6 bab 2 landasan teori dan kerangka berpikir

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Manajemen
Istilah manajemen, terjemahannya dalam bahasa Indonesia hingga
saat ini belum ada keseragaman. Selanjutnya, bila kita mempelajari literatur
manajemen, maka akan ditemukan bahwa istilah manajemen mengandung
tiga pengertian yaitu :
1. Manajemen sebagai suatu proses,
Dalam Encylopedia of the Social Sience dikatakan bahwa
manajemen adalah suatu proses dengan mana pelaksanaan
suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.
Selanjutnya, Hilman mengatakan bahwa manajemen adalah
fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain dan
mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan yang
sama.
2. Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan
aktivitas manajemen, Jadi dengan kata lain, segenap orangorang yang melakukan aktivitas manajemen dalam suatu badan
tertentu disebut manajemen.
3. Manajemen sebagai suatu seni (Art) dan sebagai suatu ilmu.
Mengenai
inipun
sesungguhnya
belum
ada
keseragaman
pendapat, segolongan mengatakan bahwa manajemen adalah
6
7
seni dan segolongan yang lain mengatakan bahwa manajemen
adalah ilmu.
Menurut G.R. Terry manajemen adalah suatu proses atau kerangka
kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang
kearah
tujuan-tujuan
organisasional
atau
maksud-maksud
yang
nyata.
Manajemen juga adalah suatu ilmu pengetahuan maupun seni. Seni adalah
suatu pengetahuan bagaimana mencapai hasil yang diinginkan atau dalam kata
lain seni adalah kecakapan yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan dan
pelajaran serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan manajemen.
Menurut Mary Parker Follet manajemen adalah suatu seni untuk
melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang lain. Definisi dari mary ini
mengandung perhatian pada kenyataan bahwa para manajer mencapai suatu
tujuan organisasi dengan cara mengatur orang-orang lain untuk melaksanakan
apa saja yang pelu dalam pekerjaan itu, bukan dengan cara melaksanakan
pekerjaan itu oleh dirinya sendiri. Itulah manajemen, tetapi menurut Stoner
bukan hanya itu saja. Masih banyak lagi sehingga tak ada satu definisi saja yang
dapat diterima secara universal. Menurut James A.F.Stoner, manajemen adalah
suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian
upaya anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa manajemen adalah Suatu keadaan
terdiri dari proses yang ditunjukkan oleh garis (line) mengarah kepada proses
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian, yang mana
keempat proses tersebut saling mempunyai fungsi masing-masing untuk
mencapai suatu tujuan organisasi.
8
2.1.2
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) adalah ilmu dan seni
mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja secara efisien dan efektif
sehingga tercapai tujuan bersama perusahaan,karyawan dan masyarakat.
Menurut Prof. Edwin B. Filippo, manajemen sumber daya manusia adalah
“perencanaan,
pengadaan
pengorganisasian,
tenaga
kerja,
pengarahan
pengembangan,
dan
pengendalian
kompensasi,
atas
integrasi,
pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya
manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi, dan masyarakat “.
Menurut T. Hani Handoko, manajer sumber daya manusia adalah “seorang
manajer dan sebagai manajer harus melaksanakan fungsi –fungsi dasar
manajemen tanpa memperdulikan apapun hakekat fungsi operasional”.
2.1.2.1 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
- Fungsi Manajemen
a. Perencanaan (planning)
Perencanaan berarti penentuan program personalia yang akan
membantu
tercapainya
sasaran
yang
telah
disusun
untuk
perusahaan itu. Dengan kata lain proses penentuan akan melibatkan
partisipasi aktif dan kesadaran penuh dari Manajer personalia,
dengan keahliannya dalam bidang sumber daya manusia.
b. Pengorganisasian (organizing)
Organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan, manajer personalia
menyusun suatu organisasi dengan merancang struktur hubungan
antara pekerjaan , personalia, dan faktor-faktor fisik .
9
Apabila serangkaian tindakan telah ditentukan, organisasi harus
disusun untuk melaksanakannya.
c. Pengarahan (directing)
Fungsi sederhana dari pengarahan adalah untuk membuat atau
mendapatkan karyawan melakukan apa yang diinginkan, dan harus
mereka lakukan (pemberian perintah)
d. Pengendalian (Controling )
Pengendalian adalah fungsi manajerial yang berhubungan dengan
pengaturan kegiatan agar sesuai dengan rencana personalia yang
sebelumnya telah dirumuskan berdasarkan analisis terhadap sasaran
dasar organisasi
- Fungsi Operasional
a. Pengadaan tenaga Kerja (procurement)
Fungsi operasional dari manajemen personalia adalah berupa usaha
untuk memperoleh jenis dan jumlah yang tepat dari personalia yang
diperlukan untuk menyelesaikan sasaran organisasi. Hal-hal yang
dilakukan dalam kaitan ini adalah penentuan sumber daya manusia
yang dibutuhkan dan perekrutannya, seleksi, dan penempatan .
Penentuan sumber daya manusia yang diperlukan harus bersandar
pada tugas-tugas yang tercantum pada rancangan pekerjaan yang
ditentukan sebelumnya.
b. Pengembangan (development)
Pengembangan
merupakan
peningkatan
keterampilan
melalui
pelatihan yang perlu untuk prestasi kerja yang tepat. Kegiatan ini
amat penting dan terus tumbuh karena perubahan-perubahan
10
teknologi, reorganisasi pekerjaan, tugas manajemen yang semakin
rumit.
c. Kompensasi
Fungsi ini dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai dan
layak
kepada personalia untuk sumbangan mereka kepada tujuan
organisasi.
d. Integrasi
Integrasi merupakan usaha untuk menghasilkan suatu rekonsiliasi
(kecocokan) yang layak atas kepentingan-kepentingan perorangan
(individu), masyarakat , dan organisasi. Definisi ini berpijak atas
dasar kepercayaan bahwa masyarakat kita terdapat tumpang tindih
kepentingan yang cukup berarti.
e. Pemeliharaan (maintenance)
Pemeliharaan merupakan usaha untuk mengabadikan angkatan
kerja yang mempunyai kemauan dan mampu untuk bekerja.
Terpeliharanya kemauan untuk bekerja sangat dipengaruhi oleh
komunikasi
dengan
para
karyawan,
keadaan
jasmani
(fisik)
adalah
untuk
karyawan, dan kesehatan serta keselamatan kerja.
f. Pemutusan hubungan kerja (separation)
Jika
fungsi
pertama
manajemen
personalia
mendapatkan karyawan, adalah logis bahwa fungsi terakhir adalah
memutuskan hubungan kerja dan mengembalikan orang-orang
tersebut kepada masyarakat. Organisasi bertanggung jawab untuk
melaksanakan proses pemutusan hubungan kerja sesuai dengan
persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan, dan menjamin
11
bahwa warga masyarakat yang dikembalikan itu berada dalam
keadaan yang sebaik mungkin,
2.1.3
Pengertian Pelatihan
Pelatihan adalah sebuah proses dimana orang mendapatkan
kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasional.
Karena proses ini berkaitan dengan berbagai tujuan organisasional.
Pelatihan adalah proses sistematik pengubahan perilaku karyawan dalam
suatu
arah guna
meningkatkan
tujuan-tujuan organisasional.
Dalam
pelatihan diciptakan suatu lingkungan dimana para karyawan dapat
memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan,
dan perilaku yg spesifik yang berkaitan denag perkerjaan. Pelatihan biasanya
terfokus pada penyediaan bagi para karyawan keahlian-keahlian khusus atau
membantu mereka mengoreksi kelemahan-kelamahan dalam kinerja mereka.
Dalam pelatihan diberi instruksi untuk mengembangkan keahlian-keahlian
yang dapat langsung terpakai pada pekerjaan. Melalui pelatihan dilakukan
segenap upaya dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan pada
pekerjaan yang didudukinya sekarang. Simamora(1997:342)
Sedangkan menurut Atomodiwiro (2002 : 35) menguraikan “ Pelatihan
adalah
pembelajaran
meningkat
yang
(kinerjanya).
dipersiapkan
Pelatihan
agar
menurut
pelaksanaan
lembaga
sekarang
Administrasi
menekankan kepada proses peningkatan kemampuan serorang individu
dalam melaksanakan tugasnya”.
Menurut
Wahyudi
(2002:123-124),
“
Pelatihan
merupakan
usaha
menghilangkan terjadinya kesenjangan atau gap diantara unsur-unsur yang
dimiliki okeh seorang tenaga kerja dengan unsur-unsur yang dikehendaki
oleh organisasi. Usaha tersebut dilakukan melalui peningkatan kemampuan
12
kerja yang dimiliki tenaga kerja dengan cara menambah pengetahuan dan
keterampilanya”.
Menurut Nitisemito (1994) “ Pelatihan adalah suatu kegiatan dari perusahaan
yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap,
tingkah laku, ketrampilan dan pengetahuan dari para karyawan yang sesuai
dengan keinginan perusahaan yang bersangkutan.”
Dari macam –macam pengertian mengenai pelatihan, dapat disimpulkan
bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaharui kemampuan
dan meningkatkan kinerja karyawan dalam melaksanakan tugasnya dengan
cara peningkatan kualitas, pengetahuan, keterampilan sikap dan perilaku
yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan.
2.1.3.1 Tujuan Pelatihan.
Suatu pelatihan pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk
menghilangkan kesenjangan atau gap antara unsur-unsur, khusunya
kemampuan yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja dengan unsur-unsur
yang dikehendaki oleh organisasi. Oleh sebab itu program pelatihan dapat
digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, baik yang bersifat
umum maupun yang bersifat khusus.
Tujuan dari pelatihan dapat dilihat dari gambar 2.1 mengenai tujuan
khusus pelatihan dan tujuan umum dari pelatihan.
13
Gambar 2.1 Tujuan Khusus dan Tujuan Umum Pelatihan
Sumber: Buku Manajemen Sumber daya Manusia ( Robert L.Mathis, John H.Jackson, 2006)
Dari gambar diatas, terdapat penjelasan untuk masing-masing tujuan,
menurut Wahyudi (2002 : 134-137), sebagai tujuan utama suatu program
pelatihan dan pengembangan yang dilaksanakan harus diarahkan untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi . Tujuan umum ini dapat
tercapai apabila tujuan-tujuan yang bersifat khusus dapat diwujudkan
terlebih dahulu. Berbagai tujuan khusus dari suatu program pelatihan dan
pengembangan adalah:
1. Meningkatkan produktivitas.
Pelatihan dan pengembangan tidak hanya ditujukan untuk tenaga kerja
yang masih baru saja, tetapi juga tenaga kerja lama. Ini dimaksudkan
untuk membantu meningkatkan kemampuan tenaga kerja kam dan
kemampuan tenaga kerja bersangkutan dalam melaksankan tugasnya. Di
samping itu, kemampuan yang lebih tinggi dapat meningkatkan hasil baik
secar kuatitatif. Akibatnya produktivitas organisasi akan meningkat.
14
2. Meningkatkan kualitas.
Dengan diselenggarakannya program pelatihan dan pengembangan
yang dapat diperbaiki tidak hanya kualitas produksi, tetapi juga
memperkecil kemungkinan dilakukannya kesalahan oleh para pekerja,
sehingga kualitas output akan tetap terjaga dan bahkan mungkin
semakin meningkat.
3. Meningkatkan mutu perencanaan tenaga kerja.
Dengan pelatihan dan pengembangan akan memudahkan seseorang
pekerja untuk mengisi lowongan jabatan dalam organisasi, sehingga
perencanaan tenaga kerja dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Dalam bagian tentang perencanaan tenaga kerja sudah ditegaskan
bahwa antara program perencanaan tenaga kerja dengan pelatihan
dan pengembangan tidak dapat dipisahkan, karena dalam suatu
perencanaan tenaga kerja suatu organisasi merencanakan kebutuhan
tenaga kerja secara kuantitatif dan kualitatif, baik untuk masa kini
atau masa akan datang. Untuk memperoleh tenaga kerja dengan
kualitas yang sesuai dengan yang diharapkan, diperlukan program
pelatihan dan pembangunan.
4. Meningkatkan semangat (morale) tenaga kerja.
Program pelatihan dan pengembangan akan memperbaiki iklim dan
mengurangi ketegangan-ketegangan yang terjadi di dalam organisasi,
sehingga akan menimbulkan reaksi-reaksi positif dan tenaga kerja
yang bersangkutan.
5. Sebagai balas jasa tidak langsung.
Dengan memberikan kesempatan kepada seorang tenaga kerja untuk
mengikuti program pelatihan dan pengembangan dapat diartikan
15
sebagai pemberian balas jasa kepada tenaga kerja yang bersangkutan
atas prestasinya dimasa lalu, karena dengan mengikuti pelatihan dan
pengembangan berarti tenaga kerja tersebut berkesempatan untuk
mengembangkan dirinya. Secara finansial, semua biaya
yang
dikeluarkan organisasi untuk keperluan pelatihan dan pengembangan
seorang tenaga kerja merupakn balas jasa yang bersifat tidak
langsung.
6. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
Pelatihan dan pengembangan yang baik dapat mencegah atau
mengurangi terjadinya kecelakaan kerja didalam organisasi, sehingga
akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan memberikan
ketenangan dan stabilitas pada sikap mental tenaga kerja.
7. Mencegah kadaluwarsaan.
Program pelatihan dan pengembangan dapat mendorong inisiatif dan
kreativitas tenaga kerja, sehingga dapat mencegah terjadinya sifat
kadaluwarsaan seorang tenaga kerja akan terjadi bila kemampuan
yang dimilikinya tertinggal oleh kemampuan yang diperlukan sesuai
dengan perkembangan teknologi.
8. Kesempatan pengembangan diri.
Program pelatihan dan pengembangan akan memberikan kesempatan
bagi seorang tenaga kerja untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuannya,
kepribadiannya.
termasuk
meningkatkan
perkembangan
16
2.1.3.2 Jenis Pelatihan.
Terdapat beragam model training atau pelatihan. Berikut penjelasan
berbagai model pelatihan yang lazim digunakan dalam perusahaan, antara
lain:
1. One The – Job Training
Metode on the job adalah pelatihan yang menggunakan situasi
dalam pekerjaan. Di sini karyawan diberi pelatihan tentang
pekerjaan baru dengan supervisi langsung seorang pelatih yang
berpengalaman (biasanya karyawan lain).
Di dalam On the job Training, dibagi dalam beberapa metode,
yaitu :
a) Job Instruction Training (Latihan Instruktur Pekerjaan).
Adalah dengan memberikan petunjuk-petunjuk pekerjaan
secara langsung pada pekerjaan dan terutama digunakan
untuk melatih para karyawan tentang cara-cara pelaksanaan
pekerjaan sekarang. Pada metode ini didaftarkan semua
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pekerjaan
sesuai dengan urutannya.
b) Job Rotation (Rotasi Pekerjaan)
Dalam rotasi jabatan karyawan diberikan kesempatan untuk
mendapatkan pengetahuan pada bagian-bagian organisasi
yang berbeda dan juga praktek berbagai macam ketrampilan
17
dengan cara berpindah dari satu pekerjaan atau bagian ke
pekerjaan atau bagian lain.
c) Apprenticeships.
Merupakan proses belajar dari seseorang atau beberapa
orang yang lebih berpengalaman. Metode ini digunakan
untuk mengembangkan keahlian perorangan, sehingga para
karyawan yang bersangkutan dapat mempelajari segala
aspek dari pekerjaannya.
d) Coaching.
Adalah suatu cara pelaksanaan pelatihan dimana atasan
mengajarkan
keahlian
bawahannya.
Dalam
dan
metode
ketrampilan
ini
kerja
pengawas
kepada
diperlukan
sebagai petunjuk untuk memberitahukan kepada peserta
mengenai
tugas
atau
pekerjaan
rutin
yang
akan
dilaksanakan dan bagaimana cara mengerjakannya.
2. Off The – Job Training
Metode off the job adalah pelatihan yang menggunakan situasi
di luar pekerjaan. Dipergunakan apabila banyak pekerja yang
harus dilatih dengan cepat seperti halnya dalam penguasaan
pekerjaan, di samping itu juga apabila pelatihan dalam
pekerjaan tidak dapat dlakukan karena sangat mahal.
a) Lecture
18
Merupakan metode pelatihan dengan memberikan kuliah atau
ceramah dalam rangka penyampaian informasi-informasi yang
dibutuhkan petatar Metode ini mengeluarkan biaya yang tidak
tinggi, namun kelemahannya adalah peserta kurang partisipasi
dan kurang respon.
b) Video Presentation
Adalah prestasi yang dilakukan melalui media televisi, film,
slides dan sejenisnya serupa dengan bentuk lecture.
c) Vestibule Training
Merupakan pelatiha yang dilakukan dalam suatu ruangan
khusus yang terpisah dari tempat kerja biasa dan disediakan
jenis pelaralatan yang sama seprti yang akan digunakan pada
pekerjaan
sebenarnya.
Latihan
ini
berguna
sebagai
pendahuluan dari latihan kerja.
d) Role Playing
Merupakan suatu permainan peran yang dilakukan oleh
peserta untuk memainkan berbagai peran orang tertentu dan
diminta untuk menanggapi para peserta lain yang berbeda
perannya. Teknik ini dapat mengubah sikap peserta, seperti
misalnya:
menjadi
lebih
toleransi
terhadap
perbedaan
individual dan juga dapat mengembangkan ketrampilanketrampilan antar pribadi.
19
e) Case Study
Merupakan metode pelatihan dimana para peserta pelatihan
dihadapakan pada bberapa kasus tertulis dan diharuskan
memecahkan masalah-masalah tersebut.
f)
Simulation
Simulasi
merupakan
suatu
situasi
atau
kejadian
yang
ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya,
tetapi hanya merupakan tiruan saja dan para pelatihan harus
memberikan respon seperti dalam kejadian yang sebenarnya.
Jadi simulasi merupakan suatu teknik untuk mencontoh
semirip mungkin terhadap konsep sebenarnya dari pekerjaan
yang akan dijumpai.
g) Self Study.
Merupakan teknik yang menggunakan modul-modul tertulis
dan kaset-kaset atau video tape rekaman dan para peserta
hanya mempelajarinya sendiri. Teknik ini tepat digunakan
apabila jumlah karyawan yang mengikuti pelatihan dalam
jumlah yang besar, pada karyawan tersebar di berbagai lokasi
yang berbeda-beda dan sulit mengumpulkan para karyawan
sekaligus untuk bersama-sama mengikuti program pelatihan
tertentu.
h) Programmed Learning
20
Dalam metode ini, diberikan beberapa pertanyaan-pertanyaan
dan para peserta pelatihan harus memberikan jawaban yang
benar. Metode ini dapat juga melalui komputer yang sudah
mempunyai program tersendiri agar para peserta dapat
mempelajari dan memperinci selangkah demi selangkah
dengan umpan balik langsung pada penyelesaian- setiap
langkah. Masing-masing peserta pelatihan dapat menetapkan
kecepatan belajarnya
i)
Laboratory Training
Teknik ini adalah merupakan suatu bentuk latihan kelompok
yang
terutama
digunakan
untuk
mengembangkan
ketrampilan-ketrampilan antar pribadi. Latihan ini bersifat
sensivitas, dimana peserta menjadi lebih sensitif terhadap
perasaan orang lain dan lingkungan. Laboratory Training ini
berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi
tanggung jawab pekerjaan di waktu yang akan dating
2.1.3.3 Pembagian tanggung jawab pelatihan.
Dalam pelatihan setiap unit SDM bertindak sebagai sebuah sumber
bantuan ahli dan koordinasi dari pelatihan. Setiap unit tersebur beroperasi
dengan pandangan jangka panjang terhadap pelatihan dan pengembangan
seluruh
organisasi
dibandingkan
manajer-manajer
operasional
secara
individual. Perbedaan tersebut, khususnya sangat nyata pada tingkat-tingkat
bawah organisasi. Pembagian umum tanggung jawab pelatihan dapat dilihat
dari tabel 2.1 berikut
21
Tabel 2.1 Pembagian umum tanggung jawab pelatihan
Unit SDM
-
-
Para Manajer
Menyiapkan materi pelatihan
-
Menyediakan informasi teknis
keterampilan.
-
Memantau
Mengkoordinasikan
usaha-
usaha pelatihan.
-
Melakukan
pelatihan.
-
atau
mengatur
Mengkoordinasikan
rencana
karier
usaha
dan
memantau
pada
pekerjaan
selanjutnya.
rencana-
dan
-
usaha-
pengembangan
Secara
berkelanjutan
mendiskusikan
pertumbuhan
dan
karyawan.
-
Melakukan
pelatihan
pelatihan diluar kantor
-
kebutuhan
potensi
masa
depan
dalam
usaha-
karyawan.
Menyediakan
masukan
dan
keahlian
pengembangan
-
operasional.
Berpartisipasi
usaha
perubahan
organisasioanal.
Sumber: Buku Manajemen Sumber Daya manusia
2.1.3.4 Proses Pelatihan.
Pelatihan yang strategis adalah pelatihan yang mempunyai proses yang
sistematis, tahapan proses pelatihan yang sistematis dapat dilihat dari
penilaian, perancangan, penyampaian, dan evaluasi.
1. Penilaian
Penilaian dalam pelatihan dapat dilihat dari Analisis Organisasional,
Analisis pekerjaan atau tugas, dan analisis Individual.
a) Analisis Organisasional.
22
Sebuah bagian penting dari perencanaan SDM strategis
organisasional
adalah
identifikasi
dari
pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang akan dibituhkan dimasa
depan seiring berubahnya pekerjaan dan organisasi. Sumbersumber dalam analisis organisasional berasal dari keluhan
karyawan, kecelakaan kerja, dan observasi secara langsung.
b) Analisis Pekerjaan atau Tugas.
Ananlisis pekerjaan atau tugas dilakukan dngan cara
membandingkan
kebutuhan
dalam
pekerjaan
dengan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan.
c) Analisis Individual.
Dalam analisis individual adalah dengan mendiagnosis
kebutuhan pelatihan yang berfokus pada individu dan
bagaimana
mereka
melakukan
pekerjaan
mereka.
Pendekatan paling umum dalam membuat analisis individu
adalah dengan cara menggunakan data penilaian kerja,
selain itu juga dapat dilakukan dengan melakukan survey
pada karyawan, baik manajerial maupun non manajerial
mengenai pelatihan yang dibutuhkan.
2) Rancangan Pelatihan.
Rancangan
pelatihan
yang
efektif
adalah
memperhatikan konsep-konsep:
o Melakukan penilaian kebutuhan.
o Menyiapkan karyawan agar siap bekerja.
o Menciptakan lingkungan belajar.
o Menjamin adanya transfer pelatihan.
rancangan
yang
23
o Memilih metode pelatihan.
o Mengevaluasi pelatihan.
3) Penyampaian pelatihan.
Dalam penyampain pelatihan, perlu diperhatikan hal-hal yang dapat
mempengaruhi jalannya pelatihan, yaitu seperti menjadwalkan
pelatihan dahulu, kemudian melaksanakan pelatihan, dan memantau
pelatihan.
4) Evaluasi pelatihan.
Dalam evaluasi pelatihan yang dilihat adalah mengukur hasil-hasil
pelatihan dan membandingkan hasil pada tujuan atau kriteria.
2.1.4
Evaluasi Pelatihan.
Evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari program pelatihan,
mengingat telah banyak menghabiskan waktu, energi, serta biaya untuk
pelaksanaannya. Agar pelatihan tidak sia-sia, suatu langkah evaluasi dan
tindak lanjut dilakukan secara teratur. Evaluasi suatu program pelatihan
diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap staf terjadi dan seberapa besar penerapannya dalam
memberikan arti atau pengaruh pada dirinya, kelompok dan organisasinya
Evaluasi pelatihan adalah suatu proses untuk mengumpulkan data dan
informasi yang diperlukan dalam program pelatihan. Evaluasi pelatihan lebih
difokuskan pada peninjauan kembali proses pelatihan dan menilai hasil
pelatihan serta dampak pelatihan yang dikaitkan dengan kinerja SDM.
Evaluasi pelatihan adalah suatu proses untuk menentukan kemajuan suatu
program pelatihan dibandingkan dengan tujuan yang ingin dicapai.
24
2.1.4.1 Tujuan Evaluasi Pelatihan.
Djuju Sudjana (2006) menyatakan berbagai macam tujuan evaluasi, yaitu :
1. Memberikan masukan untuk perencanaan program.
2. Memberikan
masukan
untuk
kelanjutan,
perluasan,
dan
pendukung
dan
penghentian program
3. Memberi masukan untuk memodifikasi program
4. Memperoleh
informasi
tentang
factor
penghambat program.
5. Memberi masukan untuk motivasi dan Pembina pengelola dan
pelaksana program
6. Memberi masukan untuk memahami landasan keilmuan agi
evaluasi program.
2.1.4.2 Model Empat level dalam evaluasi pelatihan.
Merupakan model evaluasi pelatihan yang dikembangkan pertama kali oleh
Donald. L. Kirkpatrick (1959) dengan menggunakan model empat level
dalam mengkategorikan hasil-hasil pelatihan. Empat level tersebut adalah
level reaksi, pembelajaran, perilaku dan hasil.
Keempat level dapat dirinci sebagai berikut:
• Reaksi ( reactions)
Tahap evaluasi pertama yang dilakukan segera setelah pelatihan
selesai diberikan. Umumnya ditujukan untuk mengukur tingkat
kepuasan peserta terhadap pelaksanaan pelatihan. Paling sederhana
dan mudah dilakukan dengan menggunakan check list. Beberapa hal
yang penting untuk dievaluasi adalah:
25
1. Isi pelatihan, untuk mengetahui seberapa jauh isi
pelatihan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, baik
dari segi keragaman maupun kedalaman topik yang
dibahas.
2. Kualitas
materi,
untuk
mengetahui
seberapa
baik
kualitas materi yang dibagikan, presentasi audio dan
visual yang disajikan, dan peralatan lain yang digunakan
selama
pelatihan.
Kualitas
materi
yang
baik
menimbulkan kesan bahwa peserta mengikuti pelatihan
yang bergengsi dan bukan pelatihan “asal-asalan” saja.
3.
Metode pelatihan, untuk mengetahui seberapa sesuai
metode pelatihan yang digunakan dengan topik yang
dibahas.
4.
Logistik, untuk mengetahui seberapa layak akomodasi
dan konsumsi yang diberikan serta fasilitas pelatihan
lainnya. Walaupun kelihatan sepele, akomodasi dan
konsumsi dapat mempengaruhi konsentrasi.
5. Instruktur/fasilitator, untuk mengetahui seberapa fasih
mereka memberikan pelatihan. Hal ini bergantung dari
kedalaman pemahamannya terhadap materi pelatihan,
kemampuan
melakukan
presentasi
materi
dan
kemampuan mengelola situasi selama pelatihan.
• Pembelajaran
Dalam pembelajaran dapat mengetahui sejauh mana daya serap
peserta program pelatihan pada materi pelatihan yang telah
26
diberikan. Ujian-ujian pada materi pelatihan secara umum digunakan
untuk mengevaluasi pembelajran dan dapat diberikan pada saat
sebelum atau sesudah pelatihan untuk membandingkan hasilnya.
• Perilaku
Diharapkan setelah mengikuti pelatihan terjadi perubahan tingkah
laku peserta (karyawan) dalam melakukan pekerjaan. Mengevalusi
pelatihan pada tingkat perilaku berarti:
1. Mengukur
pengaruh
pelatihan
terhadap
kinerja
pekerjaan melalui wawancara kepada peserta pelatihan
dan rekan kerja mereka.
2. Mengamati kinerja pada pekerjaan.
Tahap evaluasi ini ditujukan untuk mengukur implementasi peserta
pelatihan dipekerjaan sehari-hari. Informasi yang dibutuhkan:
1. Tugas yang dikerjakan : proyek atau kegiatan rutin yang
dilakukan sebagai bukti konkrit dari implementasi peningkatan
kemampuan peserta setelah mengikuti pelatihan.
2.Tim yang terlibat : pihak-pihak yang mendukung kesuksesan dari
tugas tersebut. Informasi ini perlu diketahui untuk menilai seberapa
besar peran peserta dalam kesuksesan tersebut.
3.Waktu penerapan : kapan dan berapa lama implementasi
tersebut dilakukan. Jika peserta terlibat dalam proyek, maka ada
batasan waktu tertentu. Berbeda dengan pengerjaan tugas rutin.
27
• Hasil
Untuk menguji dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau
organisasi secara keseluruhan. Yang termasuk dalam kategori hasil
akhir dari semua program training adalah kenaikan produksi,
peningkatan
kualitas,
penurunan
biaya,
penurunan
kuantitas
kecelakaan kerja, penurunan turnover.
2.1.4.3 Kelebihan dan keterbatasan model empat level.
Beberapa kelebihan dari model empet level adalah:
•
Cukup komprehensif karena menyangkut aspek kognitif, skill
dan afektif.
•
Objek evaluasi tidak hanya dari hasil belajar semata tetapi
juga mencakup proses, output maupun outcomes.
•
Lebih mudah diterapkan, karena tidak terlalu banyak
melibatkan pihak-pihak lain dalam evaluasi.
Selain kelebihan dari model empat level, model ini juga memiliki
keterbatasan, yaitu:
•
Kurang memperhatikan input, padahal keberhasilan dalam
output dipengaruhi oleh input.
•
Mengukur impact sulit dilakukan karena selain sulit tolak
ukurnya.
2.1.4.4 Langkah Evaluasi Pelatihan.
Dalam mengadakan evaluasi terhadap program pelatihan secara sistematis,
pada umumnya menempuh empat langkah:
1) Penyusunan desain evaluasi.
28
Langkah pertama dalam evaluasi adalah menyusun rencana
evaluasi yang menghasilkan desain evaluasi. Pada langkah
ini elevator memepersiapkan segala sesuatu yang berkaitan
dengan pelaksanaaan evaluasi, mulai menentukan tujuan
evaluasi, model yang akan digunakan, informasi yang akan
dicari serta metode pengumpulan data dan analisis data.
Rinciannya dalah sebagai berikut:
a. Menentukan Tujuan / Maksud Evaluasi
Beberapa kriteria yang digunakan dalam merumuskan
tujuan evaluasi adalah:
1) kejelasan,
2) keterukuran,
3) kegunaan dan kemanfaatan,
4) relevansi dan kesesuaian atau compatibility.
Jadi tujuan evaluasi harus jelas, terukur, berguna,
relevan dan sesuai dengan kebutuhan pengembangan
program diklat.
b. Merumuskan Informasi atau Memfokuskan Evaluasi.
Dalam
merumuskan
pertnayaan
evaluasi
harus
berdasarkan kepada tujuan evaluasi. Terdapat beberapa
metode dalam merumuskan pertanyaan evaluasi yaitu:
29
1.Menganalisis objek
2. Menggunakan kerAngka teoritis
3. Memanfaatkan keahlian dan pengalaman dari luar
4. Berinteraksi dengan sponsor atau audien kunci
5. Mendefinisikan Tujuan Evaluasi
6. Membuat pertanyaan tambahan atau bonus.
c. Menentukan Cara Pengumpulan Data.
Pada langkah ini ditentukan metode evaluasi yang
ditempuh, misalnya survei atau yang lain, ditentukan
pula pendekatan dalam pengumpulan data. Terdapat
beberapa
prosedur
pengumpulan
data
dengan
ditentukan,
langkah
pendekatan kuantitatif, yaitu :
• observasi,
• tes,
• survei atau survei dengan kuisioner.
2) Mengumpulkan instrumen pengumpulan data.
Setelah
metode
pengumpulan
data
selanjutnya adalah menentukan bentuk instrumen yang akan
digunakan
serta
ditujukan(responden).
dikembangkan
kepada
siapa
Kemudian
butir-butir
dalam
instrumen
setelah
instrumen.
itu
tersebut
perlu
Beberapa
pertimbangan mengenai berapa banyak informasi yang akan
dikumpulkan, instrumen dikembangkan sendiri, mengadopsi
30
ataupun menggunakan instrumen bahan baku dari instrumen
yang sudah ada sebelumnya. Untuk memperoleh data yang
valid maka instrumen yang digunakan harus memperhatikan
masalah validitas dan reabilitas. Jenis instrumen yang sering
digunakan untuk mengumpulkan data adalah dalam bentuk tes,
angket, ceklik, pengamatan, wawancara, atau elevator sendiri
sebagai instrumen.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh instrumen evaluasi
sebagai berikut:
1. Validitas
Validitas adalah keabsahan instrumen dalam mengukur
apa yang seharusnya diukur.
2. Reliabilitas
Reliabilitas
adalah
ketetapan
hasil
yang
diperoleh,
misalnya bila melakukan pengukuran dengan orang yang
sama dalam waktu yang berlainan atau orang yang lain
dalam waktu yang sama.
3. Objektivitas
Tujuan dari objektifitas ini adalah supaya penerjemahan
hasil pengukurasn dalam bilangan atau pemberian skor
tidak terpengaruh oleh siapa yang melakukan.
4. Standarisasi
Instrumen evaluasi harus distandarisasi, karena memiliki
karakteristik
umum
seperti
item
tersusun
secara
sistematis dan terstuktur, kemudian petunjuk kuhusus
pengisian dan pengolahan diberikan dengan jelas, dan
31
disertai
pula
oleh
penunjuk
tentang
bagaimana
kerahasiaan informasi dijaga.
5. Relevansi
Seberapa jauh dipatuhinya ketentuan-ketentuan atau
kriteria yang telah ditetapkan untuk memilih bebrbagai
pertanyaan agar sesuai dengan maksud instrumen.
6. Mudah digunakan.
Instrumen tersebut hendaknya disusun sedemikian rupa
sehingga mudah digunakan.
3) Mengumpulkan data, analisis, dan judgment.
Langkah ketiga merupakan langkah lanjutan dari apa yang
sudah dilakukan pada langkah pertama dan kedua. Pada
langkah
ketiga
ini
elevator
terjun
langsung
untuk
mengimplementasikan desain yang telah dibuat, mulai dari
mengumpulkan dan menganalisis data, mengintrepretasikan dan
menyajikan dalam bentuk yang mudah untuk dipahami dan
komunikatif. Berdasarkan data yang dikumpulkan kemudian
dianalisis dan dibuat judgment berdasarkan kriteris maupun
standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari hasil judgment
kemudian disusun rekomendasi kepada penyelanggara kegiatan
pelatihan
maupun
pihak-pihak
lain
yang
mempunyai
kepentingan dengan kegiatan pelatihan.
4) Menyusun laporan hasil evaluasi.
Laporan disusun sesuai dengan kesepakatan kontrak yang
ditandatangani. Langkah terakhir ini erat kaitannya dengan
tujuan dilakukannya evaluasi. Oleh karena itu gaya dan format
32
penyampaian laporan harus disesuaikan dengan penerima
laporan.
2.1.4.5 Pengukuran Produktivitas
Suatu organisasi perusahaan perlu mengetahui pada tingkat produktivitas
dimana perusahaan itu beroperasi, agar dapat membandingkannya dengan
produktivitas standar yang telah ditetapkan manajemen.
Beberapa manfaat pengukuran produktivitas dalam suatu
organisasi
perusahaan, antara lain adalah:
• perusahaan dapat menilai efisiensi penggunaan sumber dayanya, agar
dapat meningkatkan produktivitas melalui efisiensi penggunaan
sumber-sumber daya itu.
• Tujuan
ekonomik
dan
non
ekonomik
dari
perusahaan
dapat
diorganisasikan kembali dengan cara memberikan prioritas yang
dipandang dari sudut produktivitas.
• Nilai-nilai produktivitas yang dihasilkan dari suatu pengukuran dapat
menjadi
informasi
yang
berguna
untuk
merencanakan
tingkat
keuntungan dari perusahaan itu.
• Pengukuran produktivitas terus menerus dapat memberikan informasi
yang
bermanfaat
untuk
menentukan
dan
mengevaluasi
kecenderungan perkembangan produktivitas perusahaan dari waktu ke
waktu.
33
2.2
Kerangka Pemikiran.
Sistem
pelatihan
Evaluasi
Pelatihan
Reaksi
Pembelajaran
Perilaku
Pelatihan Yang
Efektif
Rekomendasi
pelatihan
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber: Olahan sendiri
Hasil
Download