BAB III PEMAHAMAN ORANG YAHUDI TERHADAP PENDERITAAN Asal usul Sebutan Yahudi. Ada tiga sebutan untuk menunjuk bangsa Israil Alkitab1 yaitu Israil, Ibrani dan Yahudi.2 Sebutan itu menunjuk pada penduduk Palestina antara tahun 1000 sebelum masehi sampai sekarang (khususnya untuk sebutan Yahudi). Palestina terletak di persimpangan jalur-jalur perdagangan baik lewat jalan laut maupun darat melalui daerah subur bulan sabit Timur Tengah. Karena subur dan merupakan jalur perdagangan wilayah Palestina menjadi rebutan penguasapenguasa di sekitarnya antara lain Mesir. Sebutan Israil menunjuk pada kehidupan bersama 12 suku-suku yang ada di Palestina, baik sebelum terbentuknya kerajaan Israil maupun sesudahnya. Israil dibentuk diantara kaum-kaum/suku-suku di Palestina semasa pendudukan Mesir pada jaman Kerajaan Baru sekitar tahun 1550-1150 sebelum masehi. Israil menegaskan dirinya sendiri dalam pertarungan antara kerajaan Mesir dan kerajaan Het atas wilayah Palestina (Robert B. Coote, 2012). Israil adalah nama untuk menunjuk kekuasaan suku atau konfederasi suku-suku yang dibentuk pada 1 Sebutan Israil Alkitab digunakan untuk membedakan dengan Israil modern. John Titaley, dalam catatan kaki, pada pengantar buku,Pada Mulanya,Penciptaan dan Sejarah Keimaman,karangan Robert B. Coote, David Robert Ord (Salatiga dan Jakarta: Universitas Kristen Satya Wacana & BPK Gunung mulia, 2011). 2 20 masa periode Kerajaan Baru dalam hubungannya dengan kekuasaan Mesir. Nama Israil itu sendiri berarti „El memerintah angkatan perang suku‟. Satu suku adalah jaringan keluarga-keluarga yang mengklaim berasal dari satu nenek moyang, yang dipimpin oleh kepala suku atau sheik yang juga sekaligus panglima perang. Ceritera tentang bapa leluhur Israil dalam Kejadian 12-50, menunjukkan suku-suku yang kemudian mengikatkan diri dalam konfederasi Israil. Bapa leluhur: Abraham , Ishak dan Yakub adalah para pemimpin suku/sheik dari sukusuku yang ada di Pelestina. Abraham, Ishak adalah pemimpin suku yang ada di wilayah selatan, sedang Yakub berasal dari suku di sebelah utara. Israil berkembang menjadi kekuatan di dataran tinggi yang didasarkan pada sektor pertanian yang makin luas. Karena kemunduran Mesir memungkinkan konfederensi suku Israil memperluas daerah pemukimannya dari dataran rendah bagian utara dan daerah perbatasan ke pusat dataran-dataran tinggi, serta menyatakan sebagai kekuasaan politik. Kultus dan yuridiksi tersebar di antara otoritas-otoritas lokal. Para imam dan kepala suku mempromosikan kultus El di bawah kemasyhuran Yahweh, yang pemujaannya ditegakkan hingga menjadi kultus resmi kerajaan Israil.3 Sebutan Ibrani menunjuk kepada komunitas yang keluar dari dari Mesir. Komunitas yang keluar ini sering disebut sebagai budak-budak Ibrani. Dalam dokumen Mesir disebutkan adanya kelompok yang disebut apiru,yang kemungkinan bersumber dari terminologi hebrew (ivri, ibrani) yaitu orang-orang 3 Robert B.Coote&Mary P. Coote, Kuasa, Politik dan Proses Pembuatan Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 29-30. 21 yang bekerja sebagai pemeras anggur, pekerja tambang, pengangkut batu.4 Dokumen itu juga menyebutkan bahwa kelompok apiru merupakan kelompok yang berpindah-pindah dan merupakan kelompok ahli perang, dan pasukan tempur upahan.5 Komunitas Ibrani dihubungkan dengan Musa. Tradisi Musa6 dikaitkan dengan pergerakan kelompok budak dari Mesir ke Kanaan sekitar abad 13 SM. Bagian besar dari tradisi Musa dirangkum sebagai berikut: keturunan Yakub di Mesir, yang bertumbuh menjadi suku yang besar, mengalami penindasan oleh penguasa Mesir yang baru. Musa menuntut pembebasan dalam nama Yahweh. Orang Israil keluar dari tanah Mesir, melewati laut, dan dalam berjalan melewati gunung ada kehadiran Yahweh, mengadakan perjanjian dengan Yahweh dan menerima hukum Yahweh. Sesudah kemurtadan dan pemberontakan, diantara Sinai dan Kadesh, orang-orang mencapai pinggir/perbatasan Kanaan dan sebagian tinggal di Transyordan. Tradisi bapa leluhur dan tradisi Musa dihubungkan dan disatukan dengan kultus Yahweh. Para pendatang dari Mesir dan orang-orang Israil meyakini pernyataan dan kultus Yahweh. Hal lain yang menyatukan adalah kesamaan dalam perlawanan terhadap Mesir. Tradisi Musa yang melawan dan keluar dari 4 Ibid. Ensiklopedia Alkitab Masa kini (Bandung: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, OMF, 1999), 411. Dalam kitab Kejadian 14:13, sebutan ibrani dihubungkan dengan Abraham, sebagai nama suku dan keturunannya, mungkin dihubungkan dengan kata ivri yang berarti melintas, melompat. 6 Tradisi Musa dalam Kitab Keluaran, Imamat dan Bilangan hampir tiga kali panjang dari tradisi bapa leluhur dalam kitab Kejadian 12-50. 5 22 Mesir sama dengan keinginan suku-suku Israil yang juga ingin membebaskan dari kekuasaan Mesir. Mereka inilah yang kemudian disebut dengan Israil. Sejarah Israil berkembang dengan penaklukan Kanaan oleh Yosua, para hakim, persatuan liga suku-suku dalam pimpinan Saul dan jaman Kerajaan. Jaman Kerajaan diawali dengan pemerintahan Daud (1011 – 971 SM) yang mampu menyatukan suku-suku Israil (12 suku) dalam kekuasaannya. Kekuasaan Daud diteruskan oleh anaknya, Salomo (971-931 SM). Pada tahun 930 SM, kerajaan Israil pecah menjadi dua: Kerajaan Israil, di bagian utara dengan ibukota Samaria, dengan raja pertamanya Yerobeam dan Kerajaan Yehuda, di bagian selatan dengan ibukota Yerusalem dangan raja dari keturunan Daud. Pada tahun 723 kerajaan Israil dihancurkan oleh Asyria, kerajaan Israil berakhir dan dalam kekuasaan Asyria. Pada tahun 586 kerajaan Yehuda dihancurkan oleh Babylonia, kerajaan Yehuda berakhir.7 Pada penghancuran Yerusalem, ibukota kerajaan Yehuda juga dihancurkan bait Allah. Masa ini disebut jaman pembuangan (exile). Setelah Babylonia dikalahkan Persia maka bangsa Israilpun menjadi bagian dari kekuasaan Persia. Raja Darius memberikan pilihan bagi orang-orang Israil untuk: tetap tinggal di Babil, menjadi bagian Persia dan pulang ke Israil/Yehuda. Dengan demikian ada tiga kelompok pada masa yang disebut paska pembuangan (post exile). Setelah sejak abad 13 SM, bangsa Israil yang hidup di Palestina dengan merdeka sebagai suatu bangsa, mulai abad ke 6 SM terjadi perubahan radikal 7 Edwin R. Thiele, A Chronology of The Hebrew Kings (Grand Michigan: The Zondervan Corporation, 1978), 75. 23 dalam batas geografi dan kerangka sosio historis (sociohistoric framework) berubah secara radikal di Palestina. Penduduk Israil berkembang secara terpencar di negara-negara asing karena: pembuangan, pengusiran dan emigrasi. Bangsa Israil tidak lagi dapat mengatur diri sendiri, tetapi menjadi bagian koloni dari kekuasaan imperialis mulai dari Neo-Babylonia, Persia, Mesir (wangsa Ptolemik), Syria (wangsa Seleukid), Yunani dan Romawi. Kondisi ini menantang keturunan Israil kuno (old Israil) untuk membentuk identitas diri, ideologi dan organisasi kehidupan (organizational life), kesadaran diri (self consius). Pada periode ini nama Yahudi (Yehudim, Ibrani) mulai dikenal. Sampai tahun 586 SM nama Yahudi (Yehudim) terbatas berarti penduduk Yehuda (Judahites, atau Judeans, Latin). Sebutan itu menunjuk anggota suku Yehuda atau warga Yehuda sebagai bagian dari kerajaan Israil. Pada masa penyebaran dan pembangunan kembali Yerusalem, dan Yehuda menjadi propinsi Yehuda sebagai bagian kekuasaan bangsa lain. Sebutan Yahudi juga digunakan bagi semua yang berhubungan dengan Israil kuno dan mengikuti kepercayaan kepada Yahweh. Istilah Yahudi awalnya terbatas pada “Yuhadites”, penduduk Yehuda, yang kemudian juga berarti Yahudi (Jews), penganut agama Yahweh yang diinterpretasikan dalam hukum oleh para imam dan sabda nabi-nabi. Pada periode Israil kolonial inilah, muncul karakter yang kuat dari tradisi Yahudi yaitu hukum dari para imam dan tradisi bait suci (temple cultis) sebagai pusat kehidupan umat serta tumbuhnya tulisan orang bijak (wisdom writings) serta tulisan apokaliptik.8 Pada periode ini juga Alkitab Ibrani (Hebrew Bible) menjadi lengkap, dengan 8 Norman K.Gottwald, Hebrew Bible, A Socio-literary Introduction (Philadelphia: Fortress Press, 1987), 415. 24 adanya penyempurnaan tradisi sejarah yang resmi yang menjadi Hukum (the Law) dan sabda-sabda keselamatan (salvation oracles) menjadi Nabi-nabi (the Prophets) dan ditambah Tulisan-tulisan (the Writings). Tulisan-tulisan (the writings) merupakan kumpulan dari: tulisan sejarah (historical writings), Pujian (songs), ceritera pendek (short stories), tulisan hikmat/kebijaksanaan (wisdom writings) dan tulisan apokaliptik (apocalyptic writings). Beberapa Tulisan-tulisan yang memiliki genre sendiri, khususnya pujian (songs) dan tulisan hikmat/kebijaksanaan memiliki analog atau pelopor (forerunner) dari dua bagian lain dari Alkitab Ibrani (Hukum dan Nabi-nabi). Tulisan sejarah, Tawarikh (the Cronicler’s) merupakan penulisan kembali dari Samuel – Raja-raja. Tulisan dalam Daniel merupakan refleksi dari tulisan para Nabi. Tulisan-tulisan menunjukkan pengetahuan para penulisnya terhadap dua bagian kitab yang lain, yaitu Hukum dan Nabi-nabi. Dalam bahasa Yunani Tulisan-tulisan disebut Hagiographa (Sacred writings, Yunani) dan dipakai baik oleh gereja Katholik maupun Protestan. Para Imam, Nabi-nabi dan Orang Bijak. Dalam masyarakat Israil ada tiga golongan yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan orang Israil, yaitu: imam, nabi dan orang bijak.9 Imam berhubungan dengan kehidupan kultis. Tugas para imam disamping mempersembahkan korban juga mempelajari dan menginterpretasikan aturan kultis dan dan memberikan pendapat dan instruksi berkaitan dengan kehidupan 9 Dalam Yeremia 18:18, dikatakan:”..., sebab imam tidak akan kehabisan pengajaran, orang bijaksana tidak akan kehabisan nasehat dan nabi tidak akan kehabisan firman...”. 25 kultis umat, melalui ibadah dan pengorbanan. Pada awal sejarah Israil tugas imam berasal dari suku Lewi. Aturan-aturan penyembahan diturunkan dari generasi ke generasi. Pada pemerintahan Daud, Daud menunjuk Abyatar (keturunan Lewi) sebagai imam besar di wilayah utara dan Zadok sebagai imam besar di wilayah selatan (Yehuda). Pada abad ke enam SM, setelah era kerajaan israil berakhir, Yehuda menjadi provinsi, bagian dari Persia. Secara politik para imam tidak mempunyai kekuasaan, tetapi sangat berkuasa dalam bidang keagamaan.10 Kedudukan imam menjadi sangat kuat karena agama menjadi identitas bagi orang Yahudi. Legitimasi kewibawaan, aturan dan perintah imam didasarkan kepada kepercayaan kepada Yahweh, sehingga mereka berhak membuat dan menafsirkan hukum. Pada masa keyahudian peran para imam menjadi sangat besar karena keyahudian mencampurkan kehidupan keagamaan dengan kehidupan sosial politik, kekuasaan imam seperti raja.11 Para nabi adalah adalah orang yang berbicara atas nama Tuhan.Dalam kehidupan Israil mula-mula, sebelum terbentuk kerajaan sebutan nabi menunjuk kepada abdi Allah (misal dalam 1 Samuel 9:6 -8). Abdi Allah adalah orang yang dapat melihat dan menginterpretasikan kebenaran pada masa lalu, sekarang dan masa depan. Abdi Allah memiliki jawaban untuk setiap masalah dan khususnya yang berkaitan dengan masa depan. Mereka juga memberikan pesan penting tentang kehendak Tuhan bagi umat-Nya. Pengetahuan dari abdi Allah yang 10 Karena besarnya kekuasaan maka sering terjadi terjadi persaingan dan perebutan jabatan imam dari keturunan Lewi (sebagai penerus Musa) dengan keturunan Zadok sebagai representasi keturunan Harun. 11 John Titaley dalam kata pengantar buku, Pada Mulanya,karangan Robert B.Coote & David Robert Ord (Jakarta: BPk Gunung Mulia, 2011), XIII. 26 mendalam dipercaya merupakan anugerah dari Tuhan.12 Pada periode berikutnya nabi dihubungkan dengan kehidupan kerajaan. Pada periode ini ada kelompok nabi dan nabi individual. Kelompok nabi adalah para nabi yang hidup bersama, biasanya tempat yang digunakan untuk penyembahan adalah di Gilgal dan Gibeah (2 Raja-raja 4:38). Nabi individual (the individual prophets) adalah mereka yang mendapat predikat nabi Allah. Pada jaman kerajaan merekalah yang diminta nasehat raja . Para raja adalah pilihan Tuhan dalam rangka melayani Tuhan, suatu saat raja melakukan hal yang salah, menyalahgunakan otoritasnya. Dalam situasi demikian, nabi berbicara atas nama Tuhan untuk mengingatkan dan menunjukkan jalan yang Tuhan inginkan.13 Meskipun era kerajaan berakhir, peran nabi tetap ada dalam kehidupan bangsa Israil/Yahudi, yaitu menyampaikan keinginan Tuhan bagi umat dan mengingatkan atau membesarkan hati mereka dalam situasi kehidupan yang terjadi. Legitimasi kewibawaan nabi diperoleh sebagai orang yang menyampaikan kehendak Tuhan. Orang bijak adalah orang yang memiliki hikmat/kebijaksanaan karena pengetahuan, pengalaman dan pengamatannya atas kehidupan. Pada 2500 SM telah berkembang kelompok-kelompok orang bijak di daerah Mesopotamia dan Mesir. Pada tahun1300-an SM orang bijak juga ada dalam kehidupan suku-suku Israil. Dalam kehidupan bangsa Israil, orang bijak sudah ada sejak awal dari 12 David F.Hinson, Old Testament Introduction 1:History of Israil (London and Southampton: the Camelot Press Ltd, 1973), 92. 13 Ibid., 93. 27 sejarah Israil.14 Gerakan hikmat dimulai dari hidup kesukuan, hikmat dipakai untuk mempersiapkan tiap-tiap generasi dalam menerima tanggung jawab keluarga, tanah dan kepemimpinan masyarakat. Orang bijak berkewajiban untuk menasehati orang yang menghadapi keputusan yang sulit atau yang memerlukan nasihat untuk bertindak tepat. Selain itu , orang bijak juga memikirkan masalah yang rumit dan membuat pernyataan yang sesuai. Pada masa kerajaan, Daud dan penerusnya merekrut orang-orang bijak untuk membantu dalam mengatur dan membuat keputusan.15 Pada masa pembuangan orang-orang bijak mendapat posisi yang baik dalam pemerintahan Babylonia, karena Raja menerima mereka sebagai pekerjanya.16 Setelah masa pembuangan, para orang bijak Yahudi yang kembali ke Yehuda mempunyai kebijaksanaan hidup yang semakin lengkap dengan tambahan kebijaksanaan dari bangsa –bangsa di sekitarnya.17 Pengaruh dari kebijaksanaan dari luar Yahudi kemudian disesuaikan oleh orang bijak Yahudi sebagai ajaran hikmat. Hikmat diperoleh dari dua sumber utama: pengalaman dan pemikiran. Hikmat berdasar pengalaman, didasari pengamatan terhadap perkara-perkara yang terjadi dalam 14 Hal ini nampak dalam misal: para Hakim 5:29 tentang jawaban dayang yang paling bijak kepada ibu Sisera. 2 Samuel 14: 2-20, tentang penyebutan seorang perempuan bijak dari tekoa, 2 Samuel 16:23, tentang Ahitofel, yang nasehatnya sama dengan petunjuk dari Allah. 15 Dalam 2 Samuel 16:15-17:14, disebutkan nama Ahitofel dan Husyai sebagai penasihat Daud dan Absalom. 16 Dalam Kitab Daniel, diceriterakan pemuda-pemuda Yahudi dibawa ke istana raja untuk belajar hikmat, kebijaksanaan. Daniel 4: 1 menyatakan: “anak-anak muda yang tiada suatu cela,yang berperawakan baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan mempunyai pengetahuan tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja di istana raja”. 17 Beberapa amsal yang ditulis orang bijak Israil nampak mirip dengan tulisan hikmat dari Mesir, Pengajaran Amenope. Contoh: Amsal 23: 10:”Jangan engkau memindahkan batas tanah yang lama dan memasuki ladang anak-anak yatim” mirip dengan salah satu Pengajaran Amenope:”Janganlah menghapuskan batas-batas dari tanah yang dapat ditanami atau mengganggu letak dari tali batas. 28 hidup manusia dan akibatnya. Hikmat yang bedasar pemikiran lebih bersifat teoritis dan merupakan hasil penelitian para ahli dalam bidang tertentu. Hikmat berdasar pemikiran dapat ditemukan dalam wejangan hikmat (Amsal 8), pembahasan masalah penderitaan (Ayub) dan renungan makna hidup manusia.18 Legitimasi kewibawaan orang bijak didasarkan dengan pengetahuan, pengalaman dan kebijaksanaan yang disampaikan. Orang Yahudi Sebagai Umat Pilihan Allah. Bangsa Israil meyakini bahwa mereka adalah umat pilihan Allah. Dasar dari keyakinan ini dibangun dari ceritera pemilihan bapa-bapa leluhur sebagai orang yang dipanggil, yang dimulai dengan pemilihan Abraham (Kej. 13:1-3, 15:1-6). Pemilihan individu-individu itu kemudian diteruskan dengan pemilihan orang Israil sebagai suatu bangsa dengan Musa sebagai simbol yang membawa Israil keluar dari tanah Mesir. Sejarah Deuteronomik (Deuteronomic History), yang diawali dengan era Musa dan pemberian hukum (deuteronomi), era Yosua dan penaklukan tanah Kanaan, era para hakim dan masa penindasan, dan era kerajaan sampai berakhirnya kerajaan Yehuda,19 menunjukkan pemilihan dan sekaligus dukungan Allah atas umat Israil sebagai umat pilihan-Nya. 18 94. David E.Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2008), 19 Norman Gottwald, Norman K.Gottwald, The Hebrew Bible, A Socio-literrary Introduction (Philadelphia: Forttress Press, 1985), 240. 29 Penetapan bangsa Israil sebagai pilihan Allah, dinyatakan dengan perjanjian20 (covenant) antara umat Israil dengan Allahnya. Perjanjian itu: Pertama, menetapkan bahwa TUHAN menjadi Allah Israil dan sebaliknya Israil menjadi umat pilihan Allah. Kedua, umat Israil harus hidup dalam ketaatan kepada TUHAN dengan menjalankan hukum-hukum-Nya, ketika umat taat maka TUHAN akan mencurahkan berkat tetapi sebaliknya apabila tidak taat maka akan ada hukuman sebagai konsekuensinya. Dalam kitab Ulangan21 (Deuteronomy) kedua hal tersebut menjadi jelas. Kitab Ulangan, terutama fasal 12-28 menunjukkan prinsip yang diyakini umat Israil yaitu berkat dan kutuk.22 Apabila umat hidup dalam ketaatan maka TUHAN akan memberkati dengan berlimpah tetapi sebaliknya apabila umat tidak hidup dalam ketaatan maka TUHAN akan menghukum, memberikan kutuk dalam bentuk berbagai penderitaan. Sesudah masa pembuangan, keyakinan akan status sebagai umat pilihan Allah tetap ada dalam kehidupan orang Israil, meskipun mereka bukan lagi bangsa merdeka dan ada dalam kekuasaan bangsa lain. Demikian juga dengan pemahaman berkat dan kutuk, tetap ada dalam kehidupan orang Israil, yang juga disebut orang Yahudi. Orang Yahudi merupakan kelanjutan Israil kuno dan kepercayaan kepada Yahweh. 20 Dalam bahasa Ibrani menggunakan kata berith, yaitu perjanjian yang mengikat kedua belah fihak yang ada nilai hukumnya. 21 Menurut W.S. Lazor, kitab Ulangan merupakan bentuk kitab perjanjian antara umat Israil dengan Allahnya, W.S. Lazor, D.A. Hubbard, F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1, Taurat dan Sejarah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014, cet. 20), 257. 22 Kitab Ulangan (Deuteronomy) ada ketika raja Yosia (641-606) melakukan reformasi, dengan ditemukannya gulungan kitab Taurat di Bait Allah. 30 Dalam pembentukan identitas baru orang Yahudi maka dikembangkan keyakinan bahwa mereka adalah umat yang kudus, dikuduskan Allah. Keyakinan akan status sebagai umat pilihan dan umat yang kudus, berhadapan dengan kenyataan yang dialami, hidup sebagai bangsa yang terjajah. Pada situasi ini muncullah tulisan – tulisan kebijaksanaan. Pemahaman Orang Yahudi Terhadap Penderitaan Menurut Kitab Ayub. Posisi kitab Ayub dalam Kanon Kitab Ayub merupakan bagian dari kitab – kitab kebijaksanaan. Kitabkitab kebijaksanaan merupakan bagian dari dari Kitab-kitab (ketuvim, the writings). Kitab-kitab merupakan bagian ketiga dari kanon Ibrani, sesudah Taurat (Tora) dan Nabi-nabi (Nevi’im). Kitab-kitab sebagai bagian ketiga dari Alkitab Ibrani (Hebrew Bible) berupa satu kelompok tulisan yang terdiri dari: tulisan sejarah (historical writings): Tawarikh dan Ezra-Nehemia, pujian (songs): Mazmur, Kidung Agung, Ratapan, ceritera pendek (short stories): Rut, Ester, Yunus, tulisan kebijaksanaan/hikmat (wisdom writings): Amsal, Ayub, Pengkotbah dan Tulisan apokaliptik (apocalyptic writing): Daniel. Tulisan kebijaksanaan/hikmat didominasi oleh bentuk sastra berupa amsal dan nasehat, baik yang sederhana maupun yang rumit. Secara tradisional hikmat dihubungkan dengan Salomo, seorang raja dengan jejak kebijaksanaan, yang dianggap sebagai penulis Amsal, Pengkotbah dan kebijaksanaan Salomo. Tetapi hikmat juga dihubungkan tulisan dari Mesir dan Mesopotamia, sehingga tulisan hikmat bersifat terbuka dan luas. Tulisan kebijaksanaan jarang berkaitan dengan 31 sejarah, tidak mudah diketahui waktu penulisan dan setting dari tradisi kebijaksaaan.23 Dalam kanon Ibrani urutannya sebagai berikut : Taurat (Tora): 1.Kejadian, 2. Keluaran, 3. Imamat, 4. Bilangan, 5. Ulangan. Nabi-nabi (Nebi‟im): a. Nabinabi yang dahulu: 6. Yosua, 7. Hakim-hakim, 8. Samuel, 9. Raja-raja. b. Nabinabi yang kemudian: 10. Yesaya, 11. Yeremia, 12. Yehezkiel, (12 nabi kecil): 13. Hosea, 14. Yoel, 15. Amos, 16. Obaja, 17. Yunus, 18. Mikha, 19. Nahum, 20. Habakuk, 21. Zefanya, 22.Hagai, 23. Zakharia, 24.Maleakhi. Kitab-kitab/Tulisantulisan(Ketuvim): 25. Mazmur, 26. Amsal, 27. Ayub24, 28.Kidung Agung, 29. Rut, 30. Ratapan, 31. Pengkotbah, 32. Ester, 33. Daniel, 34. Ezra-Nehemia, 35. Tawarikh. Dalam kanon Yunani, yang kemudian menjadi Alkitab yang digunakan Protestan urutannya sebagai berikut : Taurat (Tora): 1.Kejadian, 2. Keluaran, 3. Imamat, 4. Bilangan, 5. Ulangan. Sejarah: a. Sejarah yang pertama: 6. Yosua, 7. Hakim-hakim, 8. Rut, 9. 1 Samuel, 10. 2 Samuel, 11. 1 Raja-raja, 12. 2 Raja-raja. b. Sejarah yang kedua: 13. 1 Tawarikh, 14. 2 Tawarikh, 15. Ezra, 16. Nehemia, 17. Ester. Sastra: 18. Ayub, 19. Mazmur, 20. Amsal, 21. Pengkotbah, 22. Kidung Agung. Nubuat: a. Kitab nabi-nabi besar: 23. Yesaya, 24. Yeremia, 25. Ratapan, 26. Yehezkiel, 27. Daniel. Kitab nabi kecil: 28. Hosea, 29. Yoel, 30. Amos, 31. 23 Norman K.Gottwald, The Hebrew Bible,A Socio-literrary Introduction (Philadelphia: Forttress Press, 1985), 564. 24 Dalam tradisi Ibrani, kitab Mazmur, kitab Ayub dan kitab Amsal selalu dihubungkan. Kitab Mazmur selalu diurutan pertama, sedang kitab Ayub dan Amsal dapat bergantian. 32 Obaja, 32. Yunus, 33. Mikha, 34. Nahum, 35. Habakuk, 36. Zefanya, 37. Hagai, 38. Zakharia, 39. Maleakhi. Kitab Ayub sebagai Tulisan Kebijaksanaan. Tulisan kebijaksanaan (wisdom writing) berkembang pesat pada abad 6 SM dan sesudahnya di Palestina. Mulai periode ini Israil telah menjadi koloni dari bangsa-bangsa: Babilonia baru, Persia, Makedonia, Mesir (wangsa Ptolemea), dan Syria (Wangsa Seleukid). Pada periode ini nama Yahudi (Yehudim) yang awalnya terbatas pada penduduk Yehuda (Yudahites), menjadi berarti Yahudi (Jews), pengikut agama Yahweh yang diinterpretasikan dalam hukum dan sabda nabi, Gottwald,1987, 410). Pada masa ini berlimpah produksi tulisan-tulisan yang menjadi jalan untuk menemukan hukum, perkataan nabi-nabi atau tulisan-tulisan (the writings). Kitab Ayub, Amsal, Pengkotbah ditulis pada periode ini sebagai tulisan hikmat yang mendidik (didactic wisdom).25 Kitab-kitab/tulisan kebijaksanaan memiliki gaya dan isi yang berbedabeda. Tetapi ada ciri khas yang membedakan dengan kitab-kitab yang lain:26 1. Sedikit perhatian terhadap tradisi-tradisi besar Pentateukh, seperti hukum Sinai, perjanjian, ibadat, panggilan khusus Israil; 2. Tidak memperhatikan sejarah Israil sebagai suatu bangsa; 25 Dalam kanon Ibrani terdapat 24 kitab yang dibagi dalam tiga kelompok : 1. Taurat (tora), terdiri : Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan. 2. Nabi (Neviim), terdiri :a. Nabinabi terdahulu: Yosua, Hakim-hakim,Samuel, Raja-raja.b. Nabi-nabi kemudian: Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, Duabelas nabi kecil: Hosea,Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia, Maleakhi. 3.Tulisan-tulisan: Mazmur, Ayub, Amsal, Rut, Kidung Agung, Kohelet, Ratapan, Ester, Daniel, Ezra-Nehemia, Tawarikh. 26 Diane Bergant,CSA dan Robert J.Karris,OFM (ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 393. 33 3. Mencari makna hidup dan penguasaan hidup yang diketahui dari pengalaman dan tidak hanya dari iman; 4. Kegairahan untuk menyelidiki problem yang tidak diketahui dan yang sukar-sukar dari penyakit, penderitaan, kematian, ketidaksamaan kaya miskin, berkat ilahi kepada manusia yang tampaknya semena-mena; 5. Rasa ingin tahu akan dunia sebagai pengalaman universal dari semua bangsa dan semua orang; 6. Suatu komitmen untuk mencari sikap moral yang tepat, cara baik untuk hidup. Kitab Ayub merupakan kitab hikmat yang terbesar dari kitab-kitab hikmat lainnya. Kitab Ayub sebagian besar ditulis dalam bentuk puisi. Kitab Ayub secara khusus menyelidiki tentang masalah penderitaan. Penulis kitab Ayub menyampaikan pemahamannya tentang penderitaan melalui tokoh-tokoh: Ayub, Elifas, Bildad, Zofar dan Elihu. Kitab Ayub diperkirakan ditulis pada abad 5, setelah orang Yahudi kembali dari negeri pembuangan ke tanah Kanaan.27 Sebagai tulisan kebijaksanaan, kitab Ayub memiliki beberapa gaya (genre). Gaya-gaya itu nampak dalam fasal-fasal kitab Ayub antara lain: Himne (hymne), pujian terhadap sumber kebijaksanaan (fasal 28), dialog, percakapan kontroversial, ratapan dan tuntutan yang disajikan dalam bentuk puisi (fasal 4- 31) , penyebutan fenomena alam baik kosmologi, geografi maupun metereologi.28 27 Dr. AL.Purwo Hadiwardoyo,MSF, Catatan-catatan Singkat tentang Kitab Suci (Yogyakarta: Kanisius, 2010), 24. 28 Norman K.Gottwald, The Hebrew Bible,a Socio-literary Introduction (Philadelphia: Fortress Press, 1987), 565. 34 Wim van der Weiden (2012), menyatakan bentuk sastra dari kitab Ayub adalah dialog literer. Dialog literer dipergunakan untuk menyampaikan gagasan penulis tentang masalah tertentu kepada pembacanya melalui dialog tokoh utama dengan lawan berbicara, lazimnya tokoh utama menyampaikan ajaran atau gagasan yang baru, sedang teman atau lawan bicaranya menyampaikan pendapat yang berlawanan. Penulis kitab Ayub ingin menyatakan pendapat dan pemahamannya tentang penderitaan dengan menyajikan percakapan antara tokoh utama (Ayub) dan lawan bicaranya (teman-temannya: Elifas, Bildad dan Zopar). Dalam kitab Ayub amsal dan teguran, nasehat yang merupakan bagian dari struktur dialog yang berisi perbantahan. Gaya-gaya itu nampak dalam fasal-fasal kitab Ayub antara lain: Himne (hymne), pujian terhadap sumber kebijaksanaan (fasal 28), dialog, percakapan kontroversial, ratapan dan tuntutan yang disajikan dalam bentuk puisi (fasal 4-31). Kitab Ayub merupakan tulisan kebijaksanaan dengan tema penderitaan. Penderitaan yang terjadi pada tokoh Ayub, seorang yang hidupnya benar. Penulis kitab Ayub menyampaikan pendapat-pendapat tentang penderitaan dalam dialog para tokoh. Para tokoh memberikan argumen mengenai penderitaan untuk memberi pemahaman pada pembacanya. Penulis dan Waktu Penulisan Kitab Ayub. Penulis dan waktu penulisan kitab Ayub tidak dapat dipastikan. Ayub sebagai nama kitab bukanlah penulisnya. Meskipun tidak menyebut penulisnya, penulis kitab Ayub adalah orang yang memiliki pengetahuan dan pengamatan 35 yang peka terhadap keadaan manusia yang menyedihkan akibat penderitaan dan mempunyai pemahaman teologis yang mendalam. Penulis kitab Ayub menguasai kebudayaan dan mengerti pergumulan dalam kehidupan masyarakat Yahudi yang mempunyai pendapat yang berbeda tentang penderitaan. Penulis kitab Ayub juga sangat menguasai bidang sastra dan mampu menampilkan perdebatan dan dialog dalam bentuk sastra yang indah. Penulis kitab Ayub adalah orang Yahudi/Israil, yang ditunjukkan dalam pandangannya akan kuasa Allah, seruannya akan keadilan Allah dan etikanya yang tak dapat disalahkan (Ayub 31:1-40).29 Penulis memilih tempat kejadian ceritera ditanah Us, di luar Israil, karena tempat itu adalah sumber kisah kuno itu dan juga penderitaan yang dialami tokoh utama dalam kitab Ayub menggambarkan pengalaman manusia secara universal.30 Waktu penulisan kitab Ayub tidak diketahui dengan pasti. Beberapa hal dalam kitab Ayub, terutama dalam prolog (fasal 1-2) dan epilog (fasal 42: 7-17) menunjukkan situasi pada jaman leluhur, antara lain: Ayub mempersembahkan sendiri kurban bakaran, harta milik Ayub seperti harta milik Abraham dan Yakub: unta, lembu, keledai dan budak-budak, masa hidup Ayub 140 tahun, penyebutan seorang pahlawan kuno yang saleh bernama Ayub dalam kitab Yehezkiel bersamaan dengan Nuh dan Daniel (Yehezkiel 14:14,20).31 29 W.S. Lazor, Pengantar Perjanjian Lama 2, Sastra dan Nubuat (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), 108,109. 30 Tanah Us diperkirakan terletak di bagian selatan Edom . Edom merupakan salah satu pusat kebijaksanaan berkembang. 31 Tokoh Ayub dihubungkan dengan salah satu nama tokoh legenda yang terkenal karena kebenarannya pada jaman dahulu kala yaitu Nuh, Daniel/Dan’el (bukan Daniel dalam kitab Daniel) dan Ayub (Yehezkiel 14:14, 20). 36 Menurut Gottwald (1985) kitab Ayub ditulis oleh seorang bijak anonim pada masa pembuangan dan awal kembalinya bangsa Yahudi ke Palestina. Orang bijak penulis kitab Ayub bermaksud membongkar ikatan ajaran moral dan dogma yang mengurangi (reducing) kebijaksanaan yang dianggap memberi keterangan sederhana tentang hubungan mutlak antara tindakan manusia dan nasibnya. Penderitaan orang benar (innocent suffering) memang ada dan itu menjadi persoalan dengan ajaran moral dan dogmatis yang berkaitan dengan penyebab dan akibat dari tindakan manusia. Penulis menyatakan bahwa memang ada penderitaan bagi yang tidak bersalah, sesuatu yang kebijaksanaan dogmatis tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan. Untuk memperkuat argumennya penulis kitab Ayub mempergunakan sebuah ceritera tua (old populer tale) yang terkenal mengenai seorang penderita yang sangat saleh yaitu Ayub.32 Dalam legenda tua itu Ayub adalah seorang yang dipuji karena kebenaran dan kekuatan doanya. Dengan menggunakan Ayub, pandangan penulis Kitab Ayub, yang kontroversial dengan ajaran moral dan dogmatis kebijaksanaan yang ada pada kehidupan orang Yahudi abad 6 SM dan sesudahnya, dapat diterima oleh pembacanya,33 karena tokoh Ayub dikenal umum sebagai orang saleh dan benar di hadapan Allah. 32 Dalam legenda, yang juga dikutip dalam Yehezkiel 14:14,20, ada tiga tokoh yang terkenal karena kebenarannya, Ayub karena penderitaannya, Nuh, karena ketaatannya dan Danel (bukan Daniel, tokoh dalam Alkitab), yang ada dalam sastra Ugarit sebagai raja yang sangat murah hati. 33 Menurut Wim van der Weiden, apa yang ditulis oleh penulis/penyair kitab Ayub merupakan kritik tajam terhadap ajaran kebijaksanaan dan kehidupan moral pada saat itu, sehingga dianggap berbahaya. (Wim van der Weiden, Seni hidup, Sastra kebijaksanaan Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 2012, cet.6), 106. 37 Kitab Ayub ditulis dalam bentuk prosa dan puisi. Bagian prosa sebagai prolog dan epilog disadur dari ceritera tua tentang Ayub 34 yang sudah menjadi ceritera rakyat. Bagian puisi dari kitab Ayub (fasal 3:1-42:6) ditulis pada masa kemudian. Kemiripan Puisi Kitab Ayub dengan kitab Yeremia(Ayub 3:3-36 dengan Yeremia 20:14-18), bagian akhir kitab Yesaya (terutama nyanyian hamba Tuhan yang menderita), dengan Mazmur 8 (ayub 7:17, 18 dengan Mazmur 8:6,7) dan dengan Amsal 8 (Ayub 15:7,8 dengan Amsal 8: 22, 25). Semua tulisan itu menunjuk ke abad 7 SM atau sesudahnya sebagai waktu penulisan. Kata „Ayub‟ berasal dari bahasa Ibrani „iyyob’. Kata ini berarti ganda, arti yang pertama adalah „menjadi musuh‟ atau ‟dia yang diperlakukan sebagai musuh‟. Arti yang kedua „di mana bapaku/Allahku‟. Dengan pengertian tersebut, pertama dalam penderitaannya, tokoh Ayub seakan-akan berhadapan dengan Allah yang memperlakukan dia sebagai musuh. Arti yang kedua, tokoh Ayub mempertanyakan di mana dan peran Allah dalam penderitaannya. Struktur kitab Ayub. Susunan kitab Ayub tampak sebagai berikut:35 - Pembukaan/prolog (Prosa) Ayub 1-2 - Ratapan Ayub (puisi) Ayub 3 - Dialog antara Ayub dan ketiga Sahabatnya Ayub 4-27 34 Ceritera tentang penderitaan orang benar ada dalam kehidupan bangsa-bangsa di Mesotamia dan Mesir. Salah satu ceritera kebijaksanaan yang terkenal mengenai penderitaan adalah “teodise dari Babel”, yang berbentuk dialog penderita dan sahabatnya. Ibid. 35 W.S.Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 2, Sastra dan Nubuat (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012, cet.13), 112. 38 (dalam tiga babak kecuali dengan Zopar hanya 2 babak) - Syair tentang hikmat (puisi himne) Ayub 28 - Keluhan Ayub (puisi) Ayub 29-31 - Kata-kata Elihu (puisi) Ayub 32-37 - Jawaban Allah kepada Ayub (puisi) Ayub 38-42:6 - Penutup/epilog (Prosa) Ayub 42:7-17 Bentuk keseluruhan kitab Ayub adalah A-B-A (prosa – puisi – prosa). Bagian prosa yang berupa prolog dan epilog dianggap lebih tua daripada bagian puisi. Dialog pokok yang merupakan inti dari kitab ini disajikan dalam bentuk puisi dan dibingkai oleh ratapan dan keluhan Ayub yang merupakan kata-kata awal dan akhir dalam hubungannya dengan dialog antara Ayub dan temantemannya. Menurut Win van der Weiden (2012) menyatakan bahwa pidato-pidato Elihu (ayub 32-37) merupakan sisipan besar, yang disisipkan kemudian untuk memperkuat argumen dari teman-teman Ayub, karena argumen-argumen dari ketiga sahabat Ayub tidak cukup berdaya melawan pendapat Ayub. a. Pembukaan (Ayub 1-2). Kitab Ayub dibuka dengan dengan prosa yang menggambarkan drama dalam adegan pendek: Ayub diperkenalkan (1:1-5), dialog pertama Yahweh – Iblis (1:6-12), kemalangan pertama (1:13-22), dialog kedua Yahweh-Iblis (2:1-7a), kemalangan terakhir (2:7b-11), kunjungan Ketiga teman Ayub (2:11-13). Beberapa hal yang penting dari bagian pembukaan adalah: pertama, Ayub diperkenalkan sebagai orang Us, orang yang saleh dan jujur, 39 takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Penunjukan Us sebagai tempat tinggal Ayub bukan hanya menunjukkan pusat hikmat36 tetapi sekaligus menunjukkan universalitas peristiwa yang dialami Ayub. Penyebutan nama Allah37 sebagai Eloah, yang bergelar El Shadday, Allah yang Mahakuasa, yang merupakan sebutan yang umum untuk menyebut Sang Causa Prima. Pernyataan bahwa Ayub disebut sebagai orang yang saleh dan jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan, yang bahkan diulangi sampai tiga kali, satu kali oleh narator, dua kali oleh Allah, menunjukkan fakta akan kualitas kebenaran tokoh Ayub.38 Kedua, Ayub dianugerahi kekayaan yang berlimpah, bukan saja kekayaan anak, tetapi juga kekayaan ternak dan budak yang sangat besar,39 sehingga dikatakan sebagai orang terkaya di daerah Timur (Ayub 1:2,3). Dalam kekayaannya Ayub tetap menjaga dan memelihara kebenarannya (bandingkan Ayub 1:5). Ketiga, muncul iblis dalam persidangan ilahi. Iblis (satan, Ibrani) dalam kitab Ayub bukanlah nama diri seperti dalam teologi kristen, tetapi jabatan atau tugas sebagai 36 Tanah Us yang terletak di sebelah selatan Edom. Edom pada waktu itu menjadi tempat berkembangnya hikmat. 37 Eloah adalah bentuk tunggal dari Elohim, Pdt. Prof. Emanuel Gerrit Singgih,PH.D, Dua Konteks (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 139. 38 Kata saleh dalam bahasa ibrani tam, menunjuk seorang yang sempurna, tidak bercacat dan tidak bercela dalam segala segi kehidupan manusia. Kata jujur dalam bahasa Ibrani yasyar, menunjuk seorang yang selalu bersikap dan bertindak benar sesuai dengan norma kehidupan manusia. Kata takut akan Allah dalam bahasa Ibrani yare Elohim, menunjuk seorang yang menyadari hubungannya dengan Allah, sehingga senantiasa menghormati dan menaati-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Kata menjauhi kejahatan dalam bahasa Ibrani sar mera, menunjuk seorang yang mempunyai hati nurani jernih, sehingga dengan sengaja dan konstan memilih yang baik serta menolak yang jahat. P.Hendrik Nyiolah, Misteri Penderitaan dan Kematian Manusia, Suatu telaah Biblis (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 2011, cet.2), 42-45. 39 Anak, ternak dan budak adalah simbol kekayaan pada waktu itu. 40 penuntut atau pendakwa.40 Dalam hal Ayub, iblis mendakwa Ayub hidup dalam kebenaran karena sudah diberkati secara berlimpah. Keempat, Ayub tetap mempertahankan kebenarannya, walaupun penderitaan yang lengkap menimpanya (bandingkan Ayub 2:10). Kelima, kedatangan ketiga sahabat Ayub untuk menghibur dan menjadi pintu dialog tentang penderitaan. b. Ratapan Ayub. Puisi ratapan dalam fasal 3 menyingkapkan kemanusiaan Ayub yang utuh. Perbedaan yang tajam antara kesalehan yang diperlihatkan dalam pembukaan memang disengaja oleh pengarang. Trauma akibat bencana yang dialaminya sudah mereda dan ketakutan akan keadaannya yang menyedihkan membuat Ayub terpukul dan menderita. Ayub melihat tandatanda berkat Allah telah lenyap dalam hidupnya. Walaupun tidak dinyatakan secara langsung, namun jelas Allah telah menjadi musuhnya.41 Ayub menggugat siapa yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup yang ia permasalahkan.42 c. Dialog puitis (fasal 4-27). Fasal 4-27, merupakan inti dari masalah yang diperdebatkan, masalah penderitaan. Dialog, percakapan kontroversial, dan tuntutan yang disajikan dalam bentuk puisi. Percakapan antara Ayub dan teman- temannya dibagi dalam tiga putaran. Satu putaran terdiri dari enam pidato: 206. musuh”. 40 Jan Fokkelman, Menemukan makna Puisi Alkitab (Jakarta: BPK gunung Mulia, 2009), 41 Salah satu arti kata Ayub adalah “menjadi musuh” atau “dia yang diperlakukan sebagai 42 W.S.Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 2, Sastra dan Nubuat (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012, cet.13), 113,114. 41 Elifas-Ayub,Bildad-Ayub,Zopar-Ayub. Putaran pertama (4-15) dan kedua (15-21). Pada putaran ketiga tidak ada pidato dari Zopar.43 Dialog berjalan dengan keras, teman-teman Ayub menyerang Ayub dan Ayubpun semakin kuat mempertahankan pendapatnya, tidak ada pemecahan. d. Syair tentang Hikmat (fasal 28). Setelah dialog panjang dan keras, diikuti sebuah selingan dengan madah (himne) hikmat, renungan-renungan mengenai hikmat. Gambaran yang melukisan keindahan hikmat sekaligus kesulitan untuk mencapainya. Bab ini terpisah dari keseluruhan kitab Ayub, para ahli berpendapat bahwa madah ini disisipkan sebagai selingan bagi penyusun.44 e. Keluhan Ayub. (fasal 29-31). Keluhan Ayub merupakan protes terhadap sorga. Ayub merangkum peristiwa yang terjadi: Pertama, Ayub menuturkan kembali peristiwa di tanah Us, kejadian tragis yang mengubah dari berkat dan kedudukan terhormat (fasal 29) menjadi hinaan dan celaan (fasal 30). Kedua, sumpah Ayub untuk membuktikan ia tidak bersalah, dengan menguraikan panjang lebar kebajikan etis dan keagamaan (fasal 31:1-34). Akhirnya, Ayub menyatakan harapannya untuk didengar oleh Allah dan kesiapan untuk dihukum bila kesalahannya dapat dibuktikan (fasal 31:35-40). 43 Banyak para ahli berpendapat bahwa kekacauan dalam putaran ketiga bukan karena proses penyalinan yang lama melainkan disengaja. Tujuannya untuk mengacaukan pendapat Ayub, dengan menyisipkan beberapa pidato Bildad dan Zopar dalam pidato Ayub (misal dalam Ayub 24: 18-24,26:5-14 dan 27:13-23). Sehingga dikesankan Ayub menyadari kekeliruan ajara kebijaksanaan dan kembali ke ajaran kebijaksanaan dalam hal pembalasan. Wim van der Weiden, Seni hidup, Sastra kebijaksanaan Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 2012, cet.6), 115-117. 44 Dianne Bergant,CSA dan Robert J. Karris, OFM(ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 2006, cet.6), 419. 42 f. Kata-kata Elihu (fasal 32-37). Dalam percakapan puitis yang keras, dihadirkan tokoh Elihu (dengan pengantar prosa dalam Ayub 32:1-5). Elihu berusaha mengoreksi pendapat Ayub dan teman-temannya. Para ahli meyakini bahwa bahwa pidato Elihu merupakan tambahan pada kitab asli. alasan yang dipakai:45 1. Secara mendadak Elihu masuk melalui beberapa ayat redaksional dalam bentuk prosa. 2. Elihu mulai bicara setelah dialog selesai (32:11-17). 3. Di luar Ayub 32-37 tidak ada sepatah kata mengenai Elihu. 4. Kekacauan adegan oleh sisipan pidato Elihu. Setelah permintaan penuh tantangan dari Ayub kepada Allah(fasal 31) seharusnya muncul tanggapan dari Allah dalam teofani. 5. Seluruh suasana dari fasal 32-37 yang berbeda dari dialog Ayub dan teman-temannya. Dalam pidato Elihu tidak muncul keprihatinan terhadap penderitaan Ayub seperti teman-temannya. g. Jawaban Allah (fasal 38:1-42:6). Jawaban Allah meredakan ketegangan. Akhirnya yang ditunggu Ayub terjawab, teofani Allah hadir dalam badai (Ayub 38:1). Jawaban Allah dalam bentuk puisi dengan ungkapan mitologis dan dunia kosmologis. Melalui itu semua penulis kitab Ayub membuat ketegangan dengan memperhadapkan Ayub dengan dengan kuasa-Nya yang langsung dan betul-betul dahsyat. 45 Wim van der Weiden, Seni hidup, Sastra kebijaksanaan Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 2012, cet.6), 189. 43 h. Penutup ( fasal 42:7-17). Pada bagian penutup pengarang kembali ke bahasa prosa untuk membuktikan ketidakbersalahan Ayub. Pembuktian ketidakbersalahan itu Ayub dimulai dengan hardikan yang berulang-ulang kepada ketiga teman Ayub (fasal 42:7-8), memulihkan peran Ayub sebagai imam dan nabi (fasal 42:8, bandingkan Ayub 1:5), memulihkan harta milik dan keluarga Ayub (Ayub 42:10,12-15), memperpanjang hidupnya, serta melipatgandakan keturunannya (Ayub 42:10), rasa hormat dari kerabat (Ayub 42:11) dan pada gilirannya Ayub mendoakan sahabat sahabatnya (Ayub 42:10) dan menunjukkan kebaikan kepada anak-anak perempuannya (Ayub 42:15). Pemahaman Kebijaksanaan Yahudi tentang Penderitaan a. Isi ringkas kitab Ayub.46 Kitab Ayub dibuka dengan ceritera prosa seorang sheik kaya dari negeri Us yang bernama Ayub. Ia hidup pada jaman bapa-bapa leluhur, dengan ijin Tuhan ia dicobai Iblis, supaya menjadi jelas motivasi mengapa Ayub begitu saleh, dengan pamrih atau tanpa pamrih. Kendati dalam dua seri pencobaan Ayub kehilangan seluruh keluarga, segala harta milik dan kesehatannya, namun ia tetap bersikap benar pada Tuhan dan memperlihatkan kesalehannya yang tanpa pamrih. Datanglah tiga teman Ayub untuk menghiburnya (fasal 1-2). 46 Ibid,101-103. 44 Setelah bagian prosa yang membuka kitab Ayub, dimulai bagian puisi. Langsung pada fasal 3, tokoh Ayub yang muncul sangat berbeda dengan Ayub yang sabar dan saleh dari dua fasal sebelumnya. Ayub dalam fasal 3 adalah seorang penderita yang melalui pergumulan yang amat hebat. Ayub dengan monolognya menyuarakan keluhan tentang nasibnya. Setelah keluhan Ayub, dibuka dialog yang penuh perdebatan antara Ayub dan teman-temannya yang telah datang untuk menghiburnya: Elifas, orang Teman, Bildad orang Suah dan Zopar orang Naama. Masing - masing teman berbicara dan Ayub menjawabnya, semuanya berlangsung dalam tiga ronde: fasal 4-14; 15-21; 22-27. Tema pokok dalam dialog adalah konflik antara pendapat tradisional mengenai penderitaan sebagai hukuman Tuhan, yang disuarakan oleh teman Ayub dan kritik Ayub yang memperkenalkan diri bahwa sebagai bukti bahwa pendapat tradisional itu sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Sepanjang 24 fasal tidak ada titik temu, kesepakatan, sebaliknya kedua pendapat dibela dengan cara yang semakin keras, kasar dan dialog menghadapi jalan buntu. Pada situasi itu disajikan madah hikmat tentang kebijaksanaan yang tidak dapat ditemukan oleh manusia, hanya oleh Allah saja. Madah fasal 28 ini menggarisbawahi kegagalan dari Ayub dan ketiga temannya, semua yang dianggap bijaksana untuk menemukan pemecahan dari masalah mengenai penderitaan orang benar. Ayub mengakhiri dialog dengan tema-temannya dengan sebuah monolog puisi. Ayub menutup dialog dengan monolog yang panjang dalam fasal 29-31. Secara berturut-turut ia menggambarkan keadaan penuh hormat dan kemuliaan 45 sebelum ia mengalami penderitaan. Ia mengakhiri dengan sederetan sumpah menyatakan ketidakbersalahannya dan meminta Allah untuk menjawabnya. Tiba – tiba, sebelum Allah menanggapi, muncul tokoh Elihu,47 yang diperkenalkan sebagai pemuda yang diam selama dialog berlangsung, tetapi berdiam diri karena menghormati yang lebih tua. Dengan percakapan puitis (dengan pembukaan prosa, Ayub 32:1-5), yang mengandung hardikan dan pengajaran, Elihu berusaha mengoreksi Ayub dan teman-temannya. Pada akhirnya pendapat Elihu melalui empat pidatonya (Ayub 32-37) ingin memperkuat pendapat tradisional tentang penderitaan sebagai hukuman. Akhirnya harapan Ayub agar Allah menjawabnya terkabul (Ayub 3842:6). Allah tidak mempertanggungjawabkan nasib Ayub, Ia hanya memberi kesempatan kepada Ayub untuk mencapai kesadaran baru yang amat penting: manusia dalam kekecilan dan keterbatasannya tidak dapat menilai apalagi menghakimi Allah dan tindakan-Nya. Di dalam dunia ini, dan dalam seluruh karya Allah ada begitu banyak misteri. Dalam misteri besar itu, ada misteri kecil , yaitu derita Ayub. Ayub tetap tidak mengetahui misteri penderitaannya tetapi tidak ada lagi permusuhan dengan Allah. 47 Elihu dalam bahasa ibrani berarti Dialah Allah. 46 Epilog berakhir dengan pemulihan nasib Ayub. Akhir kitab ini dilengkapi dengan gambaran bagaimana Allah memulihkan Ayub sebagai hamba-Nya (Ayub 42:7-8), mengembalikan harta milik Ayub, bahkan melampaui keadaan semula.48 b. Pemahaman Orang Yahudi terhadap penderitaan. b.1. Pemahaman Kebijaksanaan Tradisional. Ketiga teman dialog Ayub mengemukakan pendapat tradisional dari guruguru kebijaksanaan yang sekaligus menjadi pendapat umum guru-guru sekolah kebijaksanaan yang diajarkan pada orang-orang Yahudi, sehingga juga menjadi pendapat umum orang Yahudi tentang penderitaan. Argumentasi dasar dari Elifas, Bildad dan Zopar dapat dirumuskan sebagai berikut:49 a. Segala penderitaan di dunia ini disebabkan oleh Allah. Dalam kepercayaan monoteis yang dianut bangsa Yahudi, segala sesuatu dihubungkan dengan Allah sebagai causa prima, penyebab utama. Pendapat itu berakar dari pernyataan yang jauh lebih tua, seperti misalnya dalam Amos 3:6b,”Adakah terjadi malapetaka dalam kota dan Tuhan tidak melakukannya”. Demikian juga tentang kisah tulah-tulah di Mesir (Keluaran 7-12). b. Penderitaan harus diartikan sebagai hukuman dari fihak Allah yang ditimpakan kepada manusia karena dosanya. 48 Penggembalian secara berlipat ganda mungkin mengingatkan akan hukum Israil bahwa seorang pencuri harus membayar dua kali lipat harga binatang yang dicurinya (keluaran 22:4). 49 Wim van der Weiden, Seni hidup, Sastra kebijaksanaan Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 2012, cet.6), 118-120. 47 Pandangan ini didasari oleh aturan-aturan agama yang bersifat dogmatis yang dianut oleh bangsa Yahudi. Dogma tentang berkat dan kutuk, dengan tegas mengatakan bahwa orang benar akan diberkati dan orang yang bersalah akan dihukum, menerima kutuk dari dari Allah. c. Orang/Ayub menderita, maka ia adalah seorang pendosa, yang harus bertobat untuk mendapat pemulihan. Penderitaan Ayub menunjukkan kebenaran mutlak bahwa Ayub berdosa. Karena itu harus dituntun kepada pertobatan, Ayub harus mengakui dan menyesali dosa-dosanya di hadapan Allah. Langkah ini berdasarkan pandangan umum di Israil, bahwa seorang pendosa yang bertobat dapat mengharapkan pengampunan, pemulihan dan berkat dari Tuhan.50 Berdasar argumentasi yang disusun tersebut, kebijaksanaan tradisional Yahudi memahami penderitaan: 1. Penderitaan berasal dari Allah. Pemahaman dan kepercayaan bangsa Yahudi bahwa Allah adalah Causa Prima, penyebab segala sesuatu. Allah yang Mahakuasa, Pengasih dan Penyayang adalah juga adalah Allah yang Maha adil. Allah memberikan penderitaan kepada manusia dalam rangka keadilan-Nya. 2. Penderitaan yang dialami manusia disebabkan dosa yang dilakukan. 50 Pandangan kebijaksanaan yang menunjukkan kemalangan-pertobatan-pemulihan nampak dalam doa Salomo dalam 1 Raja-raja 8. 48 Dalam kehidupan bangsa Yahudi yang tidak dapat dipisahkan kehidupan sosial dan agamawinya. Pemahaman penderitaan karena dosa berasal dari ajaran dan aturan-aturan agama51 yang kemudian menjadi kebijaksanaan dalam praksis kehidupan, moral dan kultus agamawi. 3. Penderitaan adalah hukuman Allah atas dosa yang dilakukan manusia. Kebijaksanaan ini berakar dari dogma agama, khusus ajaran berkat dan kutuk. Orang yang melakukan kehendak Allah, hidup dalam kebenaran akan selalu mendapat berkat dari Tuhan yang berupa kekayaan, status sosial, kesehatan dan sebagainya. Sebaliknya, orang yang berbuat dosa akan mendapatkan hukuman dari Allah karena kesalahankesalahannya, penderitaan adalah bentuk hukuman Allah. 4. Penderitaan dilakukan Allah dalam rangka pengajaran untuk membawa manusia kepada pertobatan. Kebijaksanaan yang berkaitan dengan moral dan dogma tradisional memandang pertobatan merupakan cara untuk menghentikan hukuman Allah, karena manusia kemudian mau hidup dengan moral dan dogma sesuai dengan ajaran kebijaksanaan. Dalam kitab Ayub pemahaman tentang penderitaan disuarakan oleh ketiga teman Ayub.52 Elifas, Bildad dan Zopar, yang kemudian diperkuat oleh pidato 51 Sebagai contoh Hukum Deuteronomik, seperti yang ada dalam kitab Ulangan. Ada banyak pendapat tentang latar belakang ketiga sahabat Ayub. Menurut Albertus Purnomo,OFM, Elifas dapat digambarkan sebagai konselor, Bildad seorang teolog dan Zopar adalah seorang sarjana. Albertus Purnomo,OPM, Bertarung dengan Allah (Yogyakarta: Kanisius, 2015), 196. 52 49 Elihu.53 Ketiga orang ini dengan argumen yang berbeda, memiliki dasar pemahaman yang sama, yaitu penderitaan merupakan akibat langsung dari dosa, kebenaran senantiasa mendatangkan pahala dari Tuhan sebaliknya kejahatan mendatangkan pembalasan dari-Nya. Menurut Albertus Purnomo (2015) pemahaman kebijaksanaan tradisional tentang penderitaan sebagai hukum restribusi. Berdasarkan hukum ini, orang yang benar akan diganjar dengan berkat melimpah, sedangkan orang yang jahat akan dihukum dengan penderitaan dan sengsara. Hukum restribusi sebenarnya rumusan lain dari hukum balas jasa, dengan sistem ini orang dicintai dan dihargai bukan karena pribadinya, tetapi atas apa yang dilakukan. Ketika orang gagal melakukan yang seharusnya, ia tidak pantas untuk dihargai dan dicintai. b.2. Pemahaman Penulis Kitab Ayub. Pemahaman tentang penderitaan berdasar kebijaksanaan tradisional, ternyata tidak dapat menjawab realitas dalam kehidupan yang sesungguhnya. Dalam realitas kehidupan, ada orang benar yang hidupnya mengalami penderitaan dan ada orang fasik yang dilimpahi kebahagiaan. Dalam perspektif kepercayaaan agamawi maka kasih dan keadilan Allah dapat diperdebatkan. Ketika orang benar mengalami penderitaan maka bisa menggugat kasih dan keadilan Allah. Dan itulah yang dilakukan oleh penulis Ayub, melalui tokoh Ayub, menggugat pemahaman tradisional tentang penderitaan. 53 Pidato Elihu disisipkan dalam kitab Ayub, dengan maksud memperkuat argumen ketiga teman Ayub, yang tidak dapat melawan argumen Ayub. 50 Melalui tokoh Ayub, pengarang memberikan pemahaman berkaitan dengan penderitaan, yaitu : 1. Tidak selalu ketaatan kepada Allah berkorelasi langsung dengan kelimpahan berkat. Dalam prolog, tokoh Ayub54 digambarkan sebagai orang yang benar dihadapan Allah dan mendapatkan kekayaan sebagai anugerah Allah. Mengacu kebijaksanaan tradisional yang diyakini orang Yahudi, orang benar diberkati.55 Tetapi pada prolog juga ditunjukkan penderitaan yang dialami tanpa ada kejahatan yang dilakukan, ternyata tidak mengubah ketaatan dan kebenaran Ayub kepada Allah (Ayub 1:21,22; Ayub 2:10). 2. Tidak selalu penderitaan berkaitan dengan pelanggaran. Ayub menunjukkan bahwa penderitaannya bukan karena ia melakukan kejahatan yang kemudian patut dihukum. Karena itu Ayub menolak untuk menyatakan kesalahannya dan melakukan pertobatan, karena memang ia tidak melakukan kesalahan. Ayub menolak dakwaan bahwa ia telah bersalah. Penolakan Ayub menunjukkan penentangannya terhadap kebijaksanaan tradisional. 3. Ayub tidak mengerti dengan pasti, penyebab mengapa ia menderita. Ayub hanya bisa memahami sebagai ciptaan, ia tidak mampu memahami 54 Dengan dimunculkan dalam prolog, pengarang ingin menempatkan Ayub tokoh idola, penolong (Savior), yang mampu memberikan sesuatu yang baru, seperti tokoh Musa. (Norman K.Gottwald, The Hebrew Bible,A Socio-literrary Introduction (Philadelphia: Forttress Press, 1985), 218. 55 Ditunjukkan dengan penyebutan nama TUHAN (YAHWEH). 51 penciptanya dengan penuh. Bagi Ayub, penderitaan merupakan bagian dari misteri ilahi (misterio Dei). Lewat pengamatan misteri-misteri itu, Ayub dituntun Allah kepada pengakuan misteri yang bernama TUHAN.56 “Sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku, dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu”. (Ayub 42: 5b-6). Allah membimbing Ayub kembali kepada sikap iman, dan dalam ketenangan karena kepercayaan yang penuh kepada Tuhannya, Ayub menerima dan melanjutkan hidup. 4. Pengarang kitab Ayub memberikan pemahaman tentang penderitaan sebagai misteri ilahi, dan karena ia merasa tidak mampu memahami misteri ilahi, maka yang penting adalah bagaimana bersikap terhadap penderitaan. pengarang Ayub mewakili pemahaman orang bijak, mengajarkan bahwa tidak perlu lagi memperdebatkan penderitaan tidak atau selalu berkaitan dengan hukuman karena ketidaktaatan, karena itu hanya akan menambah penderitaan bagi yang menderita. Yang terbaik adalah memahami penderitaan sebagai bagian dari tatareksa Allah yang penuh kasih, sehingga manusia mampu tetap beriman dan melangkah, melanjutkan kehidupannya. Pemahaman pengarang Ayub tentang penderitaan yang berbeda bahkan bertentangan dengan pemahaman tradisional Yahudi, ternyata menolong: 56 Ayub 28 menjadi himne hikmat yang menengahi perdebatan Ayub dan ketiga temannya, sekaligus mengingatkan keterbatasan manusia dalam memahami Yang Mahakuasa. 52 1. Bagi orang Yahudi, kitab Ayub memberikan kekuatan psikologisreligius, bahwa penderitaan yang dialami sebagai bangsa bukanlah karena ketidaktaatan mereka, tetapi memang kehendak Allah yang harus dijalani, yang merupakan misteri ilahi. Umat dibebaskan dari rasa bersalah ketika mereka harus menderita, sehingga dapat menjalani dan melewati penderitaan dengan tetap meyakini sebagai umat pilihan Allah dan kudus. 2. Bagi pembaca bisa melihat penderitaan yang terjadi dalam kehidupan manusia sebagai bagian dari tatareksa ilahi.57 Penderitaan bukanlah akhir, karena melalui penderitaan Allah juga hadir dan memberikan pemulihan. 57 Dalam perspektif tersebut, kita dapat menerima berbagai bentuk penderitaan terjadi dalam kehidupan manusia tanpa sikap menuduh. Peristiwa-peristiwa: letusan gunung Sinabung, peristiwa Tsunami di Aceh, korban G-30-S, penderitaan dan pembantaian orang-orang Yahudi pada jaman Hitler, dan sebagainya. 53