15 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka

advertisement
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.
Kerangka Pemikiran Konseptual
Kerangka pemikiran konseptual berisi teori dan konsep kajian ilmu yang
digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain adalah efisiensi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin
pemasaran, dan integrasi pasar.
3.1.1. Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran menurut Kotler (2003) merupakan sekumpulan
organisasi yang saling terkait yang terlibat dalam proses menghasilkan produk
atau jasa untuk dikonsumsi atau digunakan. Menurut Levens (2010) saluran
pemasaran adalah jaringan dari semua pihak yang terlibat dalam mengalirkan
produk dari produsen kepada konsumen bisnis.
Saluran pemasaran menurut Soekartawi (2002), adalah aliran barang dari
produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran ini dapat terbentuk secara
sederhana bahkan rumit sekali tergantung pada komoditi yang dipasarkan,
lembaga pemasarannya, serta sistim pasarnya. Sistim pemasaran yang dimaksud,
baik pada pasar persaingan sempurna, monopoli, dan lainnya. Sistim pemasaran
monopoli cendrung mempunyai saluran pemasaran yang relatif sederhana
dibandingkan pasar lainnya. Adanya pergerakan pada komoditas pertanian dari
produsen ke konsumen memerlukan beberapa upaya dari lembaga pemasaran
untuk bagaimana menambah nilai guna dari komoditas pertanian tersebut yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Sudiyono, 2002).
Dengan
demikian, saluran pemasaran adalah serangkaian jaringan dari pelaku pasar dalam
mengalirkan produk dari produsen ke konsumen.
Lembaga pemasaran tersebut diatas dalam melakukan bisnisnya bertujuan
meningkatkan dan menciptakan nilai guna untuk memenuhi kebutuhan ataupun
meningkatkan kepuasan konsumen. Dalam proses penyampaian barang dan jasa
dari produsen kepada konsumen, diperlukan tindakan atau penanganan yang dapat
memperlancar proses tersebut yang disebut dengan fungsi pemasaran. Adapun
15
fungsi-fungsi pemasaran menurut Kohls dan Uhl (2002); Dahl dan Hammond
(1977); Schaffner et all (1998) dalam Asmarantaka (2012) terdiri dari :
1. Fungsi pertukaran (Exchange Function), merupakan aktivitas dalam
prpindahan hak milik barang/jasa, terdiri dari fungsi pembelian, penjualan,
dan pengumpulan.
2. Fungsi fisik (Physical Function), mrupakan aktivitas penanganan, pergerakan,
dan perubahan fisik dari produk/jasa dan turunannya. Fungsi ini terdiri dari
fungsi penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan pengemasan.
3. Fungsi fasilitas (Facilitating Function), merupakan fungsi yang memperlancar
fungi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi ini terdiri dari fungsi standarisasi,
fungsi keuangan/ pembiayaan, penanggungan resiko, intelijen pemasaran,
komunikasi, dan promosi (iklan).
3.1.2. Struktur Pasar
Struktur pasar menurut Sudiyono (2002) merupakan karakteristik pasar
yang menjelaskan jumlah dan besarnya penjual dan pembeli, keadaan produk
yang diperjual belikan, kemudahan keluar masuk pasar, dan pengetahuan terhadap
informasi harga. Struktur pasar menurut Limbong dan Sitorus (1987) juga dapat
di analisis dari nilai konsentrasi pasar.
Struktur pasar menurut Dahl dan Hammond (1977) yaitu sebagai suatu
dimensi yang menjelaskan sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan
maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan
menurut berbagai ukuran, deskripsi produk atau diferensiasi produk, dan syaratsyarat masuk pasar. Struktur pasar menurut Azzaino (1983) dalam Asmarantaka
2012 adalah suatu dimensi yang menjelaskan definisi industri dan perusahaan
mengenai jumlah yang ada dalam suatu pasar, distribusi perusahaan tersebut
dengan berbagai ukuran, diferensiai produk, dan syarat keluar masuk pasar.
Struktur pasar berdasarkan karakteristik jumlah penjual dan keadaan
komoditi yang diperjual belikan menurut Sudiyono (2002) dibedakan menjadi :
1) pasar persaingan sempurna (perfect competition) yaitu terdapat banyak penjual
dan produknya bersifat homogen terstandarisai sempurna; 2) pasar persaingan
monopolistik (monopolictic compotition) yaitu terdapat banyak penjual dan
16
produknya bersifat homogen terstandarisasi dengan berbeda corak; 3) pasar
monopoli (monopoly) yaitu terdapat satu penjual dengan produknya bersifat unik
atau tidak dapat didistribusikan oleh produk lainnya.
Pasar secara garis besarnya menurut Asmarantaka (2012); Sugiarto et al
(2007) dikelompokkan menjadi dua yaitu pasar persaingan sempurna (perfect
competition) dan pasar persaingan tidak sempurna (monopoli atau monopsoni).
Pasar persaingan monopolistik, oligopoly, dan duopoly merupakan struktur pasar
jenis lain yang berada di antara pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan
tidak sempurna. Dikatakan sebagai pasar bersaing sempurna jika suatu pasar
mampu memenuhi ciri-ciri antara lain yaitu penjual maupun pembeli jumlahnya
banyak, produk yang dipasarkan bersifat homogen, harga pasar tidak dapat
dipengaruhi dikarenakan penjual maupun pembeli hanya mampu menguasai
sebagian kecil dari produk yang dipasarkan (penjual dan pembeli sebagai price
taker), serta bebasnya penjual maupun pembeli keluar masuk pasar. Diantara
struktur pasar yang ada dalam paradigma SCP, maka struktur pasar yang efisien
adalah pasar persaingan sempurna (Asmarantaka, 2012).
Tabel 2 Lima Jenis Pasar pada Sistem Pangan dan Serat
Karakteristik Struktural
Jumlah
Perusahaan
Sifat Produk
Struktur Pasar
Sisi Penjual
Sisi Pembeli
Banyak
Standarisasi
Persaingan
Sempurna
Persaingan
Sempurna
Banyak
Diferensiasi
Monopolistic
Competition
Monopsonistic
Competition
Sedikit
Standarisasi
Oligopoli Murni
Oligopsoni Murni
Sedikit
Diferensiasi
Oligopoli
diferensiasi
Oligopsoni
diferensiasi
Satu
Unik
Monopoli
Monopsoni
Sumber : Dahl dan Hammond (1977)
Struktur pasar berdasarkan jumlah pembeli menurut Sudiyono (2002)
dibedakan menjadi : 1) pasar persaingan sempurna yaitu terdapat banyak pembeli
dan
produknya
bersifat
homogen
terstandarisasi;
2)
pasar
persaingan
17
oligopsonistik yaitu terdapat banyak pembeli dan produknya berbeda corak; 3)
pasar oligopsoni yaitu sedikit pembeli dan produknya berbeda corak; 4)
monopsoni yaitu terdapat satu pembeli dengan produknya bersifat unik.
Berdasarkan uraian diatas, struktur pasar persaingan sempurna dapat
dilihat melalui dua sisi yaitu dari sisi pembeli dan sisi penjual. Hal ini juga
dikemukakan oleh Dahl dan Hammond (1977) yang disajikan dalam Tabel 3
yaitu mengenai lima jenis struktur pasar pangan dan serat dengan berbagai
karakteristiknya. Dari sisi penjual terdiri dari pasar persaingan monopoli,
oligopoli, monopolistik, duopoli, dan sebagainya. Sedangkan dari sisi pembeli
terdiri dari pasar persaingan monopsoni, oligopsoni, dan sebagainya.
Tabel
3
Perbandingan Struktur Pasar Bersaing
Monopolistik, Oligopoli, dan Monopoli
Bersaing
Sempurna
Sempurna,
Persaingan
Kompetisi
Monopolistik
Oligopoli
Monopoli
Jumlah penjual Sangat
banyak
Banyak
Sedikit
Satu
Kesamaan
Produk
Homogenus,
identik
Berbeda,
beberapa
variasi
Sama atau
berbeda
Unik, tidak
memiliki
produk
substitusi
Kemudahan
Perusahaan
Baru Masuk
Mudah, tidak Relatif
ada
mudah
rintangan
Sulit, ada
rintangan yang
signifikan
Dibatasi
Kemampuan
Tidak dapat
Mempengaruhi
Harga
Sedikit, tetapi
dibatasi oleh
adanya
barang
substitusi
Mampu, tapi
Mampu,
tetap
kecuali ada
memperhitungkan regulasi
perilaku pesaing
Contoh
Toko
makanan
kecil,
restoran
Jaringan toko,
pengolahan
makanan,
pedagang grosir
Para petani,
future
market
BUMN
Sumber : Kohl dan Uhl (1990)
Kohl dan Uhl (1990) mengemukakan perbandingan struktur pasar bersaing
sempurna, persaingan monopolistik, oligopoli, dan monopoli yang secara rinci
18
dapat dilihat pada Tabel 3. Pasar persaingan monopoli yaitu pasar dengan penjual
tunggal, dan monopsoni yaitu pasar dengan pembeli tunggal. Pasar persaingan
oligopoli adalah pasar dengan beberapa penjual, dan oligopsoni adalah pasar
dengan beberapa pembeli. Sedangkan pasar persaingan monopolistik yaitu pasar
yang berada di antara pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan oligopoli.
Struktur pasar ini ditandai dengan banyaknya perusahaan dalam pasar, dan tidak
cukupnya kriteria untuk menjadi pasar bersaing sempurna, namun lebih dari
interdependen seperti dalam oligopoli. Masing-masing perusahaan mengusahakan
produk dan jasa yang sifatnya unik atau berbeda dari perusahaan laiannya.
Dengan kata lain bahwa masing-masing perusahaan bagaikan “monopoli kecil”
tetapi monopoli yang memiliki kekuatan yang kecil karena dari sisi konsumen
melihat pesaingnya memiliki barang substitusi yang hampir sama.
3.1.3. Perilaku pasar
Perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari lembaga pemasaran yang
menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan
kegiatan pembelian dan penjualan. Struktur pasar dan perilaku pasar akan
menentukan keragaan pasar
yang diukur
melalui peubah harga, biaya, dan
marjin pemasaran, serta jumlah komoditas yang diperdagangkan (Dahl dan
Hammond 1977).
Perilaku pasar menurut Asmarantaka (2012) merupakan perilaku pembeli
dan penjual, strategi atau reaksi yang dilakukan pembeli dan penjual secara
individu maupun kelompok dalam hubungan kompetitif atau negosiasi dengan
penjual dan pembeli lainnya untuk mencapai tujuan pemasaran suatu pasar.
Perilaku pasar dapat diketahui melalui pengamatan terhadap penjualan dan
pembelian yang dilakukan oleh tiap lembaga pemasaran, sistem penentuan harga
dan pembayaran, serta kerjasama antar berbagai lembaga pemasaran. Dengan
melihat perilaku pasar jagung, maka keragaan pasar jagung yang merupakan suatu
keadaan sebagai dampak dari struktur pasar dan perilaku pasar dalam menilai baik
tidaknya suatu sistim pemasaran (Dahl dan Hammond, 1977).
Asmarantaka (2009) mengemukakan tiga cara dalam mengenal perilaku
pasar yaitu :
19
1. Penentuan harga dan setting level of output; yaitu menetapkan harga dimana
harga tersebut tidak berpengaruh pada perusahaan lain dan dilakukan secara
bersama-sama penjual atau berdasarkan price leadership (pemimpin harga).
2. Product promotion policy; yaitu dilakukan melalui pameran dan iklan atas
nama perusahaan.
3. Predatory and Exclusivenary tactics; yaitu dengan cara menetapkan harga di
bawah biaya marjinal sehingga perusahaan lain tidak dapat bersaing secara
sehat. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan pesaing keluar dari pasar.
Berdasarkan ke tiga cara tersebut di atas, maka yang umum dilakukan
dalam mengenal prilaku pasar adalah penentuan harga yang dilakukan oleh price
leadership. Cara salanjutnya adalah product promotion yang dilakukan melalui
beberapa pameran produk, dan cara terakhir adalah penetapan harga di bawah
biaya marjinal untuk menyingkirkan pesaing usaha. Hal ini dikarenakan, produk
yang dihasilkan terutama komoditi pertanian dengan sifatnya yang mudah rusak
serta membutuhkan penjualan yang cepat.
3.1.4. Marjin Pemasaran
Pemasaran merupakan sebuah sistim yang meliputi seluruh aliran produk
dan jasa yang ada, mulai dari tingkat produksi pertanian hingga produk dan jasa
teersebut sampai di tingkat konsumen (Kohls dan Uhls, 2002). Pemasaran produk
agribisnis menurut Purcell (1979) dalam Asmarantaka (2012) yaitu semua
aktivitas bisnis atau fungsi pemasaran yang terjadi dalam komoditi pertanian atau
produk agribisnis setelah produk tersebut lepas dari petani produsen hingga ke
konsumen akhir. Aktivitas bisnis melibatkan lembaga pemasaran untuk
melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran antara lain yaitu fungsi pertukaran, fungsi
fisik dan fungsi fasilitas guna meningkatkan atau menciptakan nilai guna bentuk
(Hammond dan Dahl, 1977).
Menurut Tomek dan Robinson (1977), marjin pemasaran adalah perbedaan
harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen.
Marjin pemasaran yaitu perbedaan harga di berbagai tingkat lembaga pemasaran
dalam menjembatani gap antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat
pengecer (retailer) (Sudiyono, 2002; Asmarantaka, 2009). Marjin pemasaran
20
menurut Waite dan Trelogan (1951) dalam Sudiyono (2002) merupakan biaya dari
jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari
pemasaran. Dengan demikian, tinggi biaya pemasaran, dapat menyebabkan
tingginya marjin pemasaran
Kegiatan pemasaran produk dalam hal ini produk pertanian yaitu jagung,
dalam pendistribusiannya hingga ke konsumen melibatkan lembaga pemasaran.
Kegiatan yang dilakukan pada setiap lembaga pemasaran akan menyebabkan
perbedaan terhadap harga jual, dimana semakin banyak lembaga pemasaran yang
terlibat maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut dari
produsen hingga konsumen.
Marjin pemasaran suatu komoditi per unit pada kurva marjin pemasaran
(Gambar 3), ditunjukkan oleh (Pr - Pf), dimana Pr merupakan harga di tingkat
konsumen dan Pf merupakan harga di tingkat petani. Marjin pemasaran hanya
diperoleh dari perbedaan harga, tidak berkaitan langsung dengan quantiti produk
yang dipasarkan. Apabila produk mengalami proses pengolahan, quantity di
petani dan konsumen harus setara (equivalent). Pengertian ini menurut
Asmarantaka (2012) merupakan pengertian yang sifatnya statis, karena hanya
menganalisis biaya-biaya dari petani dan konsumen. Namun bila marjin dikalikan
dengan jumlah komoditas yang ditawarkan maka hasilnya disebut Nilai Marjin
Pemasaran atau Value Marketing Marginal (VMM). Besarnya nilai marjin
pemasaran dinyatakan dalam (Pr - Pf)*Qr.f. Marjin pemasaran menunjukkan
perbedaan harga yang terjadi di pasar. Sehingga jumlah produk di tingkat petani
sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer atau Qr=Qf=Qrf.
21
Gambar 3 Kurva Marjin Pemasaran
Sumber : Dahl dan Hammond 1977. Hal : 140
Nilai marjin pemasaran yang merupakan sekumpulan jasa-jasa pemasaran
sebagai akibat adanya aktivitas produktif atau konsep nilai tambah (value added).
Sehingga semua proses bisnis dari aliran pemasaran mulai dari petani produsen
primer sampai pada konsumen menurut Tomek dan Robinson (1990); Hammond
dan Dahl (1977); Kohl dan Uhls (2002) dalam Asmarantaka (2012) mengandung
pengertian dari konsep derived supply dan derived demand. Permintaan di tingkat
petani atau derived demand (Df) merupakan permintaan turunan yaitu permintaan
dari lembaga pemasaran karena adanya primary demand (Dr) dari konsumen
akhir. Primary demand (Dr) yaitu respon permintaan dari konsumen akhir.
Sedangkan penawaran di tingkat konsumen akhir atau derived supplay (Sf)
merupakan penawaran turunan yaitu penawaran di tingkat pedagang atau pabrik
pengolahan maupun pemasaran di tingkat pedagang eceran (retail). Adanya
keterlibatan lembaga-lembaga pemasaran yang menjalankan semua proses bisnis
dan fungsi-fungsi pemasaran, sehingga besarnya marjin pemasaran dinyatakan
dalam MT = Pr – Pf = biaya pemasaran + keuntungan lembaga pemasaran.
Pendekatan ini disebut pendekatan dinamis, dikarenakan malakukan analisis pada
fungsi pemasaran, biaya pemasaran, kelembagaan yang terlibat serta seluru sistim
22
yang berlangsung mulai dari petani (primary supply) sampai kepada konsumen
akhir (primary demand).
Besar kecilnya marjin pemasaran sering dipergunakan sebagai kriteria
untuk menilai apakah pasar sudah efisien atau belum. Apabila marjin pemasaran
yang terjadi cukup tinggi, maka perlu memperhatikan beberapa hal yaitu : (1)
Adanya penggunaan teknologi baru yang menyebabkan tingginya biaya produksi,
(2) Adanya spesialisasi produksi yang menyebabkan bertambah tingginya biaya
pengangkutan dan akibatnya margin pemasaran bertambah besar, (3) Adanya
peningkatan kegunaan waktu dalam produk pertanian yang mengakibatkan adanya
tambahan biaya untuk penyimpanan dan pengolahan, (4) Adanya kecenderungan
konsumen, untuk mengkonsumsi barang dalam bentuk siap saji, sehingga
mengakibatkan margin pemasaran bertambah besar, (5) Adanya kenaikan upah
pekerja terutama dalam perdagangan eceran, dapat juga meningkatkan nilai
margin pemasaran. Berdasarkan uraian tersebut maka tingginya marjin pemasaran
dapat dipengaruhi oleh biaya pemasaran yang meliputi keseluruhan biaya
produksi serta jenis produk yang dipasarkan. Namun tidak selamanya marjin
pemasaran yang kecil adalah lebih efisien daripada marjin pemasaran yang besar.
Hal ini dikarenakan indikator efisien sistim pemasaran selain marjin pemasaran
antara lain adalah kepuasan dari konsumen, produsen, dan lembaga pemasaran.
Dengan demikian marjin pemasaran dapat diukur secara absolut dan persentase
dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir.
3.1.5. Efisiensi Pemasaran
Efisiensi pemasaran menurut Shepherd (1962), merupakan suatu bentuk
dari nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan. Indikator
yang biasanya digunakan untuk menentukan efisiensi pemasaran menurut
Sudiyono (2002) adalah marjin pemasaran, harga di tingkat konsumen,
tersedianya fasilitas fisik pemasaran serta intensitas persaingan pasar.
Efisiennya suatu pemasaran menurut Raju dan Open (1982), Kohls dan
Uhl (2002) dalam Asmarantaka (2009) akan dapat tercipta jika pihak-pihak yang
terlibat baik produsen, lembaga-lembaga pemasaran maupun konsumen
memperoleh suatu kepuasan. Semakin besarnya biaya pemasaran yang
23
dikeluarkan bila dibandingkan dengan nilai dari produk yang dijual menurut
Shepherd (1962) akan menyebabkan pasar menjadi tidak efisien. Dengan kata
lain, semakin besar biaya pemasaran yang dikeluarkan maka marjin pemasarannya
akan semakin besar dan menyebabkan tidak efisiennya sistim pemasaran jagung
yang berlangsung.
Kohl and Uhl (1990)
mengelompokkan efisiensi pemasaran produk
agribisnis dalam dua bagian yaitu :
1. Efisiensi operasional, yaitu kondisi dimana perubahan dalam nisbah efisiensi
pemasaran sebagai akibat perubahan biaya penyelenggaraan fungsi-fungsi
pemasaran (pembelian, penjualan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan,
pembiayaan, standarisasi, tanggungan resiko, informasi pasar dan harga) tanpa
mempengaruhi sisi output. Artinya efisiensi operasional diukur dari biaya
pemasaran dan marjin pemasaran, dimana biaya dan marjin pemasaran yang
rendah lebih efisien tanpa mengurangi kepuasan konsumen.
2. Efisiensi harga, yaitu efisiensi yang menekankan pada kemampuan dari
sistiem
pasar
dalam
melakukan
efisiensi
alokasi
sumberdaya
dan
memaksimumkan output. Efisiensi harga diukur melalui korelasi harga yang
terjadi untuk komoditas yang sama pada berbagai tingkat pasar. Dalam hal ini
korelasi harga diperoleh dari integrasi pasar. Integrasi pasar dapat menjelaskan
seberapa jauh harga suatu komoditas mampu terbentuk pada suatu tingkat
lembaga pemasaran yang dipengaruhi oleh harga pada tingkat lembaga
pemasaran lainnya.
Integrai pasar atau keterpaduan pasar menurut Asmarantaka (2009)
merupakan suatu indikator dari efisiensi pemasaran, khususnya efisiensi harga.
Efisiensi harga merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh
perubahan harga yang terjadi pada pasar acuannya (Pr) akan menyebabkan terjadi
perubahan pada pasar pengikutnya (Pf).
Adanya keterpaduan diantara beberapa pasar yang memiliki korelasi
terhadap harga menurut Harris (1979) diindikasikan sebagai integrasi pasar.
Keterpaduan pasar menurut Asmarantaka (2009) akan dapat terjadi jika terdapat
informasi pasar yang akurat dan disalurkan dengan cepat ke pasar lainnya.
Partisipan yang terlibat diantara pasar (pasar acuan dan pasar pengikut) memiliki
24
informasi yang lengkap dan rasional untuk digunakan dalam pengambilan
keputusan perencanaan maupun kegiatan pemasaran selanjutnya. Dengan
demikian, jika terjadi perubahan harga pada salah satu pasar maka akan
menyebabkan perubahan pada pasar pengikutnya.
Anilisis integrasi pasar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu integrasi
horizontal dan vertikal (Asmarantaka, 2009; Sudiyono, 2002). Integrasi horizontal
termasuk integrasi pasar spasial, temporal, dan harga silang. Integrasi ini
digunakan untuk melihat keterkaitan harga antar pasar yang terpisah secara
geografis atau wilayah. Sedangkan integrasi vertikal digunakan untuk melihat
keterkaitan hubungan suatu lembaga pemasaran dengan lembaga pemasaran
lainnya dalam satu rantai pemasaran. integrasi ini terjadi antara pasar produsen
dengan pasar konsumen.
Model keterpaduan pasar menurut Ravallion (1986) dapat digunakan
untuk mengukur bagaimana harga pasar produksi mampu dipengaruhi oleh harga
pasar konsumsi. Untuk mengukur pengaruh pada harga suatu pasar oleh harga
pada pasar lain akan diterapkan model dari Ravallion (1986) yang selanjutnya
dikembangkan oleh Heytens (1986). Model dimulai dengan membangun lag
bersebaran autoregresi (Autoregresive Distributed Lag) yaitu :
(Pit – Pit-1) = (αi-1)(Pit-1 – Pt-1) + βi0(Pt – Pt-1) + (αi + βi0 + βit – 1)Pt-1 + αiXt + µit … (1)
Dimana :
Pit
= Harga jagung pada pasar lokal ke-i pada waktu t
Pit -1 = Harga jagung pada pasar lokal ke-i pada waktu t-1
Pt
= Harga jagung pada pasar acuan ke-i pada waktu t
Pt-1
= Harga jagung pada pasar acuan ke-i pada waktu t-1
X
= Faktor musim atau faktor peubah lain
Persamaan (1) menyatakan bahwa perubahan harga di suatu tempat adalah
fungsi dari perubahan dalam selisih harga dengan pasar acuan waktu sebelumnya,
perubahan harga pasar acuan pada waktu yang sama, dan ciri-ciri pasar setempat.
Persamaan (1) dapat disusun kembali dengan menjelaskan parameter tersebut
dengan baik. Misalkan koefisien pada persamaan (1) dilambangkan sebagai
berikut :
25
αi-1 = b1 ;
αi + βi0 + βit – 1
βi0
αi
=
b2 ;
= b3
= b4
Sehingga persamaan (1) dapat ditulis sebagai berikut :
(Pit – Pit-1) = b1(Pit-1 – Pt-1) + b2(Pt – Pt-1) + b3Pt-1 + b4Xt + µit ….. (2)
Model selanjutnya disederhanakan lagi berdasarkan metode OLS (Ordinary Least
Square) seperti :
Pit = (1 + b1)Pit-1 + b2(Pt – Pt-1) + (b3 - b1)Pt-1 + b4Xt ….. (3)
Jika di asumsikan bahwa deret waktu di pasar ke-i dan pasar acuan
tersebut mempunyai pola musim yang sama sehingga tidak perlu memasukkan
dummy untuk musim setempat. Secara umum persamaan diatas menunjukkan
bagaimana harga di suatu pasar acuan (Pt) mempengaruhi pembentukan harga di
pasar lain (Pi), dengan mempertimbangkan pengaruh harga pada waktu yang lalu
(t-1) dengan harga pada saat ini (t).
Berdasarkan persamaan (3) dapat diketahui bahwa koefisien b2 mengukur
bagaimana perubahan harga di tingkat pasar acuan diteruskan kepada harga di
pasar ke-i. Keseimbangan jangka pendek dicapai jika koefisien b2 = 1 dan b1 = -1,
maka perubahan harga yang terjadi bersifat netral dalam proporsional persentase.
Pasar acuan berada pada keseimbangan jangka panjang jika Pt – Pt-1 = 0, dan ke
dua pasar berada pada keseimbangan jangka panjang atau terintegrasi dalam
jangka panjang jika (1+b1) sama dengan (b3 - b1).
Kedua bentuk harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk mengetahui
indeks keterpaduan pasar (IMC = Indeks of Market Conection). IMC merupakan
rasio dari kedua bentuk harga tersebut, yaitu bentuk harga pasar ke-i terhadap
bentuk harga pasar acuan pada masa lalu.
Model persamaan secara matematis
dapat ditulis seperti persamaan berikut :
IMC =
(1 + b1)
(b3 - b1)
…………………………………….(4)
Integrasi jangka pendek terjadi bila b1 = -1 dan IMC = 0. Jika pasar
terpisah atau pasar tidak terpadu dalam jangka pendek, b1 dan b3 adalah sama
(b1 = b3) dan IMC bernilai tak hingga. Dalam kondisi normal, indeks bernilai
positif dan nilai b1 antara 0 dan -1. IMC yang mendekati 0, menunjukkan
26
integrasi pasar yang tinggi, sedangkan IMC < 1 menurut Timer dalam Heytens
(1986) juga mencerminkan integrasi yang tinggi dalam jangka pendek. Sedangkan
untuk melihat keterpaduan jangka panjang, digunakan koefisien b2. Semakin
mendekati satu pada nilai koefisien b2, maka derajat keterpaduan pasarnya
semakin tinggi. Dua pasar dikatakan terintegrasi secara sempurna dalam jangka
panjang apabila nilai koefisien korelasinya sama dengan satu.
3.1.6. Strategi Pemasaran
Keterpaduan pasar yang terjadi pada pasar lokal dan pasar acuan, serta
tercapainya kepuasan pada konsumen dan produsen terhadap produk yang
dihasilkan dapat berubah sesuai keadaan pasar. Jika dalam pemasaran terdapat
kelembagaan yang kurang berfungsi maka pemasaran yang efisien tidak dapat
tercapai. Hal ini mengindikasikan adanya permasalahan dalam kelembagaan
pemasaran. Oleh karenanya diperlukan strategi pemasaran, untuk mewujudkan
tujuan usaha.
Strategi pemasaran menurut Assauri (1999) yaitu serangkaian tujuan,
sasaran, kebijakan, dan aturan yang memberikan arah kepada usaha-usaha
pemasaran oleh perusahaan, serta alokasi sebagai tanggapan perusahaan dalam
menghadapi lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah. Strategi
pemasaran yang dimaksud mengacu pada pernyataan Porter (1994) yaitu dalam
kondisi banyaknya perusahaan pesaing yang bermunculan di pasar domestik
maupun ekspor, maka suatu perusahaan perlu kiranya memiliki keunggulan
bersaing yang merupakan dasar dalam penetapan strategi pemasaran.
Strategi pemasaran menurut Asmarantaka (2012) merupakan upaya dalam
memadukan semua kegiatan dan sumberdaya yang dimiliki perusahaan untuk
memenuhi keinginan pelanggan, sehingga perusahaan akan memperoleh
keuntungan (laba). Artinya untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan oleh
perusahaan, maka
perusahaan perlu menetapkan strategi yang memanfaatkan
sumberdaya yang dimiliki perusahaan dan memaksimalkan kinerja sistim
pemasarannya. Adapun strategi pemasaran yang digunakan salah satunya adalah
bauran pemasaran (marketing mix) yang menurut Kotler (1997) adalah gabungan
dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan serta dipergunakan oleh
27
perusahaan untuk mengejar tingkat penjualan yang diinginkan dalam pasar
sasaran. Bauran pemasaran mengacu pada 4 (empat) faktor yang disebut the four
Ps (4‘Ps) yang meliputi produk (product), harga (price), tempat (place), dan
promosi (promotion) (Kotler 2008,).
a. Produk (product)
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar baik itu
konsumen perorangan/ rumah tangga maupun konumen bisnis (Hasan, 2009).
Produk yang ditawarkan pada konsumen dimaksudkan untuk memuaskan suatu
keinginan atau kebutuhan konsumen termasuk diantaranya barang fisik, jasa,
tempat, organisasi, informasi dan ide (Kotler dan Keller, 2009)
Bauran produk merupakan kombinasi dari berbagai produk yang dapat
dihasilkan oleh perusahaan untuk memperoleh keuntngan. Penetapan bauran
produk berdasarkan karakteristik khusus produk, macam atau jenis produk, ukuran
produk, mutu/ kualitas produk, pembungkus (kemasan), pelayanan, serta desain
(model) dan garansi (Asmarantaka, 2012).
Produk menurut Kotler dan Keller (2009) diklasifikasikan oleh perusahaan
menjadi empat tipe yang menghasilkan berbagai margin kotor tergantung volume
dan promosi. Ke empat klasifikasi tersebut adalah : 1) produk inti yaitu
menghasilkan volume penjualan tinggi dan dipromosikan besar-besaran dengan
marjin rendah karena produk dipandang sebagai komoditas yang tidak
terdiferensiasi; 2) produk dasar yaitu menghasilkan volume penjualan rendah dan
tanpa promosi serta menghasilkan marjin yang tinggi; 3) produk khusus yaitu
menghasilkan volume penjualan rendah tetapi dipromosikan besar-besaran; dan 4)
produk sehari-hari yaitu dijual dengan volume yang tinggi tetapi kurang mendapat
promosi serta menghasilkan marjin yang tinggi.
b. Harga (price)
Harga merupakan elemen alat bauran pemasaran yang digunakan
perusahaan untuk mencapai sasaran pemasaran. Harga produk merupakan atribut
produk yang akan menentukan jumlah permintaan konsumen selain kualitas, rasa,
dan lainnya. Sehingga jika konsumen percaya terhadap suatu produk adalah
kualitas tinggi maka preferensi konsumen pada produk akan tinggi.
28
Secara umum penetapan harga bertujuan untuk mencari laba agar
perusahaan dapat beerjalan. Namun dalam kondisi persaingan yang semakin
keetat, tujuan mencari laba secara maksimal akan sulit diperoleh sehingga
ditetapkan tujuan lain yang berorientasi pada beberapa harapan perusahaan.
Tujuan penetapan harga menurut Tjiptono (2008); Hasan (2009) adalah : 1) tujuan
berorientasi
pada
laba
yaitu
keinginan
perusahaan
untuk
memperoleh
maksimalisasi laba yang ternyata sulit dicapai dalam era persaingan bebas
dikarenakan sulitnya perusahaan untuk mengetahui secara pasti tingkat harga yang
dapat menghasilkan laba maksimum; 2) tujuan berorientasi pada volume yaitu
harga ditetapkan sedemikian rupa untuk mencapai target volume penjualan,
biasanya diterapkan pada perusahaan transportasi; 3) tujuan berorientasi pada citra
yaitu perusahaan dalam hal ini dapat menetapkan harga tinggi untuk
mempertahankan citra prestisius; dan 4) tujuan stabilissasi harga yaitu pada
kondisi pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, dimana jika
perusahaan menurunkan harga maka pesaingnya juga akan ikut untuk menurunkan
harga.
Beberapa cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam penetapan harga
menurut Downey dan Erickson (1992) dalam Asmarantaka
(2012) yaitu
berdasarkan biaya atau penetapan harga lebih besar dari biaya, berdasarkan ROI
(Return On Investment), penetapan harga bersaing, potongan harga, dan penetapan
harga merugi.
c. Promosi (promotion)
Promosi
merupakan
proses
mengkomunikasikan
variabel
bauran
pemasaran (marketing mix) yang penting untuk dilaksanakan oleh perusahaan
dalam memasarkan produk atau jasa (Hasan, 2009). Hal ini berkaitan dengan
kesediaan konsumen untuk membeli produk dan jasa atas dasar kepuasan
konsumen yang merupakan umpan balik dari promosi perusahaan.
Promosi
menurut Asmarantaka (2012) merupakan aktivitas dari perusahaan untuk tujuan
menginformasikan, membujuk, mempengaruhi konsumen untuk membeli produk
yang dihasilkan perusahaan. Kegiatan promosi produk dilakukan melalui media
29
(televisi, majalah, surat kabar/media cetak), dan promosi dari mulut ke mulut
(word of mounth).
d. Tempat (place)
Tempat atau distribusi menunjukkan berbagai lokasi atau upaya yang
dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk menjual produk yang diinginkan
konsumen sesuai tempat, lokasi, maupun waktu (Asmarantaka, 2012).
Berdasarkan hal tersebut, yang termasuk jenis bauran tempat adalah lembaga
pemasaran yang digunakan untuk menyalurkan produk yang meliputi alat
transportasi, cakupan wilayah, inventaris dan waktu untuk mendistribusikan
produk.
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional
Adanya permintaan jagung untuk memenuhi kebutuhan akan makanan dan
industri pakan yang terus meningkat, sehingga akan berpengaruh pada
perkembangan harga jagung di pasar. Adanya tingkat ketersediaan jagung dan
sistim pendistribusian jagung di pasar, dapat mengakibatkan adanya fluktuasi
harga dan jumlah pasokan jagung di pasar. Fluktuasi harga yang terjadi, akan
berpengaruh pada keputusan dan kemampuan dari lembaga pemasaran jagung
yang terlibat dalam merespon adanya perubahan harga. Harga jagung pada tahun
2010 pada tingkat petani sebesar Rp 900 – Rp 1.500 per kilogram pipil kering,
sedangkan di tingkat pengecer sebesar Rp 2.000 – Rp 2.500 per kilogram pipil
kering (Diperta NTB, 2011). Dengan kata lain, terdapat harga jagung di tingkat
petani sebesar 50 persen dari harga di tingkat pedagang pengecer di NTB, yang
berarti biaya pemasaran yang dikeluarkan hingga pedagang pengecer yaitu sebesar
50 persen.
Produk pertanian dalam hal ini adalah jagung, pada dasarnya tidak terlepas
dari aspek pemasaran hasil. Dimana, jagung terutama untuk memenuhi kebutuhan
pangan
dan
industri
pakan
memerlukan
proses
dan
waktu
dalam
pendistribusiannya hingga ke konsumen. Proses distribusi jagung dari produsen ke
konsumen selalu melibatkan beberapa lembaga pemasaran mulai dari produsen
(petani), pedagang perantara seperti pedagang pengumpul di tingkat desa,
30
pengumpul kecamatan/ kabupaten, pedagang pengompul provinsi hingga ke
konsumen. Dikarenakan ada jarak antara produsen dan konsumen, maka fungsi
lembaga pemasaran sangat berperan untuk menyalurkan jagung tersebut dari
produsen sampai ke konsumen. Sehingga dengan semakin banyaknya lembaga
pemasaran jagung yang terlibat, maka akan membuat rantai pemasaran jagung
akan semakin panjang dan pada akhirnya marjin pemasaran yang terbentuk akan
semakin tinggi.
Saluran pemasaran yang digunakan dalam menyalurkan produk dari
produsen ke konsumen akan menentukan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh
lembaga pemasaran. Dengan kata lain, adanya proses kegiatan produksi menjadi
jagung kering pipil dalam sistim pemasaran pastinya membutuhkan biaya. Namun
apakah biaya yang dikeluarkan dalam proses kegiatan produksi dapat merespon
sistim pemasaran yang berlangsung adalah efisin.
Efisiensi sistim pemasaran dalam penelitian ini dapat dikaji melalui
efisiensi teknis (biaya pemasaran, marjin pemasaran, dan farmer share), dan
efisiensi harga (integrasi pasar). Efisiensi pemasaran menurut Sudiyono (2002)
dapat dilakukan dengan pendekatan SCP (Structure, Conduct, Performance).
Dalam pemasaran ini, sistim pengambilan keputusan oleh lembaga pemasaran
diukur melalui jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk, hambatan masuk
pasar, dan konsentrasi pasar. Struktur pasar yang terbentuk akan berpengaruh
pada perilaku pasar yaitu teradap penjualan dan pembelian oleh lembaga
pemasaran, penentuan dan pembentukan harga, serta kerjasama antar lembaga
pemasaran. Interaksi antara struktur dan perilaku pasar tersebut pada akhirnya
akan menentukan kinerja pasar. Indikator yang digunakan adalah marjin
pemasaran, farmer share, dan integrasi pasar.
Interaksi antara struktur dan
perilaku pasar tersebut pada akhirnya akan menentukan kinerja pasar. Indikator
yang digunakan adalah marjin pemasaran, farmer share, dan integrasi pasar.
Penentuan dan pembentukan harga yang terjadi berkaitan dengan perilaku
pasar yang dipengaruhi oleh bagaimana struktur pasar jagung yang terbentuk di
Provinsi NTB. Perubahan harga pada masing-masing lembaga pemasaran yang
terbentuk tersebut pada akhirnya akan menentukan kinerja pasar jagung di NTB.
Selain itu, adanya penerapan suatu strategi dalam pemasaran yang melihat
31
kebutuhan pasar dari sisi bauran pemasaran dapat berpengaruh pada penentuan
dan pembentukan harga jagung. Namun, seberapa besar bauran pemasaran
tersebut dapat merespon pemasaran jagung yang efisien, akan diketahui melalui
analisis strategi pasar.
Sistim pemasaran dapat dapat pula ditentukan dari strategi pemasaran yang
digunakan oleh lembaga pemasaran. Identifikasi strategi pemasaran jagung
dilakukan pada lembaga pemasaran jagung yang dominan di propinsis NTB yaitu
dengan melihat bauran kegiatan pemasaran meliputi produk, harga, tempat dan
promosi. Strategi pemasaran ini dapat dijadikan sebagai salah satu implikasi
kebijakan dalam pengembangan bisnis jagung selanjutnya.
32
Ket : Alur pikir Saling pengaruhi Gambar 4 Kerangka Operasional
33
Halaman ini sengaja di kosongkan
34
Download