Rachmadi Usman : Kepailitan Terhadap Bank Berdasarkan…..141 KEPAILITAN TERHADAP BANK BERDASARKAN ASAS KESEIMBANGAN SEBAGAI PERWUJUDAN PERLINDUNGAN KEPENTINGAN NASABAH PENYIMPAN Rachmadi Usman Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjend H. Hasan Basry, Banjarmasin E-mail : [email protected] Abstrak : Dalam rangka penyelesaian bank bermasalah dibutuhkan suatu mekanisme yang mampu mewadahi dan menjamin perlindungan kepentingan nasabah penyimpan (kreditor bank). Terdapat dua mekanisme yang dapat digunakan dalam penyelesaian bank bermasalah dengan mendayagunakan pranata dan kelembagaan likuidasi bank dan kepailitan bank. Likuidasi bank merupakan mekanisme yang lazim digunakan dalam rangka pencabutan izin usaha, pembubaran badan hukum dan pelaksanaan likuidasi bank. Ketentuan likuidasi bank ini telah mereduksi ketentuan kepailitan bank sebagai kewenangan tunggal Bank Indonesia. Adanya pembatasan kewenangan dan hak dalam kepailitan bank tersebut, pada hakikatnya bentuk perlakuan diskriminasi dan tidak sesuai dengan asas keseimbangan serta mengingkari kebebasan berkontrak dari para pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian simpanan. Kepailitan merupakan instrumen yang efisien, efektif, dan proporsional untuk penyelesaian utang piutang antara bank dan nasabah penyimpan. Oleh karena itu pembatasan kewenangan dan hak dalam kepailitan bank hanya pada Bank Indonesia tidak meniadakan hak dan perlindungan kepentingan nasabah penyimpan (kreditor bank) untuk mempailitkan bank sepanjang terdapat piutang bank. Sesuai dengan asas keseimbangan, sudah seyogianya nasabah penyimpan (kreditor bank) mempunyai hak istimewa dibandingkan dengan lebih mengutamakan perlindungan kepentingan publik dalam kepailitan bank. Kata Kunci: Penyimpan Kepailitan Bank, Keseimbangan, dan Perlindungan Kepentingan Nasabah dapat menjadikan lembaga perbankan am- PENDAHULUAN mempunyai bruk dalam waktu sekejap. 2 Untuk itulah, karakteristik usaha yang berbeda dengan menjaga kepercayaan masyarakat menjadi lembaga non bank pada umumnya. Diantara hal krusial yang mesti dikelola oleh peng- perbedaannya, eksistensi lembaga perbankan urus bank.3 Lembaga perbankan sangat bergantung pada unsur kepercayaan.1 Karakteristik lain dari bisnis bank Ketidakpercayaan pada lembaga perbankan adalah sebagian besar usaha bank dibiayai dengan utang (simpanan masyarakat dan 1 Sentosa Sembiring, "Sinopsis Hukum Perbankan", dalam Percikan Gagasan tentang Hukum II: Kumpulan Tulisan Ilmiah Hukum Alumni dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Parayangan, A.F Erawaty, dkk, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, h. 104. 2 Hikmahanto Juwana, Bunga Rampai Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional, Lentera Hati, Jakarta, 2002, h. 4. 3 Bank Indonesia, Menyingkap Tabir Seluk Beluk Pengawasan Bank, Bank Indonesia, Jakarta, 2010, h. 20. 142 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 1, April 2016 utang lainnya). Sementara modal bank lebih perbankan. Kondisi ini menjadi pembenaran kecil akan gampang habis bahkan menjadi pengecualian bank dari prosedur kepailitan negatif tatkala bank mengalami kerugian melalui pengadilan. Oleh karena itu bank- cukup besar, akibatnya bank pun akan bank bermasalah diselesaikan melalui proses mengalami masalah solvabilitas.4 extra judicial.7 Dipilihnya likuidasi sebagai Munculnya bank bermasalah sangat- proses keperdataan untuk membubarkan lah tidak diinginkan oleh semua pihak, baik badan hukum dan menyelesaikan hak dan masyarakat dan seluruh lembaga pengemban kewajiban bank, termasuk menjual aset, Jaring Pengaman Sektor Keuangan. Namun, menagih piutang dan membayar utang, jika terlanjur ada bank bermasalah, maka dengan tujuan agar nasabah penyimpan pada harus ditangani sesuai mekanisme dan bank terlindungi haknya.8 ketentuan peraturan yang ada agar dampak- Penyelesaian bank bermasalah mela- nya tidak merugikan nasabah bank, para lui mekanisme likuidasi diatur dalam Pasal pemangku kepentingan (stakeholders) serta 37 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun tidak sampai mengguncang industri per- 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara bankan.5 Pencabutan izin usaha bank meru- Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, pakan keputusan yang tidak diinginkan Tambahan Lembaran Negara Republik Indo- semua pihak.6 nesia Nomor 3472, untuk selanjutnya di- Bank bermasalah pada awalnya dise- sebut UU 7/1992) sebagaimana telah diubah lesaikan dengan hukum kepailitan umum. dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun Sementara itu di negara-negara yang hukum 1998 tentang Perubahan atas Undang- kepailitannya tidak memberikan perlindung- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang an yang cukup bagi nasabah dan kreditor Perbankan (Lembaran Negara Republik lainnya atau tidak memberikan perlindungan Indonesia bagi sistem perbankan, prosedur likuidasi Tambahan Lembaran Negara Republik Indo- khusus diberlakukan bagi bank. Alasannya nesia penerapan hukum kepailitan umum kepada disebut UU 10/1998). Pasal ini memerintah- bank bermasalah menimbulkan kesulitan. kan likuidasi bank seiring dengan pencabut- Pengadilan akan kewalahan menyelesaikan an izin usaha dan pembubaran badan hukum Tahun Nomor 1998 Nomor 3790, untuk 182, selanjutnya banyaknya bank bermasalah pada saat krisis 7 4 Ibid, h. 20-21. Rudjito, dkk, 5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan, Lembaga Penjamin Simpinan, Jakarta, 2011, h. 49. 6 Ibid, h. 58. 5 Zulkarnain Sitompul, "Likudidasi BDB dan Efektifitas Pengawasan Bank", Pilars Nomor 28, Tahun VII, 12-18 Juli 2004, dalam sippm.unas.ac.id/page/download.php%3Fpath%3D../ files/lp... diunduh tanggal 12 September 2013., h. 1. 8 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, h.139. Rachmadi Usman : Kepailitan Terhadap Bank Berdasarkan…..143 bank. Kelanjutannya, segera diikuti dengan Jepang, Norwegia, Finlandia, dan Swedia, proses pemberesan berupa penyelesaian se- cara likuidasi bank bahkan tidak dikenal.12 luruh hak dan kewajiban (piutang dan utang) oleh tim likuidasi bank. Pranata dan kelembagaan hukum perbankan secara implisit memberikan ke- Dalam praktiknya, penanganan bank mungkinan penyelesaian bank bermasalah bermasalah melalui mekanisme likuidasi melalui mekanisme kepailitan sebagai alasan memerlukan waktu yang lama dan bahkan likuidasi bank. Hal ini ditegaskan dalam tidak jelas kapan selesainya.9 Demikian pula Pasal 9 ayat (3) UU 7/1992 sebagaimana kebijakan restrukturisasi perbankan yang telah diubah dengan UU 10/1998 yang me- dilakukan Indonesia pada masa krisis dulu nentukan bahwa dalam hal bank mengalami membuahkan beban keuangan yang ter- kepailitan, semua harta yang dititipkan pada mahal dan terboros sepanjang sejarah per- bank tersebut tidak dimasukkan dalam harta bankan dunia. 10 Mencabut izin usaha dan kepailitan dan wajib dikembalikan kepada melikuidasi bank sudah barang tentu justru penitip yang bersangkutan. Pasal ini dapat akan makin menghilangkan keperca-yaan dijadikan dasar hukum bahwa bank dapat masyarakar kepada perbankan. 11 Penyela- dipailitkan, sehingga harta yang dititipkan matan bank bermasalah di Amerika Serikat pada bank tersebut tidak termasuk sebagai melalui likuidasi hanya menempati porsi boedel kepailitan. tidak berarti, hanya 5,2%, sedangkan di Ketentuan likuidasi bank sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (2) UU 7/1992 sebagaimana telah diubah dengan UU 10/1998 mereduksi kemungkinan ke- 9 Lihat Alex Kurniawan, "Kajian Hukum Terhadap Penyelesaian Likuidasi Bank Yang Dicabut Izin Usahanya Sebelum Berlakunya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan", Buletin Hukum Perbankan dan Kebankansentralan, Volume 11, Nomor 1, JanuariApril 2013, Direktorat Hukum Bank Indonesia, Jakarta, 2013, h. 39-66. 10 Masyud Ali sebagaimana mengutip dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, "Kewenangan dan Tanggung Jawab Bank Indonesia dalam Likuidasi dan Kepailitan Bank", Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 2 Nomor 2, Agustus 2004, Direktorat Hukum Bank Indonesia, Jakarta, 2004, h. 40. 11 Sutan Remy Sjahdeini, "Sudah Memadaikah Perlindungan Yang Diberikan oleh Hukum Kepada Nasabah Penyimpan Dana", Orasi Ilmiah Dies Natalis XL/Lustrum VIII Universitas Airlangga, Universitas Airlangga, Surabaya, 10 Nopember 1994, h. 23 dan 25. pailitan bank sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 ayat (3) UU 7/1992 sebagaimana telah diubah dengan UU 10/1998. Pasal 37 ayat (2) UU 7/1992 sebagaimana telah diubah dengan UU 10/1998 dengan tegas menghalangi kemungkinan kepailitan bank, yang mengharuskan penyelesaian bank bermasalah melalui mekanisme pencabutan 12 Ari Purwadi, "Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah", Perpektif, Volume XVI, Nomor 3, Tahun 2011, Edisi Mei, dalam ejournal.uwks.ac.id/myfiles/ 201207081310382587/10.pdf , diunduh pada tanggal 13 September 2013, h. 129. 144 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 1, April 2016 izin, pembubaran badan hukum, dan li- hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia kuidasi bank. sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (3) UU Terkait dengan persyaratan pro- 37/2004.13 sedural kepailitan bank, ketentuan Pasal 2 Pilihan kebijakan seperti ini tentu ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun memperlemah perlindungan hak dari kre- 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan ditor bank. Padahal dilahirkannya lembaga Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran kepailitan bertujuan untuk memberi akses Negara Republik Indonesia Tahun 2004 kepada kreditor atas harta debitor untuk Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara mendapatkan pelunasan piutangnya. 14 Na- Republik Indonesia Nomor 3943, untuk mun karena otoritas penuh berada pada selanjutnya disebut UU 37/2004) telah Bank Indonesia, hal tersebut tidak sejalan meredukasi persyaratan kepailitan pada dengan tahapan serta proses kepailitan itu umumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 sendiri yang secara umum memberikan ayat (1) UU 37/2004, yang menyatakan "kedaulatan" kepada kreditor dengan dasar bahwa dalam hal debitor adalah bank, hubungan utang piutang yang ada dalam permohonan pernyataan pailit hanya dapat mempailitkan debitornya.15 diajukan oleh Bank Indonesia. Ketentuan ini Tampak dari uraian di atas terdapat menghalangi nasabah penyimpan (kreditor ketidakharmonisan bank) untuk mengajukan permohonan pailit bank bermasalah, di mana ketentuan li- bank, karena terbentur pada aturan pro- kuidasi bank telah meredukasi ketentuan sedural yang mensyaratkan yang berwenang kepailitan bank, yang merupakan bentuk mengajukan permohonan pernyataan pailit ketidakpastian hukum dalam memberikan bank adalah hanya Bank Indonesia. Hal ini perlindungan mengandung makna, bahwa legal standing untuk dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit bank. Berdasarkan ketentuan ini, Mahkamah Agung pun menolak permohonan pailit Bank Global Internasional (dalam likuidasi) yang diajukan seorang nasabah penyimpannya yang bersangkutan hukum penyelesaian terhadap nasabah nasabah penyimpan (kreditor bank) tidak mempunyai berhubung aturan tidak memiliki kapasitas legitima persona standi in judicio, permohonan pailit seperti ini 13 Lihat Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 30/PAILIT/2006/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 14 Agustus 2006 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 029 K/N/2006 tanggal 26 Juli 2007 dalam perkara Lina Sugiharti Otto melawan PT Bank Global InternasionL Tbk (dalam likuidasi). 14 M. Fauzi, "Kedudukan Bank Indonesia dalam Kepailitan Bank (The Position of Bank Indonesia in the Banking Bankruptcy", dalam risalah.fhunmul.ac.id/wpcontent/uploads/2012/02/5.-Ked.., diunduh pada tanggal 14 September 2013, h. 1. 15 M. Fauzi, "Menimbang Konstruksi Hukum Kepailitan Bank; Perspektif Nilai-nilai Dasar dan Tujuan Hukum (Law Construction of Bankruptcy; Basic Values and Orientation of Law Perspective)", Risalah Hukum, Volume 6 Nomor 1, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, Juni 2010, h. 2. Rachmadi Usman : Kepailitan Terhadap Bank Berdasarkan…..145 penyimpan (kreditor bank). Di samping itu, bank oleh Bank Indonesia semata-mata UU 37/2004 juga telah meniadakan hak didasarkan kepada penilaian atas kondisi nasabah penyimpan (kreditor bank) untuk keuangan bank yang bersangkutan dan kon- mengajukan permohonan pailit bank. Hal ini disi perbankan secara keseluruhan. juga sekaligus merupakan bentuk ketidak- Rezim hukum perbankan member- pastian keadilan dalam proses penyelesaian kan implikasi bahwa suatu bank dapat utang piutang antara bank dan nasabah mengalami likuidasi, karena sebab selain penyimpan (kreditor bank). akibat kepailitan, yaitu karena bank tersebut dicabut izin usahanya dan memerintahkan pembubaran badan hukum dan membentuk PEMBAHASAN Kewenangan Bank Indonesia Kepailitan Terhadap Bank dalam sebagaimana diubah dengan UU 10/1998 Bila terjadi kepailitan, kendati bank berkedudukan sebagai debitor terkait dengan "perjanjian simpanan" atau "perjanjian penyimpanan dana", ternyata bank tidak dapat dipailitkan. Kalaupun dipailitkan, kepailitan bank hanya dapat dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas tunggal Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) UU 37/2004 ini, pada prinsipnya pihak lain diluar Bank Indonesia tidak dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit bank. Pihak lain diluar Bank Indonesia dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit bank sepanjang hal itu dilakukan dibawah koordinasi Bank Indonesia. Namun dalam proses kepailitannya, yang berhak mengajukan permohonan pernyataan pailit bank Bank Indonesia. Dibandingkan dengan kepailitan pada umumnya, pertimbangan untuk mengajukan memberikan indikasi tentang dapat dialaminya likuidasi oleh suatu bank karena bank itu dinyatakan pailit atau karena bank itu dicabut izin usahanya. 16 namun dalam praktiknya, sampai dengan saat ini, Bank Indonesia belum pernah mempergunakan mekanisme kepailitan bank, namun cenderung menggunakan mekanisme likuidasi dalam kepailitan bank. adalah tim likuidasi. Hal ini berarti UU 7/1992 atau tidak mengajukan permohonan pernyataan pailit bank.17 Kewenangan mencabut izin usaha bank merupakan kewenangan yang diatribusikan kepada Bank Indonesia, yang merupakan kewenangan diskresioner, karena suatu bank telah gagal memenuhi ketentuan prudential standards, sedangkan likuidasi adalah cara/proses yang diperintahkan UU 7/1992 sebagaimana telah diubah 16 Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, Bayu Media, Malang, 2003, h. 27. 17 Rosalia Suci, dkk, "Aspek Hukum Kepailitan dan Insolvesi Bank Di Negara-negara ASEAN", Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 9, Nomor 3, SeptemberDesember 2011, Direktorat Hukum Bank Indonesia, Jakarta, 2011, h. 11. 146 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 1, April 2016 dengan UU 10/1998 untuk menyelesaikan yang berbeda terhadap subjek hukum yang hak dan kewajiban bank. Jadi, pencabutan sama (bank).19 izin usaha bank merupakan exercise atas Pengaturan yang demikian ini kewenangan hukum publik yang diberikan menunjukkan bahwa pembentuk undang- undang-undang kepada Bank Indonesia se- undang memberikan perhatian tersendiri laku otoritas perbankan. Sedangkan likuidasi bagi bank sebagai debitor dalam kepailitan. dipilih oleh pembentuk UU 7/1992 seba- Perhatian tersendiri ini diberikan karena gaimana telah diubah dengan UU 10/1998 bank memiliki karakter khusus, yaitu ber- sebagai proses keperdataan untuk meng- transaksi kepercayaan yang berdampak pada akhiri/membubarkan badan hukum bank dan perekonomian nasional. Kegiatan usaha menyelesaikan hak dan kewajiban bank, bank yang berkenaan dengan kepercayaan termasuk menjual aset, menagih piutang dan masyarakat ini sangat penting dijaga dan membayar agar dipertahankan kesinambungannya, sehingga nasabah penyimpan sebagai kreditor dari sangat tepat pengaturan undang-undang bah- utang, dengan bank terlindungi haknya. Bank kewenangan 18 wa bank perlu diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia sebagai tujuan memiliki Indonesia.20 dalam Dari uraian di atas, jelas Pasal 2 ayat penyelesaian bank bermasalah, yaitu: (1) (3) UU 37/2004 membatasi hak nasabah mencabut izin usaha bank dan (2) menga- penyimpan (kreditor bank) dalam kepailitan jukan permohonan pernyataan pailit bank terhadap bank. Bila kreditor bank ber- sesuai kewenangan eksklusif yang dimiliki kehendak mengajukan permohonan pernya- Bank tidaklah taan pailit bank, maka nasabah penyimpan mungkin suatu bank yang sedang dalam (kreditor bank) tidak dapat serta merta proses likuidasi, kemudian dalam waktu mengajukan permohonannya kepada Peng- bersamaan diajukan permohonan pernyataan adilan Niaga, melainkan hanya dapat diaju- pailit, berhubung kedua kewenangan itu kan oleh Bank Indonesia. Pembatasan hak hanya terletak di tangan Bank Indonesia. semacam ini terkait dengan karakteristik Dalam arti tidak mungkin bagi Bank bisnis perbankan yang menyangkut berbagai Indonesia melakukan dua tindakan hukum kepentingan yang harus tetap diberikan Indonesia. pilihan dua Karena itu, perlindungan dan kepentingan dunia per18 Agus Santoso, "Kewenangan Bank Indonesia dalam Likuidasi dan Kepailitan Bank Terkait dengan RUU Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) serta RUU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPKPU)", Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 2 Nomor 2, Agustus 2004, Direktorat Hukum Bank Indonesia, Jakarta, 2004, h. 60-61. 19 Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, h. 16 20 Ramlan Ginting, "Kewenangan Tunggal Bank Indonesia dalam Kepailitan Bank", Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2004, Direktorat Hukum Bank Indonesia, Jakarta, 2004, h. 1. Rachmadi Usman : Kepailitan Terhadap Bank Berdasarkan…..147 bankan dalam mempertahankan bisnis usa- untuk meningkatkan taraf hidup orang hanya. banyak melalui dana simpanan masya- Walaupun kewenangan tunggal mengajukan kepailitan bank berada di rakat.22 tangan Bank Indonesia, pasal tersebut Merujuk Pasal 2 ayat (3) UU ternyata masih memberikan kemungkinan 37/2004, diketahui bahwa Bank Indonesia bank dapat dipailitkan sebagai dasar me- memiliki kapasitas persona standi in judicio lakukan likuidasi bank. untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit bank. Dalam kapasitas ini, UU Perlindungan Kepentingan Nasabah Penyimpan dalam Kepailitan Terhadap Bank Berdasarkan Asas Keseimbangan 37/2004 memberikan kewenangan mutlak kepada Bank Indonesia untuk dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit Bila dicermati nampaknya upaya bank di Pengadilan Niaga. Sudah seharusnya kepailitan ini sangat sulit untuk diber- sebagai pemangku otoritas perbankan, Bank lakukan debitor, Indonesia mempunyai legal standing untuk mengingat bank mengemban kepercayaan mengajukan permohonan pernyataan pailit masyarakat termasuk masyarakat negara bank. Kehadiran Bank Indonesia dalam lain. Kepercayaan masyarakat ini terutama mekanisme kepailitan bank tersebut sebagai berupa kepercayaan para kreditor bank yang perwujudan perwakilan kepentingan per- jumlahnya relatif banyak. Kepercayaan para lindungan dana masyarakat. bagi kreditor ini bank sangat sebagai perlu dijaga dan Ternyata bila kapasitas Bank dipertahankan agar tidak sampai menurun Indonesia sebagai kreditor, maka dalam apalagi hilang sama sekali.21 mengajukan permohonan pernyataan pailit Alasan lain kepailitan bank tidak bank, hanya kepentingan Bank Indonesia digunakan oleh Bank Indonesia, mengingat saja yang akan diwakilinya dan atas hal pernyataan pailit terhadap suatu bank selaku yang demikian ini rasanya tidak adil debitor pailit akan beresiko adanya likuidasi diberikan kewenangan khusus kepada Bank bank pengadilan Indonesia. Bank Indonesia sudah sewajarnya dengan terhentinya kegiatan usaha bank melaksanakan kewenangannya dalam ke- sebelum dilakukan pencabutan izin usaha, pailitan untuk menunjang perekonomian serta pemberesan bank menjadi di luar nasional.23 berdasarkan putusan lingkup kewenangan Bank Indonesia, melainkan diurus oleh kurator. Hal ini tidak sejalan dengan tujuan dan fungsi bank yakni 21 Ibid, h. 7. 22 Fakultas Hukum Universitas Surabaya, "Likuidasi dan Kepailitan Lembaga Perbankan", Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 2 Nomor 2, Agustus 2004, Direktorat Hukum Bank Indonesia, Jakarta, 2004, h. 29. 23 Adrian Sutedi, Op.Cit., h. 227. 148 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 1, April 2016 Sekali lagi, kewenangan Bank Indo- nyataan pailit atas bank.24 nesia dalam Pasal 2 ayat (3) UU 37/2004 Sesuai dengan ketentuan yang ter- yang diberikan oleh pembentuk undang- cantum dalam Pasal 2 ayat (3) UU 37/2004 undang terkait dengan kedudukan hukum pada prinsipnya suatu bank dapat di- Bank Indonesia dalam kepailitan bank hanya pailitkan, hanya saja pihak yang dapat karena fungsinya sebagai pemegang otoritas bertindak sebagai pemohonnya dibatasi, di bidang perbankan belaka dan sekaligus tidak dapat diajukan pihak lain selain bermaksud untuk melindungi kepentingan diajukan oleh Bank Indonesia. Ketentuan ini yang lebih besar untuk tetap menjamin membatasi pihak kepercayaan masyarakat terhadap dunia permohonan pernyataan pailit bank. Mak- perbankan. Oleh karena itu dibutuhkan sudnya, pembatasan prosedural pengajuan bisnis perbankan yang terpercaya dan ber- pailit bank dikenakan kepada nasabah tanggung jawab dalam menjalankan fungsi penyimpan (kreditor bank), namun bukan dan kegiatannya. Hal ini akan dapat lebih meniadakan hak nasabah penyimpan (kre- meningkatkan tingkat kepercayaan masya- ditor bank) untuk mengajukan permohonan rakat sebagai pengguna jasa bank untuk pernyataan pailit bank sepanjang yang ber- menitipkan sangkutan memiliki hak perdata berupa dananya pada lembaga perbankan. ang dapat mengajukan piutang bank. Konsep kepailitan dalam kepailitan Ketentuan Pasal 2 ayat (3) UU 37/ bank tidak lagi merupakan sita umum yang 2004 itu, telah memberlakukan standar mencakup seluruh kekayaan debitor yang ganda (double standard). Ketentuan hanya ditujukan pelunasan Bank Indonesia yang dapat mengajukan piutang semua kreditor. Tujuan kepailitan permohonan pernyataan pailit dalam hal dalam kepailitan bank tidak semata pem- debitor adalah bank, telah merampas hak bagian kekayaan debitor oleh kurator kepada kreditor dari bank. Bank sebagai kreditor semua kreditor dengan memperhatikan hak- dalam menghadapi debitor nonbank dapat hak mereka masing-masing sebagai pelunas- mandiri menjalankan haknya untuk meng- an piutang, akan tetapi telah memasukkan ajukan permohonan pernyataan pailit, tetapi tujuan-tujuan lain yang merupakan kepen- apabila bank sebagai kreditor menghadapi tingan publik sebagai pelaksanaan tugas dan debitor yang merupakan bank, haknya untuk fungsi otoritas moneter dari Bank Indonesia mengajukan permohonan pernyataan pailit untuk kepentingan sebagai satu-satunya pihak yang diberikan kewenangan mengajukan permohonan per24 M. Fauzi, Kedudukan Bank Indonesia dalam Kepailitan Bank, Op.Cit, h. 5. Rachmadi Usman : Kepailitan Terhadap Bank Berdasarkan…..149 itu hilang.25 prinsip debt collection dalam lembaga ke- Sejalan dengan Pasal 2 ayat (3) UU pailitan. Dengan diserahkan sepenuhnya 37/2004, permohonan pailit Bank Global kewenangan mengajukan permohonan per- Tbk (dalam likuidasi) yang diajukan oleh nyataan pailit bank kepada Bank Indonesia, Lina Sugiharti Otto akhirnya ditolak majelis para hakim Mahkamah Agung sebagaimana da- pranata hukum yang pada awalnya dimun- lam perkara kepailitan Putusan Mahkamah culkan menjamin hak kreditor untuk men- Agung Nomor 029 K/N/2006 tanggal 26 Juli dapat pelunasan dari debitor. Para kreditor 2007. Menurut dua Hakim Agung, "Bank bank tidak dapat lagi mendapat pelunasan Global Tbk walaupun telah dicabut izin secara maksimal dari hasil likuidasi atas usahanya (dalam likuidasi) masih berstatus seluruh harta kekayaan debitornya, sehingga sebagai bank, karenanya permohanan pailit mungkin saja piutang kreditor tidak dapat hanya dapat diajukan oleh Bank Indone- dilunasi sepenuhnya, karena aset bank telah sia". 26 Hakim Agung lainnya I.B. Ngurah dialihkan sebelumnya. 28 kreditor bank kehilangan sebuah Adnyana mempunyai pendapat berbeda, Selain itu, kewenangan Bank Indone- bahwa "pada waktu itu "Bank Global Tbk sia dalam mengajukan kepailitan bank juga sudah dicabut izin usahanya oleh Bank tidak sejalan dengan prinsip-prinsip hukum Indonesia, bukan kepailitan yang berkaitan dengan kreditor, sebagai bank lagi dan karenanya nasabah seperti prinsip paritas creditorium dan prin- penyimpan sebagai kreditor dari bank sip pari passu prorata parte. Pembatasan berhak permohonan pihak yang dapat mengajukan kepailitan pernyataan pailit terhadap Bank Global bank disertai dengan pembatasan dasar Tbk".27 Dengan demikian dapat disimpulkan, pertimbangan pengajuan permohonan, yang bahwa bank dalam likuidasi tetap tidak diserahkan sepenuhnya kepada Bank Indo- dapat dipailitkan oleh nasabah penyimpan nesia yang tidak memiliki kepentingan (kreditor bank). hukum sehingga untuk entitasnya mengajukan dalam kepailitan bank, telah Konstruksi hukum kepailitan bank mengenyampingkan hak dan kepentingan yang terkandung dalam Pasal 2 ayat (3) UU kreditor dalam lembaga kepailitan. Seharus- 37/2004 tersebut, tidak sejalan dengan nya kewenangan tersebut diberikan kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan 25 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2009, h. 117. 26 Lihat konsiderans menimbang Putusan Mahkamah Agung Nomor 029 K/N/2006 tanggal 26 Juli 2007, h. 29. 27 Ibid. hukum.29 Kehadiran Pasal 2 ayat (3) UU 28 M. Fauzi, Kedudukan Bank Indonesia dalam Kepailitan Bank, Loc.Cit. 29 Ibid, 6. 150 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 1, April 2016 37/2004 pada dasarnya membatasi pihak undang, sebaliknya di negara-negara dengan yang dapat mengajukan permohonan per- sistem common law, hak berdasarkan hukum nyataan pailit bank, yang secara tidak dapat langsung berarti membatasi hak nasabah dijatuhkan oleh pengadilan atas pelanggaran penyimpan (kreditor bank) untuk menyele- yang dilakukan terhadap hak itu. Apabila saikan piutang bank. Konsekuensi dari pengadilan menjatuhkan sanksi, hal itu pembatasan hak ini menyebabkan nasabah berarti berkaitan dengan hak dan kewajiban penyimpan (kreditor bank) kehilangan hak secara hukum.31 diidentifikasi dari sanksi yang untuk mengajukan permohonan pernyataan Sementara itu berdasarkan teori hak pailit bank dan hal itu merugikan kepen- dari Houwing bahwa perlindungan merupa- tingannya, bahkan nasabah penyimpan (kre- kan ditor bank) tadi tidak memiliki hak untuk menyebutkan bahwa esensi hak bukanlah mengajukan permohonan pernyataan pailit kekuasaan yang dijamin oleh hukum, me- bank. Padahal bank sebagai debitor masih lainkan kekuasaan yang dijamin oleh hukum mempunyai utang yang belum dibayar ke- untuk merealisasi suatu kepentingan. 32 Ke- pada nasabah penyimpan (kreditor bank), mudian teori kepentingan yang dikemuka- yang menimbulkan hak tagih kepada bank kan oleh Jeremy Bentham dan Rudolf von pailit. Pembatasan hak subjektum yang da- Jhering, memandang hak adalah kepenting- pat mengajukan permohonan pernyataan an-kepentingan yang dilindungi oleh hukum. pailit bank seperti ini merupakan salah satu Kepentingan-kepentingan ini bukan dicipta- bentuk ketidakadilan hukum, sehingga hak kan oleh negara, karena telah ada dalam nasabah (kreditor bank) yang diakui tidak kehidupan bermasyarakat dan negara hanya terjamin dan terlindungi oleh hukum lagi. memilihnya mana yang harus dilindungi. 33 unsur yang penting dalam hak, G.W. Paton berpendapat, bahwa hak Selanjutnya, teori fungsi sosial dari Leon du berdasarkan hukum biasanya diartikan seba- Guit, menyatakan tidak ada seorang manusia gai hak yang diakui dan dilindungi oleh pun yang mempunyai hak, sebaliknya di hukum. 30 Sarah Worthington menyatakan, dalam masyarakat, bagi manusia hanya ada bahwa hak berdasarkan hukum ditetapkan suatu tugas sosial. Tata tertib hukum tidak oleh didasarkan atas kebebasan manusia, tetapi aturan hukum. Di negara-negara dengan sistem civil law, hak berdasarkan hukum ditetapkan dalam kitab undang- 30 G.W. Paton, A Text of Jurisprudence sebagaimana mengutip Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012, h. 141. 31 Sarah Worthington, Equity, sebagaimana mengutip Peter Mahmud Marzuki, Ibid., h. 141-142. 32 Uswatun Hasanah, Perlindungan Hukum Nasabah: Filosofi, Teori, dan Konstruksi, Interpena, Yogyakarta, 2012, h 60-61. 33 G.W. Paton, A Text of Jurisprudence sebagaimana mengutip Uswatun Hasanah. Ibid., h. 61. Rachmadi Usman : Kepailitan Terhadap Bank Berdasarkan…..151 atas tugas sosial yang harus dijalankan oleh “the search for justice”. 40 Hal ini berarti anggota masyarakat". 34 Dalam pengertian “keadilan hanya bisa dipahami jika ia perlindungan hukum juga berkaitan dengan diposisikan sebagai keadaan yang hendak bagaimana hukum memberikan keadilan, diwujudkan oleh hukum, yang merupakan yaitu memberikan atau mengatur hak dan proses yang dinamis yang memakan banyak kewajiban terhadap subyek hukum, selain iu waktu. Upaya ini seringkali juga didominasi juga berkaitan dengan bagaimana hukum oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung memberikan dalam kerangka umum tatanan politik untuk hukum keadilan yang terhadap dilanggar subyek haknya untuk mempertahankan haknya tersebut.35 Keadilan berkaitan erat dengan pendistribusian hak dan kewajiban, hak yang tujuan hukum, di samping kepastian dan bersifat mendasar sebagai anugerah Ilahi 36 salah Keadilan satu kemanfaatan. merupakan mengaktualisasikannya”.41 Sehubungan dengan itu, sesuai dengan hak asasinya, yaitu hak yang maka “hukum harus menjunjung tinggi dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak 37 keadilan” , dalam artian bahwa “keadilan dapat diganggu gugat. Keadilan adalah adalah kehendak yang ajeg. prinsip hukum” sebagai “nilai Menurut Gustav tertinggi, fundamental dan absolut dalam Radbruch hukum”. 38 Teori-teori hukum alam sejak normatif, karena nilai keadilan”. 43 Sebagai zaman Socrates hingga Francois Geny, tetap pengemban keadilan, maka hukum menjadi mempertahakan keadilan sebagai mahkota ukuran bagi adil tidak adilnya tata hukum. 39 hukum. Teori hukum alam mengutamakan dalam 42 teorinya “hukum itu Tidak hanya ini, nilai keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum. Sehubungan dengan itu, keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum.44 34 van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, h. 221 35 Sulistyandari, Hukum Perbankan: Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Melalui Pengawasan Perbankan di Indonesia, Laros, Sidoarjo, h. 283. 36 Dardji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokokpokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995, h. 137. 37 Hyronimus Rhiti, Filsafat Hukum (Dari Klasik Sampai Postmodernisme), Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2011, h. 238. 38 Ibid. h. 239. 39 Ahmad Zaenal Fanani, “Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan Islam”, dalam www.badilag.net., diunduh tanggal 10 Oktober 2012, h. 2. 40 Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, 1995, h. 196. 41 Carl Joachim Friedrich, The Philosophy of Law in Historical Perspective, terjemahan Raisul Mutaaqien, Nusa Media, Bandung, h. 239. 42 R. Arry Mth. Soekowathy, “Fungsi dan Relevansi Filsafat Hukum Bagi Rasa Keadilan dalam Hukum Positif”, dalam Jurnal Filsafat Jilid 35, Nomor 3, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, h. 292 43 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y. Hage, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Kita, Surabaya, 2007, h. 149. 44 Keadilan bersifat normatif, karena berfungsi sebagai prasyarat transendetal yang 152 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 1, April 2016 Ditekankan Radbruch, undang-undang dengan tidak sepantasnya gagasan hukum hendaknya terarah pada menghendaki lebih banyak keuntungan dari rechtsidee, Keadilan, orang lain dan hakikatnya tidak mengingini menurut Aristoles 45 , diartikan ”yang sama asas sama rata, sama rasa. Segala sesuatu diperlakukan sama, dan yang tidak sama yang ditetapkan dengan undang-undang diperlakukan tidak sama. Untuk mengisi cita adalah adil, sebab adil itu apa yang dapat keadilan dengan isi yang kongkrit, harus mendatangkan kebahagiaan dalam masya- menengok segi finalitas dan untuk meleng- rakat. Selama keadilan itu ditujukan kepada kapi keadilan dan finalitas, dibutuhkan orang lain, maka merupakan kebijakan. Di kepastian.46 antara dua kepentingan yang tidak sama, yakni Gustav keadilan. Aristoteles berpendapat keadilan itu sikap pikiran yang ingin bertindak adil, yang hukum itu harus "berdiri sama tengah" (penyeimbang).47 tidak adil adalah orang yang melanggar mendasari tiap hukum positif yang bermartabat. Keadilan tersebut menjadi landasan moral hukum dan sekaligus tolok ukur sistem hukum positif. Kepada keadilan-lah, hukum positif berpangkal. Sedangkan konstitutif, karena keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi hukum sebagai hukum. Tanpa keadilan aturan tidak pantas menjadi hukum. Ibid, h. 151. 45 Dalam hal ini Aristoteles menerangkan keadilan dengan ungkapan “justice consists in treating equals equally and unequalls unequally, in proportion to their inequality.” Untuk hal-hal yang sama diperlakukan secara sama, dan yang tidak sama juga diperlakukan tidak sama, secara proporsional. Lihat O. Notohamidjojo, Masalah Keadilan, Tirta Amerta, Semarang, 1971, h. 7. 46 Ibid, h. 151. Menurut Gustav Radbruch hukum memiliki tiga aspek, yakni: keadilan, finalitas (kemanfaatan) dan kepastian. Aspek keadilan ini berarti kesamaan hak untuk semua orang di depan hukum. Aspek finalitas, menunjuk pada tujuan keadilan, yaitu memajukan kebaikan dalam hidup manusia. Aspek ini menentukan isi hukum, sebab isi hukum memang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa isi hukum selalu adalah sesuatu yang menumbuhkan nilai kebaikan di antara orang dan kebaikan ini ditentukan sebagai suatu nilai etis. Sementara itu, aspek kepastian hukum atau legalitas menunjuk pada menjamin bahwa hukum (yang berisi keadilan dan norma-norma yang memajukan kebaikan), dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus ditaati. Dapat dikatakan, dua aspek yang disebut pertama merupakan kerangka ideal hukum, sedangkan aspek ketiga (kepastian) merupakan kerangka operasional hukum. Lihat Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, 1982, h. 163 dan Bernard Tanya, Yian N. Simanjuntak dan Markus Y. Hage, Op.Cit., h. 152. Aspek keadilan menunjuk pada kesamaan hak di depan hukum. Aspek manfaat, menunjuk pada tujuan keadilan tersebut yaitu memberikan manfaat dalam hidup manusia. Aspek ini yang menentukan dan menjadi isi hukum. Kepastian menunjuk pada jaminan bahwa hukum yang berisi keadilan dan norma-norma yang bertujua memajukan kebaikan dalam hidup manusia benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati.48 Terkait dengan itu, John Rawls menyatakan, bahwa tidak adil mengorbankan hak dari satu atau beberapa orang hanya demi keuntungan ekonomis yang lebih besar bagi masayarakat secara keseluruhan, hal itu bertentangan dengan keadilan yang menghendaki prinsip kebebasan yang sama bagi semua orang. 47 Muhammad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, h. 224 48 M, Fauzi, Menimbang Konstruksi Hukum Kepailitan Bank ..... Op.Cit, h. 6. Rachmadi Usman : Kepailitan Terhadap Bank Berdasarkan…..153 Keputusan sosial yang berkonsekuensi bagi pembayaran utang-utang debitor kepada semua anggota masyarakat harus dibuat atas para kreditor dilakukan secara berimbang dasar hak daripada atas dasar manfaat. Pranata dan lembaga 49 dan adil. kepailitan Kepailitan mempunyai makna ke- diadakan untuk memberikan keadilan bagi tidakmampuan pengutang (debitor) untuk para pihak yang berkepentingan dalam memenuhi kewajibannya kepada pemberi penyelesaian urusan hutang piutang. Sekecil utang (kreditor) tepat pada waktu yang su- apapun jumlah utang debitor harus dibayar dah ditentukan. Jika terjadi ketidakmampuan kembali kepada kreditor. Setiap debitor untuk membayar utang, maka salah satu mempunyai kewajiban dan tanggung jawab solusi hukum yang dapat ditempuh baik oleh untuk melunasi utangnya kepada kreditor. debitor maupun kreditor melalui pranata Keadilan dalam kepailitan terletak pada hukum kepailitan.51 Artinya, kepailitan me- diakui, dijamin, dan dilindungi secara pasti rupakan salah satu cara untuk menyelesai- dan adil atas hak perdata kreditor berupa kan sengketa utang piutang.52 tagihan kepada debitor. Kreditor menjamin Adanya kepailitan ini juga berguna dan bertanggung jawab secara pasti dan adil untuk mendisiplinkan masyarakat bahwa dalam pembayaran atas tagihan masing- masyarakat yang menjadi debitor tetap harus masing debitornya. Bila debitor tidak sang- bertanggung jawab kepada kreditor atas gup lagi untuk membayar utangnya (insol- segala utang-utangnya.53 Melalui sita umum vency test) kepada kreditor, maka debitor terhadap harta debitor adalah untuk meng- dapat dipailitkan dan selanjutnya harta amankan harta debitor tersebut dari perebut- debitor pailit tersebut disita sebagai jaminan an atau saling mendahului yang dilakukan pembayaran atas utang-utangnya secara adil, oleh para kreditornya, sehingga para kreditor merata dan berimbang kepada para kre- harus bertindak secara bersama-sama (con- ditor. 50 Dalam mekanisme kepailitan ini, cursus creditorium).54 49 Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi (Telaah Filsafat Politik John Rawls), Kanisius, Yogyakarta, 1999, h. 18. 50 Dengan penyitaan atau eksekusi bersama, hasil penjualan semua kekayaan (harta pailit) dapat dibagi secara adil diantara para kreditor, mengingat para kreditor yang piutangnya dijamin dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, ataupun mempunyai hak yang diistimewakan atas suatu barang dalam harta pailit. Bahkan semua kreditor mempunyai hak yang sama tanpa memperhatikan siapa yang lebih dahulu menjadi kreditor bagi debitor yang bersangkutan. Lihat Bernadette Waluyo, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, CV Mandar Maju, Bandung, 1999, h. 3-4. 51 Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-undangan Yang Terkait dengan Kepailitan, Nuansa Aulia, Bandung, 2006, h. 13. 52 Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013, h. 181. 53 Mutiara Hikmah, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam Perkara-perkara Kepailitan, Refika Aditama, Bandung, 2007, h. 10. 54 Isis Ikhwansyah, Sonny Dewi Judiasih dan Rani Suryani Pustikasari, Hukum Kepailitan: Analisis Hukum Perselisihan dan Hukum Keluarga Serta 154 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 1, April 2016 Lembaga kepailitan ini diharapkan membayar utang-utangnya. Namun demi- berfungsi sebagai lembaga alternatif untuk kian, penyelesaian kewajiban-kewajiban debitor diberikan oleh Undang-undang Kepailitan terhadap kreditor lebih efektif, tidak boleh sampai merugikan kepentingan efisien, dan proporsional. 55 Selain itu, ke- debitor dan para stakeholder debitor yang pailitan sebenarnya dibutuhkan dalam dunia bersangkutan.58 secara manfaat dan perlindungan yang bisnis untuk menseleksi usaha yang tidak Dikatakan pula oleh Sutan Remy efisien. 56 Hal ini mengandung arti, bahwa Sjahdeini, bahwa suatu Undang-undang kepailitan memberikan suatu mekanisme di Kepailitan yang baik haruslah dilandaskan mana bersama-sama pada asas pemberian manfaat dan perlin- menentukan nasib perusahaan atau harta dungan yang seimbang bagi semua pihak kekayaan debitor diteruskan untuk kelang- yang terkait dan berkepentingan dengan sungan usahanya atau tidak.57 kepailitan seorang atau suatu perusahaan. kreditor dapat Menurut Sutan Remy Sjahdeini, Sehubungan dengan itu, Undang-undang kepailitan harus memberi manfaat bukan Kepailitan yang baik seyogianya tidak hanya saja bagi kreditor tetapi juga bagi debitor. memberikan manfaat dan perlindungan bagi Sejalan dengan itu, Undang-undang Ke- kreditor tapi juga bagi debitor dan para pailitan juga harus memberikan perlindung- stakeholder-nya.59 an yang seimbang bagi kreditor dan debitor. Pembentukan UU 37/2004 didasar- Bagi kreditor diadakan untuk memberikan kan pada beberapa asas, salah satunya di- manfaat dan perlindungan apabila debitor antaranya adalah asas keseimbangan. Pen- tidak membayar utang-utangnya, sebaliknya jelasan Umum atas UU 37/2004 terkait bagi para kreditor dapat memperoleh akses dengan asas keseimbangan menyatakan bah- terhadap harta kekayaan dari debitor yang wa Undang-Undang ini mengatur beberapa dinyatakan pailit karena tidak mampu lagi ketentuan yang merupakan perwujudan dari Harta Benda Perkawinan, Keni Media, Bandung, 2012, h. 21. 55 M. Hadi Shubhan, "Kepailitan Sebagai Jalan Keluar Perusahaan Bangkrut", dalam L. Budi Kagramanto dan Abd. Shomad, (Editor), Perkembangan dan Dinamika Hukum Perdata Indonesia: Dalam Rangka Peringatan Ulang Tahun ke-80 Prof. Dr. Mr. R. Soetojo Prawirohamidjojo, Lutfansah Mediatama, Surabaya, 2009, h. 259. 56 Ibid. 57 Emmy Yuhassarie dan Tri Harnowo, Pendahuluan: Pemikiran Kembali Hukum Kepailitan Indonesia sebagaimana mengutip dari Daniel Suryana, Hukum Kepailitan: Kepailitan Terhadap Badan Usaha Asing oleh Pengadilan Niaga Indonesia, Pustaka Sutra, Bandung, h. 36-37. asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya 58 penyalahgunaan pranata dan Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: ....., Op.Cit, h. 33-34. 59 Ibid. Halnya yang sama dikemukakan Jerry Hoff, bahwa salah satu tujuan Undang-undang Kepailitan ini antara lain memberikan perlakuan baik yang seimbang dan yang dapat diperkirakan sebelumnya kepada para kreditor. Lihat Jerry Hoff, Undang-Undang Kepailitan di Indonesia (Indonesian Bankrupcty Law), diterjemahkan Kartini Muljadi, Tatanusa, Jakarta, 2000, h. 10. Rachmadi Usman : Kepailitan Terhadap Bank Berdasarkan…..155 lembaga kepailitan oleh Debitor yang tidak mendapat pelunasan piutangnya. Namun jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang konstruksi hukum kepailitan bank yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan "menyerahkan" wewenang kepada Bank pranata dan lembaga kepailitan oleh Kre- Indonesia untuk mengajukan permohonan ditor yang tidak beritikad baik. pailit bank membawa kepailitan bank ke Sesuai dengan asas keseimbangan wilayah kebijakan publik. Hal ini berkaitan tersebut, nasabah penyimpan (kreditor bank) dengan kedudukan Bank Indonesia sebagai seharusnya dan otoritas perbankan, sehingga hak meng- legal ajukan pailit oleh kreditor yang merupakan standing dan hak untuk mengajukan per- kepentingan individu dari kreditor untuk mohonan pernyataan pailit bank seperti mendapat pelunasan piutangnya akan selalu halnya Bank Indonesia, sehingga nasabah diabaikan oleh Bank Indonesia.60 perlindungan mendapatkan hukum jaminan mempunyai penyimpan (kreditor bank) dapat mengambil Keadilan dan perlindungan hak kre- pembayaran piutang dari harta pailit bank. ditor merupakan batu sendi utama bagi Pembatasan memenuhi perwujudan keadilan dalam hukum. Bila keseimbangan pemenuhan hak dan kewajib- kepentingan publik untuk menjaga kredi- an dari para pihak yang mengikatkan diri bilitas bank dan stabilitas perbankan yang dalam hubungan utang piutang berdasarkan dijadikan sebagai manfaat hukum yang perjanjian simpanan yang dianggap berke- hendak dicapai, maka Bank Indonesia kuatan undang-undang bagi bank (debitor) sebagai satu-satunya pihak yang diberikan dan nasabah penyimpan (kreditor ban). wewenang untuk mengajukan permohonan Adanya pembatasan hak seperti ini, juga pailit bank seharusnya menggunakan ke- mengabaikan atau mengurangi kewajiban wenangan tersebut untuk mengajukan pailit dan tanggung jawab bank sebagai debitor bank yang telah memenuhi kriteria syarat untuk menempati janjinya kepada nasabah pailit sebagai bentuk perlindungan dan penyimpan (kreditor bank). Semua kepen- jaminan dipenuhinya hak kreditor dari tingan yang terkait dengan kegiatan usaha bank.61 hak ini tidak bank, baik itu kepentingan nasabah penyim- Sungguh tidak adil jika konstruksi pan maupun kepentingan masyarakat, se- hukum kepailitan bank ini dijalankan secara yogianya diakui, dijamin, dan dilindungi legalistik formal sepenuhnya, dengan tanpa secara adil dan seimbang. memperhatikan hak-hak kreditor dari bank. Pengaturan kepailitan bank seharusnya bisa memberikan kepastian hukum perlindungan atas hak kreditor bank untuk Selain "legal standing" para kreditor yang 60 M. Fauzi, Menimbang Konstuksi Hukum Kepailitan Bank ....., Op.Cit, h. 6. 61 Ibid, h. 7. 156 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 1, April 2016 beralih kepada Bank Indonesia, piutang- memenuhi persyaratan secara prosedural piutang yang mereka miliki terhadap bank untuk mengajukan permohonan pernyataan pun tidak dapat dijadikan sebagai dasar pailit bank, padahal para kreditor bank ini pengajuan permohonan pailit bank oleh mempunyai hak dan kepentingan hukum Bank Indonesia. Ini merupakan bentuk yang lahir dari hubungan kontraktual pada kesewenang-wenangan kreditor perjanjian simpanan. Konstruksi hukum dari bank sebagai individu (pihak) yang kepailitan bank yang demikian ini pada memiliki hak untuk diutamakan (privelege) hakikatnya mengingkari hak dan perlindung- terhadap dalam konsep dasar lembaga kepailitan. 62 Bank Indonesia cenderung menggunakan pranata dan kelembagaan likuidasi an hukum kepentingan kreditor bank dalam pendayagunaan pranata dan kelembagaan kepailitan. bank dibandingkan kepailitan bank. Semen- Diketahui pada hakikatnya kepailitan tara itu, konstruksi hukum kepailitan bank merupakan salah satu sarana penyelesaian yang terdapat dalam UU 37/2004 meng- utang piutang akibat kebangkrutan suatu adakan (hukum usaha. Hal mana juga sebagai bentuk acara) yang ternyata tidak memberikan tanggung jawab debitor pailit terhadap para kemungkinan nasabah penyimpan (kreditor kreditor yang memiliki hak perdata berupa bank) secara pribadi atau class action piutang kepada debitor pailit. Selanjutnya mengajukan permohonan pernyataan pailit melalui kepailitan tadi, para kreditor ber- bank, yang semestinya secara hukum berhak tindak secara bersama-sama guna menen- dan tukan nasib usaha atau harta kekayaan persyaratan berkepentingan prosedural dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit bank. debitor pailit. Persyaratan prosedural semacam ini Adanya pembatasan subyektum kre- mengandung perlakuan diskriminasi perlin- ditor kepailitan bank mengakibatkan para dungan kepentingan kreditor dan debitor kreditor bank tidak mempunyai kesempatan dalam konstruksi hukum kepailitan bank. yang sama dan adil dalam memperjuangkan Masalahnya, rezim hukum kepailitan bank hak dan perlindungan kepentingannya dalam tersebut lebih mengutamakan perlindungan mekanisme kepailitan bank, yang belum kepentingan masyarakat dibandingkan mem- tentu haknya diperjuangkan Bank Indonesia. berikan keseimbangan perlindungan kepen- Sehubungan dengan itu, dalam rangka tingan kepada nasabah penyimpan (kreditor memberikan perlindungan hukum bank). Pasalnya, sesuai dengan Pasal 2 ayat seimbang dan adil kepada nasabah penyim- (3) UU 37/2004, para kreditor bank tidak pan (kreditor bank), maka perlu dimungkin- yang kan pemberian pilihan upaya hukum lain, 62 Ibid. Rachmadi Usman : Kepailitan Terhadap Bank Berdasarkan…..157 yang memungkinkan nasabah penyimpan besar (masyarakat) juga diakui, dijamin dan (kreditor bank) dapat memperjuangkan hak dilindungi dalam mekanisme kepailitan. dan perlindungan kepentingannya dalam mekanisme kepailitan. PENUTUP Sesungguhnya pada prinsipnya pem- Terdapat dua pranata dan batasan hak subyektum kreditor kepailitan kelembagaan hukum yang dapat diperguna- bank hanya pada Bank Indonesia tidak kan Bank Indonesia dalam penyelesaian dimaksudkan untuk meniadakan hak na- bank bermasalah, yaitu: melalui kepailitan sabah penyimpan (kreditor bank) untuk dan likuidasi bank. Ketentuan kepailitan dapat mengajukan permohonan pernyataan bank diatur dalam Pasal 9 ayat (3) UU pailit bank, yang secara hukum diakui, 7/1992 sebagaimana diubah dengan UU dijamin hukum 10/1998 dan ketentuan likuidasi bank diatur perdata materiil. Kalau secara hukum dapat dalam Pasal 37 ayat (2) UU 7/1992 sebagai- dibuktikan mana telah diubah dengan UU 10/1998. dan dilindungi bahwa dalam nasabah penyimpan (kreditor bank) mempunyai piutang kepada Ketentuan bank, maka hal tersebut dapat menjadi dasar ketentuan kepailitan bank, sehingga dalam hukum permohonan konteks rezim hukum perbankan tidak pernyataan pailit bank, karena hak dan mengenal adanya mekanisme kepailitan perlindungan hukum kepentingan sebagai bank, melainkan mekanisme pencabutan izin kreditor bank tadi diakui, dijamin dan usaha, pembubaran, dan likuidasi perbankan dilindungi oleh hukum. dalam penyelesaian bank bermasalah. Peng- untuk mengajukan likuidasi bank mereduksi Demikian pula terhadap pembatasan aturan norma hukum yang semacam ini subyektum kreditor kepailitan bank tidak menciptakan ketidakpastian hukum dalam serta merta meniadakan hak dan per- memberikan perlindungan hukum terhadap lindungan kepentingan hukum nasabah nasabah penyimpan (kreditor bank). Dalam penyimpan (kreditor bank) yang merasa praktiknya, dirugikan untuk mengajukan gugatan secara menggunakan pranata dan kelembagaan perdata di muka pengadilan. Alasannya, Bank Indonesia cenderung likuidasi bank dibandingkan kepailitan bank akan dapat menimbulkan ketidakadilan baru dalam penyelesaian bank bermasalah, yang bilamana hak dan perlindungan kepentingan penyelesaiannya memakan waktu cukup nasabah penyimpan (kreditor bank) tidak lama dan tidak jelas berakhirnya. diakui, dijamin dan dilindungi secara Sebaliknya rezim hukum kepailitan hukum, sementara kepentingan yang lebih memberikan kemungkinan menggunakan pranata dan kelembagaan kepailitan bank 158 Badamai Law Journal, Vol. 1, Issues 1, April 2016 dalam penyelesaian bank bermasalah, namun pendayagunaannya diserahkan sepenuhnya (sebagai kewenangan atribusi) kepada Bank Indonesia berdasarkan pertimbangan subjektifitas Bank Indonesia terkait dengan "penilaian kondisi keuangan" dan "kondisi perbankan secara keseluruhan". Pengaturan norma hukum kepailitan bank yang demikian ini bertentangan dengan prinsip keadilan dalam masyarakat yang menghendaki penyelesaian piutang bank secara adil dan proporsionalitas. Dalam rezim hukum kepailitan bank ini yang dibatasi adalah hak nasabah penyimpan (kreditor bank) terkait dengan persyaratan prosedural pengajuan permohonan pernyataan pailit bank, sehingga permohonan pernyataan pailit bank tidak dapat diajukan oleh nasabah penyimpan (kreditor bank), melainkan hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Sehubungan dengan itu dalam rangka menciptakan keseimbangan yang berkeadilan, maka seyogianya dalam penyelesaian bank bermasalah mendayagunakan pranata dan kelembagaan kepailitan bank berdasarkan asas keseimbangan dengan memberikan hak yang seimbang kepada nasabah penyimpan (kreditor bank). DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Burhanuddin, Jalan Menuju Stabilitas Mencapai Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 2006. Anisah, Siti, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailiatan di Indonesia, Total Media, Yogyakarta, 2008. Apeldoorn, van, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985. Asikin, Zainal, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Di Indonesia, Pustaka Reka Cipta, Bandung, 2013. Atmadjaja, Dojok Imbawani, "Kedudukan Menteri Keuangan dalam Kepailitan Perusahaan Asuransi", Jurnal Media Hukum, Volume 19, Nomor 1, Fakultas Hukum Universitas Widyagama, Malang, Juni 2012. Bank Indonesia, Menyingkap Tabir Seluk Beluk Pengawasan Bank, Bank Indonesia, Jakarta, 2010. Bentham, Jeremy, An Introduction To The Principles of Moral and Legislation, Hafner Publishing, New York, 1948. Darmodiharjo, Dardji, dan Shidarta, Pokokpokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995. Djumhana, Muhamad, Asas-asas Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008. Dworkin, Ronald, Justice for Hedgehogs, Harvard Universty Press, Cambridge, Massachusetts, London, 2011. Dworkin, Ronald, Taking Rights Seriously, Harvard Universty Press, Cambridge, Massaschussetts, London, 1978. Erwin, Muhammad, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2011.