romantisme pada wanita korban kekerasan seksual pada masa

advertisement
1
ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN
SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persayaratan
Dalam mencapai derajat Sarjana S-1
Diajukan Oleh:
PRIMA NURUL ULUM
F. 100 040 011
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kekerasan seksual yang dialami anak membawa akibat yang berat
terhadap mental anak. Beberapa anak menunjukkan efek distress langsung selama
periode kehidupannya setelah mengalami tindak kekerasan seksual, tetapi anak
lain mungkin tidak menunjukkan gejala hingga kasusnya terungkap atau sampai
ia memasuki tahap perkembangan selanjutnya (Wirawan, 1997). Pengalaman
masa lalu dan masa kini dalam kekerasan seksual sering kali berinteraksi dan
menghasilkan pengaruh kumulatif (Collier, 1998). Hal ini tak jarang membawa
trauma psikologis yang berkepanjangan baik terhadap lawan jenisnya (laki- laki)
maupun pada tempat atau situasi dimana perempuan tersebut telah mengalami
pelecehan (Collier, 1998).
Seperti yang dialami Maya, yang mengalami kekerasan seksual ketika
berusia 12 tahun dan duduk di bangku SMP. Maya mengalami pelecehan seksual
oleh guru keseniannya. Kilatan peristiwa itu teramat menekan Maya, hingga
setiap kali melihat seorang pria mengenakan ikat pinggang bergambar perahu,
jantungnya seakan berhenti berdetak. Ikat pinggang seperti itulah yang dikenakan
sang guru saat menyerang Maya. Itu hanya sebagian kecil dampak yang diderita
Maya atas kekerasan seksual yang dialaminya. Sekarang Maya yang telah berganti
nama dengan Archana ini sudah sembuh dari traumanya dan dia membutuhkan
waktu 14 tahun untuk mengembalikan kondisi psikologisnya (Soepalarto, 2008).
1
2
Merrill (2003) mengungkapkan bahwa seseorang anak yang mengalami
kekerasan seksual dengan memperoleh upah, adanya rasa takut, marah dan
ketidakberdayaan pada saat terjadinya kekerasan seksual pada masa kanak- kanak,
maka anak dikondisikan untuk mengasosiasikan kekerasan seksual dengan
memori dan emosi yang negatif. Reaksi emosi negatif ini digeneralisasikan pada
pengalaman lain pada masa dewasa, seperti disfungsi seksual, termasuk reaksi
fobia, penghindaran terhadap seks, dan keintiman. Macintosh (2005) menemukan
bahwa pengalaman kekerasan seksual di masa anak- anak berhubungan dengan
stress emosional di masa dewasa (adult emotional distress) dan kesulitan menjalin
relasi intim saat dewasa. Padahal dalam menjalin suatu hubungan, keakraban atau
keintiman dan keterbukaan sangatlah diperlukan
Wanita yang mengalami kekerasan seksual pada masa kanak-kanak
mungkin akan menghadapi berbagai masalah dalam hubungan dengan lawan
jenis. Efek psikologis dari kekerasan seksual pada masa kanak-kanak dapat berupa
perasaan terisolasi, tidak berdaya dan ketakutan. Kesulitan yang dialami oleh
wanita yang mengalami kekerasan seksual pada masa kanak-kanak sangat
beragam baik dalam hubungan seksual maupun dalam hubungan non seksual.
Dalam hubungan seksual, wanita yang mengalami kekerasan seksual mengalami
gangguan seksualitas dan penghindaran terhadap hubungan seks. Beberapa wanita
mengalami penurunan dalam keinginan untuk berhubungan seks, rasa sakit saat
intercourse dan anorgasmia (Masters, 1992). Dalam hubungan non seksual,
wanita yang mengalami kekerasan seksual pada masa kanak-kanak mungkin akan
mendapat masalah dalam hubungannya dengan lawan jenis. Salah satu
3
diantaranya adalah ketidakpercayaan terhadap ketulusan lawan jenisnya (Merrill,
2003). Wanita korban kekerasan seksual pada masa kanak- kanak yang berusaha
melepaskan diri dari belenggu trauma masa lalunya menghadapi banyak masalah
dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Anak perempuan yang pernah mengalami tindak kekerasan seksual, akan
cenderung untuk membenci laki- laki, sukar mengendalikan emosi, kurang
mampu menyesuaikan diri dan lebih menderita dari pada mereka yang tidak
pernah mengalami tindak kekerasan seksual (Remmers & Hackett, 1984)
Yayasan
Kesejahteraan
Anak
Indonesia
(dalam
Suharto,
1997)
menyimpulkan bahwa kekerasan seksual menyebabkan anak kehilangan hal- hal
yang paling mendasar dalam kehidupannya dan pada gilirannya berdampak sangat
serius pada kehidupan anak di kemudian harinya. Salah satunya yaitu anak akan
merasa takut membina hubungan baru dengan orang lain. Moore (dalam Nugroho,
1992) menyatakan bahwa hal ini dikarenakan adanya konsep diri yang buruk pada
anak dan ketidak mampuan anak untuk mempercayai atau mencintai orang lain.
Ketika mereka semakin besar, anak wanita sering mengalami kemunduran dan
menarik diri dari atau menuju dunia fantasinya sendiri (Soepalarto, 2008).
Dampak psikologis yang lainnya adalah bahwa anak wanita tersebut
kemudian merasa semua laki-laki itu akan menyakitinya, hal ini menyebabkan
beberapa diantaranya membenci laki- laki (Huraerah, 2006). Korban kekerasan
seksual seringkali memiliki kesulitan mengalami keintiman fisik dengan
pasangannya. Selain itu jika model kekerasannya manipulasi seperti disayangsayang, dipegang, lalu diraba- raba akan membawa dampak lain. Anak akan
4
terpapar pada model seksual yang tidak sehat atau tidak benar. Akibatnya, anak
seolah- olah terobsesi pada perilaku itu (Soepalarto, 2006). Hal ini tentunya juga
akan mempengaruhi sikap anak terhadap seksualitas dan hubungan dengan orang
lain di masa yang akan datang. Pengalaman yang terjadi pada anak akan
mempengaruhi pola pikir anak mengenai romantisme hubungan antar individu.
Pengalaman ini membuat anak mudah atau susah dalam mengekspresikan
perasaannya kepada pasangannya kelak. Tentunya hal itu akan mempengaruhi
romantismenya di masa akan datang, misalnya mempengaruhi hubungan anak
terhadap pasangannya ketika anak beranjak dewasa. Kondisi psikologis yang
penuh kemarahan, ketidakpercayaan, kepribadian introvert, penarikan diri dari
oergaulan, merasa dirinya kotor dan perasaan bersalah menyebabkan mereka
mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan pasangannya.
Hal yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran
romantisme wanita yang pernah mengalami kekerasan seksual pada masa kanakkanak terhadap pasangannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
sehingga diharapkan dapat diperoleh pengetahuan dan data yang mendalam
tentang makna-makna subyektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik
yang diteliti. Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian
dengan judul “ Romantisme Pada Wanita Korban Kekerasan Seksual Pada
Masa Kanak- Kanak”.
5
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran romantisme pada
wanita korban kekerasan seksual pada masa kanak- kanak terhadap pasangannya.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan manfaat
sebagai berikut :
1.
Bagi informan, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai wacana pemikiran
dan pemahaman bagi informan agar dapat menerima kejadian- kejadian
yang individu alami sebagai pelajaran hidup untuk terus maju .dan mampu
membina hubungan romantis dengan pasangannya secara wajar.
2.
Bagi orang yang hidup dengan wanita korban kekerasan seksual pada masa
kanak- kanak, baik keluarga ataupun pasangan informan, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan bagi keluarga informan agar dapat
membantu anggota keluarganya menyelesaikan masalah- masalah atau
tekanan- tekanan dalam menjalani hidup dengan peristiwa kekerasan seksual
yang pernah dialaminya.
3.
Bagi masyarakat umum, penelitian ini bermanfaat untuk memberi
pemahaman dan informasi agar menciptakan kondisi yang kondusif bagi
korban kekerasan seksual dan keluarganya.
4.
Bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian pada kekerasan
seksual pada anak, penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan
6
dapat menggali lebih dalam mengenai dampak kekerasan seksual pada anak
terhadap kehidupan pada masa dewasa.
Download