SHARE: SOCIAL WORK JURNAL VOLUME: 5 NOMOR: 2 HALAMAN: 106--208 ISSN:2339 -0042 MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL MELALUI KETELADANAN NASIONAL DAN KELUARGA Oleh: Santoso Tri Raharjo1 Email: [email protected] ABSTRAK Keteladanaan yang baik menjadi sesuatu yang sangat langka bagi bangsa ini, sehingga ini lah yang menjadi salah penyebab bangsa ini kehilangan jati dirinya. Keluarga yang merupakan cikal-bakal segala sesuatu yang ‘baik’ bagi bangsa ini, saat ini mulai tergerus perkembangan jaman, sehingga lebih mengedepankan nilai-nilai ‘kebendaan’ (material), sehingga tidak jarang prestasi anak bangsa diukur dengan ukuran-ukuran keduniawian. Sehingga ‘keluarga’ juga melahirkan hal-hal yang kurang baik bagi anak bangsa ini, jika hanya mengukur segala sesuatu keberhasilan berdasarkan kebendaan semata. Lebih jauh lagi persoalan pembangunan nasional dan karakter bangsa ini sesungguhnya dapat ditelusuri bagaimana masyarakat bangsa ini memahami dan menghargai suatu keluarga. Sehingga tidak salah apabila keluarga merupakan pusat dari persoalan (sumber dan sekaligus akibat) dan sekaligus merupakan sumber dari segala penyelesaian bangsa ini. Ide pembangunan karakter dan bangsa (nation and character building) dapat mulai lingkungan terkecil dari masyarakat yaitu keluarga. Kata kunci: keluarga, ketauladanan, pembangunan karakter bangsa 1 Lektor Kepala dan Koordinator Program Studi Kesejahteraan Sosial FISIP UNPAD periode 2014-2018. 106 SHARE: SOCIAL WORK JURNAL VOLUME: 5 NOMOR: 2 HALAMAN: 106--208 ISSN:2339 -0042 sedang dialami saat ini sebagai ujian kemandirian bangsa Indonesia. A. Gagasan Nation and Character Building Presiden Sukarno pernah mengemukakan cita-cita demokrasi, Demokrasi (democracy), atau kedaulatan rakyat sebagai ganti bahwa kemerdekaan adalah “jembatan emas” menuju Kedua, sistem sedangkan kolonialis. Masyarakat demokratis yang ingin dicapai adalah pembentukan “nation and character building” sebagai dilakukan di dalam prosesnya. Kalau pada pengganti dari masyarakat saat itu Sukarno menyatakan bahwa, “revolusi warisan yang feodalistik. Masyarakat belum selesai,” maka dalam konteks “nation di mana setiap anggota ikut serta and character building,” pernyataan demikian dalam dapat dipahami. Dalam arti, baik “nation” pengambilan maupun berkaitan “character” yang dikehendaki yang dibutuhkan. Maka politik keputusan kesejahteraan dalam dengan untuk dan dan yang langsung kepentingannya sebagai bangsa merdeka belum mencapai standar proses mencapai kemakmuran. hubungan “nation and character building” Pemilihan seperti yang diuraikan di atas, terdapat sebelumnya telah berjalan dipilih beberapa hal yang terkandung di dalam secara langsung oleh rakyat, telah gagasan awalnya (Otho H. Hadi) 2,: coba dikembalikan lagi pada pola lama Pertama, reliance), Presiden Kemandirian atau menurut Soekarno (self- kepala dengan daerah dipilih yang melalui perwakilan (melalui anggota DPRD) istilah juga adalah demokrasi bangsa Indonesia saat ini. “Berdikari” (berdiri di atas kaki merupakan ujian akan Ketiga, Persatuan sendiri). Dalam konteks aktual saat (national unity). ini, kemandirian diharapkan terwujud aktual dewasa ini diwujudkan dengan dalam percaya akan kemampuan kebutuhan manusia rekonsiliasi nasional antar berbagai dan penyelenggaraan Nasional Dalam untuk konteks melakukan Republik Indonesia dalam mengatasi kelompok krisis-krisis yang dihadapinya. Krisis ataupun terhadap kelompok yang bahan pangan dan krisis energi telah mengalami diskriminasi selama merupakan salah satu contoh yang ini. Rasa persatuan nasional sebagai yang pernah bertikai bangsa Indonesia yang satu, kembali diuji terutama setelah pesta 2 Silakan cermati tulisan Otho H. Hadi, Staf Direktorat Politik, Komunikasi, dan Informasi Bappenas, dalam tulisannya tentang Nation and Caracter Building melalui Pemahaman Wawasan Kebangsaan. demokrasi Pemilihan Presiden 2014. Siap menerima kekalahan dan siap 107 SHARE: SOCIAL WORK JURNAL menerima VOLUME: 5 kemenangan NOMOR: 2 dengan HALAMAN: 106--208 makanan-minuman ISSN:2339 -0042 dengan menggunakan merangkul yang pihak kalah demi nama-nama berbahasa asing, daripada bahasa rasa persatuan Indonesia. Indonesia. Keempat, Martabat Internasional senang, dan lebih percaya diri apabila (bargaining Indonesia menggunakan nama-nama berbahasa asing tidak perlu mengorbankan martabat daripada berbahasa Indonesia atau nama- dan kedaulatannya sebagai bangsa nama lokal. Sementara itu sebaliknya, warga yang merdeka untuk mendapatkan negara asing (WNA) sangat mengagumi dan prestise, pengakuan dan wibawa di menyukai jenis makanan Indonesia dan dunia internasional. Sikap menentang mengagumi hegemoni suatu bangsa atas bangsa Sungguh sangat ironis. positions). Mereka lebih kekhasan bangga, budaya lebih Indonesia. lainnya adalah sikap yang mendasari ide dasar “nation and character B. Masalah Sosial: Lemahnya Karakter building.” Bung Karno menentang Kebangsaan segala bentuk “penghisapan suatu Terkait bangsa terhadap bangsa lain,” serta menentang segala telah dan nation and kecenderungan di Indonesia, yang dimulai dengan runtuhnya nilai-nilai dasar berani mengatakan “tidak” terhadap kemasyarakatan, tekanan-tekanan politik yang tidak dengan mensinyalir permasalahan sosial “neoimperialisme.” Indonesia harus sesuai isu character building; Holil Soelaiman (1993)3 bentuk “neokolonialisme” dengan nilai-nilai dasar kesejahteraan sosial, yang pada akhirnya “kepentingan menjadi penopang niilai-nilai dasar nation nasional” dan “rasa keadilan” sebagai and bangsa merdeka. character building. Beberapa kecenderungan tersebut, yaitu: 1. Semakin melemahnya nilai-nilai dasar Patut diduga bahwa berbagai fenomena sosial kesejahteraan yang mengarah menjadi masalah sosial yang kemanusiaan, kasih sayang terhadap muncul dewasa ini merupakan akibat dari sesama, lemahnya nilai-nilai kebangsaan (nation) serta royongan, lemahnya karakter bangsa Indonesia sebagai sosial, bangsa kepedulian sosial; tergeser oleh nilai- Indonesia. Sebagaimana telah sosial seperti kekeluargaan, kegotong- pengabdian, solidaritas kepekaan nilai menyatakan, kebendaan (material), keserakahan, banyak nama-nama rumah makan /restoran dan menjual jenis 3 seperti dan disinyalir oleh Prof Dedy Mulyana dengan bahwa baru sosial, ke-aku-an, Dalam Budhi Wibhawa, dkk (2010, 2015). Dasardasar Pekerjaan Sosial. Widya Padjadjaran:Bandung 108 SHARE: SOCIAL WORK JURNAL VOLUME: 5 NOMOR: 2 HALAMAN: 106--208 ISSN:2339 -0042 keduniawian, efisiensi, dan persaingan keberhasilan serta konflik. peluberan biaya sosial (social cost 2. Meningkatnya jumlah penyandang spillover), pembangunan kesenjangan seperti sosial, berbagai kecacatan (fisik dan mental) keresahan sosial, pergeseran nilai-nilai baik sebagai sertaan pertumbuhan sosial. penduduk maupun sebagai akibat dari 7. Prevalensi bencana yang bersumber pelecehan lalulintas, kecelakaan kerja, pada kondisi geografik, geologik, dan serta geofisik Indonesia; demikian pula gangguan mental akibat ketegangan jiwa. pada mentalita masyarakat (fatalisme, 3. Meningkatnya permasalahan ketelantaran (terutama psikis keteledoran, kekurangwaspadaan, dan dan kesiapsiagaan) sosial) anak yang disebabkan semakin meningkatnya (labour keterlibatan participation) 8. Masalah kerja menyangkut bukan yang semata-mata dan penguasaan asset/sumber penghasilan terutama perempuan dalam pekerjaan dan tingkat penghasilan yang tidak di memadai untuk memenuhi kebutuhan luar rumah pria kemiskinan, tangga, serta kepemimpinan ddalam masyarakat. 4. Meningkatnya jumlah permasalahan tuna penyandang sosial penyimpangan perilaku, sertaan peningkatan dari wisatawan, sebagai hidup yang layak, melainkan juga menyangkut dan kepasrahan, sebagai akibat mentalita ketergantungan, ketidakberdayaan arus seperti yang dan bersumber pada budaya kemiskinan. dari perubahan gaya hidup, urbanisasi, dan Kondisi tersebut di atas diperburuk dengan globalisasi. sikap masyarakat Indonesia yang sangat 5. Meningkatnya jumlah dan proporsi mudah menerima rembesan dari luar, dan kelompok usia lanjut, yang disebabkan mengubah dirinya demi menyesuaikan diri oleh transisi demografik serta semakin dengan tingginya rata-rata harapan hidup; Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang berpadu dengan memudarnya yang sangat adaptif, bahkan dalam beberapa nilai-nilai serta hal sangat mudah meniru (adoptif); apa yang meningkatnya tuntutan kegiatan, yang ada di negara lain, langsung diterapkan. mengakibatkan Kondisi kekeluargaan keterlantaran rembesan ini tersebut ditambah lagi (adaptasi). dengan ‘pemaksaan’ (push factor) dari negara-negara penduduk usia lanjut. 6. Timbulnya akibat sampingan yang lain yang posisinya dan kondisinya lebih kuat; tidak diharapkan dari proses dan yang memandang Indonesia dengan luas 109 SHARE: SOCIAL WORK JURNAL VOLUME: 5 NOMOR: 2 HALAMAN: 106--208 ISSN:2339 -0042 wilayah dan besarnya jumlah penduduk itulah, meminjam istilah Giddens (2010)7 sebagai pasar yang bagus untuk segala produk dengan terstruktur, terjadi dalam ruang dan mereka, mulai dari barang sampai ide dan waktu nilai-nilai (Budhi Wibhawa, 2010)4. Politik memunculkan luar negeri tidak lain hanya sekedar upaya tersendiri. Aturan dan sumber daya yang untuk membuka pasar, mencari (mencuri ) belum tentu dalam penguasaan secara penuh teknologi, masyarakat (pemerintah) Indonesia. Indonesia (modal). dan menggali Kondisi keinginan ini sumber dana diperkuat dengan untuk segera Indonesia seperti yang terus-menerus aturan kehilangan dan jati sehingga sumber dirinya daya (nation character) sebagai bangsa Indonesia. mensejajarkan diri dengan negara-negara Dengan posisinya tersebut, tidak maju lainnya. Konsekuensinya, terjadilah mengherankan jika masyarakat Indonesia perubahan terkontrol, penuh dengan masalah sosial baik yang ada di sebagaimana disinyalir oleh To Thi Anh masyarakat maju (perkotaan) maupun yang yang 5 (1984:97) , lebih tidak masyarakat negara-negara ada di masyarakat yang tidak maju-maju berkembang ”...lebih mudah meniru Barat (perdesaan). daripada menemukan cara sendiri”. Gagasan apabila serupa dikemukakan oleh Aritonang (1999) Indonesia yang ternyata sesuai dengan kondisi saat ini, sickness society) 8. Tidak mengherankan dikatakan adalah bahwa masyarakat pula masyarakat sakit (the bahwa Indonesia bukanlah negara agraris, Masalah sosial dan kebutuhan sosial bukan pula negara industri...; melainkan yang muncul akibat perubahan sosial yang negara pasar produk agraris dan industri.6 sedemikian cepat, tidak dapat direspon Dalam dunia yang selalu berubah dengan cepat, jikapun ada tanggapan terlalu (bahkan sangat cepat), masyarakat Indonesia kecil dan terlalu lemah. Dibutuhkan orang- juga mengalami perubahan yang cepat, namun orang yang kreatif dan inovatif untuk sayangnya selalu banyak memunculkan ‘kekalahan’ dalam difusi menerima dan menerapkan gagasan- kebudayaan gagasan pelayanan sosial yang membuat tersebut. Bertahun-tahun lamanya masyarakat masyarakat adaptif terhadap perubahan sosial. Indonesia berada dalam kondisi tersebut, dua Masyarakat?, masyarakat sampai saat hingga tiga generasi berlangsung demikian. ini Keterulangan menciptakan masalah sosial; namun belum dari keterpurukan tersebut tampaknya cukup 7 terlihat sudah dan sangat meluas produktif kesadaran Anthony Gidden, 2010. Teori Strukturisasi: Dasardasar Pembentukan Struktur Sosial Masyarakat. Terjemahan, Maufur & Daryatno. Pustaka Pelajar: Yogyakarta 8 Budhi Wibhawa, dkk. (hal:17) 4 Ibid., hal:17 5 To Thi Anh, (1984). Kabudayaan Barat dan Timur, Harmoni atau Konflik. Gramedia: Jakarta 6 Ibid., Budi Wibhawa dkk., hal. 15 110 SHARE: SOCIAL WORK JURNAL VOLUME: 5 NOMOR: 2 HALAMAN: 106--208 ISSN:2339 -0042 masyarakat untuk berupaya menanganinya para orang tua secara tidak sadar menularkan secara mandiri. Kata ”sosial” lebih berkesan kebiasaan, perilaku, dan ucapan yang tanpa kental dengan keharusan memberi, padahal didasari manusia cenderung lebih ingin ’diberi’; Ketidakpatuhan terhadap lalu lintas dari orang akibatnya kegiatan yang berjudul sosial tua menjadi banyak keluarga, secara tidak langsung memberikan diantara masalah sosial itu ’enak’, sehingga contoh kepada anak-anaknya untuk bertindak cenderung semakin banyak pelaku, sekaligus tidak patuh pula. tidak populer. Apalagi diteladani saat oleh berkendaraan anak-anaknya. membawa serta korbannya. Bahkan masalah sosial cenderung Sebagai contoh kasus lannya, coba menjadi ’komoditas’ yang menjadi tumpuan amati saat kita berkendaraan. Banyak sekali penghidupan banyak orang, artinya banyak orang yang baru dapat ‘menyetir’, tetapi orang hidup justru dari masalah sosial. Di belum tentu dapat ‘berkendaraan’ dengan sana sini, dalam berbagai masalah, memang baik. Mentalitas para pengendara, adalah tampak berbagai upaya namun bersifat parsial seperti orang yang sedang berbelanja di pasar dari warga masyarakat, tetapi itu pun masih tradisional. Seorang pengendara motor bisa amat sangat terlalu kecil dibandingkan dengan belok dengan tiba-tiba, ke kiri atau ke kanan; percepatan pertumbuhan masalah. Dengan bahkan memotong jalur (hak jalan) orang lain, demikian, ‘boro-boro’ melakukan upaya tanpa memberi isyarat kepada pengendara di mengatasi masalah, memikirkannya untuk belakangnya atau di dekatnya. Bahkan yang mendapatkan ide pemecahan saja ‘ogah’. Semangat kebangsaan di 9 lebih memprihatinkan lagi, banyak semua pengendara motor atau mobil mengambil arah lapisan masyarakat Indonesia menjadi urgent yang berlawanan dengan pengendara lain. untuk terus ditumbuhkan secara sinergis dan Akibatnya merata. Diperlukan manusia yang berkarakter merengut nyawa. Dalam beberapa kasus, yang kuat sebagai bangsa Indonesia yang bahkan sudah sering terjadi, para pengendara disiplin, jujur, tegas dan berani; yang menjadi motor melaju di trotoar, dengan alasan macet teladan di lingkungannya. atau ingin cepat sampai di tujuan. Padahal bisa fatal, kecelakaan yang Banyak persoalan karakter kebangsaan trotoar adalah haknya para pejalan kaki. Para ini dari pengendara motor telah merampas hak para pendidikan (sosialisasi) dalam lingkungan pejalan kaki. Artinya, bahwa sesungguhnya terdekat, yaitu keluarga. Ketidak jujuran, mentalitas korup sudah berjalan dan terjadi ketidakdisiplinan, ketidakpatuhan, kurangnya dihadapi kita dengan nyata. Secara terstruktur saling hargai dan menghormati; semuanya korupsi telah ada dalam kehidupan keseharian dimulai dari institusi keluarga. Terkadang di jalanan, jelas terlihat di depan mata, tetapi 9 tanpa saat sesungguhnya bermula Budhi Wibhawa, dkk. Ibid (hal:17) 111 mampu berbuat banyak untuk SHARE: SOCIAL WORK JURNAL VOLUME: 5 NOMOR: 2 HALAMAN: 106--208 ISSN:2339 -0042 mengatasinya. Situasi tersebut diperburuk sama sekali. Sehingga masyarakat menjadi dengan kurang tegasnya penegakkan aturan apatis. Ini sangat berbahaya terutama dalam berlalu lintas dan minimnya sarana prasarana upaya nation and character building. jalan yang layak. Suatu tindakan perampasan Masyarakat Indonesia sesungguhnya hak-hak orang lain yang berlangsung tanpa sangat mendambakan kepemimpinan yang disadari. Perilaku korup bukan saja terjadi tegas dan jujur, yang memberi teladan yang pada para pejabat baik pemerintahan maupun baik; satunya kata dengan perbuatan; pada BUMN, yang sering terdengar dan terlihat setiap melalui berbagai media massa. pemimpin yang ‘palsu’, hanya terlihat baik, lapisan masyarakat. Bukan para tegas, jujur dan sederhana ketika disorot dan media; tetapi para pemimpin yang konsisten Kejujuran: Suatu Pendekatan Nation antara kehidupan pribadi dengan kehidupan and Character Building publik. Bukan pemimpin karbitan yang C. Keteladanan, Ketegasan Bangsa Indonesia sesungguhnya memiliki tercipta melalui karena popularitas media daya ketahanan sosial (social resilience) yang sosial. luar biasa. Lebih dari 350 tahun bangsa Pemimpin yang memiliki keteladanan (rakyat) Indonesia dijajah Belanda (VOC), yang baik menjadi sangat ‘langka’ dalam dan dilanjutkan 3,5 tahun penjajahan yang masyarakat Indonesia dewasa ini. Sementara kejam rakyat/masyarakat pemimpin dengan keteladanan yang baik Indonesia masih tetap bertahan. Indonesia bukanlah muncul dengan tiba-tiba, tidaklah sudah 70 tahun merdeka, makna merdeka diciptakan dengan mudah, tetapi melalui adalah berdaulat atas bumi, air dan udara perjalanan pengalaman hidup yang panjang. untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi Dari sejak dia lahir, melalui sosialisasi yang kesejahteraan Indonesia. baik dalam keluarga yang baik, kemudian Pertanyaannya adalah apakah setelah 70 tahun meluas ke dalam lingkungan sekitar, dalam Indonesia merdeka, bangsa Indonesia sudah kelompok yang baik, dalam masyarakat yang oleh benar-benar Jepang; rakyat ‘berdaulat’? Jangan-jangan baik, serta dalam pemerintahan yang baik. masyarakat Indonesia masih dalam masa Pemimpin yang memiliki ketegasan ‘penjajahan’ dengan gaya baru. Tentu isu ini (assertive), berani berkata benar manakala hal dapat memancing diskusi yang panjang. tersebut adalah benar. Berani menyatakan Tetapi sebagai indikasi saja, setelah 70 tahun salah manakala hal itu salah. Terpilihnya Indonesia lapis presiden dan wakil presiden Indonesia yang menengah ke bawah cenderung berjalan baru, Joko Widodo dan Jusuf Kalla (di tahun memenuhi kebutuhan hidupnya sendirinya 2014) memberi harapan baru bagi bangsa (auto pilot) tanpa campur tangan pemerintah Indonesia. Keberpihakan pemerintah Jokowi- merdeka, masyarakat 112 SHARE: SOCIAL WORK JURNAL JK kepada VOLUME: 5 masyarakat bawah NOMOR: 2 yang HALAMAN: 106--208 2. Memformulasi ISSN:2339 -0042 suatu kebijakan merupakan visi dan niat serta mainstream penanganan pembangunan yang menjadi modal politik kesejahteraan yang sangat baik, apabila hal tersebut benar- otonom dan partisipatif pada tingkat benar desa, dapat diwujudkan. Hal tersebut masalah sosial sosial agar yang penanganan dan lebih dan tentunya seiring dan sesuai dengan amanah peningkatan dari isi Pembukaan UUD 1945 dalam alinea sosial/masyarakat lebih dekat dan ke 4 (empat) yaitu :”....yang melindungi mudah tercapai. Tentunya kebijakan segenap bangsa Indonesia dan seluruh tersebut memerlukan pengawasan dan tumpah monitoring darah memajukan Indonesia dan untuk kesejahteraan berdasarkan ketertiban dunia kemerdekaan, 3. Konsekuensi pembangunan yang dasar memberdayakan, dari yang kebijakan pro dan penambahan jumlah sumber daya pemikiran tersebut, manusia yang profesional terdapat beberapa hal yang dilakukan dalam ilmu, bidang pembangunan kesejahteraan sosial, sikap/moral) dalam diantaranya: pemberdayaan masyarakat 1. Menginventarisasi koordinasi sosial, dan melakukan secara (terintegrasi) yang tidak proyek 4. Meningkatkan saja agar pemberdayaan sosial dan sosial, melalui dan memperkuat kapasitas dan kerjasama organisasiorganisasi kesejahteraan bidang (universitas) kementerian sosial. Hal ini penting kegiatan dan sekolah-sekolah dan pendidikan tinggi penanganan masalah sosial di berbagai kementerian, (secara masalah-masalah sosial/kesejahteraan kebijakan dan metode/keterampilan, penanganan terpadu berbagai program rakyat tersebut adalah perlunya peningkatan perdamaian abadi dan keadilan sosial...”. Atas yang memudahkan dan fasilitatif. umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan kesejahteraan peningkatan (masyarakat) peningkatan terkait masyaakat kesejahteraan dengan dan sosial, lebih fokus; serta tercipta tanggung seperti IkatanPendidikan Pekerjaan jawab Sosial Indonesia yang jelas akan setiap (IPPSI), Ikatan kebijakan, program dan proyek yang Pekerja Sosial Profesional Indonesia ditanganinya. Sehingga memudahkan (IPSPI), Dewan Nasional Indonesia proses monitoring dan evaluasi atas untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS), setiap kegiatan yang dilakukan. serta lainnya. 113 organisasi-organisasi terkait SHARE: SOCIAL WORK JURNAL 5. Terbatasnya VOLUME: 5 Anggaran NOMOR: 2 HALAMAN: 106--208 ISSN:2339 -0042 Pendapatan konsisten, sehingga akan memperkuat rasa dan Belanja Negara (APBN) negara kebangsaan dan pembangunan karakter semua Indonesia penanganan lapisan masyarakat indonesia. Usaha yang masalah kesejahteraan sosial yang tiada henti dan sabar merupakan bagian yang tidak lagi dapat ditangani secara tidak terpisahkan dari penguatan keteladanan tradisional dan konvensional, yang tersebut. menuntut hanya ditangani ketika masalah sosial tersebut muncul ke permukaan dan D. Strategi Keteladanan (Kepemimpinan) bersifat rehabilitatif dan kuratif saja. Upaya membangun karakter bangsa Tetapi juga perlu dikembangkan pola- juga dapat dimulai dari lingkungan terkecil pola penanganan dan peningkatan dan terdekat yaitu keluarga. Dari keluargalah kesejahteraan sosial yang lebih kreatif, semua bermula, sosialisasi pertama dilakukan inovatif dan partisipatif (dalam arti melalui orang tua kepada anak-anaknya. yang sesungguhnya); yaitu melalui Melalui keluargalah pembentukan karakter pengembangan jiwa ‘kewirausahaan dibentuk dan terpelihara, anak-anak akan sosial’ entrepreneurship) mencontoh dan menteladani dari para orang sehingga akan tercipta badan-badan tuanya. Jika orang tua mereka memberi sosial (social enterprise) yang menjadi contoh yang baik secara konsisten baik wadah sarana ucapan, sosial keseharian, maka anak akan mengikuti dan (community meneladani apa yang dilakukan orang tuanya (social aktifitas peningkatan berbasis dan kesejahteraan masyarakat based). perilaku dan tindakan dalam dengan rasa hormat. Tetapi sebaliknya, jika orang memerintahkan anaknya untuk Namun demikian kesemua hal tersebut di atas bertindak disiplin dan berbuat baik, sementara akan dapat terwujud manakala telah tumbuh ia bertindak sebaliknya, maka anak mungkin dan berkembangnya rasa kebangsaan yang menurut jika di hadapan orang tuanya saja. kuat Jangan-jangan mentalitas korupsi berasal dari (kemandirian, nasional, bangsa demokrasi, yang persatuan di sosialisasi dalam keluarga, yang mungkin berbagai lapisan sosial masyarakat. mulai dari tidak disadari oleh para orang tua. Dengan masyarakat demikian terkecil bermartabat) (keluarga) hingga keteladanaan dalam keluarga masyarakat yang luas, serta mulai dari merupakan proses yang panjang dan harus pemerintah tingkat lokal hingga pemerintah secara konsisten diterapkan dalam kehidupan nasional. keseharian, Syaratnya, adalah keteladanan sebagai bagian dari upaya kepemimpinan yang baik dari pusat hingga membentuk karaktek kebangsaan generasi lokal/daerah harus dapat diterapkan secara yang akan datang. 114 SHARE: SOCIAL WORK JURNAL VOLUME: 5 NOMOR: 2 HALAMAN: 106--208 ISSN:2339 -0042 (2002) 11 pada lingkungan yang lebih besar lagi, seperti dapat dilakukan lingkungan ketetanggaan, sekolah, lingkungan (individu dan keluarga), messo (kelompok), kerja, lingkungan umum, pasar, toko, pom dan makro (masyarakat). Trimanto (2011)12 bensin, menyebutkan Selanjutnya sosialisasi secara meluas dan keteladanan seterusnya. bahwa ranah dalam mikro pendidikan karakter terdapat tiga tahap yang harus sentrifugal meluas. Gerakan membangun rasa dilakukan, yaitu melalui personal character kebangsaan karakter building (keimanan, kayakinan, kejujuran, telapak kerja keras, dan kemandirian), community tangan, tetapi melalui suatu proses yang character building (saling menghormati dan panjang dan konsisten tanpa kenal lelah. menghargai, sikap toleransi, saling kerjasama Sebagian besar ahli psikologi bersepakat dan tolong menolong) dan nation character bahwa perubahan karakter manusia tidaklah building (jiwa persatuan, dan merasa senasib dapat diubah dalam waktu sesaat, tetapi dan sepenanggungan). dan bergerak melalui secara bukanlah kebangsaan Sosialisasi menyebutkan upaya perubahan membangun semudah membalikan merupakan hasil dan proses berulang yang Ki Hajar Dewantoro telah menyatakan panjang, dapat dimulai dari semenjak dia lahir bagaimana seharusnya setiap diri kita masing- hingga dewasa. Dengan demikian diperlukan masing sebagai orang Indonesia menjadi proses penumbuhan dan pengembangan yang pemimpin melalui ungkapan ing ngarso sung sabar tanpa lelah, serta penguatan secara tulodo ing madyo mangun karso tut wuri konsisten handayani, yang artinya lingkungan (terus-menerus) terdekat berulang dan dari lingkungan 1. Ing ngarso sung tulodo, artinya sekitarnya, serta lingkungan lebih luas lagi. seorang pemimpin, kalau berada di Demikian pula ketika membangun karakter depan harus bangsa, yang juga merupakan hasil dan proses contoh yang sosialisasi yang tiada henti. kepada bagi anak buahnya, kata Menurut Midgley (1995) 10 upaya mampu baik, memberikan suri tauladan kuncinya adalah memberi teladan. perubahan sosial melalui pembangunan sosial Sebagaimana telah dikemukakan dapat dilakukan melului tiga strategi, yaitu sebelumnya bahwa melalui individu, melalui komunitas, dan oleh menjadi barang langka di negeri ini. keteladanan pemerintah. Lebih jauh Kirs-Ashman & Hull 11 Kirst-Ashman, K.K & Hull, Grafton H, Jr (2002). Understanding Generaslist Practice. Brool/Cole : California. 12 Trimanto (2011). Character Building: Modal Dasar Nation Building. Dalam Kompasiana, diunduh tanggal 6 September 2014 melalui 10 Midgley, James. (1995). Social Development: The Developmental Perspective in Social Welafare. Sage Publications: London. http://edukasi.kompasiana.com/2011/11/13/character-building-modal-dasarnation-building-409849.html 115 SHARE: SOCIAL WORK JURNAL VOLUME: 5 NOMOR: 2 HALAMAN: 106--208 ISSN:2339 -0042 Sudah terlalu banyak para pemimpin Penutup di Indonesia yang terbilat atau terbukti Keteladanan kepemimpinan merupakan kata melakukan tindakan melanggar norma kunci dan hukum, seperti tindak korupsi kebangsaan Indonesia dan karakter manusia para gubernur, yang unggul. Sebab, hampir segala sumber walikota/bupati; anggota DPR RI dan daya (sumber daya alam, sumber daya DPRD, lembaga manusia) yang menjadi untuk syarat untuk nasional lainnya. Keteladanan menjadi menjadi negara unggul / maju yang mampu sesuatu yang didambakan masyarakat mensejahterakan Indonesia atas pemimpin mereka. sesungguhnya telah tersedia di Indonesia. menteri, dan pimpinan 2. Ing madya mangun karsa, apabila berada di tengah harus penting dalam membangun rasa masyarakatnya Rendah dan lemahnya nation and character mampu building-lah yang mengakibatkan segala membangkitkan motivasi dan inovasi, sumber daya tersebut tidak termanfaatkan karya-karya secara nyata yang dapat maksimal, bahkan lebih banyak membangkit semangat kebangsaan. dinikmati oleh sekelompok orang saja, juga Ciptakan bangsa-bangsa asing. kreatif dan dan menunjang Indonesia masyarakat hargai inovatif yang semangat di dengan karya-karya dapat Pembangunan kebangsaan untuk seluruh kesejahteraan masyarakat dan sosial bangsa tengah-tengah Indonesia hanya mungkin dapat diwujudkan menggunakan jika produk dalam negeri. kemandirian, kedaulatan rakyat, demokrasi, dan persatuan nasional juga 3. Tut wuri handayani. Beri dukungan ditumbuhkembangkan seiring baik moral dan material dari belakang, pembangunan sehingga penumbuhkembangan nation and character yang tercipta memudahkan peluang-peluang bawahan atau tersebut. proses Proses sebagai bangsa Indonesia seharusnya juga generasi penerus bangsa untuk siap merupakan salah satu sasaran dari menerima estafet kepemimpinan. pembangunan nasional. Sehingga Indonesia akan tumbuh menjadi bangsa bermartabat di Ketiga hal tersebut bukanlah bagian yang saling terpisah, tetapi merupakan mata dunia internasional, seiring dengan satu proses kepemimpinan dan keteladanan yang kesatuan yang utuh. Setiap diri kita adalah amanah, konsisten dan merakyat. pemimpin yang pada waktu dan saat tertentu Menumbuhkan rasa cinta tanah air dapat berada di depan, di tengah atau di Indonesia dan pembangunan karakter dan belakang yang dipimpin. mental kebangsaan dapat dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Melalui 116 SHARE: SOCIAL WORK JURNAL VOLUME: 5 NOMOR: 2 HALAMAN: 106--208 ISSN:2339 -0042 keluargalah, sebagai lingkungan pertama dan Bahan Pustaka: paling utama dalam meletakan pondasi yang Anh, To Thi (1984). Kabudayaan Barat dan Timur, Harmoni atau Konflik. Gramedia: Jakarta kuat bagi pembangunan karakter dan mental kebangsaan ditumbuhkan. Keluarga Gidden, Anthony. 2010. Teori Strukturisasi: Dasar-dasar Pembentukan Struktur Sosial Masyarakat. Terjemahan, Maufur & Daryatno. Pustaka Pelajar: Yogyakarta merupakan institusi penting, yang sudah mulai terabaikan dalam kehidupan modern masyarakat Indonesia. Hampir semua masalah Midgley, James. (1995). Social Development: The Developmental Perspective in Social Welafare. Sage Publications: London. sosial berasal dari penanaman nilai-nilai (sosialisasi) yang terabaikan dalam keluarga. Kembalilah ke keluarga (back to family) Kirst-Ashman, K.K & Hull, Grafton H, Jr (2002). Understanding Generaslist Practice. Brool/Cole : California. untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan karakter manusia Indonesia yang kuat, yang ditunjang dengan konsistensi keteladanan Otho H. Hadi, Staf Direktorat Politik, Komunikasi, dan Informasi Bappenas, dalam tulisannya tentang Nation and Caracter Building melalui Pemahaman Wawasan Kebangsaan. kepepimpinan yang jujur, tegas, adil dan amanah di lingkungan sekitar: ketetanggaan, sekolah, kantor dan wilayah publik lainnya. Trimanto (2011). Character Building: Modal Dasar Nation Building. Dalam Kompasiana, diunduh tanggal 6 September 2014 melalui http://edukasi.kompasiana.com/2011/1 1/13/character-building-modal-dasarnation-building-409849.html Sehingga ‘korupsi struktural’ yang pada akhirnya menciptakan ‘kemiskinan struktural’ akan dapat dihindari. Pada akhirnya, upaya pancapaian kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia yang adil akan segera Wibhawa, Budhi dkk (2010, 2015). Dasardasar Pekerjaan Sosial. Widya Padjadjaran:Bandung tercapai. Insya Allah, wallohuallam bisyawab. --------------------------------------- 117