bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jepang merupakan salah satu negara di dunia yang
telah melampaui sejarah yang panjang. Popularitas negara
ini di dunia berawal dari keterlibatannya pada Perang
Dunia II dan pada awalnya Jepang berhasil memenangkan
pertempuran ini. Salah satu wilayah penting yang berhasil
dikuasai oleh Jepang adalah wilayah Hindia-Belanda pada
bulan Maret 1942.1
Kekuasaan Jepang atas Indonesia dengan mengalahkan
pihak Hindia-Belanda secara resmi adalah sejak tahun 1942
hingga 17 Agustus 1945.
Terdapat berbagai dampak negatif
ditimbulkan akibat penjajahan Jepang, namun juga terdapat
dampak positif antara lain penggunaan Bahasa Indonesia
sebagai
hingga
1
komunikasi
menengah
nasional,
atas,
pendirian
pembentukan
sekolah
strata
dasar
masyarakat
Ikrar Nusa Bakti, 50 Tahun Indonesia Merdeka, Pustaka Sinar
Baru, 1996, 195, hal.9.
paling bawah atau Rukun Tetangga (Tonarigumi) dan lainlainnya.
Seiring
dengan
kolonialisasi
antara
Jepang
Indonesi
dan
berkembangnya
di
Indonesia
Jepang
waktu
berakhir.
berhasil
periode
Hubungan
dijalankan
secara
harmonis dan kontak sosial-ekonomi kedua negara pertama
kali adalah pembangunan indsutri elektronik di Indonesia
dari Jepang yang disertai dengan gelombang migrasi dari
Jepang ke Indonesia.
Dalam
Jepang
kerap
keamanan.
Jepang
konteks
kali
Menurut
terhadap
internasional
dihubungkan
Dennis
Yasutomo
negara-negara
penetrasi-penetrasi
dengan
bantuan
dunia
isu
politik
luar
negeri
berhubungan
dengan
konsep, doktrin dan toeri selain kebijakan dan ketentuan
dari politik luar negeri Jepang itu sendiri.2
Bantuan luar negeri Jepang di Indonesia berada pada
perkembangan yang signifikan pada tahun 1965. saat itu,
Jepang menjadi negara Asia Nomor satu sekaligus menduduki
peringkat nomor dua dunia, terkait dengan bantuan luar
negeri di Indonesia. Pada saat itu, total bantuan luar
2
Dennis Yasutomo, “The Manner of Giving, Strategic Aid and
Japanese Foreign Policy” dalam Daulah Khoiriati Djaldan, Japan’s
Foreign Aid Policy To Indonesia Its Implication on Japan-Indonesia
Relations : Thesis, International University of Japan, 1991, hal.5.
negeri
Jepang
mencapai
231
juta
US
Dollar
dengan
perincian 63 juta US Dollar bantuan jangka pendek dan 168
bantuan
jangka
panjang
dan
menengah.
Nilai
ini
satu
tingkat di bawah Uni Soviet (USSR) dengan total bantuan
sebesar 990 juta US Dollar.3
Bantuan luar negeri Jepang terhadap Indonesia sampai
dengan
dari
pertengahan
lima
tahun
pencapain
1970-an
yang
ternyata
terangkum
tidak
dalam
lepas
kebijakan
kerjasama ekonomi (economic ccoperation policy) Jepang,
masing-masing adalah :4
a. Mempromosikan ekspor, mengamankan suplai bahan baku
dan membangun iklim aktifitas bisnis yang kondusif.
b. Mendukung
efektif
penyelenggaraan
antara
Jepang
hubungan
dan
diplomasi
negara-negara
yang
Asia
lainnya.
c. Memperbaiki stabilitas politik, ekonomi dan sosial
melalui
bantuan
luar
negeri
Jepang
yang
memiliki
makna penting bagi keamanan sosial dan politik.
d. Mendemonstrasikan
itikad
baik
Jepang
sebagai
alternatif bantuan luar negeri negara-negara Barat.
3
4
Ibid, hal.18.
Ibid. hal.40.
e. Menyelenggarakan pengaruh (hegemoni) dalam konteks
hubungan
luar
negeri,
baik
2000-an
Jepang
regional
ataupun
internasiona.
Memasuki
dekade
mampu
berkembang
sebagai salah satu negara termaju di dunia. Kemajuan ini
dicapai
Jepang
perindustrian,
negara
ini
melalui
pertanian
sebagai
empat
dan
bidang,
perikanan
terbesar
ketiga
yaitu
yang
jasa,
menjadikan
sebagai
negara
potensial bagi pasar bebas, setelah Amerika Serikat dan
Cina.5
Sejarah bantuan luar negeri Jepang (ODA, official
development
peringkat
Jepang
assistance)
pertama
menduduki
di
pada
dunia.
peringkat
tahun
Kemudian
kedua
1980
pada
sebagai
menduduki
tahun
negara
1992
donor
bantuan luar negeri terbesar di dunia setelah Amerika
Serikat. Rata-rata ODA Jepang pertahun sekitar 0,32 dari
total GNP (gross national product) Jepang.6
Posisi ODA Jepang ternyata tidak lepas dari faktor
historis dimana jumlah bantuan luar negeri yang besar ini
5
“Japan : Country Profile”, United States Departement of
States, http://www.state.gov., diakses pada tanggal 9 Juli 2011.
6
“Japan Profile Country : International Economic Cooperation
Policy of Jepan”, http://www.englishbritanica.com., diakses pada
tanggal 19 Maret 2012.
ditujukan
sebagai
kompensasi
(pembayaran
reparasi)
negara-negara yang rusak akibat invasi Jepang pada era
Perang Dunia II. Alokasi ODA di Asia dengan jumlah 59
persen,
sedangkan
wilayah
lainnya
memperoleh
alokasi
bantuan luar negeri dengan jumlah yang lebih kecil, yaitu
Afrika
11
persen,
Timur-Tengah
sebesar
10
persen
dan
Amerika Latin 8 persen.7
Pada
Jepang
era
berjalan
wujud
hubungan
(unproportional
mendominasi
ataupun
globalisasi
dengan
kedua
harmonis.
antara
Secara
negara
menjadi
cooperation)
karena
kerjasama,
melalui
hubungan
baik
anggaran.
melalui
Seiring
Indonesia-
fakta
tidak
memang
berimbang
Jepang
lebih
dukungan
teknis
dengan
berkembangnya
waktu bentuk kerjasama bukan hanya dijalankan berdasarkan
pada bidang perekonomian, namun juga sosial-kemanusiaan.
Berdasarkan pada laporan publikasi yang dikeluarkan
oleh Kementerian Luar Negeri Jepang (MOFA, Minister of
Foreign Affairs) pada bulan Juni 2008 di Tokyo menyatakan
bahwa
bantuan
7
Ibid.
luar
negeri
Jepang
telah
mengalami
perubahan paradigma yang ditekankan pada tiga hal pokok,
yaitu :8
a. Aspek pemanfaataan, dimana bantuan luar negeri harus
dapat
memberikan
manfaat
yang
besar
bagi
negara-
negara berkembang.
b. Aspek pelepasan dari perubahan kontradiksi politik
internasional.
c. Aspek pemanfataan peran swasta Jepang dan organisasi
donor (JICA) sebagai perpanjangan tangan pemerintah
Jepang.
Negara-negara
yang
menerima
ODA
Jepang
dalam
peringkat lima besar, masing-masing adalah Indonesia, RRC
(Republik
Bangladesh.
Rakyat
Cina),
Alokasi
lembaga-lembaga
International
Thailand,
ODA
Jepang
terkait,
yaitu
Cooperation),
ini
JBIC
JEXIM
Filipina
dan
difasilitasi
oleh
(Japan
(Japan
Bank
of
Export-Import
Bank), OECF (Overseas Economic Cooperation Fund) dan JICA
(Japan International Cooperation Agency).
Pembentukan
pemerintah
8
JICA
Jepang
ternyata
untuk
tidak
mengurangi
lepas
dari
friksi,
upaya
konflik
“Progress to Third Ammendement For Japan internacional Aid
For Asian”, http://www.moga.go.jp., diakses pada tanggal 27 Februari
2012.
ataupun ketegangan dengan negara-negara perima bantuan.
Menurut
John
White
dalam
karyanya
yang
berjudul
”The
Politic of Foreign Aid” menyatakan bahwa struktur bantuan
luar
negeri
Jepang
bukan
hal
yang
luar
biasa.
Adanya
pengaruh sejarah dan politik masa lalu membuat negaranegara
donor
menjadi
begitu
berhati-hati
dalam
memperlakukan negara-negara penerima bantuan agar itikad
baik tidak mengalami penentangan dan kepentingan nasional
negara donor dapat terealisasi.9
Dengan
JICA
(Japan
demikian
pada
International
periode
2005-2010
Cooperation
keberadaan
Agency)
memiliki
peranan penting sebagai perpanjangan tangan (second hand)
sebagai agen kerjasama internasional Jepang. Organisasi
ini memiliki perwakilan di lebih dari 64 negara dunia,
termasuk Indonesia.
Indonesia
dinamika
sendiri
kebijakan
memiliki
lar
negeri
peranan
Jepang.
penting
bagi
Sejak
era
kepemimpinan Perdana Menteri Shigeru Yoshida, Indonesia
menjadi
negara
yang
masuk
dalm
prioritas
bantan
luar
negeri Jepang. Secara lengkap Yoshida menyatakan bahwa :
9
Alan Rix, Japan’s Economic Aid : Policy Making and Politics,
Croom Helm London, 1980, hal.49.
“...kekalahan
kami
pada
perang
dunia
II
menjadikan tujuan mulia Jepang dalam memimpin Asia
menjadi
terbengkalai,
namun
ini
tidak
akan
menyurutkan semangat dan sikap kami untuk membangun
negara-negara yang pernah kami kuasai. Indonesia,
Filipina dan beberapa negara lainnya akan menjadi
prioritas kami. Masyarakat dan pemerintah Jepang
percaya saat Jepang berhasil menata bantuan tersebut
akan segera juga untuk diwujudkan.”10
Pernyataan Perdana Mentero Yoshida pada 8 Juli 1951,
beberapa tahun setelah kekalahan Jepang pada perang dunia
II menjadi tolok ukur bahwa pemerintah Jepang sendiri
akan
menunjukkan
tanggung-jawabnya
sebagai
negara
penjajah. Hal ini juga berlaku bagi Indonesia yang banyak
memperoleh
kerugian
atas
tindakan
impresif
Jepang
tersebut. Inilah yang menjadi salah satu dasar bagi ODA
Jeoang di Indonesia.
Lembaga
pembangunan
Organisasi
Jepang
yang
infrastruktur
ini
dibentuk
berperan
di
pada
dalam
Indonesia
tanggal
1
mendukung
adalah
JICA.
Oktober
2003.
Pembentukan JICA tidak lepas dari Badan Tindakan 2002
yang
telah
10
ada
sejak
tahun
1974
di
bawah
yuridiksi
Kimichi Sato and Jap de Wilde, Japan After Second World War
: The Culmination and Foreign Policy, Palgraff Publishing, LondonNew York, 2004, hal.37-38.
Departemen Luar Negeri Jepang (MOFA, Ministry of Foreign
Affairs).11
Sejak tahun 2005 JICA dipimpin oleh Sadako Ogata
yang
sebelumnya
menjabat
sebagai
Komisaris
PBB
untuk
urusan pengungsi (UNHCR, United Nation High Commisioner
of
Refuge).
dengan
Bank
Pada
tahun
Jepang
2008
dengan
JICA
menjalankan
tujuan
memberikan
marger
bantuan-
bantuan kepada negara-negara berkembang.12
Sejak 1 Oktober 2008 JICA menjadi salah satu badan
pembangunan terbesar di dunia. Organisasi ini memiliki
anggaran
sebesar
1
trilun
Yen atau
setara
dengan
8,5
milyar US Dollar. Selain itu, JICA juga memiliki proyek
di
lebih
150
negara
di
dunia,
yang
didukung
oleh
sukarelawan Jepang untuk kerjasama luar negeri dan pemuda
Nikkei.13
Sejarah JICA di Indonesia dimulai tahun 1954, saat
dimulainya program pelatihan di Jepang. Hal ini kemudian
ditindaklanjuti dengan dimulainya penugasan tenaga ahli
di
Indonesia
oleh
pemerintah
Jepang
pada
tahun
1957.
Realisasi ODA pertama kali sebagai cikap bakal JICA di
11
“JICA : official Website”, http://www.jica.go.jp., diakses
pada tanggal 9 Juli 2011.
12
Ibid.
13
Ibid.
Indonesia terealisasi pada tahun 1961 melalui pembentukan
Dana Kerjasama Ekonomi Luar Negeri (OECF) yang dimulai
dengan
pinjaman
swasta
luar
negeri
Jepang
terhadap
Indonesia.14
Posisi
JICA
kemudian
dihadapkan
pada
kasus
penanganan bencana alam di Indonesia. Hal ini didasari
pada fakta bahwa Indonesia merupakan negara yang rawan
bencana
alam
terstruktur
karena
atas
lempeng
aktif
bencana
alam,
secara
geografis
kepulauan-kepulauan
yang
menyebabkan
antara
lain
yang
negara
terletak
seringnya
banjir,
tanah
ini
di
terjadinya
longsor,
kekeringan, kebakaran hutan, badai, gempa bumi, Tsunami
dan letusan gunung berapi.15
Kasus
dukungan
pembangunan
infrstaruktur
Sabo
Dam
oleh JICA di wilayah Yogyakarta merupakan bagian dari
manajemen pengurangan dampak buruk akibat letusan gunung
berapi. Hal ini didasari pada beberapa hal, yaitu :16
a. Letusan gunung berapi (Gunung merapi) di Yogyakarta
memiliki kontinuitas erupsi. Artinya erupsi Gunung
14
“JICA in Indonesia”, http://www.jica.go.jp., diakses pada
tanggal 14 April 2012.
15
Anonim, Sejarah Sabo di Indonesia, Yayasan Air Adhi Eka,
Yakarta, 2005, hal.7.
16
Ibid.
Merapi
di
secara
wilayah
periodik
Yogyakarta
sehingga
bersifat
kontinyu
memerlukan
tindakan
sistematis yang berorientasi pada penanganan jangka
panjang.
b. Kondisi topografi (Gunung merapi) di Yogyakarta yang
unik dimana di lerang gunung ini terdapat hunian
(pemukiman
penduduk),
sekolah
dasar,
pasar
tradisional dengan jumlah masyarakat yang relatif
padat sehingga sangat membahayakan apabila ditangani
secara serius.
c. Sejarah Gunung Merapi di wilayah Yogyakarta hampir
semua
letusannya
panas
dan
diiiringi
abu
penerbangan,
tebal
serta
dengan
yang
kesehatan
keluarnya
dapat
bukan
awan
menganggu
di
wilayah
sekitar gunung, namun juga radius yang lebih luas
mencapai puluhan kilometer.
Sabo
Dam
yang
merupakan
bangunan
menampung
material
Pembangunan
seperti
lainnya,
Sabo
halnya
dibangun
tanggul
yang
Dam
di
terdapat
wilayah
yang
keluar
wilayah
proyek-proyek
dimana
di
Yogyakarta
difungsikan
dari
Gunung
Yogyakarta
pembangunan
beberapa
untuk
Merapi.
ternyata
infrastruktur
mekanisme
yang
terintegrasi,
yaitu
survey,
investigasi,
desain,
konstruksi, operasional dan pemeliharaan (maintenance).17
Pembangunan Sabo Dam di wilayah Yogyakarta sebagai
bagian
dari
pembangunan
sebagian
peran
infrastruktur
di
JICA
dalam
Indonesia.
mendukung
Langkah
ini
tentunya dijalankan dengan berbagai pertimbangan secara
makro
politik
menyangkut
pemangku
yang
melibatkan
pemerintah
kepentingan
beberapa
Indonesia
aktor,
beserta
(stakeholder)
yaitu
dengan
lainnya,
para
JICA
dan
pemerintah Jepang. Inilah yang akan menjadi kajian yang
akan menjadi obyek penelitian lebih lanjut.
B. Perumusan Masalahan
Berdasar
uraian
pada
sub-bab
uraian
latar
sebelumnya
maka
belakang
dapat
masalah
ditarik
pada
sebuah
rumusan masalah, yaitu :
1. Bagaimana inisiatif pemerintah Jepang dalam pemetaan
aktor
(mapping
actors)
dalam
pelaksanaan
bantuan
JICA dalam pembangunan proyek sabo dam di wilayah
Yogyakarta ?
17
Ibid.
2. Bagaimana
aktor-aktor
dalam
negeri
Indonesia
dan
swasta asing Jepang mengimplementasikan bantuan JICA
dalam
mendukung
pembangunan
proyek
Sabo
Dam
di
wilayah Yogyakarta ?
C. Kerangka Konseptual
Dalam rangka menjawab pokok permasalahan dan menarik
hipotesa, maka dalam karya penelitian ini penulis akan
didukung oleh beberapa pendekatan teori dan konsep yang
relevan dengan tema yang sedang dibahas.
Kemajuan
kompleks,
percaturan
membuat
didominasi
oleh
politik
lingkungan
dunia
yang
internasional
aktor-aktor
formal
semakin
tidak
negara
hanya
IGOs
(international government/state organization), namun juga
aktor-aktor
non-formal
(international
non-
government/state organization).
Ketentuan-ketentuan tersebut harus dapat dijalankan
sebagai
ataupun
media
aktor
untuk
lainnya
berinteraksi
di
sebuah
dengan
wilayah
pemerintah
yang
menjadi
obyek isu (problematika) yang mengemuka. Hal inilah yang
menjadi cikal bakal efektifitasi peran dari JICA dalam
mendukung
pembangunan
infrastruktur
penanggulangan
bencana alam Gunung Merapi di wilayah Yogyakarta.
Menurut Oran R. Young and Marc Levy, definisi dari
efektifitas terkait peran organisasi internasional dalam
ikut mendukung penyelesaian problematika di negara-negara
dunia adalah sebagai berikut :
“Effectiveness is a matter of the contribution
that institution make to solving the problems that
motivate actors to invest the time and energy needed
to create them. On closer examination, however,
effectiveness emerges as an elusive concept. it can
mean a number of different things and some of its
meanings require difficult normative, scientific and
historical judgment”.18
(efektivitas adalah sesuatu yang kontribusi
bahwa
institusi
membuat
untuk
memecahkan
permasalahan yang memotivasi para aktor untuk
menginvestasikan energi dan waktu yang diperlukan
untuk menciptakannya. Pada dasarnya semakin dekat
pengujian, bagaimanapun, efektivitas muncul sebagai
suatu konsep terabaikan yang dapat berarti sejumlah
hal-hal
yang
berbeda-beda
dan
sebagian
dari
maksud/arti
nya
memerlukan
pertimbangan
ilmiah
historis dan sulit).
Oran R. Young and Marc Levy juga menekankan tentang
preposisi
peran
organisasi
internasional
yang
memiliki
dependensi dengan aktor pembuat keputusan (decision maker
18
Ibid, hal.3.
of functional actor), dimana ini lazim dikenal dengan
konsep
teori
organisasi
aktor
fungsional.
internasional
Kemudian
dijalankan
peran
dengan
dari
berbagai
pertimbangan yang rumit. Aktor-aktor yang ada di dalamnya
terkadang
tidak
memiliki
keberadaanya
terus
menyebabkan
semakin
peranan
dipertahankan
yang
jelas,
meskipun
panjangnya
ini
spektrum
namun
tentunya
dari
peran
organisasi internasional itu sendiri.19
Kemudian
teori
aktor
selanjutnya
dikemukakan
oleh
Anthony Payne. Aktor-aktor dalam organisasi internasional
saat
ini
berhasil
internasional
oleh
yang
kekuasaan
Dingin
dan
mengambil
selama
negara
alih
puluhan
secara
monopolar
pasca
dominasi
dekade
bipolar
Perang
politik
dikendalikan
pada
era
Dingin.
Perang
Saat
ini
kesemuanya telah berakhir dan kemudian digantikan dengan
tampilnya organisasi internasional, termasuk di dalamnya
aktor-aktor
perdagangan
swasta
yang
memiliki
kekuasaan
yang khas (penuh) dalam mengendalikan politik dunia.20
Aktor
menjadi
19
organisasi
perpanjangan
internasional
tangan
dari
saat
ini
telah
negara-negara
besar,
Ibid. hal. 39.
Anthony Paine, The International Actor : From International
Organization To Multinational Corporations, The University of
Shiffield Publishing and Rows, New York, 2008, hal. 29.
20
karena masyarakat dunia saat ini telah skeptis terhadap
kepentingan-kepentingan
asing
bantuan
sehingga
luar
negerinya,
yang
terselubung
keberadaan
atas
organisasi
internasional saat ini dapat disebut sebagai soft power
negara-negara
maju
terhadap
kelompok
negara
dunia
ketiga.21
Keberadaan aktor organisasi internasional kemudian
menjalankan
dari
strategi,
pemerintah
integral
secara
pemerintah
memposisikan
pertama,
diri
menjadi
langsung,
secara
sebagai
kedua,
tidak
pihak
organ
integral
menjadi
langsung
swasta
organ
dengan
(INGO‟s)
dan
ketiga, memposisikan diri sebagai pihak independen namun
dapat
memberikan
internasional
keuntungan
secara
tidak
bagi
langsung
ekonomi-politik
dalam
jangka
panjangan (continuity).22
Pendekatan
utama
dalam
menjembatani
efektifitas
peran dari JICA dalam mendukung pembangunan infrastruktur
penanggulangan
bencana
alam
Gunung
Merapi
di
wilayah
Yogyakarta adalah teori peran organisasi dalam pendekatan
sosial-ekonom.
21
22
Ibid.
Ibid.
Teori
ini
menekankan
pada
adanya
konseptualisasi kerjasama yang terbentuk atas dua elemen
yang
tidak
berimbang
(in-balance
role
cooperation),
artinya meskipun ada sebuah mekanisme tawar-menawar maka
ini di kondisikan pada salah satu kekuatan yang relatif
lemah atau dianggap lemah.23
Kemudian peran pemerintah negara donor dalam ikut
mendukung
negara
penyelesaian
lain
motivasi
panjang,
masalah-masalah
dihadapkan
untuk
pada
mendukung
sedangkan
spekulasi
kepentingan
bagi
negara
yang
dan
terjadi
di
serangkaian
nasional
penerima
jangka
bantuan
kepentingan yang akan dicapai adalah kepentingan jangka
pendek.
Menurut
Thomas
Hobes
preposisi
ini
dapat
dijelaskan sebagai berikut :
“…Fenomena
politik
dianggap
akan
dapat
dijelaskan dengan lebih baik jika dipandang sebagai
dampak akhir (resultan) dari faktor-faktor sosial,
sehingga institusi politik dan keyakinan masyarakat
dianggap harus dipahami dengan menggunakan metode
yang bisa melihat ke ’balik’ fenomena-fenomena ini
dan
menentukan
proses-proses
sosial
yang
’mendasarinya’ yang menentukan bentuk dari fenomena
politik.”24
23
Anthony Giddens, Society and New Civilization, Yale
University Press, New Haven, 1998, hal.29.
24
Thimas Hobes, “National Interest Versus Society Intertest”
dalam James A. Caporaso dan David P. Levine, Teori-Teori EkonomiPolitik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hal.447.
Melalui preposisi di atas maka dapat diaplikasikan
bahwa
ada
ternyata
atau
tidaknya
berhubungan
peran
dengan
bantuan
sikap
atau
luar
negeri
tingkah
laku
(behavioral and attitude) dari negara donor itu sendiri.
Sebaik-baiknya
kondisi
pendekatan
yang
terjadi
maka
secara
akan
nyata
dilemahkan
oleh
di
yang
negara
bersangkutan.
Kemudian
tahapan-tahapan
yang
ditempuh
oleh
JICA
ternyata tidak lepas dari seting organisasi itu sendiri.
Menurut Geofrey Hodgson menyatakan bahwa tahapan-tahapan
dalam realisasi bantuan luar negeri didasarkan pada empat
aspek, masing-masing yaitu :25
a. Perkembangan masalah yang dianalogikan apakah perlu
tindakan langsung atau menjadi pilihan alternatif.
b. Tingkat koordinasi dan kolaborasi dengan aktor-aktor
lain.
c. Performan,
kapabilitas
dan
besarnya
energi
yang
dimiliki oleh aktor pemberi bantuan.
d. Tingkat
penerimaan
elemen-elemen
negara
penerima
bantuan.
25
Geofrey Hodgson, The Evolution of Institution : An Agenda
For Future Of Behavioral International Organization, Peter De Rider
Press and Publishing, Amsterdam, 1989, hal.82.
Kemudian
pertimbangan
dan
perencanaan
alokasi
bantuan luar negeri ternyata bersifat dinamis. Artinya
dimungkinkan
kesemuanya
setiap
tahunnya
tergantung
berubah
unit-unit
atau
pengaruh
tetap
(influencer
unit), baik yang terlihat secara nyata atau yang tidak
terlihat
Robert
(invisibble
D.
Tollison
unit).
dalam
Hal
ini
ditegaskan
tulisannya
yang
oleh
berjudul
“Organization Principle‟s Choice” yang menyatakan bahwa :
“…bantuan luar negeri tentunya akan sulit untuk
diakomodasi melalui pendekatan-pendekatan negara
penerima, yang ada hanya-lah falta yang tergambarkan
dan diterima oleh negara pundonor bantuan. Kemauan
secara serius ini tentunya akan menjadi hal yang
dianggap tidak realistis dan tidak popular oleh
negara-negara dunia, namun hal yang dapat dipastikan
kesemuanya adalah terserah negara pembantu dan unitunit
yang
melancarkan
pengaruhnya
dengan
26
terintegrasi.”
Robert D. Tollison dalam tulisannya yang berjudul
“Organization Principle‟s Choice” juga menyatakan bahwa
peran
partisipasi
permasalahan
sosial
diantaranya
pengaruh
masyarakat
26
ekstra
sebuah
negara
memiliki
masa
nasional,
dalam
motivasi
lalu,
desakan
intervensi
mengurusi
yang
kuat
komunitas
aktor-aktor
Robert D. Tollison “Organization Principle‟s Choice” dalam
Theda Skocpol, The Theory of International Organization, Cambridge
University Press, Cambridge, 2002, hal.24.
swasta,
misalnya
perusahaan
multinasional
dan
lain-
lainnya.27 Adapun implementasi program-program dari aktor
internasional adalah menyangkut tiga hal pokok, masingmasing adalah :28
a. Peran aktor internasional dengan energi atau sumber
daya besar dengan resiko yang rendah. Preposisi ini
dapat
dijelaskan
bahwa
semakin
dapat
(problem
malignancy)
implementasi
menyelesaikan
apabila
ODA
berbagai
memiliki
tentunya
persoalan
sumber
daya
yang besar.
b. Peran aktor internasional dengan energi atau sumber
daya menengah dengan resiko yang menengah. Preposisi
ini dapat dijelaskan bahwa implementasi ODA dengan
sumber daya menengah nantinya akan menciptakan lobilobi
dan
deal-deal
lanjutan
yang
memungkinkan
pembicaraan dalam forum-forum bipartit.
c. Peran aktor internasional dengan energi atau sumber
daya kecil dengan resiko yang tinggi. Preposisi ini
dapat
sumber
27
dijelaskan
daya
bahwa
kecil
implementasi
akan
menyebabkan
ODA
dengan
munculnya
Ibid.
Francois Murray and Michael McFaul, The International
Politic
and
International
Organization,
Scribner
Press
and
Publishing, New York, 2003, hal.25.
28
berbagai
penyesuaian
dan
sinergi
untuk
saling
adalah
teori
melengkapi diantara keduanya.
Kemudian
pendekatan
selanjutnya
ekonomi-politik. Menurut Mohtar Mas‟oed :
”...pencerminan perubahan yang paling relevan
adalah semakin banyaknya isu-isu ekonomi yang masuk
dalam
agenda
percaturan
politik
internasional
tingkat tinggi, sehingga isu-isu ekonomi yang
sebelumnya yang dipandang sebagai persoalan ‟low
politics‟ yang penuh damai, kemudian tidak dapat
dipisahkan lagi dari isu-isu politik dan keamanan
yang sejak lama dipandang sebagai masalah ‟high
politics‟ yang penuh konflik.”29
Teori ekonomi-politik yang diungkapkan oleh Mohtar
Mas‟oed
di
pentingnya
atas
mampu
dinamika
menjadi
superioritas
tolok
ekonomi
ukur
begitu
suatu
negara
dalam mempengaruhi negara lain. Dalam pandangan realis
sistem
internasional
otonomis
diantara
yang
anarki
negara-negara.
menciptakan
Hal
kebebasan
tersebut
membuat
sebuah sistem internasional yang terdesentralisasi dimana
setiap Negara adalah berdaulat, menggunakan power mereka
diatas
sebuah
“defined
territory,
a
population
and
a
government, saat terlibat pada hubungan/permainan power
29
Mohtar
Mas‟oed,
Ekonomi-Politik
Internasional
Pembangunan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hal. 75.
dan
politik dengan Negara lainnya. Dalam setting seperti ini,
bantuan internasional/bantuan luar negeri (foreign aid)
praktis
hanya
menjadi
sebuah
alat
kebijakan
untuk
mencapai kepentingan nasional. Alat kebijakan ini dalam
pandangan realis dilihat sebagai sebuah hasil dari perang
dingin yang digunakan dalam kompetisi diantara kekuatan
great
power.
sebuah
Bantuan
senjata
internasional
kunci
dalam
di
perang
pandang
sebagai
dingin
untuk
memperbesar kemungkinan beraliansinya Negara-negara dunia
ketiga
kedalam
salah
satu
kubu
great
power.
Motivasi
politik itulah yang menurut morghentau menjadi hal yang
di pertimbangkan oleh donor saat memberikan bantuan luar
negeri.30
Dalam
konteks
pembangunan
ekonomi,
bantuan
internasional seringkali kurang sukses. namun bagi para
pendukungnya kesuksesan bantuan internasional tidak hanya
berdasarkan pada hal-hal yang secara tegas berhubungan
dengan
ekonomi,
namun
lebih
kepada
prakondisi
intelektual, moral dan politik yang secara langsung tidak
berhubungan
30
dengan
manupulasi
ekonomi,
jikapun
Hans Morgenthau, “A Political Foreign Aid”, The American
Political Science Review Journal, New York, 1962, hal.3012.
berhubungan hanya pada bagian kulit manipulasi ekonominya
saja. Hal penting yang coba di katakan oleh realis adalah
bagaimana pengaruh praktek bantuan internasional terhadap
penipisan konsep kedaulatan.31
Bantuan luar negeri akan tetap menjadi masalah yang
mengundang pro kotra apabila hanya bergerak pada ranah
teknis/ekonomi dalam prakteknya. Yang di butuhkan adalah
integrasi
dari
foreign
aid
ke
dalam
kebijakan
Negara
penerima bantuan (recipient country) dan dalam waktu yang
sama di jaga oleh kondisi politik. Di luar itu, kebijakan
bantuan
luar
kebijakan
negeri
diplomatic
tidak
atau
ada
bedanya
propaganda.
dengan
dengan
Semuanya
adalah
senjata politik bagi sebuah negara.32
Masalah utama bagi usaha realis dalam menjelaskan
praktek
foreign
aid
adalah
mereka
menyangkal
tujuan
bantuan luar negeri adalah untuk “menolong pembangunan
sebuah
negara”,
meng-konstruk
langkah-langkah
saat
melakukannya,
kerangka
yang
teoritis
perlu
di
realis
gagal
bagaimana
lakukan
untuk
seharusnya
agar
tujuan
“helping countries develop” dapat tercapai. Realism sama
31
George Sorensen, The Transformation of the State : Beyond
The Myth of Retreat, Palgrave Mc Millan Publishing, Hampshire and
New York, 2004, hal.17.
32
Ibid.
sekali
tidak
memberikan
kesempatan
bagi
foreign
aid
terhadap pembangunan ekonomi.33
“Bantuan
dalam
luar
pandangan
negeri
realis
untuk
hanyalah
pembangunan
label
ekonomi”
pada
kebijakan
negara dalam mengejar power dan supremasi. Efektivitas
bantuan luar negeri bagi realism di evaluasi berdasarkan
seberapa
mereka.
lebih
loyal
negara-negara
Bagaimanapun,
rumit
dapat
dalam
resipien
prakteknya,
terlihat
dalam
kepada
donor
gambaran
praktek
yang
bantuan
internasional di mana lebih dari 20 donor terlibat dalam
satu negara yang membuat usaha penjelasan teoritis diatas
akan tergoncang.
Preposisi yang telah diungkapkan di atas menyebabkan
alokasi
ODA
partisipasi
tentunya
salah
satu
donor.
Inilah
yang
negara
donor
tentang
apakah
bantuan
tidak
pihak
nantinya
teknis,
apa
hanya
saja,
akan
yang
bantuan
menekankan
namun
menjadi
seharusnya
kredit
juga
pada
negara
pertimbangan
diberikan,
lunak
ataupun
hibah. Ini sekaligus menunjukkan bahwa implementasi ODA
tidak lepas dari pilihan rasional (rational choice) dan
adanya sikap politik (political will).
33
Ibid.
Thomas
suatu
ODA
Oatley
negara
atau
ternyata
menyatakan
organisasi
diwujudkan
bahwa
dalam
dengan
pilihan
rasional
mengimplementasikan
terlebih
dulu
tahu
bagaimana interaksi yang terjadi antara kelompok-kelompok
kepentingan dan institusi-institusi politik yang terlibat
didalamnya.
Untuk
itu
kita
perlu
memahami
dua
aspek
politik yang terkait, pertama, kita perlu memahami dimana
letak
kepentingan
atau
preferensi
kelompok
kepentingan
tersebut berasal dan yang kedua, kita butuh untuk melihat
lebih
jauh
bagaimana
merekonsiliasi
dan
institusi
merubah
politik
berbagai
mengagregasi,
kepentingan
yang
saling bersaing dalam kebijakan tersebut.34
Preposisi
yang
dikemukakan
oleh
Otaley
di
atas
merupakan bagian dari dinamika ekonomi politik terkini.
Menurut Mohtar Mas‟oed :
”...negara-negara
dunia
III
menghadapi
persoalan besar dalam memperjuangkan kepentingannya
di dalam arena diplomasi internasional. Persoalan
yaitu kesulitan dalam pembinaan kekuatan yang otonom
dan bersatu.”35
34
Thomas Oatley, International Political Economy : Interest
and Institution in the Global Economy, Person Education Institute,
Pearson-Longman, 2006, hal.11.
35
Mohtar Mas‟oed, op.cit, hal.74.
Dengan
luar
demikian
negeri
persoalan
sumber
telah
merupakan
negara-negara
daya
over
suplay
namun
dinamika
lembaga-lembaga
konsekuensi
dunia
pembangunan,
dimilikinya,
dalam
munculnya
ketiga
sedangkan
dalam
tidak
ekonomi-politik
atas
munculnya
yang
kekurangan
negara-negara
mengelola
tentunya
bantuan
sumber
ada
yang
daya
baju
yang
cuma-cuma
internasional.
Mohtar
Mas‟oed menyatakan :
”...masalah
ekonomi
yang
sebetulnya
dapat
ditangani sebagai masalah teknis oleh para ekonom,
sekarang
sekarang
telah
menjadi
masalah
yang
terpolitisasi. Di satu pihak, ekonomi menjadi bagian
penting dari kalkulasi dan analisis politik para
negarawan dan akademisi... Selain itu, ‟mutual
sensitivity‟ (kepekaan timbal-balik) di antara para
aktor dalam arena politik dunia semakin meningkat.
Artinya, setiap aktor sangat mudah dipengaruhi oleh
akibat tindakan aktor-aktor lain.”36
Preposisi
Mohtar
Mas‟oed
di
atas
juga
diperkuat
dengan teori pemetaan aktor yang dikemukakan oleh Rodney
Bruce
Hall.
Implementasi
organisasi
donor
seringkali
menghadapi persoalan yang sulit, yaitu persoalan di luar
ranah
teknis.
36
Ini
Ibid. hal. 82.
kemudian
mendorong
organisasi
donor
untuk menjalankan tindakan-tindakan ‟adaptative normatif‟
dikarenakan dua hal, yaitu :37
a. Penguasaan
yang
rendah
oleh
organisasi
internasional atas wilayah operasional secara
geo-
politik, demo-politik dan sosiologis.
b. Terdapat
kelompo
penentangan
‟grass
dari
root‟
elit
terhadap
politik
kinerja
ataupun
organisasi
internasional.
Kemudian
upaya
adaptative
normative
organisasi
internasional ditransformasikan dalam pemetaan aktor. Ini
sekaligus
menegaskan
memerlukan
aktor
bahwa
lain,
organisasi
baik
yang
internasional
berasal
dari
luar
struktural dalam negeri ataupun luar negeri.38
Pada pendekatan/konsep selanjutnya yang dikemukakan
oleh
John
E
Carroll
(interdependensi)
bahwa
antara
terdapat
kepentingan
keterkaitan
negara
berkembang
dengan kapasitas peran bantuan lar negeri negara-negara
adikuasa.
memiliki
Bagaimanapun
beberapa
dominasinya
37
pada
juga
bagian
kelompok
kekuatan
yang
negara
industri
rapuh,
sehingga
berkembang
memiliki
relatif
negara
Rodney Bruce Hall, The Constructivism of International
Organization Behavioral : From Cold War To Globalization Age,
Palgraff Publishing, London-New York, 2006, hal.27.
38
Ibid.
relevansi
untuk
mewujudkan
kepentingan
pada
jangka
panjang.39
Kepentingan/motivasi sebagai tendensi negara-negara
industri
maju
terhadap
kelompok
negara
dunia
ketiga
umumnya berkaitan dengan tiga hal, yaitu :40
a. Diwujudkan dalam pembangunan infrastrktur.
b. Diwujudkan dalam pembangunan bantuan kemanusiaan.
c. Diwujudkan dalam pembangunan program bantuan kredit
lunak jangka panjang.
Dengan demikian maka dapat diketahui dalam dinamika
ekonomi-politik internasional terkini sangat sulit untuk
melepaskan
dinamika
ekonomi
dengan
politik.
Artinya
selalu ada tendesi atau kepentingan praktis baik secara
langsung atau secara terselubung yang sebenarnya tidak
terintegrasi dengan kegiatan ekonomi antar negara. Pada
akhirnya ini akan menyebabkan kondisi ketergantungan yang
begitu besar oleh negara berkembang atas negara maju dan
ini
akan
menyulitkan
realisasi
tahapan-tahapan
selanjutnya karena negara berkembang semakin sulit dalam
39
John E Carroll and Rachel Sarson, International Environmnt
Diplomacy : The Management and Resolution After Conflict : Third
Editions, University of Cambridge, Cambridge, 2002, hal.51.
40
Ibid.
memperoleh pilihan ataupun melepaskan diri dari dominasidominasi pembuatan keputusan.
Implementasi
ODA
ternyata
juga
berhubungan
dengan
munculnya kelompok-kelompok kepentingan (interest group).
Mancur
setiap
Olson
menyebutkan
individu
atau
bahwa
jika
kelompok
diasumsikan
kepentingan
bahwa
berupaya
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari upaya yang
sekecil-kecilnya dari sebuah kegiatan perekonomian, maka
secara logis seluruh sumber daya akan dikerahkan untuk
mencapai tujuan itu, termasuk dalam kegiatan lobby. Pada
titik
itu,
proses
Olson
lobby
mengakibatkan
sangat
mempertanyatakan
itu
berlangsung
proses
lambat
dan
bagaimana
secara
pengambilan
ekonomi
pada
jika
kolosal,
keputusan
akhirnya
efek
sehingga
berjalan
tidak
bisa
merespon dengan cepat perubahan dan teknologi baru.41
Berdasar
dielaborasikan
yang
pada
bahwa
digulirkan
perpanjangan
dengan
41
teori
preposisi
di
implementasi
oleh
dari
ODA
JICA
maka
dapat
bantuan
luar
negeri
ternyata
pemerintah
yang
atas
tidak
Jepang.
dikemukakan
Jika
Mancur
lepas
dari
dikaitkan
Olson
maka
Mancur Olson, The Logic of Collective Action : A Public
Goods and The Theory of Group : 12th Printed, Harvard University
Press, 2002, hal.37.
sebenarnya posisi JICA tidak lepas dari faktor seting
organisasi (organization setting), dimana organisasi ini
dibentuk
sebagai
organisasi
penghubung
atau
organisasi
mediasi, antara negara penerima donor dengan pemerintah
Jepang.
Salah
satu
bentuk
kerangka
kerja
JICA
dalam
implementasi ODA adalah modalitas bantuan utama, bantuan
teknis, termasuk hibah dan pinjaman. Beberapa bentuk yang
termasuk di dalamnya, yaitu kapasitas dan pengembangan
kelembagaan,
serta
studi
kelayakan
dan
rencana
induk.
Kasus ini secara implisit menunjukkan bahwa JICA posisi
begitu mendominasi dalam implementasi ODA. Sehingga dapat
diasumsikan bahwa bagaimana bantuan itu terealisasi, maka
JICA-lah yang memiliki peranan yang dominan.
Dengan demikian melalui paparan teori dan aplikasi
kasus
di
atas
maka
dapat
diketahui
bahwa
pelaksanaan
program-program bantuan luar negeri (ODA) yang terbagi
atas bantuan anggaran dan teknis yang memposisikan JICA
sebagai perpanjangan tangan (second hand) dari pemerintah
Jepang, serta sebagai konselor pemerintah Indonesia dalam
bidang
pembangunan
infrastruktur.
Artinya
implementasi
dari peran JICA yang berbentuk bantuan teknis, anggaran
ataupun
hibah
(grant)
memiliki
karakter
masing-masing
pada penerapan pembangunan infrastruktur, dimana posisi
JICA menjadi begitu penting bukan hanya bagi pemerintah
Jepang, namun juga Indonesia.
Pada
kasus
pembangunan
dijalankan
melalui
stakeholder
daerah
tahapan
survey,
operasional
dan
didasarkan
pada
Sabo
koordinasi
dan
di
investigasi,
fakta
bahwa
di
terpadu
pusat
pemeliharaan
Dam
Yogyakarta
dengan
Indonesia
desain,
baikpada
konstruksi,
(maintenance).
meskipun
para
Hal
ini
karakteristik
pembangunan infrastruktur ini hampir sama, namun secara
non-teknis,
misalnya
aspek
sosial-kultural,
political
will para stakeholder daerah dan lain-lainnya akan turut
juga memberikan pengaruh.
D. Tinjuan Pustaka (Literatur Review)
Kajian
mengenai
peran
organisasi
internasional
sebenarnya telah banyak diteliti oleh berbagai kalangan
akademisi,
namun
yang
menekankan
pada
efektifitasnya
ternyata masih belum banyak yang meneliti. Dengan kata
lain
efektifitas
menjadi
sebuah
dari
peran
kajian
yang
organisasi
kurang
internasional
berkembang
jika
dibandingkan
bidang-bidang
lainnya
pada
khasanah
Ilmu
Hubungan Internasional.
Menurut Ricky Raymon dalam kajiannya yang berjudul
”Peran
Bantuan
Luar
Negeri
Jepang
Dalam
memperkuat
Hubungan Ekonomi Asimetris dengan Indonesia” menyatakan
bahwa
Jepang
menjalankan
berbeda
berbagai
dengan
Amerika
program-program
Serikat
yang
internasionalnya
secara kompleks. Bukan hanya ekonomi yang menjdai bagian
kerjasama
Indonesia-Amerika
pertahanan-keamanan,bahkan
Serikat,
namun
juga
penetrasi-penetrasi
bidang
politik
sebagai program yang sifatnya sensitif.42
Ricky Raymon juga menyatakan bahwa antara bantuan
Amerika
Serikat
dan
Jepang
tentunya
tidak
dapat
diperbandingkan karena Amerika Serikat mampu mendominasi.
Bagi penulis sendiri terwujudnya dukungan kerjasama atas
negara lain bukanlah menekankan pada kualitas dan jumlah
semata.
Telah menjadi pembenaran umum (common sense) bahwa
program-program
kepentingan
42
Amerika
terselubung.
Serikat
Ini
memiliki
tentunya
kepentingan-
berbeda
dengan
Ricky Raymon, Peran Bantuan Luar Negeri Jepang Dalam
Memperkuat Hubungan Ekonomi Asimetris Dengan Indonesia, Universitas
Indonesia Press, Jakarta, 2009, hal.23.
Jepang yang berupaya mendukung pembangunan di Indonesia
melalui JICA dengan mengedepankan pada nilai-nilai sosial
dan humaniter. Fakta yang lebih menguatkan lagi hubungan
antara Amerika Serikat dan Indonesia lebih didasari pada
hubungan antara elit dengan elit (top person cooperations
mechanism),
sedangkan
dukungan
Jepang
lebih
menyentuh
pada akar rumput (grass root).
Kemudian kajian selanjutnya berasal dari Ni Wayan
Ratna
dalam
penelitiannya
yang
berjudul
”Jepang
Dan
Pendekatan-Pendekatan Sosio-Historis di Indonesia” yang
menyatakan bahwa bantuan Jepang ternyata dipengaruhi oleh
kondisi
masa
lalu
Jepang,
khususnya
pada
masa
kolonialisasi perang Dunia II dimana relevanasi bantuan
luar
negeri
negara
responsibility”,
ini
ditujukan
seperti
halnya
sebagai
politik
”sense
etis
of
yang
dijalankan oleh Belanda.43
Wayan Ratna juga menyatakan bahwa nantinya ODA yang
dialokasikan oleh pemerintah Jepang nantinya akan menjadi
sebuah
kebiasaan
politik
(political
ussualy)
yang
bersifat tetap. Bagi penulis pernyataan dari Wayan Ratna
43
Ni Wayan Ratna, Jepang Dan Pendekatan-Pendekatan SosioHistoris di Indonesia, Universitas Udayana Publishing, Denpasar,
2002, hal.26.
perlu
mendapat
2005-2010
perhatian
JICA
telah
penting
menjalankan
karena
berbagai
pada
periode
penyesuaian-
penysuaian bagi implementasi ODA dari pemerintah Jepang
dalam keputusannya pada peran pembangunan infrastruktur
di Indonesia, yang dalam hal ini adalah pembangunan Sabo
Dam di wilayah Yogyakarta.
Penulis
sendiri
mengasumsikan
bahwa
bantuan
luar
negeri Jepang pada era globalisasi sekarang ini bukan
hanya sekedar bagian dari fungsi tanggung jawab sosialekonomi secara historis, namun lebih dari itu, Jepang
berupaya memperluas konsep pengaruhnya melalui alokasialokasi bantuan luar negeri yang lebih normatif dan mampu
beradaptasi dengan kondisi yang berkembang di negara yang
bersangkutan.
Dengan
kata
lain
perbedaan
pendekatan-
pendekatan yag dijalankan oleh Jepang melalui JICA antara
satu negara dengan negara lainnya, ataupun wilayah satu
dengan wilayah lainnya dalam satu negara kemungkinan ada.
E. Argumen Utama
Melalui pendekatan kerangka dasar pemikiran diatas
maka dapat ditarik argumen utama bahwa :
1. Pemetaan aktor dalam pelaksanaan bantuan JICA pada
proyek sabo dam di Yogyakarta ternyata melibatkan
berbagai
yaitu
pihak,
Bapennas,
yaitu
pemerintah
Departemen
pusat
Perekerjaan
Indonesia
Umum
dan
pemerintah Daerah. Selain itu, terdapat juga aktoraktor swasta domestik dan asing dari Jepang yang
ikut terlibat pada proyek ini sebagai bagian dari
perpanjangan tangan (second hand) dari pemerintah
Jepang
dalam
aspek
upaya
pencapaian
kepentingan
Jepang dalam jangka panjang dan bagian dari nilai
positif
dari
aspek
kebijakan
luar
negeri
dan
political histories Jepang.
2. Peran
aktor-aktor
program
bantuan
tersebut
JICA
pada
mengimplementasikan
proyek
sabo
dam
di
Yogyakarta terbagi atas dua kelompok, masing-masing
aktor-aktor
yang
terlibat
secara
langsung
(pelaksana teknis) dan aktor-aktor pendukung (aktor
politis)
dan
dalam
implementasinya
proyek
ternyata cenderung menguntungkan pihak Jepang.
ini
F. Motodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Menurut Casel and Simon, metode kualitatif merupakan
metode
penelitian
ilmu
sosial
yang
berusaha
melakukan
deskripsi dan interpretasi secara akurat mengenai makna
dari gejala yang terjadi dalam konteks sosial. Metode ini
menekankan pada pengumpulan dan analisis teks tertulis
atau
terucapkan.
memberikan
Metode
gambaran
kualitatif
menyeluruh
juga
tentang
berusaha
situasi
yang
sedang dipelajari oleh peneliti.44
2. Strategi Penelitian
Salah
satu
strategi
penelitian
yang
dikembangkan
dalam metode kualitatif adalah studi kasus. Studi kasus,
menurut Noeng Muhadjir adalah usaha menemukan kebenaran
ilmiah secara mendalam dan dalam jangka waktu lama. Studi
ini
berusaha
menemukan
kecenderungan,
pola
arah
dan
interaksi banyak faktor yang dapat memacu atau menghambat
perubahan. Studi kasus sangat bermanfaat untuk memahami
44
Catherine Cassel and Gillian Symon (ed), Qualitative Methods
in Organizational Research, Sage Publications, London, 1994, hal.34.
suatu kasusu secara menyeluruh dan mengetahui prospeknya
dimasa depan.45
Berdasarkan
pertimbangan
diatas,
metode
untuk
penelitian ini dapat disebut sebagai metode studi kasus
interpretatif. Dalam pengertian, bahwa metode ini akan
menekankan pada upaya interpretasi dan bukan kuantifikasi
dari data yang dikumpulkan. Hal ini dikarenakan berbagai
kesulitan melakukan wawancara dengan para pelaku, studi
ini
lebih
dilengkapi
yang
berorientasi
dengan
memiliki
pada
wawancara
kompetensi
studi
mendalam
dengan
kepustakaan
yang
dengan
ahli
masalah
para
yang
sedang
diteliti.
Dalam kegiatan ini perlu juga ditambahkan bahwa unit
analisis dari penelitian ini adalah institusi politik dan
non-politik.
Informasi
dari
individu
yang
dikumpulkan
berupa pernyataan, catatan dan tulisan dianggap sebagai
wakil
dari
terlibat
institusi.
dalam
proses
Bagaimanapun
pengambilan
orang-orang
keputusan
yang
biasanya
terbatas jumlahnya sehingga mereka dianggap sebagai wakil
institusi.
45
Robert K. Yin, Studi Kasus : Desain
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1996, hal.4.
dan
Metode,
PT.
Wawancara
teknik
dijalankan
wawancara
penulis
non-struktur.
dengan
Artinya
menggunakan
penulis
bebas
mengembangkan wawancara dengan informan, tanpa perlu di
dukung dengan ‟interview guide”.
Informan yang menjadi
target wawancara ini, yaitu pejabat Bapenas, JICA dan
stakeholder (pemangku kepentingan) terkait dengan alokasi
bantuan luar negeri Jepang di Indonesia.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan
data
dilakukan
dengan
teknik
dokumentasi dalam studi kepusatakaan (libraryan research)
yaitu dengan mengumpulkan dokumen dan interview mendalam
dengan para ahli. Dokumen berupa teks-teks tertulis dalam
bentuk
artikel,
buku,
berita
surat
kabar,
dan
juga
dokumen resmi, serta publikasi data internet (web site).
Teknik
karya
lainnya
penelitian
yang
ini
akan
adalah
digunakan
melalui
penulis
interview
dalam
yang
mendalam dengan para ahli (stakeholder) JICA perwakilan
Indonesia di Jakarta dan Yogyakarta. Informasi-informasi
ini dikumpulkan melalui pernyataan-pernyataannya, serta
tulisan dan catatan sebagai figur yang merepresentasikan
institusi JICA.
G. Sistematika Pembahasan
Karya penelitian ini terbagai atas lima bab yang
masing-masing sebagai berikut :
BAB I yang merupakan pendahuluan yang berisi tentang
latar
belakang
masalah,
perumusan
masalah,
kerangka
konseptual, tinjauan pustaka (literature review), argumen
utama, metode penelitian, strategi penelitian dan teknik
pengumpulan data, serta sistematika pembahasan.
BAB
terkini
II
membahas
(tahun
(Official
tentang
2005-2010),
Development
hubungan
serta
Assistance)
Indonesia-Jepang
dinamika
Jepang
profil
dan
ODA
gambaran
umum Japan International Cooperation Agency (JICA).
BAB III merupakan bab analisa argumen utama dari
penelitian ini yang membahas tentang Pemetaan aktor dalam
pelaksanaan
bantuan
Yogyakarta
ternyata
pemerintah
pusat
Perekerjaan
Umum
terdapat
juga
sebagai
bagian
dari
pemerintah
JICA
proyek
melibatkan
Indonesia
dan
berbagai
yaitu
pemerintah
aktor-aktor
dari
pada
swasta
perpanjangan
Jepang
dalam
sabo
pihak,
Bapennas,
Daerah.
aspek
di
yaitu
Departemen
Selain
domestik
tangan
dam
itu,
dan
asing
(second
hand)
upaya
pencapaian
kepentingan Jepang dalam jangka panjang dan bagian dari
nilai
positif
dari
aspek
kebijakan
luar
negeri
dan
political histories Jepang.
BAB
IV
merupakan
bab
analisa
argumen
utama
dari
penelitian ini yang membahas tentang peran aktor-aktor
tersebut
mengimplementasikan
program
bantuan
JICA
pada
proyek sabo dam di Yogyakarta terbagi atas dua kelompok,
masing-masing aktor-aktor yang terlibat secara langsung
(pelaksana
teknis)
politis),
yang
dan
aktor-aktor
dalam
pendukung
implementasinya
(aktor
cenderung
menguntungkan pihak Jepang.
BAB
V
sebelumnya.
berisi
kesimpulan
dari
uraian
bab-bab
Download