ISOLASI, KARAKTERISASI, DAN IDENTIFIKASI MOLEKULER BAKTERI AMILOLITIK UMBI SINGKONG (Manihot esculenta Crantz.) ISOLATION, CHARACTERIZATION, AND MOLECULAR IDENTIFICATION OF AMYLOLYTIC BACTERIA IN CASSAVA ROOTS (Manihot esculenta Crantz.) Novita Sari, Priyo Wahyudi, Rizky Arcinthya Rachmania Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi dan Sains, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka ABSTRAK Salah satu enzim yang berperan dalam pengkonversian amilum menjadi glukosa dan maltosa adalah enzim amilase. Enzim amilase dapat dihasilkan oleh bakteri amilolitik. Bakteri amilolitik dapat diisolasi dari umbi singkong (Manihot esculenta Crantz.) karena mengandung amilum sebagai substrat pertumbuhan bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, mengkarakterisasi dan mengidentifikasi bakteri amilolitik pada umbi singkong. Bakteri amilolitik diisolasi dari umbi singkong, dikarakterisasi koloninya, dan diseleksi kemampuan amilolitik bakteri dengan hidrolisis amilum yang diamati dari terbentuknya zona bening pada medium starch agar. Isolat dengan zona bening tertinggi diisolasi DNA genomiknya menggunakan GeneJet Genomic DNA Purification Kit, dan diamplifikasi dengan teknik Polymerase Chain Reaction menggunakan primer 63f dan 1387r. Amplikon disekuensing untuk mendapatkan urutan basa nukleotidanya dan dianalisa menggunakan program bioinformatika. Dari hasil penelitian didapatkan 5 isolat bakteri yang diketahui memiliki aktivitas amilolitik, yaitu isolat NS-2, NS-3, NS-5, NS-6, dan NS-7. Aktivitas amilolitik tertinggi ditunjukkan oleh isolat NS-2. Isolat tersebut merupakan bakteri Gram (-) yang berbentuk sel basil dengan ukuran amplikon gen 16s rRNA sebesar 1397 bp. Dari hasil analisis amplikon tersebut didapatkan adanya hubungan kekerabatan antara isolat NS-2 dan Enterobactersp. Kata kunci: Amilum, enzim amilase, bakteri amilolitik, umbi singkong, Polymerase Chain Reaction ABSTRACT One of the enzymes involved in the conversion of starch to glucose and maltose is amylase. Amylase can be produced by amylolytic bacteria which isolated from cassava roots (Manihot esculenta Crantz.) due to high concentration starch as a growth substrate. This study aimed at isolating, characterizing, and identifying of amylolytic bacteria in cassava roots. The colony was characterized, and selected amylolytic capability by starch hydrolysis that observed from the clear zone in starch agar. Isolates with the largest clear zone was isolated total genomic by GeneJet Genomic DNA Purification Kit, and was amplified with Polymerase Chain Reaction technique by 63f and 1387r primers. Amplicon sequence to obtain the sequence of nucleotide bases and analyzed using bioinformatics program. The result obtained 5 bacteria isolates had amylolytic activity, which were isolates NS-2, NS-3, NS-5, NS-6, and NS-7. The best amylolytic activity was showed by NS-2 isolates, then characterized as a Gram (-), rod shaped cells, and 16s rRNA gene amplicon size of 1397 bp. Based on the analysis of this amplicon obtained the phylogenetic relationship between isolates NS-2 and Enterobacter sp. Keywords: Starch, amylase enzyme, amylolytic bacteria, cassava roots, Polymerase Chain Reaction PENDAHULUAN Amilum adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan terdiri atas amilosa dan amilopektin.Amilum dapat diperoleh dari biji-bijian, umbi-umbian, sayuran, maupun buah-buahan (Herawati. 2011). Umbi singkong (Manihot esculenta Crantz) atau sering juga disebut sebagai ubi kayu, merupakan tanaman yang cukup populer di seluruh dunia, khususnya di negara-negara tropis.Di Indonesia sendiri, umbi singkong menjadi bahan pangan pokok setelah beras dan jagung (Prihatman. 2000). Kandungan amilum dalam umbi singkong sekitar 25-30% yang terdiri atas 18% amilosa dan 82% amilopektin (Rikana dan Adam. 2009). Hal ini memungkinkan umbi singkong menjadi substrat bagi pertumbuhan bakteri amilolitik.Bakteri amilolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim amilase sehingga dapat memecah amilum menjadi bentuk sederhananya (Tresnawati, dkk. 2004) Enzim amilase sangat luas peranannya dalam bidang industri. Enzim ini digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan detergen, industri tekstil, pembuatan kertas, dan biokonversi amilum menjadi etanol (de Souza dan Magalhaes. 2010). Dalam bidang farmasi, enzim amilase biasa digunakan untuk menghidrolisis amilum menjadi glukosa yang digunakan sebagai pemanis dalam pembuatan suatu sediaan farmasi dan sebagai bahan baku pembuatan enzim pencernaan (Bansode. 2010). Enzim amilase diproduksi oleh berbagai makhluk hidup, baik tanaman, hewan maupun mikroba. Amilase yang berasal dari mikroba, yakni fungi dan bakteri banyak digunakan dalam industri dikarenakan efektivitas biaya, konsistensi, waktu dan ruang yang dibutuhkan dalam produksi, dan kemudahan proses modifikasi dan optimasinya (Sivaramakrishnan, et al. 2006) Isolasi, karakterisasi dan identifikasi bakteri amilolitik merupakan salah satu langkah awal dalam memproduksi enzim amilase. Proses identifikasi bakteri secara konvensional berdasarkan karakter fenotip bakteri seperti pewarnaan Gram, morfologi koloni, dan aktivitas enzim seringkali tidak bersifat statis dan dapat berubah seiring dengan adanya evolusi. Kesalahan identifikasi seringkali terjadi dikarenakan hadirnya karakteristik fenotip bakteri yang tidak biasa ataupun kurangnya pengalaman dalam menginterpretasikan data karakter fenotip.Hal ini menimbulkan hadirnya metode identifikasi secara molekuler menggunakan gen 16s rRNA (Petti, et al. 2005). Gen 16s rRNA adalah gen yang digunakan dalam menentukan filogenetik dan taksonomi dari bakteri secara molekuler (Janda dan Abbott.2007). Penggunaan gen 16S rRNA dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) memungkinkan untuk mengidentifikasi bakteri amilolitik dengan cepat dan spesifik. PCR merupakan suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuens nukleotida tertentu dengan carain vitro(Yuwono. 2006). Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi bakteri amilolitik umbi singkong, mengkarakterisasi bakteri amilolitik tersebut dan mengidentifikasinya menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction. BAHAN DAN METODE Bakteri.Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri amilolitik yang diisolasi dari umbi singkong. Medium dan bahan kimia.Starch agar (nutrient agar + 0,1% pati), nutrient agar, nutrientbroth, lysozyme 20 mg/ml, 20 mM TrisHCl pH 8, 0,2 mM EDTA, 1,2% Triton X-100, 50% etanol, GeneJET Genomic DNA Purification Kit (Thermo Scientific), Maxima Hot Start Green PCR Master Mix (2X) (Thermo Scientific), primer forward 63f (5’CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3’), primer reverse 1387r (5’-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3’), gel agarose, buffer Tris Bifosfat EDTA (TBE) 1X, loading dyes, GeneRuler 1 kb DNA ladder, GeneRuler 100 bp DNA ladder, etidium bromida,deionized demineralized water (ddH2O), aquabidestilata, larutan kristal violet (Gram A), larutan iodium (Gram B), alkohol-aseton (Gram C), dan safranin (Gram D). Pengambilan sampel.Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri amilolitik yang terdapat pada umbi singkong (Manihot esculenta Crantz.). Isolasi bakteri amilolitik.Umbi singkong dipreparasi dengan teknik penghancuran (maseration), agar bakteri amilolitik yang terdapat di permukaan umbi maupun yang di dalamnya dapat terlepas. Umbi singkong ditimbang sebanyak lima g dan disuspensikan dalam 45 ml aquabidestilata. -1 -7 Pengenceran dilakukan dari 10 sampai 10 terhadap suspensi tersebut. Kemudian, -3 -4 -5 -6 sebanyak 0,1 ml suspensi 10 , 10 , 10 , 10 , -7 dan 10 diinokulasikan ke dalam medium starch agar petri dan dihomogenkan dengan spatel drugalsky. Setelah itu, diinkubasi o selama 24 jam pada suhu 37 C dalam inkubator. Karakterisasi morfologi koloni.Pengamatan karakteristik koloni dilakukan setelah sampel diinkubasi selama 24 jam.Pengamatan morfologi koloni bakteri sangat penting untuk identifikasi bakteri karena karakterisasi koloni bakteri pada medium agar dapat mempunyai nilai identitas.Karakteristik morfologi koloni bakteri yang diamati meliputi bentuk koloni, pigmentasi koloni, konsistensi koloni, elevasi koloni, dan tepian koloni (Hadioetomo. 1993). Pewarnaan Gram bakteri amilolitik.Pewarnaan Gram dilakukan dengan membuat preparat ulas dari biakan bakteri murni terlebih dahulu. Biakan bakteri diinokulasikan di atas objek glass, ditambahkan satu tetes aquabidestilata dan dilewatkan di atas nyala api. Pada preparat tersebut diteteskan larutan Gram A dan didiamkan selama lima menit. Setelah itu dicuci dengan aquabidestilata dan dikeringkan.Kemudian diteteskan larutan Gram B dan didiamkan selama 45-60 detik.Setelah itu dicuci dengan aquabidestilata dan dikeringkan.Diteteskan kembali larutan Gram C dan didiamkan selama 30 detik.Setelah itu dicuci dengan aquabidestilata dan dikeringkan.Kemudian diteteskan larutan Gram D dan didiamkan 1-2 menit.Setelah itu dicuci dengan aquabidestilata dan dikeringkan kembali (Staf Pengajar FKUI. 1994).Hasil dari pewarnaan tersebut dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x100. Uji kualitatif amilolitik.Pengujian aktivitas amilolitik dari isolat bakteri yang telah dimurnikan dilakukan dengan uji hidrolisis amilum. Isolat bakteri yang akan diuji aktivitas amilolitiknya digoreskan pada medium starch agar petri yang telah disterilkan. Kultur o diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C dalam inkubator. Tiap isolat bakteri yang tumbuh pada medium starch agar ditetesi dengan larutan iodium untuk melihat kemampuan amilolitiknya.Bila amilum terhidrolisis, maka wilayah di sekitar koloni bakteri menghasilkan zona bening.Hal ini menandakan bakteri tersebut merupakan bakteri amilolitik yang dapat merombak amilum menjadi bentuk sederhananya, yakni glukosa dan maltosa (Lay. 1994).Lebar zona bening yang terbentuk diukur dengan menggunakan jangka sorong. Isolat yang mempunyai zona bening terbesar akan diambil untuk diisolasi DNA genomnya. Isolasi DNA genom. Isolat bakteri yang akan digunakan untuk proses isolasi terlebih dahulu dikultur dengan medium NB selama 2x24 jam. DNA genom dari kultur bakteri amilolitik tersebut diisolasi dengan menggunakan protokol isolasi yang ada pada GeneJET Genomic DNA Purification Kit (Thermo Scientific) Amplifikasi gen 16s rRNA. Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen 16s rRNA adalah sepasang primer yang didesain oleh Marchesi, et al., yakni primer forward 63f (5’-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3’) dan primer reverse 1387r (5’-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3’) (Marchesi, et al. 1998).Proses amplifikasi dengan PCR dilakukan dengan kondisi sebagai o berikut:Initial denaturation95 C selama lima o menit; denaturation 95 C satu menit, o o annealing 56 C satu menit, extension 72 C lima menit, dilakukan sebanyak 30 siklus; o Final extension 72 C lima menit. Analisis amplikon. Hasil amplifikasi dianalisis menggunakan elektroforesis gel agarose. Gel agarose dibuat dengan konsentrasi 1,5% dalam ddH2O.Amplikon yang akan dianalisis disiapkan dengan menghomogenkan 0,5 µL loading dye dan 2,5 µL amplikon. Campuran tersebut dimasukkan kesetiap sumur yang telah dibentuk pada gel agarose. Disiapkan juga DNA ladder dengan menghomogenkan 0,5 µL DNA ladder 1 kb, 0,5 µL loading dye dan dua µL ddH2O. Campuran tersebut juga dimasukkan ke dalam sumur yang telah dibentuk pada gel agarose.Alat elektroforesis dihidupkan dan diatur tegangannya sebesar 100 volt. Kemudian, dibiarkan proses pemisahan terjadi sampai loading dye mencapai batas kurang lebih satu cm dari tepi bawah gel agarose. Selanjutnya gel agarose dimasukkan ke dalam wadah yang mengandung etidium bromida selama lima menit dalam ruangan gelap. Hasil diamati dengan menggunakan UV illuminator. Sekuensing gen 16s rRNA.Hasil amplikon dari amplifikasi gen 16s rRNA disimpan dalam microtube, ditutup rapat, dan diparafilm.Setelah itu, dikirim ke First BASE Laboratories, Malaysia untuk disekuensing. Analisis data. Analisis data terhadap hasil sekuensing gen 16s rRNA dengan menggunakan program Bioedit. Hasil analisis tersebut dibandingkan dengan data GenBank menggunakan program nucleotide Blast (http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/). Hasil analisis ini akan memperlihatkan homologi sekuens gen 16s rRNA dari isolat bakteri yang dimiliki dengan database gen 16s rRNA yang ada dalam GenBank. Analisis hubungan filogenetik dilakukan dengan membandingkan sekuens gen 16s rRNA dari isolat bakteri yang dimiliki dengan gen 16s rRNA dari bakteri yang ada pada hasil nucleotide Blast. Analisis hubungan filogenetik dari sekuens-sekuens tersebut dilakukan dengan menggunakan program ClustalW2 (http://www.ebi.ac.uk/) dan dibuatkan pohon filogenetikanya dengan menggunakan program Treeview. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari proses isolasi yang telah dilakukan didapatkan sebanyak tujuh isolat bakteri, yaitu NS-1, NS-2, NS-3, NS-4, NS-5, NS-6, dan NS-7. Dari ketujuh isolat tersebut dilakukan pengamatan morfologi koloni dan mikroskopis sel bakterinya (Hadioetomo. 1993).Hasil pengamatan morfologi koloni dan mikroskopis sel bakteri dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakterisasi isolat bakteri yang tumbuh dalam medium starch agar Morfologi Koloni No Kode Isolat Bentuk Pigmentasi Konsistensi Elevasi Tepian 1 2 3 4 5 6 7 NS-1 NS-2 NS-3 NS-4 NS-5 NS-6 NS-7 Irregular Irregular Konsentris Bulat Bulat Bulat Irregular Transparan Putih susu Putih susu Transparan Putih susu Kuning Kuning Berlendir Kental Berlendir Berlendir Berlendir Berlendir Berlendir Datar Timbul Cembung Datar Cembung Cembung Timbul Irregular Kerang Licin Licin Licin Licin Irregular Hasil pewarnaan Gram menunjukkan adanya perbedaan warna pada bakteri Gram positif dan Gram negatif.Perbedaan ini terjadi dikarenakan kandungan dinding sel bakteri yang berbeda-beda.Bakteri Gram positif memiliki dinding sel dengan konsentrasi lipid yang rendah, sehingga ketika penambahan larutan Gram C (alkohol-aseton) lipid tersebut larut dan bakteri Gram positif mengalami denaturasi protein pada dinding selnya. Dinding sel menjadi keras dan pori-pori mengecil, sehingga pewarna utama (kristal violet) akan dipertahankan. Hal ini lah yang menyebabkan sel bakteri Gram positif akan tetap berwarna ungu meskipun telah ditambahkan pewarna kedua (safranin) (Staf Pengajar FKUI. 1994). Dari ketujuh isolat bakteri, dua isolat bakteri tidak menunjukkan adanya aktivitas enzim amilase.Lima isolat lainnya yang memperlihatkan adanya aktivitas amilolitik.Aktivitas amilolitik dapat dilihat pada Gambar 1.Kemudian, diukur zona bening yang dihasilkannya.Isolat yang menghasilkan zona bening terbesar, yakni NS-2 dipilih untuk diisolasi DNA genomnya.Hasil pengujian aktivitas amilolitik dapat dilihat pada Tabel 2. Gambar 1. Hasil pengujian aktivitas amilolitik secara kualitatif Pewarnaan Gram Bentuk Warna sel Gram Coccus Merah Basil Merah Coccus Ungu Coccus Merah Basil Ungu Basil Ungu Coccus Merah Tabel 2. Pengukuran zona bening aktivitas amilolitik No Kode Isolat Diameter Keseluruhan (cm) Diameter Koloni (cm) 1 2 3 4 5 6 7 NS-1 NS-2 NS-3 NS-4 NS-5 NS-6 NS-7 1,77 1,26 0,605 1,027 0,795 0,875 1,18 0,805 1,3 0,425 0,597 0,505 Diameter Zona Bening (cm) 0,59 0,455 0,18 0,43 0,29 Secara normal, amilum bereaksi secara kimiawi dengan iodium, reaksi ini terlihat sebagai warna biru-kehitaman.Warna biru-kehitaman ini terjadi bila molekul iodium masuk ke dalam bagian yang kosong pada molekul amilum (amilosa) yang berbentuk spiral. Proses iodinisasi amilum menghasilkan molekul yang mampu mengabsorpsi cahaya, kecuali warna biru. Bila amilum ini telah diuraikan oleh enzim amilase menjadi maltosa dan glukosa, warna biru ini tidak terjadi karena tidak adanya bentuk spiral.Tidak terbentuknya warna sewaktu penambahan larutan iodium ke dalam medium merupakan petunjuk adanya hidrolisis amilum (Lay. 1994). Isolasi DNA genom bakteri NS-2 dilakukan dengan menggunakan protokol standar dari kit Thermo Scientific. Kultur sel dipindahkan ke dalam microtube dan disentrifugasi dengan tujuan untuk mengendapkan sel bakteri.Selanjutnya penambahan lysis buffer dan disentrifugasi pada kecepatan 5000 x gbertujuan untuk merusak dinding sel bakteri. Setelah dinding sel bakteri rusak, maka ditambahkanlysis solution dan proteinase k untuk melisiskan sel dan protein yang masih tersisa secara enzimatis. Kemudian, dilakukan penambahan RNase A solution dengan tujuan untuk membersihkan DNA dari kontaminasi RNA.Penambahan etanol 50% dilakukan dengan tujuan untuk memurnikan DNA yang dihasilkan. Selanjutnya pemindahan sampel ke dalam kolom bertujuan untuk mempurifikasi DNA dengan penambahan wash buffer. Pemindahan kolom ke dalam microtube baru dengan penambahan elution buffer bertujuan untuk mengeluarkan DNA dari kolom agar dapat disimpan dalam microtube. Hasil isolat DNA bakteri dipisahkan dengan menggunakan elektroforesis gel agarose 1,5% dalam buffer TBE 1X. Hasilnya diwarnai dengan etidium bromida dan dilihat dengan UV illuminator.Etidium bromida digunakan sebagai pewarna pengikat DNA. Pewarna inilah yang akan berpendar ketika dilihat dengan UV illuminator sehingga fragmen DNA dapat terlihat. Hasil isolasi DNA genom bakteri NS-2 dapat dilihat pada gambar 2. kembali sebagai pewarna pengikat. Pewarna inilah yang akan berpendar ketika dilihat dengan UV illuminator sehingga fragmen gen 16s rRNA dapat terlihat. Ukuran fragmen gen 16s rRNA dapat diketahui dengan cara membandingkannya dengan fragmen DNA ladder. Hasil amplifikasi gen 16s rRNA isolat NS-2 dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Hasil amplifikasi fragmen gen 16s rRNA isolat NS-2 Gambar 2. Hasil isolasi DNA genom isolat NS-2 Amplifikasi gen 16s rRNA pada DNA genom bakteri NS-2 dilakukan dengan menggunakan primer 63f dan 1387r.Penggunaan primer ini dikarenakan primer ini terbukti dapat mengamplifikasi gen 16s rRNA secara luas pada bakteri.Banyak bakteri yang tidak dapat diamplifikasi dengan primer standard (27f-1392r) dapat diamplifikasi dengan primer ini (Marchesi, et al. 1998). Proses amplifikasi dimulai dengan o initial denaturation pada temperatur 95 C selama 5 menit yang bertujuan untuk mempersiapkan untai DNA yang akan didenaturasi. Denaturation pada temperatur o 95 C bertujuan untuk memisahkan untai o ganda DNA.Annealing pada temperatur 56 C dilakukan untuk memberi waktu pada primer untuk menempel pada daerah tertentu dari o target DNA. Extension pada temperatur 72 C dilakukandengan tujuan untuk memperpanjang primer (proses replikasi) sehingga didapatkan amplikon.Proses denaturation, annealing, dan extension dilakukan sebanyak 30 siklus dengan tujuan untuk melipatgandakan hasil amplikon yang dilakukan pada tiap siklus (Handoyo dan Rudiretna. 2000). Hasil amplikon dimurnikan dengan menggunakan elektroforesis gel agarose 1,5% dalam buffer TBE 1X. Hasilnya diwarnai dengan etidium bromida dan dilihat dengan UV illuminator.Etidium bromida digunakan Identifikasi gen 16s rRNA diawali dengan tahap sekuensing. Amplikon gen 16s rRNA disekuensing untuk memperlihatkan urutan basa nukleotidanya. Hasil analisis urutan basa adalah berupa elektroferogram yang berupa urutan basa A,T,G,C yang menyusun urutan basa gen sesuai dengan primer yang digunakan.Setelah urutan basa nukleotida dari gen 16s rRNA terlihat, maka dilakukan analisis dengan menggunakan program Bioedit. Sekuens forward dan reverse dari gen 16s rRNA dibuka dan disatukan dalam satu tab alignment. Kedua sekuens tersebut perlu disamakan orientasi sekuensnya dengan carareverse complement pada sekuens reverse-nya. Kemudian dilakukan alignment kedua sekuens tersebut. Kemudian sekuens forward dari hasil alignment kedua sekuens diambil untuk dibandingkan dengan data sekuens 16s rRNA yang ada di GenBank. Analisis ini dilakukan secara online menggunakan program nucleotide Blast.Program ini dapat diakses pada website http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/. Program nucleotide Blast secara otomatis akan memproses alignment data sekuens query dengan database GenBank. Hasil analisis dengan nucleotide Blast akan menampilkan visualisasi grafik penyejajaran sekuens, deskripsi setiap data sekuens yang sesuai dengan sekuens query, dan hasil alignment untuk setiap sekuens yang sesuai dengan database. Analisis hubungan filogenetik dari isolat bakteri NS-2 dilakukan dengan membandingkan gen 16s rRNA isolat NS-2 dengan gen 16s rRNA dari lima bakteri yang memiliki posisi alignment tertinggi pada hasil nucleotide Blast. Analisis dilakukan secara online menggunakan program ClustalW2 yang dapat diakses melalui http://www.ebi.ac.uk/. Program ini secara otomatis akan langsung melakukan alignment sekuens-sekuens yang telah dimasukkan. Dari hasil analisis alignments tersebut, maka dibuatkan pohon filogenetikanya dengan menggunakan program Treeview. Pohon filogenetika ditampilkan dalam bentuk cladogram sehingga dapat dilihat hubungan kekerabatannya. Isolat NS-2 berada pada satu cabang yang sama dengan Enterobacter sp. BL 14 yang menandakan ada kemiripan secara filogenetika diantara kedua bakteri tersebut. Hal ini memperkuat dugaan bahwa isolat bakteri NS-2 adalah benar-benar Enterobacter sp.Gambar pohon filogenetika dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4. Pohon filogenetik dalam bentuk Cladogram dari isolat NS-2 KESIMPULAN Hasil isolasi bakteri amilolitik dari umbi singkong berhasil memperoleh 5 isolat bakteri yang mampu menghasilkan enzim amilase. Isolat NS-2 merupakan isolat bakteri yang menghasilkan indeks amilolitik tertinggi yakni 0,59. Hasil pewarnaan Gram dari isolat NS-2 menyatakan bahwa isolat NS-2 merupakan bakteri Gram negatif.Hasil identifikasi secara molekuler dengan menggunakan analisis gen 16s rRNA menyatakan bahwa adanya hubungan kekerabatan antara isolat NS-2 dengan Enterobacter sp. DAFTAR PUSTAKA Bansode, S.D. 2010 Screening of Nutritional Components for α-Amylase Production in Submerged Fermentation by Bacteria Isolated from Soil Using Plackett-Burman Design. Dalam: International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Volume 2.Edisi 1.Hal. 93-98 de Souza, P.M. dan P.d.O. e Magalhaes. 2010. Application of Microbial α-Amylase in Industry - a Review. Dalam: Brazilian Journal of Microbiology. Volume 41.Hal. 850-861 Hadioetomo, R.S. 1993.Mikrobiologi Dasar dalam Praktek.Cetakan ketiga.PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal. 55-57, 67-68, 143 Handoyo, D. dan A. Rudiretna.2000. Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction. Dalam: Jurnal Unitas. Volume 9.No.1. Hal. 17-29 Herawati, H. 2011. Potensi Pengembangan Produk Pati Tahan Cerna sebagai Pangan Fungsional. Dalam: Jurnal Litbang Pertanian. Volume 30.Hal. 31-39 Janda, J.M. dan S.L. Abbott. 2007. 16s rRNA Gene Sequencing for Bacterial Identification in the Diagnostic Laboratory: Pluses, Perils, and Pitfalls. Dalam: Journal of Clinical Microbiology. Volume 45.Edisi 9.Hal. 2761-2764 Lay, B.W., 1994. Analisis mikroba di laboratorium.Diterjemahkan oleh Sugyo Hastowo.Cetakan pertama.PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal. 103-105 Marchesi, J.R., T. Sato., A.J. Weightman., T.A. Martin., J.C. Fry., S.J. Hiom dan W.G. Wade. 1998. Design and Evaluation of Useful Bacterium-Specific PCR Primers That Amplify Genes Coding for Bacterial 16s rRNA. Dalam: Applied and Environmental Microbiology. Volume 64.Edisi 2.Hal. 795-799 Petti, C.A., C.R. Polage dan P. Schreckenberger. 2005. The Role of 16s rRNA Gene Sequencing in Identification of Microorganisms Misidentified by Conventional Methods. Dalam: Journal of Clinical Microbiology. Volume 43.Edisi 12.Hal. 6123-6125 Prihatman, K. 2000. Ketela Pohon(Manihot utilissima Pohl.). Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BPPT. Jakarta. Hal. 2 Rikana, H. dan R. Adam.2009. Pembuatan Bioethanol dari Singkong secara Fermentasi Menggunakan Ragi Tape.Dalam: Jurnal Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang. Sivaramakrishnan, S., D. Gangadharan, K.M. Nampoothiri, C.R. Soccol dan A. Pandey. 2006. α-Amylases from Microbial SourcesAn Overview on Recent Developments. Dalam: Journal Food Technol, Biotechnol. Volume 44.Hal. 173-184 Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI., 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi revisi. Binarupa Aksara. Jakarta. Hal 14-15. Tresnawati, T., A.M. Fadhillah dan A. Widayani.2004. Isolasi Bakteri Amilolitik Toleran pH 9 dari Tanah di Taman Wisata Alam Situ-Gunung Sukabumi. Dalam: Jurnal PKMI Departemen Biologi IPB. Bogor. Yuwono, T. 2006.Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction.ANDI.Yogyakarta.Hal. 1, 143