BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca Perang Dingin yang ditandai dengan runtuhnya Uni Soviet sebagai salah satu negara adi kuasa, telah mengawali babak baru dalam penelaahan dan tatanan studi hubungan internasional. Studi Hubungan Internasional yang semula berkisar pada tataran isu politik dan keamanan yang bersifat bipolar dan state centric, kini justru telah bergeser ke dalam isu-isu alternatif seperti Hak Asasi Manusia (HAM), demokratisasi, gender, lingkungan hidup dan isu-isu lainnya. Munculnya isu lingkungan hidup menjadi sebagai salah satu agenda baru dalam hubungan internasional yang paling dinamis. Buat sebagian pengamat, karakter permasalahan yang khas dari persoalan lingkungan seperti: transboundary, threshold effect, high technically aspect, dan scientific uncertainty. Kemudian menjadikan masalah lingkungan sebagai isu yang sangat mendorong terciptanya beragam interaksi yang bersifat kooperatif maupun konflik. Isu lingkungan itu sendiri sesungguhnya merupakan isu yang sangat luas karena kompleksitas permasalahannya menyangkut aspek-aspek krusial dan beraneka ragam dari multidisiplin ilmu ekonomi, politik, sosial, dan budaya serta tentunya dari 1 kelompok ilmu-ilmu eksakta yang berkaitan langsung dengan studi fisik tentang lingkungan itu sendiri, seperti biologi, kimia, geologi, kehutanan, dan sebagainya. Benang merah yang menghubungkan keragaman persoalan lingkungan ini adalah bahwa semuanya berkenaan dengan masalah tentang hubungan antara human society dan the natural world. Akan tetapi dalam beberapa hal ada perbedaan dalam hal motivasi di belakang isu-isu lingkungan tersebut. Misalnya isu tentang pemanasan global atau global warming, lebih didorong oleh keberlangsungan sistem ekonomi yang ada, kemudian masalah ketersediaan makanan, pencemaran kimia, urban traffic congestion dimotivasi oleh isu kesehatan dan amenity. Masalah pemanasan global atau global warming merupakan salah satu fokus masalah dalam isu lingkungan hidup yang secara komprehensif oleh pendapat para ahli lingkungan mencakup terhadap masalah kelestarian hutan, perubahan iklim, dan fenomena alam seperti El Nino serta La Nina. Terjadinya pemanasan global mengakibatkan naiknya suhu rata-rata permukaan bumi sehingga es di kutub dapat mencair dan menjadikan naiknya permukaan laut. Perubahan iklim secara umum dapat mengganggu kondisi kesehatan, pertanian, dan kehutanan dan berbagai aspek lainnya. Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dilakukan pada tahun 1972 di Stockholm, Swedia, menjadi jawaban terhadap semakin menurunnya kualitas lingkungan dan semakin meningkatnya concern masayarakat dunia pada isu 2 lingkungan. Konferensi tersebut menghasilkan resolusi mengenai pembentukan United Nation Environmental Program (UNEP) yang merupakan sebagai motor awal pelaksana komitmen mengenai lingkungan hidup. Konferensi-konferensi internasional yang membahas mengenai masalah lingkungan hidup terangkum dalam UNFCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) yang dimana salah satu hasil dari pertemuan tersebut adalah adanya kesepakatan untuk membuat konsensus penanganan lingkungan yang disebut Protokol Kyoto.1 Protokol inilah yang kemudian menjadi dasar sebuah kerjasama internasional di bidang lingkungan hidup. Bagi negara yang sedang berkembang yang telah meratifikasi Protokol Kyoto, seperti Indonesia, kewajiban untuk mengurangi emisi karbon tidak ada, tetapi diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. Semenjak Indonesia mengesahkan UU No. 17 Tahun 2004 tentang Ratifikasi Protokol Kyoto, Indonesia bersama dengan negara-negara sedang berkembang lainnya harus mempersiapkan diri menyonsong ajakan stekholder asing untuk bertransaksi dalam proyek pengurangan emisi atau perdagangan karbon antara lain : penggunaan energi terbarukan, efisiensi energi, reforestasi, dan bahkan tentang pengelolaan sampah.2 Sehingga,banyak negara yang ikut berpatisipasi dalam perdagangan karbon ini. 1 Nommi Horas Tombang Siahahan, 2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan Edisi 2, Erlangga: Jakarta, hal.144. 2 Sri Wahyono, “Protokol Kyoto Dukung Pengelolaan Sampah”, Kompas, 24 Maret 2005. 3 Kesempatan Indonesia untuk berpartisipasi dalam mereduksi emisi gas rumah kaca dan ikut dalam perdagangan karbon terbuka lebar, mengingat beragamnya proyek dan kesesuaiannya dengan kondisi negara kita. Hubungannya dengan pengembangan pengelolaan sampah, misalnya, mekanisme pembangunan bersih memberikan porsi sekitar 16 persen sebagai imbalan reduksi emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan oleh pembusukan sampah di tempat pembuangan akhir sampah. (TPA). TPA adalah ujung akhir dari pengelolaan sampah. Secara alamiah, dengan sistem TPA yang saat ini eksis di seluruh kota di Indonesia, yaitu sistem open dumping, sampah organik yang tertimbun di TPA akan mengalami proses dekomposisi secara anaerobik sehingga menghasilkan gas metan. Gas metan adalah salah satu gas rumah kaca yang kekuatannya 23 kali gas CO2,3 dan bahaya dari produksi gas metana di TPA saat ini lepas ke atmosfer Bumi secara bebas dan tidak terkendali. Saat ini jumlah sampah diberbagai kota di Indonesia khususnya kota Makassar semakin meningkat bahkan mencapai 300 sampai 400 ton setiap harinya belum lagi sistem pengolahan sampah yang masih eksis saat ini berupa sistem open dumping, sehingga selain ditimbun, sampah ini berpotensi memicu pemanasan global dan hanya menjadi sampah yang tak bernilai lebih kecuali di mata seorang pemulung, 3 Ibid 4 padahal sampah memiliki potensi banyak jika di daur ulang dan bahkan berpotensi sebagai sumber energi alternatif. Konsumsi energi Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada periode 2000-2008, konsumsi energi akhir mengalami peningkatan rata-rata per tahun sebesar 2,73% dari 764,40 juta SBM menjadi 945.52 juta SMB. 4 Tingginya konsumsi energi dan cadangan energi minyak yang semakin menipis dan disertai mahalnya harga energi, pemanfaatan sampah merupakan langkah terobosan yang bermanfaat, baik dari segi pemanfaatan sampah juga sebagai upaya strategis melatih masyarakat menggunakan energi alternatif. Masalah lingkungan hidup seperti inilah memberikan tekanan pada negara untuk terlibat dalam kerjasama internasional yang lebih besar. Alasannya, bahwa degradasi lingkungan hidup dapat dikatakan membuat sejenis “ancaman” khusus yang bukan bagi negara tetapi pada semua manusia keseluruhan. Degradasi lingkungan hidup merupakan ancaman terhadap lingkungan global, yaitu samudera, laut, lapisan ozon, dan sistem iklim, yang merupakan sistem pendukung kehidupan bagi manusia keseluruhan. Terjadinya kerjasama antara JICA dengan Indonesia di bidang lingkungan ini memperlihatkan adanya keseriusan bagi pihak JICA dan Indonesia untuk menangani 4 Elinur, dkk., 2010, “Perkembangan Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia”, Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE), Vol.2, No. 1, Desember 2010. 5 masalah lingkungan ini. Salah satu program JICA di Indonesia adalah “support for environment”, dan salah satu bentuk proyeknya adalah penanganan sampah di kota Makassar dengan memperkenal 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Makassar merupakan penggerak utama pembangunan Kawasan Indonesia Timur, yang terlihat masih tertinggal dibandingkan dengan Kawasan Indonesia bagian Barat. Meningkatnya jumlah volume sampah kota Makassar dari tahun ke tahun, menimbulkan inisiatif JICA untuk memfokuskan proyeknya dalam pembangunan di Indonesia Timur khususnya Makassar dalam bentuk penanganan sampah kota Makassar. Kerjasama JICA dengan pemerintah kota Makassar tentu saja didasari oleh adanya hubungan bilateral Indonesia-Jepang. Adanya kerjasama bilateral didasari oleh berbagai kepentingan dari kedua belah pihak, baik dari pihak Indonesia maupun dari pihak Jepang sendiri. Bagi Indonesia, memilih Jepang karena posisinya yang strategis. Kemampuan diplomasi, kekuatan ekonomi, potensi militer yang dimilikinya, serta keeratan aliansi dengan Amerika Serikat, menjadikan Jepang sebagai sebuah negara yang patut diperhitungkan, baik dari strategi politik, keamanan, maupun ekonomi di kawasan Asia Pasifik. Sedangkan bagi pihak Jepang, SDA yang mereka butuhkan sebagian besar berada di Indonesia. Sehingga, terjalinlah sebuah kerjasama yang baik antara pihak Jepang dan Indonesia5. Kerjasama tersebut telah terjalin puluhan tahun yang lalu dalam berbagai bidang. 5 Abdul Irsan, 2007, Budaya dan Perilaku Politik Jepang di Asia, Grafindo: Jakarta, Hal.7. 6 Pemerintah Jepang menjalin hubungan bilateral dengan pemerintah Indonesia dengan memanfaatkan dana dan teknologi yang dimilikinya, yang dirumuskannya dalam kerangka Bantuan Pembangunan Resmi atau dikenal dengan Official Development Assistance (ODA).6 Selanjutnya bantuan ODA ini disalurkan oleh suatu lembaga kerjasama yang disebut Japan International Cooperation Agency (JICA), sebagai badan pelaksana ODA Jepang. JICA sebagai organisasi perwakilan pemerintah Jepang memberikan bantuan kepada pemerintah kota Makassar melalui persetujuan pemerintah pusat, untuk memfokuskan program JICA di Sulawesi Selatan salah satu di antaranya berupa bantuan penanganan sampah kota Makassar. Bantuan penanganan sampah ini tentu saja di dasari oleh program prioritas JICA di Indonesia berupa “support for environment”, sebagai wujud dalam mengatasi ancaman lingkungan hidup. 6 Abdul Irsan, 2005, Jepang; Politik Domestik Global dan Regional, Hasanuddin University Press: Makassar, hal. 175. 7 Bagan 1.1 SKEMA KERANGKA KONSEPTUAL JEPANG INDONESIA ODA JEPANG JICA Pengembangan Indonesia Timur Pengembangan Provinsi Sulawesi Selatan Support for Environment Penanganan Sampah PENANGANAN SAMPAH KOTA MAKASSAR Sumber: Diolah sendiri berdasarkan buletin JICA, 2008. 8 Berdasarkan pada kerangka konseptual di atas digambarkan bahwa adanya bantuan JICA di kota Makassar tentu saja didasarkan pada kolaborasi 2 program prioritas JICA di Indonesia yakni support for environment dan pengembangan Indonesia Timur. Program support for environment ini diimplementasikan dalam promosi 3R (Reduce,Reuse, Recycle), sedangkan program pengembangan Indonesia Timur diimplementasikan dalam program pengembangan provinsi Sulawesi Selatan. Sehingga, membentuk salah satu sub-program baru yakni penanganan sampah kota Makassar. Kehadiran JICA di kota Makassar tentu saja didasari oleh adanya kesepakatan ikatan hubungan bilateral antara Indonesia dan Jepang. Jepang yang memiliki kemampuan finansial yang baik menyalurkan bantuannya melalui ODA Jepang dalam bentuk hibah, kerjasama teknis, dan pinjaman dana ODA. JICA sebagai organisasi internasional yang mewakili pemerintah Jepang menjadi pelaksana bantuan ODA Jepang, sehingga secara tidak langsung kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pihak JICA tentu dipengaruhi oleh pihak pemerintah Jepang sendiri. Berdasarkan dari pemaparan di atas dan melihat kondisi realitas aktual yang terjadi, maka penulis tertarik untuk mengangkat sebuah penelitian yang berjudul : “Peranan JICA (Japan International Cooperation Agency) terhadap Penanganan Sampah Perkotaan Makassar” . 9 B. Batasan dan Rumusan Masalah Untuk lebih mempermudah analisa dan pembahasan, penulis akan membatasi masalah yang akan penulis bahas yakni, membahas mengenai Peranan JICA (Japan International Cooperation Agency) terhadap penanganan sampah Perkotaan Makassar. Isu lingkungan telah menjadi isu internasional yang dibicarakan oleh semua negara, karena seperti yang terlihat bahwa sampah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya kadar emisi karbon dan adanya potensi sampah sebagai sumber energi alternatif. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah implementasi program teknik pengelolan sampah yang baik, sebagaimana yang dilakukan oleh pihak JICA (Japan International Cooperation Agency) di Makassar. Kerjasama JICA dengan pemerintah kota Makassar telah berlangsung sejak 1986, namun dalam penelitian ini penulis mengkhususkan dalam rentan waktu 20082012. Adapun proyek bantuan JICA dalam periode ini merupakan proyek penanganan sampah kota Makassar sendiri serta proyek gabungan antara JICA dengan pemerintah kawasan Mamminasata (Makassar, Maros, Sunguminasa, dan Takalar) dalam pembangunan TPA regional. Meskipun demikian, Makassar tetap menjadi fokus utama penulis, mengingat kondisi geografis dan demografis kota Makassar menjadikan kota ini sebagai kota yang penuh dengan sampah sehingga membutuhkan perhatian lebih dari berbagai pihak. Berdasarkan batasan di atas, maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian yang akan dijadikan sebagai dasar analisa dalam pembahasan ini: 10 1. Apa faktor pendorong dan penghambat JICA (Japan International Cooperation Agency) dalam memberikan bantuan terhadap penanganan sampah perkotaan di Makassar? 2. Bagaimana peranan JICA (Japan International Cooperation Agency ) terhadap penanganan sampah perkotaan di Makassar? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini antara lain : a. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor pendorong dan penghambat JICA (Japan International Cooperation Agency ) dalam penanganan sampah kota Makassar? b. Untuk mengetahui dan menjelaskan peranan JICA (Japan International Cooperation Agency) terhadap penangan sampah kota Makassar. 2. Manfaat Penelitian Apabila tujuan penelitian tersebut dapat tercapai, maka penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai : a. Bahan informasi dan kajian bagi akademisi tentang peranan JICA (Japan International Cooperation Agency ) terhadap penanganan sampah perkotaan, khususnya di kota Makassar. b. Bahan referensi bagi peneliti lain yang hendak mengadakan penelitian tentang objek yang sama dan relevan. 11 D. Kerangka Konsep Keberadaan atau eksistensi suatu negara perlu dipertahankan. Salah satu cara untuk mempertahankan eksistensi suatu negara adalah dengan mencapai tujuantujuan negara yang dirumuskan dalam suatu kepentingan nasional atau national interest. National interest tersebut akan terpenuhi jika suatu negara melakukan interaksi negara dengan negara lain yang mampu memenuhi kepentingannya itu. Kepentingan nasional dapat diartikan secara minimum sebagai suatu kepentingan untuk kesejahteraan umum, hak untuk mempertahankan kelangsungan (survival) suatu negara, hak kepentingan ekonomi, hak perlindungan hukum. Dalam arti yang lebih khusus yaitu untuk mempertahankan dan memelihara identitas politik dan kulturalnya. Sehingga agar kepentingan nasionalnya terwujud, suatu negara bisa saja membuat kerjasama atau bahkan konflik sekalipun. Menurut Hans Morgenthau “strategi diplomasi harus dimotivasi oleh kepentingan nasional dan bukan oleh kriteria moralistik, legalistik, dan ideologi yang utopia, dan berbahaya”.7 Morgenthau juga menambahkan bahwa: kepentingan nasional sama dengan usaha negara untuk mengejar power, dimana power adalah segala sesuatu yang bisa mengembangkan dan memelihara kontrol suatu negara terhadap negara lain. Hubungan power dan kontrol tersebut bisa dicapai melalui teknik-teknik pemaksaan dan kooperatif. 8 Menurut Anthonio Shitepu di dalam buku Pengantar Hubungan Internasionalnya, menyatakan bahwa: 7 Theodore A. Coulumbis dan James H. Wolfe, 1990, Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power”,terj. Marcedes Marbun, CV. Abardin: Bandung, hal 114. 8 Ibid 12 Power sebagai suatu hubungan antara dua atau lebih negara-negara (aktor politik) dimana aktor A misalnya, memiliki kemampuan untuk mengontrol pemikiran dan tindakan (perilaku) aktor B dan seterusnya. Hubungan antara aktor A dan aktor B bermuatan power yang dikonseptualisasikan ke dalam konstelasi hubungan:“power relationship” memiliki tiga unsur yakni kekuatan, pengaruh, dan kekuasaan. Konsep-konsep yang terkandung dalam rumusan kepentingan nasional berfungsi sebagai pijakan negara untuk membuat kebijakan–kebijakan luar negeri dari negara itu sendiri. Kebijakan-kebijakan luar negeri ini merupakan alat diplomasi dalam hubungan internasional untuk meraih kepentingan dan tujuan yang ingin dicapai negara tersebut. Kepentingan nasional juga merupakan suatu panduan bagi pemimpin negara dalam kegiatan politik luar negeri dan hubungan internasional yang dijalaninya. Adanya interaksi antara negara satu dengan yang lainnya, akan muncul berbagai macam kepentingan nasional dari negara tersebut. Oleh karena itu, kepentingan nasional disini berperan sebagai penentu arah pemimpin suatu negara untuk tetap dalam koridor yang sesuai dengan tujuan negaranya. Selain itu, kepentingan nasional juga merupakan suatu tolak ukur hasil kinerja pemerintah dalam pelaksanaan hubungan internasional dan politik luar negerinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa negara tetap menjadi aktor dominan dalam bentuk-bentuk kerjasama internasional, namun seiring dengan pesatnya perkembangan saat ini, peran organisasi internasional semakin menonjol dan diakui eksistensinya yang semakin bertambah jumlahnya di pentas hubungan maupun kerjasama internasional. Namun perubahan-perubahan yang terjadi dalam pentas 13 internasional, bagaimana pun tidak dapat dilepaskan dari berbagai evolusi atau transformasi yang dialami oleh negara bangsa.9 Sehingga, negara tetap masih berperan dalam berbagai interaksi hubungan internasional. Hubungan bilateral yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya meskipun kepentingan nasional suatu bangsa pada saat itu ditentukan oleh siapa yang berkuasa waktu itu. Sehingga untuk memenuhi kepentingan nasionalnya itu negaranegara tersebut melakukan berbagai kerjasama bilateral, trilateral, regional dan multilateral, melalui bantuan luar negeri. Salah satu instrumen yang sering digunakan dalam hubungan luar negeri adalah adanya bantuan luar negeri. Secara umum bantuan luar negeri adalah proses transfer barang atau dana dari dari suatu negara ke negara lain. Menurut teori Pearson dan Payasilian dalam buku Pengantar Hubungan Internasional : aliran realis menyatakan bahwa tujuan utama dari bantuan luar negeri adalah bukan untuk menunjukkan idealisme abstrak kemanusiaan tetapi utnuk proyeksi power nasional. Bantuan luar negeri merupakan komponen penting bagi kebijakan keamanan nasional10. Bantuan luar negeri dapat berupa pemberian (grant), pinjaman luar negeri (loan) atau kerjasama teknik yang diberikan oleh negara-negara donor atau badanbadan internasional yang khusus dibentuk untuk memberikan pinjaman luar negeri. 9 Umar Suryadi Bakri, 1999, Pengantar Hubungan Internasional, Jayabaya Universitas Press: Jakarta, hal. 77. 10 Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Graha Ilmu: Bandung, Hal.49; 14 bantuan luar negeri adalah segala sesuatu yang berurusan dengan pemindahan sumber-sumber kebendaan material dan jasa-jasa dari negara tertentu terhadap negara lainnya yang memerlukannya dalam suatu ikatan transaksi berbentuk pinjaman, pemberian, dan penanaman modal asing.11 Terdapat dua syarat aliran modal dari luar negeri merupakan bantuan luar negeri, yaitu:12 1. Aliran modal dari luar negeri tersebut bukan didorong untuk mencari keuntungan; 2. Aliran modal dari luar negeri atau dana tersebut diberikan kepada negara penerima atau dipinjamkan dengan syarat yang lebih ringan daripada yang berlaku dalam pasar internasional. Oleh sebab itu, aliran modal dari luar negeri yang tergolong sebagai bantuan luar negeri dapat berupa pemberian (grant) dan pinjaman luar negeri (loan) yang diberikan oleh negara-negara donor atau badan-badan internasional yang khusus dibentuk untuk memberikan pinjaman luar negeri, seperti Bank Dunia (World Bank, Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank), Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund). Holsti membagi program bantuan luar negeri ke dalam empat jenis, yaitu:13 1. Bantuan Militer; 11 Yanuar Ikbar,2007, Ekonomi Politik Internasional 2, Refika Aditama: Bandung, hal. 189; Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, Op cit, hal. 83. 13 Ibid. 12 15 2. Bantuan Teknik; 3. Grant dan program komoditi impor; 4. Pinjaman pembangunan. Alasan pemberian bantuan oleh suatu negara atau institusi tertentu terutama ialah self-interest politik, strategi, dan ekonomi, sekalipun pada umumnya alasan itu berupa motivasi moral dan bantuan kemanusiaan atau bantuan untuk kesinambungan proses hubungan komplementasi dan pembangunan pihak lain. Namun demikian, sulit ditemukan bukti-bukti sejarah perkembangan bantuan luar negeri selama periode tertentu yang menunjukkan bahwa donor atau lembaga-lembaga kredit internasional membantu tanpa mengharapkan keuntungan tertentu. Pada umumnya, meskipun aktor-aktor internasional selain negara berusaha berinteraksi, akan tetapi dibatasi dan dipengaruhi oleh pemerintah setempat, dimana proses interaksi tersebut terjadi di negara tersebut. Sehingga, secara otomatis, kelangsungan interaksi yang dilakukan oleh aktor-aktor non-negara tersebut tetap mendapatkan pengawasan oleh pemerintah atau negara setempat, meskipun aktoraktor tersebut mempunyai kemampuan untuk melibatkan diri secara langsung dalam pentas hubungan internasional. Dengan demikian, menurut Rudi, Organisasi Internasional akan lebih lengkap dan menyeluruh jika didefinisikan sebagai berikut: Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang lengkap dan jelas serta diharakan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, 16 baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama kelompok non pemerintah pada negara yang berbeda.14 Sedangkan Cheever dan Haviland mendefinisikan Organisasi Internasional sebagai berikut: Pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berdasarkan atas status persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungi-fungsi yang memberi manfaat timbal balik yang diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staff secara berkala 15 Organisasi internasional tumbuh karena adanya kebutuhan dan kepentingan masyarakat dan antarbangsa untuk adanya wadah dan alat untuk melaksanakan kerjasama internasional. Sehingga, saat ini untuk memperluas eksistensinya organisasi internasional kini dikenal dalam dua macam, yakni Organisasi antarpemerintah dan Organisasi non-pemerintah. Organisasi antar-pemerintah merupakan sebuah organisasi perwakilan sebuah pemerintah atau negara sedangkan organisasi non-pemerintah berupa organisasi yang independent dan dananya dai berbagai sumber yang tidak mengikat. Karakteristik umum yang terdapat dalam kedua jenis lembaga internasional tersebut, meliputi: organisasi permanen untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu, keanggotaannya bersifat sukarela, instrumen dasar yang menyatakan tujuan, struktur, dan metode pelaksanaanya, badan konsultati yang representatif, dan sekretariat permanen yng menjalankan fungsi administratif, penelitian, dan informasi. 14 15 Teuku May Rudy, 2002, Hukum Internasional 2, Refika Aditama: Bandung, hal. 93; Ibid 17 Coulumbis dan Wolfe mengemukakan klasifikasi organisasi internasional dengan mengombinasikan antara keanggotaan dan tujuan. Kedua penempuh studi Hubungan Internasional tersebut mengatakan bahwa IGO dapat diklasifkasikan menjadi empat kategori berdasarkan keanggotan dan tujuan16: 1. Global Membership and general purpose, yaitu suatu organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan global serta maksud dan tujuan umum, contoh PBB. 2. Global Membership and limited purpose organization, yaitu suatu organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan global dan memiliki tujuan yang spesifik atau khusus. Organisasi jenis ini dikenal pula sebagai organisasi internasional yang fungsional karena menjalankan fungsi khusus. 3. Regional membership and general purpose organization, yaitu suatu organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan yang regional atau berdasarkan kawasan dengan maksud dan tujuan yang umum, biasanya bergerak dalam bidang yang luas, meliputi keamanan, politik, sosial dan ekonomi. 4. Regional membership and limited purpose organization, yaitu suatu organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan regional dan memiliki maksud serta tujuan yang khusus dan terbatas. Organisasi internasional ini bergerak dalam bidang militer dan pertahanan 16 Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, Op cit. hal.94. 18 Struktur lembaga IGO ini menunjukkan suatu pola yang khas. Sebagai contoh, semua IGO memiliki pegawai-pegawai yang permanen yang dipimpin oleh seorang profesional yang bekerja full time. Birokrasi-birokrasi permanen ini disebut sekretariat. Karyawannya bisa dianggap pegawai sipil interasional, dan diharapkan dapat mengembangkan kesetiaan yang bersifat supranasional atau organisasi dan bukan nasional. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menggolongkan JICA sebagai salah satu IGO, karena merupakan suatu organisasi perwakilan pemerintah Jepang, dalam memberikan bantuan bagi negara-negara berkembang di seluruh dunia berdasarkan hubungan bilateral yang dijalin, termasuk Indonesia,17 yang salah satu diantaranya kerjasama yang berupa penanganan sampah di kota Makassar sebagai wujud dalam dukungan terhadap lingkungan. Lingkungan merupakan salah satu isu hubungan internasional yang kini mendapatkan posisi banyak dalam interaksi hubungan internasional. Hal ini disebabkan dampak yang diberikan oleh isu ini sangat mengancam kelangsungan hidup bumi dan isinya. Sehingga diperlukan adanya tindakan tepat dalam menangani masalah lingkungan ini. Banyak ahli lingkungan yang melihat paradigma penyelesaian masalah lingkungan selama ini sangat antroposentris. Antroposentris yakni sebuah pandangan hidup yang menganggap alam diciptakan hanya untuk kepentingan manusia dan 17 JICA, About JICA: Organization, diakses melalui http://www.jica.go.jp/english/about/organization/index.html, pada tanggal 7 Mei 2013. 19 bersifat eksploitatif, dengan melihat adanya dualisme antara lingkungan dan manusia. Green politics dengan dua konsep utamanya; keberlanjutan ekologis (ecological sustainability) serta desentralisasi tata kelola lingkungan, menjadi jalan alternatif bagi penyelesaian masalah lingkungan yang biasanya bertumpu pada konsep pembangunan keberlanjutan (sustainable development) dan pembentukan rezim lingkungan internasional yang terbukti belum dapat menyelesaikan problem lingkungan dunia. Green politics menawarkan konsep desentralisasi sebagai implementasi kontrol yang lebih baik dalam mengatasi kontrol level global dapat lebih efektif dilaksanakan dalam skala yang lebih kecil, yakni skala komunitas lokal yang langsung memiliki interdependensi tehadap alam sekitar dalam kehidupn mereka. Dengan konsep itu, selama beberapa tahun terakhir ini, keberadaan green politics bisa membawa perubahan signifikan dalam kebijakan prolingkungan. Mengutip Charlene Spretnak dalam Spiritual Dimension of Green Politics, yang mengatakan: Betapa pentingnya mengembangkan green politics (politik hijau); gerakan politik sadar ekologi. Oleh karena itulah kebijakankebijakan sosial-poltik-ekonomi kita sudah saatnya 18 mempertimbangkan soal lingkungan hidup. Para pemikir Green Politics, Eckersley, Goodin dan Dobson yang biasa disebut sebagai kelompok Green Politics mengkritik eksploitasi manusia terhadap lingkungan, alasannya dengan mengatakan: Pada dasarnya pemikiran ini adalah menekankan pada pentingnya suatu paham serta upaya yang berlandaskan pada 18 Stephan Elkins, 1990, “The Politics of Mystical Ecologi”, Telos 82 Journal, hal. 52. 20 ecocentrism, yaitu suatu bentuk penolakan atas pandangan anthropocentris atas dunia. Yang terpenting adalah keseimbangan antara alam dan manusia. Pada saat keseimbangan tadi tidak lagi bersifat seimbang, maka pada saat itulah kerusakan akan terjadi, istilahnya adalah Katastrophe, atau bencana.19 Gerakan lingkungan adalah istiah yang digunakan untuk menggambarkan bentuk aksi kesadaran manusia yang peduli terhadap kerusakan lingkungan, serta berbagai aspek dalam kehidupan manusia yang terancam akibat kerusakan lingkungan. Dua terminologi yang erat kaitannya dengan gerakan lingkungan adalah konservasi dan “gerakan hijau” (Green movement). Aditjondro, mendefinisikan politik lingkungan sebagai: Interaksi kekuatan yang mempengaruhi proses pembuatan keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya alam tertentu, termasuk pengubahan ekosistem tertentu yang bisa berakibat buruk bagi kelompok masyarakat tertentu yang kehidupannya tergantung pada sumber daya alam tersebut serta pelestarian ekosistemnya. 20 Berdasarkan definisi di atas sebuah interaksi yang dilakukan oleh manusia menghasilkan sebuah keputusan yang mempengaruhi pemanfaatan sumber daya alama tertentu, dan keputusan tersebut juga mempengaruhi pengubahan sebuah sistem dan bisa berakibat fatal jika tidak memperhatikan 19 Mattew Patterson, 2001,“Green Politics”, dalam Burchill, Schoot, and all, “Theories of International Relation , 2nd Edition, Palgrave Macmillan: New York, hal 277. 20 George Junus Aditjondro, 2003, “Pola-pola Gerakan Lingkungan”, Refleksi untuk Menyelematkan lingkungan dari Ekspansi Modal. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, hal. 63. 21 kelestarian ekosistem tersebut, dimana yang sebagian kelas sosial masyarakat sangat bergangtung ekosistem tersebut. E. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang penulis digunakan adalah tipe penelitian deskriptif analitik yang bersifat studi kasus dimana penulis memberikan suatu gambaran mengenai faktor pendorong dan penghambat JICA dalam menangani sampah perkotaan Makassar. Selanjutnya menganalisa peranan JICA dalam penanganan sampah perkotaan di Makassar. 2. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Makassar. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah: a. Telaah Pustaka Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah telaah pustaka, yaitu dengan cara mengumpulkan data dari literatur-literatur yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas baik baik berupa buku, dokumen, jurnal, majalah, maupun surat kabar. Adapun tempat yang penulis kunjungi dalam mengumpulkan data adalah: 1. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin. 2. Perpustakaan Fisip Unhas. 22 3. Perpustakaan Wilayah di Makassar. 4. Perpustakaan Universitas Fajar. 5. Perpustakaan Umum ACSI (Active Society Institute) Makassar 6. Kantor Dinas PPLP Sul-Sel 7. Kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Makassar 8. Kantor Dinas UPTD Mamminasata 9. Kantor Nippon Koi di Makassar 10. Kantor JICA di Makassar 11. Badan Pusat Statitistik Sul-Sel b. Wawancara Teknik wawancara yang penulis gunakan adalah wawancara dengan para informan yang memiliki kapabilitas terhadap masalah-masalah yang diteliti. 4. Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Dimana fokus penelitian diarahkan pada data non-matematis. Adapun data kuantitatif dicantumkan sebagai data pelengkap yang digunakan untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung JICA dalam memberikan bantuan terhadap penangan sampah perkotaan di wilayah Makassar. 5. Jenis Data Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data Primer merupakan data yang penulis peroleh 23 dari wawancara dengan para informan, yang meliputi data tentang: faktor pendukung dan penghambat JICA dalam memberikan bantuan dalam penanganan sampah kota Makassar. Sedangkan, data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: a. Statistik sampah Kota Makassar dari tahun 2008-2012. b. Konstribusi JICA dalam penanganan sampah kota Makassar c. Data lain yang diperoleh lewat dokumen atau instansi lain yang terkait langsung dengan pihak-pihak yang menjadi objek utama penulis. 24 BAB II TELAAH PUSTAKA A. Konsep Kepentingan Nasional Kepentingan nasional dapat diartikan sebagai suatu kepentingan untuk kesejahteraan umum, hak untuk mempertahankan kelangsungan hidup (survival) suatu negara, hak kepentingan ekonomi, hak perlindungan hukum. Dalam arti yang lebih khusus yaitu untuk mempertahankan dan memelihara identitas politik dan kulturalnya. Sehingga agar kepentingan nasionalnya terwujud, suatu negara bisa saja membuat suatu kerjasama atau bahkan konflik sekalipun. Kepentingan nasional suatu negara berdasar dari tujuan nasional masingmasing negara tersebut dan tentu saja setiap negara memiliki tujuan nasional negaranya. kepentingan nasional tersebut dapat dijadikan alasan suatu negara untuk mengambil kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional mempengaruhi setiap aktivitas dari suatu negara baik itu hubungan kekuasaan atau pengendalian melalui kerjasama ataupun juga paksaan. Oleh karena itu, kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup dalam politik internasional. Kepentingan nasional merupakan dasar bagi suatu negara untuk menjelaskan perilaku luar negeri serta sebagai alat ukur untuk menentukan keberhasilan politik luar negeri suatu negara. Konsep kepentingan ini sekaligus menjadi dasar evaluasi kebijakan luar negeri. Kepentingan nasional sangat penting bagi suatu negara karena hal ini merupakan kontrol suatu negara terhadap negara lain, bahkan kepentingan 25 nasional dapat diartikan sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional pada umumnya merupakan unsurunsur yang vital dari kebutuhan negara seperti pertahanan, keamanan, militer, dan kesejahteraan ekonomi.21 Sehingga, hal-hal yang berkaitan keempat hal tersebut merupakan pencapaian kepentingan nasional Begitu pula halnya dengan yang dilakukan oleh Jepang dan juga Indonesia. Kerjasama di bidang lingkungan hidup, yang dilakukan oleh kedua negara tersebut, yang melintasi antar negara ataupun antar kawasan tentu saja karena adanya kepentingan nasional dari masing-masing negara. Motivasi kerjasama tersebut diharapkan akan membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi negara yang bersangkutan, khususnya Jepang dan Indonesia. Arti minimum yang inheren dengan konsep kepentingan nasional adalah kelangsungan hidup (survival). Dalam kaitan ini Hans J. Morgenthau mengatakan bahwa “kemampuan minimun bangsa-bangsa adalah melindungi identitas fisik, politik, dan identitas budaya mereka oleh gangguan dari negara-negara lain”.22 Jika pengertian tersebut diterjemahkan ke dalam arti yang lebih khusus, negara-negara harus bisa mempertahankan integritas wilayahnya (physical identity); mempertahankan identitas politik (political identity); mempertahankan rezim-rezim ekonomi-politiknya seperti misalnya demokratis kompetitif, komunisme, kapitalisme, 21 22 Jack C.Plano dan Roy Olton, 1999, Kamus Hubungan Internasional,Abardin: Bandung, hal.17. P. Antonious Sitepu, 2011, Studi Hubungan Internasional, Graha Ilmu: Medan, hal.165. 26 sosialisme, otoriter, dan totaliter. Dalam perbandingan terhadap identitas kultural senantiasa berkaitan dengan etnis, agama, bahasa, norma-norma, dan sejarahnya. Selanjutnya, Hans Morgenthau menyatakan bahwa “kepentingan nasional itu merupakan hasil kompromi dari kepentingan-kepentingan politik yang saling bersaing”.23 Berdasarkan dari definisi tersebut berarti bahwa kepentingan nasional itu bukan merupakan sesuatu yang ideal yang dicapai secara abstrak dan saintifikasi, akan tetapi merupakan hasil persaingan politik internasional yang berlangsung secara terus menerus. Pemerintah dengan melalui berbagai lembaga-lembaga, pada akhirnya bertanggung jawab untuk merumuskan dan mengimplementasikannya dalam bentuk kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diarahkanuntuk mencapai kepentingan nasionalnya. Begitu pula halnya dengan Jepang, begitu banyaknya persaingan-persaingan yang dihadapi dalam mencapai tujuan nasional, sehingga pemerintah Jepang membentuk sebuah lembaga donor yang disebut dengan JICA (Japan Internasional Cooperation Agency). Meski tujuan dibentuknya lembaga tersebut untuk membantu negara-negara berkembang, namun pada hakikatnya di dalam lembaga tersebut terdapat berbagai macam kepentingan-kepentingan yang akan diimplementasikan dalam bentuk kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dikeluarkannya guna mencapai kepentingan-kepentingan nasional negara yang diwakilinya. Di antara beberapa definisi yang diungkapkan oleh Hans J Morgenthau, salah satu definisi yang mendekati penulisan ini adalah: 23 Ibid, hal.166. 27 kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar power (kekuasaan), yaitu apa saja yang bisa memberntuk dan mempertahankan “pengendalian”, suatu negara atas negara lain. Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini bisa diciptakan melalui teknik-teknik paksaan maupun kerjasama terhadap negara lain.24 Suatu negara mewujudkan kepentingan nasionalnya dengan cara berusaha melindungi dan mempertahankannya dari pihak lain yang dapat mengancam kelangsungan dan pemenuhan kebutuhan negaranya. Mengenai hal ini Mochtar Mas’oed berpendapat bahwa “Kepentingan nasional merupakan kemampuan minimum negara-negara untuk melindungi dan mempertahankan idenitas fisik, politik, dan kulturnya dari gangguan-gangguan negara lain”.25 Sehingga, suatu negara terkadang bertingkah terlalu agresif dalam berinteraksi dengan negara lain, disebabkan karena ingin menciptakan sebuah pencitraan agar negara lain tidak mengganggu masalah negaranya, misalnya Amerika Serikat. Miroslav Nincic juga menyebutkan tiga kriteria atau yang disebutnya asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam mendefinisikan kepentingan nasional. Pertama, kepentingan itu harus bersifat vital sehingga pencapaiannya menjadi prioritas utama pemerintah dan masyarakat. Kedua, kepentingan tersebut harus berkaitan dengan lingkungan internasional. Artinya pencapaian kepentingan nasional dipengaruhi oleh lingkungan internasional. Ketiga, kepentingan internasional harus melampaui kepentingan yang bersifat partikularistik dari individu, kelompok, atau lembaga 24 Mochtar Mas’oed, 1990, Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi, LP3ES: Jakarta, hal.164. 25 Ibid, Hal. 141. 28 pemerintahan sehingga menajdi kepedulian masyarakat secara keseluruhan.26 Sehingga, pencapaian kepentingan nasional menjadi dasar interkasi sebuah negera. Kepentingan nasional didefinisikan sebagai konsep abstrak yang meliputi berbagai keinginan atau kategori dari suatu negara yang berdaulat. Kepentingan nasional terbagi ke dalam beberapa jenis27: 1. Core/basicvital interest; kepentingan yang sangat tinggi nilainya sehingga suatu negara bersedia untuk berperang dalam mencapainya. melindungi daerah-daerah wilayahnya, menjaga dan melestarikan nilai-nilai hidup yang dianut suatu negara merupakan contoh dari core, basic, vital interest ini. 2. Secondary interest; meliputi segala macam keinginan yang hendak dicapai masing-masing negara, namun mereka tidak bersedia berperang dimana masih terdapat kemungkinan lain untuk mencapainya melalui jalan perundingan misalnya. Setiap negara tidak bisa menghindar dari konsep kepentingan nasional, karena konsep tersebut berkaitan erat dengan tujuan-tujuan nasional. Atas dasar kepentingan nasional inilah suatu negara merumuskan kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan dalam hubungannya dengan negara lain. Kepentingan nasional diakui sebagai konsep kunci dalam poltik luar negeri, Kepentingan nasional juga merupakan cerminan dari 26 27 Aleksius Jemadu, 2008, Politik Global dalam Teori dan Praktik, Graha Ilmu: Yogyakarta, hal.67. Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan M. Yani, Op cit.,hal. 52. 29 kebutuhan-kebutuhan dalam negeri serta upaya-upaya pemenuhan kebutuhan suatu negara, baik kebutuhan ekonomi, politik, sosial, budaya, maupun pertahanan. Kepentingan nasional diartikan pula sebagai kepentingan unitary actor yang penekanannya pada peningkatan national power (kekuasaan nasional) untuk mempertahankan keamanan nasional dan survival dari negara tersebut. Kepentingan nasional lainnya seperti pembangunan ekonomi, disubordinasikan sebagai elemendar kekuatan nasional. Kepentingan nasional kemudian bersifat vital bagi suatu negara karena terkait dengan eksistensinya untuk tetap berdiri sebagai negara berdaulat. Suatu negara harus mempertahankan kedaulatan atau yuridiksinya dari campur tangan asing. Kepentingan nasional yang bersifat vital umumnya berkaitan dengan kelangsungan hidup negara tersebut serta nilai-nilai inti (core values) yang menjadi identitas kebijakan luar negerinya. Ketika kepentingan vital atau strategis suatu negara menjadi taruhan dalam interaksinya dengan aktor lain, maka negara tersebut akan menggunakan segala instrumen yang dimilikinya termasuk kekuatan militer untuk mempertahankannya. Sedangkan kepentingan yang non-vital atau sekunder tidak berhubungan secara langsung dengan eksistensi negara itu tetapi tetap diperjuangkan melalui kebijakan luar negerinya yang pada umumnya diimplementasikan dalam bentuk suatu kerjasama. 28 28 Aleksius Jemadu, Op.cit., hal. 68 30 Jadi, kepentingan nasional itu dapat diwujudkan melalui sebuah kerjasama atau perang. Sebuah kerjasama yang terjalin tidaklah semata-mata untuk menjaga perdamaian dunia atau memecahkan sebuah masalah, misalnya masalah lingkungan. Namun, kepentingan nasional itu identik dengan kepentingan terselubung yang selalu mengikuti setiap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh sebuah pemerintah dalam suatu negara yang tentu saja mampu memberikan keuntungan lebih dari kebijakan yang dikeluarkan melalui sebuah kerjasama ataupun perang. B. Konsep Bantuan Luar Negeri Dalam konteks penelitian ini, untuk menganalisa implementasi bantuan JICA dalam penanganan sampah kota Makassar, perlu kiranya menggunakan konsep bantuan luar negeri. Konsep bantuan luar negeri ini juga akan dipakai dalam melihat pola hubungan antara Jepang dan Indonesia. 1. Definisi dan Motif Secara sederhana, menurut Organization of Economic Cooperation and Development (OECD), bantuan luar negeri (atau biasa juga disebut ‘Overseas Development Assistance’ atau ODA) merujuk pada “pinjaman” (loan) dan “hibah” (grant) yang diberikan kepada negara-negara berkembang yang memenuhi tiga kriteria utama, yakni 1) pinjaman dan hibah harus berkaitan dengan sektor-sektor publik, 2) tujuan dari pinjaman dan hibah tersebut haruslah berorientasi pada 31 pemeliharaan dan pembangunan ekonomi, 3) pinjaman dan hibah yang berikan harus jelas, konsensional, dan mengandung unsur hibah sedikitnya 25%.29 Oleh Stephen D. Krasner, istilah bantuan luar negeri (foreign aid) diartikan sebagai tindakan-tindakan negara, masyarakat (penduduk), atau lembaga-lembaga masyarakat atau lembaga-lembaga lainnya yang berada pada suatu negara tertentu ataupun pasar tertentu di luar negeri, memberikan bantuan berupa pinjaman, memberi hibah atau penanaman modal mereka kepada pihak tertentu di negara lainnya.30 Dalam prakteknya, bantuan luar negeri ini merupakan jalinan konsep dan juga sebagai suatu teori yang berhubungan langsung dengan mengalirnya modal atau nilai kebendaan atau jasa-jasa kepada pihak di luar negeri dengan tujuan membantu atau motif-motif ekonomi politik tertentu. Aspek ekonomi politik tidak dapat dipisahkan dari hubungan antar aktor yang salah satunya terjalin melalui mekanisme bantuan luar negeri ini. Keterkaitan antara ekonomi politik dan bantuan luar negeri sukar terpisahkan karena berkaitan dengan agenda-agenda ekonomi dan politik yang saling berkaitan di antara keduanya. Kesaling-keterkaitan kepentingan antara pemberi dan penerima itu meliputi: a. Keinginan pihak pemberi dapat dilandasi oleh berbagai kepentingan biasanya ekonomis dan politis. Pihak penerima pun menggunakan pikiran-pikiran yang serupa ekonomis dan politis ketika menerima bantuan tersebut. 29 OECD, 1985, Twenty-five Years of Development Co-operation: A Review, OECD: Paris, hal. 171173. 30 Stephen D. Krasner dalam Yanuar Ikbar, Op cit, hal.188. 32 b. Faktor-faktor yang bersifat politik dapat sama pentingnya dengan faktorfaktor yang bersifat ekonomi dalam hubungan dengan kontribusi yang diperoleh oleh pihak pemberi maupun penerima bantuan. Namun ini tergantung pemerintah pemberi atau pemerintah penerima bantuan. c. Jarang sekali dijumpai kasus bantuan luar negeri yang bercorak murni ekonomi dan politis atau aspek lainnya semata. Kebanyakan orang membicangkan proses bantuan itu berupa hubungan ekonomi dan politik maupun lainnya secara timbal balik. Secara spesifik, untuk memiliki kacamata analisis dalam melihat topik yang diangkat dalam penelitian ini, perlu untuk memahami bagaimana peran yang dimainkan oleh JICA dalam menyalurkan dana bantuan luar negerinya. 2. Pengelompokan Bantuan Luar Negeri Sebagai sebuah instrument kepentingan, bantuan luar negeri dapat dikategorikan ke dalam berbagai jenis bantuan. Sebelumnya, kita perlu membedakan dulu secara mendasar antara pinjaman bilateral dan multilateral dalam kelompok pinjaman luar negeri31. Pinjaman bilateral adalah pinjaman yang diberikan secara langsung dari suatu pemerintah (umumnya negara maju) kepada suatu pemerintah negara berkembang, sehingga sering juga disebut G to G (Government to Government Aid). Sedangkan pinjaman multilateral adalah pinjaman yang diberikan oleh lembaga- 31 Jelly Leviza, 2009, Tanggung Jawab bank Dunia dan IMF sebagai Subjek Hukum Internasional, Sofimedia: Jakarta, hal. 2. 33 lembaga internasional, seperti: Kelompok Bank Dunia (World Bank Group), International Monetary Fund (IMF), PBB, dan lain-lain. Dari segi jenis bantuan luar negeri, menurut Michael Todaro, bantuan luar negeri dapat dibagi menjadi: 32 1. Bantuan berupa pinjaman atau hibah (grant); 2. Bantuan pinjaman (utang luar negeri); 3. Investasi (penanaman modal) asing. Sementara menurut K. J. Holsti, ada empat tipe utama bantuan luar negeri33, yaitu technical assistance/bantuan teknis, hibah/grants (ada juga program impor komoditi), pinjaman pembangunan, dan bantuan kemanusiaan yang bersifat darurat. Selain itu, ada juga pengelompokan bantuan dari negara-negara kaya kepada negaranegara miskin yang dikenal dengan istilah pemindahan sumber daya (flow of resources). Pengelompokannya bantuan tersebut antara lain: a. Pemindahan sumber-sumber resmi (flow of official resources), berupa: i) Pemindahan secara bilateral, yaitu grants (pemberian), sumbangan yang menyerupai grants, dan modal pemerintahan jangka panjang. ii) Pemindahan secara multilateral, yaitu grants dan iuran modal kepada badan-badan pembangunan internasional dan pemberian hutang kepada badan-badan tersebut termasuk pembelian obligasi. 32 33 Michael. P. Todaro, 1987, Ilmu Ekonomi Bagi Negara Sedang Berkembang I, terj. Akademi Presindo: Jakarta, hal 90-91. K. J. Holsti,1995, Politik Internasional: Kerangka Analisa, Prentice Hall: New Jersey, hal. 182. 34 b. Pemindahan sumber-sumber swasta (flow of private resources), berupa: Investasi langsung swasta (foreign direct investment), investasi portofolio (portfolio investment), pinjaman bank komersial (commercial bank lending), dan kredit ekspor (exports credit). Bantuan luar negeri jika dilihat dari sifat persyaratan pinjaman, maka pinjaman luar negeri dapat diklasifikasikan atas:34 a. Pinjaman Lunak (Concessional Loan) Pinjaman ini berasal dari lembaga multilateral maupun lembaga bilateral. Pinjaman ini bercirikan tingkat bunga yang rendah (sekitar 3,5%), jangka waktu pengembalian yang panjang (sekitar 25 tahun), dan masa tenggang (grace period) cukup panjang, yakni 7 tahun. Tipe pinjaman ini seringkali diterapkan Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB) yang seringkali memberikan pinjaman untuk jangka waktu 25-40 tahun. b. Pinjaman Setengah Lunak (Semi Concessional Loan) Pinjaman ini adalah pinjaman yang memiliki persyaratan pinjaman sebagian komersil namun dijamin oleh suatu lembaga pengembangan ekspor. Biasanya bentuknya berupa fasilitas kredit ekspor, misalnya suatu negara yang ingin memajukan ekspor di negaranya akan menyediakan pembiayaan bagi suppliernya untuk menjual barangnya kepada debitor. Dulu dikenal juga 34 Jelly Leviza, Op cit, hal. 2. 35 dengan istilah purchase and installment sales agreement, contohnya dari Leasing Company di Jepang. c. Pinjaman Komersial (Commercial Loan) Pinjaman ini adalah pinjaman yang berasal dari bank atau lembaga keuangan dengan persyaratan yang berlaku di pasar internasional pada umumnya. Berdasarkan sifatnya lagi, terdapat lagi pembedaan seperti: i) Pinjaman Bilateral, yaitu pinjaman dengan jumlah kecil yang berasal dari satu bank. ii) Pinjaman Multilateral, yaitu pinjaman dalam jumlah besar yang berbentuk sindikasi. Sedangkan berdasarkan bentuknya, terdapat juga pembedaan bantuan luar negeri, seperti: i) Bentuk surat utang (notes) dengan bunga mengambang, atau obligasi (bonds) dengan bunga yang tetap. Keduanya sama-sama berasal dari pasar modal (capital market). ii) Pinjaman dari perbankan internasional yang berbentuk sindikasi dengan jumlah pinjaman yang besar. 36 Dari jenis hubungan yang diatur, pinjaman luar negeri masih memiliki banyak jenis berbeda35, diantaranya: a. Pinjaman Terikat (tied aid), yaitu pinjaman yang terbatas hanya bisa digunakan unutk membeli barang dan jasa dari negara donor. b. Pinjaman Tidak Terikat (untied aid), yaitu pinjaman yang bebas digunakan oleh negara penerima pinjaman. Dalam artian, penggunaan pinjaman tersebut tidak terikat kepada negara donor yang bersangkutan. c. Pinjaman Proyek (Project Aid), yaitu pinjaman yang ditujukan khusus untuk suatu proyek pembangunan tertentu. d. Pinjaman Program (Programme Aid), yaitu pinjaman yang pemanfaatan pinjamannya dapat ditujukan untuk tujuan umum. Berdasarkan pada penjelasan mengenai bantuan luar negeri di atas, penulis mengidentifikasi bahwa bantuan JICA kepada pemerintah kota Makassar merupakan bantuan pinjaman proyek. Bantuan pinjaman proyek merupakan bantuan pinjaman yang ditujukan khusus untuk suatu proyek pembangunan tertentu, termasuk dalam penelitian ini JICA memberikan bantuan proyek dalam pembangunan TPA regional di kawasan Mamminasata yang melibatkan kota Makassar, Maros, Sunguminasa, dan Takalar. 35 Rustian Kamaluddin, 1988, Perdagangan dan Pinjaman Luar Negeri, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta, hal. 33-34. 37 C. Konsep IGO’s (Inter-Governmental Organization) Istilah organisasi antar-pemerintah secara umum merujuk pada sebuah organisasi internasional, berupa asosiasi yang didirikan oleh negara berdasarkan sebuah perjanjian untuk mencapai tujuan umum, dan memiliki organ tersendiri untuk memnuhi fungsi tertentu dalam sebuah organisasi. Elemen definisi ini adalah asosiasi yang didirikan oleh negara, memiliki perjanjian, tujuan umum berdasarkan sejarah dan memiliki struktur tersendiri36. Sehingga, jika memenuhi elemen tersebut, sebuah organisasi bisa dikatakan sebagai IGO’s. Menurut Bruce dan Harvey Starr (1985,53- 55) “IGO’s senantiasa dikaitkan dengan kategori berdasarkan pada lingkup (scope) dan keanggotaannya (scope of membership) dan lingkup tujuannya (scope of purposes)”.37 Hal ini berarti bahwa untuk mengidentifikasi suatu IGO’s harus melihat asal lingkupnya (scope), status keanggotaanya dan tujuan organisasi tersebut didirikan sehingga dengan demikian akan lebih mudah dalam mengidentifikasi suatu organisasi itu ke dalam NGO’s atau IGO’s. Jika status sebuah organisasi tidak jelas baik dari scope, status keanggotaan, dan tujuannya, maka organisasi tersebut belum bisa digolongkan dalam IGO’s. IGO’s yang subjeknya terdiri dari negara-negara yang mewakili pemerintahannya dan ini terlihat lebih sempit dibandingkan dengan subjek pemerintahan nasional. Lagi pula pemerintahan nasional fungsinya lebih inklusif atau 36 Peter Fisher ,2012, International Organizatons. Diakses melalui http://paneurouni.com/files/sk/fp/ulohy-studentov/2rocnikbc/io-skript.1.10.2012.newversion.pdf. Tanggal 4 April 2013. 37 P. Anthonio Sitepu, op.cit., hal.137. 38 mendalam yang mencakup seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakatnya. Sedangkan dalam IGOs ini, tidak secara ketat memberikan pengaruhnya kepada anggotaanggotanya dan mungkin hanya dengan beberapa resolusi-resolusi, misalnya di bidang keamanan, politik, informasi laporan-laporan dan bantuan-bantuan yang bersifat teknis.38 Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa suatu organisasi antar negara (IGOs) merupakan suatu organisasi yang terbentuk oleh suatu negara atau lebih, dimana dalam setiap output yang dihasilkan oleh IGOs itu merupakan hasil akumulasi kepentingan-kepentingan nasional negara yang menjadi anggotanya. Coulumbis dan Wolfe mengemukakan klasifikasi organisasi internasional dengan mengombinasikan antara keanggotaan dan tujuan. Kedua penempuh studi Hubungan Internasional tersebut mengatakan bahwa IGO dapat diklasifkasikan menjadi empat kategori berdasarkan keanggotan dan tujuan39: 5. Global Membership and general purpose, yaitu suatu organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan global serta maksud dan tujuan umum, contoh PBB. 6. Global Membership and limited purpose organization, yaitu suatu organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan global dan memiliki tujuan yang spesifik atau khusus. Organisasi jenis ini dikenal pula sebagai organisasi internasional yang fungsional karena menjalankan fungsi khusus. 38 39 P.Anthonio Sitepu, op.cit., Hal. 142; Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, op cit.,94. 39 7. Regional membership and general purpose organization, yaitu suatu organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan yang regional atau berdasarkan kawasan dengan maksud dan tujuan yang umum, biasanya bergerak dalam bidang yang luas, meliputi keamanan, politik, sosial dan ekonomi. 8. Regional membership and limited purpose organization, yaitu suatu organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan regional dan memiliki maksud serta tujuan yang khusus dan terbatas. Organisasi internasional ini bergerak dalam bidang militer dan pertahanan Secara klasik, hubungan internasional merupakan hubungan politik antar negara, namun dalam perkembangan konsepnya berkembang ke hubungan yang semakin kompleks dan mencakup semua interaksi yang berlangsung secara lintas batas negara. Pertumbuhan organisasi internasional dimulai sejak diadakannya perjanjian Westphalia (1948) dimana organisasi internasional telah banyak berperan dalam perkembangan hubungan internasional, organisasi modern, mulai muncul lebih dari satu abad yang lampau di negara barat, yang berkembang di abad kedua puluh, yaitu di zaman kerjasama internasional. Hingga kini, bukan hanya negara yang mampu melakukan interaksi, namun individu bahkan sebuah organisasi mampu melakukan bahkan menyelesaikan berbagai masalah internasional yang ada saat ini. Organisasi-organisasi internasional inter-government maupun non- government mulai bermunculan dalam penyelesaian masalah-masalah global. Dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional telah 40 menunjukkan eksistensinya menjadi aktor yang berperan dalam politik internasional. Namun dalam penerapan bentuk-bentuk kerjasama internasional, negara yang merupakan aktor dominan dalam hubungan internasional tetap memegang peranan penting. Bowet mengemukakan pendapatnya bahwa: meskipun tidak terdapat banyak definisi yang diterima secara umum, namun pada dasarnya organisasi internasional memiliki peranan yang didirikan atas dasar suatu perjanjian internasional yang kebanyakan adalah perjanjian multilateral daripada perjanjian bilateral dengan disertai tujuan tertentu. 40 Konsep organisasi internasional yang dikemukakan oleh Bowet di atas masih bisa digunakan pada abad ini, dimana sebagian besar organisasi internasional yang tercipta dalam interaksi hubungan internasional, pada umumnya bersifat multilateral, yang memiliki tujuan tertentu. Namun hal itu tidak berarti hanya sedikit organisasi internasional yang memiliki perjanjian bilateral. Kita bisa melihat, kerjasama antara Indonesia dengan JICA merupakan sebuah kerjasama yang dilandasi oleh hubungan dan perjanjian bilateral antara Jepang dan Indonesia diberbagai bidang, termasuk dalam bidang lingkungan yang penulis bahas dalam tulisan ini. Selain dari pada itu, pengertian lain tentang organisasi internasional secara lengkap dan menyeluruh. Menurut Rudy, Organisasi internasional dapat didefinisikan sebagai berikut: Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antar-pemerintah dengan pemerintah 40 Teuku May Rudy, 2002, Hukum International 2, Op cit, hal. 86. 41 ataupun antar sesama kelompok non pemerintahan pada negara yang berbeda. Jadi, organisasi internasional menurut pengertian di atas mencakup beberapa unsur yaitu: 1. Pola kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas-batas negara. 2. Adanya usaha untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah disepakati bersama baik antar pemerintah maupun non-pemerintah. 3. Adanya struktur organisasi yang lengkap dan melaksanakan fungsi secara berkesinambungan. Tanggapan mengenai meningkatnya kompleksitas dan urgensi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik bersama, negara menggunakan organisasi-organisasi antar pemerintah untuk memudahkan pemecahan masalah mereka. Organisasi tersebut bisa bersifat permanen agar dapat menangani masalah, baik yang spesifik maupun yang berkaitan dalam jangka panjang, atau bisa bersifat sementara agar bisa segera dibubarkan apabila telah menemukan pemecahan yang mantap dan mewujudkan pemecahan itu dalam seperangkat aturan. Selanjutnya, organisasi internasional menurut Michael Hass,bahwa: organisasi internasional itu memiliki dua pengertian yakni: Pertama, sebagai suatu lembaga atau struktur yang mempunyai seperangkat aturan, anggota, jadwal, tempat, dan waktu pertemuan; kedua, organisasi internasional merupakan pengaturan bagian-bagian menjadi suatu kesatuan yang utuh dimana tidak ada aspek non-lembaga dalam istilah organisasi internasional ini.41 41 Richard W. Mansbach, 1997, Global Puzzle: Issue and Actors in Global Politics. Houghton Miffin Company: Boston,hal 14, di dalam Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, op.cit., hal.93. 42 Pengertian organsisasi internasional di atas bahwa suatu organisasi internasional harus memiliki aturan, anggota, jadwal, tempat, dan waktu pertemuan. Artinya tujuan dan maksud organisasi tersebut didirikan sangat jelas, sehingga diperlukan aturan untuk mengikat anggota, yang sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan melakukan berbagai musyawarah atau rapat koordinasi yang dimana jadwal, tempat dan waktu pertemuan telah ditentukan, sehingga dalam pengaturan tersebut tidak ada hal yang yang dilakukan di luar aspek lembaga. Organisasi internasional didefinisikan sebagai suatu struktur formal dan berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan antara angota-anggota (pemerintah atau non-pemerintah) dari dua atau lebih negara berdaulat dengan tujuan untuk mengejar kepentingan bersama para anggotanya. Lebih lanjut, upaya mendefinisikan suatu organisasi internasional harus melihat tujuan yang ingin dicapai, institusi-institusi yang ada, suatu proses perkiraan peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah terhadap hubungan antara suatu negara dengan aktor-aktor nonnegara. Kehadiran organisasi internasional mencerminkan kebutuhan manusia untuk bekerjasama, sekaligus menjadi sarana untuk bekerjasama, sekaligus sebagai sarana untuk mengetahui masalah-masalah yang timbul melalui kerjasama tersebut. Peranan organisasi internasional dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu 42: 42 Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, op.cit, hal.95. 43 1. Sebagai instrumen. Organisasi internasional digunakan oleh beberapa negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik negaranya. 2. Sebaga arena. Organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi anggota-anggotanya untuk membicarakan dan membahas masalahmasalah yang dihadapi. Tidak jarang organisasi internasional digunakan oleh beberapa negara untuk mengangkat masalah negerinya, ataupun masalah dalam negeri dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian internasional. 3. Sebagai aktor independen. Organisasi internasional dapat membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari luar organisasi. Organisasi internasional sebagai instrumen, dipakai oleh anggota-anggotanya untuk tujuan tertentu, biasanya terjadi pada IGO (inter-governmental organization) dimana anggota-anggotanya merupakan negara berdaulat yang dapat membatasi tindakan-tindakan organisasi internasional. Maksudnya bahwa organisasi internasional dalam konstitusinya adalah mereka berposisi lebih dari bagianbagiannya yaitu negara. Namun, dalam kasus tertentu organisasi internasional tidak lebih dari instrumen dari kebijakan pemerintah, sebagai alat untuk diplomasi dari berbagai negara-negara berdaulat. Ketika suatu organisasi internasional dibuat, maka implikasinya adalah diantara negara-negara suatu kesepakatan terbatas telah disetujui dalam bentuk institusional untuk pengaturan secara multilateral aktivitas negara44 negara dalam lingkup tertentu. Organisai internasional penting bagi pencapaian kebijakan nasional dimana koordinasi multilateral tetap menjadi sasaran dan tujuan jangka panjang pemerintah nasional. Begitu pula halnya dengan JICA, sebagai institusi atau organisasi milik pemerintah, menjadi instrumen dari kebijakan pemerintah Jepang sendiri. JICA dijadikan sebagai alat diplomasi dan perantara oleh Jepang untuk berinteraksi dengan negara-negara berdaulat lainnya. Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak JICA mendapatkan pengaruh dari kebijakan luar negeri Jepang, sehingga setiap tindakan yang dilakukan khususnya pemberian bantuan kepada negara-negara berkembang, memberikan dampak baik bagi kepentingan nasional Jepang sendiri dan mampu menjaga citra baik Jepang. Peran kedua dari organisasi internasional adalah sebagai arena atau forum, dimana di dalamnya terjadi aksi-aksi. Dalam hal ini organisasi internasional menyediakan tenpat-tempat pertemuan bagi para anggota untuk berkumpul bersamasama untuk berdiskusi, berdebat, bekerjasama ataupun saling berbeda pendapat. Misalnya, aktivitas di dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebagai suatu arena, organisasi internasional berguna bagi masing-masing kelompok yang bersaing untuk menjadi forum bagi pandangan mereka serta dapat pula menjadi kekuatan diplomatik bagi kebijakan-kebijakannya, baik di waktu Perang Dingin maupun perang untuk dekolonisasi. Organisasi internasional menyediakan kesempatan bagi para anggotanya untuk lebih meningkatkan pandangan serta usul dalam suatu forum publik, dimana hal seperti itu tidak dapat diperoleh dalam diplomasi bilateral. 45 Peran ketiga dari organisasi internasional adalah sebagai aktor yang independen, dimana independen diartikan bila organisasi internasional dapat bertindak tanpa dipengaruhi oleh kekuatan luar. Sejak tahun 1960-an terdapat beberapa bukti bahwa sejumlah entitas termasuk organisasi internasional dapat mempengaruhi kejadian-kejadian dunia. Entitas-entitas tersebut menjadi aktor dalam arena internasional dan saingan bagi negara. Kemampuan entitas tersebut di atas dalam beroperasi sebagai aktor internasional atau transnasional, misalnya, dapat dibuktikan karena mereka mengidentifikasi diri dan kepentingannya melalui badanbadan korporasi, bukan melalui negara. Suatu organiasai internasional yang bersifat fungsional tentunya memiliki fungsi dalam menjalankan aktivitasnya. Fungsi ini bertujuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, yang berhubungan dengan pemberian bantuan dalam mengatasi masalah yang timbul terhadap pihak yang terkait. Fungsi organisasi internasional menurut A.Le Roy Bennet adalah43: 1. To provide the means of cooperation among states in areas which cooperation provides advantages for all or a large number of nations (menyediakan hal-hal yang dibutuhkan bagi kerjasama yang dilakukan antar negara dimana kerjasama itu menghasilkan keuntungan yang besar bagi seluruh bangsa); 2. To provide multiple channels of communication among governments so that areas of accomodation may be explored and easy acces will be 43 Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, op.cit , hal. 97. 46 available when problems arise (menyediakan banyak saluran-saluran komunikasi antar pemerintahan sehingga ide-ide dapat bersatu ketika masalah muncul ke permukaan. Organisasi internasional yang dilihat dari segi pendekatan berdasarkan tujuannnya, organisasi internasional mempunya tujuan-tujuan sebagai berikut44: a. Regulation of internasional relations primarily through techniques of peaceful settlements of disputes among nations-states. b. Minimalization or at least, control of international conflict (war); c. Promotion of corporative, development among nation-states for the social and economic beneft or certain or of human kind in general; d. Collective defense of a group nations-states againts external threat. Secara umum disadari bahwa organisasi internasional merupakan salah satu bentuk hubungan internasional dimana peran organisasi internasional telah diakui keberhasilannya dalam pemecahan berbagai masalah yang dihadapi oleh suatu negara. Misalnya saja Greenpeace. Sebuah organisasi Non-governmental melakukan berbagai kegiatan-kegiatan yang mampu menjaga kelestarian lingkungan hidup di di dunia ini. Ataupun JICA yang memberikan bantuan berupa kerjasama teknis dan pinjaman dana kepada Indonesia dalam masalah penanganan sampah di berbagai daerah Indonesia, salah satunya adalah kota Makassar. 44 Theodore A. Couloumbis & James H. Wolfe, 1981, hal.252, di dalam P. Antonious Sitepu, op cit., hal.138. 47 Terdapat berbagai macam klasifikasi organisasi internasional berdasarkan indikator-indikator yang digunakan. Berikut ini penggolongan suatu organisasi internasional45: a. Kegiatan Administrasi 1. Kegiatan Internasional Antar-pemerintah (intergovernmental Organization) yang disingkat IGO. Anggotanya adalah pemerintah, atau instansi yang mewakili pemerintah suatu negara resmi. Kegiatan administrasinya diatur berdasarkan hukum publik. 2. Organisasi internasional non-pemerintah (non-governmental organization) yang disingkat NGO atau INGO (international Nongovernmental organization), untuk membedakan antara NGO yang internasional dan NGO yang ruang lingkupnya domestik (terdapat dalam suatu negara). INGO pada umumnya merupakan organisasi di bidang olahraga, sosial, keagamaan, kebudayaan, dan kesenian. b. Ruang Lingkup Kegiatan dan keanggotaan 1. Organisasi Internasional Global Wilayah kegiatannya adalah global dan merupakan keanggotaan terbuka dalam ruang lingkup di seluruh dunia. 2. Organisasi Internasional Regional Wilayah kegiatannya adalah regional dan keanggotaannya hanya diberikan pada kawasan-kawasan tertentu saja. 45 T. May Rudy, 2005, Administrasi dan Organisasi Internasional, Refika Aditama: Bandung, hal.5-9. 48 c. Bidang Kegiatan (operasional) Organisasi Untuk hal ini, pembagiannya sangat luas dan beragam, mencakup berbagai bidang atau salah satu aspek dalam kehidupan umat manusia, misalnya : 1. Bidang Ekonomi, 2. Bidang Lingkungan Hidup, 3. Bidang Kesehatan d. Tujuan dan Luas Bidang Kegiatan Organisasi 1. Organisasi Internasional Umum (menyangkut hal-hal umum). Tujuan organisasi serta bidang kegiatannya bersifat luas dan umum, bukan hanya menyangkut bidang tertentu. 2. Organisasi Internasional Khusus (menyangkut hal-hal khusus). Tujuan organisasi dan kegiatannya adalah khusus pada bidang tertentu atau menyangkut hal tertentu saja. e. Ruang Lingkup dan Bidang Kegiatan 1. Organisasi Internasional :Global-Umum 2. Organisasi Internasional: Global-khusus 3. Organisasi Internasional: Regional- Umum. 4. Organisasi Internasional: Regional-Khusus. f. Menurut Taraf Kewenangan 1. Organisasi Supra-Nasional (Supra- National Organization) 49 Kedudukan dan kewenangan organisasi internasional berada di atas negara-negara anggota. Tidak ada contohnya, karena bentuk “supranational organization” belum pernah tercapai atau belum pernah terealisasikan dalam sejarah dunia modern. Dunia menganut pola banyak negara (multy-state system) masing-masing berdaulat. 2. Organisasi dan Sederajat satu sama lain Kedudukan dan kewenangan organisasi internasional tidaklah lebih tinggi dibanding negara-negara anggotanya. Organisasi adalah wadah kerjasama berdasarkan kesepakatan anggota. Contoh, seperti PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), ASEAN (Association of South East Asian Nation), OKI (Organisasi Kerjasama Islam), OPEC (Organiasas Negara Pengekspor Minyak), dan sebagainya, karena semua korganisasi internasional dewasa ini adalah berdasarkan kepada pola kerjasama, bukan supra-nasional. D. Konsep Politik Hijau Isu lingkungan kini menjadi perdebatan yang sangat hangat dalam hubungan internasional. Banyak yang melihat paradigma penyelesaian masalah lingkungan selama ini sangat antroposentris dengan melihat adanya dualisme antara lingkungan dan manusia. Green politics dengan dua konsep utamanya ; keberlanjutan ekologis (ecological sustainability) serta desentralisasi tata kelola lingkungan, menjadi jalan alternatif bagi penyelesaian masalah lingkungan yang biasanya bertumpu pada konsep pembangunan keberlanjutan (sustainable development) dan pembentukan 50 rezim lingkungan internasional yang terbukti belum dapat menyelesaikan problem lingkungan dunia. Green politics menawarkan konsep desentralisasi sebagai implementasi kontrol yang lebih baik dalam mengatasi kontrol level global dapat lebih efektif dilaksanakan dalam skala yang lebih kecil, yakni skala komunitas lokal yang langsung memiliki interdependensi tehadap alam sekitar dalam kehidupan mereka. Dengan konsep itu, selama beberapa tahun terakhir ini, keberadaan green politics bisa membawa perubahan signifikan dalam kebijakan yang prolingkungan. Mengutip Charlene Spretnak dalam Spiritual Dimension of Green Politics, yang mengatakan: Betapa pentingnya mengembangkan green politics (politik hijau); gerakan politik sadar ekologi. Oleh karena itulah kebijakan-kebijakan sosial-poltik-ekonomi kita sudah saatnya mempertimbangkan soal lingkungan hidup.46 Pernyataan Charlene tersebut menekankan bahwa saat ini seharusnya terdapat banyak gerakan politik yang sadar ekologi. Gerakan yang membawa prinsip-prinsip ekologi. Tentu saja tidak akan dengan mudah muncul, jika kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh para pemerintah tidak memperhatikan masalah ekologis. Sehingga, diperlukan suatu perubahan yang sangat jelas mengenai arti pentingnya lingkungan. Dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang memperhatikan efektifitas kebijakan tersebut bagi lingkungan hidup ini, maka keberlangsungan ekologi masih tetap terpelihara. 46 Stephan Elkins, loc cit. 51 Menurut Tim Hayward “perkembangan teori Politik Hijau diambil dari fakta bahwa manusia merupakan bagian dari alam, sehingga yang memiliki implikasi bagi perilaku politiknya”47. Dengan argumen ini, teori politik juga harus selaras dengan teori-teori lingkungan. Artinya, manusia tidak hanya dilihat sebagai individu yang rasional (seperti dalam pandangan liberalisme) atau sebagai makhluk sosial (seperti pandangan sosialisme) akan tetapi sebagai natural beings, dan lebih jauh sebagai political animals. Menurut Mattew Patterson perlu untuk membedakan antara green politics dan environmentalism. Environmentalism menerima kerangka kerja yang eksis dalam realitas politik, sosial, ekonomi, serta struktur normatif yang ada dalam dunia politik. Gerakan ini mencoba memperbaiki masalah lingkungan dengan struktur yang sudah ada. Sementara itu, Politik Hijau menganggap bahwa struktur–struktur yang sudah ada tersebut justru menjadi dasar utama munculnya krisis lingkungan. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa struktur ekonomi–sosial-politik memerlukan perubahan dan perhatian yang lebih utama.48 Menurut Eckersley seorang pemikir tentang Politik Hijau, menyatakan bahwa: karakteristik dari Politik Hijau adalah ekosentrisme, yakni penolakan terhadap pandangan dunia antroposentris yang hanya menempatkan nilai moral atas manusia menuju sebuah 47 48 Tim Harward, “Green Political Theory”, University of Edinburd, diakses dari http:// www.psa.ac.uk/cps/1996/hayw.pdf pada 20 Maret 2013. Scoot Burchill dan Andrew Linklater, 1996, Teori–teori Hubungan Internasional, terj. M. Sobirin, Nusa Media: Bandung, Hal. 337. 52 pandangan yang juga menempatkan nilai-nilai independen atas ekosistem dan semua makluk hidup. Eckersley menjelaskan bahwa ekosentrisme melibatkan sejumlah klaim empiris. Klaim tersebut melibatkan suatu pandangan dunia secara ontologis terdiri dari interelasi bukan intetitas individu. Semua makhluk hidup pada dasarnya ‘terikat hubungan dengan ekologi’. Akibatnya, tidak ada ukuran–ukuran yang meyakinkan yang dapat digunakan untuk membuat suatu perbedaan tegas antara manusia dan bukan manusia. Selain itu, Eckersley menolak antroposentrisme (Antroposentris yakni sebuah pandangan hidup yang menganggap alam diciptakan hanya untuk kepentingan manusia dan bersifat eksploitatif) berdasarkan alasan-alasan konsekuensialis, yang menyatakan bahwa antroposentrisme mengakibatkan ke arah kemusnahan lingkungan, tetapi juga membela ekosentrisme berdasarkan alasanalasan deontologis. Menurut John barry, dia melihat bahwa Politik Hijau didasarkan pada tiga prinsip utama, antara lain49 : 1. Sebuah teori distribusi keadilan. 2. Sebuah komitmen terhadap proses demokratisasi, dan 3. Usaha untuk mencapai keberlangsungan ekologi. Tiga prinsip utama ini merupakan konsepsi yang mewakili makna dari pusat Politik Hjau. Prinsip ini digunakan sebagai sarana untuk menjelaskan konsepsi dari 49 John Barry, “Discursive Sustainability; The State (and citixen) of Green Political Theory”, Green Political Theory and The State, Glasglow Universty, diakses dari http://www.psa.ac.uk/cps/1994/barr.pdf, pada tanggal 20 Maret 2013. 53 teori hijau, seperti dalam memahami kelangsungan dari eko-otoritarianisme yang menjadi salah satu usaha keberlanjutan bagi biaya demokrasi dan keadilan sosial. Selain itu, A. Dobson mempunyai dua definisi karakteristik dari Politik Hijau. Pertama, menolak pandangan antroposentrisme seperti yang diungkapkan oleh Eckersley. Kedua, perlu adanya batasan pertumbuhan, yang merupakan penyebab munculnya krisis lingkungan secara alami. Pandangan Politik Hijau ini merupakan pengalaman dari pertumbuhan ekonomi secara eksponensial selama dua abad terakhir, yang merupakan dari kerusakan lingkungan yang ada sekarang ini. Politik Hijau dalam hubungan internasional menekankan pada konsep desentralisasi. Konsep desentralisasi mereka mencerminkan perbedaan mendasar dari perspektif lainnya dalam memaham sistem negara dan strukturnya. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Theodore Roszak dalam bukunya, Person/ Planet : “....both person and planet are threatened by the same enemy, The Bigness of Things. The bigness of industrial structures, world markets, financial networks, mass political organizations, public institutions, military establishment, cities, bereaucracies. It’s the insensitive colossalism of these system that endangers the rights of the person and the rights of the planet. The inordinet scale of industrial enterprise that must grind people into statstical grist for the market place and the work force simultaneously shatters the biosphere in a thousand unforseen ways.”50 Menurut pandangan Hijau, segala kondisi seperti di atas harus diubah melalui pendekatan desentralisasi dan masyarakat yang demokratis. Hal tersebut bermaksud bahwa dengan menempatkan kekuasaan dari institusi politik, ekonomi, sosial dalam 50 Roszak, Theodore., Person/Plane. Garden City, NY, Doubleday. Hal 33, dikutip dari Goodin, Robert E. 1992. Hal. 147, di dalam Apriwan. “Teori Hijau : Alternatif dalam Perkembangan Teori Hubungan Internasional”, Multiversa. Vol. 2 No. 1 Februari 2011. 54 skala yang lebih kecil. Sehingga, dengan mudah melakukan kinerja dalam memelihara lingkungan dan hasil yang diciptakan juga efektif dan efisien serta praktis. Hal tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan negara semakin diminimalisir dengan memberikan kesempatan kepada lokal dalam membentuk mekanisme sistem, dan struktur sosial, politik dan ekonomi yang mempertimbangkan masalah lingkungan dan tentu saja tidak ada pembentukan sistem negara bangsa yang selama ini terbukti belum menghasilkan apa-apa. Selanjutnya inti dari pemikiran Politik Hijau ini adalah “Think Globally, Act Locally”. Dimana dalam perspektif ini para pemikir politik Hijau independen secara artifisial dari batasan-batasan nasional, dan menamakan diri anti-statist. Akan tetapi anti-statist tidak berarti nasionalist. Seperti yang terjadi pada konferensi Stockholm yang menginginkan adanya organisasi internasional yang kuat untuk bisa melindungi dan mengatasi permasalahan lingkungan. Karakter pemikiran Hijau tidak menginginkan adanya supra-state yang kuat tetapi menginginkan untuk meminimalisir kekuasaan negara dengan menyerahkan kekuasaan pada unit yang lebih kecil, diorganisisr oleh bioregons atau sejenisnya. 55 BAB III PROYEK JICA (JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY) DI MAKASSAR A. Japan International Cooperation Agency (JICA) 1. Sejarah Berdirinya JICA Sejarah lahirnya JICA berawal dari keikutsertaan Jepang dalam Colombo Plan pada tahun 1954. Colombo Plan merupakan organisasi regional yang dibentuk di Colombo, Ceylon (sekarang Sri langka) yang mencakup konsep upaya kolektif antarpemerintah untuk memperkuat pembangunan ekonomi dan sosial negara-negara anggotanya di wilayah Asia-Pasifik. Fokus utama dari semua kegiatan Colombo Plan adalah pada pengembangan sumber daya manusia. Sejak saat itu, pemerintah Jepang terus meningkatkan berbagai kerjasama dengan memanfaatkan dana dan teknologi yang dimilikinya melalui kerangka Bantuan Pembangunan Resmi atau Official Development Assistance (ODA).51 Bantuan ODA tersebut diberikan kepada negara yang dikategorikan sebagai negara berkembang dengan berbagai masalah yang dihadapi seperti kelaparan dan kemiskinan serta kurangnya pelayanan pendidikan dan kesehatan. Pada umumnya, motivasi pemberian bantuan ODA Jepang, selain untuk berkonstribusi pada perdamaian dan pembangunan untuk masyarakat internasional, juga untuk membantu 51 Abdul Irsan, “Jepang: Politik Domestik Global & Regional”, loc cit. 56 menjamin keamanan dan kemakmuran oleh Jepang sendiri.52 Sebagian besar motif pemberian bantuan ODA berbentuk bantuan ekonomi infrastruktur, disebabkan karena negara berkembang memerlukan sejumlah infrastruktur untuk melakukan perdagangan secara efektif dan untuk mengekstrak sumber daya alam di Asia.53 Sehingga terlihat konsep dan jalan pikiran yang mempengaruhi bantuan luar negeri Jepang adalah “help to self-help”. Berikut ini merupakan rincian statistik bantuan (ODA) bilateral Jepang tahun 2007. Diagram 3.1 : Bantuan (ODA) Bilateral Jepang Berdasarkan Sektor Pembangunan 2007 2007 8,1 % Perlindungan, Lingkungan. Hidup,dll 9,9 % Sektor Produksi 8,1 % 23,6% 27,1 % Infrastruktur dan Pelayanan Sosial Infrastruktur dan Pelayanan Ekonomi Lain-lan Sumber : Japan’s Official Development Assistance White Paper 2008 diakses melalui htttp://www.mofa.go.jp/policy/oda/white/2008/html/ODA2008/html/zuhyo/index.htm. tanggal 23 Mei 2013 52 Marie Soderberg, 1996, The Business of Japanese Foreign Aid: Five Case Studies in Asia, Routledge, hal.33. 53 Ibid, hal 35. 57 Berdasarkan diagram 3.1 memperjelas bahwa sebagian besar fokus bantuan ODA Jepang berupa bantuan pembangunan infrastruktur dan pelayanan sosial sebanyak 27,1% dan bantuan pembangunan infrastruktur dan pelayanan ekonomi sebanyak 23,6 %. Bantuan pembangunan di sektor produksi sebanyak 9,9% , bantuan perlindungan, lingkungan hidup sebanyak 8,1% dan lain-lain sebanyak 8,1 %. Dari data diagram 3.1 membuktikan asumsi dari Marie tentang bentuk utama pemberian bantuan ODA yakni berupa pembangunan infrastruktur guna memudahkan Jepang mengekstrak SDA negara-negara di Asia terkhususnya bagi negara berkembang. Berdasarkan penyaluran bantuannya, ODA Jepang terbagi ke dalam dua bentuk bantuan kerjasama yakni bantuan kerjasama bilateral dan multilateral. Bantuan bilateral merupakan bantuan yang diberikan langsung kepada negara-negara berkembang, dengan maksud untuk memberikan konstribusi dalam membina hubungan Jepang dengan masing-masing negara berkembang melalui bantuan yang dirancang berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Bantuan bilateral ini terbagi ke dalam tiga bentuk yakni bantuan kerjasama teknis, pinjaman dana ODA, dan bantuan Hibah. Sedangkan, bantuan multilateral diberikan melalui organisasi internasional yang salah satunya adalah penyaluran bantuan melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Bantuan dana ODA khususnya bantuan hibah dilaksanakan oleh MOFA (Ministry of Foreign Affair of Jepang) sendiri, sedangkan pinjaman dana ODA dilaksanakan oleh JBIC (Japan Bank for International Cooperation), dan kerjasama 58 teknis dilakukan oleh pemerintah Jepang sendiri, namun karena adanya upaya pemerintah Jepang untuk mendukung pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), mengambil bentuk pemerintahan berbasis program Kerjasama Teknis. Oleh sebab itu, dibentuklah sebuah organisasi milik pemerintah Jepang yang bernama JICA (Japan International Cooperation Agency), yang berfungsi sebagai penanggung jawab atas pelaksanaan kerjasama teknis dengan negara-negara berkembang berdasarkan atas kesepakatan bilateral antara pemerintah secara resmi. Sehingga, sejak JICA didirikan kerangka kerjasama teknis semakin terstruktur. Berikut ini adalah berupa skema yang menggambarkan hubungan dana bantuan ODA dengan JICA di awal berdirinya yang telah penulis uraikan sebelumnya: Bagan 3.2 : Hubungan ODA dengan JICA Bantuan Bilateral Bantuan hibah MOFA Kerjasama teknik JICA Pinjaman ODA JBIC ODA Bantuan Multilateral Sumber: Buletin JICA di Indonesia, 2008: 7 59 Berdasarkan pada bagan 3.2 menggambarkan awal berdirinya JICA hanya memiliki fungsi sebagai lembaga kerjasama yang secara khusus bertugas untuk menyalurkan bantuan teknik saja, namun pada bulan Oktober 2008, JICA melakukan merjer dengan bagian operasi kerjasama ekonomi luar negeri dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan MOFA (Ministry of Foreign Affair of Jepang) menjadi JICA baru. Bagan 3.3 : Penyaluran ODA Jepang melalui JICA Bantuan Bilateral Bantuan hibah MOFA Kerjasama teknik JICA Pinjaman ODA JBIC JICA “baru” ODA Bantuan Multilateral Sumber: Buletin JICA di Indonesia, 2008: 7 Berdasarkan bagan 3.3 JICA dengan format yang baru bertanggung jawab dalam menyalurkan bantuan hibah, kerjasama teknik, serta pinjaman ODA. Meskipun dalam bagan digambarkan bahwa bantuan hibah disalurkan melalui JICA, akan tetapi beberapa jenis bantuan hibah akan tetap diberikan langsung oleh DEPLU Jepang (melalui kantor Kedutaan Besar) dalam rangka kebijakan diplomatik. Namun, tetap 60 saja tujuan dari pembentukan JICA sejak awal ialah untuk mempromosikan kerjasama internasional bagi pembangunan ekonomi dan sosial negara-negara berkembang. Hingga saat ini JICA merupakan badan bantuan bilateral terbesar di dunia dengan besaran anggaran sekitar 10 milyar USD dan beroperasi di sekitar 150 negara di dunia. 54 Hal ini memperlihatkan akan banyaknya bantuan JICA di berbagai negara berkembang. 2. Visi - Misi JICA JICA juga telah membuat Visi serta Misi yang baru sebagai komitmen dalam mencapai tujuannya. Dan untuk mencapai tujuannya, JICA merumuskan Visi serta Misinya sebagai berikut55 : a. Visi Japan International Cooperation Agency Visi dari JICA ialah Pembangunan yang Inklusif dan Dinamis. Artinya, JICA akan berusaha mempromosikan pembangunan yang berdampak pada pengurangan kemiskinan dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. b. Misi Japan International Cooperation Agency 1. Fokus pada Agenda Global, pemanfaatan pengalaman dan teknologi yang dimiliki Jepang secara maksimal, sebagai bagian dari masyarakat internasional, dengan memfokuskan perhatiannya pada berbagai permasalahan global yang dihadapi oleh negara-negara berkembang 54 2008, “Kerjasama Internasional:Tantangan Global dan Dukungan Negara-negara Berkembang”, Profile JICA, hal.2, diakses melalui (http://jica.go.jp/english) tanggal 3 Januari 2013. 55 Ibid. Hal. 8. JICA, 61 secara menyeluruh, seperti perubahan iklim, air, energi, pangan, penyakit menular, dan keuangan. 2. Pengentasan kemiskinan Melalui Pertumbuhan yang Berkeadilan, yakni dengan menyediakan dukungan terhadap pengembangan sumber daya manusia (SDM), pengembangan kapasitas, peningkatan kebijakan dan institusi, serta penyediaan prasarana sosial dan ekonomi. 3. Penguatan Tata kelola Pemerintahan, menawarkan bantuan bagi peningkatan berbagai pranata/perangkat dasar yang dibutuhkan oleh sebuah pemerintahan, serta berbagai sistem pelayanan umum yang didasarkan atas kebutuhan masyarakat secara efektif, serta dukungan bagi pengembangan institusi dan SDM yang diperlukan untuk mengelola berbagai pranata tersebut. 4. Pencapaian Ketahanan Manusia, mendukung berbagai upaya dalam rangka peningkatan kapasitas sosial dan institusi serta peningkatan kemandirian dan kemampuan diri manusia dalam menghadapi berbagai ancaman dan membangun masyarakat untuk dapat hidup secara bermartabat. 3. Alur Operasioanal JICA dalam Menyediakan Bantuan JICA berupaya memberikan dukungan secara efisien dan efektif sesuai kebijakan bantuan pemerintah Jepang, yang dikembangkan untuk menghindari adanya bias dan memiliki perspektif yang lebih luas dari sekedar skema bantuan seperti kerjasama teknis, pinjaman ODA, dan bantuan hibah. Pada intinya, JICA 62 secara cepat melakukan perancangan, dan pelaksanaan proyek berdasarkan survei persiapan untuk memperlajari substansi bantuan yang diperlukan di lokasi proyek sebelum menerima proposal bantuan dari negara mitranya. Bagan 3.4 : Alur Operasional JICA dalam Menyediakan Bantuan JICA (Pemerintah Jepang) Kebijakan Luar Negeri, kebijakan bantuan Proposal Bantuan dari Negara- negara mitra (Pemerintah Jepang) Persetujuan, Penandatanganan, Perjanjian internasional Strategi bantuan berbasis wilayah negara dan tematik Survei Persiapan untuk Perancangan Proyek Penilaian Kerjasama Teknik Penilaian Pinjaman ODA Penilaian Bantuan Hibah Pelaksanaan Pengawasan Evaluasi Sumber : JICA Profile56 4. Kegiatan-kegiatan JICA Sejak awal didirikannya, JICA telah banyak membantu proses pembangunan negara-negara berkembang di berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, dan 56 JICA, 2008, “Kerjasama Internasional: Tantangan Global dan Dukungan Negara-negara Berkembang”, Profile JICA, Op Cit., hal. 5. 63 ekonomi. Hingga kini, JICA telah melakukan kerjasama bilateral dengan 150 negara hal tersebut menjadikan JICA sebagai salah satu lembaga pemberi bantuan bilateral terbesar di dunia. Kegiatan-kegiatan JICA bagi negara-negara berkembang diantaranya sebagai berikut : a. Kerjasama Teknik 1) Program Pelatihan teknik Program pelatihan teknik ialah suatu program dimana Jepang menerima peserta yang berasal dari negara berkembang untuk kemudian dilatih di negara Jepang dengan lama pelatihan ialah satu tahun. Program ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan serta keterampilan di berbagai bidang seperti tata niaga, pengawasan mutu, perlindungan lingkungan dan teknik konstruksi bangunan. Pelatihan diadakan di pusat-pusat pelatihan JICA yang ada di seluruh wilayah Jepang. Pelatihan ini juga diselenggarakan melalui kerjasama dengan badan-badan pemerintah nasional dan pemerintah daerah, pusatpusat pelatihan dan penelitian swasta, universitas-universitas dan lembagalembaga lainnya. Ada dua tipe program pelatihan JICA, yaitu : 1.1 Pelatihan yang diadakan di Jepang Pelatihan yang diadakan di Jepang terbagi ke dalam dua bentuk yaitu perorangan dan kelompok. Pelatihan perorangan dipersiapkan secara terpisah dengan syarat khusus peserta program ini juga ditawarkan ke badanbadan internasional sesuai dengan pemerintah. Sedangkan untuk pelatihan 64 dalam bentuk kelompok, persiapan diadakan setahun sebelum program ini dilaksanakan. Syarat dan prosedur lamaran diberitahukan keseluruh negara yang bersangkutan. Dalam satu kelompok biasanya terdiri dari 10 peserta pelatihan. 1.2 Pelatihan yang dilakukan di negara berkembang Selain mengadakan pelatihan di Jepang, JICA juga menyelenggarakan pelatihan di negara-negara berkembang dengan mendatangkan peserta dari negara-negara berkembang kawasn Asia dan Afrika yang telah maju dengan dukungan biaya dari pihak JICA dengan harapan kelak mereka dapat memimpin negaranya di tahun-tahun yang akan datang ke Jepang melalui Youth Invitation Program. Tujuan dari program ini adalah agar peserta dapat lebih mengenal jepang serta menjembatani persahabatan yang akan terjalin antara generasi-genarasi baru di setiap negara serta meningkatkan rasa saling pengertian dalam pembangunan serta untuk tetap menjaga perdamaian dunia. Aktivitas yang dilakukan dalam menjalani pelatihan ini sangat beragam diawali dangan mengenal negara Jepang, mengikuti seminar-seminar, serta adanya pelatihan lapangan bersama dengan masyarakat setempat. 2) Pengiriman Tenaga Ahli Pengiriman tenaga ahli telah dimulai sejak tahun 1955 diawali dengan ditugaskannya 28 tenaga ahli ke wilayah Asia. Sejak saat itu pengiriman tenaga ahli menjadi sangat penting terutama dalam kerjasama teknik yang dilakukan oleh Jepang. Tujuan dari program ini adalah menyebarkan 65 pengetahuan serta penguasaan terhadap teknologi yang sesuai dengan kebutuhan negar-negara berkembang. Pengiriman tenaga ahli ini terbagi ke dalam 2 tipe yaitu : 2.1 Individual expert, para ahli yang ditugaskan dikirim berdasarkan atas permintaan negara berkembang yang akan ditugaskan di departemendepartemen, pusat-pusat pelatihan, dan lembaga pendidikan pemerintah sebagai pengajar atau pelatih bagi tenaga ahli setempat. 2.2 Project expert, pengiriman tenaga ahli yang dikirim untuk proyekproyek yang dijalankan oleh JICA di luar negeri dengan tujuan untuk memenuhi berbagai permintaan terhadap tenaga ahli yang handal, JICA mengirimkan tenaga ahli berdasarkan pada perjanjian yang telah dibuat dengan pemerintah setempat ataupun perusahaan-perusahaan swasta. 3) Pengadaan Peralatan Pengadaan peralatan bertujuan unutk menunjang kinerja para tenaga ahli yang dikirim oleh Jepang ke negara-negara berkembang. Peralatan yang disediakan biasanya diberikan bersama dengan program kerjasama yang digunakan. Misalnya untuk memudahkan ahli teknologi dari JICA, membantu para mitra negara penerima bantuan untuk melanjutkan pekerjaan mereka setelah para tenaga ahli kembali ke Jepang, atau untuk membantu para mantan peserta yang pernah ikut dalam pelatihan di jepang 66 agar apat memanfaatkan pengetahuan serta keahlian yang diperoleh dari hasil pelatihan. Kerjasama teknik dapat dikatakan sukses apabila tenaga ahli beserta peralatan yang ada dapat bekerja secara efektif selain itu, adanya alih teknologi yang baik dengan negara penerima bantuan. 4) Kerjasama Teknik Tipe Proyek Sebagai upaya penyempurnaan dari kerjasama teknik yang dilakukan, maka JICA melaksanakan kerjasama teknik tipe proyek (project type technical cooperation program). Program ini memberikan bantuan terpadu mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan tahap penilaian dengan cara memadukan program pelatihan di Jepang, pengiriman tenaga ahli serta pengadaan peralatan. Proyek kerjasama teknik dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu : 4.1 Pengembangan sosial melalui kemajuan dibidang ilmu dan teknologi seperti elektronik, telekomunikasi, transportasi, jaringan lalu lintas perkotaan, industri kecil dan pelatihan keterampilan. 4.2 Kesehatan, kedokteran, kependudukan, dan Keluarga Berencana. 4.3 Pertanian, kehutanan, perikanan. 4.4 Pengembangan industri termasuk pengembangan industri setempat, pemanfaatan ekonomis sumber daya, dan penciptaan lapangan kerja. 4.5 Program Studi Pengembangan 67 Program studi pembangunan JICA bertujuan untuk memberikan bantuan bagi perumusan rencana pembangunan. Tim studi yang dikirim terdiri dari konsultan ahli yang memeriksa kelayakan proyek yang dilanjutkan, tidak hanya dari segi teknis dan keuangan mereka, tetapi juga dengan mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi dan sosial, organisasi dan pengelolaan dampak lingkungan dan faktor-faktor lainnya. Selain memberikan konsultasi, tim studi juga memberikan praktek kerja bagi tenaga pendamping negara penerima bantuan dan mengundang mereka ke Jepang untuk latihan lebih lanjut di bidang-bidang seperti pengawasan, analisis dan perencanaan. 6)Pengiriman tenaga ahli muda atau Japan Overseas Cooperation Volunteers (JOCV) Program JOVC yang dibentuk pada tahun 1985 merupakan program resmi pemerintah Jepang untuk mengirim tenaga ahli mudanya melalui JICA ke negara-negara berkembang. Sampai saat ini, JICA telah mengirim lebih dari 14.000 pemuda-pemudi Jepang ke 61 negara-negara berkambang terutama di Asia, Afrika, Timur Tengah, Amerika Latin, Oceania, dan Eropa Timur untuk meningkatkan persahabatan dengan memperdalam pengertian antara bangsa. Tujuan utama dari program ini adalah untuk membantu pembangunan sosial ekonomi masyarakat setempat. Tenaga ahli muda ini adalah pemuda- 68 pemudi Jepang pilihan berumur 20-40 tahun, yang hidup dan bekerja di negara-negara yang ditugaskan selama jangka waktu 2 tahun. 7) Penerimaan dan pelatihan tenaga berkualitas Tahun 1983, JICA membentuk The Institute for International Cooperation (IFIC) dengan tujuan untuk memperkuat organisasi dan fungsifungsi kerjasama tekniknya. Lembaga ini menerima dan melatih para ahli dalam kerjasama teknis mengadakan survey dan pelatihan dalam rangka alih teknologi dan menyediakan informasi mengenai dokumen kerjasama internasional. b. Program Bantuan Hibah Program bantuan hibah adalah suatu bentuk bantuan keuangan yang diberikan kepada negara-negara berkembang sesuai dengan perjanjian bilateral, tanpa ada kewajiban untuk membayar kembali. Sasaran utama dari bantuan hibah pemerintah Jepang adalah kebutuhan dasar yang meliputi perawatan, kesehatan, kesehatan masyarakat, penyediaan air bersih, pembangunan pertanian dan pedesaan, dan juga mengembangkan sumber daya manusia. JICA memberikan dukungan khusus dalam pelaksanaan bantuan hibah agar berjalan lancar, dan memastikan program kerjasama secara keseluruhan terlaksana dengan baik. Bantuan hibah Jepang memiliki sebelas kategori berupa: bantuan hibah umum, bantuan hibah untuk pemberdayaan masyarakat, bantuan hibah non-proyek (bantuan hibah untuk pencegahan konflik dan perdamaian), bantuan hibah berupa pencegahan bencana, rekonstruksi bantuan pencegahan bencana, bantuan rekonstruksi 69 pasca bencana), bantuan hibah sebagai untuk lingkungan dan perubahan iklim, bantuan hibah strategi penanggulangan kemiskinan, bantuan hibah pengembangan SDM (beasiswa), Bantuan hibah perikanan, bantuan hibah budaya,bantuan hibah pertanian khusus untuk petani kurang mampu, bantuan hibah keamanan dan counterterrorism.57 Saat ini JICA telah menjalin kerjasama dengan Indonesia serta 104 negara berkembang lainnya, dari berbagai kawasan yakni Southeast Asia, East Asia, Central and the Caucasus, South Asia, Middle East, Afrika, Central America and The Carribean, South America, Eropa, dan Oceania.58 JICA memberikan bantuan berdasarkan pada tiga bentuk Bantuan Pembangunan Resmi Jepang; yakni Kerjasama Teknis, Bantuan Hibah dan pinjaman dana ODA. Selain itu, bantuan-bantuan tersebut diberikan untuk mengatasi masalah pada; pendidikan, kesehatan, sumber daya air/ manajemen penanggulangan bencana, pemerintahan, peace-building, social security, transportasi, ICT, sumber daya alam dan energi, kebijakan ekonomi, Pengembangan sektor swasta, pertanian, pertanian, pembangunan dan gender, manajemen lingkungan, natural environment conservation, urban/regional development, poverty reduction, dan south-south cooperation. Sehingga, terlihat lebih banyak, fungsi JICA sebagai sebuah organisasi internasional. Sebuah organisasi 57 JICA, “ Grant Aid “ diakses melalui http://www.jica.go.jp/english/our_work/types_of_assistance/grant_aid/index.html, 15 April 2013. 58 Website JICA, Countries and Region, diakses melalui http://www.jica.go.jp/english/countries/index.html, tanggal 15 April 2013. 70 internasional yang mampu menjadi aktor baru selain negara dalam hubungan internasional, yang peranannya mampu berkiprah dalam mengatasi berbagai isu-isu global. Meskipun pada dasarnya JICA sebuah organisasi perwakilan pemerintah Jepang. 5. JICA di Indonesia Sejak tahun 1954 Jepang telah melakukan kerjasama dengan pemerintah Indonesia diawali dengan kerjasama tenik seperti pengiriman tenaga ahli dari Jepang dan program pelatihan yang dilaksanakan secara langsung di negara Jepang. Kerjasama tersebut berlanjut hingga tahun 1970-an dan pada tahun 1974 pemerintah Jepang secara resmi membentuk JICA untuk menjalankan kerjasama Teknik. Sejak saat itu, dimulailah kerjasama pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang melalui JICA. Kantor perwakilan JICA di Indonesia pada awalnya merupakan kantor perwakilan dari Badan Kerjasama Teknik Luar Negeri atau Overseas Technical Cooperation Agency (OTCA) yang kemudian berubah nama menjadi Badan Kerjasama Internasional Jepang atau Japan International Cooperation Agency (JICA). JICA di Indonesia merupakan salah satu yang tertua dan terbesar di antara sekitar 150 kantor perwakilan JICA yang tersebar di seluruh dunia. Indonesia merupakan salah satu negara penerima bantuan hibah bilateral Jepang terbesar berdasarkan besaran jumlah dana yang telah disalurkan secara kumulatif sampai TA Jepang 2007 dimana telah terkirim 35.630 peserta Indonesia untuk mengikuti program pelatihan di Jepang dan 11.108 tenaga ahli Jepang telah ditugaskan di 71 Indonesia. Secara lebih jelas, kerjasama JICA dengan pemerintah Indonesia dijelaskan dalam tabel berikut : Tabel 3.5 : Sejarah Kerjasama JICA dengan Indonesia Tahun Pelaksanaan Kerjasama 1974 Perubahan OTCA menjadi Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA) 1976 Dimulainya pemberian Bantuan Hibah sebagai skema umum ODA Jepang 1981 Dimulainya dukungan bagi Program Pelatihan Internasional yang diselenggarakan oleh Indonesia (Dukungan bagi Kerjasama SelatanSelatan) 1984 Dimulainya Indonesia mengikuti Program Persahabatan Pemuda 1986 Dimulainya Bantuan Khusus untuk Kesinambungan Proyek (SAPS) 1988 Dimulainya Bantuan Khusus untuk Perancangan Proyek (SAPROF) Dimulainya Penugasan Tenaga Ahli Muda (JOCV) Jepang di Indonesia 1992 Dimulainya Bantuan Khusus untuk Pelaksanaan Proyek (SAPI) 1996 Dimulainya Bantuan Khusus untuk Kebijakan dan Proyek Pembangunan (SADEP) 1997 Dimulainya dukungan terhadap krisis moneter dalam bentuk pemberian Bantuan Pangan kembali 1998 Dimulainya Penugasan Tenaga Ahli Silver (SV) Jepang di Indonesia Dimulainya Program Pemberdayaan Masyarakat (CEP) di Indonesia (melalui kerjasama dengan LSM Indonesia) 1999 Pembentukan Bank Jepang untuk Kerjasama Internasional (JBIC) 2001 Dimulainya Program Kemitraan JICA (JPP) di Indonesia (memfasilitasi kerjasama antara LSM Jepang dan Indonesia) 2003 Restrukturisasi JICA sebagai institusi publik yang mandiri 2008 JICA merger dengan JBIC membentuk JICA ”baru" yang dapat memberikan dukungan dalam bentuk Kerjasama Teknik, Pinjaman ODA, dan Bantuan Hibah Sumber: Buletin JICA, 2008, hal.21 Keterangan Tabel 3.5: (a) kerjasama teknik; (b) bantuan hibah; (c) pinjaman ODA. Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa pemerintah Indonesia telah lama melakukan kerjasama dengan pemerintah Jepang yang akhirnya menjadi dasar atas 72 kerjasama pemerintah Indonesia dengan JICA. Dari tabel di atas juga dapat terlihat bahwa kerjasama yang dibangun antar pemerintah Jepang dan Indonesia lebih banyak merupakan kerjasama teknik. Sejak dibentuknya JICA pada tahun 1974 hingga tahun 2008, JICA hanya menyalurkan bantuan teknik namun setelah dibentuknya JICA baru, semua bentuk bantuan disalurkan oleh JICA. Pada tahun 2008 JICA melakukan merger bersama Japan Bank Internatonal Cooperation (JBIC). Dengan dilaksanakannya merger tersebut, JICA tidak hanya bertanggung jawab atas penyaluran bantuan kerjasama teknik saja, tetapi juga terhadap bantuan pinjaman ODA serta bantuan hibah. Dalam merealisasikan bantuannya untuk Indonesia, JICA merumuskan program bantuan yang kemudian disebut Country Assistance Strategy atau Strategi Bantuan Pemerintah Jepang. Country Assistance Strategy yang dibuat mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Indonesia. Sehingga. bantuan JICA dijadikan pendukung bagi pembangunan Indonesia. Country Assistance Strategy yang dibuat oleh JICA dititik beratkan pada empat bidang prioritas kerjasama. Keempat bidang prioritas tersebut berupa kesinambungan gerakan pertumbuhan yang digerakkan oleh sektor swasta, menciptakan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan, perdamaian dan stabilitas dan dukungan terhadap lingkungan. Empat progran prioritas JICA digambarkan pada tabel di bawah ini: 73 Tabel 3.6 : Country Assistance Strategy JICA Indonesia Bidang Prioritas Isu Pembangunan Kebijakan ekonomi (1) (2) Pengembangan Prasarana (3) ekonomi (4) Kesinambungan Pertumbuhan yang digerakkan oleh sektor swasta (5) (6) Peningkatan Iklim usaha dan Investasi (7) (8) (9) Pengentasan kemiskinan Menciptakan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan Perdamaian dan Stabilitas Lingkungan (10) (11) Pembangunan Kawasan Indonesia Timur (12) Reformasi Tata (13) Pemerintahan (14) Perdamaian dan stabilitas (15) (16) (17) Lingkungan (18) Program Kerjasama JICA Kebijakan ekonomi, fiskal, dan keuangan Pembangunan prasarana transportasi; Penyediaan Energi; Mempromosikan Skema kemitaraan pemerintah dan swasta Pengembangan usaha sektor swasta; Dukungan bagi sarana perdagangan dan logistik; Peningkatan sistem transportasi perkotaan yang terintegrasi; Pengembangan bidang pendidikan tinggi Peningkatan Pendidikan dasar dan Menengah; Peningkatan Pelayanan Kesehatan dan Medis; Penyediaan air dan Sanitasi; Stabilitas Penyediaan pangan Pembangunan Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan; Pembangunan Wilayah Bagian timur laut Indonesia Reformasi Kepolisian Republik Indonesia (PORLI) Penanganan Bencana; Keamanan Transportasi Perubahan Iklim; Pelestarian Lingkungan Alam; Peningkatan Perkotaan Kualitas Lingkungan Sumber: Buletin JICA, 2008 :11 Berdasarkan pada tabel 3.6 di atas dijelaskan bahwa terdapat 4 program prioritas JICA di Indonesia yakni: 74 1. Kesinambungan Pertumbuhan yang digerakkan oleh sektor swasta59 Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang stabil, terutama karena pemulihan dari krisis ekonomi Asia. Namun, tetap tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi Indonesia itu, JICA berencana untuk merumuskan dan mengimplementasikan program-program seperti mengembangkan JABODETABEK sebagai Sistem Transportasi Perkotaan yang Komprehensif dan Program Bantuan Supply Energi. Selain itu, dalam rencana jangka panjang, JICA mendukung formulization Mid-Term Development Plan melalui penasehat kebijakan pada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Sementara itu, JICA juga mendukung usaha perbaikan iklim di Indonesia dengan mempromosikan perdagangan dan investasi melalui, diantaranya, penasehat kebijakan Indonesia. JICA juga telah mendukung realisasi "Forum Indonesia-Japan Joint on Investment / JIF" (November, 2004), "Strategic Investment Action Plan / SIAP" (Juni 2005), "Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement / JIEPA" (ditandatangani pada bulan Agustus 2007, diluncurkan pada Juli 2008) melalui Kerjasama Teknis (TC dan pinjaman proyek. Sehubungan dengan infrastruktur ekonomi, JICA berkonsentrasi pada pemberian pinjaman untuk pengembangan sumber daya energi, transportasi, serta sumber daya air. Berbagai proyek konstruksi saat ini sedang berlangsung, seperti 59 Buletin JICA, op cit, hal. 13 75 penguatan kapasitas pembangkit listrik dari sistem grid listrik Jawa-Bali dengan menerapkan proyek pembangunan pembangkit listrik (lebih dari 2,00 MW listrik akan dipasok ke daerah JABODETABEK), Jalur Transmisi Sumatera-Jawa, Tanjung Priok Access Road (bagian dari Jakarta Outer Ring Road), dan Jakarta mass rapid transit (MRT). Selain itu, JICA juga bekerjasama dengan dengan Asian Development Bank (ADB) melalui Infrastucture Reform Sector Development Program (IRSDP) untuk reformasi kebijakan dalam pembangunan infrastruktur, yang meliputi promosi dari Public Private Partnership (PPP), skema dalam mengamankan sumber daya keuangan untuk pembangunan infrastruktur. Selain itu, JICA juga telah menerapkan Development Policy Loan (DPL) melalui Program bantuan yang dibiayai oleh Bank Dunia (WB) dan ADB sejak tahun 2004. DPL dan TC secara strategis digunakan untuk isu-isu yang secara langsung mempengaruhi bisnis dan perubahan iklim investasi di Indonesia, yang antara lain adalah: a. Simplification of investment procedure; b. Improvement of customs procedure, and; c. Reinforcement of Protection on Intellectual Proverty Rights (IPR) 2. Menciptakan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan60 a) Pengetasan Kemiskinan 60 Buletin JICA, op cit, hal. 15 76 Sejak krisis ekonomi Asia pada tahun 1998, telah terjadi peningkatan angka kemiskinan serta kesenjangan antara kaya dan miskin di negeri ini. Meskipun kondisi telah membaik dalam beberapa tahun terakhir, populasi masih rentan bisa dengan mudah jatuh di bawah garis kemiskinan karena, antara lain, produktivitas makanan yang rendah di daerah pedesaan disebabkan karena kurangnya lembaga pendukung, sistem, dan infrastruktur. Desentralisasi juga telah dibesarkan isu manajemen kurangnya pendidikan dan administrasi kesehatan di daerah-daerah, mempengaruhi kualitas pendidikan layanan kesehatan. Apalagi, pemerintah Indonesia masih menghadapi tantangan penyediaan pelayanan publik yang baik dasar, terutama di daerah pedesaan, seperti air dan sanitasi, jalan, dan kekuasaan Oleh karena itu, sebagai sarana untuk mengamankan pasokan pangan yang stabil serta meningkatkan pendapatan pedesaan, JICA memfokuskan bantuannya pada penyediaan konsultasi bagi kebijakan pertanian dan sistem kelembagaan sejalan dengan desentralisasi, pengembangan irigasi untuk meningkatkan produktivitas, estabilishing berkelanjutan perikanan sistem pengelolaan sumber daya dan meningkatkan pertanian dan pasar produk perikanan untuk memperkuat daya saing. Di sektor pendidikan, JICA masih berfokus pada pendidikan dasar dan menengah, terutama peningkatan akses (melalui pemberantasan kesenjangan antar daerah dan pendapatan), kualitas (melalui pelatihan guru dan pengembangan sistem pedagogi), dan manajemen (melalui pengembangan kapasitas lembaga). Demikian pula, JICA berusaha untuk mendukung upaya pemerintah Indonesia dalam memastikan setiap kepentingan nasional yang sama dari kesehatan dan perawatan medis melalui 77 peningkatan kebijakan dan sistem dengan perhatian khusus pada daerah pedesaan. Adapun penyakit menular (seperti flu burung), diberikan adanya penyediaan bantuan khusus untuk pengendalian penyakit disebabkan sifatnya yang sangat urgent karena berdampak pada masyarakat internasional. b) Pembangunan Kawasan Indonesia Timur61 JICA dengan dukungan dari dana bantuan ODA yang dipimpin oleh kedutaan Jepang, memiliki niat untuk mempromosikan program pendekatan berbasis wilayah untuk memfasilitasi upaya pemerintah daerah untuk mempromosikan reformasi sosial-ekonomi dan pemerintahan lokal dalam semangat desentralisasi di Indonesia. Saat ini, terdapat kesenjangan pembangunan daerah di Indonesia, di mana bagian timur Indonesia masih tertinggal dari wilayah barat, masih terkemuka dengan tugas-tugas yang tersisa dari masalah kemiskinan, antara perhatian utama pemerintah nasional. Dalam menanggapi masalah ini JICA mengembangkan program percontohan berbasis pendekatan daerah dan konsentrasi dengan kegiatan utama pengembangan provinsi Sulawesi Selatan dan pembangunan wilayah bagian timur laut Indonesia. JICA telah menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah provinsi Sulawesi Selatan sejak 1980-an. Pihak JICA telah melakukan kerjasama dengan pemerintah kota Makassar di berbagai sektor. Misi utama keberadaan JICA di Sulawesi Selatan adalah untuk melaksanakan suatu program yang didedikasikan untuk “peningkatan 61 Buletin JICA, op cit, hal 16 78 pengentasan kemiskinan melalui pembangunan daerah”. Program ini berbicara pendekatan yang terintegrasi & terorganisasi antara perkembangan perkotaan & pedesaan, berlapis-lapis kepada pemerintah daerah & masyarakat, serta kolaborasi multi-sektor antara setiap proyek dengan memanfaatkan sebanyak mungkin kombinasi dari skema ODA Jepang. Sementara itu, program ini memprioritaskan pada masalah: (1) Mamminasata (Makassar - Maros - Sungguminasa - Takalar), berupa pembangunan perkotaan sebagai kekuatan pendorong bagi perkembangan regional provinsi, (2) Pembangunan yang seimbang di provinsi Sulawesi Selatan, (3) Peningkatan pemberdayaan sosial melalui perbaikan sistem pendidikan kesehatan dan dasar. Proses pelaksanaan program-program yang telah disusun oleh pihak JICA yang bekerjasama dengan pihak pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun 2008. JICA Makassar mendirikan sebuah Kantor Lapangan (MFO) yang mengelola program melalui kolaborasi ,komunikasi, dan koordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi (BAPPEDA) Provinsi Sulawesi Selatan. Selanjutnya, dalam pelaksanaan program pengembangan Indonesia Timur, salah satunya adalah provinsi Sulawesi Selatan, JICA berfokus pada pengentasan kemiskinan melalui penguatan delapan provinsi yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, dan 79 Maluku utara. Tujuan program ini adalah untuk mendukung inisiatif para pemangku kepentingan dalam mempromosikan pembangunan regional melalui 4 sub-program: 1. Pengembangan sumber daya manusia bagi para pemangku kepentingan dalam pembangunan daerah. 2. Pembangunan ekonomi infrastruktur melalui jaringan ekonomi infrastruktur. 3. Mempromosikan pembangunan daerah berdasarkan karakteristik lokal dan sumber daya 4. Mendukungan pembangunan di daerah/ provinsi lain. c) Reformasi Pemerintahan62 Menciptakan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan, yang pada gilirannya meningkatkan iklim investasi di Indonesia, sehingga reformasi pemerintahan sangat diperlukan dalam konteks administrasi negara, sistem peradilan, serta sistem masyarakat. Untuk alasan ini, ada kebutuhan untuk membangun pemerintahan yang baik pada kerangka kerja menengah dan panjanga. Adapun masalah ini. JICA memfokuskan dukungannya bagi reformasi kepolisian di Indonesia, seperti Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki tugas menjaga dan mengamankan hukum dan ketertiban. "Program Dukungan untuk Reformasi Kepolisian Nasional Indonesia” berfokus pada pembentukan kegiatan polisi sipil di situs model dan penyebaran pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh secara nasional. 62 Buletin JICA, op cit, hal 17. 80 3. Dukungan Perdamaian dan Stabilitas a) Bantuan rekonstruksi dan Peace Building63 Perdamaian dan stabilitas sangat diperlukan bagi suatu negara untuk dapat tumbuh secara ekonomi dan sosial. Sebagai negara rawan bencana alam (mulai dari banjir, gunung berapi, gempa bumi), yang sebagian besar waktu menyebabkan kerusakan fisik yang serius dan korban jiwa. Indonesia perlu Fokus lebih pada pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan. Namun, ketika bencana itu terjadi, JICA akan membantu rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah yang menderita segera dengan memanfaatkan dana darurat, kerjasama teknis, dan dana pinjaman ODA, seperti bantuan yang telah disediakan untuk tahun pada daerah bencana tsunami di Aceh dan Nias ,di tahun 2004. Dari sudut pandang pada penanggulangan bencana, JICA mempromosikan pemanfaatan dan transfer teknologi berdasarkan laporan dari "the Joint Committee of Indonesia and Japan on Disaster Reduction" yang berfokus pada bantuan untuk perencanaan dan pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana, kerangka kerja bidang penanggulangan bencana, penegakan kode bangunan tahan gempa, dan pengelolaan sumber daya air yang berarti pencegahan bencana banjir dan tanah longsor. 63 Buletin JICA, op cit, hal 18 81 b) Keamanan dan kenyamanan transportasi64 Indonesia sebagai negara dengan laut dan lahan yang luas, ketersediaan moda transportasi yang aman adalah suatu keharusan untuk memastikan kelancaran arus orang dan barang dari satu wilayah ke wilayah lain di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, JICA bekerja sama dengan Departemen Perhubungan Republik Indonesia untuk meningkatkan kapasitas lembaga terkait dan fasilitas yang diperlukan untuk mewujudkan kereta api yang aman, transportasi laut, dan penerbangan sipil. Sementara itu, dari segi keamanan, JICA juga memfokuskan bantuannya untuk memperkuat langkah-langkah anti-terorisme dan anti-pembajakan perairan dan pelabuhan Indonesia, yang tidak hanya melalui kerjasama teknis tetapi juga melalui kombinasi penyediaan Bantuan Hibah. 4. Dukungan terhadap Lingkungan Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan wilayah laut yang luas yang kaya dengan sumber daya alam, seperti terumbu karang, hutan, air, minyak, dan gas. Namun, berbagai faktor; mulai dari illegal logging, illegal fishing, kebakaran hutan dan lahan, konversi lahan, untuk industrialisasi, memberikan yang banyak terhadap penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan alam dan hidup, dan pada gilirannya membuat polusi pada air, udara, tanah. Sedangkan, perekonomian suatu negara seperti Indonesia hanya dapat dipertahankan ketika sumber daya alam dan lingkungan hidup digunakan dan dikelola dengan baik. 64 Buletin JICA, op cit, hal 19. 82 Melihat hal tersebut, JICA berkonstribusi untuk support for environment dengan memfokuskan pada pada perbaikan lingkungan alam. Selain itu, melihat efek global terhadap perubahan iklim, JICA telah mulai untuk memasukkan perubahan iklim dalam program kerjasama sejak peluncuran "Cool Earth Partnership" oleh Pemerintah Jepang pada tahun 2008. Dukungan untuk lingkungan alam meliputi peningkatan kapasitas bagi pemerintah pusat dan daerah dalam hal sumber daya alam, pengelolaan hutan lestari, promosi pendidikan lingkungan bagi warga. Sementara itu, dukungan untuk lingkungan perkotaan meliputi peningkatan kapasitas manajemen lingkungan melalui pembentukan sistem pemantauan kualitas air serta pengelolaan sampah melalui promosi 3R (Reduce, Reuse, Recycle). 6. JICA di Sulawesi Selatan Masuknya JICA di Sulawesi Selatan, mengacu pada salah satu program prioritasnya yakni “Pengembangkan Indonesia Timur” yang salah satu di antaranya adalah pengembangan Provinsi Sulawesi Selatan. Provinsi Sulawesi Selatan dianggap memiliki potensi yang besar menjadi basis atau pusat pengembangan Indonesia Timur. Hal ini disebabkan karena pulau Sulawesi menjadi jalur lalu lintas penting dan titik simpul distribusi. Oleh sebab itu, Sulawesi Selatan menjadi salah satu daerah prioritas program JICA. JICA telah menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah provinsi Sulawesi Selatan sejak 1980-an. Pihak JICA telah melakukan kerjasama dengan pemerintah kota Makassar di berbagai sektor. Misi utama keberadaan JICA di Sulawesi Selatan adalah untuk melaksanakan suatu program yang didedikasikan untuk “peningkatan 83 pengentasan kemiskinan melalui pembangunan daerah”. Program ini berbicara pendekatan yang terintegrasi & terorganisasi antara perkembangan perkotaan & pedesaan, berlapis-lapis kepada pemerintah daerah & masyarakat, serta kolaborasi multi-sektor antara setiap proyek dengan memanfaatkan sebanyak mungkin kombinasi dari skema ODA Jepang. Sementara itu, program ini memprioritaskan pada masalah:65 a) Mamminasata (Makassar - Maros - Sungguminasa - Takalar), berupa pembangunan perkotaan sebagai kekuatan pendorong bagi perkembangan regional provinsi, b) Pembangunan yang seimbang di provinsi Sulawesi Selatan, c) Peningkatan pemberdayaan sosial melalui perbaikan sistem pendidikan kesehatan dan dasar. Proses pelaksanaan program-program yang telah disusun oleh pihak JICA yang bekerjasama dengan pihak pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun 2008. JICA Makassar mendirikan sebuah Kantor Lapangan (MFO) yang mengelola program melalui kolaborasi ,komunikasi, dan koordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi (BAPPEDA) Provinsi Sulawesi Selatan. Selanjutnya, dalam pelaksanaan program pengembangan Indonesia Timur, salah satunya adalah provinsi Sulawesi Selatan, JICA berfokus pada pengentasan kemiskinan melalui penguatan delapan provinsi yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, dan 65 Buletin JICA , loc cit. 84 Maluku utara. Tujuan program ini adalah untuk mendukung inisiatif para pemangku kepentingan dalam mempromosikan pembangunan regional melalui 4 sub-program:66 a. Pengembangan sumber daya manusia bagi para pemangku kepentingan dalam Pembangunan daerah. b. Pembangunan ekonomi infrastruktur melalui jaringan ekonomi infrastruktur. c. Mempromosikan pembangunan daerah berdasarkan karakteristik lokal dan sumber daya d. 7. Mendukungan pembangunan di daerah/ provinsi lain. JICA bidang Lingkungan Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan wilayah laut yang luas yang kaya dengan sumber daya alam, seperti terumbu karang, hutan, air, minyak, dan gas. Namun, berbagai faktor, mulai dari illegal logging, illegal fishing, kebakaran hutan dan lahan, konversi lahan, untuk industrialisasi, memberikan yang banyak terhadap penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan alam dan hidup, dan pada gilirannya membuat polusi pada air,udara,dan tanah. Sedangkan, perekonomian suatu negara seperti Indonesia hanya dapat dipertahankan ketika sumber daya alam dan lingkungan hidup digunakan dan dikelola dengan baik. Melihat hal tersebut, JICA berkonstribusi untuk support the environment dengan memfokuskan pada pada perbaikan lingkungan alam. Selain itu, melihat efek global terhadap perubahan iklim, JICA telah mulai untuk memasukkan perubahan 66 Buletin JICA, loc cit. 85 iklim dalam program kerjasama sejak peluncuran "Cool Earth Partnership" oleh Pemerintah Jepang pada tahun 2008. Dukungan untuk lingkungan alam meliputi peningkatan kapasitas bagi pemerintah pusat dan daerah dalam hal sumber daya alam, pengelolaan hutan lestari, promosi pendidikan lingkungan bagi warga. Sementara itu, dukungan untuk lingkungan perkotaan meliputi peningkatan kapasitas manajemen lingkungan melalui pembentukan sistem pemantauan kualitas air serta pengelolaan sampah melalui promosi 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Bidang pengelolaan sampah, khususnya di Makassar, JICA telah menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah kota Makassar khususnya Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Makassar sejak 1980. Program Pertama JICA berupa URBAN 3, kemudian berubah menjadi Urban 5 Setelah terjadi perubahan program menjadi IUIDP. Semakin tingginya kepedulian terhadap lingkungan IUIDP berubah menjadi P3KT, setelah itu berubah lagi menjadi Minasamangupata. Minasmangupata berubah menjadi Minasamaupa, dan diperkecil dalam kata Mamminasata. Program Mamninasata inilah yang masuk ke dalam proyek bantuan JICA dalam penanganan sampah tahun 2008-2012. Namun, fokus terhadap kondisi sampah perkotaan Makassar lebih diutamakan. Jumlah sampah kota Makassar lebih banyak dibandingkan dengan kabupaten Sunguminasa, Maros, Takalar. Sehingga, dibutuhkan fokus dalam penanganan sampah kota Makassa. B. Penanganan Sampah Kota Makassar Kota Makassar yang dulu dikenal dengan Ujung Pandang adalah kotamadya dan sekaligus ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Kota Makassar memiliki letak yang 86 strategis karena posisinya yang berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam provinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Secara geografis wilayah kota Makassar berada pada koordinat 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. Adapun batas-batas wilayah kota Makassar, yakni Sebelah utara kota Makassar berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Pangkajene, bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Bone, sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Maros. Aspek pembangunan yang semakin meningkat dan juga secara demografis terdapat berbagai suku bangsa yang terdapat di kota Makassar, menggolongkan Makassar menjadi salah satu kota terbesar di Indonesia. Pembangunan yang semakin hari semakin bertambah dan semakin meluas membuat Makassar menjadi seperti kota metropolitan. Hal itu juga disebabkan oleh faktor bertambahnya jumlah penduduk kota Makassar yang berasal dari berbagai suku bangsa, misalnya suku Bugis, Makassar, Mandar, Toraja, Buton, Jawa, dan Tionghoa. Kota Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0-5 derajat ke arah barat, diapit dua muara sungai yakni sungai Tallo yang bermuara di bagian utara kota dan sungai Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas wilayah kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 km2 daratan dan termasuk 11 pulau di selat Makassar ditambah luas wilayah perairan kurang lebh 100km2, dengan jumlah penduduk sebagai berikut: 87 Tabel 3.7 : Statistik Jumlah Penduduk Kota Makassar No Tahun Jumlah Penduduk 1 2008 1. 253.656 2 2009 1. 271.870 3 2010 1. 338.663 1. 352. 136 4 2011 Sumber: BPS Sul-Sel diakses melalui http://sulsel.bps.go.id/subyek/3/114/jumlahpenduduk-menurut-kabupaten-kota-%09di-sulawesi-selatan-2006%E2%80%93-2010. Tanggal 15 Mei 2013 Berdasarkan pada tabel 3.7 di atas menjelaskan bahwa Makassar yang kini merangkak menjadi kota modern-metropolis di antara jargon-jargon “Water front City”, “Great Expectation”, Save our City”, “Makassar untuk Semua”, “Kota Dunia 2025” dan semacamnya. Jargon-jargon itu sesungguhnya mempertegas bahwa kota Makassar adalah wilayah yang menarik bagi siapa saja untuk datang mengadu keberuntungan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Investor dan kaum urban bertarung di dalam ruang kota yang hanya 175,77km. Mereka sukses menjadi kaya dan berkuasa, sedangkan yang tidak beruntung hidup dalam kemiskinan dan kekumuhan. Kenyataan kota yang semakin modern membawa implikasi langsung pada produksi sampah (limbah). Kota yang dibangun di bawah kendali filsafat perdagangan bebas menuntut adanya ketebukaan investasi dan persaingan ekonomi. Tolak ukur pertumbuhan kota adalah volume, insfrastruktur, sarana transportasi, pusat-pusat jasa dan perkantoran, hotel, pusat-pusat perniagaan, tempat hiburan dan 88 pelesir. Semua ini menuntut pembebasan lahan, perebutan ruang ekonomi, dan berakhir pada persoalan produksi sampah yang tak terkendali. Berikut ini merupakan daftar perbandingan penanganan sampah kota Makassar dalam (M3 perhari) dari tahun 2008 s/d tahun 2012. Tabel 3.8 : Daftar perbandingan penanganan sampah kota Makassar dalam (M3 perhari) dari tahun 2008 s/d tahun 2012. (%) Tahun Timbulan No Tertangani Terhadap Pelayanan Sampah Timbulan 3 1 2008 3.812,69 M /hari 3,315,20 M3/hari 86,95 % 2 2009 3.680,03 M3/hari 3,278,12 M3/hari 89,08% 3 3 2010 3.781,23 M /hari 3.373,42 M3/hari 89,21 % 4 2011 3.923,52 M3/hari 3.520,07 M3/hari 89, 72 % 5 2012 4.057,28 M3/hari 3.642,56 M3/hari 89,78% Sumber : Daftar perbandingan penanganan sampah kota Makassar dalam (M3 perhari) dari tahun 1997-2012 oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Makassar, hal 1 Berdasarkan tabel 3.8 di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa semakin hari, semakin diperlukan tenaga dan cara yang lebih efektif untuk menangani sampahsampah kota Makassar. Peningkatan jumlah penduduk kota Makassar menyebabkan meningkatnya jumlah produksi sampah kota Makassar itu sendiri. Peningkatan jumlah sampah yang tak terkendali ini merupakan masalah yang tidak lagi baru yang sampai saat ini belum menemukan cara yang efektif untuk mengatasinya. Sampah merupakan salah satu bagian yang tidak bisa dpisahkan dari kehidupan manusia saat ini. Ia selalu dianggap sebagai barang yang tak bernilai lagi. Sehingga, sebagian besar manusia menyepelekan hal ini. Ditimbun, ditumpuk, atau dibakar selalu dianggap sebagai solusi yang tepat bagi pemerintah dalam 89 menyelesaikan berbagai persoalan sampah di negeri ini. Pengelolaan sampah menjadi pupuk kompos dan pendaur ulang hanya menjadi sebuah wacana yang dikoarkoarkan pemerintah. Namun, pada akhirnya, sampah akan digiring masuk ke TPA, ditumpuk dan dibiarkan begitu saja. Pertumbuhan penduduk kota yang tinggi serta meningkatnya kegiatan pembangunan di berbagai sektor, menimbulkan berbagai masalah di wilayah-wilayah perkotaan yang antara lain urbanisasi, permukiman kumuh, persampahan dan sebagainya. Namun, permasalahan yang dialami hampir di seluruh kota di Indonesia adalah masalah persampahan. Penanganan sampah yang selama ini dilakukan belum sampai pada tahap memikirkan proses daur ulang atau menggunakan ulang sampah tersebut, penanganan sampah yang selama ini dilakukan hanya mengangkutnya dari tempat sampah di permukiman kota dan membuangnya ke tempat pembuangan sampah akhir atau membakarnya, Cara seperti ini kurang bisa mengatasi masalah sampah karena masih dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Makassar yang kini terkenal dengan slogannya “Makassar Kota Dunia” belum mampu mengurus masalah sampah. Padahal untuk menjadi sebuah kota yang nyaman harus memperhatikan kebersihan dan kenyamanan lingkungannya. Berbeda dengan kota Makassar, berdasarkan pengamatan penulis masih banyak terdapat timbulan sampah yang berada di bahu jalan atau di lahan kosong tanpa wadah. Kondisi tersebut dapat menyebabkan lingkungan di sekitarnya menjadi tidak nyaman dan tidak sehat seperti menyebarkan bau yang tidak sehat, rentan terhadap penyakit, serta pemandangan yang tidak indah. 90 Selain itu, sistem pengangkutan yang dilakukan petugas kebersihan masih perlu dikaji kembali, dimana masih terjadinya keterlambatan dalam waktu pengangkutan sampah sehingga mengakibatkan banyak masyarakat yang membuang sampah di sembarang tempat yang disebabkan terlalu banyaknya sampah yang bertumpuk, belum lagi ditambah dengan bau sampah itu sendiri. Hal ini apabila terus dilakukan, maka semakin lama akan terjadi pencemaran lingkungan. Begitu pula halnya dengan pembuangan sampah di TPA, sampah dibuang begitu saja tanpa melakukan proses 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle), sehingga sangat memicu pemanasan global akibat unsur gas metan yang terkandung dalam tumpukan sampah tersebut. TPA Tamangapa merupakan TPA kota Makassar, dimana seluruh kecamatan di kota Makassar membuang sampah di TPA tersebut. Ribuan bahkan jutaan sampah dibiarkan percuma begitu saja. Hilir mudik truk sampah tak henti masuk membuang barang-barang sisa manusia ini, membiarkan sampah-sampah bertumpuk begitu saja. Sampah-sampah tersebut hanya dimanfaatkan oleh para pemulung yang berdomisili di sekitar tempat tersebut, dan jelas ini belum menjadi solusi yang baik. Teknik pengolahan sampah di TPA Tamangapa ini masih menggunakan teknik pengolahan open dumping. Sistem open dumping merupakan sistem terbuka, dimana sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa ada perlakuan apapun. Tidak ada penutupan tanah. Sehingga teknik pengolahan sampah seperti ini memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. 91 Pengolahan sampah dengan cara open dumping ini menghasilkan gas metan. Fakta ilmiah menunjukkan bahwa sampah adalah salah satu penyumbang efek rumah kaca dalam bentuk metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Pembuangan sampah melalui TPA mengakibatkan sampah organik yang tertimbun mengalami dekomposisi secara anaerobik, proses itu menghasilkan gas CH4 (metana). Metana sendiri mempunyai kekuatan merusak hingga 20-30 kali lebih besar daripada CO2.67 Kebocoran gas metan ke atmosfer dalam jumlah yang besar dan terus-menerus dapat memicu pemansan global. Gas metan merupakan salah satu gas rumah kaca yang 19kali mampu menahan panas dibandingkan CO2. Efek gas metan lainnya yaitu mampu menghilangkan gas oksigen suatu ruangan. Misalnya di ruangan berventilasi terjadi kebocoran gas metan, maka gas metan akan menempati posisi gas oksigen dalam larutan udara dan gas oksigen akan keluar dari ruangan Hal itu mampu menyebabkan gejala sesak napas, karena cenderung menghalangi oksigen yang masuk ke dalam tubuh, sehingga kadar oksigen yang dihirup oleh manusia menjadi berkurang. Gas metan salah satu unsur yang terdapat dalam LPG. Campuran 5% metana dengan udara saja mampu menyebabkan ledakan yang membahayakan. Berdasarkan laporan dari warga sekitar TPA Tamangapa ini, setiap tahun mengalami kebakaran baik kebakaran kecil sampai 67 Fitriawati dkk., 2012, “Nasib Sampah di Ujung Kota Makassar”, Menakar Limbah Kota. Kedai Buku Jenny: Makassar, Hal. 18-19. 92 kebakaran besar, seperti yang terjadi pada tahun 200968. Sehingga, dibutuhkan sebuah cara baru dalam pengolahan sampah ini. Berdasarkan realita yang ada, kota Makassar menghasilkan sekitar 3.800 m3 sampah perkotaan setiap harinya. Padahal kapasitas maksimum dari TPA Tamangapa hanya sekitar 2.800 m3 sampah. Lahan TPA tambahan akan diperlukan untuk pembuangan 1.000 m3 sisa sampah. Sebagian besar sisa sampah berasal dari aktivitas penduduk seperti di pasar, pusat perdagangan, rumah makan, dan hotel. Tetapi, sampah-sampah tersebut tidak dipisahkan berdasarkan jenisnya, yakni berupa sampah organik dan anorganik sehingga selain karena dampaknya yang mencemari lingkungan, tidak adanya pemisahan sampah berdasarkan jenisnya membuat sampah ini sulit untuk dimanfaatkan kembali. Mengingat sistem pengolahan sampah di TPA Tamangapa masih berupa sistem open dumping . Tabel 3.9: Peralatan yang digunakan dalam Kegiatan Pengangkutan Sampah Kota Makassar (2008) Jenis Angkutan Jumlah (unit) 3 Gerobak (1m ) 299 3 Truk Pengangkut (6m ) 64 Truk Arm Roll (6m3) 48 3 Truk Arm Roll (10m ) 2 Kompaktor (6m3) 4 Motor Becak 6 Kendaraan Lainnya 12 Sumber: Pengelolaan Limbah Padat, 2009, Studi Implementasi Rencana Tata Ruang Terpadu Wilayah Metropolitasn Mamminasata. Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Makassar. 68 Ibid, hal 19. 93 Pada tabel 3.9 di atas menggambarkan bahwa kurangnya jumlah peralatan yang digunakan menjadi salah satu faktor kota Makassar penuh dengan sampah. Penanganan sampah di kota Makassar saat ini masih belum memberikan hasil yang memuaskan, terutama penanganan sampah di wilayah TPA itu sendiri. Saat ini penanganan sampah kota Makassar ditangani oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Makassar, selain itu Dinas PPLP Sulsel juga turut membantu dalam penanganan sampah ini, namun karena kurangnya koordinasi antar pihak pemerintah dan masyarakat sehingga permasalahan sampah kota Makassar hanya diembankan pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan, begitu pula dengan kondisi TPA Tamangapa yang butuh perhatian lebih. Terdapat beberapa perusahaan yang bergerak dalam pengelolaan sampah ini di TPA ini, yakni PT. ORGI, merupakan proyek pengelola sampah dengan kemampuan pengolahan mencapai 100 ton/hari. Namun proyek yang berdiri sejak tahun 1990 ini kini tidak terlalu aktif dalam mengelola sampah yang berada di TPA Tamangapa. Selanjutnya, PT. Gikoko Kokyo, sebuah perusahaan yang mengolah sampah menjadi metan, tetapi sejak berdirinya di tahun 2009 belum memberikan konstribusi yang banyak bagi lingkungan dan PAD kota Makassar. Selain PT. ORGI dan PT. Gikoko Kokyo juga terdapat perusahaan pengelola sampah yakni PT. Fastindo Global Utama Group Indonesia sebuah perusahaan yang mengelola sampah organik menjadi kompos dan non-organik menjadi bahan bakar briket berkalori 94 rendah. Tetapi, perusahaan ini belum menunjukkan hasil yang maksimal terhadap pengelolaan sampah di TPA.69 Berdasarkan pada fenomena-fenomena tersebut JICA bekerjasama dengan pemerintah kota Makassar melalui persetujuan pemerintah pusat dalam penanganan sampah kota Makassar ini. Bantuan penanganan sampah dari pihak JICA ini berupa bantuan pembangunan TPA baru berbasis sanitary landfill. Perlu kita ketahui bahwa, pembangunan TPA Tamangapa Antang, merupakan salah satu bantuan dari pihak JICA di kota Makassar. Detail proyek bantuan ini berupa bantuan kerjasama teknis berupa bantuan konsultan dan tenaga ahli dari Jepang serta bantuan pinjaman dana. Sebelum membuat rencana pembangunan TPA, tim JICA mengadakan survei tentang kondisi geografis, demografi, air, tanah, kota Makassar terlebih dahulu, setelah semua selesai tim JICA kemudian membuat master plan tentang proyek pengolahan sampah yang baru. Meski proyek ini berupa proyek gabungan antara Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar) berlokasi di Kab.Gowa, namun perhatian penanganan sampah masih lebih berfokus pada penanganan sampah kota Makassar, hal ini terbukti pada adanya program JICA di bidang lingkungan ini selain pembangunan TPA baru. Hal tersebut juga dilandasi oleh kondisi kota Makassar sebagai basis kegiatan ekonomi dan politik, yang menghasilkan sampah 3.642,56 M3/hari70. Bantuan proyek penanganan sampah dari tim JICA ini yang berupa pembangunan TPA baru menggunakan dana pinjaman dari JBIC yang disalurkan 69 70 Ibid, hal 23-24; Daftar perbandingan penanganan sampah kota Makassar dalam (M 3 perhari) dari tahun 1997-2012 oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Makassar. 95 melalui JICA. Total pinjaman dana ini sebesar ¥3,543,000,00071. Proyek dari JICA ini telah berakhir di tahun 2012 lalu. Pembangunan proyek TPA baru ini dilaksanakan oleh pemerintah daerah Sulawesi Selatan (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Makassar, Satker PPLP Sul-Sel, Dinas PU Sulsel, Bappeda, UPTD Mamminasata, Pemerintah Kabupaten Maros, Sunguminasa dan Takalar, serta konsultan dari Nippon Koi.ltd. Salah satu konsultan tenaga ahli, sekaligus perpanjangtangan dari pemerintah Jepang. 71 Loan Agreement NO. IP-588 , JICA and Indonesia for Regional Solid Waste Management for Mamminasata, South Sulawesi. 96 BAB IV PERANAN JICA DALAM PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN MAKASSAR A. Faktor Pendorong dan Penghambat JICA dalam menangani sampah kota Makassar 1. Faktor Pendorong Pertama; Misi Kemanusiaan. Kehadiran JICA di Indonesia, khususnya di kota Makassar adalah sebuah komitmen akan sebuah misi yang hendak dicapai dalam membangun negara-negara berkembang. Misi tersebut, telah dicapai melalui berbagai kerjasama, termasuk kerjasama yang dilakukan oleh pihak JICA dengan pihak pemerintah Indonesia. Selain komitmen tersebut, komitmen akan kerjasama atau perjanjian yang telah disepakati bersama oleh pihak Jepang melalui JICA dan Indonesia, dalam melaksanakan berbagai program dalam memecahkan berbagai masalah dalam lingkungan. Selama ini JICA telah menjalin kerjasama dengan pemerintah Indonesia sejak tahun 1974. Tak bisa dipungkiri bahwa kerjasama ini telah mencakup berbagai bidang. Di Sulawesi Selatan sendiri, JICA telah menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah provinsi Sulawesi Selatan sejak 1980-an. Pihak JICA telah melakukan kerjasama dengan pemerintah kota Makassar di berbagai sektor. Misi utama keberadaan JICA di Sulawesi Selatan adalah untuk melaksanakan suatu program yang didedikasikan untuk “peningkatan pengentasan kemiskinan melalui pembangunan daerah”. Program ini berbicara pendekatan yang terintegrasi & 97 terorganisasi antara perkembangan perkotaan & pedesaan, berlapis-lapis kepada pemerintah daerah & masyarakat, serta kolaborasi multi-sektor antara setiap proyek dengan memanfaatkan sebanyak mungkin kombinasi dari skema ODA Jepang. Sementara itu, program ini memprioritaskan pada masalah:72 (4) Mamminasata (Makassar - Maros - Sungguminasa - Takalar), berupa pembangunan perkotaan sebagai kekuatan pendorong bagi perkembangan regional provinsi, (5) Pembangunan yang seimbang di provinsi Sulawesi Selatan, (6) Peningkatan pemberdayaan sosial melalui perbaikan sistem pendidikan kesehatan dan dasar. Kedua: Transfer teknologi. Kehadiran JICA di Makassar khususnya dalam bantuan penanganan sampah kota Makassar bertujuan untuk transfer teknologi. Jepang. Negara ini selain memiliki kekuatan finansial yang baik juga memiliki manajemen lingkungan yang baik. Kita bisa melihat, negara ini disiplin dalam mengolah sampah. Bahkan membuat aturan langsung pengolahan sampah. Mereka telah menyiapkan dua buah kantong besar dengan warna yang berbeda; hijau dan merah. Selain itu, ada beberapa kategori lainnya yaitu: botol pet, botol, beling, kaleng, batu baterai, barang pecah belah, sampah besar dan elektronik yang masingmasing memiliki cara pengolahan dan jadwal pembuangan sampah. Pengolahan sampah seperti bukan hanya terjadi di rumah, departemen store, convencienstore. Di supermaket juga disediakan kotak-kotak sampah untuk tujuan recycle (daun ulang). 72 Buletin JICA , op cit., hal.16 98 Setelah dipilah-pilah, sampah yang dapat di daur ulang (aerob) akan dikelola oleh sebuah perusahaan. Sampah tidak dapat di daur ulang (anaerob) akan dibakar di sebuah mesin besar incerator, yang hasil pembakarannya menghasilkan gas yang berguna untuk pemanasan air, ruangan bahkan sebagai pembangkit listrik. Pada tahun 2010 pabrik pengolah sampah Maishima di Osaka menghasilkan 50 juta watt listrik. 73 Kebanyakan kota di Jepang telah diperkenalkan sistem colection sampah, di mana penduduk memisahkan sampah berdasarkan kategori sampah dibakar, sampah tidak dibakar, limbah massal, dan sebagainya. Pengumpulan sampah tersebut berdasarkan pada hari yang telah ditetapkan. Kertas, botol kaca, kaleng, dan botol plastik dikumpulkan sebagai barang daur ulang. Terdapat 21 pabrik pembuangan limbah yang bertugas untuk menangani semua sampah. Kita Incineration Plant, salah satu pabrik pengolah sampah membakar 600 ton sampah setiap hari. Truk membawa sampah yang telah dikumpul ke sebuah tempat yang disebut "waste bunker", yang di gedung yang sama untuk insinerator. Pabrik ini beroperasi 24 jam sehari. Sampah dibakar pada suhu lebih dari 800oC untuk mencegah pembentukan dioxin berbahaya, pabrik memiliki fasilitas untuk mengendalikan polusi pabrik, seperti menghilangkan bahan berbahaya berupa partikel dan nitrogen exdes. Bahkan pabrik ini terletak di 73 Fitriawati, Furqan Majid dan Nur Alam N, Loc cit. 99 sebelah pusat perumahan, dan menerapkan peraturan sendiri pengendalian polusi yang jauh lebih ketat daripada persyaratan hukum. 74 Ketiga; Faktor geografis. Kota Makassar yang dulu dikenal dengan Ujung Pandang adalah kotamadya dan sekaligus ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Kota Makassar memiliki letak yang strategis karena posisinya yang berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam provinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Dengan kata lain, wilayah kota Makassar berada koordinat 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. Berdasarkan gambaran selintas mengenai lokasi dan kondisi geografis Makassar memberi penjelasan bahwa secara geografis kota Makassar memang sangat strategis dilihat dari sisi kepentingan ekonomi maupun politik. Dari sisi ekonomi, Makassar menjadi simpul jasa distribusi yang tentunya akan lebih efisien dibandingkan daerah lain. Memang selama ini kebijakan makro pemerintah yang seolah-olah menjadikan Surabaya sebagai home base pengelolaan produk-produk draft kawasan Timur Indonesia, membuat Makassar kurang dikembangkan secara optimal. Padahal dengan mengembangkan Makassar, otomatis akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan Timur Indonesia dan percepatan pembangunan. Dengan demikian, dilihat dari sisi letak dan 74 Ministry of Foreign Affairs of Japan, “Waste Management and Recycling”, Japan: Eco-Friendly Country, No.7, September 2012. 100 kondisi geografis Makassar memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lain di Kawasan Timur Indonesia. Saat ini Kota Makassar dijadikan inti pengembangan wilayah terpadu Mamminasata. Posisi geogstrategi ini menjadikan kota Makassar sebagai titik simpul distribusi. Alasan ini juga dikemukakan oleh pihak JICA melalui sebuah buletin yang dikeluarkan pada tahun 2008 yang berjudul JICA in Indonesia. Alasan geografis inilah yang menjadi salah satu faktor perlu diadakan pengembangan Indonesia Timur. Berdasarkan dari hal ini kita bisa melihat faktor geografi menjadi salah satu bentuk alasan yang mendorong adanya bantuan luar negeri Jepang melalui JICA ke Sulawesi Selatan ini. Faktor pendorong adanya kerjasama JICA di Sulawesi Selatan adalah Sulawesi Selatan khususnya Makassar merupakan salah satu daerah yang memiliki banyak potensi, namun tidak mendapatkan perhatian banyak bagi pemerintah pusat Indonesia. Adanya kesenjangan antara daerah Indonesia timur dan barat, menarik perhatian bagi pihak JICA untuk turut serta dalam membangun daerah ini, khususnya Makassar. Makassar merupakan sebuah kota yang memiliki berbagai macam potensi untuk berkembang dan menjadi pusat perekonomian dan politik disebabkan karena posisinya yang strategis. Selain dari itu, Makassar merupakan salah satu titik simpul distribusi. Keempat; Faktor Demografis. Indonesia bagian Timur memiliki jumlah penduduk di Sulawesi Selatan lebih banyak dibandingkan di daerah-daerah Indonesia lainnya. Terutama di kota Makassar yang menjadi pusat perkembangan ekonomi dan 101 politik. Hal ini didukung oleh slogan JICA bahwa pembangunan ditujukan pada daerah-daerah yang padat penduduknya harus mendapat pelayanan kebutuhan dasar yang sesuai dengan jumlah penduduknya. Selain itu pemerintah Sulawesi Selatan khususnya pemerintah kota Makassar mendukung adanya bantuan JICA di bidang lingkungan hidup ini terkhusus dalam bantuan penanganan sampah. Berikut ini tabel persebaran penduduk perkecamatan tahun 2010 Tabel 4.1 : Jumlah Penduduk Kota Makassar per Kecamatan Tahun 2010 JML. PENDUDUK PERSENTASE NO KECAMATAN (%) Pria Wanita Total 1 Mariso 26.752 26.562 53.314 4,3 2 Mamajang 29.745 29.223 58.968 4,8 3 Tamalate 74.839 73.750 148.589 12,1 4 Rappocini 69.228 70.263 139.491 11,4 5 Makassar 39.883 40.991 80.874 6,6 6 Ujung Pandang 13.814 14.127 27.941 2,3 7 Wajo 17.170 17.008 34.178 2,8 8 Bontoala 29.497 30.779 60.276 4,9 9 Ujung Tanah 24.215 23.052 47.267 3,8 10 Tallo 67.186 64.972 132.158 10,8 11 Panakukang 64.446 66.783 131.229 10,7 12 Manggala 48.281 48.351 96.632 7,8 13 Biringkanaya 62.738 62.898 125.636 10,2 14 Tamalanrea 43.255 43.732 86.987 7,1 Jumlah 611.049 612.491 1.223.540 100,00 Sumber: BPS Kota Makassar, 2011. Sedangkan jumlah penduduk kota Makassar berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut: 102 Tabel 4.2 : Jumlah Penduduk Makassar berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2008 2009 2010 2011 Jumlah Pria (jiwa) 601.379 610.270 662.009 667.681 Jumlah Wanita (jiwa) 652.277 662.079 676.654 684.455 1.253.656 1.272.349 1.338.663 1.352.136 - 1 - - - 7.236 - - Total Jiwa Pertumbuhan Penduduk (%) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Sumber: BPS Kota Makassar, 2008-2011, diakses melalui http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/demografipendudukjkel.ph p?ia=7371&is=37, tanggal 21 Mei 2013. Berdasarkan pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 di atas menjelaskan bahwa setiap tahunnya jumlah penduduk kota Makassar meningkat sekitar 10-20%. Selain karena faktor meningkatnya angka kelahiran, faktor untuk mencari rezeki, dan faktor banyaknya pendatang yang sedang menempuh pendidikan di kota Makassar, terjadi peningkatan jumlah penduduk kota Makassar setiap tahunnya. Jumlah penduduk kota Makassar yang semakin hari semakin meningkat, menjadi sasaran pasar otomotif Jepang di kota Makassar. Kita bisa melihat semakin meningkatnya warga kota masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor hasil produksi Jepang. Berdasarkan data dari Direktorat Lalu Lintas Polda Sulsel, jumlah kendaraan beroperasi di Makassar pada tahun 2011 mencapai 2,4 juta unit. Sebanyak 1,1 juta di antaranya adalah sepeda motor dan 1,3 juta adalah mobil atau roda empat. 103 Jumlah kendaraan di Makassar melonjak dari tahun 2004 dan saat itu hanya 527.040 unit. 75 Meningkatnya jumlah penduduk kota Makassar setiap tahunnya menjadikan Makassar menjadi konsumen yang baik bagi pangsa pasar otomotif Jepang. Jepang sangat terkenal dengan produk transportasinya. Kendaraan bermotor di Jepang di produksi oleh beberapa perusahaan otomotif di Jepang, misalnya Daihatsu, Honda, Hino, Mitsubishi, Nissa, Suzuki, Toyota, Mazda, dan Yamaha. Berbagai produk otomotif tersebut banyak diminati oleh warga masyarakat kota Makassar. Selain itu, Jepang juga memproduksi alat transportasi canggih seperti Kereta tercepat di dunia. Bahkan beberapa jenis kereta di Indonesia di impor dari Jepang, sayangnya kereta yang diimpor adalah kereta bekas. Selain produk otomotif, Jepang juga terkenal dengan poduk teknologinya. Misalnya: Sony, Canon, Panasonic, Toshiba, Sanyo, Hitachi, Sharp, Olympus, Epson, dan Fujitsu. Berbagai merek-merek teknologi produksi Jepang ini sangat terkenal di kota Makassar. Meski saat ini produksi barang China menjamur seperti Mito, Huawei, Lenovo, namun produk-produk teknologi Jepang masih memiliki rating tertinggi disebabkan memiliki kualitas yang baik, sehingga memiliki peminat yang banyak di kalangan masyakarat kota Makassar. Kelima; Permintaan Pemerintah. Adanya bantuan JICA di Makassar merupakan permintaan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Kurangnya dana dan kurangnya SDM (Sumber daya Manusia) di kota Makassar menjadi salah 75 Edi Sumardi, “Pertumbuhan Kendaraan tak Sebanding Jalan”, Tribun Timur, 25 Nopember 2012. 104 satu alasan keberadaan JICA di Makassar. Banyaknya tenaga ahli JICA yang dimilikinya di berbagai bidang serta peran JICA sebagai organisasi penyalur dana ODA menjadikan pemerintah Indonesia menginisiasi kerjasama ini. 2. Faktor Penghambat Faktor penghambat JICA dalam mengimplementasikan programnya di Sulawesi Selatan, khususnya di kota Makassar. Hingga sampai saat ini belum menemukan hal-hal yang menghambat jalannya program kecuali faktor sosial. Faktor sosial ini yang dimaksud adalah faktor lingkungan sosial masyarakat yang tidak memberikan dukungan penuh terhadap penanganan sampah di kota Makassar. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap sampah ini, membuat sampah bertebaran dimana-mana, termasuk pada permasalahan pembangunan TPA baru yang membuat beberapa masyarakat tidak menerima dibangunnya sebuah TPA di lingkungannya. Untuk mencapai sebuah lingkungan yang bersih dan sehat tak hanya didukung oleh pemerintah saja, namun dukungan dari masyarakat juga sangat diperlukan sehingga semua rencana dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Adanya dukungan JICA terhadap penanganan sampah kota Makassar sangat membantu pekerjaan rumah pemerintah kita. Namun hingga saat ini kesadaran masyarakat kota Makassar masih kurang mengingat masih banyaknya sampah yang bertebaran dimana-mana termasuk tepi jalan raya dijadikan sebagai TPS (Tempat Pembuangan Sementara). Menurut Buyung, salah satu staff di Bidang Pengembangan Kapasitas Kebersihan,Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Makassar menyatakan bahwa : 105 Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah terbagi menjadi dua aspek yaitu aspek aktif dan pasif. Aspek aktif itu masyarakat harus turut serta dalam mengolah sampahnya sedangkan aspek pasifnya itu masyarakat diwajibkan membayar retribusi persampahan.76 Selan dari faktor masyarakat, juga didasari oleh kurangnya pegawai Dinas kebersihan yang bertugas mengumpulkan sampah ini juga menjadi faktor pemicu masih banyaknya sampah yang berserakan di kota Makassar. Tabel 4.3 : Jumlah Pekerja di Bidang Kebersihan Kota Makassar 2011 Sub Unit Tugas Jumlah Staff Pengawas Pengangkutan Sampah Sopir Operator Alat Berat Pekerja Penyapuan 6 Orang 10 Orang 133 Orang 7 Orang 216 Orang Pengawas 3 Orang Pemotong Rumput 3 Orang Pekerja 80 Orang Staff 85 Orang UPTD TPA Operator Alat Berat 5 Orang Sumber: Potensi Pegawai Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar, Desember 2011. Hal. 1 76 Buyung, staff di Bidang Pengembangan Kapasitas Kebersihan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Makassar ( Wawancara, 5 April 2013) 106 Selain karena faktor kurang pegawai dinas kebersihan dalam mengumpulkan sampah, faktor banyaknya sampah kota Makassar juga dipengaruhi oleh faktor sarana dan prasarana Tabel 4.4: Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah kota Makassar (2011) Sarana Pengelolaan Sampah Usia Jumlah > 10 Tahun 37 unit >5 Tahun 52 unit < 5 Tahun 56 unit Motor tiga roda (motor sampah) - 31 unit Container - 276 unit Bakhoe Loader Sejak tahun 1995 3 unit Wheel Loader W70 Sejak tahun 1984 1 unit Wheel Excavator Sejak tahun 2006 1 unit Kendaraan Pengangkut Sampah Prasarana Pengelolaan Sampah Lahan TPA 143 ha Bangunan Bengel 1 unit Jembatan Timbang 1 unit Kantor Pengelola TPA 1 unit Sumber: Rencana Strategis SKPD 2009-2014 DK dan Pertamanan Kota Makassar, hal.5 Berdasarkan pada tabel 4.3 dan 4.4 di atas memberikan penjelasan bahwa jumlah pekerja atau tenaga operasional untuk pengangkutan sampah juga sarana 107 pengelolaan sampah saat ini masih kurang sehingga tidak seimbang antara pekerja, sarana dan jumlah sampah yang ingin diangkut dan diolah. Banyaknya jumlah penduduk menghasilkan sampah yang banyak setiap harinya sementara pekerja dan sarana dan prasarana dalam menjaga kebersihan tidak memadai. Penulis menyadari bahwa kehadiran pihak JICA di Makassar selain karena menjalankan sebuah misi dalam mendukung keberlangsungan lingkungan hidup, juga terdapat sebuah kepentingan yang tak terlihat secara kasat mata. Jika hal tersebut ingin dibuktikan, salah satu buktinya adalah salah satu negara tujuan ekspor SDA (Sumber Daya Alam ) Sulawesi Selatan adalah Jepang. Kita bisa menelusuri kembali asal usul dana bantuan JICA, dimana berasal dari sokongan pemerintah Jepang yang berupa ODA (Official Development Assistance). Berikut ini daftar ekspor sumber daya alam Sulawesi Selatan di berbagai negara mulai tahun 2009-2012. Tabel 4.5:Daftar Ekspor SDA Sulsel Tahun 2009 JUMLAH (US $ juta) NO NEGARA Nopember Desember 39,923 24,920 1 Amerika Serikat 6,810 11,813 2 Malaysia 4,706 4,971 3 Jepang 4,494 4 Singapura 4,142 3,746 5 China 27,095 6 Brazil Sumber: BPS Sul-Sel, 2009, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-impor, tanggal 10 April 2013. Dari tabel 4.5 di atas menjelaskan bahwa pada tahun 2009 jumlah ekspor SDA Sulawesi Selatan terbesar ditujukan ke Amerika Serikat. Ekspor Sulawesi 108 Selatan ke negara-negara di atas pada tahun 2009 berupa kakao (HS18), ikan dan udang (HS03), kayu dan barang dari kayu (HS44), dan biji-bijian berminyak (HS12). Namun terjadi perubahan negara tujuan ekspor di tahun 2010, sebagaimana yang tertera dalam tebel berikut ini: Tabel 4.6 : Daftar Ekspor SDA Sulsel Tahun 2010 JUMLAH (US $ Juta) NEGARA Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nop Des Jepang 253,291 90,891 96,647 6,113 207,483 110,210 110,199 83,186 150,001 154,772 5,320 170,215 AS 33,344 8,921 19,118 4,580 6,437 8,770 63,450 19,363 17,218 21,772 8,880 8,678 China 2,931 2,721 3,962 4,038 4,066 5,753 - 9,362 6,317 9,117 5,167 9,813 Singapura 2,853 2,358 7,316 - - - 16,139 - 2,054 15,940 - - Malaysia 10,714 12,926 8,302 4,718 12,069 14,707 35,992 11,393 11,045 35,291 5,978 13,531 Jerman - - - - - - - - - - 3,536 - Brazil - - - - - 8,920 - 27,296 - - - 22,102 Korea - - - 14,067 - - - - - - - - Kanada - - - - 4,292 - - - - - - - Belanda - - - - - - 15,046 - - - - - Sumber: BPS Sul-Sel,2010, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-danimpor, tanggal 10 April 2013. Berdasarkan tabel 4.6 di atas menggambarkan bahwa dalam 12 bulan di tahun 2010 memperlihatkan adanya kecederungan ekspor sumber daya alam Sulawesi Selatan ke Jepang. Hal itu tentu saja didasari oleh hubungan baik yang terjalin selama ini antara Jepang dan Sulawesi Selatan melalui sebuah organisasi internasional yang bernama JICA. Adanya fokus program JICA di Sulawesi Selatan menjadi salah satu faktor ekspor SDA Sul-sel terbesar ditujukan ke Jepang. Adapun jenis SDA yang 109 dimaksud pada tahun 2010 ini adalah nikel (HS75), kakao (HS18), ikan dan udang (HS03), kayu/barang dari kayu (HS44) dan biji-bijian berminyak. Selain itu peningkatan jumlah ekspor SDA Sulsel ke Jepang masih berlanjut di tahun 2011 yang digambarkan pada tabel di bawah ini: Tabel 4.7: Daftar Ekspor SDA Sulawesi Selatan Tahun 2011 JUMLAH (US $ Juta) NEGARA Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nop Des Jepang 4,817 173,378 120,889 117,933 118,999 173,369 110,894 105,927 91,974 100,934 102,463 67,83 AS 8,065 5,987 8,366 7,768 10,343 10,673 8,100 6,049 5,672 8,289 6,861 6,95 China 9,697 6,659 7,929 7,202 6,672 8,622 6,950 7,858 10,592 11,028 7,950 8,77 Malaysia 15,436 11,571 10,843 - 28,661 14,255 23,655 11,076 11,657 4,362 6,339 6,47 - - - - - - - - - - 13,851 - Jerman 3,081 - - 3,992 3,980 4,809 - - - - - Kanada - 3,772 3,432 - - - - - - 2,820 - 2,90 Vietnam - - - 3,543 - - - - - - - - Korsel - - - - - - - 4,159 4,484 - - - Singapura - - -- - - - 4,562 - - - - - Rusia Sumber: BPS Sul-Sel, 2011, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-danimpor, tanggal 10 April 2013. Berdasarkan pada tabel 4.7 di atas menggambarkan bahwa jumlah Ekspor SDA Sulawesi Selatan ke Jepang sangat besar jumlahnya bila dibandingkan dengan negara-negara seperti AS, China, Malaysia, Jerman, Kanada, Vietnam, Korsel, Singapura. Tingginya jumlah ekspor Sulawesi Selatan ke Jepang berbanding 70: 30 dengan negara-negara tujuan ekspor SDA Sulawesi Selatan lainnya. Hal ini memberikan sebuah tanda tanya besar apa yang sebenarnya terjadi? Selain pada tahun 110 2010 dan 2011, faktanya ekspor SDA terbesar Sulawesi Selatan masih ditujukan ke Jepang. Berikut ini merupakan daftar ekspor SDA Sulawesi Selatan tahun 2012. Tabel 4.8 : Daftar Ekspor SDA Sulawesi Selatan Tahun 2012 JUMLAH NEGARA Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nop Des Jepang 40,40 65,27 41,05 33,32 83,01 100,99 99,80 92,74 98,22 117,39 188,31 101,46 AS 6,82 8,43 8,00 6,48 6,52 10,19 9,66 6,06 8,77 7,73 7,63 6,29 China 5,59 5,35 6,53 6,43 4,80 4,33 6,56 4,53 - 9,11 9,34 7,61 Malaysia 13,25 6,01 4,74 3,85 11,59 9,18 13,78 - 9,65 - 8,95 9,05 Singapura -- 2,43 - - 4,04 - 2,91 13,00 4,21 3,37 5,91 3,38 - - - - 2,19 2,45 - - - - - Kanada - - - - - - - - - - - - Vietnam - - 4,20 2,27 - - 3,22 - 3,05 - - Brazil - - - - - - - 8,38 - - - Korsel - Sumber : BPS Sul-Sel, 2012, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspordan-impor, tanggal 10 April 2013 Berdasarkan dari tabel (4.5), (4.6), (4.7), (4.8), bahwa rata-rata setiap tahun dan bulan ekspor SDA Sulawesi Selatan cenderung lebih banyak ke Jepang. Hal itu tak lepas dari adanya hubungan baik antara pihak pemerintah Jepang dengan pemerintah Indonesia khususnya pemerintah Kota Makassar. Adanya fokus program JICA yang berupaya untuk melakukan pengembangan di Indonesia Timur khususnya Sulawesi Selatan, memperlihatkan kepentingan Jepang, baik itu berupa sebuah pencitraan dengan negara mitra maupun untuk mempermudah “akses” pihak Jepang ke Sulawesi Selatan. 111 B. Peranan JICA terhadap Penanganan Sampak Perkotaan Makassar Sulawesi dianggap sebagai penggerak utama pembangunan wilayah Indonesia bagian Timur (IT), yang terlihat masih tertinggal jika dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian Barat. Kurangnya prasarana, relatif rendahnya kualitas sumber daya manusia di kawasan ini menjadi faktor utama kesenjangan ini. Adanya pemusatan pembangunan pemerintah Indonesia di Indonesia bagian barat turut menjadi faktor yang melandasi kesenjangan ini, termasuk fokus bantuan jangka panjang JICA di Indonesia bagian Barat (1969/1970-1993/1994). Selain itu, kondisi keuangan negeri ini yang belum stabil, membuat wilayah Indonesia Timur, khususnya Sulawesi Selatan membutuhkan dana yang banyak untuk pembangunan di kawasan ini. Oleh sebab itu, dibutuhkan pemerintah Sulawesi Selatan khususnya di kota Makassar membutuhkan dukungan dana dalam mencapai pembangunan nasional. JICA hadir di Indonesia bagian Timur sejak tahun 1980. Hal ini menunjukkan banyaknya peranan JICA di kawasan ini, terutama di Sulawesi Selatan. Berbagai macam bantuan yang diberikan oleh pihak JICA kepada pemprov Sulawesi Selatan, mulai dari bantuan di bidang pendidikan, kesehatan, pengembangan masyarakat dan bidang lingkungan hidup. Memnbuat Sulawesi Selatan menjadi penerima donatur dana JICA terbesar di Indonesia Timur. Hal ini juga memperjelas posisi Indonesia sebagai penerima terbesar bantuan dari Jepang. Keberadaan JICA di Sulawesi Selatan,tentu membutuhkan konpensasi dari pemerintah setempat. Sokongan dana dari pemerintah Jepang memperlihatkan bahwa JICA ini merupakan institusi resmi perwakilan negara Jepang yang menjalankan 112 berbagai kepentingan-kepentingan dari pihak pemerintah Jepang sendiri, mengingat peranan JICA sebagai pelaksana Tiga Bantuan Pembangunan Resmi milik Jepang. Kehadiran JICA (Japan Internastionl Cooperatin Agency) di Makassar, Sulawesi Selatan-Indonesia yakni untuk mengimplementasikan tujuan JICA itu dibentuk, yakni untuk mempromosikan kerjasama internasional bagi pembangunan ekonomi dan sosial negara-negara berkembang. Namun perlu diketahui bersama bahwa supply bantuan dana JICA itu berasal dari ODA Jepang, sehingga jika kita telusuri lebih jauh motivasi pemberian bantuan ODA selain untuk berkonstribusi pada perdamaian dan pembangunan dari masyarakat Internasional, juga untuk menjamin keamanan dan kemakmuran Jepang sendiri yang di dalamnya berupa berbagai macam kepentingan nasional.77 Berikut ini merupakan latar belakang strategi Jepang di Indonesia, sehingga menghasilkan semacam saling ketergantungan satu sama lain, di antaranya sebagai berikut:78 Pertama, Jepang memiliki latar belakang sejarah yamg buruk di kawasan Asia Pasifik, yang menempatkan sosok Jepang yang ekspansif pada Perang Dunia II, sehingga Jepang dibebani tanggung jawab dengan berusaha memulihkan hubungan baiknya dengan negara di kawasan ini. Indonesia yang pernah diduduki Jepang pada 77 78 Marie Soderberg, loc cit. Teuku May Rudi, 1992, “Interdependensi dalam Hubungan Indonesia-Jepang dan Bantuan Luar Negeri Jepang kepada Indonesia: Analisis Singkat Kondisi dan Kebijakan”, Teori , Etika, dan Kebijakan Hubungan Internasional, Bandung: Angkasa, hal.123. 113 PD II selama periode 1942-1945, menekankan bahwa Jepang sebagai negara maju dapat berpartisipasi dalam kerjasama pembangunan Indonesia. Kedua, Sebagai akibat dari sikap pasifis untuk dapat merubah citra atau persepsi negara-negara di kawasan ini terhadap ancaman ekspansi Jepang dikemudian hari. Ketiga, Keterbatasan domestik Jepang dan kelebihan faktor finansial, mengetengahkan masing-masing strategi Jepang pada orientasi perdagangan inetrnasional untuk memenuhi kebutuhan domestik terhadap bahan mentah, minyak dan gas bumi. Transaksi perdagangan dengan Indonesia dala upaya memenuhi kebutuhan tersebut dinilai besar, terutama pemenuhan kebutuhan gas bumi (LNG), dimpor dari Indonesia, dan investasi Jepang di Indonesia terbesar dari keseluuhan investasi asing di Indonesia. Keempat, untuk menerapkan ketiga strategi di atas dan dalam rangka menjaga kestabilan dan keamanan serta hubungan dengan negara-negara berkembang di kawasan ini dilakukan melalui bantuan luar negerinya (foreign aid) bagi pembangunan ekonomi negara-negara tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut menjadi salah satu bukti bahwa setiap kerjasama yang dilakukan oleh suatu Negara dengan negara lain itu tak lebih hanya untuk melaksanakan sejumlah kepentingan-kepentingan yang terselubung. Begitu pula halnya dengan Indonesia. Indonesia yang notabene tidak mempunyai dana yang cukup serta sumber daya manusia berkualitas, merasakan bahwa kerjasama yang dijalin dengan pihak JICA memberikan banyak keuntungan, khususnya dalam 114 pembangunan di Indonesia khususnya di kota Makassar sendiri. Terutama bantuan pembangunan lingkungan yang berupa bantuan pembangunan TPA baru. Selama ini, teknik pengelolaan sampah yang selama ini berlaku di Indonesia, berupa sistem open dumping, sistem pengolahan sampah seperti ini di TPA sudah tidak layak lagi digunakan karena sangat berpotensi mencemari lingkungan. Hal itu disebabkan karena gas metan yang dihasilkan oleh sampah-sampah di lokasi TPA semakin terproduksi secara bebas dan tak terkendali sehingga memicu meningkatnya kadar emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global. Selain daripada itu, banyaknya sampah-sampah yang tersebar di penjuru kota Makassar, memperlihatkan kesemrawutan tata kota yang buruk. Kehadiran JICA di Makassar khususnya dalam menangani sampah kota, tak lepas dari adanya kontrak atau MoU yang telah disepakati bersama oleh pihak JICA, Pemerintah Pusat (Bappenas, PU) dan pemerintah kota Makassar sejak tahun 1996. JICA telah banyak memberikan bantuan khususnya dalam penanganan sampah, termasuk bantuan pembanguan TPA Tamangapa yang berbasis semi-sanitary landfill, namun pada tahun 2008 kembali dibuat MoU mengenai pembangunan TPA berbasis sanitary landfill. Kegiatan yang dilakukan oleh JICA di Makassar ini memberikan sebuah fakta nyata akan meningkatnya peranan aktor non-negara. JICA sebagai sebuah organisasi internasional berkiprah dalam berbagai bidang termasuk bidang lingkungan hidup, memberikan pernyataan bahwa tidak hanya sebuah negara yang mampu berperan aktif dalam mengatasi berbagai ancaman tentang lingkungan hidup, tetapi sebuah 115 organisasi pun mampu turut serta dalam berpartisipasi aktif dalam mengatasi berbagai masalah ancaman lingkungan hidup, termasuk dalam masalah pengelolaan sampah yang memicu terjadinya pemanasan global. Kegiatan JICA khususnya dalam bantuan pengelolaan sampah kota Makassar, memberikan konstribusi yang banyak bagi pemerintah kota Makassar sendiri. Diantaranya adalah79 : Pertama, memberikan bantuan non-fisik. Pemberian bantuan non-fisik ini menjadi fokus utama kegiatan JICA di Makassar khususnya dalam penanganan sampah kota Makassar. Secara detail, pihak JICA telah melakukan berbagai survei mengenai kondisi lingkungan kota Makassar, topografi, geografi, jumlah penduduk, sampah dan berbagai hal untuk mengetahui kondisi kota Makassar yang sebenarnya, sehingga berdasarkan dari survei tersebut dibentuklah sebuah sistem perencanaan dalam masalah penanganan sampah kota Makassar. Survei tersebut dilakukan oleh tenaga ahli JICA yang berpengalaman, sehingga berdasarkan dari hasil survei tersebut JICA menentukan layak tidaknya kota Makassar mendapatkan bantuan, dan sekaligus menjadi patokan JICA dalam merumuskan rencana pembangunan khususnya dalam penanganan sampah kota Makassar. Kedua, Selain dari bentuk survei, pihak JICA juga bekerjasama dengan pemerintah kota Makassar untuk melakukan berbagai aksi dalam bentuk sosialisasi atau pelatihan tentang kepedulian terhadap lingkungan hidup. Sosialisasi ini 79 Wawancara dengan Muh. Kasim, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Makassar, 3 April 2013. 116 berbentuk baik berupa pengenalan kegiatan 3R (Reduce,R Reuse,Recycle). Untuk mengimplementasikan layanan pengumpulan dan pengangkutan sampah yang efektif, diperlukan pengenalan kegiatan 3R. Pengurangan limbah padat melalui penyuluhan kepada masyarakat akan berperan dalam mengurangi beban pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan limbah padat. Pemilahan material-material yang dapat digunakan kembali dan didaur ulang melalui penciptaan sistem pengumpulan secara terpisah akan mengurangi kuantitas sampah yang dibuang. Selanjutnya, pemberian sosialisasi pelatihan cara pembuatan kompos yang dilakukan di berbagai tempat di Makassar termasuk dengan sosialisasi dengan para pemulung yang berada di sekitar TPA Tamangapa yang berupa sosialisasi pembuatan kompos, serta pengenalan teknik pengolahan sampah berbasis 3R. Ketiga, Selain berbentuk sosilisasi kepada masyarakat, peranan JICA dalam penanganan sampah ini juga berupa jasa konsultan. Khususnya dalam pengelolaan sampah kota Makassar, pihak pemerintah kota Makassar menjadikan tenaga-tenaga ahli JICA sebagai salah satu konsultan yang membantu dalam penanganan sampah, termasuk dalam pembangun TPA regional yang baru. Selain itu, pembuatan rencana tata pengelolaan sampah dan pembangunan TPA berbasis sanitary landfill juga dilakukan oleh tenaga ahli JICA, sehingga mempermudah pekerjaan pemerintah dalam melakukan penanganan sampah kota Makassar. Bantuan jasa konsultan yang dilakukan oleh pihak JICA memberikan porsi yang sangat besar bagi pemerintah kota Makassar. Kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas membuat pemerintah 117 kota Makassar membutuhkan tenaga ahli yang mampu diajak sharing dalam masalah penanganan sampah kota Makassar. Keempat, Bantuan JICA selama periode 2008-2012 ini, tidak hanya berupa bantuan tenaga teknis saja. Namun bantuannya juga berupa bantuan pinjaman dana ODA. Kehadiran tenaga ahli dari Jepang ini tidak memberikan solusi banyak sebelum adanya pinjaman dana. Kurangnya modal untuk mencapai pembangunan nasional merupakan faktor utama yang menghalangi perkembangan di negara-negara berkembang, seperti yang terjad di Indonesia. Makassar, salah satu kota di Indonesia yang mendapatkan bantuan pinjaman dana ODA Jepang melalui JICA. Bantuan dana tersebut merupakan hasil kesepakatan pemerintah Jepang melalui JICA dengan pihak pemerintah Indonesia. Bantuan pinjaman sebanyak ¥ 3,543,000,000 akan digunakan untuk pembangunan TPA regional. Kelima, bantuan JICA ini merupakan bentuk bantuan fisik berupa pembangunan jalan. Pembangunan jalan ini berupa pembangunan jalan menuju TPA yang masih beroperasi saat ini. Tujuan dari pembangunan jalan tersebut, adalah untuk memudahkan mobil-mobil pengangkut sampah keluar dan masuk ke dalam TPA. Meski akan dibangun TPA yang baru, tetapi TPA yang berlangsung saat ini masih difungsikan sebagai TPS (Tempat Pembuangan Sementara), ditujukan untuk menampung sampah-sampah kota Makassar sebelum diolah di TPA baru yang berpusat di Kab. Gowa. Namun, khusus dana pembangunan ini masih berupa bantuan 118 dari pemerintah provinsi, tetapi masih membutuhkan tenaga ahli JICA dalam proses pembangunan jalan tersebut. 80 Sehingga peranan dari program atau kegiatan JICA dalam penanganan sampah kota Makassar sebagai berikut: a. Bidang Sosial dan Ekonomi Peranan JICA di bidang ini mengubah pola pikir masyarakat terhadap pengolahan sampah. Perubahan pola pikir yang dimaksud adalah dengan pemberian sosialisasi tentang cara pengolahan sampah yang baik. Sehingga, masyarakat kota Makassar tidak hanya berpikir sampah itu kotor, bau, dan mesti dibuang, tetapi sampah itu dapat bernilai ekonomis jika diolah dengan baik. Sosialisasi tentang lingkungan hidup berupa sosialisasi cara pengolahan sampah, pemilahan sampah, mendaur ulang sampah bahkan sosialisasi cara membuat pupuk kompos memberikan dampak yang baik, bagi masyarakat kota Makassar. Meski perubahan yang diberikan tidak secara cepat mengubah pola pikir masyarakat kota Makassar, namun bagi warga di sekitar TPA Antang dengan adanya sosialisasi tersebut memberikan manfaat yang berarti. Adanya bantuan dari pihak JICA ini sangat membantu “pekerjaan rumah” pemerintah terkait dengan penanganan sampah ini, termasuk bantuan pinjaman dana yang diberikan dalam membangun sebuah TPA yang baru. b. Bidang Lingkungan 80 Wawancara dengan Buyung, staff di Bidang Pengembangan Kapasitas Kebersihan di Dinas Kebersihan dan Pertanaman kota Makassar, tanggal 29 Maret 2013 119 Bantuan pembangunan TPA berbasis sanitary landfill memberikan konstribusi dalam pengolahan sampah kota Makassar. Kondisi TPA Tamangapa yang masih berupa sistem pengolahan berbasis open dumping mampu menghasilkan gas metan 20-30 kali dari CO2. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi masyarakat sekitar TPA dan masyarakat global. Gas metan merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam LPG. Campuran 5% metana dengan udara saja sudah bisa menyebabkan ledakan yang membahayakan. Laporan dari warga setempat di TPA Antang ini setiap tahun pasti terjadi kebakaran baik kebakaran kecil maupun kebakaran besar seperti pada tahun 2009. 81 Meskipun dalam realita yang ada, kondisi sampah kota Makassar belum terealisasi dengan baik. Hal ini disebabkan masih banyaknya sampah yang berserakan di bahu jalan. Namun, kita tidak bisa menilai bahwa proyek dari JICA ini gagal. Hal ini disebabkan karena proyek JICA ini hanya berupa Kerjasama Teknis dan Bantuan Pinjaman Dana ODA, sehingga perlu diadakan evaluasi kembali bagi kinerja pemerintah dan tatanan sosial masyarakat kota Makassar yang ada saat ini. Proyek bantuan JICA di Makassar merupakan sebuah proyek bantuan luar negeri Jepang kepada Indonesia berupa bantuan proyek pembangunan. Bantuan luar negeri ini berupa kebendaan atau jasa-jasa kepada pihak di luar negeri dengan tujuan membantu atau motif-motif ekonomi politik tertentu. Penulis melihat bahwa motif bantuan JICA ini selain bermotif membantu juga terdapat kepentingan ekonomi 81 Fitriawati, Furqan Majid dan Nur Alam N, Loc cit. 120 politik yang dibawa oleh JICA dalam bekerjasama dengan pemerintah kota Makassar secara khusus. Peranan JICA dalam penanganan sampah kota Makassar ini memberikan konstribusi terhadap permasalahan lingkungan kota Makassar saat ini. Penyelesaian masalah lingkungan yang dilakukan oleh pihak JICA dan pihak pemerintah kota Makassar memberikan pembenaran pada pendukung politik Hijau, dimana penyelesaian masalah lingkungan mesti dimulai dari lingkungan lokal terlebih dahulu. Hal ini disebabkan bahwa masalah lingkungan berasal dari sekitar kita. Jika kita tidak memperbaiki alam sekitar kita, alhasil dampaknya akan kita rasakan sendiri dan orang lain bahkan di seluruh dunia. Apalagi jika hal ini dikaitkan dengan pengelolaan sampah yang buruk menghasilkan efek buruk yang mengglobal. Menurut Buyung, salah satu staff di Bidang Pengembangan Kapasitas Kebersihan di Dinas Kebersihan dan Pertanaman kota Makassar menyatakan bahwa selama ini pihak JICA telah memberikan sumbangsih yang banyak bagi pemerintah kota Makassar khususnya dalam masalah penanganan sampah. Selain dukungan tenaga ahli dari Jepang yang membantu meningkatkan kapasitas SDM kota Makassar, pihak JICA juga memberikan bantuan berupa dana dalam pembangunan TPA baru. Hal itu sangat membantu bagi pemerintah Indonesia, khususnya pemerintah kota Makassar yang tidak memiliki dana dan tenaga ahli dalam membangun sebuah TPA baik dan sesuai standar. Pernyataan dari beliau tersebut mencerminkan, betapa 121 peranan JICA dalam memberikan bantuannya dalam masalah penanganan sampah, memiliki banyak keuntungan-keuntungan.82 Pola kerjasama yang dibangun oleh pihak pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang khususnya JICA memberikan sebuah konsep baru yang lebih fresh, dimana sebuah masalah lingkungan harus diatur dalam sebuah struktur sosial yang lebih sempit sehingga hasil dari kegiatan tersebut lebih baik dan lebih efisien. Hal ini disebabkan karena konsep sebuah pembangunan atau perbaikan sebuah masalah akan lebih baik jika kita terfokus dalam menanganinya. Kegiatan yang dilakukan oleh pihak JICA dalam memberikan dukungan terhadap masalah lingkungan lebih efektif jika dibandingkan dengan kegiatankegiatan yang dilakukan oleh negara-bangsa yang melakukan berbagai konferensi dan perundingan, namun tak memberikan solusi yang nyata. Misalnya saja Amerika Serikat, sebuah negara penghasil emisi terbesar di dunia tidak mau menandatangani kontrak pengurangan emisi karbon, dengan berbagai alasan. Hal itu memberikan sebuah tanda bahwa dibalik sebuah misi “suci” bernama support for environment masih menyisipkan berbagai macam kepentingan. Misalnya saja, bagi para pemikir liberalis menganggap bahwa untuk mengatasi berbagai masalah tentang lingkungan hidup, perlu dibentuk berbagai kerjasama internasional, dimana menyatukan semua negara untuk bersama-sama secara aktif melakukan sebuah gebrakan untuk mengatasi berbagai ancaman tentang 82 Wawancara dengan Buyung, staff di Bidang Pengembangan Kapasitas Kebersihan di Dinas Kebersihan dan Pertanaman kota Makassar, tanggal 30 Maret. 122 lingkungan, namun hal itu tetap saja belum memberikan harapan yang memuaskan. Kita bisa melihat, Protokol Kyoto yang menurut penulis hanya diperhatikan oleh negara-negara berkembang saja. Namun, AS sebagai penyumbang emisi gas karbon tidak melakukan ratifikasi dengan alasan bahwa dengan dilakukannya ratifikasi akan mengancam perekonomian negaranya. Hal ini sudah sangat jelas bahwa sebenarnya motif kerjasama lingkungan tak lain berdasar pada kepentingan nasional belaka. Begitu pula dengan JICA, dukungannya terhadap lingkunyan yang diimplementasikan dalam bentuk kerjasama melalui sebuah kontrak kerjasama dengan pemerintah Indonesia, telah berhasil memberikan sejumlah peningkatan perkembangan bagi Indonesia khususnya kota Makassar dalam menangani masalah sampah. Hal itu terlihat pada berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pihak JICA dengan pemerintah kota Makassar. Namun, kita tidak boleh percaya begitu saja terhadap apa yang disuguhkan kepada kita akan kebaikan seorang organisasi wakil dari negara mantan penjajah negeri kita. Sistem internasional yang anarki menciptakan kebebasan otonomis diantara negara-negara. Hal tersebut membuat sebuah sistem internasional yang terdesentralisasi dimana setiap Negara adalah berdaulat, menggunakan power mereka diatas sebuah “defined territory, a population and a government” saat terlibat pada hubungan atau permainan power politik dengan Negara lainnya. Dalam setting seperti ini, bantuan bantuan luar negeri (foreign aid) praktis hanya menjadi sebuah alat kebijakan untuk mencapai kepentingan nasional. 123 Bantuan yang diberikan oleh pihak Jepang melalui lembaga organisasi yang disebut JICA menjadikan bantuan tersebut sebagai instrument untuk mendukung tujuan kebijakan luar negeri Jepang. Hal ini disadari oleh dalam prakteknya, kebijakan bantuan luar negeri meng-cover banyak disparitas tujuan dan kegiatan, sebagai respon dari berbagai macam kebutuhan, yang terlihat maupun yang tidak terlihat, berhubungan maupun tidak berhubungan pada tujuan politik sebuah kebjakan luar negeri oleh negara pemberi. Bantuan yang diberikan JICA yang mengatasnamakan sebagai kepedulian kemanusiaan atau untuk membantu negara berkembang, hanya dijadikan sebagai alat pelayanan kepentingan negara donor. Salah satu bukti nyata terkait dari kasus ini bahwa setelah adanya bantuan JICA dalam penanganan sampah kota Makassar, menarik investor asing dari Jepang untuk beroperasi di Makassar. PT. Gikoko Kokyo merupakan pabrik pengolah sampah menjadi gas metan berada di kota Makassar sejak tahun 2009. Gas metan diproduksi dari sampah kemudian digunakan sebagai tenaga listrik. Namun hingga kini belum memberikan konstribusi PAD Makassar. Hasil gas metan hanya digunakan untuk kepentingan pabrik sendiri dan warga disekitar TPA Tamangapa, Antang. 124 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa meski tujuan utama adanya kerjasama ini didasari oleh faktor kerusakan lingkungan sebagai ancaman dan adanya potensi sampah sebagai sumber energi alternatif. Namun hasil dari kerjasama ini lebih cenderung pada konteks pencapaian kepentingan nasional Jepang yang diwakilkan melalui JICA. Faktor menjalankan misi kemanusiaan, transfer teknologi, faktor geogstrategi kota Makassar menjadi faktor pendorong kehadiran JICA di kota Makassar. Sedangkan penghambat JICA dalam merealisasikan tujuannya lebih cenderung pada kondisi kurangnya kesadaran sosial masyarakat kota Makassar tentang penanganan sampah berbasis 3R (Reduce, Reuse, Recycle. Berdasarkan memberikan peranan dari kegiatan-kegiatan JICA selama di Makassar, bidang sosial ekonomi berupa peningkatan kesadaran masyarakat tentang pengolahan limbah, meningkatkan pendapatan masyarakat. Sedangkan dampak di bidang lingkungan adalah mengurangi emisi kadar karbon yang berpotensi menyebabkan pemanasan global 20-30 kali dari CO2. Namun belum memberikan hasil yang efektif jika dibandingankan dengan masih banyaknya sampah yang bertumpuk di sisi-sisi jalan kota Makassar. Peranan JICA di bidang penangan sampah ini memperlihatkan meningkatnya aktivitas sebuah organisasi, kendatipun demikian arah 125 kebijakannya masih dipengaruhi oleh kepentingan nasional negara yang diwakilinya. Peranan bantuan JICA ini memperlihatkan adanya kepentingan nasional Jepang akan natural resources di Sulawesi Selatan, juga kepentingan nasional Indonesia akan modal dan sumber daya manusia dalam mencapai pembangunan nasional. Sehingga, kondisi ini menghasilkan kesimpulan yang bahwa tidak selamanya kerjasama lingkungan itu bermotif untuk mengatasi ancaman lingkungan hidup tapi lebih mengarah pada pencapaian kepentingan nasional melalui kerjasama lingkungan. B. Saran Penulis menyarankan bagi pemerintah kota Makassar untuk memanfaatkan dan mengoptimalkan bantuan teknis dan dana yang diberikan oleh pihak JICA, sehingga cita-cita pemerintah kota Makassar mampu terealisasi dengan baik. Sehingga, membuat kota Makassar bisa terbebas dari sampah, dengan adanya TPA yang baru mampu mengurangi produksi gas metan secara bebas dan meningkat PAD kota Makassar secara khusus. Selain itu, disarankan kepada pemerintah kota Makassar untuk memberikan pelayanan yang lebih maksimal bagi mahasiswa-mahasiswa yang meneliti. Adanya sikap acuh tak acuh dan pemberian pelayanan yang tidak memuaskan menimbulkan kecurigaan bahwa terdapat elemen-elemen yang tak dipenuhi oleh pemerintah, termasuk sulitnya mendapatkan berbagai data-data perjanjian kerjasama dengan pihak-pihak asing di negara. 126 DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Aditjondro, George Junus. 2003. Pola-Pola Gerakan Lingkungan: Refleksi untuk Menyelamatkan Lingkungan dar Ekspansi Modal. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Bakri, Umar Suryadi. 1999. Pengantar Universitas Press: Jakarta. Hubungan Internasional. Jayabaya Burchill, Scoot.,Andrew Linklater. 1996. Teori – teori Hubungan Internasional. terj. M. Sobirin. Nusa Media: Bandung. Burchill, Scott, dkk.. Theories of Internatioanl Relations. 2nd Edition. Palgrave Macmillan: New York. Couloumbis, A. Theodore, James H.Wolfe. 1990. Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power, terj. Marcedes Marbun. CV Abardin: Bandung. OECD. 1985. Twenty-five Years of Development Co-operation: A Review, OECD: Paris. Fitriawati dkk.. 2012 “Nasib Sampah di Ujung Kota Makassar”. Menakar Limbah Kota. Kedai Buku Jenny: Makassar. Holsti, K.J. 1995. Politik Internasional: Kerangka Analisa, Prentice Hall: New Jersey. Ikbar, Yanuar. 2007. Ekonomi Politik Internasional 2. Refika Aditama: Bandung. Irsan, Abdul. 2005. Jepang; Politik Domestik Global dan Regional. Hasanuddin University Press: Makassar. Irsan, Abdul. 2007. Budaya dan Perilaku Politik Jepang di Asia. Grafindo: Jakarta. Kamaluddin, Kamaluddin. 1988. Perdagangan dan Pinjaman Luar Negeri. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta. 1 Jemadu, Aleksius. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Graha Ilmu: Yogyakarta. Leviza, Jelly. 2009. Tanggung Jawab bank Dunia dan IMF sebagai Subjek Hukum Internasional. Sofimedia: Jakarta. Mas’oed, Mochtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi. LP3ES. Jakarta. Plano, Jack C., Roy Olton. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Abardin: Bandung. Perwita, Anak Agung Banyu, Yanyan Mochammad Yani. 2006. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. PT. Rosdakarya Remaja. Bandung. Rudy, Teuku May. 2002. Hukum Internasional 2. Refika Aditama. Bandung. Rudy,Teuku May. 2005. Administrasi dan Organisasi Internasional. Refika Aditama: Bandung. Rudy, Teuku May. “Interdependensi dalam Hubungan Indonesia-Jepang dan Bantuan Luar Negeri Jepang kepada Indonesia: Analisis Singkat Kondisi dan Kebijakan”, Teori , Etika, dan Kebijakan Hubungan Internasional. Bandung: Angkasa. Sitepu, P. Antonious. 2011. Studi Hubungan Internasional. Graha Ilmu. Medan. Suwandana, Ingga. 2006. Penolakan AS terhadap Protokol Kyoto dan Implikasinya terhadap Usaha Internasional untuk Meminimalisir Pemanasan Global.“Skripsi”. Universitas Pasundan: Bandung. Todaro, Michael P. 1987. Ilmu Ekonomi Bagi Negara Sedang Berkembang, Buku I-II Terjemahan. Akademi Presindo: Jakarta. 2. Jurnal Apriwan. “Teori Hijau : Alternatif dalam Perkembangan Teori Hubungan Internasional”. Multiversa. Vol. 2 No. 1 Februari 2011. Elkins, Stephan. 1990. The Politics of Mystical Ecologi. Telos 82 Journal. 2 Ministry of Foreign Affairs of Japan. “Waste Management and Recycling”, Japan: Eco-Friendly Country, No.7, September 2012. 3. Internet BPS Sul-Sel diakses melalui http://sulsel.bps.go.id/subyek/3/114/jumlahpenduduk-menurut-kabupaten-kota-%09di-sulawesi-selatan-2006%E2%80%93-2010. Tanggal 15 Mei 2013. BPS Kota Makassar, 2008-2011, diakses melalui http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/demografipendudukj kel.php?ia=7371&is=37.Tanggal 21 Mei 2013. BPS Sul-Sel, 2009, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-impor, Tanggal 10 April 2013. BPS Sul-Sel,2010, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-impor, Tanggal 10 April 2013. BPS Sul-Sel, 2011, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-impor, Tanggal 10 April 2013. BPS Sul-Sel, 2012, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-impor, Tanggal 10 April 2013. Barry, John. Green Political Theory and The State, ‘Discursive Sustainability; The State (and citixen) of Green Political Theory”, diakses melalui http://www.psa.ac.uk/cps/1994/barr.pdf. Tanggal 20 Maret 2013. Fisher, Peter. 2012. International Organizatons. Diakses melalui http://paneurouni.com/files/sk/fp/ulohy-studentov/2rocnikbc/ioskript.1.10.2012.new-version.pdf. Tanggal 4 April 2013. Tim Harward. “Green Political Theory”. University of Edinburd. diakses dari http:// www.psa.ac.uk/cps/1996/hayw.pdf. Pada tanggal 20 Maret 2013. JICA, About JICA: Organization, dalam http://www.jica.go.jp/english/about/organization/index.html, diakses pada tanggal 7 Mei 2013. 3 JICA. 2008. Profile JICA”, Kerjasama Internasional:Tantangan Global dan Dukungan Negara-negara Berkembang. Diunduh dari melalui (http://jica.go.jp/english) tanggal 3 Januari 2013. JICA, “ Grant Aid “ diakses melalui http://www.jica.go.jp/english/our_work/types_of_assistance/grant_aid/ index.html, tanggal 15 April 2013. JICA. Countries and Region, diakses melalui http://www.jica.go.jp/english/countries/index.html, tanggal 15 April 2013. Japan’s Official Development Assistance White Paper, 2008, diakses melalui htttp://www.mofa.go.jp/policy/oda/white/2008/html/ODA2008/html/zuhy o/index.htm. tanggal 23 Mei 2013 4. Artikel Surat Kabar Sumardi, Sumandi. Pertumbuhan Kendaraan tak Sebanding Jalan. Tribun Timur, 25 Nopember 2012. Wahyono, Sri. Protokol Kyoto Dukung Pengelolaan Sampah. Kompas, 24 Maret 2005. 5. Buletin JICA. 2008. JICA in Indonesia.JICA: Indonesia. 6. Dokumen Daftar perbandingan penanganan sampah kota Makassar dalam (M3 perhari) dari tahun 1997-2012 oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Makassar. Loan Agreement NO. IP-588 , JICA and Indonesia for Regional Solid Waste Management for Mamminasata, South Sulawesi. Pengelolaan Limbah Padat, 2009, Studi Implementasi Rencana Tata Ruang Terpadu Wilayah Metropolitasn Mamminasata. Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Makassar 4 Rencana Strategis SKPD 2009-2014 Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Makassar. 7. Wawancara Buyung (Wawancara tanggal 29 dan 30 Maret, 5 April 2013). Muh. Kasim (Wawancara tanggal 3 April 2013). 5