BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005). Menurut Nawawi (1997), kinerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat fisik (material) maupun non fisik (non material) dalam suatu tenggang waktu tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kinerja adalah prestasi kerja diartikan sebagai hasil pelaksanaan pekerjaan dalam periode tertentu merupakan prestasi yang dicapai oleh karyawan terhadap target atau sasaran yang telah ditentukan dengan berbagai persyaratannya, yang dibebankan kepada karyawan tersebut, dan untuk mengetahui prestasi atau hasil yang telah dicapai oleh karyawan tersebut, tentunya harus dilaksanakan penilaian kinerja, yaitu dengan membandingkan kinerja aktual dengan standar-standar yang telah ditetapkan. Kinerja adalah hasil kerja seorang pegawai baik berupa produk atau jasa berdasarkan kualitas, kuantitas, dan waktu penyelesaian pekerjaannya. Menurut Ilyas (2001) yang mengutip pendapat Gibson (1996) ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, yaitu faktor individu, faktor psikologis dan organisasi. 1. Faktor individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. 2. Faktor Psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja Universitas Sumatera Utara sebelumnya dan variabel demografis. Variabel seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks yang sulit untuk diukur. 3. Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit, tentu tidak terlepas dari motivasi dan komunikasi. Pelayanan yang diberikan seorang perawat dapat menjadi tolak ukur pencapaian tujuan organisasi, perawat mampu memberikan pelayanan yang prima bagi setiap pasien, hal ini sangat penting untuk memberikan nilai mutu rumah sakit tersebut. Pelayanan pada hakikatnya memberikan pertolongan atau bantuan pada orang lain yang membutuhkan dengan melakukan metode kiat, seni dan perilaku yang memerlukan hubungan interaksi agar tercapainya suatu kepuasan dari kedua belah pihak, yakni perawat dan pasien (Hanafiah, 1994). Menurut Efendi (1998), peranan perawat dalam meningkatkan kinerja pada pelayanan keperawatan yaitu : 1. Pelaksanaan Pelayanan Keperawatan (Provider Of Nursing Care) Peranan yang utama dari perawat adalah sebagaimana pelaksanan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit atau yang mempunyai masalah kesehatan/ keperawatan, puskesmas, panti dan sebagainya sesuai dengan kebutuhannya. 2. Sebagai Pendidik (Health Educator) Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal. 3. Sebagai Pembaharu (Inovator) Perawat dalam berperan sebagai agen pembaharu terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama dalam menambah perilaku dan pola hidup yang erat kaitannya dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan. 4. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator Of Service) Mengkoordinir seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat dan mencapai tujuan kesehatan melalui kerja sama dengan team kesehatan lainnya sehingga tercipta keterpaduan dalam sistem pelayanan kesehatan. Dengan demikian pelayanan kesehatan yang diberikan merupakan suatu kegiatan yang menyeluruh dan tidak terpisah-pisah antara satu dengan yang lainnya. Universitas Sumatera Utara 5. Sebagai Panutan (Role Model) Perawat harus dapat memberikan contoh yang baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh masyarakat. 6. Sebagai Tempat Bertanya(Fasilitator) Perawat dapat dijadikan tempat bertanya oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam bidang kesehatan dan keperawatan yang dihadapi sehari-hari. Disamping itu perawat kesehatan diharapkan dapat membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi. 7. Sebagai Pengelola ( Manager) Perawat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan pelayanan kesehatan baik puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab yang diembankan kepadanya. 2.2 Asuhan Keperawatan Asuhan keperawatan (nursing care) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien, pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan dengan menggunakan metodologi proses keperawatan berpedoman pada standar keperawatan dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan Menurut Lismidar, dkk (1990) proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai lima tahapan yaitu: 1. Pengkajian Keperawatan Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis, Menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan meliputi: pengumpulan data dilakukan dengan cara anamese, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang. Sumber data adalah pasien, keluarga atau orang terkait tim kesehatan, rekam medis dan catatan. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan pasien masa lalu, status kesehatan pasien saat ini, status biologis- psikologis-spritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal dan resiko tinggi masalah. 2. Diagnosa Keperawatan Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Proses diagnosa terdiri dari analisa, interprestasi data, identifikasi masalah pasien dan perumusan diagnosa keperawatan, diagnosa keperawatan terdiri dari masalah (Problem), penyebab (Etiologi), gejala (Symptom), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE); bekerjasama dengan pasien dan petugas kesehatan lain untuk Universitas Sumatera Utara memvalidasi diagnosa keperawatan; melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa keperawatan berdasarkan data terbaru 3. Perencanaan Keperawatan Perawat membuat rencana keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan; bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan; perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan pasien; mendokumentasi rencana keperawatan 4. Implementasi Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses meliputi: bekerjasama dengan pasien dalam melaksanakan tindakan keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan lain, melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan pasien, memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga mengenai konsep keterampilan asuhan diri serta membantu pasien memodifikasi lingkungan berdsarkan respon pasien 5. Evaluasi Keperawatan Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam mencapai tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria prosesnya adalah menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan responden pasien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan, bekerjasama dengan pasien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, memodifikasi hasil evaluasi (Nursalam, 2001) 2.3 Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”. Callahan dan Clark dalam Mulyasa (2004) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Seorang tenaga perawat akan bekerja dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. McDonald dalam Soemanto (1998) menyatakan motivasi adalah sebagai suatu perubahan tenaga di dalam diri/pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan . Defenisi ini berisi tiga hal yaitu : a. Motivasi dimulai dengan suatu perubahan tenaga dalam diri seseorang, setiap perubahan motivasi mengakibatkan beberapa perubahan tenaga didalam sistem neurofisiologis dari pada organisme manusia. b. Motivasi itu ditandai oleh dorongan afektif, keadaan ini dapat dicirikan sebagai emosi, dorongan efektif yang kuat sering nyata dalam tingkah laku. Universitas Sumatera Utara c. Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi mencapai tujuan, orang yang termotivasi, membuat reaksi-reaksi yang mengarahkan dirinya kepada usaha mencapai tujuan, untuk mengurangi ketegangan yang ditimbulkan oleh perubahan tenaga di dalam dirinya. Dengan kata lain motivasi memimpin ke arah reaksi-reaksi mencapai tujuan. Menurut Davies (1991), motivasi berprestasi adalah kekuatan tersembunyi di dalam diri seseorang yang mendorong seseorang untuk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas. Kadang kekuatan itu berpangkal pada naluri, kadang pula berpangkal pada keputusan rasional, tetapi lebih sering lagi hal itu merupakan perpaduan dari kedua proses tersebut. Amea dan Ames dalam Irawan, dkk (1997) menjelaskan motivasi dari pandangan kognitif. Menurut pandangan ini motivasi berprestasi didefenisikan sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri. Motivasi dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan strategi yang digunakan untuk mencapainya, yaitu : (1) motivasi instrinsik, mengacu pada faktor-faktor dari dalam, tersirat baik dalam tugas itu sendiri maupun pada diri waktu belajar, dapat dijadikan sebagai pendorong bagi aktivitas dalam pembelanjaran, (2) motivasi ekstrinsik, mengacu pada faktor-faktor dari luar. Motivasi ini biasanya berupa penghargaan, pujian, hukuman atau celaan (Davies, 1991) Menurut Siagian (1995) motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya Perbedaan antara motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang dengan motivasi yang ada di luar diri seseorang adalah adanya perasaan puas yang dimiliki oleh seseorang. Perasaan puas dari seseorang yang merupakan motivasi internal dapat berasal dari pekerjaan yang menantang, adanya tanggung jawab yang harus diemban, prestasi pribadi, adanya pengakuan dari atasan serta adanya harapan bagi pengembangan karir seseorang. Sedangkan motivasi yang ada diluar diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan organisasi adalah adanya rangsangan dari luar yang dapat berwujud benda atau bukan benda (Uno, 2006). Kebutuhan berprestasi menurut McClelland dalam hasibuan (2005) mencakup tiga hal yaitu : (a) Kebutuhan untuk berprestasi, (b) Kebutuhan untuk memiliki kuasa dan (c) Kebutuhan untuk afiliasi. Berdasarkan pada beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri dan dimiliki seseorang individu dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk meraih prestasi. Dengan demikian motivasi berprestasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dalam memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Universitas Sumatera Utara 2.4 Komunikasi Therapeutik Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus. Komunikasi bertujuan untuk memudahkan, melancarkan, melaksanakan kegiatankegiatan tertentu dalam rangka mencapai tujuan optimal, baik komunikasi dalam lingkup pekerjaan maupun hubungan antar manusia. Sebagai tenaga kesehatan yang paling lama dan sering berinteraksi dengan pasien, perawat diharapkan dapat menjadi “obat” secara psikologis. Kehadiran dan interaksi perawat hendaknya dapat membawa kenyamanan dan kerinduan bagi pasien. Komunikasi Therapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat (Heri Purwanto, 1994). Penggunaan komunikasi therapeutik yang efektif dengan memperhatikan pengetahuan, sikap dan cara yang digunakan oleh perawat sangat besar pengaruhnya terhadap usaha mengatasi masalah psikologis pasien dengan komunikasi therapeutik pasien akan mengetahui apa yang sedang dan apa yang akan dilakukan selama di rumah sakit sehungga perasaan dan pikiran yang menimbulkan masalah psikologis dapat teratasi (Brehman, 1996). Secara Therapeutik dengan menggunakan berbagai teknik komunikasi agar perilaku pasien berubah kearah yang positif seoptimal mungkin. Untuk dapat melaksanakan Komunikasi Therapeutik yang efektif, perawat harus mempunyai Universitas Sumatera Utara keterampilan yang cukup dan memahami betul tentang dirinya. Agar perawat dapat berperan efektif dan Therapeutik, ia harus menganalisa dirinya, yaitu kesadaran diri, klarifikasi nilai, eksplorasi perasaan dan kemampuan menjadi model dan rasa bertanggung jawab. 2.4.1 Analisa Diri Perawat Setiap memulai aktifitas dalam memberikan pelayanan kepada pasien selalu didahului dengan komunikasi. Komunikasi dilakukan untuk menjalin hubungan interpersonal perawat dengan pasien agar proses keperawatan dapat dilakukan dengan lancar dan efektif. Dalam Komunikasi Therapeutik, hubungan yang dilakukan adalah dalam rangka menolong atau membantu mengatasi masalah pasien dan alat yang efektif digunakan adalah diri perawat. Sebelum melakukan komunikasi, perawat harus melakukan “Analisa diri” yang meliputi kesadaran diri, klarifikasi nilai, eksplorasi perasaan dan kemampuan menjadi model. 2.4.1.1 Kesadaran Diri Sebagai instrument dalam berkomunikasi yang bertujuan therapeutik, maka perawat harus dapat mengenali perasaan, perilaku dan keperibadiannya secara pribadi maupun sebagai pemberi pelayanan kesehatan. Perawat harus dapat menjawab pertanyaan “siapa saya” yang sebenarnya. Kesadaran diri perawat ini diharapkan dapat membuat perawat dapat menerima perbedaan dan keunikan pasien. Kesadaran diri yang mantap akan mempengaruhi komunikasi yang therapeutik. Untuk membantu mengenal siapa sebenarnya diri seseorang pada aspek prilaku, pikiran dan perasaan, Universitas Sumatera Utara dapat dilihat dari teori “Self Disclosure” yang digambarkan oleh Johari Window, sebagaimana tabel dibawah ini : Tabel 2.1 Analisa Kesalahan diri Menurut Johari Window I Diketahui oleh diri sendiri dan orang lain III Hanya diketahui oleh diri sendiri II Hanya diketahui oleh orang lain IV Tidak diketahui oleh siapapun Berdasarkan tabel tersebut, terjadinya perubahan satu kuadran akan mempengaruhi kuadran yang lain, beberapa kemungkinan yang dapat terjadi dari pergeseran masing-masing pintu/kuadran menurut teori tersebut, antara lain : a. Jika kuadran I yang diperbesar, maka individu ini cenderung bahkan selalu terbuka dengan orang lain. Ciri khas dari individu ini adalah periang, familier, mudah akrab, tidak kikir, banyak teman dan menyenangkan. b. Jika kuadran II diperbesar, maka individu ini suka menonjolkan dirinya sendiri, dia merasa paling hebat, seperti katak dalam tempurung. Dia tidak menyadari bahwa tindakannya tidak benar, dia buta terhadap dirinya sendiri sehingga area ini disebut juga Blind Area (area buta). c. Jika kuadran III diperbesar, maka individu ini akan nampak suka menyendiri, pendiam, tidak suka bergaul atau berinteraksi dengan orang lain. Individu ini lebih banyak menyimpan rahasia, sehingga area ini dapat disebut dengan “Secret area” Universitas Sumatera Utara d. Jika kuadran IV diperbesar, maka individu ini tidak diketahui orang lain namun dia tau banyak tentang orang lain. Dia tertutup terhadap dirinya, tidak ada yang tau tentang dirinya sekalipun dirinya sendiri, hanya Tuhan yang mengetahui segala sesuatu tentang dirinya. Kesadaran diri seseorang dapat ditingkatkan melalui tiga cara, yaitu mempelajari diri sendiri, belajar dari orang lain dan membuka diri terhadap informasi atau perubahan yang terjadi. Kesadaran diri ini menentukan pola interaksi yang dibangun antara komunikator dengan komunikan, antara perawat dengan pasien. Kesadaran diri yang baik dapat menciptakan hubungan yang Therapeutik yang saling memuaskan. 2.4.1.2 Klarifikasi Nilai Kenyamanan dan kepuasan perawat terhadap sistem nilai yang dianut merupakan modal yang bermakna bagi perawat dalam melaksanakan Komunikasi Therapeutik. Perawat akan lebih siap dan mantap dalam mengidentifikasi situasi yang bertentangan dengan nilai yang dimiliki, sehingga hubungan Therapeutik antar perawat-pasien tidak terganggu. 2.2.1.3 Eksplorasi Perasaan Perawat perlu terbuka dan sadar terhadap perasaannya, dan mengontrolnya agar ia dapat menggunakan dirinya secara therapeutik. Jika perawat terbuka pada perasaannya maka ia akan mendapatkan dua informasi penting, yaitu bagaimana responnya pada pasien dan bagaimana penampilannya pada pasien. Sehingga pada Universitas Sumatera Utara saat berbicara dengan pasien, perawat harus menyadari responnya dan mengontrol penampilannya. 2.2.1.4 Kemampuan Menjadi Model Kebiasaan yang kurang baik tentang kesehatan akan mempengaruhi keberhasilan dalam berhubungan antara pasien-perawat. Perawat tidak dapat memisahkan atau memberi batasan yang jelas antar peran sebagai profesional dengan kehidupan pribadinya karena diri perawat sebagai intrumens dalam menjalankan hubungan yang therapeutik. Kemampuan menjadi model ini merupakan bentuk tanggung jawab perawat terhadap apa yang disampaikan kepada pasien disamping tanggung jawab profesi. Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui tentang kondisi pasien jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan pasien. Tanpa mengetahui keunikan masing-masing kebutuhan pasien, perawat juga akan kesulitan memberikan bantuan kepada pasien dalam mengatasi masalah pasien. Sehingga perlu dicari metode yang tepat dalam mengakomodasi agar perawat mampu mendapatkan “pengetahuan” yang tepat tentang pasien. Melalui Komunikasi Therapeutik diharapkan perawat dapat menghadapi, mempersepsikan, bereaksi dan menghargai keunikan pasien. Komunikasi therapeutik tidak dapat berlangsung dengan sendirinya, tapi harus direncanakan, dipertimbangkan dan dilaksanakan secara profesional. Sehingga jangan sampai karena terlalu banyak atau asiknya bekerja, perawat melupakan pasien sebagai manusia dengan latar belakang dan permasalahannya. Pada saat pertama kali perawat melakukan Komunikasi therapeutik, proses komunikasi umumnya berlangsung Universitas Sumatera Utara singkat, canggung, semu dan seperti dibuat-buat. Namun, hal ini akan lebih membantu untuk mempresepsikan masing-masing hubungan pasien karena adanya kesempatan untuk mencapai hubungan antar manusia yang positif sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan keperawatan (Mundakir, 2006). 2.2.2 Tujuan Komunikasi Therapeutik Komunikasi Therapeutik dilaksanakan dengan tujuan : 1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan. 2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya. 3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat kesehatan. 4. Mempererat hubungan atau interaksi antara pasien dengan perawat secara profesional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah pasien. 2.2.3 1. Prinsip-prinsip Komunikasi Therapeutik Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut. 2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai. 3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien. Universitas Sumatera Utara 4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental. 5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. 6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi rasa gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi. 7. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang Therapeutik. 8. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan Therapeutik. 9. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, sosial, spiritual dan gaya hidup. 10. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain tentang apa yang dikomunikasikan (Mundakir, 2006). 2.5 Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Pelayanan keperawatan yang diberikan perawat menjadi salah satu kriteria yang digunakan oleh masyarakat untuk menilai mutu pelayanan di rumah sakit. Upaya untuk memberikan hal yan terbaik bagi kepuasan pasien adalah fungsi yang harus dijalankan oleh perawat, yang pada intinya hal ini adalah menjadi perhatian Universitas Sumatera Utara utama oleh setiap perawat dalam upaya mencapai pelayanan keperawatan yang bermutu. Motivasi berprestasi perawat terhadap seluruh aspek tugas dan fungsi yang dilaksanakan sebagai bentuk pekerjaan, harus di arahkan pada upaya untuk menjamin terselenggaranya layanaan kesehatan yang berkualitas sebagai jaminan mutu (Quality assurance) dan memberikan dorongan yang kuat pada diri sendiri untuk mampu merespon segala bentuk kebutuhan dari setiap pasien, sehingga perawat menghasilkan kinerja yang optimal sesuai standart yang telah di tetapkan. Hal ini berarti bahwa seorang perawat mampu merasakan pentingnya motivasi berprestasi untuk dapat mengenal berbagai permasalahan dan tantangan tugas yang senantiasa dia harus mampu mencari solusi, pelayanan arah yang jelas, hal apa yang harus dilakukan untuk mencapai kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik. Oleh karena itu motivasi berprestasi harus selalu muncul dalam diri seseorang perawat dalam melaksanakan tugas keperawatannya yang dilakukan secara berkesinambungan, kompehensif dan nyata sehingga dapat memotivasi dirinya untuk terus menerus berupaya meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik. Secara umum kinerja perawat bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit. Selain itu kinerja perawat dapat dipergunakan sebagai tolak ukur keberhasilan perawat dalam menjalankan tugas, alat pembinaan, pengembangan dan peningkatan mutu kerja perawat. Kinerja perawat merupakan gambaran dan acuan dalam menyatakan keberhasilan suatu rumah sakit sebagai organisasi yang memberikan jasa pelayanan kesehatan dan sekaligus menjadi bahan masukan untuk usaha pembinaan dan pengembangan kinerja rumah sakit dalam rangka menerapkan visi, misi, pencapaian tujuan dan upaya untuk mampu mewujudkan persaingan kualitas rumah sakit pada tingkat nasional maupun Internasional. Selanjutnya rumah sakit sebagai institusi yang memberikan jasa pelayanan kesehatan, memiliki makna yang penting dalam kehidupan masyarakat, sehingga bagaimana motivasi setiap orang yang terlibat dalam pemberian jasa pelayanan kesehatan dimaksud sangat menentukan kinerja rumah sakit tersebut secara keseluruhan. Dengan demkian motivasi berprestasi menjadi salah satu faktor penentu dalam mencapai kinerja perawat dalam memberikan pelayanan perawatan. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa makin tinggi motivasi berprestasi, maka kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan makin baik. Dengan demikian dapat diduga ada hubungan yang positif antara motivasi berprestasi dengan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit. 2.6 Hubungan Komunikasi Therapeutik dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Setiap perawat harus menyadari arti pentingnya komunikasi dalam menjalankan tugas keperawatan di rumah sakit. Untuk memberikan pelayanan Universitas Sumatera Utara keperawatan akan sulit apabila komunikasi antara perawat dengan pasien tidak berjalan dengan efektif. Adanya komunikasi akan memudahkan kerja sama yang baik dalam memberikan pelayanan kesehatan, karena bagaiman sekalipun harus disadari, setiap orang dapat menerima sesuatu (bentuk pengobatan) apabila seseorang mengetahui informasi secara jelas tentang bentuk pengobatan yang diberikan kepadanya. Ini merupakan tugas perawat memberikan informasi secara jelas kepada pasien, dengan demikian segala sesuatu itu dapat berjalan sesuai dengan rencana. Dalam setiap pelaksanaan tugas, seorang perawat membutuhkan sejumlah informasi mengenai pasien yang ditanganinya, sehingga melalui data yang dikumpulkan menjadi dasar untuk memperkirakan dan mengetahui penyakit pasiennya. Selain itu Komunikasi Therapeutik dilakukan agar tingkat kecemasan, ketakutan dan perubahan sikap terhadap bentuk pengobatan yang diberikan dapat diatasi dengan baik. Untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya dengan menggunakan Komunikasi Therapeutik secara efektif yang akan dan sedang dilakukan tindakan keperawatan seperti menggali perasaan, pikiran, perubahan prilaku, sehingga akan mampu memecahkan masalah psikologis pada pasien. Pelaksanaan tugas keperawatan termasuk menggunakan komunikasi therapeutik adalah salah satu bentuk kinerja perawat dalam memberikan pelayanan publik. Kinerja yang baik dapat tercapai apabila terjadi komunikasi yang efektif antara perawat dengan pasien, dimana terjadi kerja sama dari sejumlah orang, melibatkan keadaan saling bergantung, koordinasi yang mengisyaratkan komunikasi berupa interaksi yang harmonis dalam organisasi baik secara vertikal, horizontal maupun diagonal. Setiap pencapaian kinerja yang baik melibatkan proses komunikasi yang baik. Demikian pula penggunaan komunikasi therapeutik mengisyaratkan adanya interaksi antara perawat dengan pasien sebagai ikatan kerja sama yang berlangsung harmonis sebagai proses pencapaian tujuan pelayanan yang prima dimana interaksi diantara bagian yang satu dengan lainnya dan manusia yang satu dengan lainnya harus berjalan secara harmonis, dinamis dan pasti. Kemampuan perawat menggunakan komunikasi therapeutik akan dapat mencapai tujuan secara efektif dan hal ini menggambarkan pencapaian kinerja perawat itu sendiri dalam memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Komunikasi therapeutik akan mendukung proses pelaksanaan tugas perawat, memelihara kerja sama dan suasana kerja sehingga ditemukan situasi dan kondisi kerja yang kondusif. Komunikasi therapeutik menunjukkan adanya upaya untuk saling tukar informasi antara pasien dengan perawat dalam pelaksanaan pengobatan di rumah sakit. Kemampuan akan pemahaman terhadap pasien dan oran lain yang terlibat di dalamnya sangat diperlukan. Selain itu pemahaman tentang pelaksanaan kerja yang dilakukan secara terpadu membutuhkan komunikasi yang efektif. Untuk menciptakan persepsi yang sama, komunikasi therapeutik merupakan sarana vital yang mampu menghubungkan perilaku dan cara kerja serta hubungan insani dalam layanan kesehatan di rumah sakit. Keterkaitan komunikasi therapeutik terhadap kinerja perawat dapat dijelaskan dari konstribusi yang diberikan komunikasi therapeutik guna menghasilkan kerja Universitas Sumatera Utara sama dan ketenangan yang didapat pasien secara psikologis selama diberikan layanan kesehatan padanya. Hal ini memberikan umpan balik bagi rumah sakit untuk mencapai tujuan bersama dan kinerja secara efektif dan efisien. Kontribusi tersebut dapat dilihat pada tingkat pengetahuan perawat menggunakan komunikasi therapeutik yang dapat diperankannya dalam memberikan pelayanan keperawatan. Perawat berperan sebagai sumber, penyampaian informasi terhadap internal dan eksternal yang terkait dengan pasien yang dilayaninya. Dalam pelaksanaan komunikasi therapeutik perawat senantiasa mempertimbangkan situasi dan peranan yang dilakukannya. Metode dan cara-cara berkomunikasi juga harus disesuikan dengan situasi dan waktu komunikasi itu dilakukan. Berdasarkan pemikiran diatas dapat dijelaskan bahwa makin efektif komunikasi therapeutik yang dilakukan maka makin baik kinerja perawat dalam memberikan pelayanan publik di rumah sakit. Dengan demikian dapat diduga ada hubungan yang positif antara komunikasi therapeutik dengan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit. 2.7 Landasan Teori Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005). Konsep motivasi dalam penelitian ini mengutip teori yang dikemukakan oleh Menurut McClelland seperti dikutip oleh Hasibuan (1999), hal-hal yang dapat memotivasi seseorang adalah: kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi, kebutuhan akan kekuasaan. (1) Kebutuhan akan prestasi, merupakan daya penggerak yang dapat memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu, akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreatifitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. Perawat akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan mereka diberi kesempatan untuk melakukannya. Menurut McClelland, hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi maka seseorang akan dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar. (2) Kebutuhan akan afiliasi (kerja sama), menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Kebutuhan akan afiliasi dapat Universitas Sumatera Utara merangsang gairah bekerja karyawan karena setiap orang menginginkan hal-hal: kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia tinggal dan bekerja (sense of belonging), kebutuhan akan perasaan dihormati karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance), kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement), dan kebutuhan akan perasaan untuk ikut berpartisipasi (sense of participation) dalam satu kegiatan tertentu. Seseorang dengan mengembangkan kebutuhan dirinya serta untuk berafiliasi memanfaatkan akan semua memotivasi energinya dan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. (3) Kebutuhan akan kekuasaan, merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja karyawan. Kebutuhan akan kekuasaan akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengarahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. . Komunikasi Therapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat (Mundakir, 2006). Penggunaan komunikasi therapeutik yang efektif dengan memperhatikan pengetahuan, sikap dan cara yang digunakan oleh perawat sangat besar pengaruhnya terhadap usaha mengatasi masalah psikologis pasien dengan komunikasi therapeutik pasien akan mengetahui apa yang sedang dan apa yang akan dilakukan selama di Universitas Sumatera Utara rumah sakit sehungga perasaan dan pikiran yang menimbulkan masalah psikologis dapat teratasi (Brehman, 1996). 2.8 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen Motivasi Berperestasi (1) Kebutuhan Akan Berprestasi (2) Kebutuhan Akan Afiliasi (3) Kebutuhan Akan Kekuasaan Kinerja Perawat Kemampuan Komunikasi Therapeutik (1) Pengetahuan Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian (2) Sikap (3) Tindakan Universitas Sumatera Utara