2 tinjauan pustaka

advertisement
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kualitas
Pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar
mutu bahan dan standar proses produksi, yang dimaksud barang (jasa) yang
dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan. Mutu suatu produk
adalah suatu kondisi fisik, sifat, dan kegunaan suatu barang yang dapat
memberikan kepuasaan konsumen secara fisik maupun psikologis, sesuai dengan
nilai uang yang dikeluarkan (Prawirosentono, 2007).
Menurut Gaspersz (2005), berdasarkan definisi dari kualitas, baik yang
konvensional maupun yang strategik pada dasarnya kualitas mengacu kepada
pengertian pokok berikut:
1) Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan
langsung maupun keistimewaan attraktif yang memenuhi keinginan
pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan
produk itu; dan
2) Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau
kerusakan.
Berdasarkan pengertian dasar tentang kualitas di atas, tampak bahwa
kualitas selalu berfokus pada pelanggan (customer focused quality), dengan
demikian produk-produk didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk
memenuhi kepuasan pelanggan. Kualitas mengacu kepada segala sesuatu yang
menentukan kepuasan pelanggan, suatu produk yang dihasilkan baru dapat
dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat
dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi (dihasilkan) dengan cara yang baik
dan benar.
2.1.1 Manajemen kualitas
Menurut Gaspersz (2005), manajemen kualitas atau manajemen kualitas
terpadu (Total Quality Management = TQM) didefinisikan sebagai suatu cara
meningkatkan performansi secara terus-menenerus (continous performance
improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap era fungsional
5
dari suatu organisasi dengan menggunakan semua sumberdaya manusia dan
modal yang tersedia.
Manajemen kualitas sebagai semua aktivitas dari fungsi manajemen secara
keseluruhan yang menentukan kebijakan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggung
jawab serta mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti perencanaan
kualitas dan peningkatan kualitas (ISO 8402). Tanggung jawab untuk manajemen
kualitas ada pada semua level manajemen, tetapi harus dikendalikan oleh
manajemen puncak (top management) dan implementasinya harus melibatkan
semua anggota organisasi. Meskipun manajemen kualitas dapat didefinisikan
dalam berbagai versi, namun pada dasarnya manajemen kualitas berfokus pada
perbaikan terus-menerus untuk memenuhi kepuasan pelanggan.
Manajemen
kualitas berorientasi pada proses yang mengintegrasikan semua sumberdaya
manusia, pemasok-pemasok dan para pelanggan, di lingkungan perusahaan. Hal
ini berarti bahwa manajemen kualitas merupakan kemampuan atau kapasibilitas
yang melekat pada sumberdaya manusia serta merupakan proses yang dapat
dikontrol dan bukan suatu kebetulan belaka (Gaspersz, 2005).
2.1.2 Dimensi mutu produk
Menurut Prawirosentono (2004), sifat khas mutu suatu produk yang andal
harus mempunyai dimensi karena harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang
besar bagi konsumen dengan melalui berbagai cara. Dimensi dan spesifikasi mutu
produk dapat dibagi sebagai berikut:
1) Kinerja (Performance), kinerja suatu produk harus dicantumkan pada
labelnya;
2) Keistimewaan (Types of Features), produk yang bermutu harus memepunyai
keistimewaan khusus dibanding dengan produk lainnya;
3) Kepercayaan dan waktu, produk yang mempunyai kinerja yang konsisten
baik dalam batas-batas perawatan normal;
4) Mudah dirawat dan diperbaiki, produk yang memenuhi kemudahan untuk
diperbaiki atau dirawat. Dimensi ini memberikan citra tersendiri pada mutu
produk tersebut;
5) Sifat khas (Sensory characteristic), mudah dikenal, wanginya, rasanya,
bentuk dan suaranya;
6
6) Penampilan dan citra etis, presepsi konsumen atas suatu produk
2.1.3 Arti penting kualitas ikan
Kualitas ikan perlu dijaga mutunya, sehingga produk perikanan bisa
menembus pasar lokal maupun ekspor. Selain itu, kualitas juga penting dalam
menjamin keamanan mutu bagi konsumen. Menurut Nurani (2011), penerapan
sistem manajemen mutu pada kegiatan usaha penangkapan ikan, mendesak untuk
segera dilakukan, dalam upaya mewujudkan jaminan mutu dan keamanan produkproduk perikanan. Persyaratan mengenai jaminan mutu pangan dan keamanan
hasil perikanan diatur melalui Keputusan Mentri Kelautan dan Perikanan RI
nomor KEP. 01/MEN/2007. pada Kepmen tersebut telah tersirat dengan jelas
persyaratan jaminan mutu dan keamanan pangan produk-produk perikanan, mulai
dari proses produksi, pengolahan dan industri. Kegiatan perikanan bukanlah pada
peningkatan pemanfaatan melainkan dari sisi kualitas lebih penting untuk
diutamakan.
2.1.4 Kualitas ikan
Menurut Adawyah (2006), ikan yang baik adalah ikan yang masih segar.
Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik
rupa, bau, rasa, maupun teksturnya dengan kata lain, ikan segar adalah:
1) Ikan yang baru saja ditangkap dan belum mengalami proses pengawetan ikan
maupun pengolahan lebih lanjut; dan
2) Ikan yang belum mengalami perubahan fisika maupun kimia atau yang masih
mempunyai sifat sama ketika ditangkap.
Ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik, semakin
lama ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik akan
menurunkan kesegarannya.
Faktor-faktor yang menentukan mutu ikan segar dipengaruhi antara lain:
1) Cara penangkapan ikan;
2) Pelabuhan perikanan;
3) Berbagai faktor lainnya, yaitu dimulai dari pelelangan, pengepakan,
pengangkutan, dan pengolahan.
7
2.2 Parameter Kesegaran Ikan
Menurut Adawyah (2006), parameter untuk menentukan kesegaran ikan
terdiri atas faktor-faktor fisika, sensoris/organoleptik/kimiawi, dan mikrobiologi.
Kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode lainnya dengan melihat kondisi fisik
yaitu sebagai berikut:
1) Kenampakan luar
Ikan yang masih segar mempunyai kenampakan cerah dan tidak suram.
Keadaan itu dikarenakan belum banyak perubahan biokimia yang terjadi.
Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna.
Pada ikan tidak
ditemukan tanda-tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna makin
suram, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi
lebih lanjut dan berkembangnya mikroba.
2) Lenturan daging ikan
Daging ikan segar cukup lentur jika dibengkokkan dan segara akan kembali ke
bentuk semula apabila dilepaskan.
Kelenturan itu disebabkan karena belum
terputusnya pengikat pada daging, sedangkan pada ikan busuk jaringan pengikat
banyak mengalami kerusakan dan daging selnya banyak yang rusak, sehingga
daging ikan kehilangan kelenturan.
3) Keadaaan mata
Parameter ini merupakan yang paling mudah untuk dilihat. Perubahan
kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan
matanya.
4) Keadaan daging
Kualitas ikan ditentukan oleh dagingnya. Ikan yang masih segar, berdaging
kenyal, jika ditekan dengan telunjuk atau ibu jari maka bekasnya akan segera
kembali. Daging ikan yang belum kehilangan cairan daging kelihatan basah dan
pada permukaan tubuh belum terdapat lendir yang menyebabkan kenampakan
ikan menjadi suram/kusam dan tidak menarik.
5) Keadaan insang dan sisik
Warna insang dikatakan indikator, apakah ikan masih segar atau tidak. Ikan
yang masih segar berwarna coklat gelap. Insang ikan merupakan pusat darah
mengambil oksigen dari dalam air. Ikan yang mati mengakibatkan peredaran
8
darah terhenti, bahkan sebaliknya dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah
menjadi merah gelap. Sisik ikan dapat menjadi parameter kesegaran ikan, untuk
ikan bersisik jika sisiknya masih melekat kuat, tidak mudah dilepaskan dari
tubuhnya berarti ikan itu masih bagus.
2.3 Perubahan Mutu Ikan Segar
2.3.1 Perubahan-perubahan yang terjadi setelah ikan mati
Otot ikan hidup bersifat elastis dan kendur. Setelah tubuh ikan mulai kaku
akibat kematian, seluruh badan ikan menjadi tidak elastis dan keras. Dimulainya
proses tersebut bergantung pada suhu ikan, khususnya perbedaan antara suhu air
dan suhu penyimpanan.
Semakin besar perbedaan suhu air dan tempat
penyimpanan, semakin cepat ikan kaku begitu pula sebaliknya.
2.3.2 Pembusukan oleh mikroba
Aktivitas mikroba merupakan penyebab utama kerusakan sebagian besar
makanan hasil laut segar dan beberapa makanan hasil laut yang mengalami
pengawetan kering.
Mikroorganisme yang dikaitkan dengan produk-produk
perikanan secara umum mencerminkan populasi mikroba dalam lingkungan
akuatik ikan-ikan tersebut. Pada saat penangkapan otot ikan steril, tetapi telah
terkontaminasi oleh bakteri-bakteri permukaan tubuh ikan dan bakteri-bakteri
usus dan bakteri-bakteri yang berasal dari air, peralatan dan manusia selama
penanganan dan pemprosesan. Mikroorganisme ditemukan di permukaan luar
tubuh ikan (kulit dan insang) dan usus ikan yang hidup dan baru ditangkap.
2.3.3 Perubahan rasa
Rasa daging ikan berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan
konsumen. Ikan laut segar hampir tidak mengeluarkan bau, karena hanya
mengandung sedikit volatil.
Setelah ditangkap ikan masih sama seperti
karakteristik aslinya namun sedikitnya jumlah volatil tidak serta merta dapat
dihubungkan dengan kesegaran ikan sebagaimana anggapan pelanggan.
2.3.4 Perubahan tekstur
Tekstur merupakan parameter yang penting dalam mengukur mutu makanan
berbahan daging termasuk ikan. Pada umunya, ikan memiliki tekstur daging yang
lebih lembut dari daging merah karena mengandung jaringan penghubung
9
(connective tissu) yang rendah dan jaringan silang (cross-linking) yang lebih
rendah.
Perubahan tekstur daging ikan terjadi terutama karena berubahnya
jaringan penghubung oleh protease endogen.
2.3.5 Perubahan warna
Masalah lain yang berkenaan dengan mutu yang dihadapi oleh industri
makanan hasil laut adalah perubahan warna produk perikanan. Warna merah pada
kulit sebagian besar ikan memudar selama penyimpanan atau beku yang
disebabkan oleh oksidasi pigmen carotenoid. Tingkat pudarnya warna kulit ikan
bergantung pada ikan, ketersediaan oksigen, dan suhu ruang penyimpanan.
Memudarnya warna carotenoid dapat terjadi karena:
1) Otot oksidasi ikatan ganda yang terkonjungsi;
2) Radikal bebas yang terlepas selama oksidasi lemak yang bergabung bersama
carotenoid untuk membentuk lemak hidroperoksida; dan
3) Aktivitas enzim.
2.4 Proses Kemunduran Ikan
Proses kemunduran mutu ikan dapat disebabkan dari berbagai faktor yaitu
penanganan ikan yang tidak tepat setelah ikan ditangkap, bakteri pembusuk, suhu
dan higienitas. Penanganan ikan di Indonesia hanya diberi es untuk
memperlambat proses kemunduran mutu ikan. Secara kronologis, pembusukan
ikan berjalan melalui empat tahapan sebagai berikut (Murniyati dan Sunarman 2000):
1)
Hiperaemia
Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan fisik, kimia, biokimia, dan
mikrobiologi terjadi dengan cepat.
Semua proses perubahan ini akhirnya
mengarah pada pembusukan. Lendir ikan terlepas dari kelenjar-kelenjarnya di
dalam kulit, membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan.
2)
Rigor mortis
Ikan memasuki tahap rigor mortis ditandai dengan mengejangnya tubuh
ikan setelah mati. Rigor mortis pada ikan mulai terjadi pada bagian ekor dan terus
merambat ke bagian kepala. Lama tidaknya masa rigor mortis tergantung pada
beberapa faktor, yaitu (Murniyati dan Sunarman 2000):
10
(1) Suhu lingkungan
Suhu lingkungan yang rendah akan memperpanjang masa rigor mortis yang
berarti dapat memperpanjang tingkat kesegaran ikan, sehingga pascapanen ikan
harus menerapkan prinsip rantai dingin.
(2) Cara ikan mati
Ikan yang mati dengan cara dibunuh langsung, segera setelah ditangkap akan
mempunyai masa rigor yang lebih lama. Hal ini berkaitan dengan kandungan
glikogen yang ada pada tubuh ikan, apabila mati dalam keadaan stres maka
kandungan glikogennya akan cepat habis.
(3) Kandungan glikogen setelah ikan mati
Kandungan glikogen yang ada pada ikan setelah mati dapat menunjukkan
lamanya proses rigor mortis jika kandungan glikogen dalam tubuh ikan semakin
lama habis, maka masa rigor akan semakin lama. Ikan yang bergerak cepat
banyak mengeluarkan tenaga sebelum mati sehingga akan menurunkan
kandungan glikogen dalam daging. Hal ini menyebabkan fase rigor mortis akan
cepat datang dan waktunya lebih singkat. Ikan yang mengalami stress sebelum
mati maka datangnya rigor akan lebih awal dan perkembangannya lebih cepat
dibandingkan yang tidak mengalami stress.
3)
Autolisis
Autolisis adalah proses penguraian protein dan lemak oleh enzim (protease
dan lipase) yang terdapat di dalam daging ikan. Daging ikan yang terdiri atas
protein menyebabkan proses autolisis dapat juga disebut proteolisis. Autolisis
berperan dalam bermacam-macam tingkat pembusukan secara keseluruhan dan
sebagai media pertumbuhan bakteri (FAO 1995a). Proses penguraian jaringan
secara enzimatis (autolisis) berjalan dengan sendirinya setelah ikan mati dengan
mekanisme yang kompleks. Beberapa enzim yang berperan dalam proses ini,
antara lain: katepsin (dalam daging), enzim tripsin, kemotripsin, dan pepsin
(dalam organ pencernaan) serta enzim dari mikroorganisme yang ada pada tubuh
ikan.
4)
Pembusukan oleh bakteri
Tahapan pembusukan oleh bakteri ditandai oleh jumlah bakteri yang sudah
cukup tinggi akibat perkembangbiakan yang terjadi pada fase-fae sebelumnya.
11
Bakteri merusak ikan lebih parah daripada kerusakan yang diakibatkan oleh
enzim. Sejumlah bakteri bersarang pada permukaan tubuh, insang dan di dalam
perutnya. Bakteri itu secara bertahap memasuki daging ikan, sehingga penguraian
oleh bakteri mulai berlangsung intensif setelah selesainya rigor mortis yaitu
setelah daging menjadi lunak dan celah-celah seratnya terisi cairan.
2.5
Tenggiri
Tenggiri termasuk ikan pelagis yang hidup di permukaan laut. Salah satu
dari sifat ikan pelagis besar ini adalah suka bergerombol sehingga penyebarannya
pada suatu perairan tidak merata. Pada umumnya densitas (ton/km2) ikan pelagis
di perairan yang lebih dangkal atau dekat dengan permukaan lebih tinggi
dibandingkan dengan densitas dilaut yang lebih dalam kecuali di daerah upwelling
yang merupakan daerah yang subur akibat pengangkatan zat hara ke permukaan.
Kelimpahan stok ikan, yaitu banyaknya ikan di suatu perairan sangat dipengaruhi
terutama oleh habitat, struktur komunitas, dan tingkat pengusahaannya
(Martosubroto et al, 1991) diacu dalam Mutakin (2001).
Menurut Saanin (1984) taksonomi ikan tenggiri diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Scombridae
Famili : Scombridae
Sub famili : Scombrinae
Genus : Scomberomorus
Species : Scomberomorus spp
12
Gambar 1 Ikan tenggiri (Scomberomorus sp)
Ikan tenggiri banyak hidup di perairan pelagis. Menurut Nybaken (1992)
vide Mutakin (2001), seluruh daerah terbuka merupakan daerah pelagis.
Organisme pelagis adalah organisme yang hidup di lautan terbuka yang lepas dari
dasar laut. Kawasan pelagis dapat dibagi menjadi dua zona, yakni zona neuritik
mencakup masa air yang terletak di atas paparan benua dan zona oseanik
mencakup perairan terbuka. Kedalaman zona neuritik dapat mencapai 100 – 150
meter, yaitu zona yang ditembus sinar matahari disebut dengan zona epipelagis.
Ada dua jenis ikan yang hidup di kawasan pelagis, yakni ikan holopelagis dan
ikan mezopelagis.
Ikan holopelagis adalah ikan yang menghabiskan seluruh
hidupnya di daerah epipelagis, seperti jenis cucut, tuna, tembang, tenggiri dan
lemuru.
Ikan mezopelagis adalah ikan yang berada di meropelagis yang
menghabiskan sebagian hidupnya di kawasan epipelagis, seperti dolpin dan
kacangan.
Ikan tenggiri menyebar luas, baik diperairan pantai (inshore) ataupun
perairan lepas pantai (offshore). Tenggiri yang masih kecil sering tertangkap
dengan trawl ataupun dengan jermal atau dengan penangkap pantai lainnya.
Ukuran ikan yang besar banyak tertangkap dengan gillnet, pancing dan rawai di
daerah lepas pantai.
Penyebaran ikan tenggiri sangat luas, meliputi seluruh
perairan Indonesia, peraiaran indo-Pasifik, Teluk Siam, Laut Cina Selatan. Lebih
ke selatan sampai perairan panas Australia, ke barat sampai Afrika Timur dan ke
utara sampai Jepang (Ditjen. Perikanan, 1990). Daerah penyebaran ikan tenggiri
di Indonesia dapat di lihat pada Tabel 1.
13
Tabel 1 Daerah penyebaran ikan tenggiri (Scomberomorus sp.)
Perairan
Sumatera
Daerah Penyebaran
Seluruh
Perairan
Jawa dan Nusa
Tenggara
Seluruh perairan
Kalimantan dan
Sulawesi
Seluruh perairan
Maluku dan
Papua
Seluruh perairan
Daerah Penangkapan Utama
- Perairan Aceh bagian utara, timur Sumatera
Utara, sekitar Bengkalis
- Perairan Bangka Belitung
- Pantai Barat Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Bengkulu dan Lampung
Seluruh Pantai Utara Jawa dan Madura, Selatan
Jawa Tengah, Selatan Bali, sebelah Utara
Lombok, Sumbawa dan Utara Flores
Pantai Utara Timor Bagian Barat
- Hampir semua Pantai Barat dan Selatan
Kalimantan
- Perairan Teluk Palu, Sulawesi Bagian Selatan
- Sebagian Perairan Sulawesi Utara dan perairan
sekitar pantai
- Sebagian Pantai Barat Halmahera
- Perairan Selatan Pulau Seram
- Hampir semua Perairan Pantai Barat Pulau
Papua sampai sekitar daerah Kepala Burung
Sumber : Martosubroto et al, 1991
2.6
Unit Penangkapan Ikan
2.6.1 Alat tangkap jaring insang
Menurut Martasuganda (2002) jaring insang (gillnet) adalah salah satu jenis
alat penangkapan ikan dari bahan jaring berbentuk empat persegi panjang dimana
ukuran mata jaring (mesh size) sama. Jumlah mata jaring ke arah horizontal
(mesh length/ML) jauh lebih banyak dari jumlah mata jaring ke arah vertikal
(mesh depth/MD). Menurut Ramdhan (2008), alat tangkap gillnet yang dipakai
nelayan Karangsong untuk menangkap ikan adalah gillnet millenium. Gillnet
millenium adalah modifikasi dari jaring insang yang ada pada umumnya, hal ini
dapat dilihat dari kontruksi alat tangkap yang mengalami perkembangan pada
jaring polyamide monofilament dengan serat pilihan 8-12 ply.
2.6.2 Nelayan dan kapal gillnet
Berdasarkan kepemilikan alat tangkap dan kapal, maka nelayan dibedakan
atas nelayan pemilik (juragan) dan nelayan buruh. Berdasarkan waktu kerjanya
nelayan dibedakan atas nelayan penuh dan nelayan sambilan. Nelayan penuh
adalah nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk operasi penangkapan
sedangkan nelayan sambilan adalah nelayan yang sebagian waktunya digunakan
untuk operasi penangkapan ikan (Ayodhyoa, 1981). Kapal gillnet termasuk ke
dalam kelompok kapal ikan dengan metode pengoperasian statik gear, sehingga
14
kecepatan bukanlah suatu faktor yang penting karena alat tangkap ini bekerja
secara statis melainkan stabilitas kapal yang lebih tinggi diperlukan agar saat
pengoperasian alat tangkap dapat berjalan dengan baik (Rahman, 2005).
2.6.3 Kegiatan penangkapan ikan
Kegiatan penangkapan ikan bagi nelayan Karangsong mengalami beberapa
kendala diantaranya faktor permodalan, musim tangkapan, daerah penangkapan
nelayan dan jenis armada yang digunakan.
Terkait dalam hal permodalan,
masyarakat nelayan Karangsong sebagian besar bekerjasama dengan pihak
pemilik modal (juragan), hal ini dilakukan oleh sebagian besar nelayan pencari
ikan disebabkan adanya keterbatasan modal, baik permodalan yang bersumber
untuk keperluan logistik pelayaran maupun modal untuk memiliki sarana alat
tangkap karena mahalnya harga sarana alat tangkapnya. Kerjasama permodalan
dalam kegiatan penangkapan ikan antara nelayan pencari ikan dan pemilik modal
membuat ketidakberdayaan sebagian nelayan Karangsong, karena dalam sistem
bagi hasil pendapatan yang berlangsung cenderung merugikan bagi pihak nelayan.
Beberapa kendala lainya (musim tangkapan dan jenis armada alat yang
digunakan) juga dapat berpengaruh pada hasil pendapatan nelayan Karangsong
(Omat, 2008).
2.7
Kualitas Hasil Tangkapan
Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar, sehingga disukai oleh
konsumen. Penanganan dan sanitasi yang baik sangat diperlukan untuk tetap
menjaga kesegaran ikan, makin lama berada di udara terbuka maka makin
menurun kesegarannya. Kesegaran ikan merupakan tolak ukur ikan itu baik atau
jelek.
Ikan
dikatakan
segar
apabila
perubahan-perubahan
biokimiawi,
mikrobiologik, dan fisikawi belum menyebabkan kerusakan berat pada ikan.
Menurut Hadiyiwoto (1993) ikan digolongkan menjadi empat kelas mutu yaitu:
1) Prima (kesegaran ikan masih baik sekali)
2)
Advanced (kesegaran ikan masih baik)
3) Sedang (kesegaran ikan sudah mulai mundur)
4)
Busuk (tidak segar)
15
Tabel 2 Spesifikasi ikan segar
No
1
2
3
4
5
6
Spesifikasi
Mata
Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih.
Cerah, bola mata rata, kornea jernih.
Agak keruh, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak keruh.
Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh.
Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh.
Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea keruh.
Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning.
Insang
Warna merah cemerlang, tanpa lendir.
Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir.
Warna merah agak kusam, tanpa lendir.
Merah agak kusam, sedikit lendir.
Mulai ada diskolorasi, merah kecoklatan, sedikit lendir, tanpa lendir.
Warna coklat merah, lendir tebal.
Warna merah coklat ada sedikit putih, lendir tebal.
Lendir permukaan badan
Lapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah.
Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum ada perubahan warna.
Lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan.
Lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan.
Lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna menjadi putih, keruh.
Lendir tebal menggumpal, berwarna putih kuning.
Lendir tebal menggumpal, warna kuning kecoklatan.
Daging (warna daging dan kenampakan)
Sayatan daging sangat cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan
sepanjang tulang belakang, dinding perut dan daging utuh.
Sayatan daging cemerlang spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang
tulang belakang, dinding perut utuh.
Sayatan daging kurang sedikit kurang cemerlang, spesifik jenis, tidak ada
pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh.
Sayatan daging mulai pudar, banyak pemerahan sepanjang tulang
belakang, dinding perut agak lunak.
Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali sepanjang tulang
belakang, dinding perut lunak.
Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas sekali sepanjang tulang
belakang, dinding perut sangat lunak.
Bau
Bau sangat segar, spesifik jenis.
Segar, spesifik jenis.
Netral
Bau amoniak mulai tercium, sedikit bau asam.
Bau amoniak kuat, ada bau H2S, bau asam jelas dan busuk.
Bau busuk jelas
Tekstur
Padat, elastik bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang
belakang.
Nilai
9
8
7
6
5
3
1
9
8
7
6
5
3
1
9
8
7
6
5
3
1
9
8
7
5
3
1
9
8
7
5
3
1
9
16
No
Spesifikasi
Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari
tulang belakang.
Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging
dari tulang belakang.
Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah
menyobek daging dari tulang belakang.
Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, mudah menyobek daging dari
tulang belakang.
Sangat lunak, bekas jari tidak hilang bila ditekan, mudah sekali
menyobek daging dari tulang belakang.
Nilai
8
7
5
3
1
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2006
Menurut SNI 01-2729-1992 kesegaran ikan berdasarkan nilai organoleptik
digolongkan dalam tiga kategori yaitu segar, agak segar dan tidak segar. Ikan
dikatakan segar apabila mempunyai nilai organoleptik 7 sampai 9, untuk ikan
kurang segar mempunyai nilai organoleptik antara 4 sampai 6 sedangkan ikan
tidak segar mempunyai nilai organoleptik antara 1 sampai 3.
2.8
Teknik Pengawasan Kualitas Secara Statistik
Nasution (2004) mengatakan bahwa tujuan pengawasan kualitas secara
statistik adalah untuk menunjukkan tingkat reabilitas sampel dan bagaimana cara
mengawasi resiko.
Pengawasan kualitas secara statistik mengandung dua
penggunaan umum yaitu:
1) Untuk mengawasi pelaksanaan kerja sebagai operasi-operasi individual
selama pekerjaan sedang berlangsung; dan
2) Untuk memutuskan apakah diterima atau ditolak sejumlah produk yang telah
diproduksi.
2.8.1 Peta kendali p
Peta kendali p digunakan untuk mengetahui proporsi cacat atau
ketidaksesuaian dalam suatu proses. Menurut Nasution (2004), batas kontrol atas
(BKA) dan batas kontrol bawah (BKB) ditentukan besarnya atau letaknya dengan
menggunakan kualitas dengan kontrol proporsi p. Peta kendali p akan membantu
mengetahui apakah suatu proses masih dalam batas kendali atau tidak.
Prawirosentono (2004), menyebutkan bahwa peta ini digunakan untuk mengetahui
apakah sampel hasil observasi termasuk daerah yang diterima (accepted area)
atau daerah yang ditolak (rerjected area).
17
2.8.2 Diagram pareto
Nasution
(2004)
menyatakan
diagram
pareto
digunakan
untuk
membandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya,
dari yang paling besar disebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan.
Susunan tersebut akan membantu kita untuk menentukan pentingnya atau prioritas
kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji untuk
mengetahui masalah utama dalam sebuah proses. Diagram pareto tersebut suatu
kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang
mempunyai dampak yang paling besar terhadap kejadian daripada meninjau
berbagai sebab pada suatu ketika.
Kegunaan diagram pareto adalah sebagai berikut:
1) Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu
ditangani;
2) Diagram pareto dapat membantu atau memusatkan perhatian pada persoalan
utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan;
3) Menunjukkan hasil upaya perbaikan setelah dilakukan tindakan korektif
berdasarkan prioritas;
4) Menyusun data menjadi informasi yang lebih berguna.
2.8.3 Diagram sebab akibat
Menurut Nasution (2004), diagram sebab akibat adalah suatu pendekatan
terstuktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam
menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan
yang terjadi. Adapun langkah-langkah penggunaan diagram sebab akibat adalah
sebagai berikut:
1) Menggambarkan diagram sebab akibat;
2) Tetapkan penyebab-penyebab pada cabang yang sesuai;
3) Bertanya mengapa pada setiap penyebab yang mungkin;
4) Menginterpretasikan diagram sebab akibat tersebut;
5) Menetapkan hasil-hasil dengan mengembangkan dan mengimplemantasikan
tindakan korektif yang efektif serta monitor hasil-hasil setelah dilakukan
tindakan korektif guna menjamin bahwa masalah yang dihadapi telah dapat
diselesaikan.
Download