Jika penurunan konsentrasi ATP dalam jaringan daging mencapai 1

advertisement
PERUBAHAN SIFAT PADA
DAGING
SIFAT FISIOLOGI
PRE RIGOR
DAGING LENTUR
RIGOR MORTIS
KERAS & KAKU
POST RIGOR
DAG ING LUNAK
FASE PRE RIGOR

Setelah hewan mati, metabolisme yang
terjadi tidak lagi sabagai metabolisme
aerobik tapi menjadi metabolisme anaerobik
karena tidak terjadi lagi sirkulasi darah ke
jaringan otot.
Pada kondisi ini menyebabkan terbentuknya
asam laktat yang semakin lama semakin
menumpuk. Akibatnya pH jaringan otot menjadi
turun.
 Penurunan pH terjadi perlahan-lahan dari
keadaan normal (7,2-7,4) hingga mencapai pH
akhir sekitar 3,5-5,5.
 Sementara jumlah ATP dalam jaringan daging
masih relatif konstan sehingga pada tahap ini
tekstur daging lentur dan lunak.


Jika ditinjau dari kelarutan protein daging pada
larutan garam, daging pada fase pre rigor ini
mempunyai
kualitas
yang
lebih
baik
dibandingkan daging pada fase post rigor. Hal
ini disebabkan daging pada fase prerigor ini
hampir 50% protein-protein daging yang larut
dalam larutan garam, dapat diekstraksi keluar
dari jaringan
LANJUTAN

Karakteristik ini sangat baik apabila daging
pada fase ini digunakan untuk pembuatan
produk-produk yang membutuhkan sistem
emulsi pada tahap proses pembuatannya.
Mengingat pada sistem emulsi dibutuhkan
kualitas dan jumlah protein yang baik untuk
berperan sebagai emulsifier.
RIGOR MORTIS


Rigor mortis. Pada tahap ini, terjadi perubahan tekstur
pada daging dimana jaringan otot menjadi keras, kaku,
dan tidak mudah digerakkan. Rigor mortis juga sering
disebut sebagai kejang bangkai.
Kondisi daging pada fase ini perlu diketahui kaitannya
dengan proses pengolahan. Daging pada fase ini jika
dilakukan pengolahan akan menghasilkan daging olahan
yang keras dan alot.

Kekerasan daging selama rigor mortis
disebabkan terjadinya perubahan struktur
serat-serat protein. Protein dalam daging yaitu
protein aktin dan miosin mengalami ”crosslinking”. Kekakuan yang terjadi juga dipicu
terhentinya
respirasi
sehingga
terjadi
perubahan dalam struktur jaringan otot hewan,
serta menurunnya jumlah adenosin triphosphat
(ATP) dan kreatin phosphat sebagai penghasil
energi.
JIKA PENURUNAN KONSENTRASI ATP DALAM JARINGAN DAGING
MENCAPAI 1 MIKRO MOL/GRAM DAN PH MENCAPAI 5,9 MAKA
KONDISI TERSEBUT SUDAH DAPAT MENYEBABKAN PENURUNAN
KELENTURAN OTOT. PADA TINGKAT ATP DIBAWAH 1 MIKRO
MOL/GRAM,
ENERGI
YANG
DIHASILKAN
TIDAK
MAMPU
MEMPERTAHANKAN FUNGSI RETIKULUM SARKOPLASMA SEBAGAI
POMPA KALSIUM, YAITU MENJAGA KONSENTRASI ION CA DISEKITAR
MIOFILAMEN
SERENDAH
MUNGKIN.
AKIBATNYA
TERJADI
PEMBEBASAN ION-ION CA YANG KEMUDIAN BERIKATAN DENGAN
PROTEIN TROPONIN. KONDISI INI MENYEBABKAN TERJADINYA IKATAN
ELEKTROSTATIK ANTARA FILAMEN AKTIN DAN MIOSIN (AKTOMIOSIN).

Proses ini ditandai dengan terjadinya pengekerutan atau
kontraksi serabut otot yang tidak dapat balik (irreversible).
Penurunan kelenturan otot terus berlangsung seiring dengan
semakin sedikitnya jumlah ATP. Bila konsentrasi ATP lebih kecil
dari 0,1 mikro mol/gram, terjadi proses rigor mortis sempurna.
Daging menjadi keras dan kaku.
POST RIGOR

Fase post rigor atau pasca rigor. Melunaknya kembali
tekstur daging bukan diakibatkan oleh pemecahan
ikatan aktin dan miosin, akan tetapi akibat penurunan
pH. Pada kondisi pH yang rendah (turun) enzim
katepsin akan aktif mendesintegrasi garis-garis gelap
Z pada miofilamen, menghilangkan daya adhesi
antara serabut-serabut otot. Enzim katepsin yang
bersifat proteolitik, juga melonggarkan struktur
protein serat otot .
MIKROBA PERUSAK
Daging
Exogenous Infections
Salmonella sp
C.
botulinum
S. aureus
E. coli
KERUSAKAN DAGING
Sampai saat ini daging masih merupakan
sumber protein hewani mahal di indonesia.
Permintaan
daging
terus
mengalami
peningkatan setiap tahunnya, tetapi selalu
tidak diimbangi dengan ketersediaan
pasokan yang cukup. Kondisi ini tentunya
akan menimbulkan dampak buruk bagi
perekonomian masyarakat. Harga daging
yang melonjak tinggi secara langsung akan
menurunkan
daya
beli.
Daging termasuk ke dalam salah satu sumber
pangan penting untuk kebutuhan gizi
seimbang. Disamping karena kandungan
proteinnya
yang
tinggi,
daging
juga
mengandung
komposisi
nutrisi
lainnya.
Komposisi kimia daging terdiri dari 66% air,
18,8% protein, 14% lemak, dan 3,5% substansi
bukan protein terlarut (karbohidrat, garam
organik, subtansi nitrogen terlarut, mineral,dan
vitamin).
Kerusakan lemak daging umumnya terjadi akibat proses oksidasi
enzimatis dari aktivitas bakteri. Secara spesifik, tanda-tanda
kerusakan daging karena aktivitas mikroba berbeda satu dengan
lainnya.
Beberapa tanda kerusakan spesifik tersebut
adalah: 1. Daging kelihatan kusam dan berlendir, disebabkan oleh
aktivitas bakteri Pseudomonas, Achromobacter, Streptococcus,
Leuconostoc,
Bacillus
dan
Micrococcus.
2.
Daging berwarna kehijau-hijauan, disebabkan oleh aktivitas
bakteri Lactobacillus, Pseudomonas, dan Leuconostoc.
3. Daging berbau tengik, disebabkan terjadinya
penguraian lemak oleh bakteri Pseudomonas
dan Achromobacter.
4. Daging berwarna kebiru-biruan, disebabkan
oleh aktivitas bakteri Pseudomonas sincinea.
Kerusakan daging karena aktivitas mikroba juga
dapat menyebabkan penurunan total protein
daging. Kandungan protein daging akan
dimanfaatkan oleh bakteri untuk tumbuh dan
berkembangbiak. Semakin cepat pertumbuhan
bakteri, maka semakin cepat pula protein
terdenaturasi. Tidak hanya protein, beberapa
bakteri mampu mendegradasi beberapa molekul
organik lainnya, seperti polisakarida, dan lemak
(kolesterol) menjadi unit-unit yang lebih
sederhana.
Download