1 ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL

advertisement
ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DI
WILAYAH LUMAJANG DAN BANGKALAN DENGAN
MENGGUNAKAN TEKNIK SDS PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate
Polyacrylamide Gel Electrophoresis) SEBAGAI PENDEKATAN
KEKERABATAN
Ayun Wintari, M. Amin, Umie Lestari.
Jurusan Biologi
Universitas Negeri Malang
Email: [email protected]
ABSTRAK
Sejak tahun 2009 hingga 2012, populasi ternak kerbau cenderung menurun, terutama di Jawa
Timur. Berbagai upaya untuk meningkatan jumlah populasi telah dilakukan. Salah satunya adalah
melalui teknik persilangan (breeding). Akan tetapi sejauh ini hasil yang diperoleh dari persilangan
tersebut belum mampu meningkatkan jumlah populasi ternak kerbau yang ada. Kondisi ini diduga
disebabkan oleh masih rendahnya mutu genetik akibat adanya perkawinan sejenis (inbreeding)
dalam suatu populasi. Oleh sebab itu diperlukan teknik dan jenis persilangan yang tepat untuk
membantu meningkatkan mutu genetik kerbau, yaitu dengan melihat hubungan kekerabatan tiap
individu kerbau dari masing-masing populasi. Untuk dapat melihat hubungan kekerabatan tersebut
maka perlu dilakukan studi molekuler, melalui pengamatan profil protein spesifik dalam darah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan estimasi hubungan kekerabatan kerbau di
Lumajang dan Bangkalan melalui analisis profil protein spesifik darah. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif eksploratif. Darah kerbau dari kedua populasi dipisahkan menjadi plasma
darah dan eritrosit. Bagian plasma di purifikasi dan selanjutnya di elektroforesis sehingga
menghasilkan pita protein spesifik meliputi hemoglobin (64-66 kDa), transferin (79-85 kDa), dan
post-transferin (95-100 kDa). Selanjutnya dianalisis menggunakan (cluster analysis) MVSP 3.22.
dan GENEPOP 4.2 untuk mendapatkan estimasi hubungan kekerabatan dan variasi ekspresi
protein. Hasil penelitian diketahui bahwa frekuensi ekspresi protein kerbau dari dua populasi yaitu
ekspresi transferin pada populasi Bangkalan dan post-transferin dari populasi Lumajang lebih
variatif dibandingkan ekspresi hemoglobin. Berdasarkan dendogram hasil analisis filogeni
rekomendasi persilangan yang dapat dilakukan adalah individu Bangkalan 4 disilangkan dengan
semua individu dari kedua populasi. Individu Lumajang 4, Bangkalan 1, dan Lumajang 2 tidak
dapat saling disilangkan dengan Individu Bangkalan 2, Lumajang 3, Bangkalan 3 serta Lumajang
1, karena individu-individu tersebut memiliki hubungan kekerabatan yang dekat.
Kata Kunci: analisis protein, protein darah, hubungan genetik, keragaman genetik
Ternak kerbau mempunyai fungsi dan peranan penting dalam sistem usaha
tani di Indonesia. Pengolahan lahan pertanian dengan menggunakan ternak
kerbau, masih tetap bertahan hampir di seluruh Indonesia, termasuk Jawa Timur.
Kerbau di Pulau Jawa mengalami penurunan terutama terjadi di Jawa Timur.
Dinas Peternakan Jawa Timur tahun 2009 hingga 2012, mencatat laju
pertumbuhan populasi kerbau di Jawa Timur hanya 0% yaitu berjumlah 33.498
ekor. Madura merupakan wilayah di Jawa Timur. Salah satu daerah yang memiliki
populasi kerbau terbesar di Madura adalah kabupaten Bangkalan. Pada tahun 2009
jumlah populasi kerbau sebesar 2.403 ekor dan pada tahun 2012 menurun menjadi
1.417 ekor. Penurunan jumlah populasi kerbau di kabupaten Bangkalan ini
dikarenakan beberapa faktor, seperti tidak adanya pasar kerbau untuk melakukan
transaksi jual beli kerbau di daerah tersebut. Kabupaten Lumajang merupakan
daerah di Jawa Timur memiliki kerbau dengan jumlah selalu meningkat setiap
tahunnya, yaitu mulai tahun 2009 sejumlah 3319 ekor hingga 2012 menjadi 5.740
1
2
ekor (Dinas Peternakan Prov. Jawa Timur, 2013). Peningkatan tersebut antara lain
karena sebagian besar lahan kecamatan di Lumajang merupakan lahan sawah
yang sangat mendukung ketersedian pakan untuk kerbau, khususnya jerami padi
yang melimpah. Di wilayah tersebut meskipun terdapat lebih banyak kerbau
dibandingkan wilayah lain di Jawa Timur, secara keseluruhan lebih sedikit jika
dibandingkan dengan hewan ternak lain seperti sapi potong dan sapi perah.
Pertumbuhan populasi kerbau yang rendah juga dikarenakan kurangnya
pengetahuan para peternak kerbau dalam manajemen breeding. Selama ini teknik
breeding yang dilakukan masih terbatas pada jenis persilangan kerbau dalam satu
populasi yang sama, sehingga menghasilkan anakan dengan mutu genetik rendah
sebagai akibat peristiwa inbreeding itu sendiri. Kondisi yang demikian apabila
dibiarkan terjadi akan mengancam sumberdaya genetik kerbau, oleh sebab itu
diperlukan upaya untuk mempertahankan kelestarian ternak kerbau dalam rangka
meningkatkan sumber daya genetiknya. Salah satu upaya peningkatan sumberdaya
genetik kerbau dapat dilakukan melalui perbaikan manajemen breeding. Induk
kerbau yang memiliki kemampuan reproduksi dan pertumbuhan yang baik perlu
dilestarikan untuk dijadikan bibit agar populasi kerbau dapat ditingkatkan, karena
betina produktif merupakan sumber daya genetik dalam mengembangbiakan
populasi ternak, untuk itu harus dijaga kelestarian dan ketersediaannya. Hal
tersebut dilakukan sebagai langkah awal bagi konservasi hewan tersebut. Untuk
keberhasilan upaya konservasi dan pembibitan kerbau lokal maka perlu dilakukan
identifikasi variasi genetik. Identifikasi variasi genetik melalui pendekatan
molekuler dapat diketahui berdasarkan pola profil protein yang terdapat dalam
darah. Mwacharo (2007) menyatakan bahwa polimorfisme protein sebagai bentuk
ekspresi fenotip gen, akan menunjukkan lokus-lokus yang mengkodekan suatu
protein. Penelitian menggunakan polimorfisme protein darah untuk mengetahui
keragaman genetik sudah dilakukan diantaranya pada populasi ayam kedu
(Johari, dkk. 2008), populasi ikan gurami (Oktarianti, dkk 2007), populasi ikan
nila di kabupaten Jember (Widiasworo, 2002), populasi kuda Sulawesi Utara
(Lisnawati, 2011) dan pada ikan lele (Suratno, dkk. 2001).
Hasinah, dkk. (2007) menyatakan bahwa polimorfisme protein darah diatur
secara genetis, sehingga mampu menggambarkan perbedaan-perbedaan sifat
biokimia (biochemical variant), yang dapat dilihat dengan adanya variasi di dalam
protein plasma atau serum darah (misalnya albumin, transferin, dan alkaline
phosphatase) dan sel darah merah (haemoglobin, peptidase B, dan acid
phospatase). Teknik elektroforesis SDS PAGE (sodium dodecylsulfate
polyacrylamide gel electrophoresis) merupakan cara yang banyak dipergunakan
untuk analisis protein. Elektroforesis pada prinsipnya berfungsi sebagai saringan
molekul, proporsional yang memungkinkan pemisahan polipeptida hanya
berdasarkan atas berat molekulnya. Keuntungan penggunaan data berbasis
molekuler adalah tinggi tingkat keakuratan datanya. Dengan demikian data
genetis yang dihasilkan dapat membantu untuk menentukan kebijakan dalam
pemuliaan ternak. Pertimbangan proses breeding yang dilakukan, tidak hanya
didasarkan pada bentuk fenotip saja tetapi juga mempertimbangkan faktor
genetisnya. Selain itu manajemen breeding dapat ditentukan dengan analisis
kekerabatan menggunakan protein darah.
3
MATERI DAN METODE
Materi pada penelitian ini adalah sampel darah 8 ekor kerbau lokal dari dua
wilayah yaitu Lumajang dan Bangkalan. Darah yang diperoleh di beri EDTA
sebagai anti koagulan, kemudian disimpan pada suhu -20°C. Profil protein yang
digunakan sebagai pembanding adalah protein spesifik pada plasma darah
(transferin, post-transferin) dan eritrosit (hemoglobin). Variasi ekspresi protein
dan hubungan kekerabatan populasi kerbau di wilayah Lumajang dan Bangkalan
diperoleh melalui analisis profil dan polimorfisme protein dengan teknik
elektroforesis.
Pemisahan Darah untuk Mendapatkan Plasma Darah dan Eritrosit
Sampel darah disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 10.000 rpm pada
suhu 4oC. Sampel darah akan terpisah antara plasma darah dan sel darah merah.
Masing-masing bagian tersebut dimasukkan dalam mikrotube, kemudian
dilakukan pencucian untuk sel darah merah. Pencucian sel darah merah dilakukan
dengan menambahkan larutan Natrium Chloride 0,9% dengan perbandingan 1:1.
Selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 5 menit pada suhu
4oC dan pencucian sel darah merah tersebut dilakukan 3 kali, kemudian disimpan
dalam freezer pada suhu -20°C.
Purifikasi Plasma Darah
Metode purifikasi plasma darah yang dilakukan pada penelitian ini sesuai dengan
Lestari (2008). Plasma darah diambil sebanyak 300 µl ditambahkan SAS 50%
sebanyak 300 µl (1:1) lalu di vortex. Selanjutnya dilakukan sentrifuse dengan
kecepatan 10000 rpm selama 10 menit pada suhu 4° C. Bagian supernatan
dibuang hingga menyisakan bagian pellet. Bagian pellet tersebut kemudian
ditambahkan etanol absolute dingin dengan perbandingan 1:1, lalu diinkubasi
dalam refrigerator selama 24 jam (overnight). Selanjutnya dilakukan kembali
sentrifuse dengan kecepatan 10000 rpm, selama 10 menit, pada suhu 4° C.
Kemudian membuang supernatannya dan mengering anginkan pellet hingga bau
etanol hilang, dan ditambahkan buffer Tris-Cl pH 6,8 dengan perbandingan 1:1,
untuk selanjutnya disimpan dalam freezer dengan suhu -20° C.
Elektroforesis SDS-PAGE Protein Plasma Darah dan Eritrosit
Elektroforesis SDS-PAGE dilakukan dengan konsentrasi separating gel 12,5%
dan stacking gel 3% menurut Lestari (2008). Bahan untuk separating gel 12,5%
adalah Acrilamide-bis 30%, 1,5M Tris pH 8,8, demineralized water, SDS 10%,
APS 10% dan TEMED. Sedangkan bahan stacking gel 3% adalah Acrilamide-bis
30%, 0,5M Tris pH 6,8, demineralized water, SDS 10%, APS 10% dan TEMED.
Sebelum dilakukan proses elektroforesis terlebih dahulu sampel plasma darah dan
eritrosit diukur konsentrasi proteinnya dengan menggunakan NANODROP
spektrofotometer dan disamakan konsentrasinya melalui pengenceran. Selanjutnya
sampel protein ditambah RSB dan dipanaskan selama 5 menit pada suhu 95°C.
Protein marker yang digunakan dalam penelitian ini adalah marker protein
SpectraTM Multicolor Broad Range Protein Ladder SM1841. Proses elektroforesis
dilakukan dengan tegangan 130 V dan kuat arus 60 mA. Gel hasil elektroforesis
diwarnai dengan staining buffer selama 25 menit. Selanjutnya dilakukan
4
pencucian untuk menghilangkan warna menggunakan destaining buffer selama 3
malam.
Analisis Data
Data yang diambil untuk dianalisis adalah 1) Profil pola pita protein spesifik
untuk melihat frekuensi ekspresi proteinnya. Frekuensi ekspresi protein dari
masing-masing lokus diketahui dengan cara melihat pita-pita (band) protein yang
muncul. Hasil pengamatan berupa pita (band) protein, kemudian dianalisis
menggunakan GENEPOP ver 4.2. 2) Keberadaan protein spesifik untuk estimasi
jarak genetik. Gambaran profil pita protein spesifik yang didapat diubah menjadi
data biner dan dianalisa dengan program MVSP 3.22 untuk mengetahui jarak
genetik individu dalam populasi. Dendogram hasil analisa akan menunjukkan
persentase similaritas antar individu dari 2 populasi tersebut sehingga dapat
diketahui hubungan kekerabatannya. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan
sebagai pertimbangan teknik breeding dengan tujuan peningkatan mutu genetik
kerbau.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil elektroforesis SDS-PAGE gel polyacrilamid memperlihatkan adanya
perbedaan profil protein pada individu dalam populasi kerbau di daerah Lumajang
dan Bangkalan. Berikut dibawah ini merupakan gambar hasil elektroforesis pada
sampel plasma dan eritrosit.
(a)
(b)
Gambar 1. a) Separasi Profil Protein Pada Sampel Plasma Darah Kerbau Dari Populasi
Wilayah Bangkalan (Sampel B1-B4-) Serta Lumajang (Sampel L1-L4)
b) Zimogram Profil Protein Pada Sampel Plasma Darah Kerbau Dari Populasi
Wilayah Bangkalan (B1-B4) Serta Lumajang (Sampel L1-L4)
5
(a)
(b)
Gambar 2. a) Separasi Profil Protein Pada Sampel Eritrosit Kerbau Dari Populasi Wilayah
Bangkalan (Sampel B1-B4) Serta Lumajang (Sampel L1-L4)
b) Zimogram Profil Protein Pada Sampel Eritrosit Kerbau Dari Populasi
Wilayah Bangkalan (B1-B4) Serta Lumajang (Sampel L1-L4)
Separasi pita protein yang terdapat pada gel poliakrilamid hasil
elektroforesis kedua sampel menunjukkan bahwa banyak jenis protein yang
dihasilkan dalam darah.
Hasil separasi pita protein dan perhitungan berat molekul juga
menampakkan adanya protein spesifik (hemoglobin, transferin, dan posttransferin) yang muncul pada sampel plasma dan eritrosit. Ketiga jenis protein
tersebut merupakan protein hasil ekspresi genetik yaitu berupa globin (Hillman, et
al., 2005). Berdasarkan hasil elektroforesis diketahui bahwa protein transferin
terletak pada berat molekul sekitar 79-85 kDa, Post-transferin dengan berat
molekul 95-100 kDa. Hemoglobin dengan berat molekul 64-66 kDa. Hasil
perhitungan berat molekul 3 protein spesifik dalam plasma dan eritrosit dari 2
populasi ditampilkan pada Tabel 1.1 dibawah ini.
Tabel 1.1 Berat Molekul Protein Darah Dalam Plasma dan Eritrosit dari 2 Populasi
Individu
BM Protein dalam Plasma
Eritrosit
Populasi
kepost-transferin
Transferin
hemoglobin
(95-100 kDa)
(79-85) kDa
(64-66 kDa)
Bangkalan
Lumajang
1
97.0
78.6
00.0
2
00.0
79.2
00.0
3
00.0
81.6
64.9
4
98.6
00.0
64.1
1
00.0
84.6
64.2
2
95.8 ; 100
81.6
00.0
3
98.1
00.0
65.8
4
96.4
81.8
64.1
6
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kedua populasi memiliki perbedaan
protein yang dimiliki pada masing-masing individu berdasarkan berat
molekulnya. Data pada tabel tersebut kemudian dianalisis menggunakan software
GENEPOP version 4.2, untuk mengetahui frekuensi ekspresi protein pada 2
populasi berdasarkan tiga lokus protein (hemoglobin, transferin, dan posttransferin). Dibawah ini ditampilkan tabel frekuensi ekspresi tiga lokus protein
dari kedua populasi berdasarkan input data GENEPOP.
Tabel 1.2 Frekuensi Ekspresi Protein dari Populasi Bangkalan dan Lumajang
Frekuensi (%) Ekspresi Protein pada Berat Molekul (kDa)
Populasi
Protein
Di
64.1 64.2 64.9 65.8 78.6 79.2 81.6 81.8 84.0 95.8 96.4 97.0 98.1
Bangkalan
Lumajang
98.6
100
hb
0.50
-
0.50
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
trf
-
-
-
-
0.33
0.33
0.33
-
-
-
-
-
-
-
-
ptf
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0.50
-
0.50
-
hb
0.33
0.33
-
0.33
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
trf
-
-
-
-
-
-
0.33
0.33
0.33
-
-
-
-
-
-
ptf
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0.17
0.33
-
0.33
-
0.17
Berdasarkan Tabel 1.2, pada transferin nampak muncul 3 varian protein di
populasi Bangkalan dan Lumajang. Sedangkan untuk ekspresi post-transferin
menunjukkan adanya 2 varian protein di populasi Bangkalan, dan 4 varian protein
di populasi Lumajang. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekspresi transferin pada
populasi Bangkalan nampak lebih variatif dibandingkan ekspresi hemoglobin dan
post-transferin. Sedangkan pada populasi Lumajang ekspresi post-transferin lebih
variatif dibanding 2 ekspresi protein lainnya. Dari hasil tersebut dapat diketahui
bahwa ekspresi transferin dan ekspresi post-transferin nampak lebih variatif
dibandingkan ekspresi hemoglobin dari kedua populasi.
Pada penelitian ini dilakukan estimasi jarak genetik individu kerbau dari
kedua populasi berdasarkan profil protein darah. Untuk membuat estimasi jarak
genetik dilakukan dengan mengamati keberadaan protein spesifik darah.
Berdasarkan keberadaan protein yang di indentifikasi yaitu hemoglobin, transferin
dan post-transferin, nampak bahwa ketiga protein dapat terekspresi pada kedua
populasi. Hal ini menunjukkan bahwa protein-protein tersebut spesifik terdapat
pada darah kerbau dari kedua populasi. Data keberadaan protein spesifik dalam
darah pada. Selanjutnya dilakukan analisis filogenik dengan memanfaatkan
cluster analysis yang ada pada program MVSP 3.22. Dengan analisis tersebut
dapat diperoleh indeks similiaritas yang semakin memperjelas jarak genetik
individu. Diungkapkan Faruque (2007) dalam Lukitasari (2011), indeks
similaritas dengan rentangan 0-1 menunjukkan tingkat kekerabatan antar individu
yang dapat dianalisis. Semakin indeks similaritas mendekati angka 1 berarti
individu yang dimaksud semakin mirip sehingga jarak genetik menjadi semakin
dekat. Berikut di bawah ini merupakan gambar dendogram hasil analisa kluster.
7
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Gambar 3. Dendogram Hubungan Kekerabatan Kerbau dari Populasi Bangkalan (B1-B4)
dan Populasi Lumajang (L1-L4) Berdasarkan Protein Spesifik Darah
Gambar diatas memperlihatkan individu kerbau dari dua populasi
membentuk tiga kluster. Dari ketiga kluster tersebut menunjukkan individuindividu yang berasal dari dua populasi yang berbeda yaitu Bangkalan dan
Lumajang, justru berada pada satu kluster. Hal ini mengindikasikan kemungkinan
terjadinya migrasi pada individu-individu kerbau tersebut. Vijh et al., (2008)
menyatakan bahwa kondisi geografis yang biasanya dipergunakan untuk
mengetahui perbedaan genetik yang terjadi pada populasi seringkali menunjukkan
hasil yang tidak signifikan. Hal tersebut terjadi mengingat kebiasaan peternak
lokal Bangkalan yang sering membawa kerbau mereka ke daerah-daerah lain
diluar Bangkalan. Hal ini dapat dipahami melihat fakta bahwa di lokasi tersebut
tidak terdapat pasar untuk jual beli kerbau. Sehingga memberikan peluang bagi
peternak lokal membawa kerbau mereka ke luar wilayah Bangkalan, atau pun
mendatangkan kerbau dari daerah lain. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi
geografis atau tempat bukan menjadi penghalang untuk kawin.
Penelitian ini diharapkan dapat mempertahankan populasi kerbau yang
terus menurun dengan meningkatkan mutu genetik dari kerbau itu sendiri.
Kedekatan hubungan antar hewan, merupakan salah satu hal yang penting untuk
diperhatikan dalam upaya pemuliabiakan ternak. Dengan memperhatikan
hubungan kekerabatan maka dapat membantu dalam pertimbangan teknik
breeding yang tepat bagi hewan ternak. Perkawinan antara hewan yang memiliki
hubungan kekerabatan jauh dikenal sebagai cross breeding atau perkawinan
silang. Perkawinan cross breeding memiliki dampak positif berupa peningkatan
kualitas serta peningkatan variasi genetik hewan ternak hasil perkawinan.
Berdasarkan hasil analisis profil protein darah pada penelitian ini diketahui bahwa
estimasi perkawinan sesuai dendogram adalah individu dari kluster 1 dapat
dikawinkan dengan setiap individu dari kluster 2 dan kluster 3. Sedangkan untuk
individu dalam kluster 2 tidak dapat dikawinkan dengan individu anggota kluster
3, karena kedua kluster memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat. Sebab
apabila dilakukan perkawinan pada kerbau yang berkerabat dekat (inbreeding)
8
akan menyebabkan penurunan kualitas reproduksi dan memungkinkan proses
munculnya gen-gen yang merugikan yang diwarisi dari kedua induknya.
KESIMPULAN
1. Frekuensi ekspresi protein kerbau dari dua populasi menunjukkan ekspresi
transferin pada populasi Bangkalan dan ekspresi post-transferin dari populasi
Lumajang nampak lebih variatif dibandingkan ekspresi hemoglobin.
2. Berdasarkan dendogram hasil kluster analisis diketahui adanya 3 kluster yang
terbentuk. Kluster pertama menunjukkan bahwa individu Bangkalan 4
memiliki hubungan kekerabatan yang cukup jauh dengan kluster 2 dan kluster
3. Kluster 2 menunjukkan individu Lumajang 2, Lumajang 4, dan Bangkalan
1 memiliki hubungan kekerabatan sangat dekat. Kluster ketiga menunjukkan
adanya hubungan kekerabatan yang sangat dekat antara individu Bangkalan
2, Bangkalan 3, Lumajang 2 dan Lumajang 1. Semakin tinggi indeks
similiaritas semakin dekat hubungan kekerabatan antar individu dalam
populasi.
SARAN
1. Dilakukan penelitian serupa dengan memperbanyak jumlah sampel dalam
setiap populasi yang dianalisis polimorfisme proteinnya agar dapat diketahui
variasi genetik dalam populasi.
2. Estimasi perkawinan yang dapat dilakukan adalah individu dari kluster 1
dikawinkan dengan setiap individu dari kluster 2 dan kluster 3. Sedangkan
untuk individu dalam kluster 2 tidak dapat dikawinkan dengan individu
anggota kluster 3, karena kedua kluster memiliki hubungan kekerabatan yang
sangat dekat.
DAFTAR RUJUKAN
Dinas Peternakan Prov. Jawa Timur. 2013. Data Statistik Populasi Ternak
Kab/Kota di Jawa Timur. (Online)
(http://disnak.jatimprov.go.id/web/index.php/layananpublik/datastatistik/st
atistikpopulasiternak, diakses tanggal 8 November 2013).
Faruque,M.O., 2007. The Genetic Diversity of Bangladesh Buffaloes. Italian
Jounal Animal Science. Volume 6, 349-352.
Hasinah, H., dan Eko H., 2007. Keragaman Genetik Ternak Kerbau Di Indonesia.
Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program
Kecukupan Daging Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. Bogor.
Hillman RS, Ault KA and Rinder HM. 2005. Hematology in Clinical ractise. Mc Graw
Hill. USA ; 4: 53-64.
Johari, S., Sutopo, Kurnianto, E.dan Hasviara, E. 2008. Polimorfisme Protein
Darah Ayam Kedu. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.
Semarang.
9
Lestari, Umie. 2008. Karakterisasi Dan Spesifikasi Protein Membran Spematozoa
Manusia Dan Antibodi Untuk Pengembangan Kandidat Bahan
Imunokontrasepsi. Disertasi. Malang: Universitas Brawijaya Malang.
Lisnawati, Prisikila, 2011. Analisis Keragaman Genetik Protein Darah Kuda
Lokal Sulawesi Utara Dengan Menggunakan Polyacrylamide Gel
Electrophoresis (Page). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Lukitasari, Marheny. 2011. Variasi genetik kerbau lokal (Bubalus bubalis) di
wilayah Madiun dan Malang Berdasarkan Profil dan Polimorfisme
Protein Darah sebagai Bahan Ajar Teknik Analisis Biologi Molekuler.
Tesis. Universitas Negeri Malang.
Mwacharo, J.M., Otieno, C.J.,. Okeyo, A.M. 2007. Suitability of Blood
Polymorphisms in Assessing Genetic Diversity and Relationships in
Population Genetic Studies. Dept. Of Animal Production, University of
Nairobi, Kenya.
Oktarianti, R., Prastiwindari, M. 2007. Pengkajian Polimorfisme Protein Plasma
Darah pada Ikan Gurami (Osphronemus Gouramy Lac) di Kabupaten
Jember. Skripsi. Universitas Jember
Suratno, D. Setyati. Oktarianti R. 2001. Analisis Polimorfisme Protein Plasma
darah Ikan Lele Lokal di Kabupaten Jember. Laporan Penelitian.
Universitas Jember.
Vijh, R.K.. Tantia M.S., Mishra, B dan Bharani Kumar, S.T. 2008. Genetic
Relationship and Diversity Analisis of Indian Water Buffalo (Bubalus
bubalis. American Society of Animal Science.86: 1495-1502.
Widiasworo A. 2002. Polimorfisme Protein Plasma Darah pada Ikan Nila Hitam,
Ikan Nila Merah, dan Ikan Mujair. Skripsi tidak dipublikasikan. FKIP
Biologi Universitas Jember.
Download