disiplin ilmu lain. Tidak ada pelaku professional yang memiliki semua pengetahuan yang dibutuhkan untuk merancang suatu fasilitas yang kompleks. Mereka perlu bekerja sama dan berkolaborasi untuk melakukan berbagai kegiatan konstruksi tersebut. FAKTOR KRITIS PENENTU KEBERHASILAN KOLABORASI DESAIN PADA KONSULTAN PROYEK KONSTRUKSI DI SURABAYA Nama : Maureen Erlina Angker NRP : 3107 100 031 Dosen Pembimbing : Christiono Utomo, ST. MT. Ph.D Jurusan : Teknik Sipil ITS Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti pada manajemen proyek konstruksi telah menjadi semakin tertarik pada faktor penentu keberhasilan. Berangkat dari latar belakang inilah, memunculkan suatu dorongan bagi penulis untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari keberhasilan proyek serta menemukan wawasan nyata dalam kolaborasi desain pada konsultan proyek konstruksi di Surabaya. ABSTRAK Di era perkembangan ketika tuntutan performa, tantangan dan persaingan kian ketat, faktor penentu keberhasilan menjadi sangat penting untuk diketahui khususnya pada dunia kontruksi yang cenderung melibatkan berbagai multi disiplin ilmu. Berkaitan dengan hal tersebut, tujuan tugas akhir ini adalah mengidentifikasi dan menentukan faktor kritis penentu keberhasilan kolaborasi desain pada konsultan proyek konstruksi di Surabaya. 1.2 Permasalahan Penelitian Permasalahan yang dikemukakan dalam tugas akhir ini adalah: 1. Apa saja faktor penentu keberhasilan kolaborasi desain pada konsultan proyek konstruksi di Surabaya. 2. Apa saja faktor kritis penentu keberhasilan kolaborasi desain pada konsultan proyek konstruksi di Surabaya. Penilitian ini dilakukan dengan dua tahap survei, yaitu survei pendahuluan dan survei utama. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif mean-standar deviasi dan analisis faktor dengan program bantu SPSS dengan sampel penelitian diambil sebanyak 34 responden mengikuti kurva distribusi normal. Pengambilan data menggunakan kuisioner yang disusun dalam bentuk skala likert dan disebar sebanyak 50 eksemplar di 12 konsultan proyek konstruksi di Surabaya. 1.3 Batasan Penelitian 1. Studi dilakukan pada konsultan proyek konstruksi di Surabaya. 2. Faktor-faktor penentu keberhasilan kolaborasi hanya pada tahap desain. Berdasarkan hasil analisis faktor, diperoleh 6 faktor kritis penentu keberhasilan, yaitu kelengkapan (35.7%), profesionalisme (10.3%), kepercayaan & fleksibilitas (9.2%), motivasi internal (7.9%), kompetensi pelaku proyek (6.7%), dan performa tim (5.3%). Dari keseluruhan faktor tersebut, kelengkapan merupakan faktor paling dominan. 1.4 Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi faktor-faktor penentu keberhasilan kolaborasi desain pada konsultan proyek konstruksi di Surabaya. 2. Menentukan faktor kritis penentu keberhasilan kolaborasi desain pada konsultan proyek konstruksi di Surabaya. Kata kunci : Analisis Faktor, Faktor Kritis Keberhasilan, Kolaborasi Desain BAB I PENDAHULUAN 1.5 Manfaat Penelitian 1. Dapat mengidentifikasi faktor penentu keberhasilan kolaborasi desain proyek konstruksi sedini mungkin sehingga dapat mengantisipasi kegagalan pada saat pelaksanaan. 2. Dapat memberikan kontribusi yang lebih komprehensif dari keberhasilan proyek dimana memperluas lingkup manajemen proyek dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengelola proyek konstruksi secara lebih efektif. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca serta dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. 1.1 Latar Belakang Fragmentasi merupakan masalah utama pada proyek konstruksi (Sense, 2008). Tidak satu pun proyek konstruksi lahir dari desain tunggal dengan penerapan satu disiplin ilmu saja. Sebuah desain memerlukan beragam ketrampilan dan teknologi yang melibatkan berbagai disiplin ilmu. Setiap pelaku proyek memiliki preferensi sendiri karena adanya latar belakang keragaman budaya, keprofesionalan, pengetahuan, dan teknologi yang dipengaruhi oleh niat/tujuan dan keadaan yang cenderung didistribusikan secara geografis dimana terjadi banyak interaksi antarelemen yang kadang-kadang melibatkan ribuan pelaku konstruksi dari lintas daerah bahkan negara (Evanisto et al, 2004 ; Nidiffer and Dolan, 2005). Setiap pelaku tersebut membuat keputusan berdasarkan persyaratan desain, kendala yang ada serta masukan dari 1 kelompok, adalah penting membuat pemahaman bersama, menentukan aturan untuk pengambilan keputusan dan memfasilitasi interaksi sedemikian rupa sehingga menjadi kerjasama yang efektif. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi dan Terminologi a. Kolaborasi: Motif dari pandangan dan perubahan dalam mencari hubungan yang jujur (Encyclopedia of Profesional Management). b. Desain: Suatu teknik yang berkaitan dengan penciptaan sistem yang berguna dan dicari oleh masyarakat (Dictionary of Science and Engineering McGraw-Hill). c. Proyek: Tugas khusus didefinisikan dalam bidang penelitian dan pengembangan (Kamus Teknik McGraw-Hill). d. Konstruksi: Bagian khusus dari teknik sipil yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan kontrol operasi konstruksi untuk proyek seperti jalan raya, bendungan, dan lain-lain (Dictionary of Science and Engineering McGraw-Hill). e. Keberhasilan : Sebuah Pencapaian setelah sekian lama berupaya dengan cara-cara tertentu (Ensiklopedi Umum Bahasa Indonesia). Menurut Chan (2002), Keberhasilan suatu proyek bergantung pada kinerja tim proyek. Kinerja tim proyek bergantung pada keahlian tim proyek, klien, pimpinan tim desain, dan pimpinan tim konstruksi. Nurick, et al (1999) juga menyebutkan bahwa tim sangat penting terutama dalam sebuah proyek yang diorientasikan pada lingkungan kerjanya dimana terdiri dari kegiatan antar multi-disiplin yang sangat komplek dan membutuhkan beberapa spesialis juga pendukung dari beberapa kelompok. Menurut Ambile (1997), menjaga emosi positif dalam lingkungan proyek seperti mempertahankan hubungan tim yang baik, menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dan mencocokan orang bekerja yang memanfaatkan ketrampilan mereka menjadi pendukung keberhasilan proyek. Menurut Fredrickson (1998), faktor-faktor yang terkait dengan dinamika kerja tim antar disiplin seperti gairah dan antusiasme, nilai-nilai bersama, kreativitas dan inovasi. 2.2 Dasar Teori dan Konsep 2.2.1 Proyek Konstruksi Konstruksi merupakan salah satu sektor ekonomi yang sangat penting bagi suatu negara yang merangkum pelaksanaan beberapa aktifitas yang menghasilkan produk-produk konstruksi tertentu Menurut Kaotsikori (2008), komunikasi termasuk perilaku seperti berbagi informasi, dan pemahaman antar orang yang terlibat, menjaga perilaku dengan fokus mengembangkan dan memelihara hubungan kerja sama antara anggota kelompok adalah penting dalam keberhasilan proyek. Komunikasi sering terjadi hilang dalam proses kerja sehingga meningkatkan kemungkinan kesalahan, kerja ulang, dan gagal pada saat memenuhi harapan klien. Sama halnya dengan komunikasi, apresiasi penting dalam suatu hubungan kolaboratif. Tiap angggota yang telah berhasil melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik, atau telah memberikan kontribusi positif bagi keuntungan proyek, pantas mendapatkan apresiasi karena apresiasi bisa menambah semangat untuk terus berprestasi. Tentu saja apresiasi yang diberikan dengan tulus akan lebih terasa dampaknya. Menurut Farooq dan Bubshait (2003), proyek konstruksi adalah sebuah usaha penggabungan dari disiplin ilmu yang berbeda dan dicapai menggunakan sumber daya yang ada dengan mempertimbangkan batasan biaya, waktu, dan mutu. 2.2.2 Kolaborasi Desain Menurut Chiu (2002), kolaborasi desain adalah suatu kegiatan yang membutuhkan partisipasi individu untuk berbagai informasi dan mengorganisir tugas dan sumber daya. Menurut Zha, et al (2006), kolaborasi desain dianggap sebagai suatu proses desain yang anggotanya aktif berkomunikasi dan bekerja sama dalam rangka bersamasama menetapkan tujuan desain, pencarian masalah desain, dan membangun solusi desain. Menurut Cicmil (2005), keberhasilan dalam praktek multidisiplin tergantung pada sosialisasi anggota proyek dalam proyek-proyek yang berbeda serta kualitas interaksi antar anggota tim. Menurut Bucciarelli (2002), kolaborasi desain adalah aktifitas kolektif dari tim peserta yang berbeda dengan kompetensi, tanggung jawab, dan hasil yang berbeda dengan melihat obyek yang sama. Menurut Anderson & Weitz (1992), komitmen berperan dalam keberhasilan diamana komitmen menyiratkan pentingnya hubungan dengan para mitra kerja dan keinginan melanjutkan hubungan ke masa depan. 2.3 Faktor Keberhasilan Menurut Lu, et al (2007), faktor keberhasilan adalah ketrampilan menghasilkan produk dan jasa yang kompleks, bukan tanpa tantangan melainkan pada tingkat Menurut Wilson (1995), kepercayaan penting dalam hubungan bermitra dimana kepercayaan melibatkan 2 keyakinan bahwa salah satu pasangan hubungan akan bertindak dalam kepentingan terbaik dari mitra lainnya. Taiwan. Penelitian ini mengidentifikasi faktor kritis kesuksesan (CSF) kemitraan konstruksi sesuai dengan kepentingan yg diukur berdasarkan pandangan para profesional konstruksi di Taiwan dengan respondennya adalah seluruh pelaku konstruksi pada tahap desain maupun tahap konstruksi dengan pengambilan data menggunakan kuisioner yg disebar sebanyak 330 eksemplar. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode analisis faktor. Hasil dari penelitiannya, yakni terdapat 4 cluster yang paling berpengaruh yaitu budaya tim kolaborasi, fokus kualitas jangka panjang, tujuan yang konsisten dan beragam sumber daya. Menurut Kerzner (1999). Menerangkan kriteria keberhasilan proyek adalah sesuai dengan waktu, biaya, dan kinerja. Gagasan ini juga dikemukakan oleh Nurick, et al (1999) bahwa variabel yang berhubungan dengan tugas adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi hasil tugasnya seperti kemauan untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya selesa tepat waktu dan tepat biaya (on budget). Menurut Vyas, et al (1995), salah satu hambatan yang menghalangi keberhasilan kerjasama adalah ketidakmampuan untuk memahami dan menyesuaikan diri dengan budaya perusahaan lain yang menjadi mitranya. Penelitian oleh Kautsikori, et al (2008) dengan judul Critical Success Factors in Collaborative MultyDiciplinary Design Projects. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi faktor penentu keberhasilan dalam desain proyek multi-disiplin dari sudut pandang anggota proyek sendiri yang didasarkan pada sebuah konsultan teknik multi-disiplin di Inggris yang memperkerjakan 2000 karyawan di 10 negara. Secara khusus, penelitian terletak di sebuah kantor di Timur Selatan Inggris yang memperkerjakan lebih dari 100 insinyur termasuk staf pendukung. Metode penelitian yang digunakan, yaitu wawancara semi-terstruktur, survei dan difasilitasi lokakarya. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa keberhasilan proyek masih tergantung pada metode manajemen proyek formal (perencanaan, kontrol sumber daya dan biaya), dan ketersediaan pekerja terampil. Titik kuncinya adalah bahwa anggota tim harus bekerja satu sama lain. Hal ini terutama penting untuk proyek multidisiplin. Temuan yang paling menarik dalam penelitian ini adalah faktor khas untuk mencapai sukses dalam desain proyek kolaborasi erat kaitannya dengan dinamika sosial politik kerja tim seperti gairah dan antusiasme, nilai-nilai bersama, kreatifitas dan inovasi. 2.4 Penelitian Terdahulu Penelitian tentang kolaborasi desain telah dilakukan sebelumnya antara lain : Penelitian oleh Hiroki Sayama, et all (2007) dengan judul The Dynamics of Collaborative Design: Insights From Complex Systems and Negotiation Research. Penelitian ini membahas peningkatan dinamika kolaborasi desain dari sistem kompleks dan proses negosiasi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis sistem linear & non linear berkaitan dengan fungsi utilitas multioptimum. Hasil dari penilitian adalah dinamika desain kolaboratif dapat dipahami sebagai refleksi dari dua fakta dasar dimana desain kolaboratif adalah sejenis jaringan terdistribusi dan agen-agen di jaringan ini adalah respon insentif lokal. Penelitian oleh Ren, et all (2010) dengan judul Multi Diciplinary Collaborative Building Design-A Comparative Study Between Multi Agent Systems and Multi Disciplanary Optimisation Approache. Penelitian ini membandingkan pendekatan untuk mengatasi masalah kolaborasi desain dengan sistem multi agen (sebuah pendekatan desain maju yang berpusat pada komunikasi, data, teknologi, pengetahuan dan negosiasi) dan optimasi desain multi disiplin (pendekatan permodelan desain teoritis melalui analisa masalah teknis). Metode penelitian yang digunakan, yaitu Multi Disciplanary Optimisation Approache (MDO) dan Multi Agent Systems (MAS). Hasil dari penelitian ini adalah MAS maupun MDO memiliki keunggulan masingmasing. MAS lebih unggul dalam teknologi informasi dan komunikasi dalam memfasilitasi kolaborasi desain namun MDO menyediakan metode untuk mengatasi masalah desain yang masih tidak dapat digantikan oleh alat teknologi. BAB III METODOLOGI 3.1 Konsep dan Model Penelitian Pada dasarnya tugas akhir ini disusun untuk mengetahui faktor-utama penentu keberhasilan kolaborasi desain pada konsultan proyek konstruksi di Surabaya. Untuk mencapai tujuan penelitian digunakan research question yang disusun berdasarkan kajian/studi pustaka. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, digunakan pendekatan dengan menggunakan metode survei. 3.2 Jenis Data Berdasarkan sumbernya, data dibagi menjadi dua jenis, yaitu : 1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber. 2. Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak langsung dari sumber. Penelitian oleh Chen & Chen (2007) dengan judul Critical success factors for construction partnering in 3 3.3 Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuisioner. Penyebarannya dilakukan melalui beberapa alternatif media komunikasi seperti surat, email, faks, telepon dan lewat pengiriman langsung ke sumber. dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel tersebut berpengaruh terhadap penelitian ini dan variabel dinyatakan tidak berpengaruh apabila semua responden menjawab “Tidak”. Responden juga dapat menambah variabel jika menurut mereka diperlukan. 3.4 Variabel Penelitian Melalui penulusuran studi pustaka. Didapat 23 faktor yang menjadi variabel penelitian seperti terlihat pada Tabel 3.1. Dari hasil survei pendahuluan diperoleh 7 variabel tambahan, yaitu SOP (Standart Operational Prosedure), kualitas pemilik proyek, kesehatan & keselamatan kerja. Frekuensi pertemuan, kelengkapan data awal, pemahaman kolaborasi desain, dan latar belakang budaya pelaku konstruksi. Jumlah variabel penelitian sebanyak 30 variabel. Tabel 3.1 Variabel Penelitian NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 VARIABEL Komunikasi & Transparansi Keahlian Personal Motivasi & Antusiasme Tantangan Pengakuan & Apresiasi Kualitas Kepemimpinan Kreatifitas Pengembangan Tim Tim & Komposisi Kepercayaan Peran & Tanggunjawab Tujuan & Visi Proyek Teknologi Lingkungan Fisik Besarnya Nilai Proyek 16 17 18 Manajeman Penuluhan Inovasi Berpikir Manajemen Waktu 19 20 21 22 Perubahan & Fleksibilitas Peraturan & Respon Proses & Cara Berpikir Komitmen 23 Karakteristik Pekerja SUMBER Kaotsikori,et al (2008) Kaotsikori,et al (2008) Fredrickson (1998) Lu, et al (2007) Kaotsikori,et al (2008) Ambile (1997) Kaotsikori,et al (2008) Ambile (1997) Ambile (1997) Wilson (1995) Kaotsikori,et al (2008) Chen & Chen (2007) Ren, et al (2010) Nurick, et al (1999) Kerzner (1999); Nurick (1999) Cicmil (2005) Fredrickson (1998) Kerzner (1999); Nurick (1999) Vyas, et al (1997) Kaotsikori,et al (2008) Fredrickson (1998) Anderson & Weitz (1992) Kaotsikori,et al (2008) 3.6.2 Pengukuran Variabel Pada Survei Utama Untuk mengukur frekuensi kejadian dari masing-masing variabel digunakan skala pengukuran. Skala Likert 1-5 akan digunakan sebagai ukuran persepsi dalam skala tingkat persetujuan terhadap variabel atau konsep yang diberikan. Skala Pengukuran : Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju Diagram garis diatas menggambarkan tingkat persepsi terhadap tingkat persetujuan dari keberhasilan kolaborasi desain. 3.7 Analisis Data 3.7.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif menggambarkan atau menjelaskan berbagai karakteristik data seperti berapa rata-rata dan seberapa jauh data bervariasi. Untuk atribut identifikasi keberhasilan digunakan diagram kartesian mean-standar deviasi yang mengurutkan faktor keberhasilan dominan dengan melihat skor mean tertinggi dan standar deviasi terendah. Diagramnya dapat dilihat pada Gambar 3.1. 3.5 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pelaku proyek konstruksi pada tahap desain di Surabaya dengan pengambilan sampel diharapkan minimum 30, mengikuti kurva distribusi normal menurut teori sentral limit. (Singarimbun, dkk. 1989). 3.6 Pengukuran Variabel Penelitian 3.6.1 Pengukuran Variabel Pada Survei Pendahuluan Survei pendahuluan dilakukan terhadap beberapa ahli dengan kriteria memiliki reputasi baik dalam dunia konstruksi, memiliki pendidikan yang menunjang di bidangnya, dan memiliki pengalaman profesional dalam bidang terkait. Gambar 3.1 Diagram Mean-Standar Deviasi Keterangan: S = Standar deviasi X = Mean Prinsip persepsi responden akan digunakan untuk mengukur variabel penelitian pada survei pendahuluan. Apabila salah satu responden menjawab “Ya” maka Urutan faktor-faktor yang dijelaskan sebagai berikut: 4 paling dominan dapat 1. Nilai Mean Besar, Standar Deviasi Kecil. Nilai mean yang besar menunjukan bahwa sebagian besar responden memberikan skor yang tinggi terhadap variabel tersebut, sedangkan nilai standar deviasi yang kecil menunjukan bahwa sebagaian besar responden sepakat dengan jawaban tersebut. 2. Nilai Mean Besar, Standar Deviasi Besar. Nilai mean yang besar menunjukan bahwa sebagian besar responden memberi skor yang tinggi terhadap variabel tersebut, sedangkan nilai standar deviasi yang besar menunjukan bahwa sebagian besar responden kurang sepakat dengan jawaban tersebut. 3. Nilai Mean Kecil, Standar Deviasi Besar. Niali mean yang kecil menunjukan bahwa sebagian besar responden memberikan skor yang rendah terhadap variabel tersebut, sedangkan nilai standar deviasi yang besar menunjukan bahwa sebagian besar responden kurang sepakat dengan jawaban tersebut. 4. Nilai Mean Kecil, Standar Deviasi Kecil. Nilai mean yang kecil menunjukan bahwa sebagian besar responden memberikan skor yang rendah terhadap variabel tersebut sedangkan nilai standar deviasi yang kecil menunjukan bahwa sebagian besar responden sepakat dengan jawaban tersebut. Menentukan distribusi variabel terhadap faktor yang terbentuk. Tujuannya adalah menentukan variabel mana yang dapat masuk kesalam suatu faktor atau yang tidak masuk kedalam faktor. Cara yang dilakukan untuk melihat distribusi variabel, yaitu membandingkan nilai loading factor suatu variabel pada faktor-faktor yang ada. Variabel yang masuk dalam suatu faktor harus memiliki nilai loading factor diatas 0.5. Jika tidak akan diabaikan. Yang dimaksud dengan loading factor adalah nilai yang menunjukan hubungan suatu variabel terhadap faktor. Tabel component matrix menunjukan nilai dari loading factor. 1.8 Langkah-Langkah Penelitian Langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada bagan alir seperti pada Gambar 3.2. 3.7.2 Analisis Faktor Analisis faktor adalah prosedur untuk mengelompokakan data menjadi beberapa kelompok berdasarkan hasil mengurangi (reduction) dan meringkas (summarization). Prosedur Melakukan Analisis Faktor : Perumusan masalah, terdiri dari mengidentifikasi sasaran dan pengukuran variabel-variabel berdasarkan skala likert kemudian melakukan pengujian terhadap variabel. Pengujian terhadap variabel akan diukur terhadap nilai pengujian Keiser-Meyer-Olkin (KMO) dan Barlett Test of Sphericity. Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian BAB IV ANALISIS DATA KMO adalah ukuran kecukupan sampling, yaitu suatu indeks yang digunakan untuk memeriksa kelayakan faktor. Indikator lain dari kekuatan hubungan antar variabel adalah Bartlett Test tentang kebulatan. Uji Bartlett digunakan untuk menguji hipotesis nol bahwa variabel dalam matrik korelasi tidak berkorelasi. Tingkat signifikansi yang diamati adalah <0.05. 4.1 Profil Responden 4.1.1 Profil Responden Berdasarkan Jenis Konsultan Dari 34 kuisioner yang didapat, dikelompokan terhadap 4 jenis konsultan yang paling umum seperti dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut : Tabel 4.1 Profil Responden Berdasarkan Jenis Konsultan Jenis Konsultan Struktur Arsitektur Manajemen Keairan Total Melakukan rotasi faktor. Hasil penting dari analisis faktor adalah matrik faktor (factor Pattern Matrix). Didalam suatu matrik yang kompleks, sulit untuk menginterpretasikan suatu faktor. Oleh karena itu rotasi faktor dibutuhkan untuk menyederhanakan bentuk sehingga lebih mudah diinterpretasikan. Metode yang digunakan untuk rotasi adalah varimax procedure yang meminimalkan banyaknya variabel dengan nilai yang tinggi pada faktor sehingga memaksimalkan kemampuan menginterpretasi. Jumlah Responden 15 11 3 5 34 Persentase 44.12% 32.35% 8.82% 14.71% 100% Sumber : Hasil Olahan Peneliti Persentase masing-masing konsultan divisualisasikan pada Gambar 4.1. 5 seperti Gambar 4.3 Persentase Responden Berdasarkan Lama Bekerja 4.2 Analisis Deskriptif Untuk mendapatkan faktor dominan berdasarkan skor pilihan responden, sebanyak 30 variabel yang semula disusun secara acak akan diurutkan berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dari masing-masing faktor dan kemudian akan dilakukan pemetaan (ploting) pada diagram mean dan standar deviasi. Sumber : Hasil Olahan Peneliti Gambar 4.1 Persentase Responden Berdasarkan Jenis Konsultan 4.1.2 Profil Responden Berdasarkan Jabatan di Proyek Dikelompokanterhadap jabatan di proyek dengan hasil seperti pada Tabel 4.2. 4.2.1 Faktor Dominan Berdasarkan Nilai Mean Yang dimaksud dengan faktor dominan berdasarkan nilai mean adalah faktor yang memiliki nilai mean terbesar. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.2 Profil Responden Berdasarkan Jabatan di Proyek Jabatan di Proyek Civil Engineer Arsitek Mekanikal-Elektrikal Drafter Total Jumlah Responden 18 9 4 3 34 Tabel 4.4 Faktor Dominan Berdasarkan Nilai Mean Persentase 52.94% 26.47% 11.76% 8.82% 100% NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Sumber : Hasil Olahan Peneliti Persentase dari masing-masing jabatan divisualisasikan pada Gambar 4.2 Sumber : Hasil Olahan Peneliti Gambar 4.2 Persentase Responden Berdasarkan Jabatan di Proyek 4.1.3 Profil Responden Berdasarkan Lama Bekerja Dikelompokan terhadap lama bekerja pada proyek dengan rentang waktu lima tahun. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Profil Responden Berdasarkan Lama Bekerja Lama Bekerja 0 - 5 tahun 5 - 10 tahun 10 - 15 tahun > 20 tahun Total Jumlah Responden 15 7 7 5 34 Persentase 44.12% 20.59% 20.59% 14.71% 100% FAKTOR DOMINAN Peran & Tanggung jawab Kelengkapan data Awal Komunikasi & Transparansi Manajemen Waktu Kualitas Kepemimpinan Proses & Cara Berpikir Peraturan & Respon Inovasi Berpikir Motivasi & Antusiasme Kreatifitas Tujuan & Visi Proyek Teknologi Komitmen Kepercayaan Kesehatan & Keselamatan Kerja Pemahaman Kolaborasi Desain SOP (Standart Operational Prosedure) Tim & Komposisi Frekuensi Pertemuan Perubahan & Fleksibilitas Pengembangan Tim Keahlian Personal Tantangan Pengakuan/ Apresiasi Manajemen Penyuluhan Karakteristik Pekerja Kualitas Pemilik Proyek Lingkungan Fisik Besarnya Nilai Proyek Latar Belakang Budaya Pelaku Konstruksi MEAN 4.50 4.47 4.35 4.26 4.24 4.24 4.21 4.21 4.18 4.12 4.06 4.00 3.94 3.88 3.88 3.88 3.85 3.76 3.76 3.74 3.71 3.71 3.68 3.68 3.68 3.68 3.59 3.56 3.41 3.24 Sumber : Hasil Olahan Peneliti Divisualisasikan seperti pada diagram batang berikut ini: Sumber : Hasil Olahan Peneliti Persentase dari setiap rentang waktu lama bekerja di proyek divisualisasikan pada Gambar 4.3. Sumber : Hasil Olahan Peneliti Gambar 4.4 Faktor Dominan Berdasarkan Nilai Mean Sumber : Hasil Olahan Peneliti 6 4.2.2 Faktor Dominan Berdasarkan Nilai Standar Deviasi Yang dimaksud dengan faktor dominan berdasarkan nilai standar deviasi adalah faktor yang memiliki nilai standar deviasi terkecil. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.5 Tabel 4.5 Faktor Dominan Berdasarkan Nilai Standar Deviasi NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 FAKTOR DOMINAN Peran & Tanggung jawab Lingkungan Fisik Kreatifitas Proses & Cara Berpikir Komunikasi & Transparansi Kelengkapan data Awal Motivasi & Antusiasme Inovasi Berpikir Karakteristik Pekerja Manajemen Waktu Keahlian Personal Pengakuan/Apresiasi Peraturan & Respon Manajemen Penyuluhan Tujuan & Visi Proyek Teknologi Kepercayaan Komitmen Kesehatan & Keselamatan Kerja Pemahaman Kolaborasi Desain Kualitas Kepemimpinan SOP (Standart Operational Prosedure) Frekuensi Pertemuan Pengembangan Tim Kualitas Pemilik Proyek Besarnya Nilai Proyek Perubahan & Fleksibilitas Latar Belakang Budaya Pelaku Konstruksi Tantangan Tim & Komposisi SD 0.62 0.65 0.66 0.70 0.73 0.75 0.77 0.77 0.77 0.79 0.80 0.81 0.84 0.84 0.85 0.85 0.87 0.85 0.88 0.88 0.89 0.89 0.89 0.95 0.95 0.96 0.96 0.96 0.99 1.02 Sumber : Hasil Olahan Peneliti Gambar 4.6 Diagram Mean-Standar Deviasi Faktor dominan hasil analisis deskriptif mean dan standar deviasi untuk setiap variabel disajikan dalam Tabel 4.6. Tabel 4.6 Faktor Dominan Berdasarkan Nilai Mean & Standar Deviasi KODE FAKTOR DOMINAN Peran & Tanggung jawab Kelengkapan Data Awal Komunikasi & Transparansi Proses & Cara Berpikir Manajemen Waktu Inovasi Berpikir Motivasi & Antusiasme Peraturan & Respon Kreatifitas Kualitas Kepemimpinan Tujuan & Visi Proyek Teknologi Komitmen Kepercayaan Pemahaman Kolaborasi Desain SOP (Standart Operational Prosedure) Frekuensi Pertemuan Manajemen Penyuluhan Keahlian Personal Pengakuan/Apresiasi Karakteristik Pekerja Pengembangan Tim Perubahan & Fleksibilitas Kualitas Pemilik Proyek Tim & Komposisi Tantangan Lingkungan Fisik Besarnya Nilai Proyek Latar Belakang Budaya Pelaku Konstruksi Sumber : Hasil Olahan Peneliti Divisualisasikan seperti pada diagram batang berikut: MEAN 4.50 4.47 4.35 4.24 4.26 4.21 4.18 4.21 4.12 4.24 4.06 4.00 3.94 SD 0.62 0.75 0.73 0.70 0.79 0.77 0.77 0.84 0.66 0.89 0.85 0.85 0.85 3.88 3.88 0.87 0.88 3.85 3.76 3.68 3.71 3.68 3.68 3.71 3.74 3.59 3.76 3.68 3.56 3.41 0.89 0.89 0.84 0.80 0.81 0.77 0.95 0.96 0.95 1.02 0.99 0.65 0.96 3.24 0.96 Sumber : Hasil Olahan Peneliti Sumber : Hasil Olahan Peneliti 4.4 Analisis Faktor Untuk memudahkan analisis dengan program bantu SPSS, setiap variabel akan diberi pengkodean terlebih dahulu. Tabel 4.7 berikut menampilkan pengkodean dari setiap variabel. Gambar 4.5 Faktor Dominan Berdasarkan Nilai Standar Deviasi 4.2.3 Faktor Dominan Berdasarkan Nilai Mean dan Standar Deviasi Sumbu X menunjukan besarnya nilai mean dan sumbu Y menunjukan besarnya nilai standar deviasi. Gambar 4.6 berikut menampilkan posisi masing-masing variabel penelitian. 7 ditunjukan dalam tabel Anti Image Correlation. Oleh karena hasil analisis menunjukan adanya beberapa variabel dengan nilai MSA < 0.5 maka dipilih variabel dengan nilai MSA terkecil. Tabel 4.7 Pengkodean Variabel VARIABEL Komunikasi & Transparansi Peraturan & Respon Motivasi & Antusiasme Tantangan Pengakuan/Apresiasi Kualitas Kepemimpinan Kreatifitas Pengembangan Tim Tim & Komposisi Kepercayaan Peran & Tanggung jawab Tujuan & Visi Proyek Teknologi Lingkungan Fisik Besarnya Nilai Proyek Manajemen Penyuluhan Inovasi Berpikir Manajemen Waktu Perubahan & Fleksibilitas Keahlian Personal Proses & Cara Berpikir Komitmen Karakteristik Pekerja SOP (Standart Operational Prosedure) Kualitas Pemilik Proyek Kesehatan & Keselamatan Kerja Frekuensi Pertemuan Kelengkapan Data Awal Pemahaman Kolaborasi Desain Latar Belakang Budaya Pelaku Konstruksi KODE V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 Variabel yang direduksi (secara urut) dapat dilihat pada tabel 4.21. Tabel 4.21 Variabel Reduksi NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 V10 V11 V12 V13 V14 V15 V16 V17 V18 V19 V20 V21 V22 V23 V24 V25 V26 V27 V28 V29 V30 KODE VARIABEL V26 V13 V5 V8 V15 V9 V27 V24 V7 V14 MEAN 3.88 4.00 3.68 3.71 3.41 3.76 3.76 3.85 4.12 3.56 SD 0.88 0.85 0.81 0.95 0.96 1.02 0.89 0.89 0.66 0.65 Sumber : Hasil Olahan Peneliti Untuk 20 variabel yang tidak tereduksi memiliki nilai KMO dan Barlett Test seperti terlihat pada Tabel 4.22. Tabel 4.22 Nilai KMO dan Barlett Test Terhadap 20 Variabel Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequancy Barlett's Test of Sphericity Approx.Chi-Square df Sig. 0.714 371.197 190 0.000 Sumber : Output Program SPSS Hasil output menunjukan nilai KMO dan Barlett Test adalah 0.714 dengan signifikansi 0.000. Oleh karena nilai tesebut sudah diatas 0.5 dan signifikansi jauh di bawah 0.05, maka 20 variabel tersebut dapat dianalisis lebih lanjut. Sumber : Hasil Olahan Peneliti 4.4.1 Menentukan Variabel Jumlah variabel pada penelitian ini sebanyak 30 variabel dan jumlah responden sebanyak 34 responden. Dikarenakan jumlah variabel kurang dari jumlah responden maka tidak perlu dilakukan reduksi variabel yang berarti semua variabel akan diikutkan dalam analisis faktor. 4.4.4 Factoring dan Rotasi 1. Analisis Communialities Communialities merupakan nilai yang menunjukan kontribusi variabel tersebut terhadap faktor yang terbentuk atau dapat pula didefenisikan sebagai besar nilai varians (dalam persentase) suatu variabel yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. 4.4.2 Pengujian Terhadap Variabel Pengujian terhadap variabel akan diukur terhadap nilai pengujian KMO dan Barlett Test. Hasil dari pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.23 Communalities Tabel 4.8 Nilai KMO dan Barlett Test Terhadap 30 Variabel Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequancy Barlett's Test of Sphericity Approx.Chi-Square Df Sig. Initial Extraction Initial 1.000 0.735 1.000 V1 V18 1.000 0.750 1.000 V2 V19 1.000 0.740 1.000 V3 V20 1.000 0.715 1.000 V4 V21 1.000 0.830 1.000 V6 V22 1.000 0.792 1.000 V10 V23 1.000 0.662 1.000 V11 V25 1.000 0.764 1.000 V12 V28 1.000 0.699 1.000 V16 V29 1.000 0.790 1.000 V17 V30 Extraction Method : Principal Component Analysis 0.287 807.977 435 0.000 Sumber : Output Program SPSS Hasil output menunjukan nilai KMO adalah 0.287. Oleh karena nilai KMO < 0.5 maka faktor-faktor tesebut belum dapat dianalisis lebih lanjut sehingga perlu dilakukan redusi variabel. 4.4.3 Anti Image Correlation Untuk mereduksi sejumlah variabel, perlu diperhatikan nilai Measures of Sampling Adequency (MSA) yang Extraction 0.835 0.759 0.778 0.853 0.779 0.609 0.750 0.793 0.610 0.785 Sumber : Output Program SPSS 8 4.4.5 Component Transformation Matrix Dari Tabel 4.27 dapat disimpulkan bahwa diagonal faktor 1 ; 3; 5 dan 6 berada diatas 0.5 (0.571; 0.565; 0.592 dan 0.697) yang menunjukan bahwa keempat faktor yang terbentuk sudah tepat karena mempunyai korelasi yang tinggi sedangkan diagonal 2 dan 4 berada dibawah 0.5 yang menunjukan variabel lain pada masing-masing faktor mempunyai korelasi yang cukup tinggi. 2. Total Variance Explained Total Variance Explained menjelaskan besarnya varians yang dapat dijelaskan oleh faktor yang dianalisis untuk dapat menentukan berapa variabel yang dapat diterima secara empirik dengan melihat eigenvalue. Hanya ada 6 variabel yang memiliki eigenvalues > 1 yang dinyatakan dengan nilai varian (dalam persentase), yaitu: Faktor 1: (7.142/20)*100% = 35.711% Faktor 2: (2.057/20)*100% = 10.283% Faktor 3: (1.842/20)*100% = 9.210% Faktor 4: (1.587/20)*100% = 7.936% Faktor 5: (1.349/20)*100% = 6.745% Faktor 6: (1.051/20)*100% = 5.257% Dengan demikian ada 6 faktor yang terbentuk. Tabel 4.27 Component Transformation Matrix Component 1 2 3 4 5 6 3. Rotated Component Matrix Untuk memperjelas variabel-variabel mana yang merupakan anggota dari faktor maka perlu dilakukan rotasi. Hasil rotasi dapat dilihat pada Tabel 4.25 (lampiran no 16). 1 0.571 0.248 0.346 0.498 0.211 0.447 2 0.531 0.246 0.240 0.759 0.003 0.156 3 0.362 0.072 0.565 0.052 0.706 0.210 4 0.232 0.869 0.026 0.200 0.143 0.360 5 0.326 0.037 0.643 0.110 0.592 0.341 6 0.317 0.341 0.300 0.348 0.294 0.697 Sumber : Output Program SPSS Pada faktor 2, diagonalnya menunjukan angka 0.246 tetapi diluar diagonal, angka yang ditunjukan beberapa varibel (dalam komponen 2) > 0.246 (0.248; 0.869; 0.341) bahkan pada variabel 4 (dalam komponen 2) menunjukan angka 0.869. Variabel yang masuk pada masing-masing faktor adalah sebagai berikut: Faktor 1 terdiri dari: V16; V17; V18 dan V28. Faktor 2 terdiri dari: V11; V21; V22; V29 dan V30. Faktor 3 terdiri dari: V10 dan V19. Faktor 4 terdiri dari: V3 dan V4. Faktor 5 terdiri dari: V6; V20 dan V23. Faktor 6 terdiri dari: V1; V2 dan V12. V25 akan dikeluarkan dari model penelitian sebab semua nilai menunjukan angka < 0.5. Begitu pula dengan faktor 4. Diagonal menunjukan angka 0.200 tetapi beberapa variabel lain (dalam faktor 4) diluar diagonal 4 menunjukan angka > 0.200 (0.498; 0.759; 0.348) bahkan pada variabel 2 (dalam komponen 4) menunjukan angka 0.759. Dari hasil analisis tersebut, faktor 2 dan 4 mempunyai korelasi yang rendah karena masih terdapat korelasi dengan faktor yang lain. Dengan demikian hanya terdapat 19 variabel yang dikelompokan menjadi 6 faktor. Tabel 4.26 memperlihatkan faktor baru hasil analisis Rotated Component Matrix. BAB V PEMBAHASAN Dari analisis data pada bab sebelumnya, diketahui ada 6 faktor kritis penentu keberhasilan kolaborasi desain pada konsultan proyek konstruksi di Surabaya, yaitu: faktor 1 (35.7%); faktor 2 (10.3%); faktor 3 (9.2%); faktor 4 (7.9%); faktor 5 (6.7%) dan faktor 6 (5.3%). Komulatif varian ke-6 faktor tersebut adalah 71% > 60%. Keadaan tersebut menunjukan model layak untuk digunakan. 5.1 Faktor 1 menunjukan kelengkapan awal terdiri dari manajemen waktu (loading 0.835); inovasi berpikir (loading 0.790); kelengkapan data awal (loading 0.793); dan manajemen penyuluhan (loading 0.699). Gambar 5.1 memperlihatkan factor loading masing-masing variabel. Tabel 4.26 Faktor Baru Hasil Analisis Sumber : Output Program SPSS Sumber: Hasil Olahan Peneliti Gambar 5.1 Komponen Faktor 1 9 mengakibatkan kekacauan tanggung jawab yang lebih lanjut menimbulkan terganggunya mekanisme kegiataan yang berdampak terhadap keterlambatan jadwal dan berujung pada peningkatan biaya. Alasan lain peran & tanggung jawab masing-masing pelaku desain harus jelas, tujuannya adalah agar mereka tahu kontribusi apa yang bisa diberikan untuk menunjang tercapainya keberhasilan dari proyek itu sendiri. Dalam suatu proses kolaborasi desain yang melibatkan multi disiplin ilmu, memiliki dan memahami data awal merupakan salah satu hal pokok yang wajib dipenuhi oleh para pelaku desain. Ketidaklengkapan data awal akan menjadi kendala besar dalam proses desain selanjutnya. Manajemen waktu merupakan proses yang penting dalam mencapai keberhasilan desain kolaboratif dimana pelaku desain yang terlalu banyak menganggur akan berdampak pada ketidakberesan dalam tim yang lambat laun akan membuat tim menjadi tidak efektif. Manajemen penyuluhan dapat diibaratkan sebagai ‘penerangan’. Manajemen penyuluhan memberikan segala informasi yang ingin disampaikan kepada kelompok sasaran. Tidak hanya itu, yang diharapkan dari manajemen penyuluhan, yaitu adanya perubahan perilaku yang lebih cenderung pada inovasi berpikir. Orientasi dari inovasi berpikir yang dimaksudkan adalah aplikasi proses pengembangan pemikiran ke arah yang lebih baik atau berhasil. 5.3 Faktor 3 menunjukan kepercayaan & fleksibilitas terdiri dari kepercayaan (loading 0.792), perubahan & fleksibilitas (loading 0.759). Gambar 5.3 memperlihatkan factor loading masing-masing variabel. Sumber: Hasil Olahan Peneliti Gambar 5.3 Komponen Faktor 3 5.2 Faktor 2 menunjukan profesionalisme yang terdiri dari latar belakang budaya pelaku konstruksi (loading 0.785); proses & cara berpikir (loading 0.853); peran & tanggung jawab (loading 0.662); komitmen (loading 0.779); dan pemahaman kolaborasi desain (loading 0.610). Gambar 5.2 memperlihatkan factor loading masing-masing variabel. Mockler (2001) menyebutkan bahwa ada beberapa indikator dari fleksibilitas. Beberapa diantaranya adalah kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan belajar dan sikap yang tidak kaku. Perubahan & fleksibilitas yang dimaksudkan disini adalah fleksibel terhadap perubahan desain dimana kriteria ini memungkinkan pemilik proyek untuk mengubah detail desain. Dalam kaitannya dengan perubahan & fleksibilitas, keberhasilan kolaborasi juga didukung oleh kepercayaan. Menurut pengalaman peneliti, kepercayaan merupakan dasar bagi kelanjutan sebuah hubungan yang mana masing-masing tim percaya akan kemampuan dari tim lain untuk melengkapi apa yang menjadi kekurangan timnya. Sumber: Hasil Olahan Peneliti 5.4 Faktor 4 menunjukan motivasi internal yang terdiri dari motivasi & antusiasme (loading 0.740), dan tantangan (loading 0.715). Gambar 5.4 memperlihatkan factor loading masing-masing variabel. Gambar 5.2 Komponen Faktor 2 Budaya adalah kombinasi sejarah bersama, harapan, aturan tidak tertulis, dan kebiasaan sosial yang memaksa perilaku. Latar belakang budaya dapat mempengaruhi persepsi yang berdampak pada tindakan. Latar belakang budaya ini juga dipercaya menjadi dasar dari pemahaman kolaborasi itu sendiri dan juga secara tidak langsung membentuk pola pikir seseorang. Proses & cara berpikir yang dimaksudkan, tujuannya bukan untuk mendorong pelaku konstruksi bekerja lebih banyak tetapi untuk bekerja lebih efektif. Sumber: Hasil Olahan Peneliti Salah satu faktor yang bersifat menentukan untuk dapat mencapai keberhasilan proyek adalah peran & tanggungjawab yang jelas dan disetujui oleh seluruh pelakunya. Tanpa ada kesepakatan yang jelas akan menimbulkan masalah-masalah koordinasi yang dapat Gambar 5.4 Komponen Faktor 4 Motivasi adalah semangat atau dorongan terhadap seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan dengan bekerja keras secara cerdas demi untuk mencapai tujuan 10 tertentu, dalam hal ini adalah keberhasilan kolaborasi desain. beruntung karena secara tidak sengaja memiliki SDM yang kompeten tetapi tidak jarang pula proyek yang memiliki SDM dengan ketrampilan dan pengetahuan yang tidak cukup memadai yang berasal dari berbagai ‘titipan’. Kontribusi SDM yang kompeten sebagai salah satu faktor pendukung keberhasilan kolaborasi desain amat disadari oleh banyak pihak. Banyak perusahaan (proyek konstruksi) yang melakukan upaya pengembangan terhadap kualitas para pekerjanya. Salah satu bentuk nyata yang terlihat, yaitu melalui pelatihan-pelatihan untuk merangsang kemampuan SDM’nya. Pemberian dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi perlu dilakukan untuk meningkatkan gairah kerja (antusiasme) pelaku desain sehingga dapat mencapai hasil yang dikehendaki oleh manajemen. Hubungan motivasi, antusiasme, dan tantangan mempunyai bentuk yang linear terhadap keberhasilan dalam arti dengan pemberian motivasi kerja yang baik maka gairah pelaku proyek akan meningkat yang ditunjukan lewat hasil kerja yang optimal dimana tantangan yang dihadapi tidak terasa memberatkan atau terasa sebagai penghalang tetapi lebih dianggap sebagai pembuktian akan hasil kerja sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan. 5.6 Faktor 6 menunjukan performa tim terdiri dari komunikasi & transparansi (loading 0.735); peraturan & respon (loading 0.750); dan tujuan & visi proyek (loading 0.764). Gambar 5.6 memperlihatkan factor loading masing-masing variabel. 5.5 Faktor 5 menunjukan kompetensi pelaku proyek yang terdiri dari kualitas kepemimpinan (loading 0.830); keahlian personal (loading 0.778); dan karakteristik pekerja (loading 0.609). Gambar 5.5 memperlihatkan factor loading masing-masing variabel. Sumber: Hasil Olahan Peneliti Gambar 5.6 Komponen Faktor 6 Hubungan komunikasi dapat dipandang sebagai sarana yang digunakan antar pelaku proyek dalam berbagi informasi dan data secara tepat waktu dan terbuka (transparan). Komunikasi memegang peran penting bagi keberhasilan hubungan dalam kolaborasi. Banyak masalah yang muncul sebagai akibat adanya perbedaan persepsi dapat berhasil dipecahkan dengan komunikasi yang baik. Oleh karena itu, komunikasi diibaratkan sebagai ‘lem’ yang mampu mempererat hubungan antar pelaku proyek demi keberhasilan sebagai tujuan akhir pencapaian suatu proyek. Sumber: Hasil Olahan Peneliti Gambar 5.5 Komponen Faktor 5 Sesuatu yang dikatakan sukses/berhasil tentu tidak terlepas dari siapa pelakunya. Keungggulan suatu desain konstruksi tergantung dari keahlian pelaku konstruksi, seperti apa karakteristik mereka dan bagaimana kualitas pemimpinnya. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa salah satu elemen yang bernilai penting dalam pencapaian keberhasilan desain kolaboratif adalah kompetensi pelaku proyek konstruksi dimana sumber daya manusia menjadi penentunya. SDM merupakan sumber pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan lain-lain yang terakumulasi dalam diri seorang pelaku proyek. Pemahaman komunikasi biasanya mengarah pada tiga elemen, yaitu frekuensi komunikasi, komunikasi dua arah, dan komunikasi yang terencana dan terstruktur. Transparansi penting dibangun karena tanpa transparansi akan menimbulkan selah pengertian atau kesalahpahaman. Keahlian personal yang dimaksud adalah kemampuan teknis pelaku konstruksi. Keahlian yang berbeda-beda dapat saling menunjang sehingga pekerjaan menjadi lebih mudah dan lebih cepat diselesaikan. Pelaku konstruksi dengan keahlian berbeda juga bisa saling memperluas dan memperkaya keahlian masing-masing namun tidak selalu kompetensi sesuai dengan apa yang dituntut untuk keberhasilan suatu proyek. Tidak dapat dipungkiri bahwa ada proyek konstruksi yang cukup Komunikasi dan transparansi juga memiliki kaitan yang cukup erat dengan tujuan & visi proyek dimana pelaku proyek memastikan tujuan yang sama adalah suatu hal yang penting sehingga seluruh anggota tim desain tahu betul tujuan yang hendak dicapai bersama dan mereka yakin ke arah mana akan ditempuh yang tentunya didukung dengan visi bersama. Kesemuannya ini dapat tercapai jika ada tunjangan dari komunikasi yang baik dan efektif antar pelaku. 11 Case Study”. Journal of engineering and Technology Management. Farooq dan Bubshait. 2003. “Team Building and Project Success”. Cost engineering Vol 41/7 Juli 2003:34-38. Fredrickson, B. 1998. “What Good Are Positive Emotion?”. Review of General Psychology. Kamus Teknik McGraw-Hill Kaotsikouri, D., Austin, S.A., dan Danity, A.R.J. 2008. “Critical Success Factors in Collaborative Multy-Diciplinary Design Projects”. Journal of Engineering Design and Technology Vol 6/No 3:198-226. Kerzner Harold. 1999. Project Management : A Systems to Planning, Schedulling, and Controlling. New York : Van Nostrand Reinhold. Nurick, A.J., Thamhain, H.J., Cleland, D., dan Gareis, R. 1999. Strategic Project Management. McGraw-Hill international Editions Chapter 19. Nidiffer, K.E., dan Dolan, D. 2005. “Evolving Distributed Project Management”. IEEE Software. Ren Z., F.Yang, N.M.Bouchlaghem, dan C.J.Anumba. 2010. “Multi-Diciplinary Collaborative Building Design : A Comparative Study Between MultiAgent Systems and Multi-Diciplinary Optimisation Approache”. International Journal of Project Management. Sense, A. J. 2008. “The Conditioning of Project Participan’s Authority to Learn Within Project”. International Journal of Project Management. Singarimbun, Masri, dan Sofian. E. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta : LP3ES. S.Y.Lu, W.Elmaraghy, A.Schuh, dan R.Wilhelm. 2007. “A Scientific Foundation of Collaborative Engineering CIRP Annals”. Manufacturing Technology. Vyas, N.M., William, L.S., dan Dennis, C.R. 1995. “An Analysis of Strategic Alliance : Form, Function and Framework”. Journal of Bussiness & Industrial Marketing Vol 10 No 4. Wei Chen, and Tung Chen. 2007. “Critical Success Factors for Construction Patnering in Taiwan”. International Journal of Project Management. Wilson, D.T. 1995. “An Integrated Model of BuyerSeller Relationship”. Journal of The Academy Science. Zha, X.F., dan H. Du. 2006. Knowledge Intensive Collaborative Design Modelling and Support Part I : Review Distributed Models and Framework. Computers in Industry Vol 57:3955. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan seluruh proses analisis yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat 30 variabel penentu keberhasilan kolaborasi desain pada konsultan proyek konstruksi di Surabaya. 2. Faktor kritis penentu keberhasilan kolaborasi desain pada konsultan proyek konstruksi di Surabaya adalah faktor proses (35.7%), profesionalisme (10.3%), keprcayaan & fleksibilitas (9.2%), motivasi internal (7.9%), kompetensi pelaku proyek (6.7%), dan performa tim (5.3%). 3. Faktor yang paling dominan diantara ke-6 faktor kritis tersebut adalah proses. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan lebih lanjut, antara lain adalah untuk pengumpulan data, perlu dilakukan dengan menambahkan wawancara atau lokakarya untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Ambile Teresa. 1997. “Motovating Creativity in Organizations : On Doing What You Love and loving What You Do”. California Management Review Vol40/No1:39-58. Anderson, E., Weitz, B. 1992. “The Use of Pledges to Build and Sustain Commitment in Distribution Channels”. Journal of Marketing Reserch. Bucciarelli, L. 2002. “Between Thought and Object in Engineering Design”. Design Studies 23, 219223. Chan Albert, P.C. 2002. A Predective Model for Project Success. 351-359. Cicmil, S. 2005. Reflection, Participation and Learning in Project Environment : A Multiple Perpective in P.Love., W.Fong., dan Z. Iriani (Ed). Management of Knowledge Project Environments. Oxford: Elsevier Butterworth Heinemann. Chiu, M.L. 2002. “An Organization View of Design Communication in Design Collaborative”. Design Studies 23:187-210. Dictionary of Science and Engineering McGraw-Hill. Vol 3 Encyclopedia of Profesional Management. 1988 Evaristo, J.R., Scudder, R., Desouza, K.C., dan Sato, O. 2004. “A Dimensional Analysis of Geographically Distributed Project Team : A 12