peningkatan kualitas pendidikan melalui - BDK Medan

advertisement
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN MELALUI
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS WEB
DI BALAI DIKLAT KEAGAMAAN
Oleh : Sri Rayani Tanjung, S.Si
(Pengadministrasi Diklat Seksi Diklat Administrasi
Pada Balai Diklat Keagamaan Medan)
ABSTRAK
Pengembangan media pembelajaran berbasis web ke dalam proses pembelajaran
sangat penting karena berkaitan erat dalam mempersiapkan sumber daya manusia
Indonesia untuk siap memasuki era masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based
society). Pengembangan media pembelajaran berbasis web dalam pembelajaran bertujuan
untuk melatih keterampilan menggunakan Pengembangan media pembelajaran berbasis
web dengan cara mengintegrasikannya ke dalam aktifitas pembelajaran, bukan
mengajarkan pengembangan media pembelajaran berbasis web tersebut sebagai mata
pelajaran yang terpisah. Pengembangan media pembelajaran berbasis web dalam Diklat
Reguler dengan cara membuat skenario pembelajaran yang menunjukkan secara jelas
bahwa melalui Pengembangan media pembelajaran berbasis web ke dalam proses
pembelajaran, disamping tujuan pembelajaran tercapai ada suatu agenda terselubung
(hidden agenda) penting yang dapat dicapai pula, yaitu ICT Literacy, seperti peserta diklat
dapat melakukan browsing informasi melalui internet, berkomunikasi melalui e-mail,
membuat laporan dengan aplikasi pengolah kata (MsWord), atau mempresentasikan
sesuatu dengan PowerPoint, dan lain-lain. Pengembangan media pembelajaran berbasis
web dalam Diklat Jarak Jauh (DJJ) dengan cara membuat skenario pembelajaran, yang
hampir sama dengan Diklat Reguler, tapi lebih banyak pada komunikasi dan pemberian
tugas melalui Learning Managemen System (LMS) dengan program Moodle, chatting, dan
teleconference.
Manfaat DJJ Selain memperluas sasaran diklat, mempercepat siklus kediklatan, dan
tentu saja menambah wawasan pengetahuan pegawai, serta meningkatkan kemampuan
peserta dalam bidang teknologi informasi. Penggunaan teknologi informasi dalam dunia
kediklatan mengurangi keterbatasan jarak dan waktu antara penyelenggara diklat, tutor dan
peserta diklat. Sesungguhnya internet bukanlah pengganti sistim pengajaran. Kehadiran
internet lebih bersifat suprementer dan pelengkap. Metode konvensional tetap diperlukan,
hanya saja bisa dimodifikasi kebentuk lain. Metode talk and chalk mengalami modifikasi
menjadi online conference. Internet sebagai media pengajaran mampu mengadakan
karakteristik yang khas, yaitu a) sebagai media interpersonal dan masa; b) bersifat interaktif;
c) memungkinkan komunikasi secara sinkronous maupun ansinkronous (tunda).
Karakteristik ini memungkinkan peserta diklat melakukan komunikasi dengan sumber ilmu
secara lebih luas jika dibandingkan dengan hanya menggunakan media konvensional.
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
Kata Kunci: Diklat, Teknologi Informasi, Media Pembelajaran, Kualitas,
A.
PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi informasi banyak membawa dampak positif bagi kemajuan dunia
pendidikan dewasa ini. Khususnya teknologi komputer dan internet, baik dalam hal
perangkat keras maupun perangkat lunak, memberikan banyak tawaran dan pilihan bagi
dunia pendidikan untuk menunjang proses pembelajaran. Keunggulan yang ditawarkan
bukan saja terletak pada faktor kecepatan untuk mendapatkan informasi namun jugafasilitas
multi media yang dapat membuat belajar lebih menarik, visual dan interaktif.
Sejalan dengan perkembangan teknologi internet, banyak kegiatan pembelajaran yang
dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi ini. Adanya perkembangan dalam bidang
pembelajaran sebagaimana diuraikan di atas, maka proses pembelajaran tradisionalkonvensional yang terjadi dalam ruangan kelas, pada era desentralisasi dan globalisasi saat
ini pelan namun pasti akan mengalami mulai kehilangan bentuk. Paradigma pendidikan
yang dahulu bersifat konvensional, sekarang mulai bergeser menjadi pendidikan yang
berbasis Teknologi Informasi. Perubahan-perubahan tersebut antara lain pada metode
mengajar, referensi pembelajaran, media pembelajaran dan lain sebagainya. Pada era
Teknologi Informasi tersebut, memungkinkan peserta diklat bisa saja lebih mengetahui
dibandingkan dengan widyaiswaranya. Adanya masalah tersebut akan membawa
konsekwensi para widyaiswara supaya lebih kreatif dalam membuat langkah-langkah
pembelajarannya.
Diharapkan
widyaiswara
jangan
sampai
menyampaikan
materi
pembelajaran yang sudah usang atau bahkan menyampaikan materi pelajaran yang sudah
tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang ini.
Media pembelajaran menggunakan Teknologi Informasi ini tentunya diharapkan bisa
meningkatkan mutu pendidikan, lebih efisien, serta sangat efektif dan terakhir adalah hasil
proses belajar mengajar dapat lebih maksimal. Adanya media pembelajaran yang
menggunakan Teknologi Informasi ini, memungkinkan munculnya sebuah paradigma baru
dalam bidang pendidikan, dimana paradigma baru ini akan mengaitkan antara mesin
dengan manusia. Manusia yang dibekali akal pikiran harus bisa menggunakan mesin
sebagai alat bantu pembelajaran yang disebut dengan media pembelajaran. Perubahan
paradigma ini khususnya pada inovasi media pembelajaran konvensional menuju media
pembelajaran yang menggunakan Teknologi Informasi.
Kenyataannya pada skala yang lebih besar, kegiatan belajar tradisional-konvensional
membutuhkan biaya yang cukup besar dalam penyiapan infrastrukturnya (ruangan,
laboratorium, perpustakaan, meubel, media pembelajaran, dan lain-lain). Dengan kondisi
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
seperti itu, maka dewasa ini banyak pihak penyelenggara pendidikan mulai melirik
penerapan konsep distance learning sebagai alternatif pembelajaran yang dianggap lebih
efektif dan efisien, terutama sekali sebagai pengaruh munculnya perkembangan yang
sangat pesat yang terjadi dalam bidang teknologi telekomunikasi dan teknologi informasi .
Berbagai teknologi dan aplikasi tercipta dalam upaya mendukung kegiatan operasional
kehidupan manusia maupun organisasi, termasuk kegiatan belajar dan mengajar.
Dalam era informasi, kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi telah
memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang cepat tanpa terhambat oleh batas
ruang dan waktu (Dryden & Voss, 1999). Berbeda dengan era agraris dan industri,
kemajuan suatu bangsa dalam era informasi/ global sangat tergantung pada kemampuan
masyarakatnya dalam memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan produktifitas.
Karakteristik masyarakat seperti ini dikenal dengan istilah masyarakat berbasis pengetahuan
(knowledge-based society). Orang yang menguasai pengetahuan akan mampu bersaing
dalam era global. Oleh karena itu, setiap negara berlomba untuk mengintegrasikan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Comunication Technology
(ICT) dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk membangun dan
membudayakan masyarakat berbasis pengetahuan agar dapat bersaing dalam era global.
Dalam makalah ini, penulis ingin mengetahui sejauh mana peningkatan kualitas
pendidikan melalui pengembangan media pembelajaran berbasis web di Balai Diklat
Keagamaan, selanjutnya bagaimana pengembangan model pembelajaran berbasis web
pada diklat regular maupun diklat jarak jauh serta hambatannya.
B.
PENINGKATAN
KUALITAS
PENDIDIKAN
MENGGUNAKAN
TEKNOLOGI
INFORMASI
Dalam mewujudkan media pembelajaran ini pada awalnya memang sangat berat,
disebabkan oleh kurangnya fasilitas dan sarana pembelajaran pada Balai Diklat Keagamaan
tentunya akan menyebabkan kualitas pendidikan yang rendah. Kualitas pendidikan yang
rendah akan menyebabkan adanya kesenjangan kemampuan pada peserta diklat yang
punya fasilitas dan tidak. Adanya masalah ini, maka perlu diambil langkah-langkah yang
harus dilakukan oleh Balai Diklat Keagamaan supaya media pembelajaran dapat tersedia.
Untuk mewujudkan media pembelajaran yang murah salah satunya adalah menggunakan
Teknologi Informasi. Langkah-langkah yang diambil tersebut tentunya bertujuan untuk
meningkatkan dan memperbaiki kualitas pendidikan secara umum tersebut (Fawzi, 2003),
antara lain:
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
1. Adanya semangat untuk memperbaiki kualitas pendidikan.
2. Kemauan berkreasi dan berinovasi untuk mencari metode pembelajaran yang tepat.
3. Adanya laboratorium komputer yang terhubung dengan internet.
4. Keterampilan Teknologi Informasi yang dimiliki oleh para widyaiswara sebagai
pendukung terwujudnya pendidikan yang berkualitas.
5. Adanya buku pendukung pembelajaran yang menggunakan media pembelajaran.
Dengan
adanya
media
pembelajaran
menggunakan
Teknologi
informasi
memungkinkan proses pembelajaran yang lebih detail, jelas, mudah serta disenang oleh
peserta diklat. Selain langkah-langkah tersebut diatas, sebelum membuat media
pembelajaran juga perlu dilakukan serangkaian kegiatan untuk menentukan media
membelajaran yang tepat. Hal ini supaya jangan sampai hal-hal yang dilakukan tidak sesuai
dengan yang diinginkan atau bahkan tidak sesuai dengan kurikulum. Serangkaian kegiatan
yang dilakukan berkaitan dengan pengembangan media pembelajaran antara lain sebagai
berikut (Rosenberg, 2006):
1. Mendeskripsikan kurikulum yang digunakan.
2. Pembuatan pedoman penyusunan media pembelajaran menggunakan teknologi
informasi.
3. Menyelenggarakan seminar mengenai penyusunan dan inovasi media pembelajaran
yang tepat.
4. Menyelenggarakan
pelatihan
Multimedia
sebagai
dasar
pembuatan
media
pembelajaran.
5. Penyusunan SAP/AP tiap mata diklat yang dilengkapi dengan data-data media
pembelajaran yang dibutuhkan.
6. Pembuatan media pembelajaran yang dibutuhkan.
7. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan media pembelajaran menggunakan
teknologi informasi.
8. Evaluasi hasil pembelajaran.
9. Pembuatan laporan tentang pengembangan kurikulum melalui inovasi media
pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi.
10. Pembuatan buku acuan mengenai Inovasi media pembelajaran.
Permasalahan yang perlu diselesaikan yaitu terbatasnya sumberdaya manusia
dalam membuat media pembelajaran, sehingga buku acuan mengenai rambu-rambu
pembuatan media pembelajaran dengan teknologi Informasi sangat diperlukan. Buku
mengenai acuan pembuatan media pembelajaran berbasis Teknologi Informasi saat jarang
ditemui atau bahkan memang belum tersedia. Untuk membuat buku acuan tersebut perlu
adanya sumber daya baik berupa sumber daya manusia, peralatan maupun laboratorium
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
yang bisa digunakan. Sumber daya tersebut biasanya tidak dimiliki oleh salah satu
instasi/lembaga tertentu saja, tetapi dimiliki oleh beberapa instansi. Adanya keterbatasan
tersebut diperlukan kerja sama dengan instansi yang berbeda untuk membuat buku acuan
atau media pembelajaran yang menggunakan Teknologi Informasi. Media pembelajaran
yang menggunakan Teknologi Informasi ini diharapkan dapat meningkatkan mutu
pendidikan, lebih efisien, serta sangat efektif dan terakhir adalah hasil proses belajar
mengajar dapat lebih maksimal.
Dalam mewujudkan media pembelajaran yang menggunakan Teknologi Informasi ini,
diperlukan masukan dari para widyaiswara yang akan terjun langsung dalam proses belajar
mengajar. Oleh karena itu dibutuhkan kerja sama antara mitra kerja dengan instansi.
Pemilihan mitra kerja ini adalah pada instansi yang memiliki sumber daya lebih baik, seperti
laboratorium Teknologi Informasi, tenaga ahli maupun pendukung lainnya. Laboratorium
Teknologi Informasi serta sumber daya yang lain yang dimiliki merupakan sebuah aset
penting untuk dapat mengembangkan sebuah media pembelajaran. Teknologi hanyalah alat
bantu, yang jika digunakan diharapkan akan mempermudah pekerjaan manusia, jika tidak
digunakan juga tidak salah. Oleh karena itu jika dalam dunia pendidikan akan
memanfaatkan Teknologi Informasi sebagai alat bantu, tentunya kita harus melakukan
persiapan-persiapan, seperti sumberdaya manusia, laboratorium pendukung, kesiapan
peserta diklat, buku-buku pendukung dan lain-lain (Reigeluth, 1984).
C.
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS WEB
Ada tiga bentuk sistem pembelajaran berbasis web yang layak dipertimbangkan
sebagai dasar pengembangan sistem pembelajaran dengan mendayagunakan internet,
(Judith and Rita – Marie Conrad, 1999) yaitu: 1) Web Course, 2) Web Centric Course, dan
3) Web Enhanced Course (Haughey dalam Riyana, 2009).
1. Web Course
Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pembelajaran, dimana
seluruh bagian bahan belajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan dan ujian sepenuhnya
disampaikan melalui internet. Peserta diklat dan widyaiswara sepenuhnya terpisah, namun
hubungan atau komunikasi antara peserta didik dengan pengajar bisa dilakukan setiap saat.
Komunikasi lebih banyak dilakukan secara ansynchronous daripada secara synchronous.
Bentuk web course ini tidak memerlukan adanya kegiatan tatap muka baik untuk keperluan
pembelajaran maupun evaluasi dan ujian, karena semua proses pembelajaran sepenuhnya
menggunakan fasilitas internet seperti email, chat rooms, bulletin board dan online
conference.
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
Selain itu sistem ini biasanya juga dilengkapi dengan berbagai sumber belajar
(digital), baik yang dikembangkan sendiri maupun dengan menggunakan berbagai sumber
belajar dengan jalan membuat hubungan (link) ke berbagai sumber belajar yang sudah
tersedia pada internet, seperti data base statistic berita dan informasi, e-book, perpustakaan
elektronik dll. Bentuk pembelajaran model ini biasanya digunakan untuk keperluan
pendidikan jarak jauh (distance education/learning). Aplikasi bentuk ini antara lain virtual
campus/university ataupun lembaga pelatihan yang menyelenggarakan pelatihan-pelatihan
yang bisa diikuti secara jarak jauh dan setelah lulus ujian akan diberikan sertifikat.
2. Web Centric Course
Sebagian bahan belajar, diskusi, konsultasi, penugasan, dan latihan disampaikan
melalui internet, sedangkan ujian dan sebagian konsultasi, diskusi dan latihan dilakukan
secara tatap muka, walaupun dalam proses belajarnya sebagaian dilakukan dengan tatap
muka yang biasanya berupa tutorial, tetapi prosentase tatap muka tetap lebih kecil
dibandingkan dengan prosentase proses pembelajaran melalui internet. Bentuk ini
memberikan makna bahwa kegiatan belajar bergeser kegiatan di kelas menjadi kegiatan
melalui internet sama dengan bentuk web course, peserta diklat da widyasiwara
sepenuhnya terpisah tetapi pada waktu-waktu yang telah ditetapkan mereka bertatap muka,
baik di instansi maupun ditempat-tempat yang telah ditentukan seperti di ruang
perpustakaan, taman bacaan, ataupun di balai pertemuan.
3. Web Enhanced Course
Web Enhanced Course merupakan pemanfaatan internet untuk pendidikan, untuk
menunjang peningkatan kualitas belajar mengajar di kelas. Bentuk ini juga dikenal dengan
nama web lite course, karena kegiatan pembelajaran utama adalah tatap muka di kelas.
Peranan internet disini adalah untuk menyediakan sumber-sumber belajar yang sangat kaya
akan informasi dengan cara memberikan alamat-alamat atau membuat link ke berbagai
sumber belajar yang sesuai dan bisa diakses secara online, untuk meningkatkan kuantitas
dan memperluas kesempatan berkomunikasi antara widyaiswara dengan peserta diklat
secara timbal balik. Dialog atau komunikasi dua arah tersebut dimaksudkan untuk keperluan
berdiskusi, berkonsultasi, maupun untuk bekerja secara kelompok.
Berbeda dengan kedua bentuk sebelumnya, pada bentuk web enhanced course ini
prosentase pembelajaran melalui internet justru lebih sedikit dibandingkan dengan
prosentase pembelajaran secara tatap muka, karena penggunaan internet adalah hanya
untuk mendukung kegiatan pembelajaran secara tatap muka. Bentuk ini dapat pula
dikatakan sebagai langkah awal bagi intitusi pendidikan yang akan menyelenggarakan
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
pembelajaran berbasis teknologi informasi, sebelum menyelenggarakan pembelajaran
dengan internet secara lebih kompleks, seperti web centric course ataupun web course.
Baik pada model ataupun web course, web centric course ataupun web enhanced course,
terdapat beberapa komponen aktivitas seperti informasi, bahan belajar, pembelajaran
ataupun komunikasi, penilaian yang bervariasi.
Untuk mengembangkan sistem pembelajaran berbasis internet, terlebih dahulu perlu
dilakukan pengkajian atas seluruh unsur dan aspek sebagaimana telah diuraikan di atas,
sehingga bisa didapatkan pegangan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam
pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet. Di samping itu juga diperlukan
pertimbangan dan penilaian atas beberapa hal yang tidak kalah pentingnya antara lain:
1. Keuntungan. Sejauhmana sistem pembelajaran berbasis internet akan memberikan
keuntungan bagi intitusi, staf pengajar, pengelola, dan terutama keuntungan yang
akan diperoleh siswa dalam meningkatkan kualitas mereka apabila dibandingkan
dengan penyelenggaraan pembelajaran tatap muka secara konvensional
2. Biaya pengembangan infrastruktur serta pengadaan peralatan software
3. Biaya yang diperlukan untuk mengembangkan infrastruktur, mengadakan peralatan
serta sofware tidaklah sedikit. Untuk itu perlu dipertimbangkan hal-hal seperti,
apakah akan membangun suatu jaringan secara penuh ataukah secara bertahap,
apakah akan mengadakan peralatan yang sama sekali baru ataukah meng-upgrade
yang sudah ada atau scound. Harus diperhatikan bahwa sofwere yang asli bukan
bajakan
harganya
relative
mahal.
Untuk
itu
dipertimbangkan
kemampuan
menyediakan dana dalam setiap pengambilan keputusan.
4. Biaya operasional dan perawatan. Suatu sistem akan berhjalan apabila dikelola
secara baik. Dengan demikian, sistem pembelajaran berbasis internet ini, juga
diperlukan biaya operasional dan perawatan yang tentunya tidak sedikit. Biaya
operasional, honor pengelolaan, biaya langganan ISP (Internet Service Provider),
biaya langganan saluran telepon tersendiri dan biaya pulsa telepon apabila
berkeinginan
menggunakan
dial-up.
Sedangkan
biaya
perawatan
termasuk
penggantian suku cadang yang mengalami kerusakan baik karena umur maupun
kesalahan prosedur pemakaian. Untuk menanggulangi biaya operasional dan
perawatan tersebut, dapat dilakukan dengan mendayagunakan sistem tersebut agar
mampu menghasilkan uang (income generating), antara lain dengan membuka
warnet untuk umum, mengadakan pelatihan-pelatihan dan lain-lain.
5. Sumberdaya manusia. Untuk mengembangkan dan mengelola jaringan dan system
pembelajaran, diperlukan sejumlah sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi
dan integritas yang tinggi. Dalam hal ini termasuk widyaiswara yang harus
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
memahami prinsip-prinsip pembelajaran melalui internet. Untuk keperluan itu
hendaknya dilakukan identifikasi dan kemudian dipersiapkan tenaga-tenaga tersebut,
apakah bisa dicukupi dari dalam ataukah harus merekrut tenaga-tenaga baru. Untuk
membekali tenaga-tenaga tersebut perlu diberikan pelatihan, diperhitungkan lama
waktu pelatihan, tempat pelatihan, cara pelatihan agar bisa menghasilkan tenaga
yang memiliki kualifikasi.
6. Peserta diklat. Yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah mengetahui
sejauhmana kesiapan peserta diklat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan internet yang akan diselenggarakan. Kalau internet merupakan
sesuatu yang baru bagi sebagian besar peserta diklat, tentunya perlu dilakukan
serangkaian upaya untuk mengkondisikan agar mereka siap berpartisipasi secara
aktif dalam sistim pembelajaran yang baru tersebut. Hal yang tidak mudah untuk
merubah kebiasaan mereka yang telah terbiasa belajar secara tatap muka secara
konvensional selama bertahun-tahun, yang tentunya telah menjadi gaya belajar atau
kebiasaan yang sudak mendarah daging. Berdasarkan kajian dan pertimbangan
sebagaimana telah dibahas di atas, kemudian sistim pembelajaran internet
dikembangkan melalui tiga cara pengembangan yaitu:
a. Menggunakan sepenuhnya fasilitas internet yang telah ada, seperti e-mail, IRC
(Internet Relay Chat), word wide web, seach engine, millis (milling list) dan FTP
(File Transfer Protocol).
b. Menggunakan sofware pengembang program pembelajaran dengan internet
yang dikenal dengan Web-Course Tools, yang di anataranya bisa didapatkan
secara gratis
ataupun bisa juga dengan membelinya. Ada beberapa vendor
yang mengembangkan Web Course Tools seperti WebCT, Webfuse, TopClass
dan lain-lain.
c. Mengembangkan sendiri program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan (tailor
made), dengan menggunakan bahasa pemrograman seperti ASP (Active Server
Pages) dan lain-lain.
Setiap cara memiliki kelebihan dan kekurangan, misalnya pengembangan
program pembelajaran dengan menggunakan fasilitas internet mempunyai kelebihan
biayanya sangat murah dibandingkan yang lain, namun ada kekurangan yaitu dalam
pengelolaan agak sulit karena sifatnya tidak terintegrasi. Sedangkan apabila menggunakan
Web Course Tools atau pengembangan secara taillor-made biayanya jauh lebih mahal,
namun memiliki kelebihannya yakni mudah dalam pengembangan dan pengelolalaannya,
lebih power full, dan sesuai dengan kebutuhan. Untuk memilih salah satu cara yang akan
dipakai, ditentukan pada pertimbangan berdasarkan kajian terhadap berbagai hal seperti
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
yang telah dibahas dibagian terdahulu tadi. Namun pada dasarnya mendayagunakan
internet untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan adalah hal yang sangat layak
untuk segera dilaksanakan secara luas di institusi-institusi penyelenggara pendidikan di
Indonesia.
D.
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS WEB PADA BALAI
DIKLAT KEAGAMAAN
Pemanfaatan media pembelajaran berbasis web dalam dunia pengajaran akan
membantu dunia pengajaran meningkatkan kuantitas peserta diklat. Akan semakin banyak
peserta diklat yang dapat direngkuh melalui internet. Selain peningkatan kuantitas, hal yang
sama pun berlaku pada pada sisi kualitas. Seperti disinggung diatas, peningkatan kuantitas
peserta diklat dapat mendegradasi kualitas pengajaran yang diperolehnya. Pengadaan
teknologi internet, dapat menjadi salah satu antisipator terhadap kemungkinan tersebut.
Menurut Purnomo (2008) bahwa Pembelajaran jarak jauh (distance learning) melalui internet
harus tetap melibatkan empati para widyaiswara sehingga terjadi hubungan erat antara
widyaiswara dan peserta diklat. Tanpa empati, pengajaran dalam arti sesungguhnya tidak
terjadi dan yang berlangsung hanyalah proses transfer informasi. Untuk itu, institusi yang
mengadakan distance learning harus memperhatikan unsur-unsur sebagai berikut: 1) pusat
kegiatan peserta diklat, 2) Interaksi dalam group, 3) Sistem administrasi peserta diklat, 4)
Evaluasi materi, 5) Perpustakaan digital, dan 5) Materi online pendukung lainnya.
Sebagai community web distance learning maka ia harus bisa menjadi sarana bagi
pusat kegiatan peserta diklat, diantaranya menambah kemampuan, membaca materi diklat,
mencari informasi, dan sebagainya. Untuk itu, Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan telah
merancang website Diklat Jarak Jauh (DJJ) yang menarik, sehingga dapat menampung
semua kebutuhan peserta diklat. Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan juga membuka diri
kepada para peserta diklat sehingga penjaringan ide bagi pengembangan aplikasi yang ada
bisa berjalan lebih cepat. Para peserta diklat harus bisa saling berinteraksi satu sama lain
walaupun tidak berada pada satu tempat/ruangan yang sama. Mereka bisa saling berdiskusi
tentang materi yang diberikan oleh para widyaiswara. Widyasiwara bisa hadir dalam diskusi
ini dengan memberikan ulasan awal sebelum diskusi dimulai.
Oleh karena itu, Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan benar-benar serius dalam pola
DJJ (distance learning) telah mempersiapkan aplikasi LMS (Learning management System)
yang bisa menjalin interaksi antara semua komponen yang terlibat dalam pembelajaran.
Unsur pengadministrasian tidak boleh diabaikan. Karena dalam distance learning peserta
diklat tidak hadir secara fisik pada lembaga yang ada, maka format administrasi yang perlu
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
dibangun akan lebih komplek bila dibandingkan pola pembelajaran konvensial. Dengan LMS
juga dikembangkan aplikasi yang memungkinkan peserta diklat mengetahui statusnya
(prestasi), progres report yang telah ditempuh, jumlah mata diklat yang akan diikuti, cara
pendaftaran sebagai peserta dan sebagainya. Evaluasi sangat perlu dilakukan agar peserta
diklat maupun lembaga pembelajaran bisa mengetahui sejauh mana efektifitas pengajaran
yang dilakukan. Evaluasi ini juga membantu peserta diklat dalam mengetahui tingkat
pemahaman materi yang disajikan.
Perpustakaan digital merupakan hal yang wajib dalam distance learning. Tanpa
adanya perpustakaan digital maka peserta diklat akan mengalami kesulitan dalam mencari
literatur yang dibutuhkan dalam proses pengajaran. Ketidakhadiran perpustakaan digital
akan sangat menurunkan kualitas pengajaran yang ada, karena peserta diklat tidak mampu
hadir secara fisik untuk memperoleh sumber informasi pengajaran yang dimiliki
perpustakaan digital. Yang disiapkan tidak hanya berupa modul dengan jumlah cukup
fantastik sekitar 600 modul dan telah terupload, tetapi ada juga literasi berbentuk video, dan
image. Selain perpustakaan digital yang menyajikan sumber ilmu yang dimiliki oleh Pusdiklat
Tenaga Teknis Keagamaan, peserta diklat juga diberi link ke sumber informasi lainnya.
Situs-situs pendukung yang sekiranya mampu meningkatkan pemahaman peserta diklat
terhadap materi yang ada perlu disajikan dalam aplikasi DJJ. Peserta diklat juga diberikan
kesempatan untuk bisa mengisikan link pada aplikasi DJJ, sehingga peserta diklat lain bisa
memperoleh manfaat yang lebih progresif. Dengan keterlibatan peserta diklat, diharapkan
tumbuh loyalitas untuk saling berbagi informasi sehingga bisa membantu peserta diklat lain
dalam memperoleh manfaat dari DJJ ini.
1.
Skenario pembelajaran yang mungkin bisa dilaksanakan dalam DJJ adalah:
Belajar mandiri secara individu, artinya peserta diklat akan mempelajari bahan
belajar kapan saja dan dimana saja sesuai dengan kondisi dan kecepatan
belajarnya sendiri. Media pembelajaran apa yang akan peserta diklat gunakan?
Dalam hal ini media belajar utamanya adalah modul cetak, dimana mereka bisa
mempelajarinya dimana saja dan kapan saja. Kemudian ditunjang dengan media
pembelajaran online melalui web, dimana bahan belajar (baik berbasis teks
(seperti pdf, doc, ppt, dll) maupun berbasis multimedia (flash animation,
streaming video, dll) disimpan dalam web diklat Kemenag sehingga peserta
diklat dapat mempelajarinya kapan saja, tapi di tempat tertentu, yaitu di Balai
Diklat Keagamaan, Madrasah Tsanawiyah atau Madrasah Aliyah Induk terdekat
sebagai pusat belajar (learning center) atau pusat akses (access point/ warnet).
2.
Belajar Mandiri secara Kelompok, artinya peserta diklat secara kelompok akan
mempelajari bahan belajar kapan saja dan dimana saja sesuai dengan waktu,
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
tempat dan agenda yang akan mereka pelajari bersama. Namun hal ini
kemungkinan sulit dilaksanakan jika peserta yang terjaring dalam DJJ ternyata
mempunyai rumah yang sangat berjauhan, mungkin berbeda kabupaten/kota.
Sudah tentu belajar mandiri secara kelompok baru dapat dilaksanakan dengan
lebih intens jika peserta yang ikut DJJ bertempat tinggal dalam satu wilayah
yang berdekatan.
3.
Tutorial Terjadwal; pada waktu-waktu tertentu, sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan sebelumnya oleh penyelenggara (Balai Diklat Keagamaan), peserta
diklat mengikuti tutorial langsung dengan instruktur/Widyaiswara. Menurut
scenario yang diusulkan oleh pihak Pustekom, bentuk tutorial utamanya adalah
menggunakan tutorial tatap muka. Artinya, peserta diklat bertemu muka
langsung dengan WI pada saat tertentu yang lebih bersifat problem solving, atau
pemecahan masalah, praktek, dll). Bentuk tutorial kedua yang diusulkan adalah
tutorial elektronik. Alat komunikasi (communication tools) yang dapat digunakan
sangat bervariasi. Bisa dipilih dan ditentukan sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan. Alat komunikasi tersebut antara lain adalah secara sinkronous (real
time) dapat menggunakan telpon (telpon rumah, HP), konferensi video dua arah
(webcham), siaran televisi satu arah (tanya jawab bisa dilakukan via telpon),
text-based conference (chatting menggunakan messenger tools seperti Yahoo
Messenger, Face Book), dan tutorial elektronik secara asinkronous (tidak real
time), dengan cara atau melalui e-mail, milist, dll. Masih menurut pihak
Pustekom,
pertemuan
peserta
diklat
dengan
widyaiswara/Balai
Diklat
Keagamaan minimal dilaksanakan tiga kali dalam masa DJJ. Pertemuan
pertama, peserta diklat datang ke Balai Diklat Keagamaan untuk pendaftaran,
diberi modul, diajari tentang program pembelajaran melalui web, yaitu program
Moodle. Jika masih ada peserta yang belum familier dengan chatting, pertemuan
melalui webcham, dll, maka perlu juga diajarkan. Pertemuan kedua dilaksanakan
pada paruh setengah massa kediklatan (bulan ketiga), agendanya adalah seperti
yang telah dijelaskan di atas, yaitu peserta diklat bertemu muka langsung
dengan WI untuk membahas hal yang lebih bersifat problem solving, atau
pemecahan masalah, praktek, dll. Sedangkan pertemuan ketiga adalah ujian
tulis secara langsung di Balai Diklat Keagamaan. Ujian dilaksanakan dua cara,
yaitu secara online yang akan dijadwalkan oleh widyaiswara /Balai Diklat
Keagamaan dan ujian offline bertempat di Balai Diklat Keagamaan. Menurut
penulis pertemuan tiga kali secara langsung (sinkronous) terasa terlalu
memberatkan beban pekerjaan bagi peserta maupun widyaiswara/Balai Diklat
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
Keagamaan, demikian juga dengan beban anggaran untuk dana transport
peserta diklat. Pertemuan maksimal dua kali secara sinkronous, penulis rasa
sudah cukup karena jika ada permasalahan atau peserta menyakan sesuatu
menyangkut materi diklat maupun lainnya, bisa melalui forum diskusi yang
sudah tersedia di aplikasi LMS (moodle). Pertemuan dua kali dilaksanakan pada
awal program dan akhir program saja. Apabila memungkinkan selama masa
kediklatan DJJ bisa hanya melaksanakan satu kali pertemuan langsung
(sinkronous) atau bahkan tanpa pertemuan langsung. Hal ini tergantung
kesiapan peserta maupun Balai Diklat Keagamaan. Jika peserta yang terjaring
dalam DJJ ternyata mempunyai kompetensi dalam ICT, mereka cukup
mendaftar langsung lewat internet, system evaluasi dilakukan dalam bentuk
evaluasi mandiri (self-assement). Pertemuan satu kali secara sinkronous
dilakukan hanya pada awal program, dengan memberikan pengarahan dan
pengenalan aplikasi LMS serta pemberian modul atau pertemuan sinkronous
hanya pada akhir program untuk penutupan program, pemberian sertifikat diklat
serta penyelesaian adminitrasi. Jika penyelesaian administrasi bisa dilaksanakan
tanpa peserta harus datang langsung ke Balai Diklat Keagamaan, maka selama
masa DJJ tidak menutup kemungkinan tidak perlu ada pertemuan secara
sinkronous. Uang transport/akomodasi, dll untuk peserta bisa melalui rekening,
sedangkan tanda-tangan dan sertifikat bisa melalui jasa pos.
4.
Sistem Evaluasi; system evaluasi bisa dilakukan dalam bentuk (a) evaluasi
mandiri (self-assesment), dimana setiap selesai mempelajari satu modul atau
beberapa modul, peserta diklat dapat mengukur hasil belajarnya melalui online
self-assessment. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan aplikasi LMS
(moodle), sehingga semua soal evaluasi mandiri tersebut telah dimuat dalam
aplikasi tersebut. Dimana evaluasi dilakukan? Evaluasi dapat dilakukan di Balai
Diklat Keagamaan atau MA Induk, dimana setiap komputer sudah terhubung
dengan LAN. Bisa juga evaluasi dilakukan dimana saja sesuai keinginan
peserta, misalnya di rumah atau di warnet, yang penting mereka bisa
mengakses internet pada saat evaluasi. Waktu untuk self-assessment tidak
harus satu waktu dalam satu hari, tetapi bisa diberi tenggang waktu satu minggu,
mengingat kesibukan pekerjaan masing-masing peserta berbeda; (b) evaluasi
akhir, yaitu evaluasi untuk menguji kelulusan yang dilakukan secara reguler di
lokasi tertentu, yaitu di Balai Diklat Keagamaan atau MA Induk jika peserta DJJ
semua hanya satu kota atau satu kabupaten tempat MA Induk itu berada.
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
Evaluasi akhir bisa juga dilaksanakan secara online tanpa peserta harus datang
di lokasi tertentu.
Hambatan yang perlu digarisbawahi berkaitan dengan pemanfaatan web untuk
pembelajaran. Hambatan-hambatan tersebut diantaranya adalah:
1.
Penolakan untuk berubah (resistancy to change), Sejak Tahun 2009 hambatan
tersebut sudah mulai berkurang dengan kebijakan Kepala Badan Litbang dan
Diklat serta Kapusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan dengan paradigma baru
kediklatan-nya, yaitu Diklat Jarak Jauh (DJJ) yang mengharuskan seluruh Balai
Diklat Keagamaan untuk menyediakan fisilitas internet, parabola untuk bisa
akses TV-edukasi serta infastruktur penunjangnya. Tinggal Kepala Balai Diklat
Keagamaan apakah mampu untuk melaksanakan kebijakan tersebut dan
menyempurnakan pelaksanaan DJJ tersebut. Tahun 2009 belum semua Balai
Diklat Keagamaan bisa melaksanakan DJJ. Mudah-mudahan di tahun 2010 ini
semua bisa melaksanakannya. Sebelumnya, penolakan atau keengganan untuk
berubah, khususnya dari para pembuat kebijakan merupakan hal yang wajar
mengingat web masih dapat dikatakan sebagai suatu inovasi (hal baru). Sikap
para pengambil kebijakan terhadap web sebagian besar masih rendah.
2.
Kesiapan SDM Baik WI maupun tenaga teknis harus bersama-sama
meningkatkan ICT literacy-nya. Tenaga teknis berfungsi menyiapkan dan
merawat peralatan, sedangkan widyaiswara lebih berfungsi dalam penggunaan
web dalam pembelajaran, disamping juga ikut menjaga dan merawat peralatan
agar selalu siap digunakan.
3.
Ketersediaan fasilitas. Hal ini sangat erat hubungannya dengan dana dan
kesiapan SDM Balai Diklat Keagamaan. Ketersediaan bahan belajar berbasis
aneka sumber (resources-based learning packages). Bahan belajar tersebut
terdiri dari bahan cetak, seperti modul, makalah, buku paket dan bahan non
cetak, seperti CD/DVD pembelajaran, internet, TV-edukasi. Fasilitas Hot-Spot,
Speedy atau Telkomnet Instan di beberapa Diklat belum dikembangkan sampai
memasuki area kelas, laboratorium computer, maupun perpustakaan. Hal ini
memang sangat disayangkan. Laboratorium on-line, perpustakaan on-line, dan
kelas on-line sudah seharusnya dilaksanakan oleh Balai Diklat Keagamaan.
Kalau Perpustakaan MAN Model Yogyakarta dapat merebut juara pertama
perpustakaan tingkat nasional antar sekolah dan madrasah tahun 2007.
Bagaimana dengan perpustakaan Balai Diklat Keagamaan? tentunya harus lebih
bagus daripada madrasah karena Balai Diklat Keagamaan adalah tempat
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
pendidikan dan pelatihan bagi seluruh pegawai Kementerian Agama, termasuk
pegawai perpustakaan madrasah.
4.
Keberlangsungan (sustainability). Agar fasilitas tidak cepat rusak dan selalu siap
digunakan, maka perlu adanya tambahan biaya untuk perawatan fasilitas dan
berlangganan internet. Hal ini perlu dipikirkan oleh kepala Balai Diklat
Keagamaan demi keberlangsungan proses pembelajaran berbasis web.
E.
SIMPULAN
Penggunaan media ini memerlukan persiapan-persiapan seperti sumber daya
manusia seperti kesiapan widyasiwara dan peserta diklat. Selain itu memerlukan sarana
seperti laboratorium komputer beserta pendukungnya. Penggunaan media pembelajaran ini
diharapkan dapat memperbaiki proses belajar mengajar pada widyasiwara maupun peserta
diklat, dapat lebih efektif, efisien, serta mendorong kreatifitas peserta diklat. Keuntungan lain
adalah pada penghematan biaya operasional pembelajaran dan mempermudah persiapan
widyaiswara dalam mengajar. Selain itu juga, akan mempermudah penilaian, mengatasi
keterbatasan
media
pembelajaran
yang
tidak
tersedia,
serta
harapannya
dapat
meningkatkan pengetahuan siswa.
Salah satu paradigma kediklatan yang dikembangkan Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama tahun 2008 adalah mengembangkan Diklat Jarak Jauh (Distance
Training) yang tertuang dalam surat keputusan Kepala Badan nomor : BD/53/2008 Tentang
pedoman penyelenggaraaan djj diklat teknis keagamaan. Mekanisme Distance Training
adalah sebagai berikut: a) Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan menyiapkan infrastruktur
sistem diklat jarak jauh, b) Balai Diklat Keagamaan memberikan kesempatan kepada calon
peserta di unit kerja masing-masing untuk mengikuti kelas DJJ, c) Calon peserta melakukan
registrasi via email ke Balai Diklat Keagamaan, d) Balai Diklat Keagamaan akan memanggil
calon peserta untuk mendapatkan penjelasan DJJ, e) Daftar peserta DJJ dikirim ke
Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan agar mendapatkan account untuk akses ke http://djj.
pusdiklatteknis.depag.go.id,
dan
f)
Peserta
mengikuti
Diklat
Jarak
Jauh
pada
http://djj.pusdiklatteknis.depag.go.id/.
Manfaat DJJ Selain memperluas sasaran diklat, mempercepat siklus kediklatan, dan
tentu saja menambah wawasan pengetahuan pegawai, serta meningkatkan kemampuan
peserta dalam bidang TIK. Penggunaan TIK dalam dunia kediklatan mengurangi
keterbatasan jarak dan waktu antara penyelenggara diklat, tutor dan peserta diklat.
Sesungguhnya internet bukanlah pengganti sistim pengajaran. Kehadiran internet lebih
bersifat suprementer dan pelengkap. Metode konvensional tetap diperlukan, hanya saja bisa
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
dimodifikasi kebentuk lain. Metode talk and chalk mengalami modifikasi menjadi online
conference. Internet sebagai media pengajaran mampu mengadakan karakteristik yang
khas, yaitu a) sebagai media interpersonal dan masa; b) bersifat interaktif; c) memungkinkan
komunikasi
secara
sinkronous
maupun
ansinkronous
(tunda).
Karakteristik
ini
memungkinkan peserta diklat melakukan komunikasi dengan sumber ilmu secara lebih luas
jika dibandingkan dengan hanya menggunakan media konvensional.
Pengembangan media pembelajaran berbasis web ke dalam proses pembelajaran
sangat penting karena berkaitan erat dalam mempersiapkan sumber daya manusia
Indonesia untuk siap memasuki era masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based
society). Pengembangan media pembelajaran berbasis web dalam pembelajaran bertujuan
untuk melatih keterampilan menggunakan Pengembangan media pembelajaran berbasis
web
dengan
cara
mengintegrasikannya
ke
dalam
aktifitas
pembelajaran,
bukan
mengajarkan pengembangan media pembelajaran berbasis web tersebut sebagai mata
pelajaran yang terpisah. Pengembangan media pembelajaran berbasis web dalam Diklat
Reguler dengan cara membuat skenario pembelajaran yang menunjukkan secara jelas
bahwa melalui Pengembangan media pembelajaran berbasis web ke dalam proses
pembelajaran, disamping tujuan pembelajaran tercapai ada suatu agenda terselubung
(hidden agenda) penting yang dapat dicapai pula, yaitu ICT Literacy, seperti peserta diklat
dapat melakukan browsing informasi melalui internet, berkomunikasi melalui e-mail,
membuat laporan dengan aplikasi pengolah kata (MsWord), atau mempresentasikan
sesuatu dengan PowerPoint, dan lain-lain. Pengembangan media pembelajaran berbasis
web dalam Diklat Jarak Jauh (DJJ) dengan cara membuat skenario pembelajaran, yang
hampir sama dengan Diklat Reguler, tapi lebih banyak pada komunikasi dan pemberian
tugas melalui Learning Managemen System (LMS) dengan program Moodle, chatting, dan
teleconference.
http://bdkmedan.kemenag.go.id
13/05/2015
DAFTAR PUSTAKA
Atho Mudzhar, 2009. Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Dep.Agama pada acara
“Pembukaan Sosialisasi Produk Sistem Diklat Tenaga Teknis dan Soft Launching
Penyelenggaraan DJJ Tahun 2009 dan penandatanganan kerjasama kediklatan
tanggal 16 Februari 2009 di kampus Pusdiklat Ciputat Jakarta.
Boettcher, Judith And Rita – Marie Conrad, 1999. 21st Century Teaching And Learning
Patterns: What Will We See?, Syllabus Press Inc.
Dryden, Gordon; dan Voss, Jeanette; 1999. The Learning Revolution: to Change the Way
the World Learn”, the Learning Web, Torrence, USA, http://www.thelearningweb.net.
Fawzi A., 2003. Virtual Education: Cases in Learning & Teaching Technologies, IRM Press.
Kruse,
K.,
2004.
Using
the
Web
for
Learning.
[Online].
Tersedia:
http://carquime.wordpress.com/2007/10/27/%e2%80%9cusing-the-web-for-learningadvantages-and-disadvantages%e2%80%9d/.
Marc J. Rosenberg., 2006. Beyond E-Learning: Approaches and Technologies to Enhance
Organizational Knowledge, Learning, and Performance, John Wiley & Sons, Inc.
Purnomo Wahyu., 2008. Pemebelajaran Berbasis ICT, Artikel.
Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan., 2009 Panduan Penyelenggaraan DJJ, Pusdiklat
Tenaga Teknis Keagamaan Press : Jakarta.
Reigeluth, C.M., 1984. Instructional-Design:Theories and Models. Englewood Cliffs, New
Jersey: Prentice Hall Inc.
Riyana, C., 2009. “Blended Learning”, dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam
Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Smaldino, S.E., Lowther, D.L., & Russel, J.D., 2008. Teknologi Pembelajaran dan Media
untuk Belajar. Jakarta: Kencana.
Trianto, 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Prestasi
Pustaka.
Download