WORD to PDF Converter

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Isolasi dan Pemurnian Bakteri
Dari hasil proses isolasi bakteri (Lampiran 3) didapatkan delapan isolat
bakteri (Lampiran 4), masing-masing isolat bakteri memiliki ciri morfologi yang
berbeda (Tabel 6).
Tabel 6. Hasil Isolasi Bakteri
No.
Kode Isolat
Warna Koloni
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
A2(1)
A2(2)
A2(3)
A2(4)
A3(1)
A3(2)
A4(1)
A4(2)
Putih krem
Putih krem
Putih
Putih
Putih susu
Putih
Putih susu
Kuning
Dari delapan isolat bakteri beberapa bakteri memiliki warna koloni yang
sama namun ada juga yang memiliki warna koloni yang berbeda. Perbedaan
warna pada koloni bakteri disebabkan oleh perbedaan pigmen intraseluller yang
dihasilkan oleh bakteri. Pigmen bakteri dapat diklasifikasikan atas karotenoid,
antosianin, melanin, tripirilmethenes dan phenazin (Savitri 2006).
Karotenoid merupakan pigmen yang berwarna merah kuning dan jingga,
sedangkan antosianin berwarna merah dan biru. Melanin memberikan warna
coklat, hitam, jingga dan merah. Tripirilmethenes adalah pigmen merah yang
dihasilkan oleh Serratia marcescens dan phenazin memberikan warna jinggakuning, jingga tua dan merah jingga (Savitri 2006).
Beberapa pigmen yang terdapat pada bakteri biasanya terbentuk dalam
keadaan tersedia oksigen. Oleh karena itu beberapa ahli menduga bahwa pigmen
ini berfungsi sebagai sistem pengangkut dalam proses respirasi (Salle dalam
Savitri 2006). Dari ke delapan isolat, bakteri tersebut memiliki enzim karotenoid
(Savitri 2006).
25
26
4.2 Pewarnaan Bakteri
Pewarnaan bakteri (Lampiran 5) memiliki tujuan untuk melihat morfologi
bakteri secara lebih jelas. Prinsip pewarnaan bakteri adalah pertukaran antara ion
zat warna dengan ion protoplasma sel. Teknik pewarnaan bakteri dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu :
-
Pewarnaan sedehana atau tunggal, dengan menggunakan satu macam zat
warna.
-
Pewarnaan differensial dengan menggunakan dua atau lebih zat warna.
Pengamatan morfologi bakteri hasil pewarnaan (Lampiran 6) dilakukan di
bawah pengamatan mikroskop. Hasil pewarnaan gram bakteri dapat dilihat pada
tabel 7.
Tabel 7. Hasil Pewarnaan Gram Bakteri
No.
Kode Isolat
Bentuk
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
A2(1)
A2(2)
A2(3)
A2(4)
A3(1)
A3(2)
A4(1)
A4(2)
Basil
Kokus
Kokus
Basil
Basil
Basil
Basil
Basil
Gram (+/-)
+
+
+
+
+
+
Berdasarkan pewarnaan gram bakteri dikelompokan kedalam 2 kelompok
yaitu kelompok gram negatif dan kelompok gram positif. Perbedaan keduanya
terdapat pada struktur dan komposisi dinding selnya. Ciri-ciri bakteri gram positif
dan negatif dapat dilihat pada tabel 8.
27
Tabel 8. Ciri-ciri Bakteri Gram Positif dan Negatif
Ciri
Gram Positif
Struktur dinding sel
Komposisi dinding sel
Tebal (15-80 nm)
Kandungan lipid rendah
(1-4%) Peptidoglikan ada
sebagai lapisan tunggal
Terdapat asam tektoat
Kerentanan
terhadap
penisilin
Pertumbuhan dihambat
oleh zat-zat warna dasar
(ungu Kristal)
Persyaratan nutrisi
Resistensi
terhadap
gangguan fisik
Lebih rentan
Pertumbuhan
dengan nyata
Relatif rumit
Resisten
Gram Negatif
Tipis (10-15 nm)
Kandungan lipid tinggi
(11-12%) Peptidoglikan
jumlahnya sedikit
Tidak terdapat asam
tektoat
Kurang rentan
dihambat Tidak begitu dihambat
Sederhana
Kurang resisten
Sumber: Dwidjoseputro (2010)
Bakteri gram positif mampu mempertahankan zat warna utama dalam
pewarnaan gram, yaitu gentian violet, sehingga nampak berwarna ungu saat
pengamatan dikarenakan dinding sel kelompok bakteri ini tersusun oleh sebagian
besar peptidoglikan, yang mampu mengikat zat warna dan tidak rusak saat dicuci
dengan alkohol (Dwidjoseputro 2010).
Sementara itu, bakteri gram negatif memiliki komposisi dinding sel yang
sebagian besar tersusun dari lapisan lipid, sehingga pada saat pewarnaan kurang
dapat mempertahankan zat warna utama terutama saat dicuci dengan alkohol
(lipid rusak saat dicuci dengan alkohol), akibatnya kelompok bakteri ini
memberikan kenampakan warna merah (warna dari zat warna ke dua : safranin
atau air fuchsin) diakhir kegiatan pewarnaan gram (Dwidjoseputro 2010).
Reaksi bakteri terhadap zat dalam proses pewarnaan dapat dilihat pada
tabel 9.
28
Tabel 9. Reaksi Bakteri Terhadap Zat Warna
Larutan dan
Reaksi Bakteri
Urutan
Gram Positif
Gram Negatif
Penggunaan
1. Gentian Violet
Sel berwarna ungu
Sel berwarna ungu
2. Lugol
Kompleks ungu Kristal Kompleks ungu Kristal
terbentuk, sel tetap ungu
terbentuk, sel tetap ungu
3. Alkohol
Dinding sel mengalami Lipid
terekstrasi
dari
dehidrasi
pori-pori dinding
sel
pori-pori
menciut daya rembes mengembang
kompleks
dinding sel dan membran ungu kristal keluar dari
menurun ungu kristal tidak sel, sel menjadi tidak
dapat keluar dari sel, sel berwarna
tetap ungu
4. Fucshin
Sel tidak terpengaruh, sel Sel menyerap zat pewarna,
tetap ungu
sel menjadi merah
Sumber: Dwidjoseputro (2010)
4.3
Uji Aktifitas Amilolitik
Uji aktifitas amilolitik dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri
dalam menghasilkan enzim amilase, kemampuan ini ditandai dengan terdapatnya
zona bening. Hasil uji aktifitas amilolitik dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Uji Aktifitas Amilolitik
No. Kode
Diameter Zona Bening (mm)
Isolat
I
II
Rata-rata
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
A2(1)
A2(2)
A2(3)
A2(4)
A3(1)
A3(2)
A4(1)
A4(2)
12
10
-
13,5
18
-
12,75
14
-
Diameter
Bakteri (mm)
Indeks
Amilolitik
5,9
5,9
-
1,16
1,37
-
Dari delapan isolat bakteri hanya dua bakteri yang mampu menghasilkan
zona bening, yaitu isolat dengan kode A2(1) dan isolat dengan kode A3(1) (Tabel
10). Zona bening terbentuk akibat dari kemampuan bakteri mendegradasi substrat.
Indeks amilolitik yang dihasilkan bakteri berkisar antara 0,54-2,67 (Soraya 2012),
29
semakin tinggi indeks amilolitik yang dihasilkan menunjukan semakin tinggi
enzim amilase yang dihasilkan bakteri.
Pada uji aktifitas amilolitik ini substrat yang digunakan adalah Soluble
strach yang merupakan zat pati yang larut dalam air, pati merupakan salah satu
jenis karbohidrat yang memerlukan enzim amilase untuk mencernanya. Bakteri
yang menghasilkan enzim amilase akan mampu mendegradasi pati sehingga akan
membentuk zona bening pada media uji (Gambar 4). Zona bening yang terbentuk
merupakan indikator terjadinya reaksi hidrolisis, dimana enzim amilase yang
dihasilkan bakteri memecah Soluble starch menjadi molekul pati yang lebih kecil
yang digunakan oleh bakteri sebagai sumber nutrient.
Sementara ke enam isolat bakteri yang lain tidak mampu mendegradasi
Soluble starch dikarenakan kebutuhan sumber karbon yang berbeda. Soluble
starch digunakan oleh bakteri penghasil enzim amilase sebagai sumber karbon.
Sifat dan jumlah sumber karbon dalam media kultur penting bagi pertumbuhan
dan produksi amilase ekstraseluler pada bakteri (Akcan 2011).
Mikroba
dalam
kehidupannya
membutuhkan
makronutrien
dan
mikronutrien. Salah satu makronutrien yang dibutuhkan. adalah sumber karbon
yang berguna untuk tumbuh, berkembang biak, sumber energi dan sebagai
cadangan makanan. Jenis dan jumlah sumber karbon sangat mempengaruhi
pertumbuhan bakteri yang secara tidak langsung mempengaruhi sintesa metabolit
sekunder (Kusmiati dan Malik 2002).
Enzim amilase merupakan produk metabolit sekunder yang dihasilkan
bakteri. Produksi metabolit sekunder dipengaruhi oleh jenis karbon yang
dibutuhkan bakteri. Bakteri amilolitik akan membutuhkan jenis karbon dari
golongan karbohidrat seperti pati, sehingga apabila diuji amilolitik bakteri
penghasil enzim amilase akan menghasilkan zona bening. Berdasarkan hasil uji
aktifitas amilolitik enam isolat bakteri yang lain (Tabel 10) tidak menghasilkan
zona bening sehingga dapat dikatakan ke enam isolat bakteri tersebut bukan
merupakan bakteri amilolitik.
30
Supernatan
Bakteri
Zona Bening
Gambar 4. Hasil Uji Aktifitas Amilolitik
4.4 Identifikasi Molekuler Gen 16S rRNA
4.4.1 Isolasi DNA Genom Bakteri
Isolasi DNA Genom dilakukan dengan menggunakan Kit Promega
(Wizard Genomic DNA Purification Kit). Isolasi DNA adalah proses pemisahan
molekul DNA dari molekul-molekul lain di inti sel. Terdapat tiga tahapan dasar
dan dua tahapan tambahan dalam prosedur isolasi DNA ini, yaitu preparasi
ekstrak DNA (perusakan dinding sel dan lisis membran sel), purifikasi DNA, dan
presipitasi DNA, serta pemisahan terhadap protein dan RNA.
Setelah isolasi DNA telah dilakukan selanjutnya dilaksanakan proses
elektroforesis, untuk memastikan berhasil tidaknya DNA bakteri di isolasi.
Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan konsentrasi agarose sebesar 1%
dengan tegangan 75 volt selama 60 menit. Kemudian dilanjutkan dengan
perendaman agar menggunakan EtBr selama 15 menit dan akuades selama 5
menit.
Kemudian
hasilnya
dapat
dilihat
dengan
menggunakan
UV
Transiluminator dan didokumentasikan menggunakan kamera digital (Gambar 5).
31
Gambar 5. Hasil Elektroforesis Isolasi DNA Genom
Keterangan:
M
= Marker DNA Ladder 1 kb
A
= Isolat bakteri kode A2(2)
B
= Isolat bakteri kode A3(3)
C
= Isolat bakteri kode A2(1)
D
= Isolat bakteri kode A3(4)
E
= Isolat bakteri kode A3(1)
F
= Isolat bakteri kode A4(2)
G
= Isolat bakteri kode A2(3)
H
= Isolat bakteri kode A4(1)
Berdasarkan hasil elektroforesis diketahui bahwa dari ke 8 isolat bakteri
telah berhasil dilakukan isolasi DNA, hal ini dapat dilihat dari tampaknya pita
DNA diatas marker DNA.
4.4.2 Amplifikasi Gen 16S rRNA
Amplifikasi dilakukan dengan menggunakan metode PCR, primer yang
digunakan merupakan primer universal 16S rRNA. RNA ribosomal 16S
merupakan penyusun sub unit 30S ribosom prokariot. Molekul 16S rRNA
memiliki beberapa daerah yang memiliki urutan basa yang relatif konservatif dan
beberapa daerah urutan basanya variatif. Keunikan karakter molekul ini
32
menjadikannya sebagai penanda molekuler untuk keperluan identifikasi dan
menganalisis keragaman prokariot (Suryanto 2003).
Dengan menggunakan PCR, fragmen gen 16S rRNA bisa lebih selektif
untuk mengamplifikasi DNA. Dalam hasil amplifikasinya, rata-rata panjang
molekul gen 16S rRNA adalah 1500 nukleotida (Amann et al 1995).
Setelah proses PCR selesai selanjutnya dilakukan elektroforesis dengan
penggunaan konsentrasi agarose 1%, tegangan 75 volt selama 50 menit,
lempengan agarose setelah proses elektroforesis kemudian direndam dengan
menggunakan EtBr selama 15 menit dan akuades selama 5 menit setelah
perendaman
lempengan
agarose
dilihat
dengan
menggunakan
UV
Transiluminator dan didokumentasikan menggunakan kamera digital (Gambar 6)
Gambar 6. Hasil Elektroforesis Gen 16S rRNA
Keterangan:
M
= Marker DNA Ladder 1 kb
A
= Isolat bakteri kode A2(2)
B
= Isolat bakteri kode A3(3)
C
= Isolat bakteri kode A2(1)
D
= Isolat bakteri kode A3(4)
E
= Isolat bakteri kode A3(1)
F
= Isolat bakteri kode A4(2)
G
= Isolat bakteri kode A2(3)
H
= Isolat bakteri kode A4(1)
33
Berdasarkan hasil elektroforesis diketahui bahwa gen 16S rRNA berhasil
teramplifikasi pada 7, dengan ukuran DNA sebesar 1500bp. Menurut Amann et al
(1995) dalam hasil amplikasinya rata-rata panjang molekul bakteri dengan
menggunakan marka molekuler gen 16S rRNA adalah sebesar 1500 bp. Setelah
produk amplifikasi didapat selanjutnya dilakukan proses sekuensing. Produk
amplifikasi yang disekuensing adalah produk amplifikasi dari isolat bakteri A3(1),
karena isolat A3(1) memiliki nilai indeks amilolitik terbesar dari isolat bakteri
lainnya.
4.4.3 Sekuensing Gen 16S rRNA
Sekuensing dilakukan dengan menggunakan jasa 1st BASE, sebelum
dilakukan sekuensing terlebih dulu dilakukan purifikasi produk amplifikasi oleh
1st BASE (Gambar 7). Hasil purifikasi menunjukan bahwa produk amplifikasi
yang akan disekuensing berada pada ukuran 1500 bp. Bakteri yang disekuensing
gen 16S rRNA adalah bakteri dengan kode isolat A3(1).
A2(1)
A3(1)
1500
1000
750
500
250
Gambar 7. Hasil Purifikasi Produk Amplifikasi (1st BASE)
Keterangan :
1 kb = Marker
1
= Purifikasi produk amplifikasi gen penyandi amilase isolat A2(1)
2
= Purifikasi produk amplifikasi gen 16S rRNA isolat A3(1)
34
Hasil sekuensing berupa urutan basa nukleotida penyusun DNA dari
sampel bakteri yang diamplifikasi dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
ACCCCTCTTGTTCACCTTCGGCGGCTGGCTCCTAAAGGTTACCTCACCGAC
TTCGGGTGTTACAAACTCTCGTGGTGTGACGGGCGGTGTGTACAAGGCCCG
GGAACGTATTCACCGCGGCATGCTGATCCGCGATTACTAGCGATTCCAGCT
TCACGCAGTCGAGTTGCAGACTGCGATCCGAACTGAGAACAGATTTGTGGG
ATTGGCTTAACCTCGCGGTTTCGCTGCCCTTTGTTCTGTCCATTGTAGCAC
GTGTGTAGCCCAGGTCATAAGGGGCATGATGATTTGACGTCATCCCCACCT
TCCTCCGGTTTGTCACCGGCAGTCACCTTAGAGTGCCCAACTGAATGCTGG
CAACTAAGATCAAGGGTTGCGCTCGTTGCGGGACTTAACCCAACATCTCAC
GACACGAGCTGACGACAACCATGCACCACCTGTCACTCTGCCCCCGAAGGG
GACGTCCTATCTCTAGGATTGTCAGAGGATGTCAAGACCTGGTAAGGTTCT
TCGCGTTGCTTCGAATTAAACCACATGCTCCACCGCTTGTGCGGGCCCCCG
TCAATTCCTTTGAGTTTCAGTCTTGCGACCGTACTCCCCAGGCGGAGTGCT
TAATGCGTTAGCTGCAGCACTAAGGGGCGGAAACCCCCTAACACTTAGCAC
TCATCGTTTACGGCGTGGACTACCAGGGTATCTAATCCTGTTCGCTCCCCA
CGCTTTCGCTCCTCAGCGTCAGTTACAGACCAGAGAGTCGCCTTCGCCACT
GGTGTTCCTCCACATCTCTACGCATTTCACCGCTACACGTGGAATTCCACT
CTCCTCTTCTGCACTCAAGTTCCCCAGTTTCCAATGACCCTCCCCGGTTGA
GCCGGGGGCTTTCACATCAGACTTAAGAAACCGCCTGCGAGCCCTTTACGC
CCAATAATTCCGGACAACGCTTGCCACCTACGTATTACCGCGGCTGCTGGC
ACGTAGTTAGCCGTGGCTTTCTGGTTAGGTACCGTCAAGGTACCGCCCTAT
TCGAACGGTACTTGTTCTTCCCTAACAACAGAGCTTTACGATCCGAAAACC
TTCATCACTCACGCGGCGTTGCTCCGTCAGACTTTCGTCCATTGCGGAAGA
TTCCCTACTGCTGCCTCCCGTAGGAGTCTGGGCCGTGGCTCAGTCCCAGTG
TGGCCGATCACCCTCTCAGGTCGGCTACCCATCGTTGCCTTGGTGAGCCGT
TACCTCACCAACTAGCTAAAGCGCCCGGGGGTCCATCTGTAAATTGTAAGC
CGAAGCCACCTTTTAATGTT
Gambar 8. Hasil Sekuensing 16S rRNA Forward
35
GGGAAAGGGGCGGGGTGCTATAATGCAGTCGAGCGGACAGATGGGAGCTTG
CTCCCTGATGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCTG
TAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGGGCTAATACCGGATGGTTGTTTG
AACCGCATGGTTCAAACATAAAAGGTGGCTTCGGCTACCACTTACAGATGG
ACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCAACGA
TGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGC
CCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAG
TCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCT
CTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTACCGTTCGAATAGGGCGGTACCTTGACGG
TACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATAC
GTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAGGCG
GTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCAACCGGGGAGGGTCATTG
GAAACTGGGGAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAATTCCACGTGTAGC
GGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTCTCT
GGTCTGTAACTGACGCTGAGGAGCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAG
ATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTAGGGGGTT
TCCGCCCCTTAGTGCTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTA
CGGTCGCAAGACTGAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGT
GGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAGGTCTTGA
CATCCTCTGACAATCCTAGAGATAGGACGTCCCCTTCGGGGGCAGAGTGAC
AGGTGGTGCATGGTTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTC
CCGCAACGAGCGCAACCCTTGATCTTAGTTGCCAGCATTCAGTTGGGGCAC
TCTAAGGTGACTGCCCGGTGACAAACCCGAAGAAAGGTGGGGAATGACGTC
AAATCTACCATGCCCCTTAATGACCTGGGGCTACACACCGTGCTACAATGA
ACAAGAACAAAAGGGCAAGCGAAACCCGCCGAGGTTAAACCCAATCCCCCA
AAATCTTGGTCTCAAGTTCGGGAACCCGAATCTTGCCAACTCCCACTCTGT
TGGAAACTGGGAATCGCTTTGGATATCCCG
Gambar 9. Hasil Sekuensing 16S rRNA Reverse
4.5 Analisis Bioinformatik Gen 16S rRNA
Data yang diperoleh dari hasil sekuensing kemudian diolah menggunakan
perangkat bioedit (Lampiran 7) untuk menghasilkan data konsensus (Gambar 10).
Data konsensus digunakan untuk melakukan pensejajaran
dengan database
sekuen yang terdapat pada GeneBank melalui program BLAST yang dapat
diakses di website www.ncbi.nlm.nih.gov
36
ACCCCTCTTGTTCACCTTCGGCGGCTGGCTCCTAAAGGTTACCTCACCGACT
TCGGGTGTTACAAACTCTCGTGGTGTGACGGGCGGTGTGTACAAGGCCCGGG
AACGTATTCACCGCGGCATGCTGATCCGSGATATMCWAAGCGATTCCCAGYT
TCCAACRSAGTSGGAGTTGGCAAGAYTCGSGWTCCCGAACTTGAGAMCAAGA
TTTTGKGGGATTGGSTTTAACCTCGGCGGGTTTCGCTTGCCCTTTTGTTCTT
GTYCATTGTAGCACGGTGTGTAGCCCCAGGTCATTAAGGGGCATGRTAGATT
TGACGTCATTCCCCACCTTYCTYCGGGTTTGTCACCGGGCAGTCACCTTAGA
GTGCCCCAACTGAATGCTGGCAACTAAGATCAAGGGTTGCGCTCGTTGCGGG
ACTTAACCCAACATCTCACGACACGAGCTGACGACAACCATGCACCACCTGT
CACTCTGCCCCCGAAGGGGACGTCCTATCTCTAGGATTGTCAGAGGATGTCA
AGACCTGGTAAGGTTCTTCGCGTTGCTTCGAATTAAACCACATGCTCCACCG
CTTGTGCGGGCCCCCGTCAATTCCTTTGAGTTTCAGTCTTGCGACCGTACTC
CCCAGGCGGAGTGCTTAATGCGTTAGCTGCAGCACTAAGGGGCGGAAACCCC
CTAACACTTAGCACTCATCGTTTACGGCGTGGACTACCAGGGTATCTAATCC
TGTTCGCTCCCCACGCTTTCGCTCCTCAGCGTCAGTTACAGACCAGAGAGTC
GCCTTCGCCACTGGTGTTCCTCCACATCTCTACGCATTTCACCGCTACACGT
GGAATTCCACTCTCCTCTTCTGCACTCAAGTTCCCCAGTTTCCAATGACCCT
CCCCGGTTGAGCCGGGGGCTTTCACATCAGACTTAAGAAACCGCCTGCGAGC
CCTTTACGCCCAATAATTCCGGACAACGCTTGCCACCTACGTATTACCGCGG
CTGCTGGCACGTAGTTAGCCGTGGCTTTCTGGTTAGGTACCGTCAAGGTACC
GCCCTATTCGAACGGTACTTGTTCTTCCCTAACAACAGAGCTTTACGATCCG
AAAACCTTCATCACTCACGCGGCGTTGCTCCGTCAGACTTTCGTCCATTGCG
GAAGATTCCCTACTGCTGCCTCCCGTAGGAGTCTGGGCCGTGKCTCAGTCCC
AGTGTGGCCGATCACCCTCTCAGGTCGGCTACSCATCGTTGCCTTGGTGAGC
CGTTACCTCACCAACTAGCTAAWGCGCCCGSGGGTCCATCTGTAARTKGTAA
GCCGAAGCCACCTTTTAATGTTTGAACCATGCGGTTCAAACAACCATCCGGT
ATTAGCCCCGGTTTCCCGGAGTTATCCCAGTCTTACAGGCAGGTTACCCACG
TGTTACTCACCCGTCCGCCGCTAACATCAGGGAGCAAGCTCCCATCTGTCCG
CTCGACTGCATTATAGCACCCCGCCCCTTTCCC
Gambar 10. Data Konsensus Gen 16S rRNA
Pensejajaran nukleotida dilakukan dengan menggunakan program
BLAST-N analisis ini dilakukan untuk mengetahui jenis bakteri yang
disekuensing dan memastikan bakteri tersebut benar-benar merupakan sekuen dari
gen 16S rRNA. Hasil dari analisis BLAST N (Lampiran 8) menunjukan bahwa
isolat A3(1) memiliki query coverage sebesar 98% dan Max ident sebesar 96 %
dengan Bacillus amyloliquifaciens ( Accesion number NR.075005.1)
4.6 Potensi Amilolitik Bacillus amyloliquifaciens
Bacillus amyloliquefaciens ditemukan oleh Fukomoto pada tahun 1943
dan baru diakui sebagai salah satu jenis bakteri oleh International Code of
Nomenclature of Bacteria pada tahun 1980. Bacillus amyloliquefaciens
37
merupakan salah satu bakteri yang banyak memproduksi enzim amilase dan
protease (Priest et al 1987). Bacillus amyloliquifaciens merupakan produsen
terbaik dalam menghasilkan enzim amilase, enzim amilase yang dihasilkannya
telah banyak digunakan untuk industri komersial (Demirkan 2011). Enzim
amilase yang dihasilkan Bacillus amyloliquifaciens optimum pada suhu 420C
(Deb et al 2013).
Secara tradisional substrat terbaik untuk menghasilkan enzim amilase oleh
Bacillus amyloliquefaciens melalui proses fermentasi adalah dedak gandum dan
minyak kacang tanah. Penambahan 1% Soluble starch pada proses fermentasi
tersebut berhasil meningkatkan produksi enzim amilase
(Gangadharan et al
2006). Produksi enzim amilase oleh genus Bacillus dipengaruhi lama waktu
inkubasi, suhu dan pH, menurut penelitian Singh et al (2012) produksi enzim
amilase maksimal dihasilkan pada lama waktu inkubasi 10 jam, suhu 35-400C dan
pH 7.
Kuantitas enzim amilase yang dihasilkan Bacillus amyloliquifaciens juga
dipengaruhi kecepatan pengadukan, konsentrasi substrat, sumber nitrogen,
konsentrasi CaCl2 dan konsentrasi MgSO4 (Tanyildizi dan Ozer 2011). Teknik
imobilisasi dilakukan untuk menstabilkan produksi enzim amilase Bacillus
amyloliquefaciens, teknik imobilisasi menyebabkan produksi enzim memiliki
stabilitas tinggi. Teknik ini dilakukan melalui pengontrolan suhu dan pH pada saat
fermentasi berlangsung (Dragomirescu et al 2012).
4.7 Identifikasi Molekuler Gen Penyandi Amilase
4.7.1 Amplifikasi Gen Penyandi Amilase
Amplifikasi gen penyandi amilase dilakukan dengan menggunakan primer
Amy-f dan Amy-R (Tabel 2) dengan pengaturan suhu dan program PCR hasil
penelitian sebelumnya oleh Pangastuti et al (2001) (Tabel 5). Setelah proses PCR
selesai selanjutnya dilakukan elektroforesis dengan penggunaan konsentrasi
agarrose 1%, tegangan 75 volt selama 40 menit, lempengan agarose setelah proses
elektroforesis kemudian direndam dengan menggunakan EtBr selama 15 menit
dan akuades selama 5 menit setelah perendaman lempengan agarose dilihat
38
dengan menggunakan UV Transiluminator dan didokumentasikan menggunakan
kamera digital (Gambar 11)
1550 bp
Gambar 11. Hasil Elektroforesis Amplifikasi Gen Penyandi Amilase
Keterangan:
M
= Marker DNA Ladder 1 kb
A
= Isolat bakteri kode A4(1)
B
= Isolat bakteri kode A3(3)
C
= Isolat bakteri kode A4(2)
D
= Isolat bakteri kode A3(4)
E
= Isolat bakteri kode A3(1)
F
= Isolat bakteri kode A2(1)
G
= Isolat bakteri kode A2(2)
H
= Isolat bakteri kode A2(3)
Berdasarkan hasil elektroforesis diketahui bahwa dari 8 isolat bakteri
hanya bakteri dengan kode A2(1) yang memiliki gen penyandi amilase serta pita
DNA berada pada ukuran 1550 bp. Sesuai kajian desain primer amplifikasi
menggunakan primer Amy-f dan Amy-R akan membawa seluruh gen amilase
yang memiliki ukuran 1,55 kb (Pudjiraharti 2008).
Pada proses amplifikasi gen penyandi amilase tidak semua isolat bakteri
memiliki gen penyandi amilase sehingga tidak nampak pita DNA setelah proses
elektroforesis didokumentasikan (Gambar 10). Hal ini dapat disebabkan oleh
39
beberapa faktor. Menurut Yuwono (2006) ada beberapa faktor
yang
memepengaruhi keberhasilan amplifikasi diantaranya adalah:

Deoksiribonukleotida triphosphat (dNTP)

Primer

DNA template

Komposisi larutan buffer

Jumlah siklus reaksi

Enzim yang digunakan

Faktor teknis dan non teknis (seperti kontaminasi)
Primer merupakan komponen yang penting pada saat proses amplifikasi
karena primer akan menentukan daerah genom yang akan diamplifikasi, primer
akan menuju daerah komplemen yang spesifik dengan urutan primer (Rafsanjani
2011).
Primer yang digunakan pada saat proses amplifikasi ini adalah primer hasil
kajian dari bakteri Bacillus stearothermopilus dan Bacillus licheniformis yang
dilakukan oleh Gray et al (1983). Sehingga primer hanya akan menempel pada
isolat ke 2 jenis bakteri ini. Maka kemungkinan jika dilihat dari kajian design
primer ke 7 isolat lain bukan merupakan bakteri Bacillus stearothermopilus dan
Bacillus licheniformis sehingga gen penyandi amilase tidak dapat teramplifikasi
dengan baik.
Selain itu keberhasilan amplifikasi juga ditentukan oleh suhu annealing,
karena suhu annealing menentukan keberhasilan penempelan primer. Sehingga
perlu dilakukan optimasi suhu annealing, pada penelitian ini suhu annealing yang
digunakan pertamakali sesuai dengan datasheet pemesanan primer yaitu sebesar
610C. Karena amplifikasi tidak berhasil maka suhu annealing diturunkan secara
bertahap sebesar 50C, hingga berhasil diperoleh produk amplifikasi.
Produk amplifikasi berhasil keluar pada suhu annealing 400C, ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Pangastuti et al (2001) dimana suhu
annealing yang digunakan adalah sebesar 400C. Setelah dilakukan amplifikasi
maka dilakukan proses sekuensing pada produk amplifikasi isolat A2(1).
40
4.7.2 Sekuensing Gen Penyandi Amilase
Sebelum sekuensing dilakukan terlebih dahulu dilakukan purifikasi oleh
1st BASE (Gambar 6) Hasil purifikasi menunjukan bahwa produk amplifikasi
yang akan disekuensing berada pada ukuran 1500 bp. Bakteri yang disekuensing
gen penyandi amilase adalah bakteri dengan kode isolat A2(1).
Hasil sekuensing gen penyandi amilase dapat dilihat pada Gambar 12 dan
Gambar 13.
AAAAAATTTCGCCCGATTGCTGACGCTGTTATTTGCGCTCATCTTCTTGCTG
CCTCATTCTGCAGCAGCGGCGGCAAATCTTAATGGGACGCTGATGCAGTATT
TTGAATGGTACATGCCCAATGACGGCCAACATTGGAAGCGCTTACAAAACGA
CTCGGCATATTTGGCTGAACACGGTATTACTGCCGTCTGGATTCCCCCGGCA
TATAAGGGAACGAGCCAAGCGGATGTGGGCTACGGTGCTTACGACCTTTATG
ATTTAGGGGAGTTTCATCAAAAAGGGACGGTTCGGACAAAGTACGGCACAAA
AGGAGAGCTGCAATCTGCGATCAAAAGTCTTCATTCCCGCGACATTAACGTT
TACGGGGATGTGGTCATCAACCACAAAGGCGGCGCTGATGCGACCGAAGATG
TAACCGCGGTTGAAGTCGATCCCGCTGACCGCAACCGCGTAATTTCAGGAGA
ACACCGAATTAAAGCCTGGACACATTTTCATTTTCCGGGGCGCGGCAGCACA
TACAGCGATTTTAAATGGCATTGGTACCATTTTGACGGAACCGATTGGGACG
AGTCCCGAAAGCTGAACCGCATCTATAAGTTTCAAGGAAAGGCTTGGGATTG
GGAAGTTTCCAATGAAAACGGCAACTATGATTATTTGATGTATGCCGACATC
GATTATGACCATCCTGATGTCGCAGCAGAAATTAAGAGATGGGGCACTTGGT
ATGCCAATGAACTGCAATTGGACGGTTTCCGTCTTGATGCTGTCAAACACAT
TAAATTTTCTTTTTTGCGGGATTGGGTTAATCATGTCAGGGAAAAAACGGGG
AAGGAAATGTTTACGGTAGCTGAATATTGGCAGAATGACTTGGGCGCGCTGG
AAAACTATTTGAACAAAACAAATTTTAATCATTCAGTGTTTGACGTGCCGCT
TCATTATCAGTTCCATGCTGCATCGACACAGGGAGGCGGCTATGATATGAGG
AAATTGCTGAACGGTACGGTCGTTTCCAAGCATCCGTTGAAAGCGGTTACAT
TTGTCGATAACCATGATACACAGCCGGGGCAATCGCTTGAGTCGACTGTCCA
AACATGGTTTAAGCCGCTTGCTTACGCTTTTATTCTCACAAGGGAATCTGGA
TACCCTCAGGTTTTCTACGGGGATATGTACGGGACGAAAGGAAACTCCCAGC
CCGAAATTCCTGG
Gambar 12. Hasil Sekuensing Gen Penyandi Amilase Forward
41
GGGGCCCTACGTGCACTCTCCCAGCCTTCCGAATTGATGACAACCGGCTCCG
AACGGTTTCCGGTAATGTCATGCCATGTCTCACCGGCGTTTTGCCGGCCGAC
ATACATTCGCTTTGCCCCACCGGGTCCGTCTGTTATTAATGCCGCCAAACCT
GAATTTGCAACCGAGCTGTCGCCTTCCCTTGTCCAGCCGACAATGTCATGGT
GGTCGAAATAATCATGCTGTGCTCCGTACGCATACTGTTTTCTCGCTTTTAA
GATCGGTTCAATTTTGTGTTTCAAGGCAGGAATTTCGCGCTGGGAGTCTCCT
TTCGTCCCGTACATATCCCCGTAGAAAACCTGAGGGTATCCAGATTCCCTTG
TGAGAATAAAAGCGTAAGCAAGCGGCTTAAACCATGTTTGGACAGTCGACTC
AAGCGATTGCCCCGGCTGTGTATCATGGTTATCGACAAATGTAACCGCTTTC
AACGGATGCTTGGAAACGACCGTACCGTTCAGCAATTTCCTCATATCATAGC
CGCCTCCCTGTGTCGATGCAGCATGGAACTGATAATGAAGCGGCACGTCAAA
CACTGAATGATTAAAATTTGTTTTGTTCAAATAGTTTTCCAGCGCGCCCAAG
TCATTCTGCCAATATTCAGCTACCGTAAACATTTCCTTCCCCGTTTTTTCCC
TGACATGATTAACCCAATCCCGCAAAAAAGAAAATTTAATGTGTTTGACAGC
ATCAAGACGGAAACCGTCCAATTGCAGTTCATTGGCATACCAAGTGCCCCAT
CTCTTAATTTCTGCTGCGACATCAGGATGGTCATAATCGATGTCGGCATACA
TCAAATAATCATAGTTGCCGTTTTCATTGGAAACTTCCCAATCCCAAGCCTT
TCCTTGAAACTTATAGATGCGGTTCAGCTTTCGGGACTCGTCCCAATCGGTT
CCGTCAAAATGGTACCAATGCCATTTAAAATCGCTGTATGTGCTGCCGCGCC
CCGGAAAATGAAAATGTGTCCAGGCTTTAATTCGGTGTTCTCCTGAAATTAC
GCGGTTGCGGTCAGCGGGATCGACTTCAACCGCGGTTACATCTTCGGTCGCA
TCAGCGCCGCCTTTGTGGTTGATGACCACATCCCCGTAAACGTTAATGTCCC
GGGAATGAAGACTTTTGATCGCAAATTGCAGCTCTCCTTTTGGGCCGAACTT
TGTCCGAAACCGTCCCTTTTTGATGAAAA
Gambar 13. Hasil Sekuensing Gen Penyandi Amilase Reverse
4.8
Analisis Bioinformatik Gen Penyandi Amilase
Seperti halnya pada analisis bioinformatik gen 16S rRNA, data yang
diperoleh dari hasil sekuensing gen penyandi amilase kemudian diolah
menggunakan perangkat bioedit untuk menghasilkan data konsensus (Gambar 14).
Data konsensus digunakan untuk melakukan pensejajaran
dengan database
sekuen yang terdapat pada GeneBank melalui program BLAST yang dapat
diakses di website www.ncbi.nlm.nih.gov
42
AAAAAATTTCGCCCGATTGCTGACGCTGTTATTTGCGCTCATCTTCTTGCTG
CCTCATTCTGCAGCAGCGGCGGCAAATCTTAATGGGACGCTGATGCAGTATT
TTGAATGGTACATGCCCAATGACGGCCAACATTGGAAGCGCTTACAAAACGA
CTCGGCATATTTGGCTGAACACGGTATTACTGCCGTCTGGATTCCCCCGGCA
TATAAGGGAACGAGCCAAGCGGATGTGGGCTACGGTGCTTACGACCTTTATG
ATTTAGGGGAKTTTCATCAAAAAGGGACGGTTTCGGACAAAGTWCGGCMCAA
AAGGAGAGCTGCAATYTGCGATCAAAAGTCTTCATTCCCGSGACATTAACGT
TTACGGGGATGTGGTCATCAACCACAAAGGCGGCGCTGATGCGACCGAAGAT
GTAACCGCGGTTGAAGTCGATCCCGCTGACCGCAACCGCGTAATTTCAGGAG
AACACCGAATTAAAGCCTGGACACATTTTCATTTTCCGGGGCGCGGCAGCAC
ATACAGCGATTTTAAATGGCATTGGTACCATTTTGACGGAACCGATTGGGAC
GAGTCCCGAAAGCTGAACCGCATCTATAAGTTTCAAGGAAAGGCTTGGGATT
GGGAAGTTTCCAATGAAAACGGCAACTATGATTATTTGATGTATGCCGACAT
CGATTATGACCATCCTGATGTCGCAGCAGAAATTAAGAGATGGGGCACTTGG
TATGCCAATGAACTGCAATTGGACGGTTTCCGTCTTGATGCTGTCAAACACA
TTAAATTTTCTTTTTTGCGGGATTGGGTTAATCATGTCAGGGAAAAAACGGG
GAAGGAAATGTTTACGGTAGCTGAATATTGGCAGAATGACTTGGGCGCGCTG
GAAAACTATTTGAACAAAACAAATTTTAATCATTCAGTGTTTGACGTGCCGC
TTCATTATCAGTTCCATGCTGCATCGACACAGGGAGGCGGCTATGATATGAG
GAAATTGCTGAACGGTACGGTCGTTTCCAAGCATCCGTTGAAAGCGGTTACA
TTTGTCGATAACCATGATACACAGCCGGGGCAATCGCTTGAGTCGACTGTCC
AAACATGGTTTAAGCCGCTTGCTTACGCTTTTATTCTCACAAGGGAATCTGG
ATACCCTCAGGTTTTCTACGGGGATATGTACGGGACGAAAGGARACTCCCAG
CSCGAAATTCCTGSCTTGAAACACAAAATTGAACCGATCTTAAAAGCGAGAA
AACAGTATGCGTACGGAGCACAGCATGATTATTTCGACCACCATGACATTGT
CGGCTGGACAAGGGAAGGCGACAGCTCGGTTGCAAATTCAGGTTTGGCGGCA
TTAATAACAGACGGACCCGGTGGGGCAAAGCGAATGTATGTCGGCCGGCAAA
ACGCCGGTGAGACATGGCATGACATTACCGGAAACCGTTCGGAGCCGGTTGT
CATCAATTCGGAAGGCTGGGAGAGTGCACGTAGGGCCCC
Gambar 14. Data Konsensus Gen Penyandi Amilase
Pensejajaran nukleotida dilakukan dengan menggunakan program BLASTX, analisis ini dilakukan untuk mengetahui jenis bakteri yang disekuensing dan
memastikan bakteri tersebut benar-benar merupakan sekuen dari gen penyandi
amilase. Hasil dari analisis BLAST-X (Lampiran 9) menunjukan bahwa isolat
A2(1) memiliki query coverage sebesar 93% dan Max ident sebesar 99 % dengan
Bacillus licheniformis ( Accesion number ABW90124.1)
Data hasil analisis bioinformatik juga digunakan untuk membuat gambar 3
dimensi dari protein penyandi enzim amilase (Gambar 15), gambar 3 dimensi ini
dibuat melalui website www.swiss.model.expasy.org
43
a
b
Gambar 15. Struktur 3 Dimensi Gen Penyandi Amilase Arah Forward (a)
dan Reverse (b)
Hasil gambar tiga dimensi menunjukan bahwa isolat A2(1) memiliki
keindetikan sekuen asam amino yang tinggi dengan bakteri penghasil enzim
amilase. Jika sekuen asam amino yang dimiliki isolat bakteri memiliki
keidentikan yang rendah maka gambar tiga dimensi gen penyandi tidak dapat
dibuat. Berdasarkan hasil dari gambar 3 dimensi gen penyandi amilase dapat
diketahui bahwa isolat bakteri A2(1) benar-benar merupakan bakteri penghasil
enzim amilase.
4.9 Potensi Amilolitik Bacillus licheniformis
Spesies Bacillus banyak digunakan sebagai bakteri utama dalam industri
mikrobiologi untuk menghasilkan enzim dan antibiotik (Gangadharan et al 2011).
Bacillus amyloliquifaciens dan Bacillus licheniformis adalah dua isolat bakteri
yang banyak digunakan untuk menghasilkan amilase (Fogarty dan Kelly dalam
Jamilah 2011). Banyak penelitian telah dilakukan mengenai kemampuan kedua
bakteri ini dalam menghasilkan enzim amilase.
Bacillus licheniformis telah bertahun-tahun digunakan dalam produksi
industri enzim, antibiotik dan deterjen (Madslien et al 2012). Bacillus
licheniformis menghasilkan enzim amilase yang bersifat thermostabil dan tahan
terhadap pH rendah serta cocok digunakan untuk hidrolisis pati (Beer 2004).
Enzim amilase yang dihasilkan oleh B. amyloliquifaciens dan B. licheniformis
44
adalah enzim yang sangat termostabil meskipun dihasilkan oleh bakteri non
termofilik, sehingga enzim dari kedua bakteri ini banyak digunakan dalam
industry hidrolisis pati (Decklerck et al 2002).
Bacillus licheniformis merupakan bakteri yang banyak digunakan dalam
industri produk sintesis melalui studi bioteknologi, bakteri ini memiliki kemiripan
dengan Bacillus subtilis (Pinto 2012). Dalam lingkungan Bacillus licheniformis
berperan penting dalam siklus nutrisi karena kemampuannya menghasilkan enzim
amilase dan enzim lainnya (Alkando dan Ibrahim 2011). Enzim amilase yang
dihasilkan oleh bakteri ini aktif pada pH 7-10 (Alkando dan Ibrahim 2011).
Produksi enzim amilase dari Bacillus licheniformis dipengaruhi oleh
media fermentasi yang digunakan, kecepatan pengadukan dan jumlah inokulum
yang digunakan (Vengadaramana et al 2012). Selain itu menurut Akcan (2011)
produksi enzim amilase yang dihasilkan oleh Bacillus licheniformis juga
dipengaruhi oleh variasi nutrien karbon, nitrogen dan sumber asam amino.
Download