pengaruh model pembelajaran auditory, intellectually, repetition

advertisement
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY,
INTELLECTUALLY, REPETITION (AIR) TERHADAP KEMAMPUAN
PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPS SMA
XAVERIUS LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2016/2017
ARTIKEL ILMIAH
Oleh:
INTIANA HIJRAH YUMANIP
NPM 4012029
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU
2016
2
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY,
INTELLECTUALLY, REPETITION (AIR) TERHADAP KEMAMPUAN
PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPS SMA
XAVERIUS LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Oleh
Intiana Hijrah Yumanip 1
Sukasno 2 dan Drajat Friansah 3
Email: [email protected]
ABSTRACT
The title of this research “The Impact of Auditory, Intellectually, Repetition (AIR)
Learning Model to The Ability of Mathematical Conceptual Understanding for
student on XI Society Class at Senior High School Xaverius Lubuklinggau on
Period 206/2017”. Formulation of the problems in this research: 1) Is there the
impact of auditory, intellectually, repetition (AIR) learning model to the ability of
mathematical conceptual understanding for student on XI Society Class at Senior
High School Xaverius Lubuklinggau on period 206/2017?”; 2) How is the
category of mathematical conceptual understanding for student on XI Societ
Class at Senior High School Xaverius Lubuklinggau on period 206/2017after
given a treatment by auditory, intellectually, repetition (AIR) learning model?”.
The research aims to; 1) Know the impact of auditory, intellectually, repetition
(AIR) learning model to the ability of mathematical conceptual understanding for
student on XI Society at Senior High School Xaverius Lubuklinggau on period
206/2017; 2) Describe the category of mathematical conceptual understanding
for student on XI Society at Senior High School Xaverius Lubuklinggau on period
206/2017after given a treatment by auditory, intellectually, repetition (AIR)
learning model. The research method which was used true experimental design
whose population were all of the student XI Society class at Senior High School
Xaverius Lubuklinggau. Sampel was taken by randomly. XI IPS 1 was a
experimen class which was given a treatment by AIR and XI IPS 2 was a control
class which was given conventional learning.The data were collected through test.
Based on the result of the research and analysis of the data, the average score
mathematical conceptual understanding for experimen class was 33,43 with “
Excellent” category and control class 16,14 with “Enugh” category. From this
result of t-test was found
= 12,31 dan
(significant level = 5%)
=1,684. It can show
>
. So this research can be coclused that there is
a significant impact of auditory, intellectually, repetition (AIR) learning model to
the ability of mathematic conceptual understanding for student on XI Society
Class at Senior High School Xaverius Lubuklinggau on period 206/2017.
Key Words: Impact, (AIR) Learning Model, Mathematical Conceptual
Understanding
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
3
PENDAHULUAN
Pembelajaran matematika di sekolah dijelaskan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional RI No 22 Tahun 2006 agar siswa memiliki kemampuan
sebagai berikut: a) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat dalam pemecahan masalah; b) menggunakan penalaran pada pola dan
sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; c) memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; d)
mengomunisasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah; e) memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan
minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Sejalan dengan hal di atas Lerner (dalam Abdurrahman, 2012: 204)
mengemukakan bahwa kurikulum bidang studi matematika hendaknya mencakup
tiga elemen yaitu : 1) konsep, 2) keterampilan dan 3) pemecahan masalah. Jika
dicermati, salah satu tujuan tersebut menekankan pada kemampuan pemahaman
konsep matematika. Hal ini cukup beralasan mengingat jika pemahaman konsep
matematika tidak sesuai dengan yang semestinya hal ini akan berpengaruh kepada
aplikasi dan pemecahan masalah matematika atau pun aplikasi dan pemecahan
ilmu lainnya.
Berdasarkan hasil wawancara kepada salah satu guru mata pelajaran
matematika kelas XI IPS di SMA Xaverius Lubuklinggau, siswa kurang
menyukai materi pada pelajaran matematika yang memiliki banyak rumus dalam
setiap pembahasannya. Selama ini siswa cenderung hanya menghafal rumusrumus yang ada dengan ingatan jangka pendek yang menyebabkan pembelajaran
menjadi kurang bermakna sehingga kurang mampu membangkitkan keaktifan
siswa dalam belajar. Melalui data hasil ulangan harian siswa kelas XI IPS untuk
pelajaran matematika guru harus mengadakan remidial secara klasikal karena 80%
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
4
siswa memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang
ditetapkan sekolah yaitu 75.
Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti melalu hasil tes soal pemahaman
konsep matematika dengan memberikan 4 soal kepada siswa-siswa kelas XI IPS
SMA Xaverius Lubuklinggau, dari 24 siswa hanya 5 siswa yang mampu
menyelesaikan 1 soal dari 4 soal yang diberikan oleh peneliti secara tepat,
sedangkan untuk 3 soal lainnnya tidak terdapat siswa yang menjawab secara tepat
untuk memenuhi indikator pemahaman konsep yang diinginkan, dilihat dari
indikator pemahaman konsep matematika masih banyak siswa merasa bingung
sehingga keliru dalam menyelesaikan soal padahal sebelumnya guru telah
memberikan penjelasan tentang materi tersebut. Kenyataan ini mengisyaratkan
bahwa siswa masih sulit untuk menyelesaikan soal karena kurang paham terhadap
konsep materi yang diberikan.
Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti memilih model pembelajaran
Auditory, Intellectually, Repetition (AIR), teori belajar yang mendukung model
pembelajaran AIR adalah aliran psikologi pendidikan yang melandasi model
pembelajaran berdasarkan paham konstruktivisme. Menurut teori belajar
konstruktivisme satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan
adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa.
Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat
memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan siswa
untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa
untuk menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk
belajar (Trianto, 2007: 13).
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan maka yang menjadi
rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: 1) Apakah Terdapat pengaruh model
pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) terhadap kemampuan
pemahaman konsep matematika siswa kelas XI IPS SMA Xaverius Lubuklinggau
tahun pelajaran 2016/2017?; 2) Bagaimana kriteria kemampuan pemahaman
konsep matematika siswa kelas XI IPS SMA Xaverius Lubuklinggau tahun
pelajaran 2016/2017 setelah diberi perlakuan model pembelajaran Auditory,
Intellectually, Repetition (AIR)?.
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
5
LANDASAN TEORI
Berikut ini adalah beberapa deskripsi teori yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
1. Pemahaman Konsep Matematika
Menurut Kilpatrick, dkk (dalam Afrillianto, 2012:196) pemahaman
konsep (conceptual understanding) adalah kemampuan dalam memahami
konsep, operasi dan relasi dalam matematika, definisi lain dari pemahaman
konsep juga dikemukan oleh Septriani,dkk (2014:17) bahwa pemahaman
konsep merupakan kemampuan siswa untuk memahami suatu materi
pelajaran dengan pembentukan pengetahuannya sendiri dan mampu
mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti serta
mengaplikasikannya. Sehingga pemahaman konsep matematika adalah
kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran matematika sesuai
dengan pembentukan pemahaman yang dimilikinya sehingga mampu
mengungkapkan kembali informasi tersebut kedalam bahasa yang lebih
mudah dipahami.
Indikator dari pemahaman konsep matematika yaitu sebagai berikut: a)
kemampuan
menyatakan
ulang
sebuah
konsep;
b)
kemampuan
mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsep;
c) kemampuan memberi contoh dan bukan contoh; 4) kemampuan
menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika; 5)
kemampuan mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu
konsep; 6) kemampuan menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur
tertentu; 7) kemampuan mengaplikasikan konsep/algoritma ke pemecahan
matematika.
2. Model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR)
Model pembelajaran yang diungkapkan oleh Ngalimun (2014: 27) adalah
suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas. Huda (2014:289) menyatakan bahwa
gaya pembelajaran AIR merupakan gaya pembelajaran yang mirip dengan
Somatic, Auditory, Visualization, Intellectually (SAVI) dan pembelajaran
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
6
Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK). Perbedaannya hanya terletak pada
pengulangan
(repitisi)
yang
bermakna
pendalaman,
perluasan
dan
pemantapan dengan cara pemberian tugas atau kuis. Teori yang mendukung
model pembelajaran AIR adalah aliran psikologi tingkah laku serta
pendekatan pembelajaran matematika berdasarkan paham konstruktivisme
(Burhan, dkk, 2014). Menurut teori konstruktivisme belajar adalah kegiatan
yang aktif dimana subjek belajar membangun sendiri pengetahuannya. Subjek
belajar juga mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari
(Sardiman, 2015:38). Model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition
(AIR) adalah model pembelajaran yang menekankan pada tiga aspek yaitu
auditory (mendengar), intellectually (berpikir), dan repetition (pengulangan)
yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara pemberian
tugas atau kuis.
Langkah-langkah strategi AIR yang digunakan dalam penelitian adalah
sebagai berikut:
a. Guru telah membagi siswa dalam kelompok heterogen yang terdiri dari
lima sampai enam orang untuk pelaksanaan diskusi;
b. Guru menjelaskan materi dan melakukan tanya jawab singkat mengenai
materi yang dipelajari lalu memberikan permasalahan kepada setiap
kelompok (auditory);
c. Setiap kelompok mendiskusikan tentang materi yang mereka pelajari dan
menuliskan hasil diskusi tersebut untuk dipersiapkan pada presentasikan di
depan kelas (auditory dan intellectually).
d. Guru membimbing dan mengarahkan kelompok dalam menyelesaikan
permasalahan yang diberikan, melalui apa yang didengar meminta siswa
untuk menciptkan kata kunci, proses, definisi dan prosedurnya sendiri
(auditory dan intellectually):
e. Guru memberikan kesempatan kepada beberapa kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusi dan kelompok lain memberi pendapat dan
pertanyaan sehingga tedapat kelompok yang mendengar dan kelompok
yang berbicara (auditory);
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
7
f. Setelah menyelesaikan diskusi mintalah siswa untuk duduk sejenak
merefleksikan apa yang telah dipelajari dan menghubungkannya dengan
apa yang telah diketahui (intellectually);
g. siswa bersama guru mengambil kesimpulan dalam diskusi yang telah
dilaksanakan(auditory and intellectually); dan
h. siswa diberikan tes berupa kuis yang merupakan pengulangan terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan (repetition).
Menurut Menurut Shoimin (2014:30) keunggulan model pembelajaran
AIR adalah: 1) siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan sering
mengemukakan pendapatnya; 2) peserta didik memiliki kesempatan lebih
banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan secara baik; 3)
peserta didik dengan kemampuan rendah dapat merespon permasalahan
dengan cara mereka sendiri; 4) peserta didik dari dalam dirinya termotivasi
untuk memberikan bukti atau penjelasan; 5) peserta didik memilki
pengetahuan
banyak
untuk
menemukan
sesuatu
dalam
menjawab
permasalahan.
Disamping keunggulan terdapat pula kelemahan model pembelajaran AIR
yaitu: 1) membuat dan menyiapkan masalah yang bermakna bagi siswa
bukanlah pekerjaan mudah. Upaya memperkecilnya guru harus mempunyai
persiapan yang lebih matang sehingga dapat menemukan masalah tersebut; 2)
mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit
sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon
permasalahan yang diberikan; 3) siswa dengan kemampuan tinggi bisa
merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah true experimental design dengan
desain penelitian berbentuk Random, pre-test, post-test desain. Populasinya
seluruh siswa kelas XI IPS SMA Xaverius Lubuklinggau Tahun Pelajaran
2016/2017 yang berjumlah 71 siswa. Sampel penelitian ini adalah kelas XI IPS 1
sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPS 2 sebagai kelas kontrol.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik tes. Tes diberikan sebanyak dua kali yaitu sebelum (pre-test) dan sesudah
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
8
(post-test) siswa diberi perlakuan (treatment) dengan menggunakan model
pembelajaran AIR (kelas eksperimen) dan pembelajaran konvensional (kelas
kontrol). Pre-test diberikan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan posttest diberikan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah diberikan
perlakuan. Materi yang digunakan adalah Statistika. Untuk menguji hipotesis, data
dianalisis menggunakan uji-t 2 sampel dengan taraf kepercayaan α = 0,05 dan dk
= 40.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1. Kemampuan Awal
Pre-test dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa tentang
pemahaman konsep matematika sebelum dilaksanakan pembelajaran dengan
materi statistika. Berdasarkan perhitungan data hasil pre-test menunjukkan
bahwa secara deskriptif tidak terdapat perbedaan yang berarti kemampuan awal
siswa tentang pemahaman konsep matematika kelas eksperimen dan kelas
kontrol sebelum diberi perlakuan. Rata-rata skor kemampuan pemahaman
konsep matematika siswa kelas eksperimen sebesar 6,87 dan kelas kontrol
sebesar 6,37 dengan kategori untuk kelas keduanya adalah “Kurang”.
Berdasarkan hasil pengujian statistik uji-t 2 pihak dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan pemahaman
konsep matematika siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol sebelum
diberikan perlakuan.
2. Kemampuan Akhir
Perhitungan data hasil post-test menunjukkan bahwa secara deskriptif
ada perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematika kelas eksperimen
yang mendapat perlakuan model pembelajaran AIR dengan kelas kontrol yang
menggunakan model konvensional. Rata-rata skor kemampuan pemahaman
konsep matematika siswa kelas eksperimen sebesar 33,43 dan kelas kontrol
sebesar 16,14 dengan rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematika
kelas eksperimen yaitu dalam kategori “Sangat Baik” sedangkan untuk kelas
kontrol dalam kategori “Cukup”.
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
9
Berdasarkan hasil pengujian statistik uji-t 1 pihak dapat disimpulkan
bahwa “Ada Pengaruh yang Signifikan Model Pembelajaran AIR Terhadap
Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas XI IPS SMA
Xaverius Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017”.
Jika hasil pre-test dibandingkan dengan hasil post-test terdapat
peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika setelah mengikuti
proses pembelajaran. Rata-rata skor pre-test siswa kelas eksperimen adalah
6,87 sedangkan rata-rata skor post-test sebesar 33,43, hal ini berarti terjadi
peningkatan sebesar 26,56. Sedangkan rata-rata skor pre-test siswa kelas
kontrol adalah 6,37 dan rata-rata skor post-test 16,14, hal ini berarti terjadi
peningkatan skor sebesar 9,77. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan
kemampuan pemahaman konsep matematika kelas eksperimen lebih tinggi
daripada kelas kontrol.
Pembahasan
Pada perlakuan pertama pembelajaran di kelas eksperimen siswa telah siap
di kelompoknya masing-masing. Perlakuan pertama diisi dengan kegiatan
penjelasan materi mengenai tabel distribusi frekuensi oleh peneliti dan pemberian
permasalahan kepada setiap kelompok, pada model AIR untuk setiap kelompok
terdapat satu orang siswa yang menjadi penyampai maksud dari permasalahan
yang diberikan dan anggota lain sebagai pendengar dari apa yang disampaikan,
pada proses auditory ini terdapat dua kelompok yang mampu menyampaikan
maksud permasalahan dengan cukup baik kepada anggotanya yaitu kelompok
pengacara dan jaksa, setelah itu melalui proses intellectually dan disertai auditory
mereka bekerjasama dalam menyelesaikan permasalahan tentang cara menyusun
tabel distribusi frekuensi dan unsur-unsurnya, setiap kelompok masih terlihat
kebingungan menyelesaikan soal tentang pemahaman konsep materi ajar tersebut
dan peneliti memfasilitasi bagi kelompok-kelompok yang belum begitu paham,
hasil dari diskusi tersebut dituangkan ke dalam bahasa yang lebih mudah
dipahami dan prosedur yang mereka pilih dan bersiap untuk dipresentasikan di
kelas, pada saat maju untuk presentasi masih terdapat anggota yang belum
percaya diri untuk maju menjelaskan hasil diskusinya terlihat dari mereka masih
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
10
membutuhkan catatan ketika menyelesaikan soal di depan kelas dan belum terlalu
lancar dalam menjelaskan maksud jawabannya dalam bahasa mereka sendiri.
Sebelum kegiatan berakhir siswa diberikan kuis yang dikerjakan secara
individu, namun masih terdapat siswa yang keliru dalam menafsirkan maksud soal
sehingga masih kurang tepat dalam pencapaian konsepnya. Hal ini merupakan
penyesuaian kelas eksperimen karena model AIR merupakan model pembelajaran
baru bagi mereka sehingga perlu adaptasi terlebih dahulu.
Pada pertemuan kedua, siswa mulai antusias belajar ditandai dengan
ekspresi dan pertanyaan mereka apakah tetap belajar dalam kelompok yang sama
atau harus berada dikelompok yang berbeda, peneliti menyiasati dengan posisi
tempat duduk yang telah dikondisikan melingkar dan papan nama anggota
kelompok disetiap mejanya sehingga siswa dapat langsung berada dalam
kelompoknya masing-masing. Pada pertemuan ini kelas eksperimen membahas
materi ajar tentang penyajian data dalam bentuk histogram, polygon dan ogif,
peneliti menjelaskan keterkaitan materi sebelumnya dengan materi yang dipelajari
pada pertemuan kali ini, menjelaskan secara singkat dan melakukan tanya jawan
kepada beberapa anggota kelompok. Pada kesempatan ini setiap siswa diberikan
permasalahan untuk menyajikan data dalam bentuk histogram, polygon dan ogif
secara berkelompok, Pada saat proses presentasi untuk kelompok pembicara dan
kelompok pendengar, setiap kelompok antusias untuk maju mempresentasikan
hasil diskusinya ke kelas, melihat kondisi tersebut peneliti tetap memilih secara
acak dua kelompok yaitu kelompok jaksa dan kelompok pebisnis, pada saat
kelompok jaksa menyajikan data dalam bentuk histogram beberapa anggota lain
berdebat karena terdapat kekeliruan dalam penggunaan nilai frekuensi dan
frekuensi kumulatif dalam kegiatan auditory dan intellectually siswa pada
pertemuan kedua tersebut terlihat bahwa terdpat peningkatan dari pertemuan
sebelumnya, anggota kelompok telah mampu mengembangkan syarat perlu dalam
penyajian data yang merupakan salah satu indikator dalam pemahaman konsep
matematika.
Kemudian pada perlakuan terakhir, siswa sudah terbiasa belajar dalam
bentuk tim. Peneliti menjelaskan materi ajar mengenai ukuran pemusatan data
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
11
tunggal yang sebenarnya telah mereka dapatkan pada kelas XI SMP, sehingga ini
bukan merupakan materi baru bagi mereka. Kegiatan selanjutnya setiap kelompok
diberikan permasalahan dengan masalah sehari-hari yang mereka biasa temui dan
dituntut untuk bekerjasama seperti biasa dan mempresentasikan hasil diskusinya
ke kelas, pada pertemuan ini siswa menemui beberapa simbol dan rumus-rumus
yang dipresentasikan ke dalam bentuk matematika, beberapa kelompok masih
asing dan belum terbiasa menggunakan simbol dan rumus-rumus tersebut, mereka
masih menggunakan bahasa Indonesia untuk menuliskan dan menjelaskannya.
Selama diskusi kelompok peneliti memfasilitasi kelompok pengusaha yang belum
mampu menggunakan prosedur sesuai yang diinginkan, namun untuk tiga
kelompok lainnya tidak terlalu banyak masalah yang berarti dalam penyelesaian
masalah yang diberikan.
Penyampaian hasil diskusi oleh kelompok pengacara dan kelompok
pengusaha, secara umum mereka telah paham mengenai konsep pemusatan data
tunggal, mengerti simbol dan rumus yang ada dan prosedur penyelesaian soal
yang diaplikasikan ke dalam permasalahan matematika, ini ditandai dengan tidak
terlalu banyak perbedaan pendapat saat kelompok pembicara menyampaikan hasil
diskusinya, peneliti menjelaskan jika terdapat perbedaan penyampaian tetapi
masih dalam konsep yang sama maka pendapat mereka dapat diterima. Hal
membangun
kepercayaan diri
setiap siswa untuk
mampu membangun
pembentukan pemahaman yang mereka miliki dengan bahasa sendiri yang lebih
mudah dipahami, sebagian besar siswa mampu menjelaskan dan memberi contoh
sesuai dengan pembentukan pemahaman yang mereka miliki dengan tetap
mengikuti indikator kemampuan pemahaman konsep yang ditentukan.
Rata-rata skor total setiap indikator kelas eksperimen untuk hasil pre-test
mengalami peningkatan ketika dibandingkan dengan hasil post-tesny. Sedangkan
rata-rata skor total setiap indikator kelas kontrol untuk hasil pre-test mengalami
peningkatan ketika dibandingkan dengan hasil post-tesny, hanya saja untuk
indikator ketujuh hasil post-test kelas kontrol mengalami penurunan hal ini
dikarenakan jumlah siswa yang mengikuti post-test bertambah menjadi 22 orang
dan pada saat menjawab soal post-test sebagian besar siswa tidak menjawab soal
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
12
yang memuat indikator terbanyak salah satunya untuk soal yang memuat indikator
ketujuh. Peningkatan ketercapaian pemahaman konsep matematika sesuai dengan
indikatornya dapat dilihat dalam tabel 1 berikut ini
Tabel 1
Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Setiap Indikator
No
Indikator
1.
Kemampuan menyatakan ulang sebuah
konsep
Mengklasifikasi objek menurut sifat
tertentu sesuai dengan konsepnya
Memberi contoh dan non contoh dari
konsep
Menyajikan konsep dalam berbagai
bentuk representasi matematika
Kemampuan mengembangkan syarat
perlu atau syarat cukup dari suatu konsep
Kemampuan menggunakan,
memanfaatkan dan memilih prosedur
tertentu
Kemampuan mengaplikasikan
konsep/algoritma ke pemecahan masalah
matematika
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Peningkatan Rata-rata Skor
Total Kemampuan Pemahaman
Konsep Matematika Siswa
Sebelum dan Setelah Mengikuti
Pembelajaran
Kelas
Kelas Kontrol
Eksperimen
5,52
0,66
4,83
4,29
2,57
1,14
5,17
1,78
4,13
1,61
2,39
0,57
1,96
-0,28
Indikator yang memerlukan banyak latihan untuk pencapaiannya terilihat
pada indikator 1, 4 dan 5 karena untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol
memiliki peningkatan rata-rata skor total setiap indikator yang cukup jauh,
sehingga dengan diberi perlakuan model AIR kelas eksperimen dapat memiliki
peningkatan rata-rata skor total setiap indikator yang lebih jauh dari sebelum
perlakuan. Untuk indikator 3 dan 6 kelas eksperimen masih tetap memiliki ratarata skor total setiap indikator yang lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan
perningkatan berturut-turut 1,43 dan 1,82. Sedangkan pada indikator 7 yaitu
kemampuan
mengaplikasikan
konsep/algoritma
ke
pemecahan
masalah
matematika kelas kontrol mengalami penurunan ke nilai 0,28 dari hasil pre-test
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
13
0,42 dan post-test menjadi 0,14 sehingga untuk indikator ini menjadi indikator
yang paling sulit dicapai dan membutuhkan latihan yang lebih banyak, hal ini
yang menyebabkan perbedaan yang cukup jauh rata-rata skor total pemahaman
konsep matematika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dari hasil post-test
kelas eksperimen memperoleh 33,43 sedangkan kelas kontrol memperoleh 16,14
dengan perbedaan sejauh 17,29. Didasarkan hasil dari lembar jawaban siswa kelas
kontrol yang mengikuti post-test sebagian besar siswa tidak atau kurang tepat
menjawab untuk soal nomor urut 4, 5 dan 6, padahal ketiga soal tersebut
merupakan soal yang memuat indikator paling banyak yaitu indikator 1, 3, 4, 5, 6
dan 7 sehingga ketika siswa tidak menjawab atau menjawab dengan tidak lengkap
akan sangat mempengaruhi perolehan skor individu serta skor rata-rata kelasnya.
Akan tetapi untuk soal yang memuat indikator 2 yaitu mengklasifikasi objek
menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya baik siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol memiliki selisih rata-rata skor total setiap indikator yang tidak
terlalu signifikan, untuk kelas eksperimen memiliki selisih 4,83 dan kelas kontrol
memiliki selisih 4,29 ini membuktikan bahwa siswa mampu menjawab soal-soal
dengan indikator tersebut, maka dapat disimpulkan indikator ini sudah terasah dan
cukup dimiliki siswa tanpa harus diberi perlakuan model pembelajaran yang
berbeda sekalipun.
Pengulangan memiliki peran yang besar untuk melatih ingatan dan
pemahaman siswa, karena dengan adanya repetition
diharapkan informasi
tersebut ditransfer ke dalam memori jangka panjang. Pengulangan yang dilakukan
tidak berarti dengan bentuk pertanyaan atau informasi yang sama, melainkan
dalam bentuk informasi yang bervariatif sehingga tidak membosankan. Dengan
pemberian soal dan tugas siswa akan mengingat informasi-informasi yang
diterimanya dan terbiasa dalam permasalahan-permasalahan matematis (Burhan,
2014:7).
Kendala dalam menggunakan model AIR tersebut siswa yang cenderung
pasif menyampaikan ide-idenya akan mendapatkan porsi yang kurang dalam
pelaksanaan diskusi hal ini membuat peneliti harus jeli melihat kondisi
perindividu yang terkadang tidak bisa maksimal mendapat perhatian karena harus
juga fokus ke siswa yang lainnya, menyiapkan masalah yang mudah dipahami
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
14
siswa adalah sesuatu yang cukup sulit karena siswa dituntut untuk membangun
sendiri pemahaman tentang konsep materi yang diberikan maka peneliti haruslah
menyiapkan masalah yang dekat dengan kehidupan siswa-siswa pada program IPS
dan menghindari kegiatan-kegiatan statistik yang jarang mereka temui, bagi siswa
yang memiliki kemampuan akademik tinggi cenderung merasa bosan karena
dilakukan pengulangan sehingga ia harus mengikuti irama pembelajaran seperti
teman-temannya yang lain maka siasati dengan memberikan ia peran yang lebih
untuk membimbing teman-temannya dalam kelompok yang memiliki kemampuan
sedang ataupun rendah, model ini juga membutuhkan waktu yang relatif lama
karena harus memaksimalkan tiga unsur yaitu auditory, intellectually dan
repetition sehingga pembentukan kelompok diskusi cocok digunakan karena
menurut Huda (2014:290) salah satu aktivitas auditory adalah membentuk siswa
ke dalam beberapa kelompok, sehingga melalu kelompok tersebut peneliti dapat
memaksimal aktivitas intellectually siswa. Pada proses pemahaman konsep
peneliti harus mampu menafsirkan dan meluruskan maksud dari bahasa yang
mereka sampaikan yang terkadang aneh dan bebas agar tidak terjadi kesalahan
konsep.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada
bab sebelumnya, dapat disimpulkan “Ada Pengaruh yang Signifikan Model
Pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) Terhadap Kemampuan
Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas XI IPS SMA Xaverius
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017”. Rata-rata skor pemahaman konsep
matematika kelas eksperimen sebesar 33,43 dikategorikan “Sangat Baik” dan
kelas kontrol 16,14 dikategorikan “Cukup”.
Saran
Melalui hasil
penelitian dan kesimpulan di
atas,
maka peneliti
menyampaikan saran-saran sebagai berikut: 1) Bagi pembaca, hendaknya mencari
referensi yang lebih mendalam mengenai model pembelajaran AIR sehingga tidak
mengalami kesulitan pada saat penerapannya di kelas; 2) Bagi pendidik,
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
15
diharapkan model pembelajaran AIR dapat menjadi alternatif model pembelajaran
yang dilaksanakan di kelas sebagai upaya meningkatkan kemampuan pemahaman
konsep matematika siswa sehingga hal tersebut akan berpengaruh terhadap mutu
pendidikan yang ada di sekolah; 3) Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan referensi untuk melakukan peneletian lebih lanjut dan dapat
dijadikan acuan untuk selalu menciptakan karya yang lebih baik; 4) Bagi peneliti
selanjutnya, diharapkan memperbanyak referensi tentang model AIR, ketika
merencanakan pembelajaran menggunakan model AIR mampu menyiapkan
permasalahan yang dekat dengan kehidupan siswa serta menghindari kegiatankegiatan yang jarang ditemui oleh siswa sedangkan untuk menyikapi siswa yang
berkemampuan akademik tinggi maka siasati dengan memberikan mereka peranan
lebih banyak dalam kelompok diskusi dengan membimbing anggota kelompok
lainnya sehingga dapat menghindari kebosanan akibat pengulangan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan Belajar Teori, Diagnosis, dan
Remediasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Afrilianto, M. 2012. Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis
Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. Jurnal
Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 1,
No.2 Hal. 192-202.
Burhan, Arini Viola, dkk. 2014. Penerapan Model AIR Pada Pembelajaran
Matematika Siswa Kelas VII SMPN 18 Padang. Jurnal Pendidikan
Matematika, Part 1 Vol. 3 No.1 Hal. 6-11.
Huda, Miftahul. 2014. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran:Isu-Isu
Metodis dan Paradigmatis.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Ngalimun. 2014. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi
Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
16
Septriani, dkk. 2013. Pengaruh Penerapan Pendekatan Scaffolding Terhadap
Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas VIII SMP
Pertiwi 2 Padang, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 3 No. 3 Part 1 : Hal
17-21.
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Download