BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca Perang Dingin

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasca Perang Dingin yang ditandai dengan runtuhnya Uni Soviet sebagai salah
satu negara adi kuasa, telah mengawali babak baru dalam penelaahan dan tatanan
studi hubungan internasional. Studi Hubungan Internasional yang semula berkisar
pada tataran isu politik dan keamanan yang bersifat bipolar dan state centric, kini
justru telah bergeser ke dalam isu-isu alternatif seperti Hak Asasi Manusia (HAM),
demokratisasi, gender, lingkungan hidup dan isu-isu lainnya.
Munculnya isu lingkungan hidup menjadi sebagai salah satu agenda baru dalam
hubungan internasional yang paling dinamis. Buat sebagian pengamat, karakter
permasalahan yang khas dari persoalan lingkungan seperti: transboundary, threshold
effect, high technically aspect, dan scientific uncertainty. Kemudian menjadikan
masalah lingkungan sebagai isu yang sangat mendorong terciptanya beragam
interaksi yang bersifat kooperatif maupun konflik.
Isu lingkungan itu sendiri sesungguhnya merupakan isu yang sangat luas karena
kompleksitas permasalahannya menyangkut aspek-aspek krusial dan beraneka ragam
dari multidisiplin ilmu ekonomi, politik, sosial, dan budaya serta tentunya dari
1
kelompok ilmu-ilmu eksakta yang berkaitan langsung dengan studi fisik tentang
lingkungan itu sendiri, seperti biologi, kimia, geologi, kehutanan, dan sebagainya.
Benang merah yang menghubungkan keragaman persoalan lingkungan ini
adalah bahwa semuanya berkenaan dengan masalah tentang hubungan antara human
society dan the natural world. Akan tetapi dalam beberapa hal ada perbedaan dalam
hal motivasi di belakang isu-isu lingkungan tersebut. Misalnya isu tentang pemanasan
global atau global warming, lebih didorong oleh keberlangsungan sistem ekonomi
yang ada, kemudian masalah ketersediaan makanan, pencemaran kimia, urban traffic
congestion dimotivasi oleh isu kesehatan dan amenity.
Masalah pemanasan global atau global warming merupakan salah satu fokus
masalah dalam isu lingkungan hidup yang secara komprehensif oleh pendapat para
ahli lingkungan mencakup terhadap masalah kelestarian hutan, perubahan iklim, dan
fenomena alam seperti El Nino serta La Nina. Terjadinya pemanasan global
mengakibatkan naiknya suhu rata-rata permukaan bumi sehingga es di kutub dapat
mencair dan menjadikan naiknya permukaan laut. Perubahan iklim secara umum
dapat mengganggu kondisi kesehatan, pertanian, dan kehutanan dan berbagai aspek
lainnya.
Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dilakukan pada tahun 1972
di Stockholm, Swedia, menjadi jawaban terhadap semakin menurunnya kualitas
lingkungan
dan semakin meningkatnya concern
masayarakat dunia pada isu
2
lingkungan. Konferensi tersebut
menghasilkan resolusi mengenai pembentukan
United Nation Environmental Program (UNEP) yang merupakan sebagai motor awal
pelaksana
komitmen
mengenai
lingkungan
hidup.
Konferensi-konferensi
internasional yang membahas mengenai masalah lingkungan hidup terangkum dalam
UNFCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) yang dimana
salah satu hasil dari pertemuan tersebut adalah adanya kesepakatan untuk membuat
konsensus penanganan lingkungan yang disebut Protokol Kyoto.1 Protokol inilah
yang kemudian menjadi dasar sebuah kerjasama internasional di bidang lingkungan
hidup.
Bagi negara yang sedang berkembang yang telah meratifikasi Protokol Kyoto,
seperti Indonesia, kewajiban untuk mengurangi emisi karbon tidak ada, tetapi
diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. Semenjak Indonesia mengesahkan UU
No. 17 Tahun 2004 tentang Ratifikasi Protokol Kyoto, Indonesia bersama dengan
negara-negara sedang berkembang lainnya harus mempersiapkan diri menyonsong
ajakan stekholder asing untuk bertransaksi dalam proyek pengurangan emisi atau
perdagangan karbon antara lain : penggunaan energi terbarukan, efisiensi energi,
reforestasi, dan bahkan tentang pengelolaan sampah.2 Sehingga,banyak negara yang
ikut berpatisipasi dalam perdagangan karbon ini.
1
Nommi Horas Tombang Siahahan, 2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan Edisi 2,
Erlangga: Jakarta, hal.144.
2
Sri Wahyono, “Protokol Kyoto Dukung Pengelolaan Sampah”, Kompas, 24 Maret 2005.
3
Kesempatan Indonesia untuk berpartisipasi dalam mereduksi emisi gas rumah
kaca dan ikut dalam perdagangan karbon terbuka lebar, mengingat beragamnya
proyek dan kesesuaiannya dengan kondisi negara kita. Hubungannya dengan
pengembangan pengelolaan sampah, misalnya, mekanisme pembangunan bersih
memberikan porsi sekitar 16 persen sebagai imbalan reduksi emisi gas rumah kaca
yang ditimbulkan oleh pembusukan sampah di tempat pembuangan akhir sampah.
(TPA).
TPA adalah ujung akhir dari pengelolaan sampah. Secara alamiah, dengan
sistem TPA yang saat ini eksis di seluruh kota di Indonesia, yaitu sistem open
dumping, sampah organik yang tertimbun di TPA akan mengalami proses
dekomposisi secara anaerobik sehingga menghasilkan gas metan. Gas metan adalah
salah satu gas rumah kaca yang kekuatannya 23 kali gas CO2,3 dan bahaya dari
produksi gas metana di TPA saat ini lepas ke atmosfer Bumi secara bebas dan tidak
terkendali.
Saat ini jumlah sampah diberbagai kota di Indonesia khususnya kota
Makassar semakin meningkat bahkan mencapai 300 sampai 400 ton setiap harinya
belum lagi sistem pengolahan sampah yang masih eksis saat ini berupa sistem open
dumping, sehingga selain ditimbun, sampah ini berpotensi memicu pemanasan global
dan hanya menjadi sampah yang tak bernilai lebih kecuali di mata seorang pemulung,
3
Ibid
4
padahal sampah memiliki potensi banyak jika di daur ulang dan bahkan berpotensi
sebagai sumber energi alternatif.
Konsumsi energi Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada
periode 2000-2008, konsumsi energi akhir mengalami peningkatan rata-rata per tahun
sebesar 2,73% dari 764,40 juta SBM menjadi 945.52 juta SMB. 4 Tingginya konsumsi
energi dan cadangan energi minyak yang semakin menipis dan disertai mahalnya
harga energi, pemanfaatan sampah merupakan langkah terobosan yang bermanfaat,
baik dari segi pemanfaatan sampah juga sebagai upaya strategis melatih masyarakat
menggunakan energi alternatif.
Masalah lingkungan hidup seperti inilah memberikan tekanan pada negara
untuk terlibat dalam kerjasama internasional yang lebih besar. Alasannya, bahwa
degradasi lingkungan hidup dapat dikatakan membuat sejenis “ancaman” khusus
yang bukan bagi negara tetapi pada semua manusia keseluruhan. Degradasi
lingkungan hidup merupakan ancaman terhadap lingkungan global, yaitu samudera,
laut, lapisan ozon, dan sistem iklim, yang merupakan sistem pendukung kehidupan
bagi manusia keseluruhan.
Terjadinya kerjasama antara JICA dengan Indonesia di bidang lingkungan ini
memperlihatkan adanya keseriusan bagi pihak JICA dan Indonesia untuk menangani
4
Elinur, dkk., 2010, “Perkembangan Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian
Indonesia”, Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE), Vol.2, No. 1, Desember
2010.
5
masalah lingkungan ini. Salah satu program JICA di Indonesia adalah “support for
environment”, dan salah satu bentuk proyeknya adalah penanganan sampah di kota
Makassar dengan memperkenal 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Makassar merupakan
penggerak utama pembangunan Kawasan Indonesia Timur, yang terlihat masih
tertinggal dibandingkan dengan Kawasan Indonesia bagian Barat. Meningkatnya
jumlah volume sampah kota Makassar dari tahun ke tahun, menimbulkan inisiatif
JICA untuk memfokuskan proyeknya dalam pembangunan di Indonesia Timur
khususnya Makassar dalam bentuk penanganan sampah kota Makassar.
Kerjasama JICA dengan pemerintah kota Makassar tentu saja didasari oleh
adanya hubungan bilateral Indonesia-Jepang. Adanya kerjasama bilateral didasari
oleh berbagai kepentingan dari kedua belah pihak, baik dari pihak Indonesia maupun
dari pihak Jepang sendiri. Bagi Indonesia, memilih Jepang karena posisinya yang
strategis. Kemampuan diplomasi, kekuatan ekonomi, potensi militer yang
dimilikinya, serta keeratan aliansi dengan Amerika Serikat, menjadikan Jepang
sebagai sebuah negara yang patut diperhitungkan, baik dari strategi politik,
keamanan, maupun ekonomi di kawasan Asia Pasifik. Sedangkan bagi pihak Jepang,
SDA yang mereka butuhkan sebagian besar berada di Indonesia. Sehingga, terjalinlah
sebuah kerjasama yang baik antara pihak Jepang dan Indonesia5. Kerjasama tersebut
telah terjalin puluhan tahun yang lalu dalam berbagai bidang.
5
Abdul Irsan, 2007, Budaya dan Perilaku Politik Jepang di Asia, Grafindo: Jakarta, Hal.7.
6
Pemerintah Jepang menjalin hubungan bilateral dengan pemerintah Indonesia
dengan memanfaatkan dana dan teknologi yang dimilikinya, yang dirumuskannya
dalam kerangka Bantuan Pembangunan Resmi atau dikenal dengan Official
Development Assistance (ODA).6 Selanjutnya bantuan ODA ini disalurkan oleh suatu
lembaga kerjasama yang disebut Japan International Cooperation Agency (JICA),
sebagai badan pelaksana ODA Jepang.
JICA sebagai organisasi perwakilan pemerintah Jepang memberikan bantuan
kepada pemerintah kota Makassar melalui persetujuan pemerintah pusat, untuk
memfokuskan program JICA di Sulawesi Selatan salah satu di antaranya berupa
bantuan penanganan sampah kota Makassar. Bantuan penanganan sampah ini tentu
saja di dasari oleh program prioritas JICA di Indonesia berupa “support for
environment”, sebagai wujud dalam mengatasi ancaman lingkungan hidup.
6
Abdul Irsan, 2005, Jepang; Politik Domestik Global dan Regional, Hasanuddin University Press:
Makassar, hal. 175.
7
Bagan 1.1
SKEMA KERANGKA KONSEPTUAL
JEPANG
INDONESIA
ODA JEPANG
JICA
Pengembangan Indonesia Timur
Pengembangan Provinsi
Sulawesi Selatan
Support for Environment
Penanganan Sampah
PENANGANAN SAMPAH KOTA MAKASSAR
Sumber: Diolah sendiri berdasarkan buletin JICA, 2008.
8
Berdasarkan pada kerangka konseptual di atas digambarkan bahwa adanya
bantuan JICA di kota Makassar tentu saja didasarkan pada kolaborasi 2 program
prioritas JICA di Indonesia yakni support for environment dan pengembangan
Indonesia Timur. Program support for environment ini diimplementasikan dalam
promosi 3R (Reduce,Reuse, Recycle), sedangkan program pengembangan Indonesia
Timur diimplementasikan dalam program pengembangan provinsi Sulawesi Selatan.
Sehingga, membentuk salah satu sub-program baru yakni penanganan sampah kota
Makassar.
Kehadiran JICA di kota Makassar tentu saja didasari oleh adanya kesepakatan
ikatan hubungan bilateral antara Indonesia dan Jepang. Jepang yang memiliki
kemampuan finansial yang baik menyalurkan bantuannya melalui ODA Jepang dalam
bentuk hibah, kerjasama teknis, dan pinjaman dana ODA. JICA sebagai organisasi
internasional yang mewakili pemerintah Jepang menjadi pelaksana bantuan ODA
Jepang, sehingga secara tidak langsung kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pihak
JICA tentu dipengaruhi oleh pihak pemerintah Jepang sendiri.
Berdasarkan dari pemaparan di atas dan melihat kondisi realitas aktual yang
terjadi, maka penulis tertarik untuk mengangkat sebuah penelitian yang berjudul :
“Peranan JICA (Japan International Cooperation Agency) terhadap Penanganan
Sampah Perkotaan Makassar” .
9
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Untuk lebih mempermudah analisa dan pembahasan, penulis akan membatasi
masalah yang akan penulis bahas yakni, membahas mengenai Peranan JICA (Japan
International Cooperation Agency) terhadap penanganan sampah Perkotaan
Makassar. Isu lingkungan telah menjadi isu internasional yang dibicarakan oleh
semua negara, karena seperti yang terlihat bahwa sampah menjadi salah satu faktor
yang menyebabkan meningkatnya kadar emisi karbon dan adanya potensi sampah
sebagai sumber energi alternatif. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah implementasi
program teknik pengelolan sampah yang baik, sebagaimana yang dilakukan oleh
pihak JICA (Japan International Cooperation Agency) di Makassar.
Kerjasama JICA dengan pemerintah kota Makassar telah berlangsung sejak
1986, namun dalam penelitian ini penulis mengkhususkan dalam rentan waktu 20082012. Adapun proyek bantuan JICA dalam periode ini merupakan proyek penanganan
sampah kota Makassar sendiri serta proyek gabungan antara JICA dengan pemerintah
kawasan Mamminasata (Makassar, Maros, Sunguminasa, dan Takalar) dalam
pembangunan TPA regional.
Meskipun demikian, Makassar tetap menjadi fokus
utama penulis, mengingat kondisi geografis dan demografis kota Makassar
menjadikan kota ini sebagai kota yang penuh dengan sampah sehingga membutuhkan
perhatian lebih dari berbagai pihak.
Berdasarkan batasan di atas, maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian
yang akan dijadikan sebagai dasar analisa dalam pembahasan ini:
10
1.
Apa faktor pendorong dan penghambat JICA (Japan International
Cooperation Agency) dalam memberikan bantuan terhadap penanganan
sampah perkotaan di Makassar?
2.
Bagaimana peranan JICA (Japan International Cooperation Agency )
terhadap penanganan sampah perkotaan di Makassar?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini antara lain :
a.
Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor pendorong dan penghambat JICA
(Japan International Cooperation Agency ) dalam penanganan sampah kota
Makassar?
b.
Untuk mengetahui dan menjelaskan peranan JICA (Japan International
Cooperation Agency) terhadap penangan sampah kota Makassar.
2. Manfaat Penelitian
Apabila tujuan penelitian tersebut dapat tercapai, maka penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai :
a.
Bahan informasi dan kajian bagi akademisi tentang peranan JICA (Japan
International Cooperation Agency ) terhadap penanganan sampah perkotaan,
khususnya di kota Makassar.
b.
Bahan referensi bagi peneliti lain yang hendak mengadakan penelitian tentang
objek yang sama dan relevan.
11
D. Kerangka Konsep
Keberadaan atau eksistensi suatu negara perlu dipertahankan. Salah satu cara
untuk mempertahankan eksistensi suatu negara adalah dengan mencapai tujuantujuan negara yang dirumuskan dalam suatu kepentingan nasional atau national
interest. National interest tersebut akan terpenuhi jika suatu negara melakukan
interaksi negara dengan negara lain yang mampu memenuhi kepentingannya itu.
Kepentingan nasional dapat diartikan secara minimum sebagai suatu
kepentingan untuk kesejahteraan umum, hak untuk mempertahankan kelangsungan
(survival) suatu negara, hak kepentingan ekonomi, hak perlindungan hukum. Dalam
arti yang lebih khusus yaitu untuk mempertahankan dan memelihara identitas politik
dan kulturalnya. Sehingga agar kepentingan nasionalnya terwujud, suatu negara bisa
saja membuat kerjasama atau bahkan konflik sekalipun.
Menurut Hans Morgenthau “strategi diplomasi harus dimotivasi oleh
kepentingan nasional dan bukan oleh kriteria moralistik, legalistik, dan ideologi yang
utopia, dan berbahaya”.7 Morgenthau juga menambahkan bahwa:
kepentingan nasional sama dengan usaha negara untuk mengejar power,
dimana power adalah segala sesuatu yang bisa mengembangkan dan
memelihara kontrol suatu negara terhadap negara lain. Hubungan
power dan kontrol tersebut bisa dicapai melalui teknik-teknik
pemaksaan dan kooperatif. 8
Menurut
Anthonio
Shitepu
di
dalam
buku
Pengantar
Hubungan
Internasionalnya, menyatakan bahwa:
7
Theodore A. Coulumbis dan James H. Wolfe, 1990, Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan
dan Power”,terj. Marcedes Marbun, CV. Abardin: Bandung, hal 114.
8
Ibid
12
Power sebagai suatu hubungan antara dua atau lebih negara-negara
(aktor politik) dimana aktor A misalnya, memiliki kemampuan untuk
mengontrol pemikiran dan tindakan (perilaku) aktor B dan seterusnya.
Hubungan antara aktor A dan aktor B bermuatan power yang
dikonseptualisasikan ke dalam konstelasi hubungan:“power
relationship” memiliki tiga unsur yakni kekuatan, pengaruh, dan
kekuasaan.
Konsep-konsep yang terkandung dalam rumusan kepentingan nasional
berfungsi sebagai pijakan negara untuk membuat kebijakan–kebijakan luar negeri
dari negara itu sendiri. Kebijakan-kebijakan luar negeri ini merupakan alat diplomasi
dalam hubungan internasional untuk meraih kepentingan dan tujuan yang ingin
dicapai negara tersebut.
Kepentingan nasional juga merupakan suatu panduan bagi pemimpin negara
dalam kegiatan politik luar negeri dan hubungan internasional yang dijalaninya.
Adanya interaksi antara negara satu dengan yang lainnya, akan muncul berbagai
macam kepentingan nasional dari negara tersebut. Oleh karena itu, kepentingan
nasional disini berperan sebagai penentu arah pemimpin suatu negara untuk tetap
dalam koridor yang sesuai dengan tujuan negaranya. Selain itu, kepentingan nasional
juga merupakan suatu tolak ukur hasil kinerja pemerintah dalam pelaksanaan
hubungan internasional dan politik luar negerinya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa negara tetap menjadi aktor dominan dalam
bentuk-bentuk
kerjasama
internasional,
namun
seiring
dengan
pesatnya
perkembangan saat ini, peran organisasi internasional semakin menonjol dan diakui
eksistensinya yang semakin bertambah jumlahnya di pentas hubungan maupun
kerjasama internasional. Namun perubahan-perubahan yang terjadi dalam pentas
13
internasional, bagaimana pun tidak dapat dilepaskan dari berbagai evolusi atau
transformasi yang dialami oleh negara bangsa.9 Sehingga, negara tetap masih
berperan dalam berbagai interaksi hubungan internasional.
Hubungan bilateral yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang
bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya
meskipun kepentingan nasional suatu bangsa pada saat itu ditentukan oleh siapa yang
berkuasa waktu itu. Sehingga untuk memenuhi kepentingan nasionalnya itu negaranegara tersebut melakukan berbagai kerjasama bilateral, trilateral, regional dan
multilateral, melalui bantuan luar negeri.
Salah satu instrumen yang sering digunakan dalam hubungan luar negeri
adalah adanya bantuan luar negeri. Secara umum bantuan luar negeri adalah proses
transfer barang atau dana dari dari suatu negara ke negara lain. Menurut teori Pearson
dan Payasilian dalam buku Pengantar Hubungan Internasional :
aliran realis menyatakan bahwa tujuan utama dari bantuan luar negeri
adalah bukan untuk menunjukkan idealisme abstrak kemanusiaan
tetapi utnuk proyeksi power nasional. Bantuan luar negeri merupakan
komponen penting bagi kebijakan keamanan nasional10.
Bantuan luar negeri dapat berupa pemberian (grant), pinjaman luar negeri
(loan) atau kerjasama teknik yang diberikan oleh negara-negara donor atau badanbadan internasional yang khusus dibentuk untuk memberikan pinjaman luar negeri.
9
Umar Suryadi Bakri, 1999, Pengantar Hubungan Internasional, Jayabaya Universitas Press: Jakarta,
hal. 77.
10
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional, Graha Ilmu: Bandung, Hal.49;
14
bantuan luar negeri adalah segala sesuatu yang berurusan dengan
pemindahan sumber-sumber kebendaan material dan jasa-jasa dari
negara tertentu terhadap negara lainnya yang memerlukannya dalam
suatu ikatan transaksi berbentuk pinjaman, pemberian, dan penanaman
modal asing.11
Terdapat dua syarat aliran modal dari luar negeri merupakan bantuan luar
negeri, yaitu:12
1. Aliran modal dari luar negeri tersebut bukan didorong untuk mencari
keuntungan;
2. Aliran modal dari luar negeri atau dana tersebut diberikan kepada negara
penerima atau dipinjamkan dengan syarat yang lebih ringan daripada yang
berlaku dalam pasar internasional.
Oleh sebab itu, aliran modal dari luar negeri yang tergolong sebagai bantuan
luar negeri dapat berupa pemberian (grant) dan pinjaman luar negeri (loan) yang
diberikan oleh negara-negara donor atau badan-badan internasional yang khusus
dibentuk untuk memberikan pinjaman luar negeri, seperti Bank Dunia (World Bank,
Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank), Dana Moneter Internasional
(International Monetary Fund).
Holsti membagi program bantuan luar negeri ke dalam empat jenis, yaitu:13
1. Bantuan Militer;
11
Yanuar Ikbar,2007, Ekonomi Politik Internasional 2, Refika Aditama: Bandung, hal. 189;
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, Op cit, hal. 83.
13
Ibid.
12
15
2. Bantuan Teknik;
3. Grant dan program komoditi impor;
4. Pinjaman pembangunan.
Alasan pemberian bantuan oleh suatu negara atau institusi tertentu terutama
ialah self-interest politik, strategi, dan ekonomi, sekalipun pada umumnya alasan itu
berupa motivasi moral dan bantuan kemanusiaan atau bantuan untuk kesinambungan
proses hubungan komplementasi dan pembangunan pihak lain. Namun demikian,
sulit ditemukan bukti-bukti sejarah perkembangan bantuan luar negeri selama periode
tertentu yang menunjukkan bahwa donor atau lembaga-lembaga kredit internasional
membantu tanpa mengharapkan keuntungan tertentu.
Pada umumnya, meskipun aktor-aktor internasional selain negara berusaha
berinteraksi, akan tetapi dibatasi dan dipengaruhi oleh pemerintah setempat, dimana
proses interaksi tersebut terjadi di negara tersebut. Sehingga, secara otomatis,
kelangsungan interaksi yang dilakukan oleh aktor-aktor non-negara tersebut tetap
mendapatkan pengawasan oleh pemerintah atau negara setempat, meskipun aktoraktor tersebut mempunyai kemampuan untuk melibatkan diri secara langsung dalam
pentas hubungan internasional. Dengan
demikian, menurut Rudi, Organisasi
Internasional akan lebih lengkap dan menyeluruh jika didefinisikan sebagai berikut:
Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari
struktur organisasi yang lengkap dan jelas serta diharakan atau
diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya
secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan
tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama,
16
baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama
kelompok non pemerintah pada negara yang berbeda.14
Sedangkan Cheever dan Haviland mendefinisikan Organisasi Internasional
sebagai berikut:
Pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara
negara-negara, umumnya berdasarkan atas status persetujuan dasar,
untuk melaksanakan fungi-fungsi yang memberi manfaat timbal
balik yang diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan serta
kegiatan-kegiatan staff secara berkala 15
Organisasi internasional tumbuh karena adanya kebutuhan dan kepentingan
masyarakat dan antarbangsa untuk adanya wadah dan alat untuk melaksanakan
kerjasama internasional. Sehingga, saat ini untuk memperluas eksistensinya
organisasi internasional kini dikenal dalam dua macam, yakni Organisasi antarpemerintah dan Organisasi non-pemerintah. Organisasi antar-pemerintah merupakan
sebuah organisasi perwakilan sebuah pemerintah atau negara sedangkan organisasi
non-pemerintah berupa organisasi yang independent dan dananya dai berbagai
sumber yang tidak mengikat.
Karakteristik umum yang terdapat dalam kedua jenis lembaga internasional
tersebut, meliputi: organisasi permanen untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu,
keanggotaannya bersifat sukarela, instrumen dasar yang menyatakan tujuan, struktur,
dan metode pelaksanaanya, badan konsultati yang representatif,
dan sekretariat
permanen yng menjalankan fungsi administratif, penelitian, dan informasi.
14
15
Teuku May Rudy, 2002, Hukum Internasional 2, Refika Aditama: Bandung, hal. 93;
Ibid
17
Coulumbis dan Wolfe mengemukakan klasifikasi organisasi internasional
dengan mengombinasikan antara keanggotaan dan tujuan. Kedua penempuh studi
Hubungan Internasional tersebut mengatakan bahwa IGO dapat diklasifkasikan
menjadi empat kategori berdasarkan keanggotan dan tujuan16:
1. Global Membership and general purpose, yaitu suatu organisasi
internasional antar pemerintah dengan keanggotaan global serta maksud
dan tujuan umum, contoh PBB.
2. Global Membership and limited purpose organization, yaitu suatu
organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan global dan
memiliki tujuan yang spesifik atau khusus. Organisasi jenis ini dikenal
pula sebagai organisasi internasional yang fungsional karena menjalankan
fungsi khusus.
3. Regional membership and general purpose organization, yaitu suatu
organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan yang
regional atau berdasarkan kawasan dengan maksud dan tujuan yang
umum, biasanya bergerak dalam bidang yang luas, meliputi keamanan,
politik, sosial dan ekonomi.
4. Regional membership and limited purpose organization, yaitu suatu
organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan regional
dan memiliki maksud serta tujuan yang khusus dan terbatas. Organisasi
internasional ini bergerak dalam bidang militer dan pertahanan
16
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, Op cit. hal.94.
18
Struktur lembaga IGO ini menunjukkan suatu pola yang khas. Sebagai contoh,
semua IGO memiliki pegawai-pegawai yang permanen yang dipimpin oleh seorang
profesional yang bekerja full time. Birokrasi-birokrasi permanen ini disebut
sekretariat. Karyawannya bisa dianggap pegawai sipil interasional, dan diharapkan
dapat mengembangkan kesetiaan yang bersifat supranasional atau organisasi dan
bukan nasional.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menggolongkan JICA sebagai salah
satu IGO, karena merupakan suatu organisasi perwakilan pemerintah Jepang, dalam
memberikan bantuan bagi negara-negara berkembang di seluruh dunia berdasarkan
hubungan bilateral yang dijalin, termasuk Indonesia,17 yang salah satu diantaranya
kerjasama yang berupa penanganan sampah di kota Makassar sebagai wujud dalam
dukungan terhadap lingkungan.
Lingkungan merupakan salah satu isu hubungan internasional yang kini
mendapatkan posisi banyak dalam interaksi hubungan internasional. Hal ini
disebabkan dampak yang diberikan oleh isu ini sangat mengancam kelangsungan
hidup bumi dan isinya. Sehingga diperlukan adanya tindakan tepat dalam menangani
masalah lingkungan ini.
Banyak ahli lingkungan yang melihat paradigma penyelesaian masalah
lingkungan selama ini sangat antroposentris. Antroposentris yakni sebuah pandangan
hidup yang menganggap alam diciptakan hanya untuk kepentingan manusia dan
17
JICA, About JICA: Organization, diakses melalui
http://www.jica.go.jp/english/about/organization/index.html, pada tanggal 7 Mei 2013.
19
bersifat eksploitatif, dengan melihat adanya dualisme antara lingkungan dan manusia.
Green politics dengan dua konsep utamanya; keberlanjutan ekologis (ecological
sustainability) serta desentralisasi tata kelola lingkungan, menjadi jalan alternatif bagi
penyelesaian
masalah
lingkungan
yang
biasanya
bertumpu
pada
konsep
pembangunan keberlanjutan (sustainable development) dan pembentukan rezim
lingkungan internasional yang terbukti belum dapat menyelesaikan problem
lingkungan dunia.
Green politics menawarkan konsep desentralisasi sebagai implementasi
kontrol yang lebih baik dalam mengatasi kontrol level global dapat lebih efektif
dilaksanakan dalam skala yang lebih kecil, yakni skala komunitas lokal yang
langsung memiliki interdependensi tehadap alam sekitar dalam kehidupn mereka.
Dengan konsep itu, selama beberapa tahun terakhir ini, keberadaan green politics bisa
membawa perubahan signifikan dalam kebijakan prolingkungan. Mengutip Charlene
Spretnak dalam Spiritual Dimension of Green Politics, yang mengatakan:
Betapa pentingnya mengembangkan green politics (politik hijau);
gerakan politik sadar ekologi. Oleh karena itulah kebijakankebijakan
sosial-poltik-ekonomi
kita
sudah
saatnya
18
mempertimbangkan soal lingkungan hidup.
Para pemikir Green Politics, Eckersley, Goodin dan Dobson yang biasa disebut
sebagai kelompok Green Politics mengkritik eksploitasi manusia terhadap
lingkungan, alasannya dengan mengatakan:
Pada dasarnya pemikiran ini adalah menekankan pada
pentingnya suatu paham serta upaya yang berlandaskan pada
18
Stephan Elkins, 1990, “The Politics of Mystical Ecologi”, Telos 82 Journal, hal. 52.
20
ecocentrism, yaitu suatu bentuk penolakan atas pandangan
anthropocentris atas dunia. Yang terpenting adalah
keseimbangan antara alam dan manusia. Pada saat
keseimbangan tadi tidak lagi bersifat seimbang, maka pada saat
itulah kerusakan akan terjadi, istilahnya adalah Katastrophe,
atau bencana.19
Gerakan lingkungan adalah istiah yang digunakan untuk menggambarkan bentuk
aksi kesadaran manusia yang peduli terhadap kerusakan lingkungan, serta berbagai
aspek dalam kehidupan manusia yang terancam akibat kerusakan lingkungan. Dua
terminologi yang erat kaitannya dengan gerakan lingkungan adalah konservasi dan
“gerakan hijau” (Green movement).
Aditjondro, mendefinisikan politik lingkungan sebagai:
Interaksi kekuatan yang mempengaruhi proses pembuatan
keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya alam tertentu,
termasuk pengubahan ekosistem tertentu yang bisa berakibat
buruk bagi kelompok masyarakat tertentu yang kehidupannya
tergantung pada sumber daya alam tersebut serta pelestarian
ekosistemnya. 20
Berdasarkan definisi di atas sebuah interaksi yang dilakukan oleh
manusia menghasilkan sebuah keputusan yang mempengaruhi pemanfaatan
sumber daya alama tertentu, dan keputusan tersebut juga mempengaruhi
pengubahan sebuah sistem dan bisa berakibat fatal jika tidak memperhatikan
19
Mattew Patterson, 2001,“Green Politics”, dalam Burchill, Schoot, and all, “Theories of International
Relation , 2nd Edition, Palgrave Macmillan: New York, hal 277.
20
George Junus Aditjondro, 2003, “Pola-pola Gerakan Lingkungan”, Refleksi untuk Menyelematkan
lingkungan dari Ekspansi Modal. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, hal. 63.
21
kelestarian ekosistem tersebut, dimana
yang
sebagian kelas sosial
masyarakat sangat bergangtung ekosistem tersebut.
E. Metode Penelitian
1.
Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang penulis digunakan adalah tipe penelitian
deskriptif analitik yang bersifat studi kasus dimana penulis memberikan suatu
gambaran mengenai faktor pendorong dan penghambat JICA dalam
menangani sampah perkotaan Makassar. Selanjutnya menganalisa peranan
JICA dalam penanganan sampah perkotaan di Makassar.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Makassar.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah:
a. Telaah Pustaka
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah telaah pustaka,
yaitu dengan cara mengumpulkan data dari literatur-literatur yang
berhubungan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas baik baik
berupa buku, dokumen, jurnal, majalah, maupun surat kabar. Adapun
tempat yang penulis kunjungi dalam mengumpulkan data adalah:
1. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin.
2. Perpustakaan Fisip Unhas.
22
3. Perpustakaan Wilayah di Makassar.
4. Perpustakaan Universitas Fajar.
5. Perpustakaan Umum ACSI (Active Society Institute) Makassar
6. Kantor Dinas PPLP Sul-Sel
7. Kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Makassar
8. Kantor Dinas UPTD Mamminasata
9. Kantor Nippon Koi di Makassar
10. Kantor JICA di Makassar
11. Badan Pusat Statitistik Sul-Sel
b. Wawancara
Teknik wawancara yang penulis gunakan adalah wawancara dengan
para informan yang memiliki kapabilitas terhadap masalah-masalah yang
diteliti.
4. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis data kualitatif.
Dimana fokus penelitian diarahkan pada data non-matematis. Adapun data
kuantitatif dicantumkan sebagai data pelengkap yang digunakan untuk
mengetahui faktor penghambat dan pendukung JICA dalam memberikan
bantuan terhadap penangan sampah perkotaan di wilayah Makassar.
5. Jenis Data
Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data Primer merupakan data yang penulis peroleh
23
dari wawancara dengan para informan, yang meliputi data tentang: faktor
pendukung dan penghambat JICA dalam memberikan bantuan dalam
penanganan sampah kota Makassar.
Sedangkan, data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah:
a. Statistik sampah Kota Makassar dari tahun 2008-2012.
b. Konstribusi JICA dalam penanganan sampah kota Makassar
c. Data lain yang diperoleh lewat dokumen atau instansi lain yang
terkait langsung dengan pihak-pihak yang menjadi objek utama
penulis.
24
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A.
Konsep Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional dapat diartikan sebagai suatu kepentingan untuk
kesejahteraan umum, hak untuk mempertahankan kelangsungan hidup (survival)
suatu negara, hak kepentingan ekonomi, hak perlindungan hukum. Dalam arti yang
lebih khusus yaitu untuk mempertahankan dan memelihara identitas politik dan
kulturalnya. Sehingga agar kepentingan nasionalnya terwujud, suatu negara bisa saja
membuat suatu kerjasama atau bahkan konflik sekalipun.
Kepentingan nasional suatu negara berdasar dari tujuan nasional masingmasing negara tersebut dan tentu saja setiap negara memiliki tujuan nasional
negaranya. kepentingan nasional tersebut dapat dijadikan alasan suatu negara untuk
mengambil kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional mempengaruhi setiap
aktivitas dari suatu negara baik itu hubungan kekuasaan atau pengendalian melalui
kerjasama ataupun juga paksaan. Oleh karena itu, kepentingan nasional dianggap
sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup
dalam politik internasional.
Kepentingan nasional merupakan dasar bagi suatu negara untuk menjelaskan
perilaku luar negeri serta sebagai alat ukur untuk menentukan keberhasilan politik
luar negeri suatu negara. Konsep kepentingan ini sekaligus menjadi dasar evaluasi
kebijakan luar negeri. Kepentingan nasional sangat penting bagi suatu negara karena
hal ini merupakan kontrol suatu negara terhadap negara lain, bahkan kepentingan
25
nasional dapat diartikan sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang
mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan
kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional pada umumnya merupakan unsurunsur yang vital dari kebutuhan negara seperti pertahanan, keamanan, militer, dan
kesejahteraan ekonomi.21 Sehingga, hal-hal yang berkaitan keempat hal tersebut
merupakan pencapaian kepentingan nasional
Begitu pula halnya dengan yang dilakukan oleh Jepang dan juga Indonesia.
Kerjasama di bidang lingkungan hidup, yang dilakukan oleh kedua negara tersebut,
yang melintasi antar negara ataupun antar kawasan tentu saja karena adanya
kepentingan nasional dari masing-masing negara. Motivasi kerjasama tersebut
diharapkan akan membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi negara yang
bersangkutan, khususnya Jepang dan Indonesia.
Arti minimum yang inheren dengan konsep kepentingan nasional adalah
kelangsungan hidup (survival). Dalam kaitan ini Hans J. Morgenthau mengatakan
bahwa “kemampuan minimun bangsa-bangsa adalah melindungi identitas fisik,
politik, dan identitas budaya mereka oleh gangguan dari negara-negara lain”.22 Jika
pengertian tersebut diterjemahkan ke dalam arti yang lebih khusus, negara-negara
harus
bisa
mempertahankan
integritas
wilayahnya
(physical
identity);
mempertahankan identitas politik (political identity); mempertahankan rezim-rezim
ekonomi-politiknya seperti misalnya demokratis kompetitif, komunisme, kapitalisme,
21
22
Jack C.Plano dan Roy Olton, 1999, Kamus Hubungan Internasional,Abardin: Bandung, hal.17.
P. Antonious Sitepu, 2011, Studi Hubungan Internasional, Graha Ilmu: Medan, hal.165.
26
sosialisme, otoriter, dan totaliter. Dalam perbandingan terhadap identitas kultural
senantiasa berkaitan dengan etnis, agama, bahasa, norma-norma, dan sejarahnya.
Selanjutnya, Hans Morgenthau menyatakan bahwa “kepentingan nasional itu
merupakan hasil kompromi dari kepentingan-kepentingan politik yang saling
bersaing”.23 Berdasarkan dari definisi tersebut berarti bahwa kepentingan nasional itu
bukan merupakan sesuatu yang ideal yang dicapai secara abstrak dan saintifikasi,
akan tetapi merupakan hasil persaingan politik internasional yang berlangsung secara
terus menerus. Pemerintah dengan melalui berbagai lembaga-lembaga, pada akhirnya
bertanggung jawab untuk merumuskan dan mengimplementasikannya dalam bentuk
kebijaksanaan-kebijaksanaan
yang
diarahkanuntuk
mencapai
kepentingan
nasionalnya.
Begitu pula halnya dengan Jepang, begitu banyaknya persaingan-persaingan
yang dihadapi dalam mencapai tujuan nasional, sehingga pemerintah Jepang
membentuk sebuah lembaga donor yang disebut dengan JICA (Japan Internasional
Cooperation Agency). Meski tujuan dibentuknya lembaga tersebut untuk membantu
negara-negara berkembang, namun pada hakikatnya di dalam lembaga tersebut
terdapat berbagai macam kepentingan-kepentingan yang akan diimplementasikan
dalam bentuk kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dikeluarkannya guna mencapai
kepentingan-kepentingan nasional negara yang diwakilinya.
Di antara beberapa definisi yang diungkapkan oleh Hans J Morgenthau, salah
satu definisi yang mendekati penulisan ini adalah:
23
Ibid, hal.166.
27
kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar power
(kekuasaan), yaitu apa saja yang bisa memberntuk dan
mempertahankan “pengendalian”, suatu negara atas negara lain.
Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini bisa diciptakan
melalui teknik-teknik paksaan maupun kerjasama terhadap
negara lain.24
Suatu negara mewujudkan kepentingan nasionalnya dengan cara berusaha
melindungi dan mempertahankannya dari pihak lain yang dapat mengancam
kelangsungan dan pemenuhan kebutuhan negaranya. Mengenai hal ini Mochtar
Mas’oed berpendapat bahwa “Kepentingan nasional merupakan kemampuan
minimum negara-negara untuk melindungi dan mempertahankan idenitas fisik,
politik, dan kulturnya dari gangguan-gangguan negara lain”.25 Sehingga, suatu negara
terkadang bertingkah terlalu agresif dalam berinteraksi dengan negara lain,
disebabkan karena ingin menciptakan sebuah pencitraan agar negara lain tidak
mengganggu masalah negaranya, misalnya Amerika Serikat.
Miroslav Nincic juga menyebutkan tiga kriteria atau yang disebutnya asumsi
dasar yang harus dipenuhi dalam mendefinisikan kepentingan nasional. Pertama,
kepentingan itu harus bersifat vital sehingga pencapaiannya menjadi prioritas utama
pemerintah dan masyarakat. Kedua, kepentingan tersebut harus berkaitan dengan
lingkungan internasional. Artinya pencapaian kepentingan nasional dipengaruhi oleh
lingkungan internasional. Ketiga, kepentingan internasional harus melampaui
kepentingan yang bersifat partikularistik dari individu, kelompok, atau lembaga
24
Mochtar Mas’oed, 1990, Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi, LP3ES: Jakarta,
hal.164.
25
Ibid, Hal. 141.
28
pemerintahan sehingga menajdi kepedulian masyarakat secara keseluruhan.26
Sehingga, pencapaian kepentingan nasional menjadi dasar interkasi sebuah negera.
Kepentingan nasional didefinisikan sebagai konsep abstrak yang meliputi
berbagai keinginan atau kategori dari suatu negara yang berdaulat. Kepentingan
nasional terbagi ke dalam beberapa jenis27:
1. Core/basicvital interest; kepentingan yang sangat tinggi nilainya sehingga
suatu negara bersedia untuk berperang dalam mencapainya. melindungi
daerah-daerah wilayahnya, menjaga dan melestarikan nilai-nilai hidup
yang dianut suatu negara merupakan contoh dari core, basic, vital interest
ini.
2. Secondary interest; meliputi segala macam keinginan yang hendak dicapai
masing-masing negara, namun mereka tidak bersedia berperang dimana
masih terdapat kemungkinan lain untuk mencapainya melalui jalan
perundingan misalnya.
Setiap negara tidak bisa menghindar dari konsep kepentingan nasional, karena
konsep tersebut berkaitan erat dengan tujuan-tujuan nasional. Atas dasar kepentingan
nasional inilah suatu negara merumuskan kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan
dalam hubungannya dengan negara lain. Kepentingan nasional diakui sebagai konsep
kunci dalam poltik luar negeri, Kepentingan nasional juga merupakan cerminan dari
26
27
Aleksius Jemadu, 2008, Politik Global dalam Teori dan Praktik, Graha Ilmu: Yogyakarta, hal.67.
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan M. Yani, Op cit.,hal. 52.
29
kebutuhan-kebutuhan dalam negeri serta upaya-upaya pemenuhan kebutuhan suatu
negara, baik kebutuhan ekonomi, politik, sosial, budaya, maupun pertahanan.
Kepentingan nasional diartikan pula sebagai kepentingan unitary actor yang
penekanannya pada peningkatan national power (kekuasaan nasional) untuk
mempertahankan keamanan nasional dan survival dari negara tersebut. Kepentingan
nasional lainnya seperti pembangunan ekonomi, disubordinasikan sebagai elemendar
kekuatan nasional. Kepentingan nasional kemudian bersifat vital bagi suatu negara
karena terkait dengan eksistensinya untuk tetap berdiri sebagai negara berdaulat.
Suatu negara harus mempertahankan kedaulatan atau yuridiksinya dari campur tangan
asing.
Kepentingan nasional yang bersifat vital umumnya berkaitan dengan
kelangsungan hidup negara tersebut serta nilai-nilai inti (core values) yang menjadi
identitas kebijakan luar negerinya. Ketika kepentingan vital atau strategis suatu
negara menjadi taruhan dalam interaksinya dengan aktor lain, maka negara tersebut
akan menggunakan segala instrumen yang dimilikinya termasuk kekuatan militer
untuk mempertahankannya. Sedangkan kepentingan yang non-vital atau sekunder
tidak berhubungan secara langsung dengan eksistensi negara itu tetapi tetap
diperjuangkan
melalui
kebijakan
luar
negerinya
yang
pada
umumnya
diimplementasikan dalam bentuk suatu kerjasama. 28
28
Aleksius Jemadu, Op.cit., hal. 68
30
Jadi, kepentingan nasional itu dapat diwujudkan melalui sebuah kerjasama atau
perang. Sebuah kerjasama yang terjalin tidaklah semata-mata untuk menjaga
perdamaian dunia atau memecahkan sebuah masalah, misalnya masalah lingkungan.
Namun, kepentingan nasional itu identik dengan kepentingan terselubung yang selalu
mengikuti setiap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh sebuah pemerintah
dalam suatu negara yang tentu saja mampu memberikan keuntungan lebih dari
kebijakan yang dikeluarkan melalui sebuah kerjasama ataupun perang.
B.
Konsep Bantuan Luar Negeri
Dalam konteks penelitian ini, untuk menganalisa implementasi bantuan JICA
dalam penanganan sampah kota Makassar, perlu kiranya menggunakan konsep
bantuan luar negeri. Konsep bantuan luar negeri ini juga akan dipakai dalam melihat
pola hubungan antara Jepang dan Indonesia.
1. Definisi dan Motif
Secara sederhana, menurut Organization of Economic Cooperation and
Development (OECD), bantuan luar negeri (atau biasa juga disebut ‘Overseas
Development Assistance’ atau ODA) merujuk pada “pinjaman” (loan) dan “hibah”
(grant) yang diberikan kepada negara-negara berkembang yang memenuhi tiga
kriteria utama, yakni 1) pinjaman dan hibah harus berkaitan dengan sektor-sektor
publik, 2) tujuan dari pinjaman dan hibah tersebut haruslah berorientasi pada
31
pemeliharaan dan pembangunan ekonomi, 3) pinjaman dan hibah yang berikan harus
jelas, konsensional, dan mengandung unsur hibah sedikitnya 25%.29
Oleh Stephen D. Krasner, istilah bantuan luar negeri (foreign aid) diartikan
sebagai tindakan-tindakan negara, masyarakat (penduduk), atau lembaga-lembaga
masyarakat atau lembaga-lembaga lainnya yang berada pada suatu negara tertentu
ataupun pasar tertentu di luar negeri, memberikan bantuan berupa pinjaman, memberi
hibah atau penanaman modal mereka kepada pihak tertentu di negara lainnya.30
Dalam prakteknya, bantuan luar negeri ini merupakan jalinan konsep dan juga
sebagai suatu teori yang berhubungan langsung dengan mengalirnya modal atau nilai
kebendaan atau jasa-jasa kepada pihak di luar negeri dengan tujuan membantu atau
motif-motif ekonomi politik tertentu.
Aspek ekonomi politik tidak dapat dipisahkan dari hubungan antar aktor yang
salah satunya terjalin melalui mekanisme bantuan luar negeri ini. Keterkaitan antara
ekonomi politik dan bantuan luar negeri sukar terpisahkan karena berkaitan dengan
agenda-agenda ekonomi dan politik yang saling berkaitan di antara keduanya.
Kesaling-keterkaitan kepentingan antara pemberi dan penerima itu meliputi:
a. Keinginan pihak pemberi dapat dilandasi oleh berbagai kepentingan biasanya
ekonomis dan politis. Pihak penerima pun menggunakan pikiran-pikiran yang
serupa ekonomis dan politis ketika menerima bantuan tersebut.
29
OECD, 1985, Twenty-five Years of Development Co-operation: A Review, OECD: Paris, hal. 171173.
30
Stephen D. Krasner dalam Yanuar Ikbar, Op cit, hal.188.
32
b. Faktor-faktor yang bersifat politik dapat sama pentingnya dengan faktorfaktor yang bersifat ekonomi dalam hubungan dengan kontribusi yang
diperoleh oleh pihak pemberi maupun penerima bantuan. Namun ini
tergantung pemerintah pemberi atau pemerintah penerima bantuan.
c. Jarang sekali dijumpai kasus bantuan luar negeri yang bercorak murni
ekonomi dan politis atau aspek lainnya semata. Kebanyakan orang
membicangkan proses bantuan itu berupa hubungan ekonomi dan politik
maupun lainnya secara timbal balik.
Secara spesifik, untuk memiliki kacamata analisis dalam melihat topik yang
diangkat dalam penelitian ini, perlu untuk memahami bagaimana peran yang
dimainkan oleh JICA dalam menyalurkan dana bantuan luar negerinya.
2. Pengelompokan Bantuan Luar Negeri
Sebagai sebuah instrument kepentingan, bantuan luar negeri dapat
dikategorikan ke dalam berbagai jenis bantuan. Sebelumnya, kita perlu membedakan
dulu secara mendasar antara pinjaman bilateral dan multilateral dalam kelompok
pinjaman luar negeri31. Pinjaman bilateral adalah pinjaman yang diberikan secara
langsung dari suatu pemerintah (umumnya negara maju) kepada suatu pemerintah
negara berkembang, sehingga sering juga disebut G to G (Government to Government
Aid). Sedangkan pinjaman multilateral adalah pinjaman yang diberikan oleh lembaga-
31
Jelly Leviza, 2009, Tanggung Jawab bank Dunia dan IMF sebagai Subjek Hukum Internasional,
Sofimedia: Jakarta, hal. 2.
33
lembaga internasional, seperti: Kelompok Bank Dunia (World Bank Group),
International Monetary Fund (IMF), PBB, dan lain-lain.
Dari segi jenis bantuan luar negeri, menurut Michael Todaro, bantuan luar
negeri dapat dibagi menjadi: 32
1. Bantuan berupa pinjaman atau hibah (grant);
2. Bantuan pinjaman (utang luar negeri);
3. Investasi (penanaman modal) asing.
Sementara menurut K. J. Holsti, ada empat tipe utama bantuan luar negeri33,
yaitu technical assistance/bantuan teknis, hibah/grants (ada juga program impor
komoditi), pinjaman pembangunan, dan bantuan kemanusiaan yang bersifat darurat.
Selain itu, ada juga pengelompokan bantuan dari negara-negara kaya kepada negaranegara miskin yang dikenal dengan istilah pemindahan sumber daya (flow of
resources). Pengelompokannya bantuan tersebut antara lain:
a.
Pemindahan sumber-sumber resmi (flow of official resources), berupa:
i)
Pemindahan secara bilateral, yaitu grants (pemberian), sumbangan yang
menyerupai grants, dan modal pemerintahan jangka panjang.
ii) Pemindahan secara multilateral, yaitu grants dan iuran modal kepada
badan-badan pembangunan internasional dan pemberian hutang kepada
badan-badan tersebut termasuk pembelian obligasi.
32
33
Michael. P. Todaro, 1987, Ilmu Ekonomi Bagi Negara Sedang Berkembang I, terj. Akademi
Presindo: Jakarta, hal 90-91.
K. J. Holsti,1995, Politik Internasional: Kerangka Analisa, Prentice Hall: New Jersey, hal. 182.
34
b.
Pemindahan sumber-sumber swasta (flow of private resources), berupa:
Investasi langsung swasta (foreign direct investment), investasi portofolio
(portfolio investment), pinjaman bank komersial (commercial bank lending),
dan kredit ekspor (exports credit).
Bantuan luar negeri jika dilihat dari sifat persyaratan pinjaman, maka
pinjaman luar negeri dapat diklasifikasikan atas:34
a.
Pinjaman Lunak (Concessional Loan)
Pinjaman ini berasal dari lembaga multilateral maupun lembaga bilateral.
Pinjaman ini bercirikan tingkat bunga yang rendah (sekitar 3,5%), jangka
waktu pengembalian yang panjang (sekitar 25 tahun), dan masa tenggang
(grace period) cukup panjang, yakni 7 tahun. Tipe pinjaman ini seringkali
diterapkan Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB) yang seringkali
memberikan pinjaman untuk jangka waktu 25-40 tahun.
b.
Pinjaman Setengah Lunak (Semi Concessional Loan)
Pinjaman ini adalah pinjaman yang memiliki persyaratan pinjaman sebagian
komersil namun dijamin oleh suatu lembaga pengembangan ekspor.
Biasanya bentuknya berupa fasilitas kredit ekspor, misalnya suatu negara
yang ingin memajukan ekspor di negaranya akan menyediakan pembiayaan
bagi suppliernya untuk menjual barangnya kepada debitor. Dulu dikenal juga
34
Jelly Leviza, Op cit, hal. 2.
35
dengan istilah purchase and installment sales agreement, contohnya dari
Leasing Company di Jepang.
c.
Pinjaman Komersial (Commercial Loan)
Pinjaman ini adalah pinjaman yang berasal dari bank atau lembaga keuangan
dengan persyaratan yang berlaku di pasar internasional pada umumnya.
Berdasarkan sifatnya lagi, terdapat lagi pembedaan seperti:
i) Pinjaman Bilateral, yaitu pinjaman dengan jumlah kecil yang berasal
dari satu bank.
ii) Pinjaman Multilateral, yaitu pinjaman dalam jumlah besar yang
berbentuk sindikasi.
Sedangkan berdasarkan bentuknya, terdapat juga pembedaan bantuan luar
negeri, seperti:
i) Bentuk surat utang (notes) dengan bunga mengambang, atau obligasi
(bonds) dengan bunga yang tetap. Keduanya sama-sama berasal dari
pasar modal (capital market).
ii) Pinjaman dari perbankan internasional yang berbentuk sindikasi dengan
jumlah pinjaman yang besar.
36
Dari jenis hubungan yang diatur, pinjaman luar negeri masih memiliki
banyak jenis berbeda35, diantaranya:
a.
Pinjaman Terikat (tied aid), yaitu pinjaman yang terbatas hanya bisa
digunakan unutk membeli barang dan jasa dari negara donor.
b.
Pinjaman Tidak Terikat (untied aid), yaitu pinjaman yang bebas digunakan
oleh negara penerima pinjaman. Dalam artian, penggunaan pinjaman
tersebut tidak terikat kepada negara donor yang bersangkutan.
c.
Pinjaman Proyek (Project Aid), yaitu pinjaman yang ditujukan khusus untuk
suatu proyek pembangunan tertentu.
d.
Pinjaman Program (Programme Aid), yaitu pinjaman yang pemanfaatan
pinjamannya dapat ditujukan untuk tujuan umum.
Berdasarkan pada penjelasan mengenai bantuan luar negeri di atas, penulis
mengidentifikasi bahwa bantuan JICA kepada pemerintah kota Makassar merupakan
bantuan pinjaman proyek. Bantuan pinjaman proyek merupakan bantuan pinjaman
yang ditujukan khusus untuk suatu proyek pembangunan tertentu, termasuk dalam
penelitian ini JICA memberikan bantuan proyek dalam pembangunan TPA regional
di kawasan Mamminasata yang melibatkan kota Makassar, Maros, Sunguminasa, dan
Takalar.
35
Rustian Kamaluddin, 1988, Perdagangan dan Pinjaman Luar Negeri, Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta, hal. 33-34.
37
C.
Konsep IGO’s (Inter-Governmental Organization)
Istilah organisasi antar-pemerintah secara umum merujuk pada sebuah
organisasi internasional, berupa asosiasi yang didirikan oleh negara berdasarkan
sebuah perjanjian untuk mencapai tujuan umum, dan memiliki organ tersendiri untuk
memnuhi fungsi tertentu dalam sebuah organisasi. Elemen definisi ini adalah asosiasi
yang didirikan oleh negara, memiliki perjanjian, tujuan umum berdasarkan sejarah
dan memiliki struktur tersendiri36. Sehingga, jika memenuhi elemen tersebut, sebuah
organisasi bisa dikatakan sebagai IGO’s.
Menurut Bruce dan Harvey Starr (1985,53- 55) “IGO’s senantiasa dikaitkan
dengan kategori berdasarkan pada lingkup (scope) dan keanggotaannya (scope of
membership) dan lingkup tujuannya (scope of purposes)”.37 Hal ini berarti bahwa
untuk mengidentifikasi suatu IGO’s harus melihat asal lingkupnya (scope), status
keanggotaanya dan tujuan organisasi tersebut didirikan sehingga dengan demikian
akan lebih mudah dalam mengidentifikasi suatu organisasi itu ke dalam NGO’s atau
IGO’s. Jika status sebuah organisasi tidak jelas baik dari scope, status keanggotaan,
dan tujuannya, maka organisasi tersebut belum bisa digolongkan dalam IGO’s.
IGO’s
yang
subjeknya
terdiri
dari
negara-negara
yang
mewakili
pemerintahannya dan ini terlihat lebih sempit dibandingkan dengan subjek
pemerintahan nasional. Lagi pula pemerintahan nasional fungsinya lebih inklusif atau
36
Peter Fisher ,2012, International Organizatons. Diakses melalui
http://paneurouni.com/files/sk/fp/ulohy-studentov/2rocnikbc/io-skript.1.10.2012.newversion.pdf. Tanggal 4 April 2013.
37
P. Anthonio Sitepu, op.cit., hal.137.
38
mendalam yang mencakup seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakatnya. Sedangkan
dalam IGOs ini, tidak secara ketat memberikan pengaruhnya kepada anggotaanggotanya dan mungkin hanya dengan beberapa resolusi-resolusi, misalnya di
bidang keamanan, politik, informasi laporan-laporan dan bantuan-bantuan yang
bersifat teknis.38 Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa suatu organisasi antar
negara (IGOs) merupakan suatu organisasi yang terbentuk oleh suatu negara atau
lebih, dimana dalam setiap output yang dihasilkan oleh IGOs itu merupakan hasil
akumulasi kepentingan-kepentingan nasional negara yang menjadi anggotanya.
Coulumbis dan Wolfe mengemukakan klasifikasi organisasi internasional
dengan mengombinasikan antara keanggotaan dan tujuan. Kedua penempuh studi
Hubungan Internasional tersebut mengatakan bahwa IGO dapat diklasifkasikan
menjadi empat kategori berdasarkan keanggotan dan tujuan39:
5. Global Membership and general purpose, yaitu suatu organisasi
internasional antar pemerintah dengan keanggotaan global serta maksud
dan tujuan umum, contoh PBB.
6. Global Membership and limited purpose organization, yaitu suatu
organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan global dan
memiliki tujuan yang spesifik atau khusus. Organisasi jenis ini dikenal
pula sebagai organisasi internasional yang fungsional karena menjalankan
fungsi khusus.
38
39
P.Anthonio Sitepu, op.cit., Hal. 142;
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, op cit.,94.
39
7. Regional membership and general purpose organization, yaitu suatu
organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan yang
regional atau berdasarkan kawasan dengan maksud dan tujuan yang
umum, biasanya bergerak dalam bidang yang luas, meliputi keamanan,
politik, sosial dan ekonomi.
8. Regional membership and limited purpose organization, yaitu suatu
organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan regional
dan memiliki maksud serta tujuan yang khusus dan terbatas. Organisasi
internasional ini bergerak dalam bidang militer dan pertahanan
Secara klasik, hubungan internasional merupakan hubungan politik antar
negara, namun dalam perkembangan konsepnya berkembang ke hubungan yang
semakin kompleks dan mencakup semua interaksi yang berlangsung secara lintas
batas negara. Pertumbuhan organisasi internasional dimulai sejak diadakannya
perjanjian Westphalia (1948) dimana organisasi internasional telah banyak berperan
dalam perkembangan hubungan internasional, organisasi modern, mulai muncul lebih
dari satu abad yang lampau di negara barat, yang berkembang di abad kedua puluh,
yaitu di zaman kerjasama internasional. Hingga kini, bukan hanya negara yang
mampu melakukan interaksi, namun individu bahkan sebuah organisasi mampu
melakukan bahkan menyelesaikan berbagai masalah internasional yang ada saat ini.
Organisasi-organisasi
internasional
inter-government
maupun
non-
government mulai bermunculan dalam penyelesaian masalah-masalah global. Dalam
konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional telah
40
menunjukkan eksistensinya menjadi aktor yang berperan dalam politik internasional.
Namun dalam penerapan bentuk-bentuk kerjasama internasional, negara yang
merupakan aktor dominan dalam hubungan internasional tetap memegang peranan
penting. Bowet mengemukakan pendapatnya bahwa:
meskipun tidak terdapat banyak definisi yang diterima secara umum,
namun pada dasarnya organisasi internasional memiliki peranan yang
didirikan atas dasar suatu perjanjian internasional yang kebanyakan
adalah perjanjian multilateral daripada perjanjian bilateral dengan
disertai tujuan tertentu. 40
Konsep organisasi internasional yang dikemukakan oleh Bowet di atas masih
bisa digunakan pada abad ini, dimana sebagian besar organisasi internasional yang
tercipta dalam interaksi hubungan internasional, pada umumnya bersifat multilateral,
yang memiliki tujuan tertentu. Namun hal itu tidak berarti hanya sedikit organisasi
internasional yang memiliki perjanjian bilateral. Kita bisa melihat, kerjasama antara
Indonesia dengan JICA merupakan sebuah kerjasama yang dilandasi oleh hubungan
dan perjanjian bilateral antara Jepang dan Indonesia diberbagai bidang, termasuk
dalam bidang lingkungan yang penulis bahas dalam tulisan ini.
Selain dari pada itu, pengertian lain tentang organisasi internasional secara
lengkap dan menyeluruh. Menurut Rudy, Organisasi internasional dapat didefinisikan
sebagai berikut:
Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari
struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta melaksanakan
fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna
mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta
disepakati bersama, baik antar-pemerintah dengan pemerintah
40
Teuku May Rudy, 2002, Hukum International 2, Op cit, hal. 86.
41
ataupun antar sesama kelompok non pemerintahan pada negara yang
berbeda.
Jadi, organisasi internasional menurut pengertian di atas mencakup beberapa
unsur yaitu:
1. Pola kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas-batas negara.
2. Adanya usaha untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah disepakati bersama
baik antar pemerintah maupun non-pemerintah.
3. Adanya struktur organisasi yang lengkap dan melaksanakan fungsi secara
berkesinambungan.
Tanggapan mengenai meningkatnya kompleksitas dan urgensi masalah-masalah
sosial, ekonomi, dan politik bersama, negara menggunakan organisasi-organisasi
antar pemerintah untuk memudahkan pemecahan masalah mereka. Organisasi
tersebut bisa bersifat permanen agar dapat menangani masalah, baik yang spesifik
maupun yang berkaitan dalam jangka panjang, atau bisa bersifat sementara agar bisa
segera dibubarkan apabila
telah menemukan pemecahan yang mantap dan
mewujudkan pemecahan itu dalam seperangkat aturan.
Selanjutnya, organisasi internasional menurut Michael Hass,bahwa:
organisasi internasional itu memiliki dua pengertian yakni:
Pertama, sebagai suatu lembaga atau struktur yang mempunyai
seperangkat aturan, anggota, jadwal, tempat, dan waktu
pertemuan; kedua, organisasi internasional merupakan pengaturan
bagian-bagian menjadi suatu kesatuan yang utuh dimana tidak ada
aspek non-lembaga dalam istilah organisasi internasional ini.41
41
Richard W. Mansbach, 1997, Global Puzzle: Issue and Actors in Global Politics. Houghton Miffin
Company: Boston,hal 14, di dalam Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad
Yani, op.cit., hal.93.
42
Pengertian organsisasi internasional di atas bahwa suatu organisasi internasional
harus memiliki aturan, anggota, jadwal, tempat, dan waktu pertemuan. Artinya tujuan
dan maksud organisasi tersebut didirikan sangat jelas, sehingga diperlukan aturan
untuk mengikat anggota, yang sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan
melakukan berbagai musyawarah atau rapat koordinasi yang dimana jadwal, tempat
dan waktu pertemuan telah ditentukan, sehingga dalam pengaturan tersebut tidak ada
hal yang yang dilakukan di luar aspek lembaga.
Organisasi internasional didefinisikan sebagai suatu struktur formal dan
berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan antara angota-anggota
(pemerintah atau non-pemerintah) dari dua atau lebih negara berdaulat dengan tujuan
untuk mengejar kepentingan bersama para anggotanya. Lebih lanjut, upaya
mendefinisikan suatu organisasi internasional harus melihat tujuan yang ingin
dicapai, institusi-institusi yang ada, suatu proses perkiraan peraturan-peraturan yang
dibuat pemerintah terhadap hubungan antara suatu negara dengan aktor-aktor nonnegara.
Kehadiran organisasi internasional mencerminkan kebutuhan manusia untuk
bekerjasama, sekaligus menjadi sarana untuk bekerjasama, sekaligus sebagai sarana
untuk mengetahui masalah-masalah yang timbul melalui kerjasama tersebut. Peranan
organisasi internasional dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu 42:
42
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, op.cit, hal.95.
43
1. Sebagai instrumen. Organisasi internasional digunakan oleh beberapa
negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan
tujuan politik negaranya.
2. Sebaga arena. Organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi
anggota-anggotanya untuk membicarakan dan membahas masalahmasalah yang dihadapi. Tidak jarang organisasi internasional digunakan
oleh beberapa negara untuk mengangkat masalah negerinya, ataupun
masalah dalam negeri dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian
internasional.
3. Sebagai aktor independen. Organisasi internasional dapat membuat
keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau
paksaan dari luar organisasi.
Organisasi internasional sebagai instrumen, dipakai oleh anggota-anggotanya
untuk tujuan tertentu, biasanya terjadi pada IGO (inter-governmental organization)
dimana anggota-anggotanya merupakan negara berdaulat yang dapat membatasi
tindakan-tindakan
organisasi
internasional.
Maksudnya
bahwa
organisasi
internasional dalam konstitusinya adalah mereka berposisi lebih dari bagianbagiannya yaitu negara. Namun, dalam kasus tertentu organisasi internasional tidak
lebih dari instrumen dari kebijakan pemerintah, sebagai alat untuk diplomasi dari
berbagai negara-negara berdaulat. Ketika suatu organisasi internasional dibuat, maka
implikasinya adalah diantara negara-negara suatu kesepakatan terbatas telah disetujui
dalam bentuk institusional untuk pengaturan secara multilateral aktivitas negara44
negara dalam lingkup tertentu. Organisai internasional penting bagi pencapaian
kebijakan nasional dimana koordinasi multilateral tetap menjadi sasaran dan tujuan
jangka panjang pemerintah nasional.
Begitu pula halnya dengan JICA, sebagai institusi atau organisasi milik
pemerintah, menjadi instrumen dari kebijakan pemerintah Jepang sendiri. JICA
dijadikan sebagai alat diplomasi dan perantara oleh Jepang untuk berinteraksi dengan
negara-negara berdaulat lainnya. Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak JICA
mendapatkan pengaruh dari kebijakan luar negeri Jepang, sehingga setiap tindakan
yang dilakukan khususnya pemberian bantuan kepada negara-negara berkembang,
memberikan dampak baik bagi kepentingan nasional Jepang sendiri dan mampu
menjaga citra baik Jepang.
Peran kedua dari organisasi internasional adalah sebagai arena atau forum,
dimana di dalamnya terjadi aksi-aksi. Dalam hal ini organisasi internasional
menyediakan tenpat-tempat pertemuan bagi para anggota untuk berkumpul bersamasama untuk berdiskusi, berdebat, bekerjasama ataupun saling berbeda pendapat.
Misalnya, aktivitas di dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebagai suatu
arena, organisasi internasional berguna bagi masing-masing kelompok yang bersaing
untuk menjadi forum bagi pandangan mereka serta dapat pula menjadi kekuatan
diplomatik bagi kebijakan-kebijakannya, baik di waktu Perang Dingin maupun
perang untuk dekolonisasi. Organisasi internasional menyediakan kesempatan bagi
para anggotanya untuk lebih meningkatkan pandangan serta usul dalam suatu forum
publik, dimana hal seperti itu tidak dapat diperoleh dalam diplomasi bilateral.
45
Peran ketiga dari organisasi internasional adalah sebagai aktor yang
independen, dimana independen diartikan bila organisasi internasional dapat
bertindak tanpa dipengaruhi oleh kekuatan luar. Sejak tahun 1960-an terdapat
beberapa bukti bahwa sejumlah entitas termasuk organisasi internasional dapat
mempengaruhi kejadian-kejadian dunia. Entitas-entitas tersebut menjadi aktor dalam
arena internasional dan saingan bagi negara. Kemampuan entitas tersebut di atas
dalam beroperasi sebagai aktor internasional atau transnasional, misalnya, dapat
dibuktikan karena mereka mengidentifikasi diri dan kepentingannya melalui badanbadan korporasi, bukan melalui negara.
Suatu organiasai internasional yang bersifat fungsional tentunya memiliki
fungsi dalam menjalankan aktivitasnya. Fungsi ini bertujuan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan, yang berhubungan dengan pemberian bantuan dalam mengatasi
masalah yang timbul terhadap pihak yang terkait. Fungsi organisasi internasional
menurut A.Le Roy Bennet adalah43:
1. To provide the means of cooperation among states in areas which
cooperation provides advantages for all or a large number of nations
(menyediakan hal-hal yang dibutuhkan bagi kerjasama yang dilakukan
antar negara dimana kerjasama itu menghasilkan keuntungan yang besar
bagi seluruh bangsa);
2. To provide multiple channels of communication among governments so
that areas of accomodation may be explored and easy acces will be
43
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, op.cit , hal. 97.
46
available when problems arise (menyediakan banyak saluran-saluran
komunikasi antar pemerintahan sehingga ide-ide dapat bersatu ketika
masalah muncul ke permukaan.
Organisasi internasional yang dilihat dari segi pendekatan berdasarkan
tujuannnya, organisasi internasional mempunya tujuan-tujuan sebagai berikut44:
a. Regulation of internasional relations primarily through techniques of
peaceful settlements of disputes among nations-states.
b. Minimalization or at least, control of international conflict (war);
c. Promotion of corporative, development among nation-states for the social
and economic beneft or certain or of human kind in general;
d. Collective defense of a group nations-states againts external threat.
Secara umum disadari bahwa organisasi internasional merupakan salah satu
bentuk hubungan internasional dimana peran organisasi internasional telah diakui
keberhasilannya dalam pemecahan berbagai masalah yang dihadapi oleh suatu
negara. Misalnya saja Greenpeace. Sebuah organisasi Non-governmental melakukan
berbagai kegiatan-kegiatan yang mampu menjaga kelestarian lingkungan hidup di di
dunia ini. Ataupun JICA yang memberikan bantuan berupa kerjasama teknis dan
pinjaman dana kepada Indonesia dalam masalah penanganan sampah di berbagai
daerah Indonesia, salah satunya adalah kota Makassar.
44
Theodore A. Couloumbis & James H. Wolfe, 1981, hal.252, di dalam P. Antonious Sitepu, op cit.,
hal.138.
47
Terdapat berbagai macam klasifikasi organisasi internasional berdasarkan
indikator-indikator yang digunakan. Berikut ini penggolongan suatu organisasi
internasional45:
a. Kegiatan Administrasi
1. Kegiatan
Internasional
Antar-pemerintah
(intergovernmental
Organization) yang disingkat IGO. Anggotanya adalah pemerintah,
atau instansi yang mewakili pemerintah suatu negara resmi. Kegiatan
administrasinya diatur berdasarkan hukum publik.
2. Organisasi
internasional
non-pemerintah
(non-governmental
organization) yang disingkat NGO atau INGO (international Nongovernmental organization), untuk membedakan antara NGO yang
internasional dan NGO yang ruang lingkupnya domestik (terdapat
dalam suatu negara). INGO pada umumnya merupakan organisasi di
bidang olahraga, sosial, keagamaan, kebudayaan, dan kesenian.
b. Ruang Lingkup Kegiatan dan keanggotaan
1. Organisasi Internasional Global
Wilayah kegiatannya adalah global dan merupakan keanggotaan
terbuka dalam ruang lingkup di seluruh dunia.
2. Organisasi Internasional Regional
Wilayah kegiatannya adalah regional dan keanggotaannya hanya
diberikan pada kawasan-kawasan tertentu saja.
45
T. May Rudy, 2005, Administrasi dan Organisasi Internasional, Refika Aditama: Bandung, hal.5-9.
48
c. Bidang Kegiatan (operasional) Organisasi
Untuk hal ini, pembagiannya sangat luas dan beragam, mencakup
berbagai bidang atau salah satu aspek dalam kehidupan umat manusia,
misalnya :
1. Bidang Ekonomi,
2. Bidang Lingkungan Hidup,
3. Bidang Kesehatan
d. Tujuan dan Luas Bidang Kegiatan Organisasi
1. Organisasi Internasional Umum (menyangkut hal-hal umum). Tujuan
organisasi serta bidang kegiatannya bersifat luas dan umum, bukan
hanya menyangkut bidang tertentu.
2. Organisasi Internasional Khusus (menyangkut hal-hal khusus). Tujuan
organisasi dan kegiatannya adalah khusus pada bidang tertentu atau
menyangkut hal tertentu saja.
e. Ruang Lingkup dan Bidang Kegiatan
1. Organisasi Internasional :Global-Umum
2. Organisasi Internasional: Global-khusus
3. Organisasi Internasional: Regional- Umum.
4. Organisasi Internasional: Regional-Khusus.
f. Menurut Taraf Kewenangan
1. Organisasi Supra-Nasional (Supra- National Organization)
49
Kedudukan dan kewenangan organisasi internasional berada di
atas negara-negara anggota. Tidak ada contohnya, karena bentuk
“supranational organization” belum pernah tercapai atau belum
pernah terealisasikan dalam sejarah dunia modern. Dunia menganut
pola banyak negara (multy-state system) masing-masing berdaulat.
2. Organisasi dan Sederajat satu sama lain
Kedudukan dan kewenangan organisasi internasional tidaklah
lebih tinggi dibanding negara-negara anggotanya. Organisasi adalah
wadah kerjasama berdasarkan kesepakatan anggota. Contoh, seperti
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), ASEAN (Association of South
East Asian Nation), OKI (Organisasi Kerjasama Islam), OPEC
(Organiasas Negara Pengekspor Minyak), dan sebagainya, karena
semua korganisasi internasional dewasa ini adalah berdasarkan kepada
pola kerjasama, bukan supra-nasional.
D.
Konsep Politik Hijau
Isu lingkungan kini menjadi perdebatan yang sangat hangat dalam hubungan
internasional. Banyak yang melihat paradigma penyelesaian masalah lingkungan
selama ini sangat antroposentris dengan melihat adanya dualisme antara lingkungan
dan manusia. Green politics dengan dua konsep utamanya ; keberlanjutan ekologis
(ecological sustainability) serta desentralisasi tata kelola lingkungan, menjadi jalan
alternatif bagi penyelesaian masalah lingkungan yang biasanya bertumpu pada
konsep pembangunan keberlanjutan (sustainable development) dan pembentukan
50
rezim lingkungan internasional yang terbukti belum dapat menyelesaikan problem
lingkungan dunia.
Green politics
menawarkan konsep desentralisasi sebagai implementasi
kontrol yang lebih baik dalam mengatasi kontrol level global dapat lebih efektif
dilaksanakan dalam skala yang lebih kecil, yakni skala komunitas lokal yang
langsung memiliki interdependensi tehadap alam sekitar dalam kehidupan mereka.
Dengan konsep itu, selama beberapa tahun terakhir ini, keberadaan green politics bisa
membawa perubahan signifikan dalam kebijakan yang prolingkungan. Mengutip
Charlene Spretnak dalam Spiritual Dimension of Green Politics, yang mengatakan:
Betapa pentingnya mengembangkan green politics (politik
hijau); gerakan politik sadar ekologi. Oleh karena itulah
kebijakan-kebijakan sosial-poltik-ekonomi kita sudah saatnya
mempertimbangkan soal lingkungan hidup.46
Pernyataan Charlene tersebut menekankan bahwa saat ini seharusnya terdapat
banyak gerakan politik yang sadar ekologi. Gerakan yang membawa prinsip-prinsip
ekologi. Tentu saja tidak akan dengan mudah muncul, jika kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh para pemerintah tidak memperhatikan masalah ekologis. Sehingga,
diperlukan suatu perubahan yang sangat jelas mengenai arti pentingnya lingkungan.
Dengan
mengeluarkan
kebijakan-kebijakan
yang
memperhatikan
efektifitas
kebijakan tersebut bagi lingkungan hidup ini, maka keberlangsungan ekologi masih
tetap terpelihara.
46
Stephan Elkins, loc cit.
51
Menurut Tim Hayward “perkembangan teori Politik Hijau diambil dari fakta
bahwa manusia merupakan bagian dari alam, sehingga yang memiliki implikasi bagi
perilaku politiknya”47. Dengan argumen ini, teori politik juga harus selaras dengan
teori-teori lingkungan. Artinya, manusia tidak hanya dilihat sebagai individu yang
rasional (seperti dalam pandangan liberalisme) atau sebagai makhluk sosial (seperti
pandangan sosialisme) akan tetapi sebagai natural beings, dan lebih jauh sebagai
political animals.
Menurut Mattew Patterson perlu untuk membedakan antara green politics dan
environmentalism. Environmentalism menerima kerangka kerja yang eksis dalam
realitas politik, sosial, ekonomi, serta struktur normatif
yang ada dalam dunia
politik. Gerakan ini mencoba memperbaiki masalah lingkungan dengan struktur yang
sudah ada. Sementara itu, Politik Hijau menganggap bahwa struktur–struktur yang
sudah ada tersebut justru menjadi dasar utama munculnya krisis lingkungan. Oleh
karena itu mereka berpendapat bahwa struktur ekonomi–sosial-politik memerlukan
perubahan dan perhatian yang lebih utama.48
Menurut Eckersley seorang pemikir tentang Politik Hijau, menyatakan
bahwa:
karakteristik dari Politik Hijau adalah ekosentrisme, yakni
penolakan terhadap pandangan dunia antroposentris yang
hanya menempatkan nilai moral atas manusia menuju sebuah
47
48
Tim Harward, “Green Political Theory”, University of Edinburd, diakses dari http://
www.psa.ac.uk/cps/1996/hayw.pdf pada 20 Maret 2013.
Scoot Burchill dan Andrew Linklater, 1996, Teori–teori Hubungan Internasional, terj. M. Sobirin,
Nusa Media: Bandung, Hal. 337.
52
pandangan yang juga menempatkan nilai-nilai independen atas
ekosistem dan semua makluk hidup.
Eckersley menjelaskan bahwa ekosentrisme melibatkan sejumlah klaim
empiris. Klaim tersebut melibatkan suatu pandangan dunia secara ontologis terdiri
dari interelasi bukan intetitas individu. Semua makhluk hidup pada dasarnya ‘terikat
hubungan dengan ekologi’. Akibatnya, tidak ada ukuran–ukuran yang meyakinkan
yang dapat digunakan untuk membuat suatu perbedaan tegas antara manusia dan
bukan manusia. Selain itu, Eckersley menolak antroposentrisme (Antroposentris
yakni sebuah pandangan hidup yang menganggap alam diciptakan hanya untuk
kepentingan
manusia
dan
bersifat
eksploitatif)
berdasarkan
alasan-alasan
konsekuensialis, yang menyatakan bahwa antroposentrisme mengakibatkan ke arah
kemusnahan lingkungan, tetapi juga membela ekosentrisme berdasarkan alasanalasan deontologis.
Menurut John barry, dia melihat bahwa Politik Hijau didasarkan pada tiga
prinsip utama, antara lain49 :
1. Sebuah teori distribusi keadilan.
2. Sebuah komitmen terhadap proses demokratisasi, dan
3. Usaha untuk mencapai keberlangsungan ekologi.
Tiga prinsip utama ini merupakan konsepsi yang mewakili makna dari pusat
Politik Hjau. Prinsip ini digunakan sebagai sarana untuk menjelaskan konsepsi dari
49
John Barry, “Discursive Sustainability; The State (and citixen) of Green Political Theory”, Green
Political
Theory
and
The
State,
Glasglow
Universty,
diakses
dari
http://www.psa.ac.uk/cps/1994/barr.pdf, pada tanggal 20 Maret 2013.
53
teori hijau, seperti dalam memahami kelangsungan dari eko-otoritarianisme yang
menjadi salah satu usaha keberlanjutan bagi biaya demokrasi dan keadilan sosial.
Selain itu, A. Dobson mempunyai dua definisi karakteristik dari Politik Hijau.
Pertama, menolak pandangan antroposentrisme seperti yang
diungkapkan oleh Eckersley. Kedua, perlu adanya batasan
pertumbuhan, yang merupakan penyebab munculnya krisis
lingkungan secara alami. Pandangan Politik Hijau ini merupakan
pengalaman dari pertumbuhan ekonomi secara eksponensial
selama dua abad terakhir, yang merupakan dari kerusakan
lingkungan yang ada sekarang ini.
Politik Hijau dalam hubungan internasional menekankan pada konsep
desentralisasi. Konsep desentralisasi mereka mencerminkan perbedaan mendasar dari
perspektif lainnya dalam memaham sistem negara dan strukturnya. Hal ini seperti
yang dikemukakan oleh Theodore Roszak dalam bukunya, Person/ Planet :
“....both person and planet are threatened by the same enemy,
The Bigness of Things. The bigness of industrial structures, world
markets, financial networks, mass political organizations, public
institutions, military establishment, cities, bereaucracies. It’s the
insensitive colossalism of these system that endangers the rights
of the person and the rights of the planet. The inordinet scale of
industrial enterprise that must grind people into statstical grist
for the market place and the work force simultaneously shatters
the biosphere in a thousand unforseen ways.”50
Menurut pandangan Hijau, segala kondisi seperti di atas harus diubah melalui
pendekatan desentralisasi dan masyarakat yang demokratis. Hal tersebut bermaksud
bahwa dengan menempatkan kekuasaan dari institusi politik, ekonomi, sosial dalam
50
Roszak, Theodore., Person/Plane. Garden City, NY, Doubleday. Hal 33, dikutip dari Goodin, Robert
E. 1992. Hal. 147, di dalam Apriwan. “Teori Hijau : Alternatif dalam Perkembangan Teori
Hubungan Internasional”, Multiversa. Vol. 2 No. 1 Februari 2011.
54
skala yang lebih kecil. Sehingga, dengan mudah melakukan kinerja dalam
memelihara lingkungan dan hasil yang diciptakan juga efektif dan efisien serta
praktis. Hal tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan negara semakin diminimalisir
dengan memberikan kesempatan kepada lokal dalam membentuk mekanisme sistem,
dan struktur sosial, politik dan ekonomi yang mempertimbangkan masalah
lingkungan dan tentu saja tidak ada pembentukan sistem negara bangsa yang selama
ini terbukti belum menghasilkan apa-apa.
Selanjutnya inti dari pemikiran Politik Hijau ini adalah “Think Globally, Act
Locally”. Dimana dalam perspektif ini para pemikir politik Hijau independen secara
artifisial dari batasan-batasan nasional, dan menamakan diri anti-statist. Akan tetapi
anti-statist tidak berarti nasionalist. Seperti yang terjadi pada konferensi Stockholm
yang menginginkan adanya organisasi internasional yang kuat untuk bisa melindungi
dan mengatasi permasalahan lingkungan. Karakter pemikiran Hijau tidak
menginginkan
adanya
supra-state
yang
kuat
tetapi
menginginkan
untuk
meminimalisir kekuasaan negara dengan menyerahkan kekuasaan pada unit yang
lebih kecil, diorganisisr oleh bioregons atau sejenisnya.
55
BAB III
PROYEK JICA (JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY)
DI MAKASSAR
A.
Japan International Cooperation Agency (JICA)
1. Sejarah Berdirinya JICA
Sejarah lahirnya JICA berawal dari keikutsertaan Jepang dalam Colombo Plan
pada tahun 1954. Colombo Plan merupakan organisasi regional yang dibentuk di
Colombo, Ceylon (sekarang Sri langka) yang mencakup konsep upaya kolektif antarpemerintah untuk memperkuat pembangunan ekonomi dan sosial negara-negara
anggotanya di wilayah Asia-Pasifik. Fokus utama dari semua kegiatan Colombo Plan
adalah pada pengembangan sumber daya manusia. Sejak saat itu, pemerintah Jepang
terus meningkatkan berbagai kerjasama dengan memanfaatkan dana dan teknologi
yang dimilikinya melalui kerangka Bantuan Pembangunan Resmi atau Official
Development Assistance (ODA).51
Bantuan ODA tersebut diberikan kepada negara yang dikategorikan sebagai
negara berkembang dengan berbagai masalah yang dihadapi seperti kelaparan dan
kemiskinan serta kurangnya pelayanan pendidikan dan kesehatan. Pada umumnya,
motivasi pemberian bantuan ODA Jepang, selain untuk berkonstribusi pada
perdamaian dan pembangunan untuk masyarakat internasional, juga untuk membantu
51
Abdul Irsan, “Jepang: Politik Domestik Global & Regional”, loc cit.
56
menjamin keamanan dan kemakmuran oleh Jepang sendiri.52 Sebagian besar motif
pemberian bantuan ODA berbentuk bantuan ekonomi infrastruktur, disebabkan
karena negara berkembang memerlukan sejumlah infrastruktur untuk melakukan
perdagangan secara efektif dan untuk mengekstrak sumber daya alam di Asia.53
Sehingga terlihat konsep dan jalan pikiran yang mempengaruhi bantuan luar negeri
Jepang adalah “help to self-help”.
Berikut ini merupakan rincian statistik bantuan (ODA) bilateral Jepang tahun
2007.
Diagram 3.1 : Bantuan (ODA) Bilateral Jepang Berdasarkan Sektor
Pembangunan 2007
2007
8,1 %
Perlindungan, Lingkungan.
Hidup,dll
9,9 %
Sektor Produksi
8,1 %
23,6%
27,1
%
Infrastruktur dan Pelayanan
Sosial
Infrastruktur dan Pelayanan
Ekonomi
Lain-lan
Sumber : Japan’s Official Development Assistance
White Paper 2008 diakses melalui
htttp://www.mofa.go.jp/policy/oda/white/2008/html/ODA2008/html/zuhyo/index.htm.
tanggal 23 Mei 2013
52
Marie Soderberg, 1996, The Business of Japanese Foreign Aid: Five Case Studies in Asia,
Routledge, hal.33.
53
Ibid, hal 35.
57
Berdasarkan diagram 3.1 memperjelas bahwa sebagian besar fokus bantuan
ODA Jepang berupa bantuan pembangunan infrastruktur dan pelayanan sosial
sebanyak 27,1% dan bantuan pembangunan infrastruktur dan pelayanan ekonomi
sebanyak 23,6 %. Bantuan pembangunan di sektor produksi sebanyak 9,9% , bantuan
perlindungan, lingkungan hidup sebanyak 8,1% dan lain-lain sebanyak 8,1 %. Dari
data diagram 3.1 membuktikan asumsi dari Marie tentang bentuk utama pemberian
bantuan ODA yakni berupa pembangunan infrastruktur guna memudahkan Jepang
mengekstrak SDA negara-negara di Asia terkhususnya bagi negara berkembang.
Berdasarkan penyaluran bantuannya, ODA Jepang terbagi ke dalam dua
bentuk bantuan kerjasama yakni bantuan kerjasama bilateral dan multilateral.
Bantuan bilateral merupakan bantuan yang diberikan langsung kepada negara-negara
berkembang, dengan maksud untuk memberikan konstribusi dalam membina
hubungan Jepang dengan masing-masing negara berkembang melalui bantuan yang
dirancang berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Bantuan bilateral ini terbagi
ke dalam tiga bentuk yakni bantuan kerjasama teknis, pinjaman dana ODA, dan
bantuan Hibah. Sedangkan, bantuan multilateral diberikan melalui organisasi
internasional yang salah satunya adalah penyaluran bantuan melalui Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB).
Bantuan dana ODA khususnya bantuan hibah dilaksanakan oleh MOFA
(Ministry of Foreign Affair of Jepang) sendiri, sedangkan pinjaman dana ODA
dilaksanakan oleh JBIC (Japan Bank for International Cooperation), dan kerjasama
58
teknis dilakukan oleh pemerintah Jepang sendiri, namun karena adanya upaya
pemerintah Jepang untuk mendukung pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM),
mengambil bentuk pemerintahan berbasis program Kerjasama Teknis. Oleh sebab itu,
dibentuklah sebuah organisasi milik pemerintah Jepang yang bernama JICA (Japan
International Cooperation Agency), yang berfungsi sebagai penanggung jawab atas
pelaksanaan kerjasama teknis dengan negara-negara berkembang berdasarkan atas
kesepakatan bilateral antara pemerintah secara resmi. Sehingga, sejak JICA didirikan
kerangka kerjasama teknis semakin terstruktur.
Berikut ini adalah berupa skema yang menggambarkan
hubungan dana
bantuan ODA dengan JICA di awal berdirinya yang telah penulis uraikan
sebelumnya:
Bagan 3.2 : Hubungan ODA dengan JICA
Bantuan
Bilateral
Bantuan hibah
MOFA
Kerjasama
teknik
JICA
Pinjaman ODA
JBIC
ODA
Bantuan
Multilateral
Sumber: Buletin JICA di Indonesia, 2008: 7
59
Berdasarkan pada bagan 3.2 menggambarkan awal berdirinya JICA hanya
memiliki fungsi sebagai lembaga kerjasama yang secara khusus bertugas untuk
menyalurkan bantuan teknik saja, namun pada bulan Oktober 2008, JICA melakukan
merjer dengan bagian operasi kerjasama ekonomi luar negeri dari Japan Bank for
International Cooperation (JBIC) dan MOFA (Ministry of Foreign Affair of Jepang)
menjadi JICA baru.
Bagan 3.3 : Penyaluran ODA Jepang melalui JICA
Bantuan
Bilateral
Bantuan hibah
MOFA
Kerjasama
teknik
JICA
Pinjaman ODA
JBIC
JICA “baru”
ODA
Bantuan
Multilateral
Sumber: Buletin JICA di Indonesia, 2008: 7
Berdasarkan bagan 3.3 JICA dengan format yang baru bertanggung jawab
dalam menyalurkan bantuan hibah, kerjasama teknik, serta pinjaman ODA. Meskipun
dalam bagan digambarkan bahwa bantuan hibah disalurkan melalui JICA, akan tetapi
beberapa jenis bantuan hibah akan tetap diberikan langsung oleh DEPLU Jepang
(melalui kantor Kedutaan Besar) dalam rangka kebijakan diplomatik. Namun, tetap
60
saja tujuan dari pembentukan JICA sejak awal ialah untuk mempromosikan
kerjasama internasional bagi pembangunan ekonomi dan sosial negara-negara
berkembang. Hingga saat ini JICA merupakan badan bantuan bilateral terbesar di
dunia dengan besaran anggaran sekitar 10 milyar USD dan beroperasi di sekitar 150
negara di dunia. 54 Hal ini memperlihatkan akan banyaknya bantuan JICA di berbagai
negara berkembang.
2. Visi - Misi JICA
JICA juga telah membuat Visi serta Misi yang baru sebagai komitmen dalam
mencapai tujuannya. Dan untuk mencapai tujuannya, JICA merumuskan Visi serta
Misinya sebagai berikut55 :
a. Visi Japan International Cooperation Agency
Visi dari JICA ialah Pembangunan yang Inklusif dan Dinamis. Artinya,
JICA akan berusaha mempromosikan pembangunan yang berdampak pada
pengurangan kemiskinan dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
b. Misi Japan International Cooperation Agency
1. Fokus pada Agenda Global, pemanfaatan pengalaman dan teknologi
yang dimiliki Jepang secara maksimal, sebagai bagian dari masyarakat
internasional, dengan memfokuskan perhatiannya pada berbagai
permasalahan global yang dihadapi oleh negara-negara berkembang
54
2008, “Kerjasama Internasional:Tantangan Global dan Dukungan Negara-negara
Berkembang”, Profile JICA, hal.2, diakses melalui (http://jica.go.jp/english) tanggal 3 Januari
2013.
55
Ibid. Hal. 8.
JICA,
61
secara menyeluruh, seperti perubahan iklim, air, energi, pangan,
penyakit menular, dan keuangan.
2. Pengentasan kemiskinan Melalui Pertumbuhan yang Berkeadilan, yakni
dengan menyediakan dukungan terhadap pengembangan sumber daya
manusia (SDM), pengembangan kapasitas, peningkatan kebijakan dan
institusi, serta penyediaan prasarana sosial dan ekonomi.
3. Penguatan Tata kelola Pemerintahan, menawarkan bantuan bagi
peningkatan berbagai pranata/perangkat dasar yang dibutuhkan oleh
sebuah pemerintahan, serta berbagai sistem pelayanan umum yang
didasarkan atas kebutuhan masyarakat secara efektif, serta dukungan
bagi pengembangan institusi dan SDM yang diperlukan untuk
mengelola berbagai pranata tersebut.
4. Pencapaian Ketahanan Manusia, mendukung berbagai upaya dalam
rangka peningkatan kapasitas sosial dan institusi serta peningkatan
kemandirian dan kemampuan diri manusia dalam menghadapi berbagai
ancaman dan membangun masyarakat untuk dapat hidup secara
bermartabat.
3. Alur Operasioanal JICA dalam Menyediakan Bantuan
JICA berupaya memberikan dukungan secara efisien dan efektif sesuai
kebijakan bantuan pemerintah Jepang, yang dikembangkan untuk menghindari
adanya bias dan memiliki perspektif yang lebih luas dari sekedar skema bantuan
seperti kerjasama teknis, pinjaman ODA, dan bantuan hibah. Pada intinya, JICA
62
secara cepat melakukan perancangan, dan pelaksanaan proyek berdasarkan survei
persiapan untuk memperlajari substansi bantuan yang diperlukan di lokasi proyek
sebelum menerima proposal bantuan dari negara mitranya.
Bagan 3.4 : Alur Operasional JICA dalam Menyediakan Bantuan
JICA
(Pemerintah Jepang)
Kebijakan Luar Negeri,
kebijakan bantuan
Proposal Bantuan dari
Negara- negara mitra
(Pemerintah Jepang)
Persetujuan, Penandatanganan,
Perjanjian internasional
Strategi bantuan berbasis wilayah
negara dan tematik
Survei Persiapan untuk Perancangan
Proyek
Penilaian
Kerjasama
Teknik
Penilaian
Pinjaman
ODA
Penilaian
Bantuan
Hibah
Pelaksanaan Pengawasan
Evaluasi
Sumber : JICA Profile56
4. Kegiatan-kegiatan JICA
Sejak awal didirikannya, JICA telah banyak membantu proses pembangunan
negara-negara berkembang di berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, dan
56
JICA, 2008, “Kerjasama Internasional: Tantangan Global dan Dukungan Negara-negara
Berkembang”, Profile JICA, Op Cit., hal. 5.
63
ekonomi. Hingga kini, JICA telah melakukan kerjasama bilateral dengan 150 negara
hal tersebut menjadikan JICA sebagai salah satu lembaga pemberi bantuan bilateral
terbesar di dunia. Kegiatan-kegiatan JICA bagi negara-negara berkembang
diantaranya sebagai berikut :
a. Kerjasama Teknik
1) Program Pelatihan teknik
Program pelatihan teknik ialah suatu program dimana Jepang menerima
peserta yang berasal dari negara berkembang untuk kemudian dilatih di
negara Jepang dengan lama pelatihan ialah satu tahun. Program ini bertujuan
untuk memberikan pengetahuan serta keterampilan di berbagai bidang
seperti tata niaga, pengawasan mutu, perlindungan lingkungan dan teknik
konstruksi bangunan.
Pelatihan diadakan di pusat-pusat pelatihan JICA yang ada di seluruh
wilayah Jepang. Pelatihan ini juga diselenggarakan melalui kerjasama
dengan badan-badan pemerintah nasional dan pemerintah daerah, pusatpusat pelatihan dan penelitian swasta, universitas-universitas dan lembagalembaga lainnya. Ada dua tipe program pelatihan JICA, yaitu :
1.1 Pelatihan yang diadakan di Jepang
Pelatihan yang diadakan di Jepang terbagi ke dalam dua bentuk yaitu
perorangan dan kelompok. Pelatihan perorangan dipersiapkan secara
terpisah dengan syarat khusus peserta program ini juga ditawarkan ke badanbadan internasional sesuai dengan pemerintah. Sedangkan untuk pelatihan
64
dalam bentuk kelompok, persiapan diadakan setahun sebelum program ini
dilaksanakan. Syarat dan prosedur lamaran diberitahukan keseluruh negara
yang bersangkutan. Dalam satu kelompok biasanya terdiri dari 10 peserta
pelatihan.
1.2 Pelatihan yang dilakukan di negara berkembang
Selain mengadakan pelatihan di Jepang, JICA juga menyelenggarakan
pelatihan di negara-negara berkembang dengan mendatangkan peserta dari
negara-negara berkembang kawasn Asia dan Afrika yang telah maju dengan
dukungan biaya dari pihak JICA dengan harapan kelak mereka dapat
memimpin negaranya di tahun-tahun yang akan datang ke Jepang melalui
Youth Invitation Program. Tujuan dari program ini adalah agar peserta dapat
lebih mengenal jepang serta menjembatani persahabatan yang akan terjalin
antara generasi-genarasi baru di setiap negara serta meningkatkan rasa saling
pengertian dalam pembangunan serta untuk tetap menjaga perdamaian dunia.
Aktivitas yang dilakukan dalam menjalani pelatihan ini sangat beragam
diawali dangan mengenal negara Jepang, mengikuti seminar-seminar, serta
adanya pelatihan lapangan bersama dengan masyarakat setempat.
2) Pengiriman Tenaga Ahli
Pengiriman tenaga ahli telah dimulai sejak tahun 1955 diawali dengan
ditugaskannya 28 tenaga ahli ke wilayah Asia. Sejak saat itu pengiriman
tenaga ahli menjadi sangat penting terutama dalam kerjasama teknik yang
dilakukan oleh Jepang. Tujuan dari program ini adalah menyebarkan
65
pengetahuan serta penguasaan terhadap teknologi yang sesuai dengan
kebutuhan negar-negara berkembang. Pengiriman tenaga ahli ini terbagi ke
dalam 2 tipe yaitu :
2.1 Individual expert, para ahli yang ditugaskan dikirim berdasarkan atas
permintaan negara berkembang yang akan ditugaskan di departemendepartemen,
pusat-pusat
pelatihan,
dan
lembaga
pendidikan
pemerintah sebagai pengajar atau pelatih bagi tenaga ahli setempat.
2.2 Project expert, pengiriman tenaga ahli yang dikirim untuk proyekproyek yang dijalankan oleh JICA di luar negeri dengan tujuan untuk
memenuhi berbagai permintaan terhadap tenaga ahli yang handal,
JICA mengirimkan tenaga ahli berdasarkan pada perjanjian yang telah
dibuat dengan pemerintah setempat ataupun perusahaan-perusahaan
swasta.
3) Pengadaan Peralatan
Pengadaan peralatan bertujuan unutk menunjang kinerja para tenaga ahli
yang dikirim oleh Jepang ke negara-negara berkembang. Peralatan yang
disediakan biasanya diberikan bersama dengan program kerjasama yang
digunakan. Misalnya untuk memudahkan ahli teknologi dari JICA,
membantu para mitra negara penerima bantuan untuk melanjutkan
pekerjaan mereka setelah para tenaga ahli kembali ke Jepang, atau untuk
membantu para mantan peserta yang pernah ikut dalam pelatihan di jepang
66
agar apat memanfaatkan pengetahuan serta keahlian yang diperoleh dari
hasil pelatihan.
Kerjasama teknik dapat dikatakan sukses apabila tenaga ahli beserta
peralatan yang ada dapat bekerja secara efektif selain itu, adanya alih
teknologi yang baik dengan negara penerima bantuan.
4) Kerjasama Teknik Tipe Proyek
Sebagai upaya penyempurnaan dari kerjasama teknik yang dilakukan,
maka JICA melaksanakan kerjasama teknik tipe proyek (project type
technical cooperation program). Program ini memberikan bantuan terpadu
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan tahap penilaian dengan
cara memadukan program pelatihan di Jepang, pengiriman tenaga ahli serta
pengadaan peralatan. Proyek kerjasama teknik dapat dibagi menjadi empat
jenis yaitu :
4.1 Pengembangan sosial melalui kemajuan dibidang ilmu dan teknologi
seperti elektronik, telekomunikasi, transportasi, jaringan lalu lintas
perkotaan, industri kecil dan pelatihan keterampilan.
4.2 Kesehatan, kedokteran, kependudukan, dan Keluarga Berencana.
4.3 Pertanian, kehutanan, perikanan.
4.4 Pengembangan industri termasuk pengembangan industri setempat,
pemanfaatan ekonomis sumber daya, dan penciptaan lapangan kerja.
4.5 Program Studi Pengembangan
67
Program studi pembangunan JICA bertujuan untuk memberikan bantuan
bagi perumusan rencana pembangunan. Tim studi yang dikirim terdiri dari
konsultan ahli yang memeriksa kelayakan proyek yang dilanjutkan, tidak
hanya dari segi teknis dan keuangan mereka, tetapi juga dengan
mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi dan sosial, organisasi dan
pengelolaan
dampak
lingkungan
dan
faktor-faktor
lainnya.
Selain
memberikan
konsultasi, tim studi juga memberikan praktek kerja bagi
tenaga pendamping negara penerima bantuan dan mengundang mereka ke
Jepang untuk latihan lebih lanjut di bidang-bidang seperti pengawasan,
analisis dan perencanaan.
6)Pengiriman tenaga ahli muda atau Japan Overseas Cooperation
Volunteers (JOCV)
Program JOVC yang dibentuk pada tahun 1985 merupakan program
resmi pemerintah Jepang untuk mengirim tenaga ahli mudanya melalui JICA
ke negara-negara berkembang. Sampai saat ini, JICA telah mengirim lebih
dari 14.000 pemuda-pemudi Jepang ke 61 negara-negara berkambang
terutama di Asia, Afrika, Timur Tengah, Amerika Latin, Oceania, dan Eropa
Timur untuk meningkatkan persahabatan dengan memperdalam pengertian
antara bangsa.
Tujuan utama dari program ini adalah untuk membantu pembangunan
sosial ekonomi masyarakat setempat. Tenaga ahli muda ini adalah pemuda-
68
pemudi Jepang pilihan berumur 20-40 tahun, yang hidup dan bekerja di
negara-negara yang ditugaskan selama jangka waktu 2 tahun.
7) Penerimaan dan pelatihan tenaga berkualitas
Tahun 1983, JICA membentuk The Institute for International
Cooperation (IFIC) dengan tujuan untuk memperkuat organisasi dan fungsifungsi kerjasama tekniknya. Lembaga ini menerima dan melatih para ahli
dalam kerjasama teknis mengadakan survey dan pelatihan dalam rangka alih
teknologi dan menyediakan informasi mengenai dokumen kerjasama
internasional.
b. Program Bantuan Hibah
Program bantuan hibah adalah suatu bentuk bantuan keuangan yang diberikan
kepada negara-negara berkembang sesuai dengan perjanjian bilateral, tanpa ada
kewajiban untuk membayar kembali. Sasaran utama dari bantuan hibah pemerintah
Jepang adalah kebutuhan dasar yang meliputi perawatan, kesehatan, kesehatan
masyarakat, penyediaan air bersih, pembangunan pertanian dan pedesaan, dan juga
mengembangkan sumber daya manusia. JICA memberikan dukungan khusus dalam
pelaksanaan bantuan hibah agar berjalan lancar, dan memastikan program kerjasama
secara keseluruhan terlaksana dengan baik.
Bantuan hibah Jepang memiliki sebelas kategori berupa: bantuan hibah
umum, bantuan hibah untuk pemberdayaan masyarakat, bantuan hibah non-proyek
(bantuan hibah untuk pencegahan konflik dan perdamaian), bantuan hibah berupa
pencegahan bencana, rekonstruksi bantuan pencegahan bencana, bantuan rekonstruksi
69
pasca bencana), bantuan hibah sebagai untuk lingkungan dan perubahan iklim,
bantuan hibah strategi penanggulangan kemiskinan, bantuan hibah pengembangan
SDM (beasiswa), Bantuan hibah perikanan, bantuan hibah budaya,bantuan hibah
pertanian khusus untuk petani kurang mampu, bantuan hibah keamanan dan counterterrorism.57
Saat ini JICA telah menjalin kerjasama dengan Indonesia serta 104 negara
berkembang lainnya, dari berbagai kawasan yakni Southeast Asia, East Asia, Central
and the Caucasus, South Asia, Middle East, Afrika, Central America and The
Carribean, South America, Eropa, dan Oceania.58 JICA memberikan bantuan
berdasarkan pada tiga bentuk Bantuan Pembangunan Resmi Jepang; yakni Kerjasama
Teknis, Bantuan Hibah dan pinjaman dana ODA.
Selain itu, bantuan-bantuan
tersebut diberikan untuk mengatasi masalah pada; pendidikan, kesehatan, sumber
daya air/ manajemen penanggulangan bencana, pemerintahan, peace-building, social
security, transportasi, ICT, sumber daya alam dan energi, kebijakan ekonomi,
Pengembangan sektor swasta, pertanian, pertanian, pembangunan dan gender,
manajemen
lingkungan,
natural
environment
conservation,
urban/regional
development, poverty reduction, dan south-south cooperation. Sehingga, terlihat lebih
banyak, fungsi JICA sebagai sebuah organisasi internasional. Sebuah organisasi
57
JICA, “ Grant Aid “ diakses melalui
http://www.jica.go.jp/english/our_work/types_of_assistance/grant_aid/index.html, 15
April 2013.
58
Website JICA, Countries and Region, diakses melalui
http://www.jica.go.jp/english/countries/index.html, tanggal 15 April 2013.
70
internasional yang mampu menjadi aktor baru selain negara dalam hubungan
internasional, yang peranannya mampu berkiprah dalam mengatasi berbagai isu-isu
global. Meskipun pada dasarnya JICA sebuah organisasi perwakilan pemerintah
Jepang.
5.
JICA di Indonesia
Sejak tahun 1954 Jepang telah melakukan kerjasama dengan pemerintah
Indonesia diawali dengan kerjasama tenik seperti pengiriman tenaga ahli dari Jepang
dan program pelatihan yang dilaksanakan secara langsung di negara Jepang.
Kerjasama tersebut berlanjut hingga tahun 1970-an dan pada tahun 1974 pemerintah
Jepang secara resmi membentuk JICA untuk menjalankan kerjasama Teknik. Sejak
saat itu, dimulailah kerjasama pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang
melalui JICA. Kantor perwakilan JICA di Indonesia pada awalnya merupakan kantor
perwakilan dari Badan Kerjasama Teknik Luar Negeri atau Overseas Technical
Cooperation Agency (OTCA) yang kemudian berubah nama menjadi Badan
Kerjasama Internasional Jepang atau Japan International Cooperation Agency
(JICA).
JICA di Indonesia merupakan salah satu yang tertua dan terbesar di antara
sekitar 150 kantor perwakilan JICA yang tersebar di seluruh dunia. Indonesia
merupakan salah satu negara penerima bantuan hibah bilateral Jepang terbesar
berdasarkan besaran jumlah dana yang telah disalurkan secara kumulatif sampai TA
Jepang 2007 dimana telah terkirim 35.630 peserta Indonesia untuk mengikuti
program pelatihan di Jepang dan 11.108 tenaga ahli Jepang telah ditugaskan di
71
Indonesia. Secara lebih jelas, kerjasama JICA dengan pemerintah Indonesia
dijelaskan dalam tabel berikut :
Tabel 3.5 : Sejarah Kerjasama JICA dengan Indonesia
Tahun
Pelaksanaan Kerjasama
1974
Perubahan OTCA menjadi Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA)
1976
Dimulainya pemberian Bantuan Hibah sebagai skema umum ODA Jepang
1981
Dimulainya dukungan bagi Program Pelatihan Internasional yang
diselenggarakan oleh Indonesia (Dukungan bagi Kerjasama SelatanSelatan)
1984
Dimulainya Indonesia mengikuti Program Persahabatan Pemuda
1986
Dimulainya Bantuan Khusus untuk Kesinambungan Proyek (SAPS)
1988
Dimulainya Bantuan Khusus untuk Perancangan Proyek (SAPROF)
Dimulainya Penugasan Tenaga Ahli Muda (JOCV) Jepang di Indonesia
1992
Dimulainya Bantuan Khusus untuk Pelaksanaan Proyek (SAPI)
1996
Dimulainya Bantuan Khusus untuk Kebijakan dan Proyek Pembangunan
(SADEP)
1997
Dimulainya dukungan terhadap krisis moneter dalam bentuk pemberian
Bantuan Pangan kembali
1998
Dimulainya Penugasan Tenaga Ahli Silver (SV) Jepang di Indonesia
Dimulainya Program Pemberdayaan Masyarakat (CEP) di Indonesia
(melalui kerjasama dengan LSM Indonesia)
1999
Pembentukan Bank Jepang untuk Kerjasama Internasional (JBIC)
2001
Dimulainya Program Kemitraan JICA (JPP) di Indonesia (memfasilitasi
kerjasama antara LSM Jepang dan Indonesia)
2003
Restrukturisasi JICA sebagai institusi publik yang mandiri
2008
JICA merger dengan JBIC membentuk JICA ”baru" yang dapat
memberikan dukungan dalam bentuk Kerjasama Teknik, Pinjaman ODA,
dan Bantuan Hibah
Sumber: Buletin JICA, 2008, hal.21
Keterangan Tabel 3.5: (a) kerjasama teknik; (b) bantuan hibah; (c) pinjaman
ODA. Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa pemerintah Indonesia telah lama
melakukan kerjasama dengan pemerintah Jepang yang akhirnya menjadi dasar atas
72
kerjasama pemerintah Indonesia dengan JICA. Dari tabel di atas juga dapat terlihat
bahwa kerjasama yang dibangun antar pemerintah Jepang dan Indonesia lebih banyak
merupakan kerjasama teknik. Sejak dibentuknya JICA pada tahun 1974 hingga tahun
2008, JICA hanya menyalurkan bantuan teknik namun setelah dibentuknya JICA
baru, semua bentuk bantuan disalurkan oleh JICA. Pada tahun 2008 JICA melakukan
merger
bersama
Japan
Bank
Internatonal
Cooperation
(JBIC).
Dengan
dilaksanakannya merger tersebut, JICA tidak hanya bertanggung jawab atas
penyaluran bantuan kerjasama teknik saja, tetapi juga terhadap bantuan pinjaman
ODA serta bantuan hibah.
Dalam merealisasikan bantuannya untuk Indonesia, JICA merumuskan
program bantuan yang kemudian disebut Country Assistance Strategy atau Strategi
Bantuan Pemerintah Jepang. Country Assistance Strategy yang dibuat mengacu
kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Indonesia. Sehingga.
bantuan JICA dijadikan pendukung bagi pembangunan Indonesia. Country Assistance
Strategy yang dibuat oleh JICA dititik beratkan pada empat bidang prioritas
kerjasama. Keempat bidang prioritas tersebut berupa kesinambungan gerakan
pertumbuhan yang digerakkan oleh sektor swasta, menciptakan masyarakat yang
demokratis dan berkeadilan,
perdamaian dan stabilitas dan dukungan terhadap
lingkungan. Empat progran prioritas JICA digambarkan pada tabel di bawah ini:
73
Tabel 3.6 : Country Assistance Strategy JICA Indonesia
Bidang Prioritas
Isu Pembangunan
Kebijakan ekonomi
(1)
(2)
Pengembangan Prasarana
(3)
ekonomi
(4)
Kesinambungan
Pertumbuhan
yang digerakkan
oleh sektor swasta
(5)
(6)
Peningkatan Iklim usaha
dan Investasi
(7)
(8)
(9)
Pengentasan kemiskinan
Menciptakan
masyarakat yang
demokratis dan
berkeadilan
Perdamaian dan
Stabilitas
Lingkungan
(10)
(11)
Pembangunan Kawasan
Indonesia Timur (12)
Reformasi Tata (13)
Pemerintahan
(14)
Perdamaian dan stabilitas
(15)
(16)
(17)
Lingkungan
(18)
Program Kerjasama JICA
Kebijakan ekonomi, fiskal, dan
keuangan
Pembangunan prasarana
transportasi;
Penyediaan Energi;
Mempromosikan Skema
kemitaraan pemerintah dan swasta
Pengembangan usaha sektor
swasta;
Dukungan bagi sarana perdagangan
dan logistik;
Peningkatan sistem transportasi
perkotaan yang terintegrasi;
Pengembangan bidang pendidikan
tinggi
Peningkatan Pendidikan dasar dan
Menengah;
Peningkatan Pelayanan Kesehatan
dan Medis;
Penyediaan air dan Sanitasi;
Stabilitas Penyediaan pangan
Pembangunan Wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan;
Pembangunan Wilayah Bagian
timur laut Indonesia
Reformasi Kepolisian Republik
Indonesia (PORLI)
Penanganan Bencana;
Keamanan Transportasi
Perubahan Iklim;
Pelestarian Lingkungan Alam;
Peningkatan Perkotaan Kualitas
Lingkungan
Sumber: Buletin JICA, 2008 :11
Berdasarkan pada tabel 3.6 di atas dijelaskan bahwa terdapat 4 program
prioritas JICA di Indonesia yakni:
74
1.
Kesinambungan Pertumbuhan yang digerakkan oleh sektor swasta59
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan
ekonomi yang stabil, terutama karena pemulihan dari krisis ekonomi Asia. Namun,
tetap tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti
Singapura, Malaysia, dan Thailand. Dalam rangka mendorong pembangunan
ekonomi
Indonesia
itu,
JICA
berencana
untuk
merumuskan
dan
mengimplementasikan program-program seperti mengembangkan JABODETABEK
sebagai Sistem Transportasi Perkotaan yang Komprehensif dan Program Bantuan
Supply Energi. Selain itu, dalam rencana jangka panjang, JICA mendukung
formulization Mid-Term Development Plan melalui penasehat kebijakan pada Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).
Sementara itu, JICA juga mendukung usaha perbaikan iklim di Indonesia
dengan mempromosikan perdagangan dan investasi melalui, diantaranya, penasehat
kebijakan Indonesia. JICA juga telah mendukung realisasi "Forum Indonesia-Japan
Joint on Investment / JIF" (November, 2004), "Strategic Investment Action Plan /
SIAP" (Juni 2005), "Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement / JIEPA"
(ditandatangani pada bulan Agustus 2007, diluncurkan pada Juli 2008) melalui
Kerjasama Teknis (TC dan pinjaman proyek.
Sehubungan dengan infrastruktur ekonomi, JICA berkonsentrasi pada
pemberian pinjaman untuk pengembangan sumber daya energi, transportasi, serta
sumber daya air. Berbagai proyek konstruksi saat ini sedang berlangsung, seperti
59
Buletin JICA, op cit, hal. 13
75
penguatan kapasitas pembangkit listrik dari sistem grid listrik Jawa-Bali dengan
menerapkan proyek pembangunan pembangkit listrik (lebih dari 2,00 MW listrik
akan dipasok ke daerah JABODETABEK), Jalur Transmisi Sumatera-Jawa, Tanjung
Priok Access Road (bagian dari Jakarta Outer Ring Road), dan Jakarta mass rapid
transit (MRT). Selain itu, JICA juga bekerjasama dengan dengan Asian Development
Bank (ADB) melalui Infrastucture Reform Sector Development Program (IRSDP)
untuk reformasi kebijakan dalam pembangunan infrastruktur, yang meliputi promosi
dari Public Private Partnership (PPP), skema dalam mengamankan sumber daya
keuangan untuk pembangunan infrastruktur.
Selain itu, JICA juga
telah menerapkan Development Policy Loan (DPL)
melalui Program bantuan yang dibiayai oleh Bank Dunia (WB) dan ADB sejak tahun
2004. DPL dan TC secara strategis digunakan untuk isu-isu yang secara langsung
mempengaruhi bisnis dan perubahan iklim investasi di Indonesia, yang antara lain
adalah:
a. Simplification of investment procedure;
b. Improvement of customs procedure, and;
c. Reinforcement of Protection on Intellectual Proverty Rights (IPR)
2. Menciptakan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan60
a) Pengetasan Kemiskinan
60
Buletin JICA, op cit, hal. 15
76
Sejak krisis ekonomi Asia pada tahun 1998, telah terjadi peningkatan angka
kemiskinan serta kesenjangan antara kaya dan miskin di negeri ini. Meskipun kondisi
telah membaik dalam beberapa tahun terakhir, populasi masih rentan bisa dengan
mudah jatuh di bawah garis kemiskinan karena, antara lain, produktivitas makanan
yang rendah di daerah pedesaan disebabkan karena kurangnya lembaga pendukung,
sistem, dan infrastruktur. Desentralisasi juga telah dibesarkan isu manajemen
kurangnya pendidikan dan administrasi kesehatan di daerah-daerah, mempengaruhi
kualitas pendidikan layanan kesehatan. Apalagi, pemerintah Indonesia masih
menghadapi tantangan penyediaan pelayanan publik yang baik dasar, terutama di
daerah pedesaan, seperti air dan sanitasi, jalan, dan kekuasaan
Oleh karena itu, sebagai sarana untuk mengamankan pasokan pangan yang stabil
serta meningkatkan pendapatan pedesaan, JICA memfokuskan bantuannya pada
penyediaan konsultasi bagi kebijakan pertanian dan sistem kelembagaan sejalan
dengan desentralisasi, pengembangan irigasi untuk meningkatkan produktivitas,
estabilishing berkelanjutan perikanan sistem pengelolaan sumber daya dan
meningkatkan pertanian dan pasar produk perikanan untuk memperkuat daya saing.
Di sektor pendidikan, JICA masih berfokus pada pendidikan dasar dan menengah,
terutama peningkatan akses (melalui pemberantasan kesenjangan antar daerah dan
pendapatan), kualitas (melalui pelatihan guru dan pengembangan sistem pedagogi),
dan manajemen (melalui pengembangan kapasitas lembaga). Demikian pula, JICA
berusaha untuk mendukung upaya pemerintah Indonesia dalam memastikan setiap
kepentingan nasional yang sama dari kesehatan dan perawatan medis melalui
77
peningkatan kebijakan dan sistem dengan perhatian khusus pada daerah pedesaan.
Adapun penyakit menular (seperti flu burung), diberikan adanya penyediaan bantuan
khusus untuk pengendalian penyakit disebabkan sifatnya yang sangat urgent karena
berdampak pada masyarakat internasional.
b) Pembangunan Kawasan Indonesia Timur61
JICA dengan dukungan dari dana bantuan ODA yang dipimpin oleh
kedutaan Jepang, memiliki niat untuk mempromosikan program pendekatan berbasis
wilayah untuk memfasilitasi upaya pemerintah daerah untuk mempromosikan
reformasi sosial-ekonomi dan pemerintahan lokal dalam semangat desentralisasi di
Indonesia.
Saat ini, terdapat kesenjangan pembangunan daerah di Indonesia, di mana
bagian timur Indonesia masih tertinggal dari wilayah barat, masih terkemuka dengan
tugas-tugas yang tersisa dari masalah kemiskinan, antara perhatian utama pemerintah
nasional. Dalam menanggapi masalah ini JICA mengembangkan program
percontohan berbasis pendekatan daerah dan konsentrasi dengan kegiatan utama
pengembangan provinsi Sulawesi Selatan dan pembangunan wilayah bagian timur laut
Indonesia.
JICA telah menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah provinsi Sulawesi
Selatan sejak 1980-an. Pihak JICA telah melakukan kerjasama dengan pemerintah
kota Makassar di berbagai sektor. Misi utama keberadaan JICA di Sulawesi Selatan
adalah untuk melaksanakan suatu program yang didedikasikan untuk “peningkatan
61
Buletin JICA, op cit, hal 16
78
pengentasan kemiskinan melalui pembangunan daerah”. Program ini berbicara
pendekatan yang terintegrasi & terorganisasi antara perkembangan perkotaan &
pedesaan, berlapis-lapis kepada pemerintah daerah & masyarakat, serta kolaborasi
multi-sektor antara setiap proyek dengan memanfaatkan sebanyak mungkin
kombinasi dari skema ODA Jepang. Sementara itu, program ini memprioritaskan
pada masalah:
(1)
Mamminasata (Makassar - Maros - Sungguminasa - Takalar), berupa
pembangunan perkotaan sebagai kekuatan pendorong bagi perkembangan
regional provinsi,
(2) Pembangunan yang seimbang di provinsi Sulawesi Selatan,
(3) Peningkatan pemberdayaan sosial melalui perbaikan sistem pendidikan
kesehatan dan dasar.
Proses pelaksanaan program-program yang telah disusun oleh pihak JICA
yang bekerjasama dengan pihak pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun
2008. JICA Makassar mendirikan sebuah Kantor Lapangan (MFO) yang mengelola
program melalui kolaborasi ,komunikasi, dan koordinasi dengan Badan Perencanaan
Pembangunan Provinsi (BAPPEDA) Provinsi Sulawesi Selatan.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan program pengembangan Indonesia Timur,
salah satunya adalah provinsi Sulawesi Selatan, JICA berfokus pada pengentasan
kemiskinan melalui penguatan delapan provinsi yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi
Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, dan
79
Maluku utara. Tujuan program ini adalah untuk mendukung inisiatif para pemangku
kepentingan dalam mempromosikan pembangunan regional melalui 4 sub-program:
1.
Pengembangan sumber daya manusia bagi para pemangku kepentingan
dalam pembangunan daerah.
2.
Pembangunan
ekonomi
infrastruktur
melalui
jaringan
ekonomi
infrastruktur.
3.
Mempromosikan pembangunan daerah berdasarkan karakteristik lokal dan
sumber daya
4.
Mendukungan pembangunan di daerah/ provinsi lain.
c) Reformasi Pemerintahan62
Menciptakan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan, yang pada
gilirannya meningkatkan iklim investasi di Indonesia, sehingga reformasi
pemerintahan sangat diperlukan dalam konteks administrasi negara, sistem peradilan,
serta sistem masyarakat. Untuk alasan ini, ada kebutuhan untuk membangun
pemerintahan yang baik pada kerangka kerja menengah dan panjanga. Adapun
masalah ini. JICA memfokuskan dukungannya bagi reformasi kepolisian di
Indonesia, seperti Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki tugas menjaga dan
mengamankan hukum dan ketertiban. "Program Dukungan untuk Reformasi
Kepolisian Nasional Indonesia” berfokus pada pembentukan kegiatan polisi sipil di
situs model dan penyebaran pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh secara
nasional.
62
Buletin JICA, op cit, hal 17.
80
3.
Dukungan Perdamaian dan Stabilitas
a) Bantuan rekonstruksi dan Peace Building63
Perdamaian dan stabilitas sangat diperlukan bagi suatu negara untuk dapat
tumbuh secara ekonomi dan sosial. Sebagai negara rawan bencana alam (mulai dari
banjir, gunung berapi, gempa bumi), yang sebagian besar waktu
menyebabkan
kerusakan fisik yang serius dan korban jiwa. Indonesia perlu Fokus lebih pada
pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan. Namun, ketika bencana itu terjadi,
JICA akan membantu rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah yang menderita
segera dengan memanfaatkan dana darurat, kerjasama teknis, dan dana pinjaman
ODA, seperti bantuan yang telah disediakan untuk tahun pada daerah bencana
tsunami di Aceh dan Nias ,di tahun 2004.
Dari sudut pandang pada penanggulangan bencana, JICA mempromosikan
pemanfaatan dan transfer teknologi berdasarkan laporan dari "the Joint Committee of
Indonesia and Japan on Disaster Reduction" yang berfokus pada bantuan untuk
perencanaan dan pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana, kerangka kerja
bidang penanggulangan bencana, penegakan kode bangunan tahan gempa, dan
pengelolaan sumber daya air yang berarti pencegahan bencana banjir dan tanah
longsor.
63
Buletin JICA, op cit, hal 18
81
b) Keamanan dan kenyamanan transportasi64
Indonesia sebagai negara dengan laut dan lahan yang luas, ketersediaan moda
transportasi yang aman adalah suatu keharusan untuk memastikan kelancaran arus
orang dan barang dari satu wilayah ke wilayah lain di Indonesia. Berdasarkan hal
tersebut, JICA bekerja sama dengan Departemen Perhubungan Republik Indonesia
untuk meningkatkan kapasitas lembaga terkait dan fasilitas yang diperlukan untuk
mewujudkan kereta api yang aman, transportasi laut, dan penerbangan sipil.
Sementara itu, dari segi keamanan, JICA juga memfokuskan bantuannya untuk
memperkuat langkah-langkah anti-terorisme dan anti-pembajakan perairan dan
pelabuhan Indonesia, yang tidak hanya melalui kerjasama teknis tetapi juga melalui
kombinasi penyediaan Bantuan Hibah.
4.
Dukungan terhadap Lingkungan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan
wilayah laut yang luas yang kaya dengan sumber daya alam, seperti terumbu karang,
hutan, air, minyak, dan gas. Namun, berbagai faktor; mulai dari illegal logging,
illegal fishing, kebakaran hutan dan lahan, konversi lahan, untuk industrialisasi,
memberikan yang banyak terhadap penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan
alam dan hidup, dan pada gilirannya membuat polusi pada air, udara, tanah.
Sedangkan, perekonomian suatu negara seperti Indonesia hanya dapat dipertahankan
ketika sumber daya alam dan lingkungan hidup digunakan dan dikelola dengan baik.
64
Buletin JICA, op cit, hal 19.
82
Melihat hal tersebut, JICA berkonstribusi untuk support for environment
dengan memfokuskan pada pada perbaikan lingkungan alam. Selain itu, melihat efek
global terhadap perubahan iklim, JICA telah mulai untuk memasukkan perubahan
iklim dalam program kerjasama sejak peluncuran "Cool Earth Partnership" oleh
Pemerintah Jepang pada tahun 2008. Dukungan untuk lingkungan alam meliputi
peningkatan kapasitas bagi pemerintah pusat dan daerah dalam hal sumber daya alam,
pengelolaan hutan lestari, promosi pendidikan lingkungan bagi warga. Sementara itu,
dukungan untuk lingkungan perkotaan meliputi peningkatan kapasitas manajemen
lingkungan melalui pembentukan sistem pemantauan kualitas air serta pengelolaan
sampah melalui promosi 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
6.
JICA di Sulawesi Selatan
Masuknya JICA di Sulawesi Selatan, mengacu pada salah satu program
prioritasnya yakni “Pengembangkan Indonesia Timur” yang salah satu di antaranya
adalah pengembangan Provinsi Sulawesi Selatan. Provinsi Sulawesi Selatan dianggap
memiliki potensi yang besar menjadi basis atau pusat pengembangan Indonesia
Timur. Hal ini disebabkan karena pulau Sulawesi menjadi jalur lalu lintas penting dan
titik simpul distribusi. Oleh sebab itu, Sulawesi Selatan menjadi salah satu daerah
prioritas program JICA.
JICA telah menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah provinsi Sulawesi
Selatan sejak 1980-an. Pihak JICA telah melakukan kerjasama dengan pemerintah
kota Makassar di berbagai sektor. Misi utama keberadaan JICA di Sulawesi Selatan
adalah untuk melaksanakan suatu program yang didedikasikan untuk “peningkatan
83
pengentasan kemiskinan melalui pembangunan daerah”. Program ini berbicara
pendekatan yang terintegrasi & terorganisasi antara perkembangan perkotaan &
pedesaan, berlapis-lapis kepada pemerintah daerah & masyarakat, serta kolaborasi
multi-sektor antara setiap proyek dengan memanfaatkan sebanyak mungkin
kombinasi dari skema ODA Jepang. Sementara itu, program ini memprioritaskan
pada masalah:65
a) Mamminasata (Makassar - Maros - Sungguminasa - Takalar), berupa
pembangunan perkotaan sebagai kekuatan pendorong bagi perkembangan
regional provinsi,
b) Pembangunan yang seimbang di provinsi Sulawesi Selatan,
c) Peningkatan pemberdayaan sosial melalui perbaikan sistem pendidikan
kesehatan dan dasar.
Proses pelaksanaan program-program yang telah disusun oleh pihak JICA
yang bekerjasama dengan pihak pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun
2008. JICA Makassar mendirikan sebuah Kantor Lapangan (MFO) yang mengelola
program melalui kolaborasi ,komunikasi, dan koordinasi dengan Badan Perencanaan
Pembangunan Provinsi (BAPPEDA) Provinsi Sulawesi Selatan.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan program pengembangan Indonesia Timur,
salah satunya adalah provinsi Sulawesi Selatan, JICA berfokus pada pengentasan
kemiskinan melalui penguatan delapan provinsi yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi
Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, dan
65
Buletin JICA , loc cit.
84
Maluku utara. Tujuan program ini adalah untuk mendukung inisiatif para pemangku
kepentingan dalam mempromosikan pembangunan regional melalui 4 sub-program:66
a.
Pengembangan sumber daya manusia bagi para pemangku kepentingan
dalam Pembangunan daerah.
b.
Pembangunan
ekonomi
infrastruktur
melalui
jaringan
ekonomi
infrastruktur.
c. Mempromosikan pembangunan daerah berdasarkan karakteristik lokal dan
sumber daya
d.
7.
Mendukungan pembangunan di daerah/ provinsi lain.
JICA bidang Lingkungan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan
wilayah laut yang luas yang kaya dengan sumber daya alam, seperti terumbu karang,
hutan, air, minyak, dan gas. Namun, berbagai faktor, mulai dari illegal logging, illegal
fishing, kebakaran hutan dan lahan, konversi lahan, untuk industrialisasi, memberikan
yang banyak terhadap penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan alam dan hidup,
dan pada gilirannya membuat polusi pada air,udara,dan tanah. Sedangkan,
perekonomian suatu negara seperti Indonesia hanya dapat dipertahankan ketika
sumber daya alam dan lingkungan hidup digunakan dan dikelola dengan baik.
Melihat hal tersebut, JICA berkonstribusi untuk support the environment
dengan memfokuskan pada pada perbaikan lingkungan alam. Selain itu, melihat efek
global terhadap perubahan iklim, JICA telah mulai untuk memasukkan perubahan
66
Buletin JICA, loc cit.
85
iklim dalam program kerjasama sejak peluncuran "Cool Earth Partnership" oleh
Pemerintah Jepang pada tahun 2008. Dukungan untuk lingkungan alam meliputi
peningkatan kapasitas bagi pemerintah pusat dan daerah dalam hal sumber daya alam,
pengelolaan hutan lestari, promosi pendidikan lingkungan bagi warga. Sementara itu,
dukungan untuk lingkungan perkotaan meliputi peningkatan kapasitas manajemen
lingkungan melalui pembentukan sistem pemantauan kualitas air serta pengelolaan
sampah melalui promosi 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Bidang pengelolaan sampah, khususnya di Makassar, JICA telah menjalin
kerjasama dengan pihak pemerintah kota Makassar khususnya Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Makassar sejak 1980. Program Pertama JICA berupa URBAN 3,
kemudian berubah menjadi Urban 5 Setelah terjadi perubahan program menjadi
IUIDP. Semakin tingginya kepedulian terhadap lingkungan IUIDP berubah menjadi
P3KT, setelah itu berubah lagi menjadi Minasamangupata. Minasmangupata berubah
menjadi Minasamaupa, dan diperkecil dalam kata Mamminasata. Program
Mamninasata inilah yang masuk ke dalam proyek bantuan JICA dalam penanganan
sampah tahun 2008-2012. Namun, fokus terhadap kondisi sampah perkotaan
Makassar lebih diutamakan.
Jumlah sampah kota Makassar lebih banyak
dibandingkan dengan kabupaten Sunguminasa, Maros, Takalar. Sehingga, dibutuhkan
fokus dalam penanganan sampah kota Makassa.
B.
Penanganan Sampah Kota Makassar
Kota Makassar yang dulu dikenal dengan Ujung Pandang adalah kotamadya
dan sekaligus ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Kota Makassar memiliki letak yang
86
strategis karena posisinya yang berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah
selatan dan utara dalam provinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah
kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Secara
geografis wilayah kota Makassar berada pada koordinat 119 derajat bujur timur dan
5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari
permukaan laut. Adapun batas-batas wilayah kota Makassar, yakni Sebelah utara kota
Makassar berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Pangkajene, bagian selatan
berbatasan dengan Kabupaten Bone, sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar,
dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Maros.
Aspek pembangunan yang semakin meningkat dan juga secara demografis
terdapat berbagai suku bangsa yang terdapat di kota Makassar, menggolongkan
Makassar menjadi salah satu kota terbesar di Indonesia. Pembangunan yang semakin
hari semakin bertambah dan semakin meluas membuat Makassar menjadi seperti kota
metropolitan. Hal itu juga disebabkan oleh faktor bertambahnya jumlah penduduk
kota Makassar yang berasal dari berbagai suku bangsa, misalnya suku Bugis,
Makassar, Mandar, Toraja, Buton, Jawa, dan Tionghoa.
Kota Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0-5
derajat ke arah barat, diapit dua muara sungai yakni sungai Tallo yang bermuara di
bagian utara kota dan sungai Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas wilayah
kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 km2 daratan dan termasuk
11 pulau di selat Makassar ditambah luas wilayah perairan kurang lebh 100km2,
dengan jumlah penduduk sebagai berikut:
87
Tabel 3.7 : Statistik Jumlah Penduduk Kota Makassar
No
Tahun
Jumlah Penduduk
1
2008
1. 253.656
2
2009
1. 271.870
3
2010
1. 338.663
1. 352. 136
4
2011
Sumber: BPS Sul-Sel diakses melalui http://sulsel.bps.go.id/subyek/3/114/jumlahpenduduk-menurut-kabupaten-kota-%09di-sulawesi-selatan-2006%E2%80%93-2010. Tanggal 15 Mei 2013
Berdasarkan pada tabel 3.7 di atas menjelaskan bahwa Makassar yang kini
merangkak menjadi kota modern-metropolis di antara jargon-jargon “Water front
City”, “Great Expectation”, Save our City”, “Makassar untuk Semua”, “Kota Dunia
2025” dan semacamnya. Jargon-jargon itu sesungguhnya mempertegas bahwa kota
Makassar adalah wilayah yang menarik bagi siapa saja untuk datang mengadu
keberuntungan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke
tahun. Investor dan kaum urban bertarung di dalam ruang kota yang hanya 175,77km.
Mereka sukses menjadi kaya dan berkuasa, sedangkan yang tidak beruntung hidup
dalam kemiskinan dan kekumuhan.
Kenyataan kota yang semakin modern membawa implikasi langsung pada
produksi sampah (limbah). Kota yang dibangun di bawah kendali filsafat
perdagangan bebas menuntut adanya ketebukaan investasi dan persaingan ekonomi.
Tolak ukur pertumbuhan kota adalah volume, insfrastruktur, sarana transportasi,
pusat-pusat jasa dan perkantoran, hotel, pusat-pusat perniagaan, tempat hiburan dan
88
pelesir. Semua ini menuntut pembebasan lahan, perebutan ruang ekonomi, dan
berakhir pada persoalan produksi sampah yang tak terkendali.
Berikut ini merupakan daftar perbandingan penanganan sampah kota
Makassar dalam (M3 perhari) dari tahun 2008 s/d tahun 2012.
Tabel 3.8 : Daftar perbandingan penanganan sampah kota Makassar dalam (M3
perhari) dari tahun 2008 s/d tahun 2012.
(%)
Tahun
Timbulan
No
Tertangani
Terhadap
Pelayanan
Sampah
Timbulan
3
1
2008
3.812,69 M /hari
3,315,20 M3/hari
86,95 %
2
2009
3.680,03 M3/hari
3,278,12 M3/hari
89,08%
3
3
2010
3.781,23 M /hari
3.373,42 M3/hari
89,21 %
4
2011
3.923,52 M3/hari
3.520,07 M3/hari
89, 72 %
5
2012
4.057,28 M3/hari
3.642,56 M3/hari
89,78%
Sumber : Daftar perbandingan penanganan sampah kota Makassar dalam (M3
perhari) dari tahun 1997-2012 oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kota Makassar, hal 1
Berdasarkan tabel 3.8 di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa semakin hari,
semakin diperlukan tenaga dan cara yang lebih efektif untuk menangani sampahsampah kota Makassar. Peningkatan jumlah penduduk kota Makassar menyebabkan
meningkatnya jumlah produksi sampah kota Makassar itu sendiri. Peningkatan
jumlah sampah yang tak terkendali ini merupakan masalah yang tidak lagi baru yang
sampai saat ini belum menemukan cara yang efektif untuk mengatasinya.
Sampah merupakan salah satu bagian yang tidak bisa dpisahkan dari
kehidupan manusia saat ini. Ia selalu dianggap sebagai barang yang tak bernilai lagi.
Sehingga, sebagian besar manusia menyepelekan hal ini. Ditimbun, ditumpuk, atau
dibakar selalu dianggap sebagai solusi yang tepat bagi pemerintah dalam
89
menyelesaikan berbagai persoalan sampah di negeri ini. Pengelolaan sampah menjadi
pupuk kompos dan pendaur ulang hanya menjadi sebuah wacana yang dikoarkoarkan pemerintah. Namun, pada akhirnya, sampah akan digiring masuk ke TPA,
ditumpuk dan dibiarkan begitu saja.
Pertumbuhan penduduk kota yang tinggi serta meningkatnya kegiatan
pembangunan di berbagai sektor, menimbulkan berbagai masalah di wilayah-wilayah
perkotaan yang antara lain urbanisasi, permukiman kumuh, persampahan dan
sebagainya. Namun, permasalahan yang dialami hampir di seluruh kota di Indonesia
adalah masalah persampahan. Penanganan sampah yang selama ini dilakukan belum
sampai pada tahap memikirkan proses daur ulang atau menggunakan ulang sampah
tersebut, penanganan sampah yang selama ini dilakukan hanya mengangkutnya dari
tempat sampah di permukiman kota dan membuangnya ke tempat pembuangan
sampah akhir atau membakarnya, Cara seperti ini kurang bisa mengatasi masalah
sampah karena masih dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.
Makassar yang kini terkenal dengan slogannya “Makassar Kota Dunia”
belum mampu mengurus masalah sampah. Padahal untuk menjadi sebuah kota yang
nyaman harus memperhatikan kebersihan dan kenyamanan lingkungannya. Berbeda
dengan kota Makassar, berdasarkan pengamatan penulis masih banyak terdapat
timbulan sampah yang berada di bahu jalan atau di lahan kosong tanpa wadah.
Kondisi tersebut dapat menyebabkan lingkungan di sekitarnya menjadi tidak nyaman
dan tidak sehat seperti menyebarkan bau yang tidak sehat, rentan terhadap penyakit,
serta pemandangan yang tidak indah.
90
Selain itu, sistem pengangkutan yang dilakukan petugas kebersihan masih
perlu dikaji kembali, dimana masih terjadinya keterlambatan dalam waktu
pengangkutan sampah sehingga mengakibatkan banyak masyarakat yang membuang
sampah di sembarang tempat yang disebabkan terlalu banyaknya sampah yang
bertumpuk, belum lagi ditambah dengan bau sampah itu sendiri. Hal ini apabila terus
dilakukan, maka semakin lama akan terjadi pencemaran lingkungan. Begitu pula
halnya dengan pembuangan sampah di TPA, sampah dibuang begitu saja tanpa
melakukan proses 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle), sehingga sangat memicu
pemanasan global akibat unsur gas metan yang terkandung dalam tumpukan sampah
tersebut.
TPA Tamangapa merupakan TPA kota Makassar, dimana seluruh kecamatan
di kota Makassar membuang sampah di TPA tersebut. Ribuan bahkan jutaan sampah
dibiarkan percuma begitu saja. Hilir mudik truk sampah tak henti masuk membuang
barang-barang sisa manusia ini, membiarkan sampah-sampah bertumpuk begitu saja.
Sampah-sampah tersebut hanya dimanfaatkan oleh para pemulung yang berdomisili
di sekitar tempat tersebut, dan jelas ini belum menjadi solusi yang baik.
Teknik pengolahan sampah di TPA Tamangapa ini masih menggunakan
teknik pengolahan open dumping. Sistem open dumping merupakan sistem terbuka,
dimana sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa
ada perlakuan apapun. Tidak ada penutupan tanah. Sehingga teknik pengolahan
sampah seperti ini memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan dan masyarakat
di sekitarnya.
91
Pengolahan sampah dengan cara open dumping ini menghasilkan gas metan.
Fakta ilmiah menunjukkan bahwa sampah adalah salah satu penyumbang efek rumah
kaca dalam bentuk metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Pembuangan sampah
melalui TPA mengakibatkan sampah organik yang tertimbun mengalami dekomposisi
secara anaerobik, proses itu menghasilkan gas CH4 (metana). Metana sendiri
mempunyai kekuatan merusak hingga 20-30 kali lebih besar daripada CO2.67
Kebocoran gas metan ke atmosfer dalam jumlah yang besar dan terus-menerus dapat
memicu pemansan global. Gas metan merupakan salah satu gas rumah kaca yang
19kali mampu menahan panas dibandingkan CO2.
Efek gas metan lainnya yaitu mampu menghilangkan gas oksigen suatu
ruangan. Misalnya di ruangan berventilasi terjadi kebocoran gas metan, maka gas
metan akan menempati posisi gas oksigen dalam larutan udara dan gas oksigen akan
keluar dari ruangan Hal itu mampu menyebabkan gejala sesak napas, karena
cenderung menghalangi oksigen yang masuk ke dalam tubuh, sehingga kadar oksigen
yang dihirup oleh manusia menjadi berkurang. Gas metan salah satu unsur yang
terdapat dalam LPG. Campuran 5% metana dengan udara saja mampu menyebabkan
ledakan yang membahayakan. Berdasarkan laporan dari warga sekitar TPA
Tamangapa ini, setiap tahun mengalami kebakaran baik kebakaran kecil sampai
67
Fitriawati dkk., 2012, “Nasib Sampah di Ujung Kota Makassar”, Menakar Limbah Kota. Kedai
Buku Jenny: Makassar, Hal. 18-19.
92
kebakaran besar, seperti yang terjadi pada tahun 200968.
Sehingga, dibutuhkan
sebuah cara baru dalam pengolahan sampah ini.
Berdasarkan realita yang ada, kota Makassar menghasilkan sekitar 3.800 m3
sampah perkotaan setiap harinya. Padahal kapasitas maksimum dari TPA Tamangapa
hanya sekitar 2.800 m3 sampah. Lahan TPA tambahan akan diperlukan untuk
pembuangan 1.000 m3 sisa sampah. Sebagian besar sisa sampah berasal dari aktivitas
penduduk seperti di pasar, pusat perdagangan, rumah makan, dan hotel. Tetapi,
sampah-sampah tersebut tidak dipisahkan berdasarkan jenisnya, yakni berupa sampah
organik dan anorganik sehingga selain karena dampaknya yang mencemari
lingkungan, tidak adanya pemisahan sampah berdasarkan jenisnya membuat sampah
ini sulit untuk dimanfaatkan kembali. Mengingat sistem pengolahan sampah di TPA
Tamangapa masih berupa sistem open dumping .
Tabel 3.9: Peralatan yang digunakan dalam Kegiatan Pengangkutan Sampah
Kota Makassar (2008)
Jenis Angkutan
Jumlah (unit)
3
Gerobak (1m )
299
3
Truk Pengangkut (6m )
64
Truk Arm Roll (6m3)
48
3
Truk Arm Roll (10m )
2
Kompaktor (6m3)
4
Motor Becak
6
Kendaraan Lainnya
12
Sumber: Pengelolaan Limbah Padat, 2009, Studi Implementasi Rencana Tata
Ruang Terpadu Wilayah Metropolitasn Mamminasata. Dinas
Kebersihan dan Pertamanan kota Makassar.
68
Ibid, hal 19.
93
Pada tabel 3.9 di atas menggambarkan bahwa kurangnya jumlah peralatan
yang digunakan menjadi salah satu faktor kota Makassar penuh dengan sampah.
Penanganan sampah di kota Makassar saat ini masih belum memberikan hasil yang
memuaskan, terutama penanganan sampah di wilayah TPA itu sendiri. Saat ini
penanganan sampah kota Makassar ditangani oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan
kota Makassar, selain itu Dinas PPLP Sulsel juga turut membantu dalam penanganan
sampah ini, namun karena kurangnya koordinasi antar pihak pemerintah dan
masyarakat sehingga permasalahan sampah kota Makassar hanya diembankan pada
Dinas Kebersihan dan Pertamanan, begitu pula dengan kondisi TPA Tamangapa yang
butuh perhatian lebih.
Terdapat beberapa perusahaan yang bergerak dalam pengelolaan sampah ini
di TPA ini, yakni PT. ORGI, merupakan proyek pengelola sampah dengan
kemampuan pengolahan mencapai 100 ton/hari. Namun proyek yang berdiri sejak
tahun 1990 ini kini tidak terlalu aktif dalam mengelola sampah yang berada di TPA
Tamangapa. Selanjutnya, PT. Gikoko Kokyo, sebuah perusahaan yang mengolah
sampah menjadi metan, tetapi sejak berdirinya di tahun 2009 belum memberikan
konstribusi yang banyak bagi lingkungan dan PAD kota Makassar. Selain PT. ORGI
dan PT. Gikoko Kokyo juga terdapat perusahaan pengelola sampah
yakni PT.
Fastindo Global Utama Group Indonesia sebuah perusahaan yang mengelola sampah
organik menjadi kompos dan non-organik menjadi bahan bakar briket berkalori
94
rendah. Tetapi, perusahaan ini belum menunjukkan hasil yang maksimal terhadap
pengelolaan sampah di TPA.69
Berdasarkan pada fenomena-fenomena tersebut JICA bekerjasama dengan
pemerintah kota Makassar melalui persetujuan pemerintah pusat dalam penanganan
sampah kota Makassar ini. Bantuan penanganan sampah dari pihak JICA ini berupa
bantuan pembangunan TPA baru berbasis sanitary landfill. Perlu kita ketahui bahwa,
pembangunan TPA Tamangapa Antang, merupakan salah satu bantuan dari pihak
JICA di kota Makassar. Detail proyek bantuan ini berupa bantuan kerjasama teknis
berupa bantuan konsultan dan tenaga ahli dari Jepang serta bantuan pinjaman dana.
Sebelum membuat rencana pembangunan TPA, tim JICA mengadakan survei tentang
kondisi geografis, demografi, air, tanah, kota Makassar terlebih dahulu, setelah semua
selesai tim JICA kemudian membuat master plan tentang proyek pengolahan sampah
yang baru. Meski proyek ini berupa proyek gabungan antara Mamminasata
(Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar) berlokasi di Kab.Gowa, namun perhatian
penanganan sampah masih lebih berfokus pada penanganan sampah kota Makassar,
hal ini terbukti pada adanya program JICA di bidang lingkungan ini selain
pembangunan TPA baru. Hal tersebut juga dilandasi oleh kondisi kota Makassar
sebagai basis kegiatan ekonomi dan politik, yang menghasilkan sampah 3.642,56
M3/hari70. Bantuan proyek penanganan sampah dari tim JICA ini yang berupa
pembangunan TPA baru menggunakan dana pinjaman dari JBIC yang disalurkan
69
70
Ibid, hal 23-24;
Daftar perbandingan penanganan sampah kota Makassar dalam (M 3 perhari) dari tahun 1997-2012
oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Makassar.
95
melalui JICA. Total pinjaman dana ini sebesar ¥3,543,000,00071. Proyek dari JICA
ini telah berakhir di tahun 2012 lalu. Pembangunan proyek TPA baru ini
dilaksanakan oleh pemerintah daerah Sulawesi Selatan (Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Makassar, Satker PPLP Sul-Sel, Dinas PU Sulsel, Bappeda, UPTD
Mamminasata, Pemerintah Kabupaten Maros, Sunguminasa dan Takalar, serta
konsultan dari Nippon Koi.ltd. Salah satu konsultan tenaga ahli, sekaligus
perpanjangtangan dari pemerintah Jepang.
71
Loan Agreement NO. IP-588 , JICA and Indonesia for Regional Solid Waste Management for
Mamminasata, South Sulawesi.
96
BAB IV
PERANAN JICA DALAM PENANGANAN SAMPAH
PERKOTAAN MAKASSAR
A. Faktor Pendorong dan Penghambat JICA dalam menangani sampah kota
Makassar
1. Faktor Pendorong
Pertama; Misi Kemanusiaan. Kehadiran JICA di Indonesia, khususnya di kota
Makassar adalah sebuah komitmen akan sebuah misi yang hendak dicapai dalam
membangun negara-negara berkembang. Misi tersebut, telah dicapai melalui berbagai
kerjasama, termasuk kerjasama yang dilakukan oleh pihak JICA dengan pihak
pemerintah Indonesia. Selain komitmen tersebut, komitmen akan kerjasama atau
perjanjian yang telah disepakati bersama oleh pihak Jepang melalui JICA dan
Indonesia, dalam melaksanakan berbagai program dalam memecahkan berbagai
masalah dalam lingkungan.
Selama ini JICA telah menjalin kerjasama dengan pemerintah Indonesia sejak
tahun 1974. Tak bisa dipungkiri bahwa kerjasama ini telah mencakup berbagai
bidang. Di Sulawesi Selatan sendiri, JICA telah menjalin kerjasama dengan pihak
pemerintah provinsi Sulawesi Selatan sejak 1980-an. Pihak JICA telah melakukan
kerjasama dengan pemerintah kota Makassar di berbagai sektor. Misi utama
keberadaan JICA di Sulawesi Selatan adalah untuk melaksanakan suatu program
yang
didedikasikan
untuk
“peningkatan
pengentasan
kemiskinan
melalui
pembangunan daerah”. Program ini berbicara pendekatan yang terintegrasi &
97
terorganisasi antara perkembangan perkotaan & pedesaan, berlapis-lapis kepada
pemerintah daerah & masyarakat, serta kolaborasi multi-sektor antara setiap proyek
dengan memanfaatkan sebanyak mungkin kombinasi dari skema ODA Jepang.
Sementara itu, program ini memprioritaskan pada masalah:72
(4)
Mamminasata (Makassar - Maros - Sungguminasa - Takalar), berupa
pembangunan perkotaan sebagai kekuatan pendorong bagi perkembangan
regional provinsi,
(5) Pembangunan yang seimbang di provinsi Sulawesi Selatan,
(6) Peningkatan pemberdayaan sosial melalui perbaikan sistem pendidikan
kesehatan dan dasar.
Kedua: Transfer teknologi. Kehadiran JICA di Makassar khususnya dalam
bantuan penanganan sampah kota Makassar bertujuan untuk transfer teknologi.
Jepang. Negara ini selain memiliki kekuatan finansial yang baik juga memiliki
manajemen lingkungan yang baik. Kita bisa melihat, negara ini disiplin dalam
mengolah sampah. Bahkan membuat aturan langsung pengolahan sampah. Mereka
telah menyiapkan dua buah kantong besar dengan warna yang berbeda; hijau dan
merah. Selain itu, ada beberapa kategori lainnya yaitu: botol pet, botol, beling,
kaleng, batu baterai, barang pecah belah, sampah besar dan elektronik yang masingmasing memiliki cara pengolahan dan jadwal pembuangan sampah. Pengolahan
sampah seperti bukan hanya terjadi di rumah, departemen store, convencienstore. Di
supermaket juga disediakan kotak-kotak sampah untuk tujuan recycle (daun ulang).
72
Buletin JICA , op cit., hal.16
98
Setelah dipilah-pilah, sampah yang dapat di daur ulang (aerob) akan dikelola oleh
sebuah perusahaan. Sampah tidak dapat di daur ulang (anaerob) akan dibakar di
sebuah mesin besar incerator, yang hasil pembakarannya menghasilkan gas yang
berguna untuk pemanasan air, ruangan bahkan sebagai pembangkit listrik. Pada tahun
2010 pabrik pengolah sampah Maishima di Osaka menghasilkan 50 juta watt listrik.
73
Kebanyakan kota di Jepang telah diperkenalkan sistem colection sampah, di
mana penduduk memisahkan sampah berdasarkan kategori sampah dibakar, sampah
tidak dibakar, limbah massal, dan sebagainya. Pengumpulan sampah tersebut
berdasarkan pada hari yang telah ditetapkan. Kertas, botol kaca, kaleng, dan botol
plastik dikumpulkan sebagai barang daur ulang. Terdapat 21 pabrik pembuangan
limbah yang bertugas untuk menangani semua sampah. Kita Incineration Plant, salah
satu pabrik pengolah sampah membakar 600 ton sampah setiap hari. Truk membawa
sampah yang telah dikumpul ke sebuah tempat yang disebut "waste bunker", yang di
gedung yang sama untuk insinerator. Pabrik ini beroperasi 24 jam sehari. Sampah
dibakar pada suhu lebih dari 800oC untuk mencegah pembentukan dioxin berbahaya,
pabrik memiliki fasilitas untuk mengendalikan polusi pabrik, seperti menghilangkan
bahan berbahaya berupa partikel dan nitrogen exdes. Bahkan pabrik ini terletak di
73
Fitriawati, Furqan Majid dan Nur Alam N, Loc cit.
99
sebelah pusat perumahan, dan menerapkan peraturan sendiri pengendalian polusi
yang jauh lebih ketat daripada persyaratan hukum. 74
Ketiga; Faktor geografis. Kota Makassar yang dulu dikenal dengan Ujung
Pandang adalah kotamadya dan sekaligus ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Kota
Makassar memiliki letak yang strategis karena posisinya yang berada di
persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam provinsi di Sulawesi,
dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah
utara ke wilayah selatan Indonesia. Dengan kata lain, wilayah kota Makassar berada
koordinat 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian
yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut.
Berdasarkan gambaran selintas mengenai lokasi dan kondisi geografis
Makassar memberi penjelasan bahwa secara geografis kota Makassar memang sangat
strategis dilihat dari sisi kepentingan ekonomi maupun politik. Dari sisi ekonomi,
Makassar menjadi simpul jasa distribusi yang tentunya akan lebih efisien
dibandingkan daerah lain. Memang selama ini kebijakan makro pemerintah yang
seolah-olah menjadikan Surabaya sebagai home base pengelolaan produk-produk
draft kawasan Timur Indonesia, membuat Makassar kurang dikembangkan secara
optimal. Padahal dengan mengembangkan Makassar, otomatis akan sangat
berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan Timur
Indonesia dan percepatan pembangunan. Dengan demikian, dilihat dari sisi letak dan
74
Ministry of Foreign Affairs of Japan, “Waste Management and Recycling”, Japan: Eco-Friendly
Country, No.7, September 2012.
100
kondisi geografis Makassar memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lain
di Kawasan Timur Indonesia. Saat ini Kota Makassar dijadikan inti pengembangan
wilayah terpadu Mamminasata.
Posisi geogstrategi ini menjadikan kota Makassar sebagai titik simpul
distribusi. Alasan ini juga dikemukakan oleh pihak JICA melalui sebuah buletin yang
dikeluarkan pada tahun 2008 yang berjudul JICA in Indonesia. Alasan geografis
inilah yang menjadi salah satu faktor perlu diadakan pengembangan Indonesia Timur.
Berdasarkan dari hal ini kita bisa melihat faktor geografi menjadi salah satu bentuk
alasan yang mendorong adanya bantuan luar negeri Jepang melalui JICA ke Sulawesi
Selatan ini.
Faktor pendorong adanya kerjasama JICA di Sulawesi Selatan adalah
Sulawesi Selatan khususnya Makassar merupakan salah satu daerah yang memiliki
banyak potensi, namun tidak mendapatkan perhatian banyak bagi pemerintah pusat
Indonesia. Adanya kesenjangan antara daerah Indonesia timur dan barat, menarik
perhatian bagi pihak JICA untuk turut serta dalam membangun daerah ini, khususnya
Makassar. Makassar merupakan sebuah kota yang memiliki berbagai macam potensi
untuk berkembang dan menjadi pusat perekonomian dan politik disebabkan karena
posisinya yang strategis. Selain dari itu, Makassar merupakan salah satu titik simpul
distribusi.
Keempat; Faktor Demografis. Indonesia bagian Timur memiliki jumlah
penduduk di Sulawesi Selatan lebih banyak dibandingkan di daerah-daerah Indonesia
lainnya. Terutama di kota Makassar yang menjadi pusat perkembangan ekonomi dan
101
politik. Hal ini didukung oleh slogan JICA bahwa pembangunan ditujukan pada
daerah-daerah yang padat penduduknya harus mendapat pelayanan kebutuhan dasar
yang sesuai dengan jumlah penduduknya. Selain itu pemerintah Sulawesi Selatan
khususnya pemerintah kota Makassar mendukung adanya bantuan JICA di bidang
lingkungan hidup ini terkhusus dalam bantuan penanganan sampah.
Berikut ini tabel persebaran penduduk perkecamatan tahun 2010
Tabel 4.1 : Jumlah Penduduk Kota Makassar per Kecamatan Tahun 2010
JML. PENDUDUK
PERSENTASE
NO KECAMATAN
(%)
Pria
Wanita
Total
1
Mariso
26.752
26.562
53.314
4,3
2
Mamajang
29.745
29.223
58.968
4,8
3
Tamalate
74.839
73.750 148.589
12,1
4
Rappocini
69.228
70.263 139.491
11,4
5
Makassar
39.883
40.991
80.874
6,6
6
Ujung Pandang
13.814
14.127
27.941
2,3
7
Wajo
17.170
17.008
34.178
2,8
8
Bontoala
29.497
30.779
60.276
4,9
9
Ujung Tanah
24.215
23.052
47.267
3,8
10 Tallo
67.186
64.972 132.158
10,8
11 Panakukang
64.446
66.783 131.229
10,7
12 Manggala
48.281
48.351
96.632
7,8
13 Biringkanaya
62.738
62.898 125.636
10,2
14 Tamalanrea
43.255
43.732
86.987
7,1
Jumlah
611.049 612.491 1.223.540
100,00
Sumber: BPS Kota Makassar, 2011.
Sedangkan jumlah penduduk kota Makassar berdasarkan jenis kelamin
sebagai berikut:
102
Tabel 4.2 : Jumlah Penduduk Makassar berdasarkan Jenis Kelamin
Tahun
2008
2009
2010
2011
Jumlah Pria (jiwa)
601.379
610.270
662.009
667.681
Jumlah Wanita (jiwa)
652.277
662.079
676.654
684.455
1.253.656
1.272.349
1.338.663
1.352.136
-
1
-
-
-
7.236
-
-
Total Jiwa
Pertumbuhan Penduduk (%)
Kepadatan Penduduk
(jiwa/km2)
Sumber: BPS Kota Makassar, 2008-2011, diakses melalui
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/demografipendudukjkel.ph
p?ia=7371&is=37, tanggal 21 Mei 2013.
Berdasarkan pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 di atas menjelaskan bahwa setiap
tahunnya jumlah penduduk kota Makassar meningkat sekitar 10-20%. Selain karena
faktor meningkatnya angka kelahiran, faktor untuk mencari rezeki, dan faktor
banyaknya pendatang yang sedang menempuh pendidikan di kota Makassar, terjadi
peningkatan jumlah penduduk kota Makassar setiap tahunnya.
Jumlah penduduk kota Makassar yang semakin hari semakin meningkat,
menjadi sasaran pasar otomotif Jepang di kota Makassar. Kita bisa melihat semakin
meningkatnya warga kota masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor hasil
produksi Jepang. Berdasarkan data dari Direktorat Lalu Lintas Polda Sulsel, jumlah
kendaraan beroperasi di Makassar pada tahun 2011 mencapai 2,4 juta unit. Sebanyak
1,1 juta di antaranya adalah sepeda motor dan 1,3 juta adalah mobil atau roda empat.
103
Jumlah kendaraan di Makassar melonjak dari tahun 2004 dan saat itu hanya 527.040
unit. 75
Meningkatnya jumlah penduduk kota Makassar setiap tahunnya menjadikan
Makassar menjadi konsumen yang baik bagi pangsa pasar otomotif Jepang. Jepang
sangat terkenal dengan produk transportasinya. Kendaraan bermotor di Jepang di
produksi oleh beberapa perusahaan otomotif di Jepang, misalnya Daihatsu, Honda,
Hino, Mitsubishi, Nissa, Suzuki, Toyota, Mazda, dan Yamaha. Berbagai produk
otomotif tersebut banyak diminati oleh warga masyarakat kota Makassar. Selain itu,
Jepang juga memproduksi alat transportasi canggih seperti Kereta tercepat di dunia.
Bahkan beberapa jenis kereta di Indonesia di impor dari Jepang, sayangnya kereta
yang diimpor adalah kereta bekas.
Selain produk otomotif, Jepang juga terkenal dengan poduk teknologinya.
Misalnya: Sony, Canon, Panasonic, Toshiba, Sanyo, Hitachi, Sharp, Olympus, Epson,
dan Fujitsu. Berbagai merek-merek teknologi produksi Jepang ini sangat terkenal di
kota Makassar. Meski saat ini produksi barang China menjamur seperti Mito,
Huawei, Lenovo, namun produk-produk teknologi Jepang masih memiliki rating
tertinggi disebabkan memiliki kualitas yang baik, sehingga memiliki peminat yang
banyak di kalangan masyakarat kota Makassar.
Kelima; Permintaan Pemerintah. Adanya bantuan JICA di Makassar
merupakan permintaan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Kurangnya
dana dan kurangnya SDM (Sumber daya Manusia) di kota Makassar menjadi salah
75
Edi Sumardi, “Pertumbuhan Kendaraan tak Sebanding Jalan”, Tribun Timur, 25 Nopember 2012.
104
satu alasan keberadaan JICA di Makassar. Banyaknya tenaga ahli JICA yang
dimilikinya di berbagai bidang serta peran JICA sebagai organisasi penyalur dana
ODA menjadikan pemerintah Indonesia menginisiasi kerjasama ini.
2. Faktor Penghambat
Faktor penghambat JICA dalam mengimplementasikan programnya di
Sulawesi Selatan, khususnya di kota Makassar. Hingga sampai saat ini belum
menemukan hal-hal yang menghambat jalannya program kecuali faktor sosial. Faktor
sosial ini yang dimaksud adalah faktor lingkungan sosial masyarakat yang tidak
memberikan dukungan penuh terhadap penanganan sampah di kota Makassar.
Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap sampah ini, membuat sampah bertebaran
dimana-mana, termasuk pada permasalahan pembangunan TPA baru yang membuat
beberapa masyarakat tidak menerima dibangunnya sebuah TPA di lingkungannya.
Untuk mencapai sebuah lingkungan yang bersih dan sehat tak hanya didukung
oleh pemerintah saja, namun dukungan dari masyarakat juga sangat diperlukan
sehingga semua rencana dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Adanya
dukungan JICA terhadap penanganan sampah kota Makassar sangat membantu
pekerjaan rumah pemerintah kita. Namun hingga saat ini kesadaran masyarakat kota
Makassar masih kurang mengingat masih banyaknya sampah yang bertebaran
dimana-mana termasuk tepi jalan raya dijadikan sebagai TPS (Tempat Pembuangan
Sementara).
Menurut Buyung, salah satu staff di Bidang Pengembangan Kapasitas
Kebersihan,Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Makassar menyatakan bahwa :
105
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah terbagi
menjadi dua aspek yaitu aspek aktif dan pasif. Aspek aktif itu
masyarakat harus turut serta dalam mengolah sampahnya
sedangkan aspek pasifnya itu masyarakat diwajibkan membayar
retribusi persampahan.76
Selan dari faktor masyarakat, juga didasari oleh kurangnya pegawai Dinas
kebersihan yang bertugas mengumpulkan sampah ini juga menjadi faktor pemicu
masih banyaknya sampah yang berserakan di kota Makassar.
Tabel 4.3 : Jumlah Pekerja di Bidang Kebersihan Kota Makassar 2011
Sub Unit
Tugas
Jumlah
Staff
Pengawas
Pengangkutan Sampah
Sopir
Operator Alat Berat
Pekerja
Penyapuan
6 Orang
10 Orang
133 Orang
7 Orang
216 Orang
Pengawas
3 Orang
Pemotong Rumput
3 Orang
Pekerja
80 Orang
Staff
85 Orang
UPTD TPA
Operator Alat Berat
5 Orang
Sumber: Potensi Pegawai Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar,
Desember 2011. Hal. 1
76
Buyung, staff di Bidang Pengembangan Kapasitas Kebersihan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan
kota Makassar ( Wawancara, 5 April 2013)
106
Selain karena faktor kurang pegawai dinas kebersihan dalam mengumpulkan
sampah, faktor banyaknya sampah kota Makassar juga dipengaruhi oleh faktor sarana
dan prasarana
Tabel 4.4: Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah kota Makassar (2011)
Sarana Pengelolaan Sampah
Usia
Jumlah
> 10 Tahun
37 unit
>5 Tahun
52 unit
< 5 Tahun
56 unit
Motor tiga roda (motor sampah)
-
31 unit
Container
-
276 unit
Bakhoe Loader
Sejak tahun 1995
3 unit
Wheel Loader W70
Sejak tahun 1984
1 unit
Wheel Excavator
Sejak tahun 2006
1 unit
Kendaraan Pengangkut Sampah
Prasarana Pengelolaan Sampah
Lahan TPA
143 ha
Bangunan Bengel
1 unit
Jembatan Timbang
1 unit
Kantor Pengelola TPA
1 unit
Sumber: Rencana Strategis SKPD 2009-2014 DK dan Pertamanan Kota Makassar,
hal.5
Berdasarkan pada tabel 4.3 dan 4.4 di atas memberikan penjelasan bahwa
jumlah pekerja atau tenaga operasional untuk pengangkutan sampah juga sarana
107
pengelolaan sampah saat ini masih kurang sehingga tidak seimbang antara pekerja,
sarana dan jumlah sampah yang ingin diangkut dan diolah. Banyaknya jumlah
penduduk menghasilkan sampah yang banyak setiap harinya sementara pekerja dan
sarana dan prasarana dalam menjaga kebersihan tidak memadai.
Penulis menyadari bahwa kehadiran pihak JICA di Makassar selain karena
menjalankan sebuah misi dalam mendukung keberlangsungan lingkungan hidup, juga
terdapat sebuah kepentingan yang tak terlihat secara kasat mata. Jika hal tersebut
ingin dibuktikan, salah satu buktinya adalah salah satu negara tujuan ekspor SDA
(Sumber Daya Alam ) Sulawesi Selatan adalah Jepang. Kita bisa menelusuri kembali
asal usul dana bantuan JICA, dimana berasal dari sokongan pemerintah Jepang yang
berupa ODA (Official Development Assistance).
Berikut ini daftar ekspor sumber daya alam Sulawesi Selatan di berbagai
negara mulai tahun 2009-2012.
Tabel 4.5:Daftar Ekspor SDA Sulsel Tahun 2009
JUMLAH (US $ juta)
NO
NEGARA
Nopember
Desember
39,923
24,920
1 Amerika Serikat
6,810
11,813
2 Malaysia
4,706
4,971
3 Jepang
4,494
4 Singapura
4,142
3,746
5 China
27,095
6 Brazil
Sumber: BPS Sul-Sel, 2009, diakses melalui,
http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-impor, tanggal 10 April
2013.
Dari tabel 4.5 di atas menjelaskan bahwa pada tahun 2009 jumlah ekspor
SDA Sulawesi Selatan terbesar ditujukan ke Amerika Serikat. Ekspor Sulawesi
108
Selatan ke negara-negara di atas pada tahun 2009 berupa kakao (HS18), ikan dan
udang (HS03), kayu dan barang dari kayu (HS44), dan biji-bijian berminyak (HS12).
Namun terjadi perubahan negara tujuan ekspor di tahun 2010, sebagaimana yang
tertera dalam tebel berikut ini:
Tabel 4.6 : Daftar Ekspor SDA Sulsel Tahun 2010
JUMLAH (US $ Juta)
NEGARA
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agus
Sep
Okt
Nop
Des
Jepang
253,291
90,891
96,647
6,113
207,483
110,210
110,199
83,186
150,001
154,772
5,320
170,215
AS
33,344
8,921
19,118
4,580
6,437
8,770
63,450
19,363
17,218
21,772
8,880
8,678
China
2,931
2,721
3,962
4,038
4,066
5,753
-
9,362
6,317
9,117
5,167
9,813
Singapura
2,853
2,358
7,316
-
-
-
16,139
-
2,054
15,940
-
-
Malaysia
10,714
12,926
8,302
4,718
12,069
14,707
35,992
11,393
11,045
35,291
5,978
13,531
Jerman
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3,536
-
Brazil
-
-
-
-
-
8,920
-
27,296
-
-
-
22,102
Korea
-
-
-
14,067
-
-
-
-
-
-
-
-
Kanada
-
-
-
-
4,292
-
-
-
-
-
-
-
Belanda
-
-
-
-
-
-
15,046
-
-
-
-
-
Sumber: BPS Sul-Sel,2010, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-danimpor, tanggal 10 April 2013.
Berdasarkan tabel 4.6 di atas menggambarkan bahwa dalam 12 bulan di tahun
2010 memperlihatkan adanya kecederungan ekspor sumber daya alam Sulawesi
Selatan ke Jepang. Hal itu tentu saja didasari oleh hubungan baik yang terjalin selama
ini antara Jepang dan Sulawesi Selatan melalui sebuah organisasi internasional yang
bernama JICA. Adanya fokus program JICA di Sulawesi Selatan menjadi salah satu
faktor ekspor SDA Sul-sel terbesar ditujukan ke Jepang. Adapun jenis SDA yang
109
dimaksud pada tahun 2010 ini adalah nikel (HS75), kakao (HS18), ikan dan udang
(HS03), kayu/barang dari kayu (HS44) dan biji-bijian berminyak.
Selain itu peningkatan jumlah ekspor SDA Sulsel ke Jepang masih berlanjut
di tahun 2011 yang digambarkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.7: Daftar Ekspor SDA Sulawesi Selatan Tahun 2011
JUMLAH (US $ Juta)
NEGARA
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agus
Sep
Okt
Nop
Des
Jepang
4,817
173,378
120,889
117,933
118,999
173,369
110,894
105,927
91,974
100,934
102,463
67,83
AS
8,065
5,987
8,366
7,768
10,343
10,673
8,100
6,049
5,672
8,289
6,861
6,95
China
9,697
6,659
7,929
7,202
6,672
8,622
6,950
7,858
10,592
11,028
7,950
8,77
Malaysia
15,436
11,571
10,843
-
28,661
14,255
23,655
11,076
11,657
4,362
6,339
6,47
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
13,851
-
Jerman
3,081
-
-
3,992
3,980
4,809
-
-
-
-
-
Kanada
-
3,772
3,432
-
-
-
-
-
-
2,820
-
2,90
Vietnam
-
-
-
3,543
-
-
-
-
-
-
-
-
Korsel
-
-
-
-
-
-
-
4,159
4,484
-
-
-
Singapura
-
-
--
-
-
-
4,562
-
-
-
-
-
Rusia
Sumber: BPS Sul-Sel, 2011, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-danimpor, tanggal 10 April 2013.
Berdasarkan pada tabel 4.7 di atas menggambarkan bahwa jumlah Ekspor
SDA Sulawesi Selatan ke Jepang sangat besar jumlahnya bila dibandingkan dengan
negara-negara seperti AS, China, Malaysia, Jerman, Kanada, Vietnam, Korsel,
Singapura. Tingginya jumlah ekspor Sulawesi Selatan ke Jepang berbanding 70: 30
dengan negara-negara tujuan ekspor SDA Sulawesi Selatan lainnya. Hal ini
memberikan sebuah tanda tanya besar apa yang sebenarnya terjadi? Selain pada tahun
110
2010 dan 2011, faktanya ekspor SDA terbesar Sulawesi Selatan masih ditujukan ke
Jepang.
Berikut ini merupakan daftar ekspor SDA Sulawesi Selatan tahun 2012.
Tabel 4.8 : Daftar Ekspor SDA Sulawesi Selatan Tahun 2012
JUMLAH
NEGARA
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agus
Sep
Okt
Nop
Des
Jepang
40,40
65,27
41,05
33,32
83,01
100,99
99,80
92,74
98,22
117,39
188,31
101,46
AS
6,82
8,43
8,00
6,48
6,52
10,19
9,66
6,06
8,77
7,73
7,63
6,29
China
5,59
5,35
6,53
6,43
4,80
4,33
6,56
4,53
-
9,11
9,34
7,61
Malaysia
13,25
6,01
4,74
3,85
11,59
9,18
13,78
-
9,65
-
8,95
9,05
Singapura
--
2,43
-
-
4,04
-
2,91
13,00
4,21
3,37
5,91
3,38
-
-
-
-
2,19
2,45
-
-
-
-
-
Kanada
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Vietnam
-
-
4,20
2,27
-
-
3,22
-
3,05
-
-
Brazil
-
-
-
-
-
-
-
8,38
-
-
-
Korsel
-
Sumber : BPS Sul-Sel, 2012, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspordan-impor, tanggal 10 April 2013
Berdasarkan dari tabel (4.5), (4.6), (4.7), (4.8), bahwa rata-rata setiap tahun
dan bulan ekspor SDA Sulawesi Selatan cenderung lebih banyak ke Jepang. Hal itu
tak lepas dari adanya hubungan baik antara pihak pemerintah Jepang dengan
pemerintah Indonesia khususnya pemerintah Kota Makassar. Adanya fokus program
JICA yang berupaya untuk melakukan pengembangan di Indonesia Timur khususnya
Sulawesi Selatan, memperlihatkan kepentingan Jepang, baik itu berupa sebuah
pencitraan dengan negara mitra maupun untuk mempermudah “akses” pihak Jepang
ke Sulawesi Selatan.
111
B.
Peranan JICA terhadap Penanganan Sampak Perkotaan Makassar
Sulawesi dianggap sebagai penggerak utama pembangunan wilayah Indonesia
bagian Timur (IT), yang terlihat masih tertinggal jika dibandingkan dengan wilayah
Indonesia bagian Barat. Kurangnya prasarana, relatif rendahnya kualitas sumber daya
manusia di kawasan ini menjadi faktor utama kesenjangan ini. Adanya pemusatan
pembangunan pemerintah Indonesia di Indonesia bagian barat turut menjadi faktor
yang melandasi kesenjangan ini, termasuk fokus bantuan jangka panjang JICA di
Indonesia bagian Barat (1969/1970-1993/1994). Selain itu, kondisi keuangan negeri
ini yang belum stabil, membuat wilayah Indonesia Timur, khususnya Sulawesi
Selatan membutuhkan dana yang banyak untuk pembangunan di kawasan ini. Oleh
sebab itu, dibutuhkan pemerintah Sulawesi Selatan khususnya di kota Makassar
membutuhkan dukungan dana dalam mencapai pembangunan nasional.
JICA hadir di Indonesia bagian Timur sejak tahun 1980. Hal ini menunjukkan
banyaknya peranan JICA di kawasan ini, terutama di Sulawesi Selatan. Berbagai
macam bantuan yang diberikan oleh pihak JICA kepada pemprov Sulawesi Selatan,
mulai dari bantuan di bidang pendidikan, kesehatan, pengembangan masyarakat dan
bidang lingkungan hidup. Memnbuat Sulawesi Selatan menjadi penerima donatur
dana JICA terbesar di Indonesia Timur. Hal ini juga memperjelas posisi Indonesia
sebagai penerima terbesar bantuan dari Jepang.
Keberadaan JICA di Sulawesi Selatan,tentu membutuhkan konpensasi dari
pemerintah setempat. Sokongan dana dari pemerintah Jepang memperlihatkan bahwa
JICA ini merupakan institusi resmi perwakilan negara Jepang yang menjalankan
112
berbagai kepentingan-kepentingan dari pihak pemerintah Jepang sendiri, mengingat
peranan JICA sebagai pelaksana Tiga Bantuan Pembangunan Resmi milik Jepang.
Kehadiran JICA (Japan Internastionl Cooperatin Agency) di Makassar,
Sulawesi Selatan-Indonesia yakni untuk mengimplementasikan tujuan JICA itu
dibentuk, yakni untuk mempromosikan kerjasama internasional bagi pembangunan
ekonomi dan sosial negara-negara berkembang. Namun perlu diketahui bersama
bahwa supply bantuan dana JICA itu berasal dari ODA Jepang, sehingga jika kita
telusuri lebih jauh motivasi pemberian bantuan ODA selain untuk berkonstribusi pada
perdamaian dan pembangunan dari masyarakat Internasional, juga untuk menjamin
keamanan dan kemakmuran Jepang sendiri yang di dalamnya berupa berbagai macam
kepentingan nasional.77
Berikut ini merupakan latar belakang strategi Jepang di Indonesia, sehingga
menghasilkan semacam saling ketergantungan satu sama lain, di antaranya sebagai
berikut:78
Pertama, Jepang memiliki latar belakang sejarah yamg buruk di kawasan Asia
Pasifik, yang menempatkan sosok Jepang yang ekspansif pada Perang Dunia II,
sehingga Jepang dibebani tanggung jawab dengan berusaha memulihkan hubungan
baiknya dengan negara di kawasan ini. Indonesia yang pernah diduduki Jepang pada
77
78
Marie Soderberg, loc cit.
Teuku May Rudi, 1992, “Interdependensi dalam Hubungan Indonesia-Jepang dan Bantuan Luar
Negeri Jepang kepada Indonesia: Analisis Singkat Kondisi dan Kebijakan”, Teori , Etika, dan
Kebijakan Hubungan Internasional, Bandung: Angkasa, hal.123.
113
PD II selama periode 1942-1945, menekankan bahwa Jepang sebagai negara maju
dapat berpartisipasi dalam kerjasama pembangunan Indonesia.
Kedua, Sebagai akibat dari sikap pasifis untuk dapat merubah citra atau
persepsi negara-negara di kawasan ini terhadap ancaman ekspansi Jepang dikemudian
hari.
Ketiga, Keterbatasan domestik Jepang dan kelebihan faktor finansial,
mengetengahkan masing-masing strategi Jepang pada orientasi perdagangan
inetrnasional untuk memenuhi kebutuhan domestik terhadap bahan mentah, minyak
dan gas bumi. Transaksi perdagangan dengan Indonesia dala upaya memenuhi
kebutuhan tersebut dinilai besar, terutama pemenuhan kebutuhan gas bumi (LNG),
dimpor dari Indonesia, dan investasi Jepang di Indonesia terbesar dari keseluuhan
investasi asing di Indonesia.
Keempat, untuk menerapkan ketiga strategi di atas dan dalam rangka menjaga
kestabilan dan keamanan serta hubungan dengan negara-negara berkembang di
kawasan ini dilakukan melalui bantuan luar negerinya (foreign aid) bagi
pembangunan ekonomi negara-negara tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut menjadi salah satu bukti bahwa setiap
kerjasama yang dilakukan oleh suatu Negara dengan negara lain itu tak lebih hanya
untuk melaksanakan sejumlah kepentingan-kepentingan yang terselubung. Begitu
pula halnya dengan Indonesia. Indonesia yang notabene tidak mempunyai dana yang
cukup serta sumber daya manusia berkualitas, merasakan bahwa kerjasama yang
dijalin dengan pihak JICA memberikan banyak keuntungan, khususnya dalam
114
pembangunan di Indonesia khususnya di kota Makassar sendiri. Terutama bantuan
pembangunan lingkungan yang berupa bantuan pembangunan TPA baru.
Selama ini, teknik pengelolaan sampah yang selama ini berlaku di Indonesia,
berupa sistem open dumping, sistem pengolahan sampah seperti ini di TPA sudah
tidak layak lagi digunakan karena sangat berpotensi mencemari lingkungan. Hal itu
disebabkan karena gas metan yang dihasilkan oleh sampah-sampah di lokasi TPA
semakin terproduksi secara bebas dan tak terkendali sehingga memicu meningkatnya
kadar emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global. Selain daripada itu,
banyaknya sampah-sampah yang tersebar di penjuru kota Makassar, memperlihatkan
kesemrawutan tata kota yang buruk.
Kehadiran JICA di Makassar khususnya dalam menangani sampah kota, tak
lepas dari adanya kontrak atau MoU yang telah disepakati bersama oleh pihak JICA,
Pemerintah Pusat (Bappenas, PU) dan pemerintah kota Makassar sejak tahun 1996.
JICA telah banyak memberikan bantuan khususnya dalam penanganan sampah,
termasuk bantuan pembanguan TPA Tamangapa yang berbasis semi-sanitary landfill,
namun pada tahun 2008 kembali dibuat MoU mengenai pembangunan TPA berbasis
sanitary landfill.
Kegiatan yang dilakukan oleh JICA di Makassar ini memberikan sebuah fakta
nyata akan meningkatnya peranan aktor non-negara. JICA sebagai sebuah organisasi
internasional berkiprah dalam berbagai bidang termasuk bidang lingkungan hidup,
memberikan pernyataan bahwa tidak hanya sebuah negara yang mampu berperan
aktif dalam mengatasi berbagai ancaman tentang lingkungan hidup, tetapi sebuah
115
organisasi pun mampu turut serta dalam berpartisipasi aktif dalam mengatasi berbagai
masalah ancaman lingkungan hidup, termasuk dalam masalah pengelolaan sampah
yang memicu terjadinya pemanasan global.
Kegiatan JICA khususnya dalam bantuan pengelolaan sampah kota Makassar,
memberikan konstribusi yang banyak bagi pemerintah kota Makassar sendiri.
Diantaranya adalah79 :
Pertama, memberikan bantuan non-fisik. Pemberian bantuan non-fisik ini
menjadi fokus utama kegiatan JICA di Makassar khususnya dalam penanganan
sampah kota Makassar. Secara detail, pihak JICA telah melakukan berbagai survei
mengenai kondisi lingkungan kota Makassar, topografi, geografi, jumlah penduduk,
sampah dan berbagai hal untuk mengetahui kondisi kota Makassar yang sebenarnya,
sehingga berdasarkan dari survei tersebut dibentuklah sebuah sistem perencanaan
dalam masalah penanganan sampah kota Makassar. Survei tersebut dilakukan oleh
tenaga ahli JICA yang berpengalaman, sehingga berdasarkan dari hasil survei tersebut
JICA menentukan layak tidaknya kota Makassar mendapatkan bantuan, dan sekaligus
menjadi patokan JICA dalam merumuskan rencana pembangunan khususnya dalam
penanganan sampah kota Makassar.
Kedua, Selain dari bentuk survei, pihak JICA juga bekerjasama dengan
pemerintah kota Makassar untuk melakukan berbagai aksi dalam bentuk sosialisasi
atau pelatihan tentang kepedulian terhadap lingkungan hidup. Sosialisasi ini
79
Wawancara dengan Muh. Kasim, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Makassar, 3 April
2013.
116
berbentuk baik berupa pengenalan kegiatan 3R (Reduce,R Reuse,Recycle). Untuk
mengimplementasikan layanan pengumpulan dan pengangkutan sampah yang efektif,
diperlukan pengenalan kegiatan 3R. Pengurangan limbah padat melalui penyuluhan
kepada masyarakat akan berperan dalam mengurangi beban pihak yang bertanggung
jawab dalam pengelolaan limbah padat. Pemilahan material-material yang dapat
digunakan kembali dan didaur ulang melalui penciptaan sistem pengumpulan secara
terpisah akan mengurangi kuantitas sampah yang dibuang. Selanjutnya, pemberian
sosialisasi pelatihan cara pembuatan kompos yang dilakukan di berbagai tempat di
Makassar termasuk dengan sosialisasi dengan para pemulung yang berada di sekitar
TPA Tamangapa yang berupa sosialisasi pembuatan kompos, serta pengenalan teknik
pengolahan sampah berbasis 3R.
Ketiga, Selain berbentuk sosilisasi kepada masyarakat, peranan JICA dalam
penanganan sampah ini juga berupa jasa konsultan. Khususnya dalam pengelolaan
sampah kota Makassar, pihak pemerintah kota Makassar menjadikan tenaga-tenaga
ahli JICA sebagai salah satu konsultan yang membantu dalam penanganan sampah,
termasuk dalam pembangun TPA regional yang baru. Selain itu, pembuatan rencana
tata pengelolaan sampah dan pembangunan TPA berbasis sanitary landfill juga
dilakukan oleh tenaga ahli JICA, sehingga mempermudah pekerjaan pemerintah
dalam melakukan penanganan sampah kota Makassar. Bantuan jasa konsultan yang
dilakukan oleh pihak JICA memberikan porsi yang sangat besar bagi pemerintah kota
Makassar. Kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas membuat pemerintah
117
kota Makassar membutuhkan tenaga ahli yang mampu diajak sharing dalam masalah
penanganan sampah kota Makassar.
Keempat, Bantuan JICA selama periode 2008-2012 ini, tidak hanya berupa
bantuan tenaga teknis saja. Namun bantuannya juga berupa bantuan pinjaman dana
ODA. Kehadiran tenaga ahli dari Jepang ini tidak memberikan solusi banyak sebelum
adanya pinjaman dana. Kurangnya modal untuk mencapai pembangunan nasional
merupakan faktor utama yang menghalangi perkembangan di negara-negara
berkembang, seperti yang terjad di Indonesia. Makassar, salah satu kota di Indonesia
yang mendapatkan bantuan pinjaman dana ODA Jepang melalui JICA. Bantuan dana
tersebut merupakan hasil kesepakatan pemerintah Jepang melalui JICA dengan pihak
pemerintah Indonesia. Bantuan pinjaman sebanyak ¥ 3,543,000,000 akan digunakan
untuk pembangunan TPA regional.
Kelima, bantuan JICA ini merupakan bentuk bantuan fisik berupa
pembangunan jalan. Pembangunan jalan ini berupa pembangunan jalan menuju TPA
yang masih beroperasi saat ini. Tujuan dari pembangunan jalan tersebut, adalah untuk
memudahkan mobil-mobil pengangkut sampah keluar dan masuk ke dalam TPA.
Meski akan dibangun TPA yang baru, tetapi TPA yang berlangsung saat ini masih
difungsikan sebagai TPS (Tempat Pembuangan Sementara), ditujukan untuk
menampung sampah-sampah kota Makassar sebelum diolah di TPA baru yang
berpusat di Kab. Gowa. Namun, khusus dana pembangunan ini masih berupa bantuan
118
dari pemerintah provinsi, tetapi masih membutuhkan tenaga ahli JICA dalam proses
pembangunan jalan tersebut. 80
Sehingga peranan dari program atau kegiatan JICA dalam penanganan
sampah kota Makassar sebagai berikut:
a. Bidang Sosial dan Ekonomi
Peranan JICA di bidang ini mengubah pola pikir masyarakat terhadap
pengolahan sampah. Perubahan pola pikir yang dimaksud adalah dengan
pemberian sosialisasi tentang cara pengolahan sampah yang baik. Sehingga,
masyarakat kota Makassar tidak hanya berpikir sampah itu kotor, bau, dan
mesti dibuang, tetapi sampah itu dapat bernilai ekonomis jika diolah dengan
baik. Sosialisasi tentang lingkungan hidup berupa sosialisasi cara pengolahan
sampah, pemilahan sampah, mendaur ulang sampah bahkan sosialisasi cara
membuat pupuk kompos memberikan dampak yang baik, bagi masyarakat
kota Makassar. Meski perubahan yang diberikan tidak secara cepat mengubah
pola pikir masyarakat kota Makassar, namun bagi warga di sekitar TPA
Antang dengan adanya sosialisasi tersebut memberikan manfaat yang berarti.
Adanya bantuan dari pihak JICA ini sangat membantu “pekerjaan rumah”
pemerintah terkait dengan penanganan sampah ini, termasuk bantuan
pinjaman dana yang diberikan dalam membangun sebuah TPA yang baru.
b. Bidang Lingkungan
80
Wawancara dengan Buyung, staff di Bidang Pengembangan Kapasitas Kebersihan di Dinas
Kebersihan dan Pertanaman kota Makassar, tanggal 29 Maret 2013
119
Bantuan pembangunan TPA berbasis sanitary landfill memberikan
konstribusi dalam pengolahan sampah kota Makassar. Kondisi TPA
Tamangapa yang masih berupa sistem pengolahan berbasis open dumping
mampu menghasilkan gas metan 20-30 kali dari CO2. Hal ini jelas sangat
berbahaya bagi masyarakat sekitar TPA dan masyarakat global. Gas metan
merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam LPG. Campuran 5% metana
dengan udara saja sudah bisa menyebabkan ledakan yang membahayakan.
Laporan dari warga setempat di TPA Antang ini setiap tahun pasti terjadi
kebakaran baik kebakaran kecil maupun kebakaran besar seperti pada tahun
2009. 81
Meskipun dalam realita yang ada, kondisi sampah kota Makassar belum
terealisasi dengan baik. Hal ini disebabkan masih banyaknya sampah yang berserakan
di bahu jalan. Namun, kita tidak bisa menilai bahwa proyek dari JICA ini gagal. Hal
ini disebabkan karena proyek JICA ini hanya berupa Kerjasama Teknis dan Bantuan
Pinjaman Dana ODA, sehingga perlu diadakan evaluasi kembali bagi kinerja
pemerintah dan tatanan sosial masyarakat kota Makassar yang ada saat ini.
Proyek bantuan JICA di Makassar merupakan sebuah proyek bantuan luar
negeri Jepang kepada Indonesia berupa bantuan proyek pembangunan. Bantuan luar
negeri ini berupa kebendaan atau jasa-jasa kepada pihak di luar negeri dengan tujuan
membantu atau motif-motif ekonomi politik tertentu. Penulis melihat bahwa motif
bantuan JICA ini selain bermotif membantu juga terdapat kepentingan ekonomi
81
Fitriawati, Furqan Majid dan Nur Alam N, Loc cit.
120
politik yang dibawa oleh JICA dalam bekerjasama dengan pemerintah kota Makassar
secara khusus.
Peranan JICA dalam penanganan sampah kota Makassar ini memberikan
konstribusi terhadap permasalahan lingkungan kota Makassar saat ini. Penyelesaian
masalah lingkungan yang dilakukan oleh pihak JICA dan pihak pemerintah kota
Makassar memberikan pembenaran pada pendukung politik Hijau, dimana
penyelesaian masalah lingkungan mesti dimulai dari lingkungan lokal terlebih
dahulu. Hal ini disebabkan bahwa masalah lingkungan berasal dari sekitar kita. Jika
kita tidak memperbaiki alam sekitar kita, alhasil dampaknya akan kita rasakan sendiri
dan orang lain bahkan di seluruh dunia. Apalagi jika hal ini dikaitkan dengan
pengelolaan sampah yang buruk menghasilkan efek buruk yang mengglobal.
Menurut Buyung, salah satu staff di Bidang Pengembangan Kapasitas
Kebersihan di Dinas Kebersihan dan Pertanaman kota Makassar menyatakan bahwa
selama ini pihak JICA telah memberikan sumbangsih yang banyak bagi pemerintah
kota Makassar khususnya dalam masalah penanganan sampah. Selain dukungan
tenaga ahli dari Jepang yang membantu meningkatkan kapasitas SDM kota Makassar,
pihak JICA juga memberikan bantuan berupa dana dalam pembangunan TPA baru.
Hal itu sangat membantu bagi pemerintah Indonesia, khususnya pemerintah kota
Makassar yang tidak memiliki dana dan tenaga ahli dalam membangun sebuah TPA
baik dan sesuai standar. Pernyataan dari beliau tersebut mencerminkan, betapa
121
peranan JICA dalam memberikan bantuannya dalam masalah penanganan sampah,
memiliki banyak keuntungan-keuntungan.82
Pola kerjasama yang dibangun oleh pihak pemerintah Indonesia dan
pemerintah Jepang khususnya JICA memberikan sebuah konsep baru yang lebih
fresh, dimana sebuah masalah lingkungan harus diatur dalam sebuah struktur sosial
yang lebih sempit sehingga hasil dari kegiatan tersebut lebih baik dan lebih efisien.
Hal ini disebabkan karena konsep sebuah pembangunan atau perbaikan sebuah
masalah akan lebih baik jika kita terfokus dalam menanganinya.
Kegiatan yang dilakukan oleh pihak JICA dalam memberikan dukungan
terhadap masalah lingkungan lebih efektif jika dibandingkan dengan kegiatankegiatan yang dilakukan oleh negara-bangsa yang melakukan berbagai konferensi dan
perundingan, namun tak memberikan solusi yang nyata. Misalnya saja Amerika
Serikat, sebuah negara penghasil emisi terbesar di dunia tidak mau menandatangani
kontrak pengurangan emisi karbon, dengan berbagai alasan. Hal itu memberikan
sebuah tanda bahwa dibalik sebuah misi “suci” bernama support for environment
masih menyisipkan berbagai macam kepentingan.
Misalnya saja, bagi para pemikir liberalis menganggap bahwa untuk
mengatasi berbagai masalah tentang lingkungan hidup, perlu dibentuk berbagai
kerjasama internasional, dimana menyatukan semua negara untuk bersama-sama
secara aktif melakukan sebuah gebrakan untuk mengatasi berbagai ancaman tentang
82
Wawancara dengan Buyung, staff di Bidang Pengembangan Kapasitas Kebersihan di Dinas
Kebersihan dan Pertanaman kota Makassar, tanggal 30 Maret.
122
lingkungan, namun hal itu tetap saja belum memberikan harapan yang memuaskan.
Kita bisa melihat, Protokol Kyoto yang menurut penulis hanya diperhatikan oleh
negara-negara berkembang saja. Namun, AS sebagai penyumbang emisi gas karbon
tidak melakukan ratifikasi dengan alasan bahwa dengan dilakukannya ratifikasi akan
mengancam perekonomian negaranya. Hal ini sudah sangat jelas bahwa sebenarnya
motif kerjasama lingkungan tak lain berdasar pada kepentingan nasional belaka.
Begitu pula dengan JICA, dukungannya terhadap lingkunyan yang
diimplementasikan dalam bentuk kerjasama melalui sebuah kontrak kerjasama
dengan pemerintah Indonesia, telah berhasil memberikan sejumlah peningkatan
perkembangan bagi Indonesia khususnya kota Makassar dalam menangani masalah
sampah. Hal itu terlihat pada berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pihak JICA
dengan pemerintah kota Makassar. Namun, kita tidak boleh percaya begitu saja
terhadap apa yang disuguhkan kepada kita akan kebaikan seorang organisasi wakil
dari negara mantan penjajah negeri kita.
Sistem internasional yang anarki menciptakan kebebasan otonomis diantara
negara-negara.
Hal
tersebut
membuat
sebuah
sistem
internasional
yang
terdesentralisasi dimana setiap Negara adalah berdaulat, menggunakan power mereka
diatas sebuah “defined territory, a population and a government” saat terlibat pada
hubungan atau permainan power politik dengan Negara lainnya. Dalam setting seperti
ini, bantuan bantuan luar negeri (foreign aid) praktis hanya menjadi sebuah alat
kebijakan untuk mencapai kepentingan nasional.
123
Bantuan yang diberikan oleh pihak Jepang melalui lembaga organisasi yang
disebut JICA menjadikan bantuan tersebut sebagai instrument untuk mendukung
tujuan kebijakan luar negeri Jepang. Hal ini disadari oleh dalam prakteknya,
kebijakan bantuan luar negeri meng-cover banyak disparitas tujuan dan kegiatan,
sebagai respon dari berbagai macam kebutuhan, yang terlihat maupun yang tidak
terlihat, berhubungan maupun tidak berhubungan pada tujuan politik sebuah kebjakan
luar negeri oleh negara pemberi.
Bantuan yang diberikan JICA yang mengatasnamakan sebagai kepedulian
kemanusiaan atau untuk membantu negara berkembang, hanya dijadikan sebagai alat
pelayanan kepentingan negara donor. Salah satu bukti nyata terkait dari kasus ini
bahwa setelah adanya bantuan JICA dalam penanganan sampah kota Makassar,
menarik investor asing dari Jepang untuk beroperasi di Makassar. PT. Gikoko Kokyo
merupakan pabrik pengolah sampah menjadi gas metan berada di kota Makassar
sejak tahun 2009. Gas metan diproduksi dari sampah kemudian digunakan sebagai
tenaga listrik. Namun hingga kini belum memberikan konstribusi PAD Makassar.
Hasil gas metan hanya digunakan untuk kepentingan pabrik sendiri dan warga
disekitar TPA Tamangapa, Antang.
124
BAB V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, dapat ditarik beberapa
kesimpulan bahwa meski tujuan utama adanya kerjasama ini didasari oleh faktor
kerusakan lingkungan sebagai ancaman dan adanya potensi sampah sebagai
sumber energi alternatif. Namun hasil dari kerjasama ini lebih cenderung pada
konteks pencapaian kepentingan nasional Jepang yang diwakilkan melalui JICA.
Faktor menjalankan misi kemanusiaan, transfer teknologi, faktor
geogstrategi kota Makassar menjadi faktor pendorong kehadiran JICA di kota
Makassar. Sedangkan penghambat JICA dalam merealisasikan tujuannya lebih
cenderung pada kondisi kurangnya kesadaran sosial masyarakat kota Makassar
tentang penanganan sampah berbasis 3R (Reduce, Reuse, Recycle.
Berdasarkan
memberikan peranan
dari
kegiatan-kegiatan
JICA
selama
di
Makassar,
bidang sosial ekonomi berupa peningkatan kesadaran
masyarakat tentang pengolahan limbah, meningkatkan pendapatan masyarakat.
Sedangkan dampak di bidang lingkungan adalah mengurangi emisi kadar karbon
yang berpotensi menyebabkan pemanasan global 20-30 kali dari CO2. Namun
belum memberikan hasil yang efektif jika dibandingankan dengan masih
banyaknya sampah yang bertumpuk di sisi-sisi jalan kota Makassar.
Peranan JICA di bidang penangan sampah ini memperlihatkan
meningkatnya
aktivitas
sebuah
organisasi,
kendatipun
demikian
arah
125
kebijakannya masih dipengaruhi oleh kepentingan nasional negara yang
diwakilinya. Peranan bantuan JICA ini memperlihatkan adanya kepentingan
nasional Jepang akan natural resources di Sulawesi Selatan, juga kepentingan
nasional Indonesia akan modal dan sumber daya manusia dalam mencapai
pembangunan nasional. Sehingga, kondisi ini menghasilkan kesimpulan yang
bahwa tidak selamanya kerjasama lingkungan itu bermotif untuk mengatasi
ancaman lingkungan hidup tapi lebih mengarah pada pencapaian kepentingan
nasional melalui kerjasama lingkungan.
B. Saran
Penulis
menyarankan
bagi
pemerintah
kota
Makassar
untuk
memanfaatkan dan mengoptimalkan bantuan teknis dan dana yang diberikan oleh
pihak JICA, sehingga cita-cita pemerintah kota Makassar mampu terealisasi
dengan baik. Sehingga, membuat kota Makassar bisa terbebas dari sampah,
dengan adanya TPA yang baru mampu mengurangi produksi gas metan secara
bebas dan meningkat PAD kota Makassar secara khusus.
Selain itu, disarankan kepada pemerintah kota Makassar untuk
memberikan pelayanan yang lebih maksimal bagi mahasiswa-mahasiswa yang
meneliti. Adanya sikap acuh tak acuh dan pemberian pelayanan yang tidak
memuaskan menimbulkan kecurigaan bahwa terdapat elemen-elemen yang tak
dipenuhi oleh pemerintah, termasuk sulitnya mendapatkan berbagai data-data
perjanjian kerjasama dengan pihak-pihak asing di negara.
126
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Aditjondro, George Junus. 2003. Pola-Pola Gerakan Lingkungan: Refleksi untuk
Menyelamatkan Lingkungan dar Ekspansi Modal. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Bakri, Umar Suryadi. 1999. Pengantar
Universitas Press: Jakarta.
Hubungan
Internasional. Jayabaya
Burchill, Scoot.,Andrew Linklater. 1996. Teori – teori Hubungan Internasional.
terj. M. Sobirin. Nusa Media: Bandung.
Burchill, Scott, dkk.. Theories of Internatioanl Relations. 2nd Edition. Palgrave
Macmillan: New York.
Couloumbis, A. Theodore, James H.Wolfe. 1990. Pengantar Hubungan
Internasional: Keadilan dan Power, terj. Marcedes Marbun. CV
Abardin: Bandung.
OECD. 1985. Twenty-five Years of Development Co-operation: A Review, OECD:
Paris.
Fitriawati dkk.. 2012 “Nasib Sampah di Ujung Kota Makassar”. Menakar Limbah
Kota. Kedai Buku Jenny: Makassar.
Holsti, K.J. 1995. Politik Internasional: Kerangka Analisa, Prentice Hall: New
Jersey.
Ikbar, Yanuar. 2007. Ekonomi Politik Internasional 2. Refika Aditama: Bandung.
Irsan, Abdul. 2005. Jepang; Politik Domestik Global dan Regional. Hasanuddin
University Press: Makassar.
Irsan, Abdul. 2007. Budaya dan Perilaku Politik Jepang di Asia. Grafindo: Jakarta.
Kamaluddin, Kamaluddin. 1988. Perdagangan dan Pinjaman Luar Negeri.
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.
1
Jemadu, Aleksius. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Leviza, Jelly. 2009. Tanggung Jawab bank Dunia dan IMF sebagai Subjek Hukum
Internasional. Sofimedia: Jakarta.
Mas’oed, Mochtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi.
LP3ES. Jakarta.
Plano, Jack C., Roy Olton. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Abardin:
Bandung.
Perwita, Anak Agung Banyu, Yanyan Mochammad Yani. 2006. Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional. PT. Rosdakarya Remaja. Bandung.
Rudy, Teuku May. 2002. Hukum Internasional 2. Refika Aditama. Bandung.
Rudy,Teuku May. 2005. Administrasi dan Organisasi Internasional. Refika
Aditama: Bandung.
Rudy, Teuku May. “Interdependensi dalam Hubungan Indonesia-Jepang dan
Bantuan Luar Negeri Jepang kepada Indonesia: Analisis Singkat
Kondisi dan Kebijakan”, Teori , Etika, dan Kebijakan Hubungan
Internasional. Bandung: Angkasa.
Sitepu, P. Antonious. 2011. Studi Hubungan Internasional. Graha Ilmu. Medan.
Suwandana, Ingga. 2006. Penolakan AS terhadap Protokol Kyoto dan
Implikasinya terhadap Usaha Internasional untuk Meminimalisir
Pemanasan Global.“Skripsi”. Universitas Pasundan: Bandung.
Todaro, Michael P. 1987. Ilmu Ekonomi Bagi Negara Sedang Berkembang, Buku
I-II Terjemahan. Akademi Presindo: Jakarta.
2. Jurnal
Apriwan. “Teori Hijau : Alternatif dalam Perkembangan Teori Hubungan
Internasional”. Multiversa. Vol. 2 No. 1 Februari 2011.
Elkins, Stephan. 1990. The Politics of Mystical Ecologi. Telos 82 Journal.
2
Ministry of Foreign Affairs of Japan. “Waste Management and Recycling”, Japan:
Eco-Friendly Country, No.7, September 2012.
3. Internet
BPS
Sul-Sel diakses melalui http://sulsel.bps.go.id/subyek/3/114/jumlahpenduduk-menurut-kabupaten-kota-%09di-sulawesi-selatan-2006%E2%80%93-2010. Tanggal 15 Mei 2013.
BPS Kota Makassar, 2008-2011, diakses melalui
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/demografipendudukj
kel.php?ia=7371&is=37.Tanggal 21 Mei 2013.
BPS Sul-Sel, 2009, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-impor,
Tanggal 10 April 2013.
BPS Sul-Sel,2010, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-impor,
Tanggal 10 April 2013.
BPS Sul-Sel, 2011, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-impor,
Tanggal 10 April 2013.
BPS Sul-Sel, 2012, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-impor,
Tanggal 10 April 2013.
Barry, John. Green Political Theory and The State, ‘Discursive Sustainability; The
State (and citixen) of Green Political Theory”, diakses melalui
http://www.psa.ac.uk/cps/1994/barr.pdf. Tanggal 20 Maret 2013.
Fisher,
Peter. 2012. International Organizatons. Diakses melalui
http://paneurouni.com/files/sk/fp/ulohy-studentov/2rocnikbc/ioskript.1.10.2012.new-version.pdf. Tanggal 4 April 2013.
Tim Harward. “Green Political Theory”. University of Edinburd. diakses dari
http:// www.psa.ac.uk/cps/1996/hayw.pdf. Pada tanggal 20 Maret
2013.
JICA, About JICA: Organization, dalam
http://www.jica.go.jp/english/about/organization/index.html, diakses
pada tanggal 7 Mei 2013.
3
JICA. 2008. Profile JICA”, Kerjasama Internasional:Tantangan Global dan
Dukungan Negara-negara Berkembang. Diunduh dari melalui
(http://jica.go.jp/english) tanggal 3 Januari 2013.
JICA, “ Grant Aid “ diakses melalui
http://www.jica.go.jp/english/our_work/types_of_assistance/grant_aid/
index.html, tanggal 15 April 2013.
JICA. Countries and Region, diakses melalui
http://www.jica.go.jp/english/countries/index.html, tanggal 15 April
2013.
Japan’s Official Development Assistance White Paper, 2008, diakses melalui
htttp://www.mofa.go.jp/policy/oda/white/2008/html/ODA2008/html/zuhy
o/index.htm. tanggal 23 Mei 2013
4. Artikel Surat Kabar
Sumardi, Sumandi. Pertumbuhan Kendaraan tak Sebanding Jalan. Tribun Timur,
25 Nopember 2012.
Wahyono, Sri. Protokol Kyoto Dukung Pengelolaan Sampah. Kompas, 24 Maret
2005.
5. Buletin
JICA. 2008. JICA in Indonesia.JICA: Indonesia.
6. Dokumen
Daftar perbandingan penanganan sampah kota Makassar dalam (M3 perhari) dari
tahun 1997-2012 oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Makassar.
Loan Agreement NO. IP-588 , JICA and Indonesia for Regional Solid Waste
Management for Mamminasata, South Sulawesi.
Pengelolaan Limbah Padat, 2009, Studi Implementasi Rencana Tata Ruang
Terpadu Wilayah Metropolitasn Mamminasata. Dinas Kebersihan dan
Pertamanan kota Makassar
4
Rencana Strategis SKPD 2009-2014 Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Makassar.
7. Wawancara
Buyung (Wawancara tanggal 29 dan 30 Maret, 5 April 2013).
Muh. Kasim (Wawancara tanggal 3 April 2013).
5
Download