1 KERAGAAN AGROINDUSTRI YOGHURT DENGAN

advertisement
KERAGAAN AGROINDUSTRI YOGHURT
DENGAN PENDEKATAN SISTEM AGRIBISNIS
Destry Deriani
Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi
[email protected]
Tenten Tedjaningsih
Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected]
Betty Rofatin
Fakultas Pertanian Univerrsitas Siliwangi
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Panyingkiran Kecamatan Indihiang Kota
Tasikmalaya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Keragaan agroindustri
Yoghurt dilihat dari pendekatan sistem agribisnis, titik impas nilai penjualan dan
volume produksi pada usaha agroindustri yoghurt, perubahan titik impas apabila
terjadi perubahan harga input dan harga output usaha agroindustri yoghurt. Metode
penelitian menggunakan metode studi kasus pada perusahaan CV. ELSA di Kota
Tasikmalaya. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive
sampling) dengan pertimbangan perusahaan tersebut paling banyak memproduksi
dan kontinu.
Hasil penelitian menunjukan bahwa agroindustri yoghurt CV. ELSA memperoleh
bahan baku susu segar dari kelompok peternak di Kabubaten Tasikmalaya,
sedangkan bahan penolong berasal dari pedagang yang ada di Kota Tasikmalaya.
Pengadaan bahan baku dan bahan penolong secara transaksional. Pengolahan yang
dilakukan terdiri dari (1) seleksi yang dilakukan pada bahan baku, gula pasir dan
kolang kaling; (2) Proses pembuatan yoghurt terdiri dari pembuatan yoghurt, dan
pemasakan kolang kaling; (3) Pengemasan yang dilakukan terdiri dari dua kali
pengemasan. Pemasaran yang dilakukan selain dalam Kota Tasikmalaya dengan
melalui sales, juga sampai luar Kota Tasikmalaya. Pemasaran luar Kota
Tasikmalaya melalui sub agen dan pedagang pengecer. Perbankan sangat berperan
dalam membantu mengembangkan perusahaan agroindustri yoghurt CV. ELSA.
Nilai penjualan yang diterima selama satu minggu sebesar Rp. 30.240.000,00
dengan volume produksi sebanyak 4.800 kemasan besar. Titik impas nilai jual
dalam satu minggu sebesar Rp. 2.625.755,26 dengan volume sebesar 273,5 liter
atau 547 kemasan besar. Biaya input mengalami kenaikan sebesar 7,7 persen
sehingga titik impas mengalami kenaikan sebesar 12,4 persen atau Rp.
2.952.137,244 dengan volume produksi naik sekitar 12,4 persen yaitu 307,5 liter
atau 615 kemasan besar.
Kata Kunci : Agroindustri Yoghurt, Titik impas, Sensitivitas Analisis.
1
ABSTRACT
This research was conducted in the Panyingkiran Indihiang Tasikmalaya. The
purpose of this study to determine Performance of agroindustrial Yoghurt seen from
agribusiness system approach, break-even point of sales value and volume of
production, change the breakeven point in case of changes in input prices. The
research method using a case study on the CV. ELSA’S company in Tasikmalaya.
Location research done intentionally (purposive sampling) with consideration of
the company's most widely produced and continous.
Based on research done can be concluded that the agro-yogurt CV. ELSA obtain
fresh raw milk from farmers groups in Tasikmalaya, while auxiliary materials
derived from merchants Tasikmalaya. Procurement of raw materials and auxiliary
materials are transactional. Processing is carried out consisting of (1) the selection
is done on raw materials, sugar and kolang kaling (the fruit of sugar palm); (2) The
process of making yogurt consists of the manufacture of yoghurt, and cooking
kolang kaling; (3) The packaging is done consists of two times the packaging.
Marketing is done in addition Tasikmalaya with through sales, also to the outside
of Tasikmalaya. Marketing outside Tasikmalaya through sub-agents and retailers.
Banking was instrumental in helping to develop the agro-industrial company
yoghurt CV. ELSA. Sales value received for one week Rp. 30.240.000,00 with a
total production volume of 4.800 packs. Breakeven value of sales within a week of
Rp. 2.625.755,26 with a volume of 273,5 liters or 547 packs. Input costs rise by 7,7
percent to break even increased by 12.4 percent or Rp. 2.952.137,244 with
production volume rise about 12.4 percent of which 307.5 liters or 615 packs.
Keywords: agro-industry yoghurt,break-even point, sensitivity
analysis
PENDAHULUAN
Agribisnis sapi perah di Indonesia merupakan industri peternakan rakyat
karena peternakan sapi perah di Indonesia didominasi oleh peternakan skala usaha
kecil hal ini dikarenakan keterbatasan modal yang dimiliki, ilmu pengetahuan, dan
pemasaran.
Seiring dengan perkembangan waktu, agribisnis sapi perah di
Indonesia mengalami pasang surut. Banyak hal yang mempengaruhi tersebarnya
populasi sapi perah di Indonesia yang menyebabkan ketersediaan produk sapi perah
tersebut menjadi terbatas, sehingga kebutuhan susu dalam negeri 80 persen
dipenuhi luar negeri (import), dan hanya 20 persen dipenuhi oleh dalam negeri
(Bayu Herlambang, 2014).
Badan Pusat Statistik Kota Tasikmalaya menyatakan pertumbuhan
penduduk di Kota Tasikmalaya mengalami peningkatan 1,13 persen dari tahun
2
2012, 649.885 jiwa menjadi 657.217 jiwa pada tahun 2013. Peningkatan penduduk
menyebabkan kebutuhan akan susu semakin meningkat, hal tersebut menyebabkan
kebutuhan susu per kapita semakin bertambah setiap tahunnya. Kebutuhan tersebut
harus diikuti dengan jumlah produksi susu (Bayu Herlambang, 2014).
Tabel 1. Populasi Sapi Perah, Hasil Produksi, dan Produktivitas Susu di Kota
Tasikmalaya
Tahun
Jumlah Sapi Perah
(ekor)
Hasil Produksi
(Liter)
Produktivitas
(Liter/Ekor)
2012
2013
2014
105
178
190
221.690
376.812
401.742
2.111,3
2.116,9
2.114,4
Sumber : Dinas Pertanian Kota Tasikmalaya (2014)
Berdasarkan Tabel 1. Pada Tahun 2014 hasil produksi susu mengalami
peningkatan, akan tetapi pertambahan tersebut masih belum dapat memenuhi
permintaan susu dalam kota menurut Dinas Pertanian Kota Tasikmalaya (2014),
dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan susu Kota Tasikmalaya dapat
dipenuhi dari luar daerah seperti Kabupaten Tasikmalaya.
Karakteristik susu yang mudah rusak menjadi salah satu kendala agribisnis
susu karena mempunyai daya simpan yang pendek, oleh karena itu diperlukan
upaya untuk memperpanjang daya simpan susu. Tridjoko Wisnu Murti (2014),
menyatakan bahwa sifat susu yang mudah rusak disebabkan oleh kadar air yang
tinggi 85 - 90 persen; pH mendekati netral; kadar gizi yang tinggi (protein, lemak,
karbohidrat, vitamin, dan mineral). Salah satu cara untuk memperpanjang daya
simpan susu adalah dengan pengawetan melalui proses pengolahan susu.
Salah satu perusahaan pengolahan susu di Kota Tasikmalaya Jawa Barat
adalah CV. ELSA. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang paling banyak
memproduksi diantara perusahaan sejenis di Kota Tasikmalaya, dan telah
melakukan sistem recording (pencatatan) yang cukup baik. Tetapi sampai saat ini
perusahaan tersebut belum melakukan analisis ekonomi untuk keberlanjutan
kegiatan usahanya.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka masalah yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (1) Bagaimana keragaan
agroindustri yoghurt dilihat dari pendekatan sistem agribisnis?; (2) Berapa titik
3
impas nilai penjualan dan volume produksi pada usaha agroindustri yoghurt?; (3)
Berapa perubahan titik impas apabila terjadi perubahan harga input pada usaha
agroindustri yoghurt?
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Keragaan
agroindustri yoghurt dilihat dari pendekatan sistem agribisnis. Titik impas nilai
penjualan dan volume produksi pada usaha agroindustri yoghurt. Perubahan titik
impas apabila terjadi perubahan harga input pada usaha agroindustri yoghurt.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan yaitu studi kasus di CV. ELSA yaitu
perusahaan yoghurt yang berada di Kelurahan Panyingkiran Kecamatan Indihiang
Kota Tasikmalaya. Jenis dan teknik pengumpulan data yaitu data primer dan data
sekunder.
Analisis yang digunakan untuk mengetahui titik impas nilai penjualan dan
volume produksi pada usaha adalah analisis Break Event Point (BEP) dari Soehardi
Sigit (1993):
BEP Nilai Jual
=
BEP Unit
=
Biaya Tetap
1−
Biaya Variabel
Nilai Penjualan
BEP Nilai Jual
Jumlah Produk
Digunakan untuk mengetahui besarnya perubahan titik impas yang
disebabkan adanya perubahan harga input dengan menggunakan rumus Analisis
Sensitivitas (Sensitivity Analysis):
SA
=
Biaya Tetap x Nilai Penjualan
Nilai Penjualan−Biaya Variabel
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan Agroindustri
Agroindustri yoghurt yang dilaksanakan oleh CV. ELSA di Kelurahan
Panyingkiran Kecamatan Indihiang sudah lama di jalankan oleh responden dan
semakin berkembang setelah memiliki tenaga pemasaran, dengan meningkatnya
tenaga pemasaran maka dapat meningkatkan volume produksi, oleh karena itu
proses produksi dilakukan dalam seminggu enam kali.
4
Peningkatan volume
produksi diikuti dengan pemasaran hasil produksi yang sudah sampai ke luar Kota
Tasikmalaya.
Semakin berkembangnya potensi agroindustri yoghurt, maka
kepercayaan bank dalam hal meminjamkan modal kepada CV. ELSA akan semakin
meningkat.
Pemasok :

Bahan penolong

Sarana produksi
Sub Agen
Pemasok bahan baku
segar :
Kelompok Peternak
Pengecer
CV. ELSA
Konsumen
Pengecer
Peternak
Peternak
Peternak
Keterangan :
: Informasi, uang.
: Hasil produksi
: faktor produksi
Jasa Penunjang
Gambar 1. Sistem Agribisnis pada Agroindustri Yoghurt di CV.ELSA
Sistem agribisnis pada perusahaan CV. ELSA saling keterkaitan antara
setiap subsistem dari kelima subsistem tersebut pada subsistem usahatani tidak
dilakukan kegiatannya karena pada perusahaan CV. ELSA tidak melakukan
budidaya atau peengelolaan ternak.
Pada umumnya sebagian besar penyedia susu segar di CV. ELSA berasal
dari kelompok peternak yang berada di Kabupaten Tasikmalaya.
Kelompok
peternak ini merupakan salah satu kelompok peternak yang menyediakan susu
segar dalam volume yang banyak, melakukan uji berat jenis, uji suhu, dan kadar
air. Bahan penolong, peralatan yang digunakan berasal dari salah satu pedagang
5
yang ada di Kota Tasikmalaya. Perusahaan CV. ELSA tidak bermitra dengan
penyedia bahan baku maupun dengan bahan penolong.


Pemasok:
Bahan Penolong
Sarana Produksi
CV.ELSA
Peternak
Peternak
Pemasok Bahan
Baku :
Kelompok
Peternak
Keterangan :
: Informasi, uang.
: Faktor produksi
Gambar 2. Subsistem Agribisnis Hulu
Seleksi terhadap bahan baku dan bahan penolong berfungsi untuk menjaga kualitas
pada produk. Seleksi dilakukan terhadap (1) susu segar, dilakukan uji berat jenis
susu. Pengujian dengan menggunakan laktodensimeter berat jenis yang ditetapkan
di CV. ELSA yaitu minimal 1,028 kg/L pada suhu 27,50C, berat jenis dan suhu yang
ditetapkan oleh perusahaan sesuai dengan Badan Standarisasi Nasional yang
ditentukan pada tahun 1998, Ahmad Firman (2010); (2) gula pasir, gula pasir harus
memiliki warna putih supaya tidak merubah warna susu; (3) kolang kaling, ukuran
pada kolang kaling harus memiliki ukuran yang sama.
6
Pemasakan Kolang
Kaling
Pembuatan Yoghurt
Pengemasan
Gambar 3. Proses Pembuatan Yoghurt di CV.ELSA
Pemasaran yoghurt terdapat dua saluran pemasaran. Saluran Pemasaran pertama
yaitu pemasaran es yoghurt luar Kota Tasikmalaya, saluran pemasaran kedua yaitu
pemasaran es yoghurt dalam Kota Tasikmalaya. Pemasaran es yoghurt luar Kota
Tasikmalaya seperti Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten
Pangandaran, Wanareja, Bekasi, Depok, dan Kampung Rambutan. Penjualan es
yoghurt CV. ELSA yang berada di luar Kota Tasikmalaya dikatakan sub agen,
karena di setiap daerah yang menjual es yoghurt CV. ELSA hanya ada satu penjual
sehingga disebut sub agen.
Sub Agen
dan Pengecer
Pengecer
Konsumen
CV. ELSA
Pengecer
Keterangan :
: Hasil produksi
: Informasi, uang
Gambar 4. Pemasaran Produk di CV. ELSA
7
Titik Impas Nilai Penjualan dan Volume Produksi Pada Usaha Agroindustri
Yoghurt
Biaya tetap dalam penelitian ini pajak perusahaan, PBB, penyusutan
peralatan, tenaga kerja tetap, bunga modal tetap. Biaya variabel untuk agroindustri
yoghurt meliputi susu sapi segar, bibit yoghurt, gula pasir, PDAM, LPG, perasa
makanan, kolang kaling, plastik bungkus, plastik kemasan, isi hekter, sarung tangan
plastik, tenaga kerja pengemasan pertama, listrik, transportasi untuk pengiriman
hasil produksi, dan transportasi untuk pembelian bahan penolong. Besarnya biaya
variabel yang dikeluarkan selama satu minggu adalah sebesar Rp. 22.925.550,00
Biaya total merupakan penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel per
usahatani dengan satuan rupiah (Ken Suratiyah, 2006). Biaya total agroindustri
yoghurt dalam satu minggu sebesar Rp. 23.615.098,35.
Nilai penjualan merupakan perkalian dari hasil produksi yang dikalikan
dengan harga satuan produk (Soehardi Sigit, 1993). Nilai penjualan yang diterima
oleh
agroindustri
yoghurt
CV.
ELSA
selama
satu
minggu
sebesar
Rp.30.240.000,00, dengan harga per kemasan kedua sebesar Rp. 6.300,00. Hasil
produksi sebayak 4.800 kemasan kedua. Sehingga keuntungan yang diperoleh
sebesar Rp. 6.624.901,65. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Biaya Total, Nilai Penjualan, Dan Keuntungan Pada Satu Minggu
No
1.
2.
3.
4.
5.
Uraian
Keterangan
Jumlah Produksi
Harga per kemasan
Biaya Total
Nilai Penjualan
Keuntungan
4.800 kemasan besar
Rp.
6.300,00
Rp. 23.615.098,35
Rp. 30.240.000,00
Rp. 6.624.901,65
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diketahui bahwa titik impas nilai
penjualan es yoghurt adalah sebesar Rp. 2.625.755,26 dengan volume produksi
sebanyak 547 kemasan atau 273,5 liter.
Pada keadaan ini pengusaha tidak
memperoleh keuntungan maupun kerugian, dimana nilai penjualan pada saat itu
sama dengan biaya yang dikeluarkan dalam satu minggu.Sementara itu nilai
penjualan es yoghurt CV. ELSA milik responden sebesar Rp. 30.240.000,00 dan
volume produksi sebanyak 4.800 kemasan atau 2.400 liter masih diatas titik impas.
8
BEP Nilai Jual
Rp. 629.941,92
:
1−
:
:
:
:
BEP Unit
Rp. 22.985.156,43
Rp.30.240.000,00
Rp. 2.625.755,26
Rp. 2.625.755,26
4.800
547,03
547 kemasan atau 273,5 liter.
Sensitivitas Analisis
Analisis sensitivitas dilakukan dengan harga input naik sebesar 7,7 persen
pada harga susu sapi segar dan harga output tidak mengalami perubahan atau harga
output tetap. Keadaan titik impas yang baru dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perubahan Titik Impas Akibat Perubahan Harga Input (Harga Input Naik).
No
Keterangan
BEP
Nilai
Volume
Produksi
1
Rill
Rp.2.625.755,26
547 kemasan
2
Harga input naik 7,7 % dan harga
output tetap
Rp.2.952.137,24
615 kemasan
3
Perubahan BEP
12,4 %
BEP Nilai Jual
:
BEP Unit
:
:
:
Rp. 629.941,92 x Rp. 30.240.000,00
Rp. 30.240.000,00 − Rp.22.985.156,43
Rp. 2.952.137,244
Rp. 2.952.137,244
4.800
615,03
9
12,4 %
:
615 atau 307,5 liter.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka simpulan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Agroindustri yoghurt CV. ELSA memperoleh bahan baku susu segar dari
kelompok peternak di Kabubaten Tasikmalaya, sedangkan bahan penolong
berasal dari pedagang yang ada di Kota Tasikmalaya. Pengadaan bahan baku
dan bahan penolong secara transaksional.
Pengolahan yang dilakukan terdiri dari seleksi yang dilakukan pada bahan
baku, gula pasir dan kolang kaling. Proses pembuatan yoghurt terdiri dari
pembuatan yoghurt, dan pemasakan kolang kaling.
Pengemasan yang
dilakukan terdiri dari dua kali pengemasan.
Pemasaran yang dilakukan selain dalam Kota Tasikmalaya dengan melalui
sales, juga sampai luar Kota Tasikmalaya. Pemasaran luar Kota Tasikmalaya
melalui sub agen dan pedagang pengecer.
Perbankan sangat berperan dalam membantu mengembangkan perusahaan
agroindustri yoghurt CV. ELSA.
2) Titik impas nilai penjualan dan titik impas volume produksi agroindustri
yoghurt yang dilakukan oleh CV. ELSA dan titik impas volume produksi
sebesar 273,5 liter atau 547 kemasan dengan titik impas nilai penjualan sebesar
Rp. 2.625.755,26 .
10
3) Pada saat harga jual tetap tetapi biaya untuk bahan baku naik 7,7 persen maka
titik impas nilai penjualan sebesar Rp. 2.952.137,244 atau 12,4 persen dan titik
impas volume produksi 307,5 liter atau 615 kemasan atau naik 12,4 persen.
Saran
Berdasarkan penelitian dan pembahasan, maka penulis menyarankan hal –
hal sebagai berikut :
1) Untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan bahan baku diperlukan
kemitraan sistem kontrak antara perusahaan dengan kelompok peternak.
2) Untuk menjaga kepercayaan konsumen maka perusahaan membuat
pernyataan kehalalan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia.
3) Pembinaan kualitas yoghurt dari Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan
Perdagangan Kota Tasikmalaya
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Firman. 2010. Agribisnis Sapi Perah. Widya Padjadjaran. Bandung
Badan Pusat Statistik. 2012-2013. Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk Kota
Tasikmalaya. Tasikmalaya
Bayu Herlambang. 2014. Jadi Jutawan dari Beternak Sapi Potong dan Sapi Perah.
Flash Books. Yogyakarta
Dinas Pertanian Kota Tasikmalaya. 2012-2014. Populasi dan Produksi Susu Kota
Tasikmalaya. Tasikmalaya
Soehardi Sigit. 1993. Analisa Break Even. BPFE. Yogyakarta
Tridjoko Wisnu, M. 2014. Pangan, Gizi, dan Teknologi Susu. UGM Press.
Yogyakarta
11
Download