PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO BOKS 6. PEMETAAN REALISASI INVESTASI DI JAWA BARAT Investasi merupakan faktor penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk mengetahui realisasi investasi di Jawa Barat, maka Bank Indonesia Bandung bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Bandung menyusun kajian yang berjudul “Pemetaan Realisasi Investasi Di Jawa Barat.” Melalui kajian ini diharapkan dapat diketahui pemetaan dan mengetahui hubungan antara pola investasi disatu wilayah dengan struktur PDRB di wilayah tersebut. Wilayah-wilayah yang menjadi sampel survei adalah Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kota Bogor, dan Kabupaten Bogor. Kesepuluh wilayah tersebut diharapkan dapat mewakili perilaku investasi di Jawa Barat, khususnya perilaku investasi non PMA/PMDN. Sektor-sektor yang diamati bersumber dari beberapa sektor dominan di masing-masing daerah sehingga dapat ditemukan fenomena yang berbeda dari perilaku investasi. Berdasarkan hasil survei, dapat disimpulkan bahwa : 1. Investasi PMA/PMDN di Jawa Barat terpusat di wilayah Bekasi, Bogor, Bandung dan Karawang, terkonsentrasi di sektor manufaktur. Perekonomian Jawa Barat berbasis kepada sektor industri pengolahan, oleh karena itu wilayah di atas mendominasi kontribusi pembentukan PDRB. 2. Kredit perbankan sebagian besar terserap di sektor manufaktur. 3. Realisasi investasi di daerah perkotaan cenderung pada industri, perdagangan, dan jasa (sektor sekunder) sementara di wilayah kabupaten cenderung pada sektor primer. 4. Bentuk investasi didominasi pada peralatan dan mesin. Di pertanian penambahan peralatan berupa hand-tractor dan pada industri pengantian mesin dilakukan untuk menambah kapasitas produksi atau melakukan penggantian mesin lama. Hanya sedikit usaha yang melakukan ekspansi usaha melalui pembelian lahan baru. Meskipun demikian, sebagian besar investasi dilakukan untuk ekspansi usaha. 5. Sumber pembiayaan investasi saat ini pada umumnya didanai sendiri yakni dari modal keluarga dan laba ditahan. Porsi pendanaan ini mencapai 69% dari jenis pembiayaan lainnya. Sumber pembiayaan lainnya adalah perusahaan induk yang berada di lokasi lain, suplier (di sektor perdagangan), pemerintah (kredit progam di sektor pertanian), subsidi langsung serta jasa sendiri dan tabungan anggota untuk badan usaha koperasi. Hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan investasi di tahun 2005, antara lain disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar rupiah dan kenaikan harga BBM. Kenaikan nilai tukar rupiah (depresiasi rupiah) berdampak cukup signifikan di beberapa industri karena ketergantungan industri tersebut terhadap sejumlah bahan baku impor. Sementara itu, kenaikan harga BBM telah meningkatkan biaya produksi, khususnya biaya energi. Meskipun demikian, beberapa industri, terutama industri kecil, menyiasati hal tersebut dengan beralih menggunakan bahan bakar alternatif, seperti batu bara. Beberapa industri lain justru mengalami kesulitan pasokan bahan baku, seperti industri UMKM tekstil di Kabupaten Bandung dan industri rotan di Cirebon. Kesulitan terbesar yang dihadapi dunia usaha di Jawa Barat untuk memenuhi target realisasi investasi adalah biaya modal yang cenderung semakin tinggi dan ketidakcukupan laba. Di beberapa daerah, kesulitan investasi juga disebabkan oleh keterbatasan modal, seperti di Kabupaten Bandung dan Bogor, dimana terdapat sejumlah investor asing, yang memiliki teknologi, berminat berinvestasi namun memiliki keterbatasan modal. Meskipun demikian, secara umum dunia usaha yang disurvei menyatakan tidak memiliki kendala yang berarti dengan perbankan. Hambatan yang lebih berpengaruh adalah masalah teknis di berbagai sektor. Misalnya, masalah pengairan di sektor pertanian, penurunan daya beli masyarakat di sektor perdagangan, serta kurang 29 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Boks 6. Lanjutan... berfungsinya mesin dengan baik dan kurang cepatnya pengiriman bahan baku di sektor industri. Semua permasalahan teknis tersebut mempengaruhi besarnya jumlah laba yang ditahan guna investasi baru. Ada kecenderungan bahwa dunia usaha masih menunggu saat yang tepat untuk melakukan investasi baru. Beberapa masalah yang menghambat realisasi investasi di daerah yang teridentifikasi, antara lain masalah keamanan, kepastian hukum, transparansi dalam pengurusan ijin investasi, ketenagakerjaan, pertanahan dan lingkungan hidup, pemasaran dan bahan baku, infrastruktur, daya saing daerah, serta tidak adanya blue print rencana investasi. Untuk mendorong peningkatan realisasi investasi di daerah, pemerintah daerah Provinsi dan kabupaten/Kota melakukan berbagai kegiatan yang mendukung, antara lain: ? melakukan promosi investasi di luar dan dalam negeri dengan mengikuti sejumlah pameran, ? pembenahan administrasi dan sistem penanaman modal yang terkait dengan perumusan prosedur perijinan, mencabut perda yang menghambat. ? penyusunan website guna sinkronisasi sistem informasi pelayanan bidang penanaman modal daerah dengan pusat, dan ? melakukan pemetaan potensi dan promosi investasi ? melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan (panyandang dana) untuk melakukan terbosan pembiayaan seperti melakukan sekuritisasi. 30