BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara di dunia yang telah melampaui sejarah yang panjang. Popularitas negara ini di dunia berawal dari keterlibatannya pada Perang Dunia II dan pada awalnya Jepang berhasil memenangkan pertempuran ini. Salah satu wilayah penting yang berhasil dikuasai oleh Jepang adalah wilayah Hindia-Belanda pada bulan Maret 1942.1 Kekuasaan Jepang atas Indonesia dengan mengalahkan pihak Hindia-Belanda secara resmi adalah sejak tahun 1942 hingga 17 Agustus 1945. Terdapat berbagai dampak negatif ditimbulkan akibat penjajahan Jepang, namun juga terdapat dampak positif antara lain penggunaan Bahasa Indonesia sebagai hingga 1 komunikasi menengah nasional, atas, pendirian pembentukan sekolah strata dasar masyarakat Ikrar Nusa Bakti, 50 Tahun Indonesia Merdeka, Pustaka Sinar Baru, 1996, 195, hal.9. paling bawah atau Rukun Tetangga (Tonarigumi) dan lainlainnya. Seiring dengan kolonialisasi antara Jepang Indonesi dan berkembangnya di Indonesia Jepang waktu berakhir. berhasil periode Hubungan dijalankan secara harmonis dan kontak sosial-ekonomi kedua negara pertama kali adalah pembangunan indsutri elektronik di Indonesia dari Jepang yang disertai dengan gelombang migrasi dari Jepang ke Indonesia. Dalam Jepang kerap keamanan. Jepang konteks kali Menurut terhadap internasional dihubungkan Dennis Yasutomo negara-negara penetrasi-penetrasi dengan bantuan dunia isu politik luar negeri berhubungan dengan konsep, doktrin dan toeri selain kebijakan dan ketentuan dari politik luar negeri Jepang itu sendiri.2 Bantuan luar negeri Jepang di Indonesia berada pada perkembangan yang signifikan pada tahun 1965. saat itu, Jepang menjadi negara Asia Nomor satu sekaligus menduduki peringkat nomor dua dunia, terkait dengan bantuan luar negeri di Indonesia. Pada saat itu, total bantuan luar 2 Dennis Yasutomo, “The Manner of Giving, Strategic Aid and Japanese Foreign Policy” dalam Daulah Khoiriati Djaldan, Japan’s Foreign Aid Policy To Indonesia Its Implication on Japan-Indonesia Relations : Thesis, International University of Japan, 1991, hal.5. negeri Jepang mencapai 231 juta US Dollar dengan perincian 63 juta US Dollar bantuan jangka pendek dan 168 bantuan jangka panjang dan menengah. Nilai ini satu tingkat di bawah Uni Soviet (USSR) dengan total bantuan sebesar 990 juta US Dollar.3 Bantuan luar negeri Jepang terhadap Indonesia sampai dengan dari pertengahan lima tahun pencapain 1970-an yang ternyata terangkum tidak dalam lepas kebijakan kerjasama ekonomi (economic ccoperation policy) Jepang, masing-masing adalah :4 a. Mempromosikan ekspor, mengamankan suplai bahan baku dan membangun iklim aktifitas bisnis yang kondusif. b. Mendukung efektif penyelenggaraan antara Jepang hubungan dan diplomasi negara-negara yang Asia lainnya. c. Memperbaiki stabilitas politik, ekonomi dan sosial melalui bantuan luar negeri Jepang yang memiliki makna penting bagi keamanan sosial dan politik. d. Mendemonstrasikan itikad baik Jepang sebagai alternatif bantuan luar negeri negara-negara Barat. 3 4 Ibid, hal.18. Ibid. hal.40. e. Menyelenggarakan pengaruh (hegemoni) dalam konteks hubungan luar negeri, baik 2000-an Jepang regional ataupun internasiona. Memasuki dekade mampu berkembang sebagai salah satu negara termaju di dunia. Kemajuan ini dicapai Jepang perindustrian, negara ini melalui pertanian sebagai empat dan bidang, perikanan terbesar ketiga yaitu yang jasa, menjadikan sebagai negara potensial bagi pasar bebas, setelah Amerika Serikat dan Cina.5 Sejarah bantuan luar negeri Jepang (ODA, official development peringkat Jepang assistance) pertama menduduki di pada dunia. peringkat tahun Kemudian kedua 1980 pada sebagai menduduki tahun negara 1992 donor bantuan luar negeri terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. Rata-rata ODA Jepang pertahun sekitar 0,32 dari total GNP (gross national product) Jepang.6 Posisi ODA Jepang ternyata tidak lepas dari faktor historis dimana jumlah bantuan luar negeri yang besar ini 5 “Japan : Country Profile”, United States Departement of States, http://www.state.gov., diakses pada tanggal 9 Juli 2011. 6 “Japan Profile Country : International Economic Cooperation Policy of Jepan”, http://www.englishbritanica.com., diakses pada tanggal 19 Maret 2012. ditujukan sebagai kompensasi (pembayaran reparasi) negara-negara yang rusak akibat invasi Jepang pada era Perang Dunia II. Alokasi ODA di Asia dengan jumlah 59 persen, sedangkan wilayah lainnya memperoleh alokasi bantuan luar negeri dengan jumlah yang lebih kecil, yaitu Afrika 11 persen, Timur-Tengah sebesar 10 persen dan Amerika Latin 8 persen.7 Pada Jepang era berjalan wujud hubungan (unproportional mendominasi ataupun globalisasi dengan kedua harmonis. antara Secara negara menjadi cooperation) karena kerjasama, melalui hubungan baik anggaran. melalui Seiring Indonesia- fakta tidak memang berimbang Jepang lebih dukungan teknis dengan berkembangnya waktu bentuk kerjasama bukan hanya dijalankan berdasarkan pada bidang perekonomian, namun juga sosial-kemanusiaan. Berdasarkan pada laporan publikasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Jepang (MOFA, Minister of Foreign Affairs) pada bulan Juni 2008 di Tokyo menyatakan bahwa bantuan 7 Ibid. luar negeri Jepang telah mengalami perubahan paradigma yang ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu :8 a. Aspek pemanfaataan, dimana bantuan luar negeri harus dapat memberikan manfaat yang besar bagi negara- negara berkembang. b. Aspek pelepasan dari perubahan kontradiksi politik internasional. c. Aspek pemanfataan peran swasta Jepang dan organisasi donor (JICA) sebagai perpanjangan tangan pemerintah Jepang. Negara-negara yang menerima ODA Jepang dalam peringkat lima besar, masing-masing adalah Indonesia, RRC (Republik Bangladesh. Rakyat Cina), Alokasi lembaga-lembaga International Thailand, ODA Jepang terkait, yaitu Cooperation), ini JBIC JEXIM Filipina dan difasilitasi oleh (Japan (Japan Bank of Export-Import Bank), OECF (Overseas Economic Cooperation Fund) dan JICA (Japan International Cooperation Agency). Pembentukan pemerintah 8 JICA Jepang ternyata untuk tidak mengurangi lepas dari friksi, upaya konflik “Progress to Third Ammendement For Japan internacional Aid For Asian”, http://www.moga.go.jp., diakses pada tanggal 27 Februari 2012. ataupun ketegangan dengan negara-negara perima bantuan. Menurut John White dalam karyanya yang berjudul ”The Politic of Foreign Aid” menyatakan bahwa struktur bantuan luar negeri Jepang bukan hal yang luar biasa. Adanya pengaruh sejarah dan politik masa lalu membuat negaranegara donor menjadi begitu berhati-hati dalam memperlakukan negara-negara penerima bantuan agar itikad baik tidak mengalami penentangan dan kepentingan nasional negara donor dapat terealisasi.9 Dengan JICA (Japan demikian pada International periode 2005-2010 Cooperation keberadaan Agency) memiliki peranan penting sebagai perpanjangan tangan (second hand) sebagai agen kerjasama internasional Jepang. Organisasi ini memiliki perwakilan di lebih dari 64 negara dunia, termasuk Indonesia. Indonesia dinamika sendiri kebijakan memiliki lar negeri peranan Jepang. penting bagi Sejak era kepemimpinan Perdana Menteri Shigeru Yoshida, Indonesia menjadi negara yang masuk dalm prioritas bantan luar negeri Jepang. Secara lengkap Yoshida menyatakan bahwa : 9 Alan Rix, Japan’s Economic Aid : Policy Making and Politics, Croom Helm London, 1980, hal.49. “...kekalahan kami pada perang dunia II menjadikan tujuan mulia Jepang dalam memimpin Asia menjadi terbengkalai, namun ini tidak akan menyurutkan semangat dan sikap kami untuk membangun negara-negara yang pernah kami kuasai. Indonesia, Filipina dan beberapa negara lainnya akan menjadi prioritas kami. Masyarakat dan pemerintah Jepang percaya saat Jepang berhasil menata bantuan tersebut akan segera juga untuk diwujudkan.”10 Pernyataan Perdana Mentero Yoshida pada 8 Juli 1951, beberapa tahun setelah kekalahan Jepang pada perang dunia II menjadi tolok ukur bahwa pemerintah Jepang sendiri akan menunjukkan tanggung-jawabnya sebagai negara penjajah. Hal ini juga berlaku bagi Indonesia yang banyak memperoleh kerugian atas tindakan impresif Jepang tersebut. Inilah yang menjadi salah satu dasar bagi ODA Jeoang di Indonesia. Lembaga pembangunan Organisasi Jepang yang infrastruktur ini dibentuk berperan di pada dalam Indonesia tanggal 1 mendukung adalah JICA. Oktober 2003. Pembentukan JICA tidak lepas dari Badan Tindakan 2002 yang telah 10 ada sejak tahun 1974 di bawah yuridiksi Kimichi Sato and Jap de Wilde, Japan After Second World War : The Culmination and Foreign Policy, Palgraff Publishing, LondonNew York, 2004, hal.37-38. Departemen Luar Negeri Jepang (MOFA, Ministry of Foreign Affairs).11 Sejak tahun 2005 JICA dipimpin oleh Sadako Ogata yang sebelumnya menjabat sebagai Komisaris PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR, United Nation High Commisioner of Refuge). dengan Bank Pada tahun Jepang 2008 dengan JICA menjalankan tujuan memberikan marger bantuan- bantuan kepada negara-negara berkembang.12 Sejak 1 Oktober 2008 JICA menjadi salah satu badan pembangunan terbesar di dunia. Organisasi ini memiliki anggaran sebesar 1 trilun Yen atau setara dengan 8,5 milyar US Dollar. Selain itu, JICA juga memiliki proyek di lebih 150 negara di dunia, yang didukung oleh sukarelawan Jepang untuk kerjasama luar negeri dan pemuda Nikkei.13 Sejarah JICA di Indonesia dimulai tahun 1954, saat dimulainya program pelatihan di Jepang. Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan dimulainya penugasan tenaga ahli di Indonesia oleh pemerintah Jepang pada tahun 1957. Realisasi ODA pertama kali sebagai cikap bakal JICA di 11 “JICA : official Website”, http://www.jica.go.jp., diakses pada tanggal 9 Juli 2011. 12 Ibid. 13 Ibid. Indonesia terealisasi pada tahun 1961 melalui pembentukan Dana Kerjasama Ekonomi Luar Negeri (OECF) yang dimulai dengan pinjaman swasta luar negeri Jepang terhadap Indonesia.14 Posisi JICA kemudian dihadapkan pada kasus penanganan bencana alam di Indonesia. Hal ini didasari pada fakta bahwa Indonesia merupakan negara yang rawan bencana alam terstruktur karena atas lempeng aktif bencana alam, secara geografis kepulauan-kepulauan yang menyebabkan antara lain yang negara terletak seringnya banjir, tanah ini di terjadinya longsor, kekeringan, kebakaran hutan, badai, gempa bumi, Tsunami dan letusan gunung berapi.15 Kasus dukungan pembangunan infrstaruktur Sabo Dam oleh JICA di wilayah Yogyakarta merupakan bagian dari manajemen pengurangan dampak buruk akibat letusan gunung berapi. Hal ini didasari pada beberapa hal, yaitu :16 a. Letusan gunung berapi (Gunung merapi) di Yogyakarta memiliki kontinuitas erupsi. Artinya erupsi Gunung 14 “JICA in Indonesia”, http://www.jica.go.jp., diakses pada tanggal 14 April 2012. 15 Anonim, Sejarah Sabo di Indonesia, Yayasan Air Adhi Eka, Yakarta, 2005, hal.7. 16 Ibid. Merapi di secara wilayah periodik Yogyakarta sehingga bersifat kontinyu memerlukan tindakan sistematis yang berorientasi pada penanganan jangka panjang. b. Kondisi topografi (Gunung merapi) di Yogyakarta yang unik dimana di lerang gunung ini terdapat hunian (pemukiman penduduk), sekolah dasar, pasar tradisional dengan jumlah masyarakat yang relatif padat sehingga sangat membahayakan apabila ditangani secara serius. c. Sejarah Gunung Merapi di wilayah Yogyakarta hampir semua letusannya panas dan diiiringi abu penerbangan, tebal serta dengan yang kesehatan keluarnya dapat bukan awan menganggu di wilayah sekitar gunung, namun juga radius yang lebih luas mencapai puluhan kilometer. Sabo Dam yang merupakan bangunan menampung material Pembangunan seperti lainnya, Sabo halnya dibangun tanggul yang Dam di terdapat wilayah yang keluar wilayah proyek-proyek dimana di Yogyakarta difungsikan dari Gunung Yogyakarta pembangunan beberapa untuk Merapi. ternyata infrastruktur mekanisme yang terintegrasi, yaitu survey, investigasi, desain, konstruksi, operasional dan pemeliharaan (maintenance).17 Pembangunan Sabo Dam di wilayah Yogyakarta sebagai bagian dari pembangunan sebagian peran infrastruktur di JICA dalam Indonesia. mendukung Langkah ini tentunya dijalankan dengan berbagai pertimbangan secara makro politik menyangkut pemangku yang melibatkan pemerintah kepentingan beberapa Indonesia aktor, beserta (stakeholder) yaitu dengan lainnya, para JICA dan pemerintah Jepang. Inilah yang akan menjadi kajian yang akan menjadi obyek penelitian lebih lanjut. B. Perumusan Masalahan Berdasar uraian pada sub-bab uraian latar sebelumnya maka belakang dapat masalah ditarik pada sebuah rumusan masalah, yaitu : 1. Bagaimana inisiatif pemerintah Jepang dalam pemetaan aktor (mapping actors) dalam pelaksanaan bantuan JICA dalam pembangunan proyek sabo dam di wilayah Yogyakarta ? 17 Ibid. 2. Bagaimana aktor-aktor dalam negeri Indonesia dan swasta asing Jepang mengimplementasikan bantuan JICA dalam mendukung pembangunan proyek Sabo Dam di wilayah Yogyakarta ? C. Kerangka Konseptual Dalam rangka menjawab pokok permasalahan dan menarik hipotesa, maka dalam karya penelitian ini penulis akan didukung oleh beberapa pendekatan teori dan konsep yang relevan dengan tema yang sedang dibahas. Kemajuan kompleks, percaturan membuat didominasi oleh politik lingkungan dunia yang internasional aktor-aktor formal semakin tidak negara hanya IGOs (international government/state organization), namun juga aktor-aktor non-formal (international non- government/state organization). Ketentuan-ketentuan tersebut harus dapat dijalankan sebagai ataupun media aktor untuk lainnya berinteraksi di sebuah dengan wilayah pemerintah yang menjadi obyek isu (problematika) yang mengemuka. Hal inilah yang menjadi cikal bakal efektifitasi peran dari JICA dalam mendukung pembangunan infrastruktur penanggulangan bencana alam Gunung Merapi di wilayah Yogyakarta. Menurut Oran R. Young and Marc Levy, definisi dari efektifitas terkait peran organisasi internasional dalam ikut mendukung penyelesaian problematika di negara-negara dunia adalah sebagai berikut : “Effectiveness is a matter of the contribution that institution make to solving the problems that motivate actors to invest the time and energy needed to create them. On closer examination, however, effectiveness emerges as an elusive concept. it can mean a number of different things and some of its meanings require difficult normative, scientific and historical judgment”.18 (efektivitas adalah sesuatu yang kontribusi bahwa institusi membuat untuk memecahkan permasalahan yang memotivasi para aktor untuk menginvestasikan energi dan waktu yang diperlukan untuk menciptakannya. Pada dasarnya semakin dekat pengujian, bagaimanapun, efektivitas muncul sebagai suatu konsep terabaikan yang dapat berarti sejumlah hal-hal yang berbeda-beda dan sebagian dari maksud/arti nya memerlukan pertimbangan ilmiah historis dan sulit). Oran R. Young and Marc Levy juga menekankan tentang preposisi peran organisasi internasional yang memiliki dependensi dengan aktor pembuat keputusan (decision maker 18 Ibid, hal.3. of functional actor), dimana ini lazim dikenal dengan konsep teori organisasi aktor fungsional. internasional Kemudian dijalankan peran dengan dari berbagai pertimbangan yang rumit. Aktor-aktor yang ada di dalamnya terkadang tidak memiliki keberadaanya terus menyebabkan semakin peranan dipertahankan yang jelas, meskipun panjangnya ini spektrum namun tentunya dari peran organisasi internasional itu sendiri.19 Kemudian teori aktor selanjutnya dikemukakan oleh Anthony Payne. Aktor-aktor dalam organisasi internasional saat ini berhasil internasional oleh yang kekuasaan Dingin dan mengambil selama negara alih puluhan secara monopolar pasca dominasi dekade bipolar Perang politik dikendalikan pada era Dingin. Perang Saat ini kesemuanya telah berakhir dan kemudian digantikan dengan tampilnya organisasi internasional, termasuk di dalamnya aktor-aktor perdagangan swasta yang memiliki kekuasaan yang khas (penuh) dalam mengendalikan politik dunia.20 Aktor menjadi 19 organisasi perpanjangan internasional tangan dari saat ini telah negara-negara besar, Ibid. hal. 39. Anthony Paine, The International Actor : From International Organization To Multinational Corporations, The University of Shiffield Publishing and Rows, New York, 2008, hal. 29. 20 karena masyarakat dunia saat ini telah skeptis terhadap kepentingan-kepentingan asing bantuan sehingga luar negerinya, yang terselubung keberadaan atas organisasi internasional saat ini dapat disebut sebagai soft power negara-negara maju terhadap kelompok negara dunia ketiga.21 Keberadaan aktor organisasi internasional kemudian menjalankan dari strategi, pemerintah integral secara pemerintah memposisikan pertama, diri menjadi langsung, secara sebagai kedua, tidak pihak organ integral menjadi langsung swasta organ dengan (INGO‟s) dan ketiga, memposisikan diri sebagai pihak independen namun dapat memberikan internasional keuntungan secara tidak bagi langsung ekonomi-politik dalam jangka panjangan (continuity).22 Pendekatan utama dalam menjembatani efektifitas peran dari JICA dalam mendukung pembangunan infrastruktur penanggulangan bencana alam Gunung Merapi di wilayah Yogyakarta adalah teori peran organisasi dalam pendekatan sosial-ekonom. 21 22 Ibid. Ibid. Teori ini menekankan pada adanya konseptualisasi kerjasama yang terbentuk atas dua elemen yang tidak berimbang (in-balance role cooperation), artinya meskipun ada sebuah mekanisme tawar-menawar maka ini di kondisikan pada salah satu kekuatan yang relatif lemah atau dianggap lemah.23 Kemudian peran pemerintah negara donor dalam ikut mendukung negara penyelesaian lain motivasi panjang, masalah-masalah dihadapkan untuk pada mendukung sedangkan spekulasi kepentingan bagi negara yang dan terjadi di serangkaian nasional penerima jangka bantuan kepentingan yang akan dicapai adalah kepentingan jangka pendek. Menurut Thomas Hobes preposisi ini dapat dijelaskan sebagai berikut : “…Fenomena politik dianggap akan dapat dijelaskan dengan lebih baik jika dipandang sebagai dampak akhir (resultan) dari faktor-faktor sosial, sehingga institusi politik dan keyakinan masyarakat dianggap harus dipahami dengan menggunakan metode yang bisa melihat ke ’balik’ fenomena-fenomena ini dan menentukan proses-proses sosial yang ’mendasarinya’ yang menentukan bentuk dari fenomena politik.”24 23 Anthony Giddens, Society and New Civilization, Yale University Press, New Haven, 1998, hal.29. 24 Thimas Hobes, “National Interest Versus Society Intertest” dalam James A. Caporaso dan David P. Levine, Teori-Teori EkonomiPolitik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hal.447. Melalui preposisi di atas maka dapat diaplikasikan bahwa ada ternyata atau tidaknya berhubungan peran dengan bantuan sikap atau luar negeri tingkah laku (behavioral and attitude) dari negara donor itu sendiri. Sebaik-baiknya kondisi pendekatan yang terjadi maka secara akan nyata dilemahkan oleh di yang negara bersangkutan. Kemudian tahapan-tahapan yang ditempuh oleh JICA ternyata tidak lepas dari seting organisasi itu sendiri. Menurut Geofrey Hodgson menyatakan bahwa tahapan-tahapan dalam realisasi bantuan luar negeri didasarkan pada empat aspek, masing-masing yaitu :25 a. Perkembangan masalah yang dianalogikan apakah perlu tindakan langsung atau menjadi pilihan alternatif. b. Tingkat koordinasi dan kolaborasi dengan aktor-aktor lain. c. Performan, kapabilitas dan besarnya energi yang dimiliki oleh aktor pemberi bantuan. d. Tingkat penerimaan elemen-elemen negara penerima bantuan. 25 Geofrey Hodgson, The Evolution of Institution : An Agenda For Future Of Behavioral International Organization, Peter De Rider Press and Publishing, Amsterdam, 1989, hal.82. Kemudian pertimbangan dan perencanaan alokasi bantuan luar negeri ternyata bersifat dinamis. Artinya dimungkinkan kesemuanya setiap tahunnya tergantung berubah unit-unit atau pengaruh tetap (influencer unit), baik yang terlihat secara nyata atau yang tidak terlihat Robert (invisibble D. Tollison unit). dalam Hal ini ditegaskan tulisannya yang oleh berjudul “Organization Principle‟s Choice” yang menyatakan bahwa : “…bantuan luar negeri tentunya akan sulit untuk diakomodasi melalui pendekatan-pendekatan negara penerima, yang ada hanya-lah falta yang tergambarkan dan diterima oleh negara pundonor bantuan. Kemauan secara serius ini tentunya akan menjadi hal yang dianggap tidak realistis dan tidak popular oleh negara-negara dunia, namun hal yang dapat dipastikan kesemuanya adalah terserah negara pembantu dan unitunit yang melancarkan pengaruhnya dengan 26 terintegrasi.” Robert D. Tollison dalam tulisannya yang berjudul “Organization Principle‟s Choice” juga menyatakan bahwa peran partisipasi permasalahan sosial diantaranya pengaruh masyarakat 26 ekstra sebuah negara memiliki masa nasional, dalam motivasi lalu, desakan intervensi mengurusi yang kuat komunitas aktor-aktor Robert D. Tollison “Organization Principle‟s Choice” dalam Theda Skocpol, The Theory of International Organization, Cambridge University Press, Cambridge, 2002, hal.24. swasta, misalnya perusahaan multinasional dan lain- lainnya.27 Adapun implementasi program-program dari aktor internasional adalah menyangkut tiga hal pokok, masingmasing adalah :28 a. Peran aktor internasional dengan energi atau sumber daya besar dengan resiko yang rendah. Preposisi ini dapat dijelaskan bahwa semakin dapat (problem malignancy) implementasi menyelesaikan apabila ODA berbagai memiliki tentunya persoalan sumber daya yang besar. b. Peran aktor internasional dengan energi atau sumber daya menengah dengan resiko yang menengah. Preposisi ini dapat dijelaskan bahwa implementasi ODA dengan sumber daya menengah nantinya akan menciptakan lobilobi dan deal-deal lanjutan yang memungkinkan pembicaraan dalam forum-forum bipartit. c. Peran aktor internasional dengan energi atau sumber daya kecil dengan resiko yang tinggi. Preposisi ini dapat sumber 27 dijelaskan daya bahwa kecil implementasi akan menyebabkan ODA dengan munculnya Ibid. Francois Murray and Michael McFaul, The International Politic and International Organization, Scribner Press and Publishing, New York, 2003, hal.25. 28 berbagai penyesuaian dan sinergi untuk saling adalah teori melengkapi diantara keduanya. Kemudian pendekatan selanjutnya ekonomi-politik. Menurut Mohtar Mas‟oed : ”...pencerminan perubahan yang paling relevan adalah semakin banyaknya isu-isu ekonomi yang masuk dalam agenda percaturan politik internasional tingkat tinggi, sehingga isu-isu ekonomi yang sebelumnya yang dipandang sebagai persoalan ‟low politics‟ yang penuh damai, kemudian tidak dapat dipisahkan lagi dari isu-isu politik dan keamanan yang sejak lama dipandang sebagai masalah ‟high politics‟ yang penuh konflik.”29 Teori ekonomi-politik yang diungkapkan oleh Mohtar Mas‟oed di pentingnya atas mampu dinamika menjadi superioritas tolok ekonomi ukur begitu suatu negara dalam mempengaruhi negara lain. Dalam pandangan realis sistem internasional otonomis diantara yang anarki negara-negara. menciptakan Hal kebebasan tersebut membuat sebuah sistem internasional yang terdesentralisasi dimana setiap Negara adalah berdaulat, menggunakan power mereka diatas sebuah “defined territory, a population and a government, saat terlibat pada hubungan/permainan power 29 Mohtar Mas‟oed, Ekonomi-Politik Internasional Pembangunan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hal. 75. dan politik dengan Negara lainnya. Dalam setting seperti ini, bantuan internasional/bantuan luar negeri (foreign aid) praktis hanya menjadi sebuah alat kebijakan untuk mencapai kepentingan nasional. Alat kebijakan ini dalam pandangan realis dilihat sebagai sebuah hasil dari perang dingin yang digunakan dalam kompetisi diantara kekuatan great power. sebuah Bantuan senjata internasional kunci dalam di perang pandang sebagai dingin untuk memperbesar kemungkinan beraliansinya Negara-negara dunia ketiga kedalam salah satu kubu great power. Motivasi politik itulah yang menurut morghentau menjadi hal yang di pertimbangkan oleh donor saat memberikan bantuan luar negeri.30 Dalam konteks pembangunan ekonomi, bantuan internasional seringkali kurang sukses. namun bagi para pendukungnya kesuksesan bantuan internasional tidak hanya berdasarkan pada hal-hal yang secara tegas berhubungan dengan ekonomi, namun lebih kepada prakondisi intelektual, moral dan politik yang secara langsung tidak berhubungan 30 dengan manupulasi ekonomi, jikapun Hans Morgenthau, “A Political Foreign Aid”, The American Political Science Review Journal, New York, 1962, hal.3012. berhubungan hanya pada bagian kulit manipulasi ekonominya saja. Hal penting yang coba di katakan oleh realis adalah bagaimana pengaruh praktek bantuan internasional terhadap penipisan konsep kedaulatan.31 Bantuan luar negeri akan tetap menjadi masalah yang mengundang pro kotra apabila hanya bergerak pada ranah teknis/ekonomi dalam prakteknya. Yang di butuhkan adalah integrasi dari foreign aid ke dalam kebijakan Negara penerima bantuan (recipient country) dan dalam waktu yang sama di jaga oleh kondisi politik. Di luar itu, kebijakan bantuan luar kebijakan negeri diplomatic tidak atau ada bedanya propaganda. dengan dengan Semuanya adalah senjata politik bagi sebuah negara.32 Masalah utama bagi usaha realis dalam menjelaskan praktek foreign aid adalah mereka menyangkal tujuan bantuan luar negeri adalah untuk “menolong pembangunan sebuah negara”, meng-konstruk langkah-langkah saat melakukannya, kerangka yang teoritis perlu di realis gagal bagaimana lakukan untuk seharusnya agar tujuan “helping countries develop” dapat tercapai. Realism sama 31 George Sorensen, The Transformation of the State : Beyond The Myth of Retreat, Palgrave Mc Millan Publishing, Hampshire and New York, 2004, hal.17. 32 Ibid. sekali tidak memberikan kesempatan bagi foreign aid terhadap pembangunan ekonomi.33 “Bantuan dalam luar pandangan negeri realis untuk hanyalah pembangunan label ekonomi” pada kebijakan negara dalam mengejar power dan supremasi. Efektivitas bantuan luar negeri bagi realism di evaluasi berdasarkan seberapa mereka. lebih loyal negara-negara Bagaimanapun, rumit dapat dalam resipien prakteknya, terlihat dalam kepada donor gambaran praktek yang bantuan internasional di mana lebih dari 20 donor terlibat dalam satu negara yang membuat usaha penjelasan teoritis diatas akan tergoncang. Preposisi yang telah diungkapkan di atas menyebabkan alokasi ODA partisipasi tentunya salah satu donor. Inilah yang negara donor tentang apakah bantuan tidak pihak nantinya teknis, apa hanya saja, akan yang bantuan menekankan namun menjadi seharusnya kredit juga pada negara pertimbangan diberikan, lunak ataupun hibah. Ini sekaligus menunjukkan bahwa implementasi ODA tidak lepas dari pilihan rasional (rational choice) dan adanya sikap politik (political will). 33 Ibid. Thomas suatu ODA Oatley negara atau ternyata menyatakan organisasi diwujudkan bahwa dalam dengan pilihan rasional mengimplementasikan terlebih dulu tahu bagaimana interaksi yang terjadi antara kelompok-kelompok kepentingan dan institusi-institusi politik yang terlibat didalamnya. Untuk itu kita perlu memahami dua aspek politik yang terkait, pertama, kita perlu memahami dimana letak kepentingan atau preferensi kelompok kepentingan tersebut berasal dan yang kedua, kita butuh untuk melihat lebih jauh bagaimana merekonsiliasi dan institusi merubah politik berbagai mengagregasi, kepentingan yang saling bersaing dalam kebijakan tersebut.34 Preposisi yang dikemukakan oleh Otaley di atas merupakan bagian dari dinamika ekonomi politik terkini. Menurut Mohtar Mas‟oed : ”...negara-negara dunia III menghadapi persoalan besar dalam memperjuangkan kepentingannya di dalam arena diplomasi internasional. Persoalan yaitu kesulitan dalam pembinaan kekuatan yang otonom dan bersatu.”35 34 Thomas Oatley, International Political Economy : Interest and Institution in the Global Economy, Person Education Institute, Pearson-Longman, 2006, hal.11. 35 Mohtar Mas‟oed, op.cit, hal.74. Dengan luar demikian negeri persoalan sumber telah merupakan negara-negara daya over suplay namun dinamika lembaga-lembaga konsekuensi dunia pembangunan, dimilikinya, dalam munculnya ketiga sedangkan dalam tidak ekonomi-politik atas munculnya yang kekurangan negara-negara mengelola tentunya bantuan sumber ada yang daya baju yang cuma-cuma internasional. Mohtar Mas‟oed menyatakan : ”...masalah ekonomi yang sebetulnya dapat ditangani sebagai masalah teknis oleh para ekonom, sekarang sekarang telah menjadi masalah yang terpolitisasi. Di satu pihak, ekonomi menjadi bagian penting dari kalkulasi dan analisis politik para negarawan dan akademisi... Selain itu, ‟mutual sensitivity‟ (kepekaan timbal-balik) di antara para aktor dalam arena politik dunia semakin meningkat. Artinya, setiap aktor sangat mudah dipengaruhi oleh akibat tindakan aktor-aktor lain.”36 Preposisi Mohtar Mas‟oed di atas juga diperkuat dengan teori pemetaan aktor yang dikemukakan oleh Rodney Bruce Hall. Implementasi organisasi donor seringkali menghadapi persoalan yang sulit, yaitu persoalan di luar ranah teknis. 36 Ini Ibid. hal. 82. kemudian mendorong organisasi donor untuk menjalankan tindakan-tindakan ‟adaptative normatif‟ dikarenakan dua hal, yaitu :37 a. Penguasaan yang rendah oleh organisasi internasional atas wilayah operasional secara geo- politik, demo-politik dan sosiologis. b. Terdapat kelompo penentangan ‟grass dari root‟ elit terhadap politik kinerja ataupun organisasi internasional. Kemudian upaya adaptative normative organisasi internasional ditransformasikan dalam pemetaan aktor. Ini sekaligus menegaskan memerlukan aktor bahwa lain, organisasi baik yang internasional berasal dari luar struktural dalam negeri ataupun luar negeri.38 Pada pendekatan/konsep selanjutnya yang dikemukakan oleh John E Carroll (interdependensi) bahwa antara terdapat kepentingan keterkaitan negara berkembang dengan kapasitas peran bantuan lar negeri negara-negara adikuasa. memiliki Bagaimanapun beberapa dominasinya 37 pada juga bagian kelompok kekuatan yang negara industri rapuh, sehingga berkembang memiliki relatif negara Rodney Bruce Hall, The Constructivism of International Organization Behavioral : From Cold War To Globalization Age, Palgraff Publishing, London-New York, 2006, hal.27. 38 Ibid. relevansi untuk mewujudkan kepentingan pada jangka panjang.39 Kepentingan/motivasi sebagai tendensi negara-negara industri maju terhadap kelompok negara dunia ketiga umumnya berkaitan dengan tiga hal, yaitu :40 a. Diwujudkan dalam pembangunan infrastrktur. b. Diwujudkan dalam pembangunan bantuan kemanusiaan. c. Diwujudkan dalam pembangunan program bantuan kredit lunak jangka panjang. Dengan demikian maka dapat diketahui dalam dinamika ekonomi-politik internasional terkini sangat sulit untuk melepaskan dinamika ekonomi dengan politik. Artinya selalu ada tendesi atau kepentingan praktis baik secara langsung atau secara terselubung yang sebenarnya tidak terintegrasi dengan kegiatan ekonomi antar negara. Pada akhirnya ini akan menyebabkan kondisi ketergantungan yang begitu besar oleh negara berkembang atas negara maju dan ini akan menyulitkan realisasi tahapan-tahapan selanjutnya karena negara berkembang semakin sulit dalam 39 John E Carroll and Rachel Sarson, International Environmnt Diplomacy : The Management and Resolution After Conflict : Third Editions, University of Cambridge, Cambridge, 2002, hal.51. 40 Ibid. memperoleh pilihan ataupun melepaskan diri dari dominasidominasi pembuatan keputusan. Implementasi ODA ternyata juga berhubungan dengan munculnya kelompok-kelompok kepentingan (interest group). Mancur setiap Olson menyebutkan individu atau bahwa jika kelompok diasumsikan kepentingan bahwa berupaya mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari upaya yang sekecil-kecilnya dari sebuah kegiatan perekonomian, maka secara logis seluruh sumber daya akan dikerahkan untuk mencapai tujuan itu, termasuk dalam kegiatan lobby. Pada titik itu, proses Olson lobby mengakibatkan sangat mempertanyatakan itu berlangsung proses lambat dan bagaimana secara pengambilan ekonomi pada jika kolosal, keputusan akhirnya efek sehingga berjalan tidak bisa merespon dengan cepat perubahan dan teknologi baru.41 Berdasar dielaborasikan yang pada bahwa digulirkan perpanjangan dengan 41 teori preposisi di implementasi oleh dari ODA JICA maka dapat bantuan luar negeri ternyata pemerintah yang atas tidak Jepang. dikemukakan Jika Mancur lepas dari dikaitkan Olson maka Mancur Olson, The Logic of Collective Action : A Public Goods and The Theory of Group : 12th Printed, Harvard University Press, 2002, hal.37. sebenarnya posisi JICA tidak lepas dari faktor seting organisasi (organization setting), dimana organisasi ini dibentuk sebagai organisasi penghubung atau organisasi mediasi, antara negara penerima donor dengan pemerintah Jepang. Salah satu bentuk kerangka kerja JICA dalam implementasi ODA adalah modalitas bantuan utama, bantuan teknis, termasuk hibah dan pinjaman. Beberapa bentuk yang termasuk di dalamnya, yaitu kapasitas dan pengembangan kelembagaan, serta studi kelayakan dan rencana induk. Kasus ini secara implisit menunjukkan bahwa JICA posisi begitu mendominasi dalam implementasi ODA. Sehingga dapat diasumsikan bahwa bagaimana bantuan itu terealisasi, maka JICA-lah yang memiliki peranan yang dominan. Dengan demikian melalui paparan teori dan aplikasi kasus di atas maka dapat diketahui bahwa pelaksanaan program-program bantuan luar negeri (ODA) yang terbagi atas bantuan anggaran dan teknis yang memposisikan JICA sebagai perpanjangan tangan (second hand) dari pemerintah Jepang, serta sebagai konselor pemerintah Indonesia dalam bidang pembangunan infrastruktur. Artinya implementasi dari peran JICA yang berbentuk bantuan teknis, anggaran ataupun hibah (grant) memiliki karakter masing-masing pada penerapan pembangunan infrastruktur, dimana posisi JICA menjadi begitu penting bukan hanya bagi pemerintah Jepang, namun juga Indonesia. Pada kasus pembangunan dijalankan melalui stakeholder daerah tahapan survey, operasional dan didasarkan pada Sabo koordinasi dan di investigasi, fakta bahwa di terpadu pusat pemeliharaan Dam Yogyakarta dengan Indonesia desain, baikpada konstruksi, (maintenance). meskipun para Hal ini karakteristik pembangunan infrastruktur ini hampir sama, namun secara non-teknis, misalnya aspek sosial-kultural, political will para stakeholder daerah dan lain-lainnya akan turut juga memberikan pengaruh. D. Tinjuan Pustaka (Literatur Review) Kajian mengenai peran organisasi internasional sebenarnya telah banyak diteliti oleh berbagai kalangan akademisi, namun yang menekankan pada efektifitasnya ternyata masih belum banyak yang meneliti. Dengan kata lain efektifitas menjadi sebuah dari peran kajian yang organisasi kurang internasional berkembang jika dibandingkan bidang-bidang lainnya pada khasanah Ilmu Hubungan Internasional. Menurut Ricky Raymon dalam kajiannya yang berjudul ”Peran Bantuan Luar Negeri Jepang Dalam memperkuat Hubungan Ekonomi Asimetris dengan Indonesia” menyatakan bahwa Jepang menjalankan berbeda berbagai dengan Amerika program-program Serikat yang internasionalnya secara kompleks. Bukan hanya ekonomi yang menjdai bagian kerjasama Indonesia-Amerika pertahanan-keamanan,bahkan Serikat, namun juga penetrasi-penetrasi bidang politik sebagai program yang sifatnya sensitif.42 Ricky Raymon juga menyatakan bahwa antara bantuan Amerika Serikat dan Jepang tentunya tidak dapat diperbandingkan karena Amerika Serikat mampu mendominasi. Bagi penulis sendiri terwujudnya dukungan kerjasama atas negara lain bukanlah menekankan pada kualitas dan jumlah semata. Telah menjadi pembenaran umum (common sense) bahwa program-program kepentingan 42 Amerika terselubung. Serikat Ini memiliki tentunya kepentingan- berbeda dengan Ricky Raymon, Peran Bantuan Luar Negeri Jepang Dalam Memperkuat Hubungan Ekonomi Asimetris Dengan Indonesia, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2009, hal.23. Jepang yang berupaya mendukung pembangunan di Indonesia melalui JICA dengan mengedepankan pada nilai-nilai sosial dan humaniter. Fakta yang lebih menguatkan lagi hubungan antara Amerika Serikat dan Indonesia lebih didasari pada hubungan antara elit dengan elit (top person cooperations mechanism), sedangkan dukungan Jepang lebih menyentuh pada akar rumput (grass root). Kemudian kajian selanjutnya berasal dari Ni Wayan Ratna dalam penelitiannya yang berjudul ”Jepang Dan Pendekatan-Pendekatan Sosio-Historis di Indonesia” yang menyatakan bahwa bantuan Jepang ternyata dipengaruhi oleh kondisi masa lalu Jepang, khususnya pada masa kolonialisasi perang Dunia II dimana relevanasi bantuan luar negeri negara responsibility”, ini ditujukan seperti halnya sebagai politik ”sense etis of yang dijalankan oleh Belanda.43 Wayan Ratna juga menyatakan bahwa nantinya ODA yang dialokasikan oleh pemerintah Jepang nantinya akan menjadi sebuah kebiasaan politik (political ussualy) yang bersifat tetap. Bagi penulis pernyataan dari Wayan Ratna 43 Ni Wayan Ratna, Jepang Dan Pendekatan-Pendekatan SosioHistoris di Indonesia, Universitas Udayana Publishing, Denpasar, 2002, hal.26. perlu mendapat 2005-2010 perhatian JICA telah penting menjalankan karena berbagai pada periode penyesuaian- penysuaian bagi implementasi ODA dari pemerintah Jepang dalam keputusannya pada peran pembangunan infrastruktur di Indonesia, yang dalam hal ini adalah pembangunan Sabo Dam di wilayah Yogyakarta. Penulis sendiri mengasumsikan bahwa bantuan luar negeri Jepang pada era globalisasi sekarang ini bukan hanya sekedar bagian dari fungsi tanggung jawab sosialekonomi secara historis, namun lebih dari itu, Jepang berupaya memperluas konsep pengaruhnya melalui alokasialokasi bantuan luar negeri yang lebih normatif dan mampu beradaptasi dengan kondisi yang berkembang di negara yang bersangkutan. Dengan kata lain perbedaan pendekatan- pendekatan yag dijalankan oleh Jepang melalui JICA antara satu negara dengan negara lainnya, ataupun wilayah satu dengan wilayah lainnya dalam satu negara kemungkinan ada. E. Argumen Utama Melalui pendekatan kerangka dasar pemikiran diatas maka dapat ditarik argumen utama bahwa : 1. Pemetaan aktor dalam pelaksanaan bantuan JICA pada proyek sabo dam di Yogyakarta ternyata melibatkan berbagai yaitu pihak, Bapennas, yaitu pemerintah Departemen pusat Perekerjaan Indonesia Umum dan pemerintah Daerah. Selain itu, terdapat juga aktoraktor swasta domestik dan asing dari Jepang yang ikut terlibat pada proyek ini sebagai bagian dari perpanjangan tangan (second hand) dari pemerintah Jepang dalam aspek upaya pencapaian kepentingan Jepang dalam jangka panjang dan bagian dari nilai positif dari aspek kebijakan luar negeri dan political histories Jepang. 2. Peran aktor-aktor program bantuan tersebut JICA pada mengimplementasikan proyek sabo dam di Yogyakarta terbagi atas dua kelompok, masing-masing aktor-aktor yang terlibat secara langsung (pelaksana teknis) dan aktor-aktor pendukung (aktor politis) dan dalam implementasinya proyek ternyata cenderung menguntungkan pihak Jepang. ini F. Motodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Menurut Casel and Simon, metode kualitatif merupakan metode penelitian ilmu sosial yang berusaha melakukan deskripsi dan interpretasi secara akurat mengenai makna dari gejala yang terjadi dalam konteks sosial. Metode ini menekankan pada pengumpulan dan analisis teks tertulis atau terucapkan. memberikan Metode gambaran kualitatif menyeluruh juga tentang berusaha situasi yang sedang dipelajari oleh peneliti.44 2. Strategi Penelitian Salah satu strategi penelitian yang dikembangkan dalam metode kualitatif adalah studi kasus. Studi kasus, menurut Noeng Muhadjir adalah usaha menemukan kebenaran ilmiah secara mendalam dan dalam jangka waktu lama. Studi ini berusaha menemukan kecenderungan, pola arah dan interaksi banyak faktor yang dapat memacu atau menghambat perubahan. Studi kasus sangat bermanfaat untuk memahami 44 Catherine Cassel and Gillian Symon (ed), Qualitative Methods in Organizational Research, Sage Publications, London, 1994, hal.34. suatu kasusu secara menyeluruh dan mengetahui prospeknya dimasa depan.45 Berdasarkan pertimbangan diatas, metode untuk penelitian ini dapat disebut sebagai metode studi kasus interpretatif. Dalam pengertian, bahwa metode ini akan menekankan pada upaya interpretasi dan bukan kuantifikasi dari data yang dikumpulkan. Hal ini dikarenakan berbagai kesulitan melakukan wawancara dengan para pelaku, studi ini lebih dilengkapi yang berorientasi dengan memiliki pada wawancara kompetensi studi mendalam dengan kepustakaan yang dengan ahli masalah para yang sedang diteliti. Dalam kegiatan ini perlu juga ditambahkan bahwa unit analisis dari penelitian ini adalah institusi politik dan non-politik. Informasi dari individu yang dikumpulkan berupa pernyataan, catatan dan tulisan dianggap sebagai wakil dari terlibat institusi. dalam proses Bagaimanapun pengambilan orang-orang keputusan yang biasanya terbatas jumlahnya sehingga mereka dianggap sebagai wakil institusi. 45 Robert K. Yin, Studi Kasus : Desain Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1996, hal.4. dan Metode, PT. Wawancara teknik dijalankan wawancara penulis non-struktur. dengan Artinya menggunakan penulis bebas mengembangkan wawancara dengan informan, tanpa perlu di dukung dengan ‟interview guide”. Informan yang menjadi target wawancara ini, yaitu pejabat Bapenas, JICA dan stakeholder (pemangku kepentingan) terkait dengan alokasi bantuan luar negeri Jepang di Indonesia. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi dalam studi kepusatakaan (libraryan research) yaitu dengan mengumpulkan dokumen dan interview mendalam dengan para ahli. Dokumen berupa teks-teks tertulis dalam bentuk artikel, buku, berita surat kabar, dan juga dokumen resmi, serta publikasi data internet (web site). Teknik karya lainnya penelitian yang ini akan adalah digunakan melalui penulis interview dalam yang mendalam dengan para ahli (stakeholder) JICA perwakilan Indonesia di Jakarta dan Yogyakarta. Informasi-informasi ini dikumpulkan melalui pernyataan-pernyataannya, serta tulisan dan catatan sebagai figur yang merepresentasikan institusi JICA. G. Sistematika Pembahasan Karya penelitian ini terbagai atas lima bab yang masing-masing sebagai berikut : BAB I yang merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, kerangka konseptual, tinjauan pustaka (literature review), argumen utama, metode penelitian, strategi penelitian dan teknik pengumpulan data, serta sistematika pembahasan. BAB terkini II membahas (tahun (Official tentang 2005-2010), Development hubungan serta Assistance) Indonesia-Jepang dinamika Jepang profil dan ODA gambaran umum Japan International Cooperation Agency (JICA). BAB III merupakan bab analisa argumen utama dari penelitian ini yang membahas tentang Pemetaan aktor dalam pelaksanaan bantuan Yogyakarta ternyata pemerintah pusat Perekerjaan Umum terdapat juga sebagai bagian dari pemerintah JICA proyek melibatkan Indonesia dan berbagai yaitu pemerintah aktor-aktor dari pada swasta perpanjangan Jepang dalam sabo pihak, Bapennas, Daerah. aspek di yaitu Departemen Selain domestik tangan dam itu, dan asing (second hand) upaya pencapaian kepentingan Jepang dalam jangka panjang dan bagian dari nilai positif dari aspek kebijakan luar negeri dan political histories Jepang. BAB IV merupakan bab analisa argumen utama dari penelitian ini yang membahas tentang peran aktor-aktor tersebut mengimplementasikan program bantuan JICA pada proyek sabo dam di Yogyakarta terbagi atas dua kelompok, masing-masing aktor-aktor yang terlibat secara langsung (pelaksana teknis) politis), yang dan aktor-aktor dalam pendukung implementasinya (aktor cenderung menguntungkan pihak Jepang. BAB V sebelumnya. berisi kesimpulan dari uraian bab-bab