang sering tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan sehari-hari. Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada posisi yang salah dapat menimbulkan NPB. Misalnya, seorang pelajar / mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada waktu menulis. 15 Posisi mengangkat beban dari posisi berdiri langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah, seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih dahulu. Selain sikap tubuh yang salah yang seringkali menjadi kebiasaan, beberapa aktivitas berat seperti melakukan aktivitas dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam dalam sehari, melakukan aktivitas dengan posisi duduk yang monoton lebih dari 2 jam dalam sehari dapat pula meningkatkan risiko timbulnya nyeri punggung bawah (Adelia, 2007). e. Posisi Tubuh Posisi lumbar yang berisiko menyebabkan terjadinya NPB meliputi gerakan fleksi ke depan, rotasi, dan mengangkat beban yang berat dengan tangan yang terbentang. Beban aksial pada jangka pendek ditahan oleh serat kolagen annular di diskus. Beban aksial yang lebih lama akan memberi tekanan pada fibrosis annular dan meningkatkan tekanan pada lempeng ujung. Jika annulus dan lempeng ujung utuh, maka beban dapat ditahan. Akan tetapi, daya kompresi dari otot dan beban muatan dapat meningkatkan tekanan intradiskus yang melebihi kekuatan annulus, sehingga menyebabkan robeknya annulus dan gangguan diskus (Hillus et all, 2010). Ukuran panjang tungkai juga berpengaruh terhadap postur tubuh seseorang ketika dalam posisi duduk jika kursi yang digunakan tidak sesuai dengan ukuran antropometri penggunanya. Semakin panjang tungkai seseorang maka akan semakin kecil derajat yang dibentuk ketika dalam posisi duduk ergonomis. 16 Sedangkan faktor eksternal (lingkungan) yang mempengaruhi terjadinya keluhan pada punggung bawah meliputi : a. Panas Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi saraf perasa dan motoris (Suma’mur, 1996). b. Getaran Dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot. c. Stasiun Kerja Jika terjadi sikap kerja yang tidak alamiah, berarti ada kekurangserasian antara manusia dan stasiun kerjanya, sehingga menimbulkan banyak keluhan, kesalahan dan berkurangnya produktivitas (Helander, 1995). d. Peralatan Kerja Suatu peralatan kerja yang belum sesuai akan cepat menimbulkan kelelahan, perasaan kurang nyaman, termasuk didalamnya keluhan muskuloskeletal (Grandjean,1998). 2.2 Anatomi dan Biomekanik Yang Terlibat Dalam NPB 2.2.1 Tulang Vertebra Unit fungsi dari tulang punggung adalah tulang vertebra yang secara anatomis dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : 17 1. Anterior Bagian ini terdiri dari korpus vertebra yang dihubungkan satu dengan yang lain oleh diskus invertebra dan ditahan satu sama lain oleh ligamen longitudinal ventral dan dorsal. Bagian ini terutama berfungsi untuk menyangga berat badan. 2. Posterior Bagian ini terdiri dari pedikel, prossesus spinosus, prossesus transversus, dan lamina yang diikat satu sama lain oleh berbagai ligamen di antaranya ligamen interspinal, ligamen intertransversa dan ligamen flavum. Pada prossesus spinosus dan transversus melekat otot-otot yang turut menunjang dan melindungi kolumna vertebra. Bagian ini penting sekali untuk menghubungkan tulang belakang dari ruas ke ruas oleh karena bagian belakang ini dilengkapi juga oleh 2 pasang facies artikularis superior dan inferior. Arah bidang dari facies artikularis ini akan menentukan arah gerakan yang mungkin dari tulang punggung yang bersangkutan. Bagian ini juga sangat penting dalam menjaga stabilitas tulang belakang secara keseluruhan (Cailliet 1984, Halimah 2011). 18 Gambar 2.1 Kolumna Vertebralis (Cael, 2011) Kolumna vertebralis berfungsi untuk menyanggah kranium, gelang bahu, ektremitas atas, dan dinding toraks serta melalui gelang panggul meneruskan berat badan ke ekstremitas inferior dan merupakan pilar utama tubuh. Di dalam rongganya terletak medula spinalis, radix nervi spinales, dan lapisan penutup meningen, yang dilindungi oleh kolumna vertebralis (Johannes, 2010). Gambar 2.2 Segmen Anterior dan Posterior Kolumna Vertebralis (Cael, 2011) 19 Struktur kolumna ini fleksibel karena kolumna ini bersegmen-segmen dan tersusun atas vertebra, sendi-sendi dan bantalan fibrocartilago yang disebut diskus intervertebralis (Johannes, 2010). Struktur lain yang juga penting dalam persoalan NPB adalah diskus intervertebralis. Diskus intervertebralis berfungsi sebagai penyangga beban serta berfungsi pula sebagai peredam kejut. Diskus ini terbentuk oleh annulus fibrosus yang merupakan anyaman serat-serat fibroelastik hingga membentuk struktur mirip gentong. Tepi atas dan bawah melekat pada “end plate” vertebra, sedemikian rupa hingga terbentuk rongga antar vertebra. Rongga ini berisi nukleus pulposus, yaitu suatu bahan mukopolisakarida kental yang banyak mengandung air (Putra, 2014). 2.2.2 Sendi Sendi facet disebut juga sendi zygapophyseal. merupakan sendi yang khas. Terbentuk dari prosessus artikular dari vertebra yang berdekatan untuk memberikan sifat mobilitas dan fleksibilitas. Sendi ini merupakan true synovial joints dengan cairan sinovial (satu prosessus superior dari bawah dengan satu prosessus inferior dari atas). Manfaat sendi ini adalah untuk memberikan stabilisasi pergerakan antara dua vertebra dengan adanya translasi dan torsi saat melakukan fleksi dan ekstensi karena bidang geraknya yang sagital. Sendi ini membatasi pergerakan fleksi lateral dan rotasi (Vitriana, 2001). 20 Gambar 2.3 Sendi Facet dan Discus Intervertebralis (Vitriana, 2001) 2.2.3 Ligamen Struktur berikutnya adalah ligamen longitudinal anterior, merupakan struktur fibrosa yang bermula dari bagian anterior basal tulang occipital dan berakhir di bagian anterior atas sacrum. Serabutnya berjalan dengan arah longitudinal dan melekat pada permukaan anterior seluruh korpus vertebra. Ligamen ini lebar dan kuat. Serabut terdalamnya bercampur dengan diskus intervertebralis dan berikatan kuat pada setiap korpus vertebra. Ligamen ini akan bertambah ketebalannya untuk mengisi bentuk konkaf sesuai dengan konfigurasi korpus vertebra. Sedangkan ligamen longitudinal posterior terletak pada permukaan posterior korpus vertebra. Ligamen ini membentuk batas anterior kanalis spinalis. Pada kanalis lumbal, ligamen ini mulai menyempit saat melalui korpus pada vertebra L1 dan menjadi setengah lebar asalnya pada ruang antara L5 dan S1, meluas ke arah lateral saat melewati diskus. Konfigurasi seperti ini akan menyebabkan bagian lateral menjadi bagian yang paling lemah dan paling mudah untuk terjadinya herniasi diskus (Vitriana, 2001). 21 Berikut adalah ligamentum yang terdapat pada vertebra : a. Ligamentum supraspinale yang berjalan di antara ujung-ujung processus spinosus yang berdekatan. b. Ligamentum interspinalia yang menghubungkan processus spinosus yang berdekatan. c. Ligamentum intertransversaria yang berjalan di antara processus tranversus yang berdekatan. d. Ligamentum flavum yang menghubungkan lamina dari vertebra yang berdekatan (Johannes, 2000). 2.2.4 Otot Adapun otot-otot yang berorigo pada vertebra lumbalis dibagi menjadi otot posterior dan otot anterior, yaitu : a. Otot-otot posterior : 1. Otot latissimus dorsi 2. Otot paraspinalis, terdiri dari otot erector spine (otot iliocostalis, otot longissimus, dan otot spinalis), berfungsi sebagai ekstensor utama tulang belakang. b. Otot lapisan dalam : 1. Otot rotator 2. Otot multifidi, merupakan otot stabilisator segmental kecil yang berfungsi untuk mengontrol fleksi lumbal karena otot ini tidak menghasilkan kekuatan yang cukup untuk mengekstensikan tulang belakang. 22 Gambar 2.4 Otot Punggung Dalam (Cael, 2011) c. Otot-otot anterior : 1. Otot psoas, karena perlekatan langsung otot psoas pada vertebra lumbalis, peregangan otot ini akan menonjolkan lordosis lumbalis normal. Hingga meningkatkan kekuatan elemen posterior dan berkontribusi terhadap nyeri pada sendi zygapophyseal. 2. Otot kuadratus lumborum, berperan dalam sisi fleksibilitas dan membantu melakukan gerakan fleksi lumbal. Sedangkan otot-otot yang terdapat pada abdomen meliputi : a. Otot abdomen superfisial : 1. Otot rektus abdominis 2. Otot obliqus eksternus 23 b. Otot lapisan dalam : 1. Otot obliqus internus 2. Otot transversus abdominis, dianggap sebagai otot yang memiliki peranan penting dan dapat dilatih untuk mengobati nyeri punggung bawah. Fascia torakolumbalis, dan perlekatannya pada otot transversus abdominis serta otot obliqus internus berperan sebagai "penguat" struktur abdomen dan lumbal. Fascia ini mengurangi gaya geser yang diciptakan oleh otot lain dan oleh gerakan lumbal. Mekanisme penguatan abdomen merupakan hasil kontraksi otot abdomen lapisan dalam, menciptakan ketegangan fascia torakolumbalis, kemudian menciptakan kekuatan ekstensi pada vertebra lumbalis tanpa meningkatkan kekuatan geser. Stabilisator pelvis dipertimbangkan sebagai otot "inti". Otot gluteus medius menstabilkan pelvis selama berjalan, kelemahan atau inhibisi pada otot ini menyebabkan "ketidakstabilan" pelvis. Otot piriformis adalah rotator pinggul dan sakral menyebabkan rotasi eksternal berlebihan pinggul dan sakrum ketika teregang, dan dapat menyebabkan peningkatan gaya geser pada lumbosakral junction yaitu diskus L5-S1 atau sendi zygapophyseal. 2.2.5 Biomekanik Terapan Pada NPB NPB disebabkan oleh banyak hal. Lederman (2010) menunjukkan faktor biomekanik yang bertanggung jawab terhadap kejadian NPB diantaranya kurva dan pergerakan tulang belakang yang abnormal, adanya pathomechanic secara 24 segmental seperti degenerasi diskus, struktur non-spinal seperti panjang tungkai, struktur saraf, postural, dan lain-lain. Selama gerakan, prossesus artikularis inferior akan slide terhadap permukaan sendi pasangannya baik slide ke atas maupun ke bawah. Hal ini berdampak pada adanya pelebaran dan penyempitan pada foramen intervertebralis. Gerakan berdiri lama melibatkan pergerakan ekstensi yang dipertahankan dalam waktu lama, dapat berdampak pada menyempitnya foramen intervertebralis akibat adanya gerakan slide ke bawah selama ekstensi. Hal ini berdampak pada penekan akar saraf secara segmental yang berakibat terjadinya NPB. Postur yang salah juga berkaitan dengan kejadian NPB. Dalam keadaan netral, garis gravitasi jatuh melewati tubuh melalui prossesus mastoideus, bagian anterior dari sacrum (S2), dan tepat di depan lutut. Hal ini menyebabkan gravitasi dapat secara efektif menghasilkan gaya yang mampu mempertahankan posisi tubuh dengan ideal tanpa adanya penggunaan otot yang berlebihan (Neuman, 2009). Namun pada postur membungkuk, beban yang jatuh berada jauh di depan tulang belakang, hal tersebut menghasilkan momen gaya eksternal (EMA) yang lebih besar, menghasilkan over stretch pada otot ekstensor, sehingga diperlukan kontraksi ekstensor trunk yang cukup besar untuk mengakomodasi momen gaya yang jatuh di depan tubuh tersebut seperti pada gambar 2.5. Hal tersebut menghasilkan strain pada otot ekstensor tersebut yang berujung pada NPB (Kisner & Colby, 2012). 25 Gambar 2.5 Garis Gravitasi Pada Postur Normal dan Tidak Normal (Neuman, 2009) Secara biomekanis, ketika seseorang duduk secara tidak ergonomis dimana menyebabkan menurunnya kurva lordosis lumbal, penekanan pada discus intervertebralis dan struktur bagian posterior akan meningkat. Gaya gravitasi dikali dengan massa dan lengan gaya menyebabkan jumlah berat badan yang ditransmisikan ke tulang belakang. Struktur shock absorber seperti discus intervertebralis bertanggung jawab untuk menetralisir semua gaya yang menuju tulang belakang. Beban ini akan menyebabkan rupturnya anullus fibrosus, kemudian terjadi pergerseran nucleus pulposus yang kemudian menekan struktur bagian posterior yang pain sensitive (Lippert, 2011). Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6, dimana beban yang diterima tulang belakang lebih besar ketika tubuh duduk dan dalam posisi membungkuk sebesar 36 lbs. Sebaliknya, ketika tubuh duduk dalam posisi yang ergonomis, beban yang diterima oleh tulang belakang lebih sedikit yaitu sebesar 12 lbs. 26 Gambar 2.6. Beban Tubuh Dalam Posisi Duduk (Lippert, 2011) 2.3 Sikap Duduk Ergonomis 2.3.1 Ergonomi Ergonomi di definisikan sebagai ilmu anatomi, fisiologi, dan psikologi yang mempengaruhi manusia dalam lingkungan kerjanya yang memperhatikan bagaimana cara mengoptimalkan efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat kerja, rumah dan tempat bermain. Secara umum ergonomi merupakan ilmu dari sistem interaksi antara manusia, mesin dan lingkungan yang bertujuan untuk menyerasikan pekerjaan dengan manusia (International Ergonomics Association, 2000). Untuk mencapai hasil yang optimal, perlu diperhatikan performansi pekerjanya. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah postur dan sikap tubuh pada saat melakukan aktivitas tersebut. Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena apabila postur kerja yang digunakan pekerja salah atau tidak ergonomis, pekerja akan cepat lelah sehingga konsentrasi dan tingkat 27 ketelitiannya menurun. Pekerja menjadi lambat, akibatnya kualitas dan kuantitas hasil kerja menurun yang pada akhirnya menyebabkan turunnya produktivitas (Santosa, 2004). 2.3.2 Sikap Duduk Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi di mana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Jika sikap mengarah pada objek tertentu, berarti bahwa penyesuaian diri terhadap objek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kesediaan untuk bereaksi dari orang tersebut terhadap objek, dimana pada posisi duduk dipengaruhi oleh sikap yang menjadi kebiasaan dalam aktivitas (Mar’at, 1981). Duduk memerlukan lebih sedikit energi dari pada berdiri, karena hal itu mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya keluhan pada punggung. Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan pada saat berdiri ataupun berbaring. Menurut Anies (2005), sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak peralatan, penempatan alat petunjuk, cara memperlakukan peralatan seperti macam gerak, arah dan kekuatan. Dari sudut otot, sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk. Namun dari sudut tulang lebih baik tegak, agar punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas. Maka dianjurkan pemilihan sikap duduk yang tegak dan baik diselingi istirahat dengan sedikit membungkuk. Arah penglihatan untuk sikap kerja berdiri adalah 23 - 37 derajat ke bawah, sedangkan 28 untuk sikap kerja duduk 32 - 44 derajat ke bawah. Arah penglihatan ini sesuai dengan sikap kepala yang istirahat, sehingga tidak mudah lelah (Anies, 2005). 2.3.3 Sikap Duduk Ergonomis Sikap kerja tidak alamiah atau kebiasaan duduk yang tidak ergonomis dapat menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh menjauhi alamiah, misalnya punggung terlalu membungkuk, kepala terlalu terangkat, menyandarkan tubuh pada salah satu sisi tubuh dan sebagainya. Semakin jauh bagian tubuh dan gravitasi tubuh maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot. Sikap duduk seseorang dalam bekerja akan mempengaruhi produktivitas kerja seseorang, di mana selama bekerja dengan sikap duduk yang baik, maka produktivitas akan meningkat dan sebaliknya bila sikap duduk tidak baik, maka produktivitas kerja akan menurun (Budiono, 2003). Begitu pula pada mahasiswa, apabila sikap duduk yang dilakukan salah atau tidak ergonomis, maka produktivitas dalam melakukan aktivitas di setiap kegiatan perkuliahan dan aktivitas lainnya akan menurun dan terganggu. Berbicara mengenai postur yang baik, meski sudah banyak ahli yang mendefinisikan namun ide dasar tentang apa yang disebut dengan postur yang baik sebetulnya masih samar (Hutton WC dan Adams MA 1985 dalam Parjoto 2007). Postur yang baik yang selama ini digunakan adalah berasal dari tradisi militer yaitu lebih berorientasi pada estetika dimana sewaktu duduk punggung harus tegak dan tidak boleh membungkuk kedepan atau lunglai (Parjoto, 2007). Duduk tegang dan kaku akan memberikan tekanan pada tulang belakang, sikap duduk yang keliru akibat kursi yang tidak sesuai dengan Antropometri pemakai 29 juga dapat menambah tekanan yang terjadi dan merupakan penyebab utama adanya masalah-masalah punggung seperti nyeri punggung bawah (Rosadi, 2009). Terdapat banyak literatur yang menggambarkan tentang sikap kerja ergonomis. Salah satunya dapat dilihat pada gambar berikut ini yang menjelaskan mengenai sikap duduk yang baik dilakukan dan sikap duduk yang salah (Gambar 2.7). 30 Gambar 2.7. Sikap Duduk (Conyers & Webster, 2012) 2.4 Hubungan Sikap Duduk Dengan NPB Duduk yang lama menyebabkan beban yang berlebihan dan kerusakan jaringan pada vertebra lumbal. Prevalensi NPB karena posisi duduk besarnya 39,7%, di mana 12,6% sering menimbulkan keluhan; 1,2% kadang-kadang menimbulkan keluhan dan 25,9% jarang menimbulkan keluhan. Terlalu lama duduk dengan posisi yang salah akan menyebabkan ketegangan otot-otot dan keregangan ligamentum tulang belakang, khususnya ligamentum longitudinalis posterior akan semakin bertambah, khususnya pada posisi duduk membungkuk (Pheasant 1991, dalam Samara dkk 2005). Sebagaimana diketahui ligamentum longitudinalis posterior memiliki lapisan paling tipis setinggi L2-L5. Keadaan ini mengakibatkan daerah tersebut lebih sering terjadi gangguan. Posisi tubuh yang salah selama duduk membuat 31 tekanan abnormal dari jaringan dan meningkatkan tekanan pada diskus intervertebralis sebesar 30% sehingga menyebabkan rasa sakit. Menurut teori tekanan diskus intervertebralis pada saat duduk tegak mencapai 150, dan ketika duduk dengan posisi tubuh membungkuk tekanannya mencapai 200. Tulang punggung merupakan bagian tubuh yang memiliki peranan sangat besar dalam menjaga kestabilan tubuh. Tidak dapat dipungkiri, bahwa sebagian besar aktivitas sehari-hari dilakukan dengan posisi duduk, sehingga penting untuk mengetahui posisi tubuh yang benar saat duduk agar menjamin kesehatan tulang punggung. Posisi duduk yang tidak benar menyebabkan sirkulasi darah pada bagian bawah sangat lemah, yang memungkinkan terjadi varises, selulit, pembengkakan kaki, kelelahan, dan resiko penggumpalan darah di kaki. Duduk yang lama menyebabkan terjadinya ketegangan otot dibagian pinggul. Postur yang tegak akan mengurangi kerja dari otot-otot ekstensor untuk melawan beban yang ditransmisikan pada tulang belakang. Sehingga kemungkinan terjadinya spasme atau strain pada otot tersebut dapat dihindari. Dan juga, ketika postur dalam posisi tegak, struktur seperti diskus intervertebralis mendapat pembebanan yang seimbang pada bagian anterior, posterior, dan lateralnya. Sehingga kemungkinan terjadi kerusakan struktur bagian posterior dari tulang belakang yang pain sensitive dapat dicegah. Salah satu penyakit yang paling sering diderita karena sering melakukan posisi duduk lama yaitu nyeri punggung bawah. Hal ini diperjelas oleh penelitian Putri Perdiani pada tahun 2010 dengan desain penelitian studi kasus kontrol 32 terhadap 110 responden didapat bahwa posisi duduk memiliki hubungan yang bermakna dengan nyeri punggung bawah (OR= 6,01) atau dapat disimpulkan peluang timbulnya nyeri punggung bawah pada posisi tubuh duduk adalah 6.01 kali lebih besar dibanding posisi tubuh bukan duduk. Sedangkan penelitian Klooch (2006) dalam Zamna (2007) terhadap murid sekolah menengah di Skandinavia, yang menemukan bahwa 41,6% murid menderita LBP selama duduk dikelas terdiri dari 30% yang duduk selama 1 jam dan 70% yang duduk lebih dari 1 jam. Jadi pendidikan di bidang kesehatan tentang pencegahan NPB ini akan sangat membantu mengurangi angka insiden. 2.5 Pengukuran Nyeri Nyeri pada kasus NPB dapat diukur menggunakan metode pengukuran nyeri Visual Analogue Scale (VAS). Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pengukuran nyeri dilakukan dengan cara pasien diminta untuk menandai sepanjang garis tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Nilai VAS antara 0 – 4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan nilai VAS > 4 dianggap nyeri sedang menuju berat sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga (Gunawan, 2011). Setelah itu nilai tersebut dicatat untuk melihat kemajuan dari intervensi yang sudah dilakukan. 33 Gambar 2.10 Visual Analogue Scale (Warden et al, 2003)