faktor maternal pada kejadian berat badan lahir rendah (bblr)

advertisement
FAKTOR MATERNAL PADA KEJADIAN BERAT BADAN
LAHIR RENDAH (BBLR) DI INDONESIA
(ANALISIS DATA RISKESDAS 2013)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh:
Rini Septiani
1111101000058
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
Skripsi, September 2015
Rini Septiani, NIM: 1111101000058
Faktor Maternal pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia
(Analisis Data Riskesdas 2013)
xv + 98 halaman, 2 bagan, 7 tabel, 2 lampiran
ABSTRAK
Indonesia, salah satu negara berkembang yang memiliki peran penting dalam
perekonomian dunia, menempati urutan ketiga sebagai negara dengan prevalensi
BBLR tertinggi setelah India dan Afrika Selatan di Tahun 2013. Perkembangan
kognitif yang lambat lebih berpotensi terjadi pada anak yang lahir dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) daripada anak yang lahir dengan berat lahir normal.
Terdapat banyak faktor yang berkaitan dengan kejadian BBLR, di mana faktor
maternal turut berpengaruh terhadap berat bayi lahir karena kondisi anak lahir
dipengaruhi oleh kesehatan, nutrisi, dan perilaku ibu selama masa kehamilan.
Namun, belum adanya penelitian di Indonesia yang memanfaatkan data Riskesdas
Tahun 2013 untuk mengetahui faktor risiko maternal terkait dengan kejadian
BBLR.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor maternal yang berhubungan
dengan kejadian BBLR di Indonesia. Desain penelitian yang digunakan adalah
cross sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder, yakni Riskesdas 2013.
Sampel penelitian ini sebanyak 25.186 anak yang lahir pada tahun 2010-2013
yang telah memenuhi kriteria penelitian. Kemaknaan hubungan dilihat
menggunakan tingkat kepercayaan 95% Confidence Interval (CI) yang diperoleh
dari uji chi square.
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa prevalensi BBLR pada anak yang
lahir tahun 2010-2013 mencapai 5,2%. Adapun usia ibu melahirkan, tingkat
pendidikan ibu, jumlah kunjungan ANC, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas,
dan riwayat melahirkan BBLR berhubungan signifikan dengan kejadian BBLR.
Oleh karena itu disarankan pada Kementerian Kesehatan agar menginstruksikan
terkait penyediaan anggaran dana sebagai sumber daya yang dapat digunakan oleh
Dinas Kesehatan untuk membuat kegiatan penyuluhan pada ibu hamil saat
pelaksanaan kelas ibu hamil dengan menggunakan sarana yang memadai seperti
pamflet ataupun alat peraga lain yang dapat membantu mempermudah penyerapan
informasi pada ibu hamil.
Daftar Bacaan :81 (1995-2015)
Kata Kunci : BBLR, faktor maternal, faktor yang berhubungan
iii
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH DEPARTMENT
SPECIALIZATION OF EPIDEMIOLOGY
Undergraduate Thesis, September 2015
Rini Septiani, NIM: 1111101000058
Maternal Factors on Low Birth Weight (LBW) Infant in Indonesia (Based on
Basic Health Survey 2013)
xiv + 98 pages, 2 charts, 7 tabels, 2 appendixs
ABSTRACT
Indonesia, as one of a developing countries that has an important role in the
world economic, took place in third ranks as the country with the highest
prevalence of Low Birth Weight (LBW) after India and South Africa in 2013.
LBW infants tend to have slower cognitive development than normal birth weight
infants. There are many factors associated with LBW, where the maternal factors
influence on birth weight because infants condition is affected by maternal health,
nutrition, and behavior during pregnancy. However, lack of research in Indonesia
which utilizes Indonesia’s Basic Health Survey (Riskesdas) 2013 to determine
maternal risk factors associated with LBW.
This study aims to determine maternal factors associated with LBW in
Indonesia. Cross sectional study is used as design study in this research. This
research uses a secondary data, Riskesdas 2013. Sample in this research are
25.186 children whom were born in 2010-2013 and eligible as criteria research.
There is a significance relationship by 95% Confidence Interval (CI) which
obtained from the chi square test.
Based on the analysis shows that the prevalence of low birth weight infants
whom were born in 2010-2013 has reached 5.2%. As for maternal age, maternal
education level, number of ANC visits, gestational age, iron tablet consumption,
parity, and history gave birth of LBW significantly associated with LBW.
Therefore, it is recommended to the Ministry of Health to instruct related to the
provision of budget funds as a resource that can be used by the Department of
Health to make the extension activities for women during pregnancy class using
pamphlets or other props that can help to understand the information on pregnant
women.
Daftar Bacaan :81 (1995-2015)
Keywords : LBW, maternal factors, associated factors
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
FAKTOR MATERNAL PADA KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR
RENDAH (BBLR) DI INDONESIA
(ANALISIS DATA RISKESDAS 2013)
Telah disetuju, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 29 September 2015
Oleh:
Rini Septiani
NIM. 1111101000058
Mengetahui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Hoirun Nisa, Ph.D
NIP. 19790427 200501 2 005
Fase Badriah, Ph.D
NIP. 19710605 200604 2 012
v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 29 September 2015
Penguji I
Ratri Ciptaningtyas, SKM, MHS
NIP. 19840404 200912 2 007
Penguji II
Yuli Amran, SKM, MKM
NIP. 19800506 200801 2 015
Penguji III
Laily Hanifah, SKM, M. Kes
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
Nama
:
Rini Septiani
TTL
:
Serang, 19 September 1992
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Agama
:
Islam
No. Hp
:
0857 7988 5348
Alamat
:
Perumnas Ciracas Indah Blok A No. 160
Rt.03/08 Serang, Banten
Alamat Email
[email protected]
B. Riwayat Pendidikan
2011- 2015
:
Mahasiswa Peminatan Epidemiologi, Program
Studi
Kesehatan
Masyarakat,
Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2008 – 2011
:
SMAN 1 Kota Serang
2005 – 2008
:
SMPN 1 Kota Serang
1999 – 2005
:
SDN XI Serang
vii
C. Pengalaman Organisasi
2013-2014
: 1. Kepala Departemen Pengembangan Sumber Daya
Manusia (PSDM) Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) FKIK
2. Anggota
Departemen
Infokom
Epidemiologi
Student Association (ESA)
2012-2013
: 1. Anggota Departemen Kaderisasi
Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) FKIK
D. Pengalaman Kepanitiaan
2014
: 1. Koordinator Kelompok Penyelenggaran Pemungutan
Suara (KPPS) FKIK pada Pemilihan Umum Raya
(Pemira) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Koordinator Mentor Orientasi Pengenalan Akademik
dan Kebangsaan (OPAK).
2013
: 1. Panitia
Orientasi
Pengenalan
Akademik
dan
Kepemimpinan
dan
Kebangsaan (OPAK).
2. Ketua
Pelaksana
Latihan
Manajemen Mahasiswa (LKMM).
2012
: 1. Panitia
Orientasi
Pengenalan
Kebangsaan (OPAK).
viii
Akademik
dan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Nikmat,
dan Karunia-Nya yang tidak terhingga kepada peneliti, sehingga dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul Faktor Maternal pada Kejadian Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2013).
Penyelesaian laporan skripsi ini didasarkan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Kedua orang tua, Asturifin dan Nurjanah, yang telah memberikan
dukungan dan motivasi serta do’a yang tiada henti untuk peneliti.
2. Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph. D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ibu Hoirun Nisa, Ph. D dan Ibu Fase Badriah, Ph. D, selaku Dosen
Pembimbing yang telah membantu peneliti menyelesaiakan penelitian ini.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI yang telah menyediakan data yang dibutuhkan untuk penelitian.
ix
6. Sofria dan Astuti, adik-adikku yang memberikan semangat serta dorongan
pada peneliti dalam proses penyelesaian laporan penelitian ini.
7. Alifia, Ika, dan Ayu yang telah menemani dan memberi semangat dalam
proses penyelesaian penelitian ini.
8. Teman-teman di Peminatan Epidemiologi 2011 yang selalu memberikan
semangat, motivasi dan meluangkan waktunya untuk berdiskusi.
9. Teman-teman di Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan semangat dan dukungan pada
peneliti.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini,
yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa penelitain ini memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, peneliti dengan lapang dada akan menerima saran dan kritik yang
dapat menyempurnakan penelitian ini. Akhir kata, peneliti berharap isi dari
penelitan ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membacannya.
Ciputat, September 2015
Peneliti
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN....................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 6
D. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7
1.
Tujuan Umum........................................................................................... 7
2.
Tujuan Khusus .......................................................................................... 7
E. Manfaat penelitian ........................................................................................ 8
F.
Ruang lingkup .............................................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 10
A. Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ............................................. 10
B. Klasifikasi Berat Bayi Baru Lahir .............................................................. 10
C. Dampak Buruk Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) .................. 11
xi
D. Faktor Penyebab Terjadinya Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ............ 12
E. Faktor Risiko Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)..................... 14
1.
Pekerjaan Ibu .......................................................................................... 15
2.
Usia Ibu Melahirkan ............................................................................... 16
3.
Pendidikan Ibu ........................................................................................ 18
4.
Kunjungan Antenatal Care (ANC)......................................................... 19
5.
Status Kurang Energi Kronis (KEK) Ibu ............................................... 23
6.
Usia Gestasi (Usia Kehamilan) .............................................................. 24
7.
Konsumsi Tablet Besi (Fe) ..................................................................... 26
8.
Sosial Ekonomi Ibu ................................................................................ 28
9.
Merokok pada Masa Kehamilan............................................................. 29
10. Paritas ..................................................................................................... 31
11. Riwayat Ibu Melahirkan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ............... 32
F.
Kerangka Teori........................................................................................... 33
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............ 34
A. Kerangka Konsep ....................................................................................... 34
B. Definisi Operasional................................................................................... 36
C. Uji Hipotesis .............................................................................................. 38
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 39
A. Desain Penelitian ........................................................................................ 39
C. Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................................... 39
D. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 40
E. Pengumpulan Data ..................................................................................... 45
xii
F.
Instrument penelitian .................................................................................. 48
G. Manajemen Data ........................................................................................ 48
H. Analisis data ............................................................................................... 52
BAB V HASIL .................................................................................................... 55
A. Prevalensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia pada
Tahun 2010-2013 ...................................................................................... 55
B. Distribusi Frekuensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah menurut Faktor
Maternal di Indonesia Tahun 2010-2013 .................................................. 55
C. Hubungan Faktor Maternal dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) di Indonesia Tahun 2010-2013 ................................................... 58
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 61
A. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 61
B. Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia Tahun 20102013 ........................................................................................................... 62
C. Karakteristik dan Hubungan Faktor Maternal pada Kejadian Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) Tahun 2010-2013 ................................................. 65
1.
Pekerjaan Ibu .......................................................................................... 65
2.
Usia Ibu Melahirkan ............................................................................... 67
3.
Pendidikan Ibu ........................................................................................ 69
4.
Kunjungan Antenatal Care ..................................................................... 71
5.
Usia Gestasi ............................................................................................ 75
6.
Konsumsi Tablet Fe................................................................................ 77
7.
Paritas Ibu ............................................................................................... 80
xiii
8.
Riwayat Ibu Melahirkan BBLR ............................................................. 83
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 85
A. Simpulan .................................................................................................... 85
B. Saran ........................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 89
LAMPIRAN ......................................................................................................... 99
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2. 1 Kerangka Teori .................................................................................. 33
Bagan 4. 1 Alur Pemilihan Sampel Penelitian ..................................................... 43
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................................ 36
Tabel 4. 1 Jumlah Sampel Penelitian berdasarkan Uji Proporsi Beda Dua Arah 42
Tabel 4. 2 Jumlah Sampel pada Masing-Masing Variabel Penelitian ................. 44
Tabel 4. 3 Variabel Penelitian .............................................................................. 48
Tabel 5. 1 Prevalensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia
Tahun 2010-2013 ............................................................................... 55
Tabel 5. 2 Frekuensi Kejadian BBLR berdasarkan Faktor Maternal di Indonesia
Tahun 2010-2013 ............................................................................... 56
Tabel 5. 3 Hubungan Faktor Maternal dengan Kejadian Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) di Indonesia Tahun 2010-2013 ............................... 58
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2013, sekitar 22 juta bayi dilahirkan di dunia, di mana 16%
diantaranya lahir dengan berat rendah (UNICEF, 2014). Sedangkan, di negara
dengan pendapatan rendah maupun menengah, diperkirakan terdapat 18 juta
bayi lahir dengan berat rendah pada tahun 2010 (Lee, dkk., 2013). Adapun
persentase Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di negara berkembang (16,5%)
dua kali lebih besar daripada di negara maju (7%) (WHO dan UNICEF, 2004).
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki peran
penting dalam perekonomian dunia, menempati urutan ketiga sebagai negara
dengan prevalensi BBLR tertinggi (11,1%), setelah India (27,6%) dan Afrika
Selatan (13,2%) (OECD dan WHO, 2013). Selain itu, Indonesia (11,1%) turut
menjadi negara ke dua dengan prevalensi BBLR tertinggi di antara negara
ASEAN lainnya, setelah Filipina (21,2%) (OECD dan WHO, 2012). Hasil
Riskesdas Tahun 2013 menunjukkan prevalensi BBLR di Indonesia sebesar
10,2%, di mana angka tersebut lebih rendah daripada hasil Riskesdas Tahun
2010 (11,1%) (BPPK, 2013). Namun, penurunan prevalensi tersebut
menunjukkan tidak adanya perubahan yang signifikan pada kejadian BBLR.
Bayi
dengan
berat
badan
lahir
rendah
berpotensi
mengalami
perkembangan kognitif lebih lambat dibandingkan dengan bayi berat badan
lahir normal (Boulet, dkk., 2011). Di samping itu, BBLR berisiko 20 kali lebih
1
2
besar meninggal selama masa pertumbuhan jika dibandingkan dengan bayi
dengan berat badan lahir normal (OECD dan WHO, 2012). Kejadian BBLR
turut berkonstribusi sebesar 60%-80% terhadap kematian neonatal, sehingga
dapat memberi pengaruh secara tidak langsung terhadap angka kematian bayi
(Lawn, dkk., 2005; WHO, 2015b). Selain itu, angka kematian bayi cenderung
meningkat seiring dengan peningkatan insiden BBLR di suatu negara (OECD
dan WHO, 2012).
Penelitian Huxley, dkk. (2007) menemukan bahwa adanya hubungan
antara berat lahir dengan faktor risiko penyakit jantung iskemik, di mana
kenaikan berat lahir lebih dari 1 kg pada bayi baru lahir dapat menurunkan
risiko terjadinya penyakit jantung iskemik sebesar 10-20%. Hal tersebut sejalan
dengan penelitian Risnes, dkk. (2011) yang menunjukkan adanya hubungan
yang berlawanan antara berat lahir dengan risiko kematian
akibat
kardiovaskuler. Bila setiap tahun diperkirakan 350.000 bayi lahir dengan berat
lahir rendah di Indonesia, maka akan ada 350.000 calon penderita penyakit
degeneratif setiap tahunnya (Pramono dan Putro, 2009).
BBLR dapat disebabkan oleh bayi lahir prematur maupun retardasi
pertumbuhan dalam rahim/IUGR (Intrauterine growth restriction) (OECD dan
WHO, 2012; Stanfordchildren.org, 2014; Behrman, dkk., 2000). Di samping
hal tersebut, BBLR dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks dan
saling berkaitan satu sama lain dan faktor maternal pun diketahui turut
mempengaruhi berat bayi saat lahir (Viswanatha, dkk., 2014).
3
Berdasarkan hasil penelitian Yuliva, dkk. (2009) diketahui bahwa ada
hubungan antara status pekerjaan ibu dan usia gestasional terhadap kejadian
BBLR. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Viengsakhone, dkk. (2010)
yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan BBLR.
Namun, penelitian Vrijkotte, dkk. (2009) menemukan tidak ada hubungan
antara pekerjaan ibu selama masa kehamilan dengan berat bayi yang
dilahirkan. Selain itu, usia kehamilan < 36 minggu merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap BBLR (Mumbare, dkk., 2012). Akan tetapi, hasil
penelitian tersebut berlawanan dengan hasil penelitian Jammeh, dkk. (2011).
Penelitian lainnya menemukan bahwa ibu yang tidak melakukan
kunjungan antenatal, bahkan jumlah kunjungan yang kurang, dapat
meningkatkan
risiko
ibu
melahirkan
bayi
BBLR
(Khanal,
2014;
Dharmalingam, 2010). Namun, penelitian Jammeh, dkk. (2011) menunjukkan
tidak ada hubungan antara kunjungan antenatal dengan terjadinya BBLR. Hal
lain yang turut berpengaruh terhadap BBLR adalah konsumsi tablet Fe selama
masa kehamilan (Khanal, 2014). Akan tetapi, berdasarkan penelitian TorresArreola, dkk. (2005) di Mexico menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
konsumsi tablet Fe dengan berat bayi lahir.
Di sisi lain, usia ibu melahirkan yang kurang dari 20 tahun dapat
mempengaruhi terjadinya BBLR (Badshah, dkk., 2008; Ganesh Kumar, dkk.,
2010). Namun, berdasarkan penelitian Frederick, dkk. (2008) diketahui bahwa
tidak ada hubungan antara usia ibu melahirkan dengan berat bayi saat
dilahirkan. Sedangkan penelitian Borders, dkk. (2007) menunjukkan bahwa
4
semakin tua usia ibu melahirkan, maka risiko melahirkan bayi BBLR semakin
tinggi. Namun, penelitian Dharmalingam, dkk. (2010) menunjukkan bahwa
ibu yang melahirkan di usia 20-24 tahun lebih berisiko melahirkan bayi BBLR
daripada wanita yang melahirkan di usia lebih dari 25 tahun.
Tingkat pendidikan ibu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian BBLR (Rahayu, 2013; Metgud, dkk., 2012) . Sedangkan, berdasarkan
penelitian Frederick, dkk. (2008) menemukan bahwa tidak ada hubungan
antara tingkat pendidikan dengan berat bayi yang dilahirkan, di mana hal
tersebut sejalan dengan hasil penelitian Khanal, dkk. (2014). Selain itu, pada
ibu dengan paritas tinggi dapat menyebabkan tempat implantasi plasenta pada
dinding rahim tidak sempurna lagi, sehingga pertumbuhan plasenta dan janin
akan terganggu (Hapisah, dkk., 2010). Namun, berdasarkan penelitian Yuliva,
dkk. (2009) diketahui bahwa paritas tidak memiliki hubungan dengan kejadian
BBLR. Di samping itu, penelitian di Malaysia menemukan hubungan yang
signifikan antara ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR dengan
kejadian BBLR (Sutan, dkk., 2014).
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa faktor maternal
memiliki peran penting, di samping faktor lain yang turut mempengaruhi
kejadian BBLR. Faktor maternal tersebut dapat berkaitan dengan konsep
continuum of care maternal, newborn and child health yang menekankan
hubungan antara kurang gizi dan kematian ibu, bayi baru lahir maupun anak
(UNICEF, 2008). Menurut konsep continuum tersebut, seluruh wanita harus
memiliki akses terhadap pilihan kesehatan reproduksi dan perawatan selama
5
masa kehamilan maupun melahirkan, serta seluruh bayi harus mampu tumbuh
menjadi anak-anak yang bertahan hidup dan berkembang dengan baik (Kerber,
dkk., 2007).
Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah
kejadian BBLR pada generasi berikutnya adalah melalui intervensi pada
kesehatan maternal, terutama selama masa kehamilan. Hal tersebut
dikarenakan perkembangan fisik dan kognitif pada bayi maupun anak-anak
dipengaruhi oleh kesehatan, nutrisi, dan perilaku ibu selama masa kehamilan
(CDC, 2015). Namun, sampai saat ini belum ada penelitian di Indonesia yang
memanfaatkan data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 untuk mengetahui
faktor risiko maternal terkait dengan kejadian BBLR, sehingga peneliti tertarik
untuk melakukan analisis lebih lanjut mengenai faktor risiko maternal
terjadinya BBLR di Indonesia dengan menggunakan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) Tahun 2013.
B. Rumusan Masalah
Berat Badan Lahir Redah (BBLR) masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang dengan prevalensi kejadian BBLR tertinggi di dunia. Hasil
Riskesdas Tahun 2013 menunjukkan prevalensi BBLR di Indonesia sebesar
10,2%, di mana angka tersebut lebih rendah daripada hasil Riskesdas Tahun
2010 (11,1%). Namun, penurunan prevalensi tersebut tidak menunjukkan
adanya perubahan yang signifikan pada kejadian BBLR. Salah satu dampak
6
buruk yang disebabkan oleh kejadian BBLR adalah peningkatan risiko
penyakit degeneratif pada saat dewasa jika dibandingkan dengan bayi berat
lahir normal.
Faktor maternal diketahui turut berkonstribusi pada kejadian BBLR. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa usia ibu melahirkan, pekerjaan ibu, pendidikan
ibu, antenatal care, status gizi ibu, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan
riwayat ibu melahirkan BBLR berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Oleh
karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian
BBLR pada generasi berikutnya adalah melalui intervensi pada kesehatan
maternal, karena kondisi anak pada saat dilahirkan sangat bergantung pada
kondisi ibu sebelum maupun selama masa kehamilan. Namun, belum ada
penelitian di Indonesia yang memanfaatkan data Riset Kesehatan Dasar Tahun
2013 untuk mengetahui faktor risiko maternal terhadap kejadian BBLR,
sehingga penelitian mengenai faktor maternal pada kejadian BBLR di
Indonesia dengan menggunakan data Riskesdas Tahun 2013 perlu dilakukan.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana distribusi kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013?
2. Bagaimana distribusi frekuensi faktor maternal (pekerjaan ibu, usia ibu,
pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan
riwayat ibu melahirkan BBLR) pada kejadian BBLR di Indonesia tahun
2010-2013?
7
3. Apakah terdapat hubungan antara faktor maternal (pekerjaan ibu, usia ibu,
pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan
riwayat ibu melahirkan BBLR) pada kejadian BBLR di Indonesia tahun
2010-2013?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor maternal yang berhubungan dengan kejadian BBLR
di Indonesia berdasarkan data Riskesdas Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya distribusi kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013.
b. Diketahuinya distribusi frekuensi faktor maternal (pekerjaan ibu, usia
ibu, pendidikan ibu, antenatal care, status kurang energi kronis (KEK)
ibu, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan riwayat ibu melahirkan
BBLR) pada kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013.
c. Diketahuinya hubungan antara faktor maternal (pekerjaan ibu, usia ibu,
pendidikan ibu, antenatal care, status kurang energi kronis (KEK) ibu,
usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan riwayat ibu melahirkan
BBLR) dengan kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013.
8
E. Manfaat penelitian
1. Bagi Kementrian Kesehatan di Indonesia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam
pembuatan program pencegahan kejadian BBLR melalui intervensi pada
kesehatan maternal.
2. Bagi Dinas Kesehatan di Indonesia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam memberikan
intervensi yang tepat dalam menyelesaikan masalah BBLR di masingmasing wilayah kerja dinas kesehatan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan referensi terkait faktor
maternal sebagai risiko dari kejadian BBLR di Indonesia sebagai dasar
pengembangan penelitian lebih lanjut.
F. Ruang lingkup
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain
studi cross sectional menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor maternal yang
berhubungan dengan kejadian BBLR di Indonesia. Populasi dalam penelitian
ini adalah anak yang dilahirkan pada Januari 2010 hingga dilakukannya
Riskesdas 2013. Sedangkan, sampel dalam penelitian ini adalah subjek yang
memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi (eligible) ada sebanyak 25.186
anak. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminatan epidemiologi
9
program studi kesehatan masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan analisis lanjutan dari data Riskesdas tersebut dilaksanakan pada bulan JuliAgustus 2015.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Berat lahir adalah berat pertama janin atau bayi baru lahir yang diperoleh
setelah lahir. Untuk kelahiran hidup, berat lahir sebaiknya diukur dalam satu
jam pertama kehidupan, sebelum terjadinya penurunan berat badan yang
signifikan setelah melahirkan (WHO, 2004). WHO mendefinisikan BBLR
adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram (WHO, 2004).
Adapun pengertian BBLR menurut Kementerian Kesehatan RI (2010a) adalah
bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram yang ditimbang
pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir. BBLR merupakan
indikator yang penting untuk mengukur kesehatan bayi karena adanya
hubungan antara berat lahir dengan kematian maupun kesakitan pada bayi
(OECD dan WHO, 2013).
B. Klasifikasi Berat Bayi Baru Lahir
Menurut Wong, dkk. (2008) terdapat beberapa klasifikasi berat bayi lahir
berdasarkan ukuran, yakni:
1. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang berat badannya
kurang dari 2500 g, tanpa memperhatikan usia gestasi.
2. Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi yang berat
badannya kurang dari 1500 g.
10
11
3. Bayi berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) adalah bayi yang berat
badan lahirnya kurang dari 1000 g.
C. Dampak Buruk Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) menjadi salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap kesakitan, kematian, maupun kecacatan pada saat
bayi maupun anak-anak, serta dalam waktu yang cukup lama turut berpengaruh
terhadap kesehatan ketika dewasa (WHO, 2014). Bayi BBLR memiliki risiko
kematian yang tinggi selama bulan maupun tahun pertama kehidupannya
(UNICEF, 2006). Tubuh bayi yang kecil dan tidak cukup kuat, seringkali
mengalami kesulitan dalam mengonsumsi makanan, meningkatkan berat
badan, dan melawan berbagai penyakit infeksi yang menyerang.
Selain itu, bila dibandingkan dengan bayi berat badan lahir normal, bayi
berat badan lahir rendah cenderung akan mengalami perkembangan kognitif
yang lambat dan berdasarkan hasil penelitian diketahui dalam jangka panjang,
bayi tersebut dapat mengalami penyakit kronis serta penurunan fungsi tubuh
pada masa anak-anak (Boulet, dkk., 2011). Berdasarkan penelitian Frontini,
dkk. (2004) dengan mengontrol variabel ras dan jenis kelamin, diketahui
bahwa berat badan lahir rendah berhubungan dan dapat memperburuk tekanan
darah sistolik, trigliserida dan glukosa, di mana hubungan tersebut dapat
diperburuk dengan peningkatan usia.
Bayi BBLR memiliki hubungan dalam peningkatan angka kejadian
hipertensi, penyakit jantung, stroke, dan diabetes (Longo-Mbenza, dkk., 2010;
12
WHO, 2005). Hal tersebut karena berat badan lahir yang rendah dapat
dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi glukosa dan peningkatan risiko
intoleransi glukosa ketika dewasa (Norris, dkk., 2012). Selain itu, berdasarkan
penelitian Huxley, dkk. (2007) diketahui bahwa terdapat hubungan yang
konsisten antara kenaikan 1 kg berat lahir dengan penurunan risiko sebesar
10%-20% terhadap kejadian jantung iskemik.
D. Faktor Penyebab Terjadinya Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Pada tahun 2012, resolusi dari World Health Assembly ke-65 terkait
dengan target nutrisi global pada tahun 2025 adalah mendukung rencana
implementasi secara komprehensif terhadap kebutuhan nutrisi maternal, bayi
dan anak-anak yang salah satu tujuannya adalah penurunan kejadian bayi berat
lahir rendah sebesar 30% (WHO, 2012). Pada tahun 2010 di negara dengan
pendapatan rendah, diperkirakan sebanyak 18 juta bayi dengan berat lahir
rendah dan 41% diantaranya merupakan bayi lahir prematur (Lee, dkk., 2013).
Penyebab utama pada kejadian bayi lahir sangat rendah adalah kelahiran
prematur (lahir <37 minggu dan sering kali <30 minggu masa gestasi) dan
masalah retardasi pertumbuhan intrauteri atau intrauterine growth restriction
(IUGR) (University of California, 2004; OECD dan WHO, 2012; Behrman,
dkk., 2000). Di samping hal tersebut, penyebab insiden BBLR dapat
disebabkan oleh berbagai faktor kompleks yang saling berkaitan satu sama
lain, di mana faktor maternal pun diketahui turut mempengaruhi berat bayi saat
lahir (Viswanatha, dkk., 2014).
13
Penelitian Badshah, dkk. (2008) menunjukkan bahwa bayi yang
dilahirkan prematur 6,4 kali lebih berisiko mengalami BBLR daripada bayi
tidak prematur. Banyak dari bayi berat badan lahir sangat rendah dalam kondisi
IUGR adalah prematur dan secara fisik terlihat relatif lebih kecil serta belum
dewasa secara psikologis (University of California, 2004). Bayi prematur yang
BBLR berdasarkan umur kehamilan pretermnya, seringkali dihubungkan
dengan keadaan medis, di mana kurangnya kemampuan uterus untuk
mempertahankan janin, gangguan pada perjalanan kehamilan, pelepasan
plasenta prematur, rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraktil efektif
pada uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan (Behrman, dkk.,
2000).
Adapun infeksi bakteri dapat terjadi pada cairan amnion dan ketuban
(korioamniositis) yang dapat memicu kelahiran prematur. Selain itu, produkproduk bakteri tertentu dapat merangsang produksi sitokinin lokal yang dapat
menimbulkan kontraksi uterus prematur atau respon peradangan lokal akibat
ketuban pecah. Terapi antibiotik yang tepat dapat mengurangi risiko infeksi
pada janin dan dapat memperpanjang kehamilan, namun penggunaan agonis
reseptor b-simpatomimetik (ritodrin, terbutalin) tidak dapat mencegah
kelahiran prematur (Behrman, dkk., 2000).
Kelahiran prematur dan IUGR tersebut merupakan salah satu penyebab
langsung yang berkaitan dengan faktor risiko kematian neonatal, terutama
karena berhubungan dengan penyakit infeksi (Lawn, dkk., 2005). IUGR
dihubungkan dengan keadaan medik yang menggaggu sirkulasi dan efisiensi
14
plasenta, perkembangnan atau pertumbuhan janin atau kesehatan umum dan
nutrisi ibu (Behrman, dkk., 2000). IUGR mungkin merupakan respon janin
normal terhadap kehilangan nutrisi atau oksigen. Dengan demikian, hal
tersebut dapat menyebabkan kelahiran preterm yang ditandai oleh perlunya
persalinan awal karena lingkungan intrauteri berpotensi merugikan kesehatan
janin (Behrman, dkk., 2000).
Pada pemeriksaan darah dari umbilicus saat operasi seksio sesarea
didapatkan konsentrasi glukosa, asam amino esensial, lemak trigliserin,
kolestrol Low density lipoprotein dan kolestrol total, vitamin, elektrolit lebih
tinggi dari darah ibu atau sebanding. Hal tersebut menunjukkan aliran menuju
janin terjamin baik. Plasenta memegang peranan penting sebagai perantara
nutrisi, oksigen, dan lainnya dari ibu untuk dapat mencukupi segala kebutuhan
janin, sehingga tumbuh kembang janin dapat sesuai dengan umur kehamilan
(Manuaba, dkk., 2007). Kegagalan aliran nutrisi sebagai akibat gangguan
tumbuh kembang plasenta akan menyebabkan gangguan tumbuh kembang
janin dalam rahim dan menimbulkan hasil, berupa persalinan prematurnitas
atau sesuai untuk massa kehamilan (SMK) maupun tumbuh kembang
terhambat atau kecil untuk masa kehamilan (KMK) (Wong, dkk., 2008;
Manuaba, dkk., 2007).
E. Faktor Risiko Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Pada tahun 2010, sebanyak 1% bayi dilahirkan dengan berat kurang dari
2500 gram dan sebanyak 22% bayi dilahirkan dengan berat di bawah 1.500
15
gram dan tidak dapat bertahan hidup dalam tahun pertamanya (Martin, dkk.,
2013). Terdapat faktor risiko maternal yang memengaruhi kejadian BBLR,
adapun beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Pekerjaan Ibu
Penelitian Syarifuddin, dkk. (2011) menunjukkan bahwa rata-rata
berat lahir bayi pada kelompok ibu bekerja lebih rendah dibandingkan
dengan rata-rata berat lahir bayi dari ibu yang tidak bekerja. Hasil uji
statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada rata-rata berat
lahir bayi antara kelompok ibu bekerja dengan kelompok ibu tidak bekerja.
Selain itu, ibu yang bekerja berisiko 2.41 kali lebih besar melahirkan
BBLR dari pada ibu rumah tangga (Aminian, dkk., 2014).
Sedangkan, penelitian Viengsakhone, dkk. (2010) menemukan bahwa
wanita hamil yang memiliki pekerjaan fisik berat (buruh) berisiko 5 kali
lebih besar melahirkan BBLR daripada wanita pekerja kantoran ataupun
ibu rumah tangga. Hal tersebut dapat disebabkan oleh jam kerja yang
panjang, aktivitas fisik yang lebih tinggi, beban kerja yang berat dapat
menimbulkan ancaman bagi pekerja yang hamil. Selain itu, jenis pekerjaan
yang berat dapat memicu pelepasan hormon stres, seperti norepinefrin dan
kortisol, yang mengganggu pertumbuhan janin sebagai akibat dari
kerusakan hypothalamic pituitary axis (HPA) yang sangat merugikan
selama trimester pertama (Vrijkotte, dkk., 2009).
Berdasarkan penelitian Niedhammer, dkk. (2009) diketahui bahwa
lama waktu kerja lebih dari 40 jam per minggu dan shift waktu kerja pada
16
ibu hamil memiliki hubungan dengan kejadian BBLR. Penelitian Aminian,
dkk. (2014) menunjukkan bahwa usia kehamilan kurang dari 37 minggu
sering terjadi pada ibu yang bekerja dan rerata berat bayi lahir berbading
terbalik dengan lama waktu ibu bekerja. Selain itu, hal tersebut juga turut
dipengaruhi oleh durasi waktu berdiri ibu selama bekerja dalam sehari. Hal
tersebut sejalan dengan hasil penelitian Viengsakhone, dkk. (2010) yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan BBLR.
Namun, penelitian Pramono dan Putro (2009) berdasarkan data Riskesdas
2007 menemukan bahwa tidak ada hubungan antara status bekerja dengan
kejadian BBLR.
2.
Usia Ibu Melahirkan
Pada penelitian Khatun dan Rahman (2008) menemukan bahwa
kejadian BBLR banyak terjadi pada ibu yang melahirkan di usia <19 tahun
dan >30 tahun, sedangkan usia 20-29 tahun merupakan usia ibu yang
optimum untuk melahirkan bayi dengan berat badan normal. Namun,
penelitian Dharmalingam, dkk. (2010) menunjukkan bahwa ibu yang
melahirkan di usia 20-24 tahun lebih berisiko melahirkan bayi BBLR
daripada wanita yang melahirkan di usia lebih dari 25 tahun. Sedangkan
pada penelitian Syarifuddin, dkk. (2011), didapatkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan rata-rata berat badan lahir bayi antara ibu yang
berada pada kelompok umur < 20 tahun dan atau > 35 tahun dengan
kelompok ibu yang berumur antara 20-34 tahun. Akan tetapi, berdasarkan
17
penelitian Viengsakhone, dkk. (2010) diketahui bahwa usia ibu melahirkan
<18 tahun berisiko 8 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR.
Usia ibu melahirkan yang kurang dari 20 tahun dilaporkan turut
mempengaruhi terjadinya BBLR (Badshah, dkk., 2008; Ganesh Kumar,
dkk., 2010). Usia muda untuk menjadi seorang ibu seringkali membuat
para ibu muda tersebut kekurangan pengetahuan, pendidikan, pengalaman,
pendapatan dan kekuatan dibandingkan dengan ibu yang lebih tua. Pada
beberapa budaya di masyarakat, menjadi ibu di usia yang muda harus
menanggung efek dari sikap menghakimi dan seringkali membuat situasi
yang sudah sulit menjadi lebih buruk (WHO, 2015a). Namun, berdasarkan
penelitian Frederick, dkk. (2008) diketahui bahwa tidak ada hubungan
antara usia ibu melahirkan dengan berat bayi saat dilahirkan.
Sedangkan penelitian Borders, dkk. (2007) menunjukkan bahwa
semkin tua usia ibu melahirkan, maka risiko melahirkan bayi BBLR
semakin tinggi. Usia ibu melahirkan yang terlalu tua juga dapat
menimbulkan masalah bagi kesehatan ibu maupun anak. Berdasarkan
penelitian Tabcharoen, dkk. (2009) diketahui bahwa usia ibu melahirkan ≥
40 tahun merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
BBLR.
Namun, hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian Shaikh, dkk.
(2012) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu
melahirkan ≥ 40 tahun dengan kejadiaan BBLR. Umumnya kehamilan
pada wanita usia lanjut dapat disebakan oleh perubahan gaya hidup, karena
18
banyak wanita lebih memfokuskan diri untuk melanjutkan pendidikan dan
meniti karir, sehingga menunda pernikahan maupun memiliki anak
(Tabcharoen, dkk., 2009).
3.
Pendidikan Ibu
Berdasarkan penelitian Syarifuddin, dkk. (2011) diketahui bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata berat lahir bayi antara ibu
yang berpendidikan rendah dengan ibu yang berpendidikan tinggi. Selain
itu penelitian Khatun dan Rahman (2008) juga menunjukkan hubungan
yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian BBLR.
Tingkat pendidikan seringkali dihubungkan dengan tingkat sosial ekonomi
dalam konteks kesehatan, di mana tingkat pendidikan yang rendah dapat
membatasi sesorang untuk mendapatkan pekerjaan (Abu-Saad dan Fraser,
2010).
Namun, hasil tersebut berbeda dengan penelitian Torres-Arreola, dkk.
(2005) di mana tingkat pendidikan ibu tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan kejadian BBLR. Selain itu, penelitian Frederick, dkk.
(2008) menemukan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan
dengan berat bayi yang dilahirkan, di mana hal tersebut sejalan dengan
hasil penelitian Khanal, dkk. (2014).
19
4.
Kunjungan Antenatal Care (ANC)
Antenatal care adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan professional kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai
dengan standar pelayanan antenatal care seperti ditetapkan dalam buku
pedoman pelayanan antenatal. Standar pelayanan yang harus diberikan
tenaga kesehatan pada antenatal care terdiri dari (Kementerian Kesehatan
RI, 2010b):
a. Timbang berat badan
Penimbangan berat badan dilakukan setiap kali kunjungan antenatal
untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan
berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang
dari 1 kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan
pertumbuhan janin.
b. Ukur lingkar lengan atas (LiLA)
Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk skrining
ibu hamil berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energi kronis
disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah
berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) di mana LiLA kurang dari
23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK dapat melahirkan bayi berat badan
lahir rendah (BBLR).
20
c. Ukur tekanan darah
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90
mmHg) pada kehamilan dan pre-eklampsia.
d. Ukur tinggi fundus uteri
Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak
dengan umur kehamilan. Standar pengukuran menggunakan pita
pengukur setelah kehamilan 24 minggu.
e. Hitung denyut jantung janin (DJJ)
Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap
kali kunjungan antenatal. DJJ yang lambat kurang dari 120/menit atau
DJJ yang cepat lebih dari 160/menit menunjukkan adanya gawat janin.
f. Tentukan presentasi janin
Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan
selanjutnya
setiap
kali
kunjungan
antenatal.
Pemeriksaan
ini
dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III
bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke
panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah
lain.
g. Beri imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus
mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil di
21
skrining status imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu
hamil disesuai dengan status imunisasi ibu.
h. Beri tablet tambah darah (tablet besi)
Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat
tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak
kontak pertama.
i. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal, meliputi
pemeriksaan golongan darah, pemeriksaan kadar hemoglobin darah
(Hb), pemeriksaan protein dalam urin, pemeriksaan kadar gula darah,
pemeriksaan darah Malaria, pemeriksaan tes Sifilis, pemeriksaan HIV,
pemeriksaan BTA
j. Tatalaksana/penanganan Kasus
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal dan hasil pemeriksaan
laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus
ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan.
Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani akan dirujuk sesuai dengan
sistem rujukan.
k. KIE efektif
KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang meliputi
kesehatan ibu, perilaku hidup bersih dan sehat, peran suami/keluarga
dalam kehamilan dan perencanaan persalinan, tanda bahaya pada
kehamilan, persalinan dan nifas, asupan gizi seimbang, gejala penyakit
22
menular dan tidak menular, penawaran untuk melakukan konseling dan
testing HIV di daerah tertentu (risiko tinggi), Inisiasi Menyusu Dini
(IMD) dan pemberian ASI ekslusif, KB paska persalinan, dan
imunisasi.
Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama masa
kehamilan, dengan distribusi yang dianjurkan:
a. Minimal 1 kali pada trimester pertama (kehamilan hingga 12 minggu)
b. Minimal 1 kali pada trimester kedua (>12 – 24 minggu)
c. Minimal 2 kali pada trimester ketiga (setelah 24 – 36 minggu)
Kunjungan antenatal bisa lebih dari 4 kali sesuai dengan kebutuhan dan
jika ada keluhan, penyakit atau gangguan kehamilan, di mana kunjungan
tersebut termasuk dalam K4.
Pelaksanaan
kegiatan
ANC
memiliki
peran
penting
untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan anak, karena kunjungan ANC merupakan
salah satu sumber utama ibu mendapatkan tablet Fe dan edukasi mengenai
kebutuhan nutrisi yang penting selama masa kehamilan (Balarajan, dkk.,
2013). Penelitian di Brazil diketahui bahwa jumlah kunjungan antenatal
berhubungan dengan kejadian BBLR (95% CI 1.32-2.34) setelah dikontrol
dengan usia kehamilan (Fonseca, dkk., 2014). Hal tersebut juga sejalan
dengan penelitian lainnya, di mana ibu yang tidak melakukan kunjungan
antenatal, bahkan jumlah kunjungan yang kurang, dapat meningkatkan
risiko ibu melahirkan bayi BBLR (Dharmalingam, 2010). Adapun menurut
penelitian case control yang dilakukan Syarifuddin, dkk. (2011) diketahui
23
bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara ANC
dengan kejadian BBLR (p value = 0,014). Selain itu, penelitian Khanal,
dkk. (2014) menemukan bahwa kunjungan antenatal memiliki hubungan
dengan kejadian BBLR berdasarkan data survei kesehatan Nepal Tahun
2006 dan 2011. Ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal berisiko
dua kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR. Namun, penelitian
Jammeh, dkk. (2011) dan Torres-Arreola, dkk. (2005) menunjukkan tidak
adanya hubungan antara kunjungan antenatal dengan terjadinya BBLR.
Hal tersebut dapat dikarenakan mayoritas ibu yang memiliki bayi BBLR
maupun berat lahir normal, keduanya melakukan kunjungan antenatal.
5.
Status Kurang Energi Kronis (KEK) Ibu
Memahami hubungan antara nutrisi maternal dengan dampak
kelahiran mungkin dapat dijadikan sebagai dasar dalam perkembangan
jenis intervensi terhadap pemenuhan kebutuhan zat gizi maternal, di mana
kebutuhan gizi tersebut dapat meningkatkan bayi sehat yang dilahirkan
dan menurunkan angka kematian, kesakitan maupun biaya pelayanan
kesehatan (Abu-Saad dan
Fraser, 2010). Kondisi asupan nutrisi saat
kehamilan yang buruk merupakan salah satu faktor risiko melahirkan bayi
berat badan lahir rendah (Martin, dkk., 2013). Adapun hal yang
mempengaruhi kondisi bayi lahir pada ibu yang kurang nutrisi adalah
status sosial ekonomi, di mana tingkat sosial ekonomi yang berbeda turut
24
memberi pengaruh terhadap konsumsi makanan maupun nutrisi sehari-hari
ibu (Han, dkk., 2011; Abu-Saad dan Fraser, 2010; Behrman, dkk., 2000).
Salah satu indikator untuk mengetahui status gizi ibu adalah melalui
ukuran lingkar lengan atas (LiLA) ≤ 23,5 cm, di mana hal tersebut dapat
digunakan untuk mengetahui keadaan kekurangan energi dalam waktu
lama (kronis) pada wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil (Kementerian
Kesehatan RI, 2010a). Berdasarkan penelitian Syarifuddin, dkk. (2011)
diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Kurang Energi
Kronis (KEK) terhadap kejadian BBLR, di mana ibu hamil yang menderita
KEK berisiko empat kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu hamil
yang tidak KEK.
Hal tersebut pun sejalan dengan hasil penelitian Nasreen, dkk. (2010)
yang menyatakan ada hubungan antara malnutrisi pada ibu hamil dengan
kejadian BBLR, di mana pada penelitian tersebut status malnutrisi ibu di
ukur berdasarkan LiLA <22cm. Namun, penelitian Badshah, dkk. (2008)
menunjukkan bahwa status gizi ibu yang diukur berdasarkan indeks massa
tubuh (IMT) tidak behubungan dengan kejadian BBLR.
6.
Usia Gestasi (Usia Kehamilan)
Usia gestasi (usia kehamilan) adalah istilah umum yang digunakan
selama
masa
kehamilan
untuk
menggambarkan
seberapa
jauh
perkembangan kehamilan tersebut dan diukur dalam satuan minggu, sejak
hari pertama siklus menstrual wanita hingga waktu tertentu (National
25
Institute of Health, 2013). Pada masa gestasi ini dibutuhkan nutrisi yang
cukup memenuhi kebutuhan nutrisi bagi perkembangan janin yang
sempurna (Abu-Saad dan
Fraser, 2010). Adapun klasifikasi bayi
berdasarkan usia gestasi adalah sebagai berikut (Hatfield, 2014):
a) Preterm infant atau bayi prematur, yaitu bayi yang lahir pada usia
tidak mencapai 37 minggu.
b) Term infant atau bayi cukup bulan (mature/aterm), yaitu bayi yang
dilahirkan pada umur kehamilan antara 37-42 minggu.
c) Post term infant atau bayi lebih bulan (posterm/postmature), yaitu bayi
yang lahir pada usia kehamilan sesudah 42 minggu.
Berdasarkan penelitian Yuliva, dkk. (2009) di RSUP DR. M. Djamil
Padang diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia
kehamilan dengan berat lahir bayi (p value=0.038) dan hal tersebut
menunjukan hubungan yang kurang kuat (r=0.113) serta berpola positif.
Artinya semakin tua umur kehamilan, maka semakin berat bayi yang
dilahirkan dan sebaliknya, apabila semakin muda umur kehamilan
berpotensi
menyebabkan
kurang
sempurna
pertumbuhan
dan
perkembangan dari organ-organ tubuh janin didalam kandungan yang
berakibat berat bayi yang dilahirkan akan berkurang. Selain itu, usia
kehamilan < 36 minggu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
BBLR (Mumbare, dkk., 2012). Akan tetapi, hasil penelitian tersebut
berlawanan dengan hasil penelitian Jammeh, dkk. (2011), di mana bayi
26
yang dilahirkan pada usia < 37 minggu tidak berhubungan dengan kejadian
BBLR.
7.
Konsumsi Tablet Besi (Fe)
Kebutuhan terhadap zat besi akan terus meningkat seiring dengan
perkembangan kehamilan. Oleh karena itu dibutuhkan asupan zat besi
tambahan
untuk
memenuhi
kebutuhan
tersebut,
yakni
dengan
mengonsumsi tablet Fe selama masa kehamilan. Berdasarkan penelitian
Khanal, dkk. (2014) dengan membandingkan peran antenatal care dan
pemberian tablet Fe dalam mencegah BBLR di Nepal melalui survei tahun
2006 dan 2011, diketahui bahwa konsumsi tablet Fe memiliki hubungan
yang positif terhadap kejadian BBLR. Ibu yang tidak mengonsumsi tablet
Fe selama masa kehamilan berisiko dua kali lebih besar untuk melahirkan
bayi berat badan rendah daripada ibu yang rutin mengonsumsi tablet Fe.
Absorpsi besi yang berasal dari makanan berkisar antara 10-15%
bergantung pada sumber zat besinya. Zat besi hem yang berasal dari
makanan hewani lebih banyak dan dapat langsung diabsorpsi karena
berbentuk ferro daripada zat besi non heme yang berbentuk ferri dari
makanan nabati (Utama, dkk., 2013). Konsumsi sayur, terutama sayuran
hijau akan memberikan konstribusi zat besi (non hem) yang juga berperan
dalam peningkatan kadar Hb.
Absorpsi zat besi non hem dapat ditingkatkan apabila terdapat kadar
vitamin C yang cukup, di mana vitamin C dapat merubah bentuk feri
27
menjadi bentuk fero yang lebih mudah diserap tubuh (Robbins, 2007;
Utama, dkk., 2013). Oleh karena itu, seringkali dianjurkan untuk
mengonsumsi makanan sumber vitamin C tiap kali mengonsumsi tablet
besi. Sumber vitamin C yang baik adalah buah, tomat, paprika hijau dan
merah, brokoli, kembang kol, bayam, dan stroberi (Francis-Cheung, 2008).
Namun, perlu terdapat beberapa zat dalam makanan yang dapat
menghambat penyerapan zat besi, diantaranya adalah tannin dalam the,
fitat, oksalat dalam sayuran hijau, serta polifenol dalam kedelai dan serat
makanan.zat besi dengan senyawwa tersebut, akan membentuk senyawa
kompleks yang sulit untuk diserap usus (Anwar dan Khomsan, 2009).
Adapun risiko defisiensi zat besi akan semakin besar selama masa
kehamilan, terutama pada wanita dengan tingkat sosial ekonomi rendah
(Abu-Saad dan
Fraser, 2010). Namun, berdasarkan penelitian Torres-
Arreola, dkk. (2005) di Mexico menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara konsumsi tablet besi dengan berat bayi lahir, di mana hal tersebut
dapat disebabkan tidak adanya perbedaan proporsi bayi BBLR maupun
tidak BBLR pada ibu yang mengonsumsi tablet Fe saat hamil.
Kurangnya
asupan
zat
besi
selama
masa
kehamilan
dapat
menyebabkan terjadinya anemia saat hamil yang berpengaruh secara
signifikan terhadap usia kehamilan yang lebih cepat dan meningkatkan
kejadian bayi lahir prematur, namun dampak buruk tersebut dapat dicegah
melalui konsumsi tablet Fe pada masa kehamilan (Bánhidy, dkk., 2011).
Adapun berdasarkan hasil penelitian (Balarajan, dkk., 2013) melalui
28
analisis multivariat diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara
konsumsi tablet Fe dengan kejadian BBLR setelah mengontrol faktor
sosioekonomi maupun kunjungan antenatal. Pada penelitian tersebut, lebih
dari setengah wanita hamil yang menjadi sampel mengalami anemia, di
mana konanggaran
8.
Sosial Ekonomi Ibu
Rata-rata berat lahir bayi pada ibu dengan status sosial ekonomi tinggi
lebih berat dibandingkan dengan rata-rata berat lahir bayi pada ibu dengan
status sosial ekonomi rendah, tetapi berdasarkan hasil uji statistik diketahui
tidak ada perbedaan rata-rata berat lahir bayi pada ibu dengan status sosial
ekonomi rendah dan ibu dengan status sosial ekonomi tinggi (Yuliva, dkk.,
2009). Hal tersebut dapat disebabkan kondisi sosial ekonomi yang tinggi
memungkinkan ibu untuk menerima pelayanan kesehatan yang optimal
sesuai dengan standar yang digunakan pada negara-negara berpendapatan
tinggi. Hasil penelitian tesebut berbeda dengan penelitian di Mexico yang
menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonomi yang rendah merupakan faktor
risiko utama terhadap terjadi BBLR, di mana kondisi sosial ekonomi yang
rendah berisiko 2,68 lebih besar terhadap kejadian BBLR (Torres-Arreola,
dkk., 2005).
Sosial ekonomi merupakan salah satu ukuran untuk menggarambarkan
tingkat perbedaan sosial, yang meliputi pendapatan, pekerjaan dan tingkat
pendidikan. Tingkat sosial ekonomi yang rendah tidak dapat langsung
29
mempengaruhi perkembangan janin, melainkan sebagai suatu perantara
pada faktor risiko lainnya yang dapat meningkatkan risiko buruk pada saat
janin lahir, seperti nutrisi ibu, aktivitas fisik ibu, akses yang kurang
terhadap kualitas prenatal care, dan psikososial ibu (Abu-Saad dan
Fraser, 2010).
9.
Merokok pada Masa Kehamilan
Banyak dampak buruk dari merokok yang sangat mungkin terjadi
pada perkembangan janin. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa anakanak dilahirkan dari ibu yang merokok selama masa kehamilan memiliki
berat lahir yang lebih rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak merokok
selama masa kehamilan (Beyerlein, dkk., 2011). Studi menunjukkan
bahwa konsentrasi plasma yang lebih rendah dari vitamin (asam folat dan
B12) dan oksida nitrat dari ibu yang merokok dapat menyebabkan
peningkatan homosistenin plasma darah (hiperhomosisteinemia) pada ibu
hamil, yang merupakan faktor risiko dari hipertensi kehamilan, abrusi
plasenta, dan pertumbuhan intrauterine restriksi (Centers for Disease
Control and Prevention, dkk., 2010). Hipertensi pada ibu hamil dapat
menyebabkan BBLR karena memberi pengaruh pada aliran darah di
plasenta yang menyebabkan terbatasnya suplay nutrisi pada janin
(Viswanatha, dkk., 2014).
Terdapat bukti konsisten yang menghubungkan antara ibu merokok
dengan gangguan dalam transformasi fisiologis arteri spiral dan penebalan
30
membran vili yang membentuk plasenta, di mana masalah pada plasenta
dapat menyebabkan kematian janin, kelahiran prematur, maupun berat
lahir rendah (Centers for Disease Control and Prevention, dkk., 2010).
Namun, penelitian Frederick, dkk. (2008) menyatakan bahwa merokok
selama masa kehamilan tidak berpengaruh terhadap berat bayi yang akan
dilahirkan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Khanal, dkk.
(2014) yang menunjukkan bahwa merokok tidak berhubungan dengan
kejadian BBLR, hal tersebut dapat dikarenakan hanya sebagian kecil saja
ibu hamil yang dilaporkan merokok pada saat survei dilakukan (2.4%).
Berdasarkan penelitian Holloway, dkk. (2014) Nikotin yang
terkandung dalam rokok memiliki pengaruh secara langsung dan
berbahaya terhadap beberapa proses dalam perkembangan plasenta.
Susunan tali
pusar pada
wanita hamil
yang merokok mengalami
perubahan, di mana Nikotin yang ada dalam rokok bekerja cepat
menyempitkan pembuluh darah, termasuk pembuluh darah di dalam tali
pusat, sehingga oksigen harus bersaing ketat dengan molekul karbon
monoksida yang juga dibawa oleh sel darah. Kurangnya asupan oksigen
dan nutrisi inilah yang menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi serius
terhadap janin. Ibu yang merokok dapat menyebabkan penurunan berat
lahir bayi maupun terganggunya perkembangan janin karena hipoksia, di
mana hal tersebut dapat terjadi karena paparan karbon monoksida (Centers
for Disease Control and Prevention, dkk., 2010).
31
10. Paritas
Paritas adalah banyaknya jumlah anak yang pernah dilahirkan
(BKKBN, 2011). Paritas seorang wanita dapat mempengaruhi bentuk dan
ukuran uterus (Cunningham, dkk., 2005). Adapun kondisi uterus tersebut
dapat mempengaruhi kemampuan janin selama masa kehamilan, di mana
dampak buruk dari hal dapat terjadi pada kondisi bayi yang dilahirkan.
Jumlah anak yang dilahirkan ibu dapat dikelompokkan menjadi, sebagai
berikut (Manuaba, dkk., 2007):
1. Primipara, adalah perempuan yang pernah melahirkan 1 kali
2. Multipara, perempuan yang pernah melahirkan beberapa kali
3. Grandemultipara, perempuan yang pernah melahirkan ≥ 5 kali
Banyaknya anak yang dilahirkan akan sangat berpengaruh terhadap
kesehatan ibu maupun anak, di mana risiko BBLR, kematian ibu maupun
anak akan meningkat apabila jarak melahiran terlalu dekat. Hal tersebut
dikarenakan fisik ibu dan rahim yang masih kurang cukup istirahat karena
Ibu yang sering hamil, terutama dengan jarak yang pendek akan
menyebabkan ibu terlalu lelah akibat dari hamil, melahirkan, menyusui,
merawat anaknya terus menerus (Juaria, 2014). Selain itu, pada ibu yang
paritas tinggi dapat menyebabkan tempat implantasi plasenta pada dinding
rahim tidak sempurna lagi, sehingga pertumbuhan plasenta dan janin akan
terganggu (Hapisah, dkk., 2010).
Namun, berdasarkan penelitian (Yuliva, dkk., 2009) diketahui bahwa
paritas tidak memiliki hubungan dengan kejadian BBLR. Selain itu,
32
penelitian Jammeh, dkk. (2011) menunjukkan bahwa ibu yang pernah
melahirkan satu kali memiliki risiko terhadap kejadian BBLR maupun
kelahiran prematur. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Khatun dan
Rahman (2008) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara primipara
dan grandemultipara terhadap kejadian BBLR. Akan tetapi, penelitian
Pramono dan Putro (2009) menunjukkan hal yang sebaliknya, di mana ibu
yang diperkirakan mempunyai paritas aman untuk tidak terjadi BBLR
mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan ibu yang mempunyai paritas
pertama atau ke empat ke atas.
11. Riwayat Ibu Melahirkan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Kelahiran preterm dan BBLR cenderung berulang dalam keluarga, di
mana kelompok ibu dengan riwayat BBLR 3,4 kali lebih berisiko
melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang memiliki yang tidak
memiliki riwayat BBLR (Hapisah, dkk., 2010). Selain itu, berdasarkan
penelitian Darmayanti, dkk. (2010) diketahui bahwa ibu dengan riwayat
BBLR merupakan salah satu faktor dominan yang menyebabkan kelahiran
BBLR. Selain itu, ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR 3,3 kali
lebih berisiko melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak
memiliki riwayat melahirkan BBLR (Metgud, dkk., 2012).
33
F. Kerangka Teori
Kerangka teori ini berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Kerangka teori ini disusun berdasarkan teori maupun hasil penelitian terdahulu
mengenai kejadian BBLR.
Riwayat Ibu
Melahirkan
BBLR
Bagan 2. 1
Kerangka Teori
Paritas
Toksin
bakteri
Ketidakmampuan
uterus
mempertahankan
janin
Usia
gestasi
Prematur
Pertumbuhan dan
perkembangan organ
janin belum sempurna
Usia Ibu
melahirkan
Pekerjaan
Ibu
Pendidikan
Ibu
Sosioekonomi Ibu
Antenatal
Care
Status
KEK Ibu
Konsumsi
Tablet Fe
BBLR
Kurangnya
asupan nutrisi
Infeksi bakteri
Hipertensi
Ibu merokok
Nikotin dan CO
Masalah pada
plasenta
IUGR
Terganggunya
suplay nutrisi
dan oksigen
pada janin
Keterangan:
variabel yang diteliti
Behrman, dkk. (2000); Abu-Saad dan Fraser (2010); Dharmalingam, dkk. (2010);
Centers for Disease Control and Prevention, dkk. (2010)
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan penyederhanaan dari kerangka teori yang
akan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penelitian dengan teori
yang sebelumnya. Berikut merupakan bagan dari kerangka konsep penelitian,
di mana faktor-faktor tersebut diketahui memiliki hubungan dengan kejaidan
BBLR, yakni:
Variabel independen
Faktor maternal
1. Pekerjaan Ibu
2. Usia Ibu melahirkan
3. Pendidikan Ibu
4. Antenatal care
5. Usia gestasi
6. Konsumsi tablet Fe
7. Paritas
8. Riwayat ibu melahiran BBLR
Variabel dependen
Kejadian BBLR
Tidak semua variabel yang ada di kerangka teori akan diteliti. Adapun
variabel yang akan dilakukan penelitian adalah variabel yang ada pada
kerangka konsep, berupa pekerjaan ibu, usia ibu melahirkan, pendidikan ibu,
antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan riwayat BBLR,
serta kejadian BBLR. Pemilihan variabel pekerjaan, pendidikan ibu, antenatal
care, paritas, dan riwayat ibu melahiran BBLR diketahui dapat mempengaruhi
secara tidak langsung terhadap kejadian BBLR.
34
35
Selain itu, pada variabel usia ibu melahirkan dan usia gestasi juga turut
mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan, di mana secara biologis usia ibu
melahirkan yang terlalu muda ataupun terlalu tua akan sulit untuk
mempertahankan kehamilan sehingga dapat melahirkan bayi prematur yang
berisiko memiliki berat lahir rendah. Di sisi lain, konsumsi tablet Fe yang
kurang selama masa kehamilan turut berpengaruh terhadap berat bayi yang
akan dilahirkan. Hal tersebut karena selama masa kehamilan, janin
membutuhkan asupan zat gizi untuk pertumbuhan maupun perkembangan
organ tubuh janin tersebut. Jika ibu kekurangan zat gizi, maka janin tidak dapat
tumbuh maupun berkembang dengan sempurna, sehingga dapat memberi
pengaruh terhadap berat bayi yang dilahirkan.
B. Definisi Operasional
Tabel 3. 1
Definisi Operasional Variabel Penelitian
No
Variabel
Definisi Opersaional
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Dependen
1.
Berat Badan
Lahir Rendah
(BBLR)
Bayi yang lahir dengan
berat kurang dari 2500
gram
Kuesioner
RKD13. IND
No. Ic 29
Observasi
dokumen
1. Ya, berat lahir < 2500 gram
2. Tidak, berat lahir ≥ 2500
gram
(Kemenkes, 2010)
Ordinal
Kuesioner
RKD13. RT
Bagian IV,
Kolom 9
Observasi
dokumen
1. Bekerja
2. Tidak Bekerja
Ordinal
Kuesioner
RKD13.
IND Ib 06
Observasi
dokumen
(Yuliva, dkk., 2009)
1. Berisiko, <20 tahun dan atau
> 35 tahun
2. Tidak berisiko, 20-35 tahun
Independen
1.
2.
3.
Pekerjaan Ibu Status bekerja pada ibu,
yang dilakukan baik di
rumah maupun di luar
rumah dan memperoleh
penghasilan /imbalan
Lama hidup responden
Usia Ibu
dalam hitungan tahun pada
melahirkan
saat melahirkan anak
terakhir dalam rumah
tangga
Pendidikan
Tingkatan pendidikan
Ibu
akhir yang pernah
ditamatkan oleh Ibu
Kuesioner
RKD13. RT
Bagian IV,
Kolom 8
Observasi
dokumen
(Pramono dan Putro, 2009)
1. Tidak memiliki ijazah
sekolah
2. Pendidikan dasar
3. Pendidikan menengah
4. Pendidikan tinggi
(UU No.20 Tahun 2003)
Ordinal
Ordinal
36
No
Variabel
Definisi Opersaional
Alat Ukur
Cara Ukur
Pemeriksaan kehamilan
yang dilakukan di tenaga
kesehatan sebelum
persalinan tanpa
memperhitungkan periode
waktu pemeriksaan.
Umur kandungan saat
kehamilan berakhir.
Kuesioner
RKD13. IND
No. Ic 10, 11
Observasi
dokumen
1. Tidak melakukan kunjungan
2. Kunjungan 1-3 kali
3. Kunjungan ≥ 4 kali
(Khanal, dkk., 2014)
Ordinal
Kuesioner
RKD13. IND
No. Ic 08
Observasi
dokumen
1. Bayi lahir <37 minggu
2. Bayi yang lahir ≥37
minggu).
(Jammeh, dkk., 2011)
1. Tidak pernah
2. Ya, < 90 hari
3. Ya, ≥ 90 hari
(Kementerian Kesehatan RI,
2010b)
1. Berisiko, melahirkan 1 orang
anak dan atau melahirkan ≥
5 orang anak
2. Multipara, melahirkan 2-4
orang anak
(Pramono dan Putro, 2009)
1. Ya, ada riwayat melahirkan
BBLR
2. Tidak, ada riwayat
melahirkan BBLR
(Sutan, dkk., 2014)
Ordinal
4.
Antenatal
care
5.
Usia Gestasi
6.
Konsumsi
tablet Fe
Kebiasaan ibu
mengkosumsi tablet besi
(Fe) selama masa
kehamilan
Kuesioner
RKD13. IND
No. Ic 14, 15
Observasi
dokumen
7.
Paritas
Jumlah persalinan yang
pernah dialami ibu
Kuesioner
RKD13. IND
No. Ib 05
Observasi
dokumen
8.
Riwayat ibu Ibu yang pernah
melahirkan
melahirkan anak BBLR
BBLR
pada persalinan
sebelumnya
Kuesioner
RKD13. IND
No. Ic 29
Observasi
dokumen
Hasil Ukur
Skala Ukur
Ordinal
Ordinal
Ordinal
37
38
C. Uji Hipotesis
1. Adanya hubungan antara faktor maternal (pekerjaan ibu, usia ibu,
pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas,
dan riwayat ibu melahirkan BBLR) dengan kejadian BBLR di Indonesia
tahun 2010-2013.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian epidemiologi analitik dengan
desain penelitian cross sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder
dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013. Adapun penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui distribusi faktor maternal pada kejadian BBLR di
Indonesia. Variabel dependen yang diukur adalah kejadian BBLR di
Indonesia. Sedangkan variabel independennya adalah pekerjaan ibu, usia ibu
saat melahirkan, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet
Fe, paritas, dan riwayat ibu melahirkan BBLR.
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian Riskesdas 2013 dilakukan di 33 provinsi, 497 kabupaten/kota di
Indonesia pada bulan Mei-Juli 2013. Data sekunder diperoleh dari
baseline/dataset Riskesdas tahun 2013 dengan menganalisis seluruh data dari
provinsi di Indonesia. Analisis lanjutan dari data hasil Riskesdas tersebut
dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2015.
39
40
D. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah anak terakhir/termuda yang lahir
selama periode Tahun 2010 hingga pada saat dilakukannya Riskesdas
2013 dari setiap rumah tangga di Indonesia yang menjadi sampel
penelitian Riskesdas 2013 berdasarkan kerangka sampel sensus penduduk
tahun 2010. Adapun jumlah bayi yang lahir pada periode tersebut adalah
58.946 anak, sedangkan anak terakhir dalam rumah tangga ada sebanyak
25.186 anak.
2. Sampel Penelitian
Pengambilan sampel yang dilakukan dalam Riskesdas 2013 adalah
dengan penarikan sampel dua tahap berstrata dan subsampel proporsi dari
estimasi provinsi. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut:
a. Tahapan pertama memilih 250 kabupaten/kota secara probability
proportional to size with replacement (PPS WR). Metode ini
memanfaatkan informasi jumlah rumah tangga per kabupaten/kota
hasil SP 2010 sebagai ukuran (size) yang dijadikan dasar penarikan
sampel. Dari hasil penarikan sampel, jumlah realisasi sampel yang
efektif sebanyak 177 kabupaten/kota.
b. Tahap kedua, dari setiap kabupaten/kota terpilih, dilakukan Blok
Sensus (BS) secara systematic random sampling dari daftar BS yang
digunakan dalam MDG’s sejumlah 1000 BS. Dengan menggunakan
estimasi nasional, maka total sampel rumah tangga minimal adalah
41
sebanyak 25.000 ruta (1.000 BS). Sampel blok sensus dialokasikan
menurut daerah perkotaan dan perdesaan.
Dalam melakukan analisis lanjutan untuk mengetahui faktor maternal
pada kejadian BBLR, maka dilakukan perhitungan besar sampel
berdasarkan data survei yang tersedia dan dikalikan dengan efek desain.
Adapun berdasarkan uji hipotesis yang akan dilakukan maka perhitungan
besar sampel yang digunakan adalah uji hipotesis beda dua proporsi dua
arah, yaitu sebagai berikut:
Keterangan:
Z1-α/2
:Nilai Z pada derajat kepercayaan 95% ( 1,96)
Z1-β
:Nilai Z dari kekuatan uji 80% (0.84)
P1
:Proporsi BBLR pada kelompok 1 dari penelitian
sebelumnya
P2
:Proporsi BBLR pada kelompok 2 dari penelitian
sebelumnya
P
:
Deff
:Desain efek, yaitu perbandingan (rasio) antara
varian yang diperoleh pada pengambilan sampel
secara komplek
dengan
diperoleh jika pengambilan
varians
sampel
yang
dilakukan
42
secara acak sederhana. Peneliti menentukan deff
sebesar 2
Tabel 4. 1
Jumlah Sampel Penelitian berdasarkan Uji Proporsi Beda Dua Arah
No
Variabel
1
Konsumsi Tablet
Fe
2
ANC
3
4
6
Usia Ibu
Melahirkan
Pendidikan Ibu
Paritas
Peneliti
Khanal, dkk. (2014)
P1
P2
n
16,8% 10,7% 1.000
Pramono dan Putro
(2009)
Khanal, dkk. (2014)
9,1%
Khanal, dkk. (2014)
Pramono dan Putro
(2009)
23,3% 13,3% 468
4,3% 5,5% 10.158
4,6%
988
16,7% 11,5% 1.404
Tabel 4.1 menunjukkan jumlah sampel minimal penelitian yang
didapatkan berdasarkan perhitungan besar sampel. Sampel yang akan
digunakan dalam penelitian yaitu seluruh data anak yang lahir terakhir
dari ibu dalam rumah tangga pada
periode tahun 2010 hingga
dilakukannya penelitian Riskesdas Tahun 2013 dan memenuhi kriteria
yang ditetapkan oleh peneliti. Faktor independen yang akan diteliti terkait
dengan kejadian BBLR adalah faktor maternal, maka ibu dari anak
tersebutlah yang menjadi responden dalam penelitian ini. Adapun data
yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah data individu yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi (eligible), sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
1) Anak terakhir yang dilahirkan oleh ibu dalam rumah tangga pada
periode Tahun 2010 hingga dilakukannya penelitian Riskesdas
Tahun 2013.
43
2) Anak yang memiliki catatan atau dokumen berat badan lahir bayi.
b. Kriteria Ekslusi
1) Bayi lahir mati
2) Bayi yang keguguran
3) Bayi lahir kembar
4) Responden tidak melengkapi jawaban kuesioner atau terdapat
ketidaklengkapan data dalam dataset (missing), maka akan
dikeluarkan (drop out) dalam analisis
Bagan 4. 1
Alur Pemilihan Sampel Penelitian
Balita yang lahir pada periode Tahun 2010
hingga penelitian Riskesdas 2013
=58.946 anak
Lahir mati = 524 anak
Keguguran = 1.661 anak
Anak belum lahir pada saat
penelitian=7.602 anak
Lahir hidup = 49.159 anak
Lahir Kembar =668 anak
Lahir Tunggal = 48.491 anak
Ada catatan atau dokumen
berat lahir = 26.142 anak
Tidak ada catatan atau
dokumen berat lahir =
22.349 anak
Bukan Anak Terakhir = 956
anak
Anak Terakhir = 25.186
anak
BBLR = 1.313 anak
Tidak BBLR = 23.873 anak
44
Setelah menggunakan kriterian inklusi dan ekslusi, maka dapat
diketahui jumlah sampel yang ada dalam penelitian ini pada tiap variabel
yang dianalisis adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 2
Jumlah Sampel pada Masing-Masing Variabel Penelitian
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Variabel
Berat Bayi Lahir
Pekerjaan Ibu
Usia Ibu melahirkan
Pendidikan Ibu
Antenatal care
Usia Gestasi
Konsumsi tablet Fe
Paritas
Riwayat melahirkan BBLR
Jumlah Sampel (n)
25.186
25.186
25.186
25.186
24.988
25.186
19.935
25.186
25.186
Missing
0
0
0
0
198
0
0
0
0
Dengan demikian, jumlah sampel yang ada dalam penelitian ini sudah
memenuhi sampel minimal yang dibutuhkan untuk uji hipotesis.
Kemudian dari jumlah sampel tersebut, dilakukan perhitungan kekuatan
uji (Z
1-
) untuk melihat kemampuan atau mendeteksi adanya perbedaan
antara dua variabel yang diteliti. Setelah dilakukan perhitungan kekuatan
uji menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi dua arah dan
dikalikan dengan efek desain (design effect/deff) karena menggunakan
data survey. Hasil perhitungan menggunakan rumus tersebut dengan
jumlah sampel sebesar 25.186 anak, proporsi anak BBLR pada paritas
berisiko dan tidak berisiko secara berturut-turut sebesar 0,043 dan 0,055
(Pramono dan Putro, 2009) dan menggunakan derajat kemaknaan sebesar
5%, maka diperoleh kekuatan uji sebesar 99,2%.
45
E. Pengumpulan Data
Pengumpulan data Riskesdas 2013 telah dilakukan oleh Balai Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan. Pada penelitian ini, peneliti melakukan
observasi terhadap data sekunder Riskesdas 2013. Data sekunder yang
digunakan peneliti telah disesuaikan dengan data yang tersedia pada
Riskesdas 2013. Adapun data yang dijadikan sebagai variabel penelitian
adalah sebagai berikut:
1. BBLR
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan variabel dependen dalam
penelitian ini. Data terkait BBLR diperoleh melalui dokumen/catatan yang
dimiliki oleh anggota rumah tangga, seperti buku KIA, KMS, atau buku
catatan kesehatan anak lainnya yang disalin pada kuesioner Riskesdas
2013 oleh enumerator.
2. Pekerjaan ibu
Variabel ini diperoleh dalam kuesioner rumah tangga Riskesdas Bagian IV
Kolom 9 dengan kode B4K9, di mana hal tersebut akan menunjukkan
apakah ibu dari Batita bekerja atau tidak. Jika ibu rumah tangga yang
mempunyai pekerjaan sampingan, maka dianggap ibu tersebut bekerja.
Selain itu, jenis pekerjaan utama ibu juga turut dikumpulkan dalam
penelitian ini melalui wawancara kuesioner rumah tangga Riskesdas
Bagian IV Kolom 9 dengan kode B4K10. Adapun yang dimaksud dengan
pekerjaan utama adalah pekerjaan yang menggunakan waktu terbanyak
responden atau pekerjaan yang memberikan penghasilan terbesar.
46
3. Usia ibu saat melahirkan
Variabel ini menginformasikan mengenai riwayat kehamilan berisiko yang
pernah dialami responden terkait dengan umur saat hamil. Umur yang
dimaksud oleh peneliti adalah umur ibu saat hamil anak yang menjadi
sampel penelitian ini, sehingga dapat dikatakan variabel ini merupakan
variabel baru yang tidak terdapat dalam dataset secara langsung. Adapun
variabel ini, peneliti diperoleh melalui perhitungan berdasarkan data yang
telah tersedia pada dataset, yakni usia ibu (kuesioner rumah tangga
Riskesdas Bagian IV Kolom 9 dengan kode B4K7THN) dan tahun lahir
anak pada penelitian ini (kuesioner individu pada blok Ic19THN).
4. Pendidikan ibu
Variabel ini diukur menggunakan kuesioner rumah tangga pada blok IV
dengan kode B4K8. Pertanyaan terkait variabel ditanyakan langsung pada
responden terkait tingkat pendidikan formal yang ditamatkan responden.
5. Antenatal care
Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner individu pada blok
Ic11 melalui wawancara dengan menanyakan berapa kali kunjungan ibu
untuk memeriksakan kondisi kehamilan, yakni pada usia kehamilan 0-3
bulan (trimester 1), 4-6 bulan (trimester 2), dan 7 bulan hingga melahirkan
(trimester 3).
6. Usia gestasi
Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner individu pada blok
Ic08 melalui wawancara dengan menanyakan usia kandungan saat
47
berakhir. Jika usia berakhirnya kehamilan yang diingat responden dalam
bulan, maka enumerator harus mengkonversikan dalam minggu dengan
mengalikan jumlah bulan dengan angka 4. Misal jika jawaban responden 5
bulan x 4 minggu = 20 minggu.
7. Konsumsi tablet Fe
Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner individu blok Ic14 dan
15 melalui wawancara untuk memperoleh informasi mengenai kebiasaan
ibu hamil mengonsumsi tablet Fe selama hamil, baik tablet yang diperoleh
dari fasilitas kesehatan maupun yang diperoleh dari inisiatif sendiri. Untuk
membantu responden mengidentifikasi konsumsi tablet Fe, maka
digunakan kartu peraga berbagai contoh Tablet Fe, seperti Sulfas Ferrosus,
Sangobion dan Sangovitin.
8. Paritas
Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner individu Ib05B,
Ib05C, Ib05D melalui wawancara untuk mengetahui jumlah kelahiran
yang pernah dialami oleh ibu seumur hidupnya.
9.
Riwayat melahirkan BBLR
Riwayat ibu melahirkan BBLR, merupakan variabel baru yang dibuat
oleh peneliti melalui penyaringan pada sampel yang memiliki hubungan
saudara (adik-kakak) dan dianalisis dengan variabel BBLR, sehingga
dapat dihasilkan jumlah ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR..
Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner individu blok Ic29
melalui wawancara untuk memperoleh informasi.
48
F. Instrument penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner
Riskesdas 2013. Kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data terkait
faktor maternal pada kejadian BBLR terdiri dari Kuesioner Rumah Tangga
dan Kuesioner Individu yang terdri dari riwayat kehamilan, serta persalinan.
G. Manajemen Data
Manajemen data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan setelah
pengumpulan data. Data yang masih mentah (Raw data) selanjutnya diolah
sehingga menjadi informasi yang akhirnya dapat digunakan untuk menjawab
tujuan penelitian. Manajemen data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak
melalui tapan sebagai berikut:
1. Filter, yaitu menyaring data yang tidak dibutuhkan dalam penelitian.
Peneliti terlebih dahulu mengidentifikasi pertanyaan kuesioner Riskesdas
2013 yang dianggap berkaitan dengan faktor maternal pada kejadian
BBLR sesuai dengan referensi maupun penelitian terdahulu yang pernah
dilakukan. Berikut Kode Variabel yang digunakan pada penelitian
Riskesdas 2013:
N
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Variabel
o
Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR)
Pekerjaan Ibu
Usia Ibu melahirkan
Pendidikan Ibu
Antenatal care
Usia Gestasi
Konsumsi tablet Fe
Tabel 4. 3
Variabel Penelitian
Kode Variabel
Kuesioner
IC28, IC29
RKD13 IND
B4K9, B4K10
B4K7THN, IC19THN
B4K8
IC09, IC11A,IC11B,IC11C
IC08
IC14, IC15
RKD13 RT
RKD13 IND
RKD13 RT
RKD13 IND
RKD13 IND
RKD13 IND
49
N
8.
9.
Variabel
o
Paritas
Riwayat melahirkan BBLR
Kode Variabel
IB04, IB05B, IB05C, IB05D
IDRT, B1R6,B1R7, IC28, IC29
Kuesioner
RKD13 IND
RKD13 RT & RKD13
IND
2. Cleaning, pembersihan data dilakukan melalui tabulasi frekuensi dari
masing-masing variabel yang diteliti, baik dependen (BBLR) maupun
independen (pekerjaan ibu, usia ibu, pendidikan ibu, antenatal care, usia
gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas, dan riwayat melahirkan BBLR).
Analisa tabel frekuensi dilakukan agar dapat mengecek dan mendeteksi
adanya ketidakkonsistenan data, mengetahui variasi data dan untuk
mengetahui adanya data yang missing. Adapun data missing ditemukan
pada variabel kunjungan ANC sebanyak 190 data, di mana data missing
tersebut tidak ikut dianalisis dalam penelitian ini. Selain itu, pada tahap ini
juga dilakukan pemilihan jumlah sampel yang eligible terhadap kriteria
inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan sebelumnya. Jumlah sampel
dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.2.
3. Compute (perhitungan), dilakukan melalui perhitungan pada variabel yang
ada pada dataset sesuai dengan kebutuhan variabel penelitian. Adapun
variabel yang dilakukan perhitungan adalah sebagai berikut:
a. Usia ibu melahirkan, variabel ini merupakan variabel baru yang dibuat
peneliti dimaksudkan untuk mengetahui usia ibu saat melahirkan anak
yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Adapun perhitungan yang
dilakukan adalah dengan mengurangi usia ibu saat wawancara
penelitian Riskesdas 2013 (kode variabel: B4K7THN) dengan tahun
50
anak dilahirkan (kode variabel: IC19THN), sehingga dihasilkan selisih
angka. Selanjutnya, angka tersebutlah yang dijadikan sebagai nilai dari
usia ibu saat melahirkan anak yang menjadi sampel penelitian ini.
b. Antenatal care, pada dataset dilakukan penjumlahan seluruh kunjungan
antenatal pada tiap trimester (kode: IC11A, IC11B, IC11C) selama
masa kehamilan pada pelayanan kesehatan, di mana hasil dari
penjumlahan tersebut akan dikelompokkan kembali.
c. Paritas, pada dataset dilakukan penjumlahan pada variabel jumlah lahir
hidup (kode variabel: IB04B), lahir mati (kode variabel: IB04C), dan
jumlah keguguran (kode variabel: IB04D), di mana hasil dari
penjumlahan tersebut akan dikelompokkan kembali.
4. Recoding (pengkodean ulang), dilakukan dengan membuat kode baru atau
pengkodean ulang pada beberapa variabel yang membutuhkan perubahan
tertentu, hal ini untuk memudahkan pada saat anlisa data. Adapun variabel
pada dataset yang dikategorikan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu:
a. BBLR, yang sebelumnya berupa data numerik dikelompokan menjadi
dua kategori, yakni 1. Ya, berat lahir < 2500 gram dan 2. Tidak, berat
lahir ≥ 2500 gram.
b. Pekerjaan ibu, yang sebelumnya terdiri dari empat kategori
disederhanakan menjadi dua kategori, yakni 1. Bekerja dan 2. Tidak
bekerja.
c. Usia ibu melahirkan, berdasarkan hasil perhitungan yang telah
dilakukan, selanjutnya dikelompokan menjadi dua kategori, yakni 1.
51
Berisiko, <20 tahun dan atau >35 tahun, dan 2. Tidak berisiko, 20-35
tahun.
d. Pendidikan ibu, pengkodean yang sebelumnya terdiri dari 1. tidak/
belum pernah sekolah dan 2. tidak tamat SD/MI dikode ulang dan
dikelompokkan menjadi 1. Tidak memiliki ijazah sekolah. Sedangkan
ibu yang menamatkan pendidikan di jenjang SD dan SMP, dikode
ulang dan dikelompokkan menjadi 2. Pendidikan dasar. Adapun untuk
jenjang pendidikan ibu SMA dikode ulang menjadi 3. Pendidikan
Menengah. Ibu yang menamatkan pendidikan pada jenjang Diploma
dan Perguruan Tinggi dikode ulang dan dikelompokkan kembali
menjadi 4. Pendidikan Tinggi.
e. Antenatal care, berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan
terhadap variabel tersebut, selanjutnya dikelompokan menjadi tiga
kategori, yakni 1. Tidak melakukan kunjungan, 2. Kunjungan 1-3 kali,
dan 3. Kunjungan ≥ 4 kali.
f. Usia gestasi, yang sebelumnya berupa data numerik dikelompokan
menjadi dua kategori, yaitu 1. Bayi lahir < 37 minggu dan 2. Bayi yang
lahir ≥ 37 minggu).
g. Konsumsi tablet Fe, yang sebelumnya diperoleh melalui dua
pertanyaan
(IC14,
IC15),
oleh
peneliti
dikode
ulang
dan
dikelompokkan kembali sehingga menjadi satu pertanyaan dengan
bentuk pengkatagoriannya adalah 1. Tidak mengkonsumsi, 2. Ya, < 90
hari, dan 3. Ya, ≥ 90 hari.
52
h. Paritas,
berdasarkan
hasil
perhitungan
yang telah dilakukan,
selanjutnya dikategorikan menjadi tiga kelompok, yakni 1. Berisiko,
melahirkan 1 orang anak dan atau melahirkan ≥ 5 orang anak, dan 2.
melahirkan 2-4 orang anak.
i. Riwayat ibu melahirkan BBLR, merupakan variabel baru yang buat
oleh peneliti melalui penyaringan pada sampel yang memiliki
hubungan saudara (adik-kakak) dan dianalisis terkait dengan riwayat
ibu melahirkan BBLR, di mana selanjutnya dikategorikan menjadi 2
kelompok, yakni: 1. Ya, ada riwayat melahirkan BBLR dan 2. Tidak,
ada riwayat melahirkan BBLR.
H. Analisis data
Analisis pada data yang sudah tersedia tersebut dilakukan melaui dua cara,
yakni analisis univariat dan bivariat. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan software pengolah data untuk melihat distribusi variabel
penelitian maupun uji statistik.
1. Univariat
Analisis data yang dilakukan adalah untuk melihat deskripsi
karakteristik dari variabel dependen (kejadian BBLR di Indonesia)
maupun variabel independen terkait distribusi pekerjaan ibu, usia ibu
melahirkan, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, dan konsumsi
tablet Fe) berdasarkan data Riskesdas 2013. Adapun jenis pekerjaan ibu
turut dianalisis dalam bentuk deskriptif untuk mengetahui jenis pekerjaan
53
yang umumnya dilakukan oleh ibu yang memiliki riwayat melahirkan
BBLR. Adapun data hasil analisis univariat disajikan dalam bentuk tabel
dan persentase.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesis penelitian.
Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
dependen (kejadian BBLR di Indonesia) dengan variabel independen
faktor maternal (pekerjaan ibu, usia ibu melahirkan, pendidikan ibu,
antenatal care, usia gestasi, dan konsumsi tablet Fe) adalah uji chi
square. Nilai tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% CI
(Confidence Interval) yang diperoleh dari uji chi square, di mana dapat
digunakan untuk mengetahui adanya kemaknaan hubungan antara dua
variabel dan disajikan dalam bentuk tabel.
Sedangkan, ukuran kekuatan yang digunakan adalah Prevalence
Ratio (PR), yaitu risiko pada penelitian prevalensi. Ukuran tersebut
digunakan karena variabel yang diamati (BBLR) merupakan kasus
prevalen. Penggunaan PR dapat membantu dalam memperkirakan tingkat
kemungkinan risiko masing-masing variabel yang diteliti terhadap
kejadian BBLR. Perhitungan prevalen dengan menggunakan tabel 2 x 2
adalah sebagai berikut:
Faktor risiko
D+
D-
Total
Terpapar
a
b
a+b
Tidak Terpapar
c
d
c+d
Total
a+c
b+d
a+b+c+d
54
Prevalen pada kelompok terpapar
= a/(a+c)
Prevalen pada kelompok tidak terpapar
= c/(c+d)
PR > 1 menunjukkan bahwa faktor pajanan meningkatkan/memperbesar
kejadian BBLR
PR =1 menunjukkan tidak terdapat asosiasi anatara faktor pajanan
dengan terjaadinya BBLR
PR < 1 menunjukkan bahwa pajanan akan mengurangi risiko BBLR
BAB V
HASIL
A. Prevalensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia
pada Tahun 2010-2013
Tabel 5.1 menyajikan prevalensi kejadian Berat Badan Lahir Rendah pada
anak terakhir yang dilahirkan ibu dalam tiap rumah tangga pada tahun 20102013 di Indonesia adalah sebesar 5,2%.
Tabel 5. 1
Prevalensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia Tahun 20102013
BBLR
Frekuensi (n)
Ya, berat lahir < 2500 g
Tidak, berat lahir ≥ 2500 g
Jumlah
Persentase (%)
1.313
23.873
25.186
5,2
94,8
100,0
B. Distribusi Frekuensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah menurut
Faktor Maternal di Indonesia Tahun 2010-2013
Beberapa faktor maternal, pada ibu yang melahirkan anak terakhir, terkait
dengan BBLR yang dijelaskan dalam penelitian ini, antara lain adalah
pekerjaan ibu, usia ibu melahirkan, pendidikan ibu, antenatal care, usia
gestasi, status kurang energy kronis (KEK), konsumsi tablet Fe, paritas, dan
riwayat melahirkan BBLR. Frekuensi faktor maternal yang terkait dengan
kejadian BBLR pada penelitian ini disajikan pada Tabel 5.2.
55
56
Tabel 5. 2
Frekuensi Kejadian BBLR berdasarkan Faktor Maternal di Indonesia Tahun 2010-2013
Berat Lahir
Variabel
Pekerjaan ibu
1. Bekerja
a. PNS/TNI/Polri/BUMD
b. Pegawai swasta
c. Wiraswasta
d. Petani/Nelayan/Buruh
e. Lainnya
2. Tidak bekerja
Jumlah
Usia ibu melahirkan anak terakhir
1. Berisiko, < 20 tahun dan
atau > 35 tahun
2. Tidak berisiko, 20 – 35
tahun
Jumlah
BBLR
n (%)
Tidak BBLR
n (%)
450 (34,3)
65 (14,7)
75 (17,0)
90 (20,4)
157 (35,6)
54 (12,2)
863 (65,7)
1.313 (100,0)
8.710 (36,5)
1.320 (15,4)
1.459 (17,0)
1.947 (22,7)
2.828 (32,9)
1.039 (12,1)
15.163 (63,5)
23.873 (100,0)
334 (26,2)
5.030 (21,1)
969 (73,8)
18.843 (78,9)
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
Pendidikan ibu
1. Tidak memiliki ijazah
sekolah
2. Pendidikan dasar
120 (9,1)
1.764 (7,4)
649 (49,4)
11.252 (47,1)
3. Pendidikan menengah
409 (31,2)
7.926 (33,2)
4. Perguruan tinggi
135 (10,3)
2.931 (12,3)
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
21 (1,6)
371 (1,6)
186 (14,4)
2.717 (11,5)
1.084 (84,0)
20.609 (87,0)
1.291 (100,0)
23.697 (100,0)
Jumlah
Antenatal care
1. Tidak melakukan
kunjungan
2. Jumlah kunjungan 1-3
kali
3. Jumlah kunjungan ≥ 4
kali
Jumlah
Usia gestasi
1. Bayi lahir < 37 minggu
2. Bayi yang lahir ≥37
minggu
Jumlah
662 (50,4)
651 ( 49,6)
7.517 (31,5)
16. 356 (68,5)
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
Konsumsi tablet Fe
1. Tidak pernah
2. Ya, < 90 hari
3. Ya, ≥ 90 hari
Jumlah
103 (9,8)
547 (52,3)
396 (37,9)
1.046 (100,0)
1.721 (9,1)
8.673 (45,9)
8.495 (45,0)
18.889 (100,0)
581 (44,2)
8.159 (34,2)
Paritas
1. Berisiko, Ibu melahirkan
57
Berat Lahir
Variabel
1 orang anak dan atau
≥ 5 orang anak
2. Tidak berisiko, ibu
melahirkan 2-4 orang
anak
Jumlah
Riwayat Ibu melahirkan BBLR
1. Ya, ada riwayat
melahirkan BBLR
2. Tidak, ada riwayat
melahirkan BBLR
Jumlah
BBLR
n (%)
Tidak BBLR
n (%)
732 (55,58)
15,714 (65.8)
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
9 (0,7)
36 (0,2)
1.304 (99,3)
23.837 (99,8)
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) lebih banyak terjadi pada ibu yang
tidak bekerja (65,7%) dan pada wanita yang melahirkan di usia 20-35 tahun
(73,8%). Ibu yang bekerja sebagai Petani/Nelayan/Buruh lebih banyak
melahirkan anak dengan berat rendah daripada ibu dengan jenis pekerjainnya.
Di samping itu, hampir separuh dari proporsi BBLR menurut tingkat
pendidikan ibu terjadi pada ibu dengan tingkat pendidikan dasar, meskipun
turut ditemukan juga kejadian BBLR pada tingkat pendidikan lainnya. Namun,
BBLR juga banyak ditemukan pada ibu yang melakukan kunjungan antenatal
care ≥ 4 kali (84,0%) selama masa kehamilan.
Adapun berdasarkan usia gestasi, proporsi kejadian BBLR hampir
terdistribusi merata pada kelompok bayi yang lahir < 37 minggu maupun ≥ 37
minggu. Akan tetapi, lebih dari separuh proporsi BBLR (52,3%) pada
penelitian ini, dilahirkan dari ibu yang mengkonsumsi tablet Fe < 90 hari
selama masa kehamilan. Selain itu, ibu multipara (melahirkan 2-4 orang anak)
lebih banyak melahirkan BBLR (55,58%) daripada kelompok paritas ibu
58
lainnya. Di sisi lain, mayoritas kejadian BBLR (99, 3%) terjadi pada ibu yang
tidak memiliki riwayat melahirkan BBLR sebelumnya.
C. Hubungan Faktor Maternal dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) di Indonesia Tahun 2010-2013
Hubungan antara faktor maternal dengan kejadian BBLR di Indonesia
Tahun 2010-2014 disajikan dalam Tabel 5.3.
Tabel 5. 3
Hubungan Faktor Maternal dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di
Indonesia Tahun 2010-2013
Variabel
Pekerjaan ibu
1. Bekerja
2. Tidak bekerja
Jumlah
BBLR
n (%)
Berat Lahir
Tidak BBLR
n (%)
450 (34,3)
863 (65,7)
1.313 (100,0)
Usia ibu melahirkan anak terakhir
1. Berisiko, < 20 tahun
334 (26,2)
dan atau > 35 tahun
2. Tidak berisiko, 20 –
969 (73,8)
35 tahun
Jumlah
1.313 (100,0)
8.710 (36,5)
15.163 (63,5)
23.873 (100,0)
5.030 (21,1)
18.843 (78,9)
PR (95% CI)
0,91 (0,81-1,01)
1,00 (Reference)
1,30 (1,16-1,47)**
1,00 (Reference)
23.873 (100,0)
Pendidikan ibu
1. Tidak memiliki ijazah
sekolah
2. Pendidikan dasar
120 (9,1)
1.764 (7,4)
1,44 (1,13-1,83)**
649 (49,4)
11.252 (47,1)
1,25 (1,03-1,48)*
3. Pendidikan menengah
409 (31,2)
7.926 (33,2)
1,12 (0,91-1,36)
4. Perguruan tinggi
135 (10,3)
2.931 (12,3)
1,00(Reference)
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
21 (1,6)
371 (1,6)
186 (14,4)
2.717 (11,5)
1,28 (1,10-1,45)**
1.084 (84,0)
20.609 (87,0)
1,00(Reference)
1.291 (100,0)
23.697 (100,0)
662 (50,4)
7.517 (31,5)
651 ( 49,6)
16. 356 (68,5)
Jumlah
Antenatal care
1. Tidak melakukan
kunjungan
2. Jumlah kunjungan 13 kali
3. Jumlah kunjungan ≥
4 kali
Jumlah
Usia gestasi
1. Bayi lahir < 37
minggu
2. Bayi yang lahir ≥37
1,07 (0,70-1,63)
2,11 (1,90-2,34)**
1,00 (Reference)
59
Variabel
BBLR
n (%)
Berat Lahir
Tidak BBLR
n (%)
PR (95% CI)
minggu
Jumlah
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
Konsumsi tablet Fe
1. Tidak pernah
2. Ya, < 90 hari
3. Ya, ≥ 90 hari
Jumlah
103 (9,8)
547 (52,3)
396 (37,9)
1.046 (100,0)
1.721 (9,1)
8.673 (45,9)
8.495 (45,0)
18.889 (100,0)
1,26 (1,02-1,56)*
1,33 (1,17-1,51)**
1,00 (Reference)
581 (44,2)
8.159 (34,2)
1,49 (1,34-1,66)**
732 (55,58)
15,714 (65.8)
1,00 (Reference)
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
Paritas
1. Berisiko, Ibu
melahirkan 1 orang
anak dan atau ≥ 5
orang anak
2. Tidak berisiko,
Multipara,
melahirkan 2-4 orang
anak
Jumlah
Riwayat Ibu melahirkan BBLR
1. Ya, ada riwayat
9 (0,7)
36 (0,2) 3,85 (2,14-6,93)**
melahirkan BBLR
2. Tidak, ada riwayat
1.304 (99,3)
23.837 (96,3) 1,00 (Reference)
melahirkan BBLR
Jumlah
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
Ket: BBLR, Berat Badan Lahir Rendah < 2500g; PR, Prevalence Ratio; CI,
Confidence Interval; Signifikansi ** p value < 0,01, * p value < 0,05
Hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa pekerjaan ibu tidak
memiliki hubungan dengan kejadian BBLR (95%CI 0,81-1,01). Namun,
terdapat hubungan antara usia ibu melahirkan dengan BBLR, di mana
kemungkinan terjadinya BBLR pada ibu yang melahirkan di usia berisiko
lebih besar 1,30 kali daripada ibu yang melahirkan di usia tidak berisiko 1,30
(CI95% 1,16-1,47).
Sedangkan, semakin rendah tingkat pendidikan ibu maka
kemungkinan melahirkan BBLR cenderung bertambah besar, di mana ibu yang
tidak memiliki ijazah sekolah memiliki kemungkinan untuk melahirkan BBLR
lebih besar 1,44 kali daripada ibu yang dengan tingkat pendidikan tinggi (95%
CI 1,13-1,83).
60
Di sisi lain, kemungkinan terjadinya BBLR pada ibu yang melakukan
kunjungan antenatal care 1-3 kali selama masa kehamilan lebih besar 1,26
kali daripada ibu yang melakukan kunjungan antenatal care ≥ 4 kali selama
masa kehamilan (95% CI 1,09-1,4). Berdasarkan usia gestasi diketahui secara
statistik memiliki hubungan dengan kejadian BBLR (95%CI 1,90-2,34), di
mana kemungkinan terjadinya BBLR pada ibu yang melahirkan bayi di usia
kehamilan <37 minggu lebih besar 2,21 kali daripada ibu yang melahirkan
pada usia kehamilan ≥37 minggu..
Akan tetapi, ibu yang mengonsumsi tablet Fe selama masa kehamilan <90
hari memiliki kemungkinan 1,28 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR
daripada ibu yang mengonsumsi Tablet Fe ≥ 90 hari (95%CI 1,13-1,41) Selain
itu, kemungknan terjadinya BBLR pada ibu yang melahirkan anak pertama
maupun lebih dari lima anak, 1,58 kali lebih besar daripada ibu yang sudah
melahirkan 2-4 anak (95%CI 41-1,77). Riwayat ibu melahirkan anak BBLR
secara statistik memiliki hubungan kejadian BBLR (95%CI 2,14-6,93), di
mana ibu yang memiliki riwayat melahirkan anak BBLR memiliki
kemungkinan 3, 85 kali lebih besar untuk melahirkan anak BBLR kembali.
BAB V
PEMBAHASAN
A.
Keterbatasan Penelitian
Hasil analisis data dalam penelitian ini terdapat beberapa kelemahan yang
dapat menjadi keterbatasan penelitian dan berpengaruh terhadap hasil
penelitian, yakni:
1. Sebanyak 22.349 anak pada variabel berat bayi lahir, tidak memiliki catatan
ataupun dokumen berat lahir. Hal tersebut dapat dikarenakan tidak seluruh
bayi dilahirkan di fasilitas pelayanan kesehatan ataupun tenaga kesehatan.
2. Pada penelitian ini, beberapa variabel yang berhubungan langsung dengan
BBLR, seperti perilaku ibu merokok dan status kurang energi kronis (KEK)
tidak di analisis karena dapat menimbulkan bias informasi. Hal tersebut
dikarenakan informasi yang diperoleh dari wawancara Riskesdas 2013
mengenai variabel tersebut tidak relevan menurut waktu kejadian BBLR.
3. Terbatasnya faktor maternal yang dijadikan variabel penelitian pada
penelitian ini, karena penelitian ini hanya menggunakan variabel yang sudah
tersedia dalam penelitian Riskesdas 2013, seperti Pekerjaan Ibu, Pendidikan
Ibu, Kunjungan ANC, Usia Gestasi, Konsumsi Tablet Fe, dan Paritas Ibu).
Adapun penelitian Riskesdas ditujukan untuk meneliti masalah kesehatan
secara umum, sehingga variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
variabel yang ada pada data sekunder tersebut.
61
62
B. Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia Tahun 20102013
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) menurut Kementerian Kesehatan RI
(2010a) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram yang
ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi BBLR di Indonesia pada tahun
2010-2013 adalah sebesar 5,2%. Hasil tersebut lebih rendah, bila dibandingkan
dengan hasil penelitian di Nepal (9,9%) dan di India (26,9%) (Badshah, dkk.,
2008; Dharmalingam, dkk., 2010). Selain itu, prevalensi BBLR pada Riskesdas
tahun 2010 (11,2%) memperlihatkan hasil yang lebih tinggi daripada
prevalensi BBLR pada Riskesdas tahun 2013 (10,2%).
Adanya perbedaan prevalensi pada penelitian ini dengan penelitian
Riskesdas sebelumnya dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik maupun
jumlah sampel penelitian yang digunakan. Pada penelitian ini yang menjadi
sampel adalah anak terakhir dalam rumah tangga, sedangkan pada penelitian
Riskesdas sebelumnya adalah seluruh anak dalam rumah tangga berusia 0-5
tahun, sehingga terdapat kemungkinan ditemukannya lebih dari satu kejadian
BBLR dalam rumah tangga yang dapat berpengaruh terhadap jumlah kasus.
Meskipun prevalensi yang dihasilkan pada penelitian ini tidak cukup besar,
namun potensi peningkatan prevalensi BBLR di Indonesia masih mungkin
terjadi. Hal tersebut dapat dikarenakan masih cukup banyak bayi lahir di
Indonesia tidak memiliki dokumen ataupun catatan berat lahir, di mana pada
penelitian ini diketahui sebayak 22.349 (46%) bayi lahir tidak memiliki
dokumen ataupun catatan berat lahir. Padahal, untuk kelahiran hidup, berat
63
lahir sebaiknya diukur dalam satu jam pertama kehidupan, sebelum terjadinya
penurunan berat badan yang signifikan setelah melahirkan (WHO, 2004).
Banyaknya jumlah bayi yang tidak memiliki dokumen ataupun catatan lahir
di Indonesia dapat disebabkan oleh masih terdapat ibu yang melahirkan tidak
di fasilitas pelayanan kesehatan ataupun tenaga kesehatan, melainkan lebih
memilih untuk melahirkan di rumah. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013
diketahui terdapat 29,6% ibu yang melahirkan di rumah/lainnya. Padahal,
tempat persalinan yang ideal adalah di rumah sakit karena apabila dalam
kondisi tertentu diperlukan penanganan kegawatdaruratan, maka telah tersedia
fasilitas yang dibutuhkan (BPPK, 2013).
Adapun kejadian BBLR merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap kesakitan, kematian, maupun kecacatan pada bayi dan anak-anak,
serta dalam waktu yang cukup lama turut berpengaruh terhadap kesehatan
ketika dewasa (WHO, 2014). Bila dibandingkan dengan bayi berat badan lahir
normal, bayi berat badan lahir rendah cenderung akan mengalami
perkembangan kognitif yang lebih lambat dan dalam jangka panjang, bayi
tersebut dapat mengalami penyakit kronis serta penurunan fungsi tubuh pada
masa anak-anak (Boulet, dkk., 2011). Hal tersebut dikarenakan bayi berat
badan lahir rendah dapat dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi glukosa
dan peningkatan risiko intoleransi glukosa ketika dewasa (Norris, dkk., 2012).
Faktor yang dapat menjadi penyebab utama kejadian bayi barat badan lahir
rendah adalah kelahiran prematur dan masalah retardasi pertumbuhan intrauteri
atau intrauterine growth restriction (IUGR) (University of California, 2004;
64
OECD dan WHO, 2012; Behrman, dkk., 2000). Namun, insiden BBLR juga
dapat disebabkan oleh berbagai faktor kompleks yang saling berkaitan satu
sama lain, di mana faktor maternal diketahui turut berpengaruh terhadap berat
bayi saat lahir (Viswanatha, dkk., 2014).
Faktor maternal tersebut dapat berkaitan dengan konsep continuum of care
maternal, newborn and child health yang fokus pada hubungan antara kurang
gizi dan kematian ibu, bayi baru lahir maupun anak (UNICEF, 2008). Menurut
konsep continuum tersebut, seluruh wanita harus memiliki akses terhadap
pilihan kesehatan reproduksi dan perawatan selama masa kehamilan maupun
melahirkan, serta seluruh bayi harus mampu tumbuh menjadi anak-anak yang
bertahan hidup dan berkembang dengan baik (Kerber, dkk., 2007).
Adapun upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
kesehatan ibu dan anak (KIA) di Indonesia, yang termasuk didalamnya upaya
pencegahan kejadian BBLR, berupa pelayanan kesehatan pada ibu hamil,
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, penanganan komplikasi,
pelayanan KB dan kesehatan reproduksi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b).
Oleh karena itu, diharapkan Dinas Kesehatan dapat berkoordinasi dengan
Puskesmas maupun Pemerintah Daerah untuk melakukan penyuluhan
mengenai program kesehatan ibu dan anak yang berasal dari Kementerian
Kesehatan pada kegiatan-kegiatan rutin di Puskesmas maupun Pemerintah
Daerah, sehingga meningkatkan jumlah kunjungan ibu hamil maupun ibu
melahirkan di fasilitas pelayanan pelayanan kesehatan.
65
C. Karakteristik dan Hubungan Faktor Maternal pada Kejadian Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) Tahun 2010-2013
1. Pekerjaan Ibu
Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa sebesar 34,3%
BBLR dilahirkan dari ibu yang bekerja, di mana pekerjaan ibu sebagai
petani/nelayan/buruh lebih banyak melahirkan anak BBLR (35,6%)
daripada jenis pekerjaan lainnya. Hal tersebut dapat dikarenakan jenis
pekerjaan seperti buruh, terutama yang bekerja di sektor pertanian, memiliki
perkerjaan fisik yang berat dan jam kerja yang panjang, di mana mayoritas
ibu dengan jenis pekerjaan tersebut (88,9%) melahirkan anak BBLR
(Viengsakhone, dkk., 2010). Jenis pekerjaan yang berat dapat memicu
pelepasan hormon stres, seperti norepinefrin dan kortisol, yang mengganggu
pertumbuhan janin sebagai akibat dari kerusakan hypothalamic pituitary
axis (HPA) yang sangat merugikan selama trimester pertama (Vrijkotte,
dkk., 2009).
Namun, pada penelitian ini juga menemukan proporsi BBLR lebih
banyak terjadi pada ibu yang tidak bekerja (65,7%) daripada ibu yang
bekerja. Hal tersebut dapat disebabkan karena lebih dari separuh sampel
penelitian ini adalah ibu rumah tangga ataupun tidak bekerja (63,6%). Selain
itu, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Vrijkotte, dkk. (2009)
menunjukkan bahwa rerata berat lahir bayi pada ibu yang tidak bekerja lebih
rendah daripada ibu yang bekerja. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa
kejadian BBLR cenderung terjadi pada ibu yang tidak bekerja.
66
Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan secara statistik antara pekerjaan ibu dengan kejadian
BBLR (95%CI 0,81-1,01). Hasil penelitian ini pun sejalan dengan penelitian
Pramono dan Putro (2009) pada analisis lanjutan data Riskesdas 2007, yang
tidak menemukan adanya hubungan antara status pekerjaan ibu dengan
kejadian BBLR.
Namun, pada dasarnya ibu yang bekerja selama masa kehamilan
memiliki peran penting terhadap terjadinya BBLR maupun kelahiran
prematur (Aminian, dkk., 2014). Jam kerja yang panjang, aktivitas fisik
yang lebih tinggi, beban kerja yang berat dapat menimbulkan ancaman
terhadap kondisi pekerja yang hamil (Vrijkotte, dkk., 2009). Hal tersebut
dapat disebabkan karena aktivitas fisik yang berat dapat mengurangi aliran
darah menuju uterus dan plasenta melalui penurunan terhadap ketersediaan
oksigen dan nutrisi untuk fetus (Snijder CA, dkk., 2012).
Akan tetapi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian BBLR. Hal tersebut dapat
dimungkinkan karena proporsi kejadian BBLR yang tidak jauh berbeda
antara ibu bekerja (34,3%) dan tidak bekerja (65,7%), di mana perbandingan
proporsi BBLR antara kedua kategori tersebut adalah 1:2, sehingga tidak
ada perbedaan ataupun hubungan yang ditemukan antara pekerjaan ibu
dengan kejadian BBLR. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Pramono
dan Putro (2009) yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
67
antara proporsi kejadiaan BBLR pada ibu bekerja (4,7%) dan tidak bekerja
(4,7%).
Selain itu, tidak adanya hubungan dalam penelitian ini dapat
dimungkinkan karena adanya faktor lain yang menunjang kejadian BBLR
lebih banyak terjadi pada ibu yang tidak bekerja daripada bekerja, yakni
tingkat pendidikan. Pada penelitian ini diketahui bahwa lebih dari separuh
ibu yang tidak bekerja memiliki tingkat pendidikan rendah, yakni tidak
memiliki ijazah SD dan tamat SMP (59,1%). Adapun tingkat pendidikan
seringkali dihubungkan dengan tingkat sosial ekonomi dalam konteks
kesehatan, di mana tingkat pendidikan yang rendah dapat membatasi
sesorang untuk mendapatkan pekerjaan (Abu-Saad dan
Fraser, 2010).
Padahal dengan adanya ibu yang bekerja, kemungkinan dapat menambah
pendapatan keluarga sehingga turut mempengaruhi daya beli keluarga untuk
memenuhi kebutuhan asupan nutrisi ibu maupun pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan selama kehamilan.
2. Usia Ibu Melahirkan
Hasil analisis menemukan bahwa proporsi usia ibu melahirkan BBLR
mayoritas terjadi pada usia 20-35 tahun (73,8%). Hasil penelitian tersebut
sejalan dengan penelitian kasus-kontrol oleh Viengsakhone, dkk. (2010)
pada 235 kasus yang menunjukkan bahwa BBLR cenderung dilahirkan dari
ibu berusia 18-35 tahun (84,7%). Sedangkan, penelitian sebelumnya di
Indonesia menemukan kejadian BBLR lebih banyak terjadi pada ibu yang
68
melahirkan di usia < 20 tahun atau > 35 tahun sebesar (4,9%) (Pramono dan
Putro, 2009). Adanya perbedaan hasil antara penelitian ini dengan penelitian
terdahulu dapat dimungkinkan karena adanya perbedaan karakteristik usia
sampel penelitian, di mana pada penelitian ini mayoritas ibu berusia 20-35
tahun (78,7%).
Berdasarkan hasil penelitian bivariat diketahui bahwa terdapat
hubungan antara usia ibu melahirkan dengan kejadian BBLR, di mana ibu
yang melahirkan pada usia < 20 tahun dan atau > 35 tahun memiliki
kemungkinan 1,30 kali lebih besar melahirkan BBLR daripada ibu yang
melahirkan pada usia 20-35 tahun (95%CI 1,16-1,47). Hal tersebut
menunjukkan bahwa usia ibu melahirkan merupakan salah satu yang
mungkin menjadi faktor risiko terhadap kejadian BBLR. Penelitian ini pun
sejalan dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa usia ibu
melahirkan kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun dapat
mempengaruhi terjadinya BBLR (Pramono dan Putro, 2009).
Pada penelitian Khatun dan Rahman (2008) diketahui bahwa kejadian
BBLR banyak terjadi pada ibu yang melahirkan di usia <19 tahun dan >30
tahun, sedangkan usia 20-29 tahun merupakan usia ibu yang optimum untuk
melahirkan bayi dengan berat normal. Terkait dengan kesehatan reproduksi
diketahui bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 2030 tahun. Hal tersebut dikarenakan kematian maternal pada wanita hamil
dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-3 kali lebih tinggi
daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun dan
69
kematian maternal akan meningkat kembali sesuadah usia 30-35 tahun
(Surjaningrat dan Saifuddin, 2002).
Ibu yang hamil pada usia muda turut mempengaruhi berat bayi yang
dilahirkan karena adanya persaingan nutrisi antara ibu dan janin, di mana
ibu yang hamil di usia muda juga membutuhkan nutris karena masih dalam
masa pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi
(Soetjiningsih, 1995). Selain itu, usia muda untuk menjadi seorang ibu
seringkali membuat para ibu muda tersebut kekurangan pengetahuan,
pendidikan, pengalaman, pendapatan dan kekuatan daripada ibu yang lebih
tua. Dalam beberapa budaya di masyarakat, menjadi ibu di usia yang muda
harus menanggung efek dari sikap menghakimi dan situasi yang sudah sulit
menjadi lebih buruk (WHO, 2015a).
Di samping itu, usia ibu melahirkan yang semaikin tua, turut memiliki
risiko melahirkan bayi BBLR yang semakin tinggi (Borders, dkk., 2007).
Usia ibu melahirkan yang terlalu tua juga dapat menimbulkan masalah bagi
kesehatan ibu maupun anak. Hal tersebut dapat dikarenakan komplikasi
kehamilan yang mungkin terjadi pada ibu melahirkan berusia ≥ 40 tahun
dan memberi dampak terhadap berat bayi yang dilahirkan (Tabcharoen,
dkk., 2009).
3. Pendidikan Ibu
Hasil analisis pada penelitian univariat menunjukkan hanya 6,9% anak
BBLR yang dilahirkan dari ibu dengan tingkat pendidikan tinggi, di mana
70
tingkat pendidikan akhir yang ditamatkan ibu adalah pada jenjang perguruan
tinggi. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Pramono dan Putro
(2009) yang menunjukkan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi lebih
banyak tidak melahirkan anak BBLR (4,2%).
Meskipun demikian, proporsi BBLR hampir terdistribusi merata pada
ibu dengan tingkat pendidikan dasar maupun menengah. Adapun hasil
tersebut turut diperkuat dengan temuan di Mexico yang menunjukkan
bahwa kejadian BBLR banyak terjadi pada ibu yang memiliki riwayat
pendidikan 7-9 tahun (32,91%) dan 10-12 tahun (35,44%) (Torres-Arreola,
dkk., 2005). Selain itu, penelitian Khanal, dkk. (2014) menemukan bahwa
sebesar 17,2% ibu dengan tingkat pendidikan dasar melahirkan anak dengan
berat lahir rendah.
Sedangkan, hasil penelitian bivariat menemukan bahwa semakin rendah
pendidikan ibu, maka risiko ibu untuk melahirkan BBLR turut meningkat.
Selain itu, terdapat hubungan antara BBLR dengan tingkat pendidikan ibu,
di mana ibu yang tidak memiliki ijazah sekolah memiliki kemungkinan 1,44
kali lebih besar melahirkan anak BBLR daripada ibu dengan tingkat
pendidikan tinggi (95%CI 1,13-1,83). Di samping itu, ibu dengan tingkat
pendidikan dasar berpeluang 1,25 lebih besar melahirkan BBLR daripada
ibu dengan tingkat pendidikan tinggi (CI95% 1,03-1,48). Berdasarkan
penelitian Syarifuddin, dkk. (2011) diketahui bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan rata-rata berat lahir bayi antara ibu yang berpendidikan
rendah dengan ibu yang berpendidikan tinggi.
71
Tingkat pendidikan yang rendah, akan menghambat perkembangan
seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai–nilai yang baru
diperkenalkan, sedangkan tingkat pendidikan yang tinggi akan memudahkan
sesorang
menerima
informasi
lebih
banyak
dibandingkan
dengan
pendidikan rendah (Mubarak, 2007). Seperti halnya hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa mayoritas ibu dengan tingkat pendidikan tinggi
cenderung melakukan kunjungan antenatal ≥ 4 kali selama masa kehamilan
(91,4%). Ibu hamil dengan tingkat pendidikan yang lebih baik cenderung
tidak melahirkan BBLR kemungkinan dikarenakan meningkatnya kesadaran
ibu terhadap pelayanan kesehatan yang turut mempengaruhi perilaku
pencarian pengobatan dan penenuhan gizi selama kehamilan (Amosu A.M,
dkk., 2014).
Oleh
karena
itu,
diharapkan
Kementerian
Kesehatan
dapat
menginstruksikan terkait penyediaan anggaran dana sebagai sumber daya
yang dapat digunakan oleh Dinas Kesehatan untuk membuat kegiatan
penyuluhan pada ibu hamil saat pelaksanaan kelas ibu hamil dengan
menggunakan sarana yang memadai seperti pamflet ataupun alat peraga lain
yang dapat membantu mempermudah penyerapan informasi pada ibu hamil.
4. Kunjungan Antenatal Care
Antenatal Care adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan professional kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai
dengan standar pelayanan antenatal care yang ditetapkan dalam buku
72
pedoman pelayanan antenatal (Kementerian Kesehatan RI, 2010b).
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa mayoritas kejadian BBLR
(84,0 %) terjadi pada ibu yang melakukan kunjungan antenatal care ≥ 4
kali. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian kasus-kontrol di
Banjarmasin, di mana sebesar 83,3% ibu yang melakukan kunjungan ANC
≥ 4 kali pada kelompok kasus, turut melahirkan anak BBLR (Hapisah, dkk.,
2010). Sedangkan, penelitian Khanal, dkk. (2014) dan Pramono dan Putro
(2009) yang menunjukkan bahwa kejadian BBLR lebih banyak terjadi pada
ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal care dengan proporsi
masing-masing sebesar 18,3% dan 9,1%. (Pramono dan Putro, 2009).
Namun, banyaknya jumlah kunjungan tersebut dilakukan tidak secara
rutin pada tiap trimester kehamilan. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena
terputus ataupun tidak dilanjutkannya kunjungan antenatal yang dilakukan
oleh ibu selama masa kehamilan. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya
selisih kunjungan pertama kali ibu hamil pada trimester 1 (K1 Ideal) sebesar
79,6% dengan cakupan kunjungan ibu hamil selama 4 kali dan memenuhi
kriteria 1-1-2 yaitu minimal 1 kali pada trimester 1, minimal 1 kali pada
trimester 2 dan minimal 2 kali pada trimester 3 (K4) sebesar 72,9%. Hal
tersebut pun tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Riskesdas 2013
yang memperlihatkan adanya selisih sebesar 12% dari ibu yang menerima
K1 ideal tidak melanjutkan ANC sesuai standar minimal (K4) (BPPK,
2013).
73
Selain itu, berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa ibu yang
tidak melakukan kunjungan antenatal tidak memiliki hubungan secara
statistik dengan kejadian BBLR (95% CI 0,70-1,63). Hal tersebut sejalan
dengan hasil penelitian Jammeh, dkk. (2011) dan Torres-Arreola, dkk.
(2005) menunjukkan tidak adanya hubungan antara kunjungan antenatal
dengan terjadinya BBLR. Namun, hal tersebut berbeda dengan hasil
penelitian case control yang dilakukan Syarifuddin, dkk. (2011), di mana
terdapat hubungan antara ANC dengan kejadian BBLR.
Adanya perbedaan antara penelitian ini dan sebelumnya dapat
disebabkan karena proporsi ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal
sangatlah kecil (1,6%) dan tidak ada perbedaan proporsi antara anak BBLR
dan tidak BBLR pada ibu yang tidak melakukan kunjungan atenatal. Selain
itu, hal tersebut dapat dimungkinkan karena mayoritas
ibu yang tidak
melakukan kunjungan antenatal pada penelitian ini, melahirkan anak pada
usia yang tidak berisiko terhadap BBLR (20-35 tahun) (70,8%).
Di samping itu, penelitian ini juga menemukan bahwa ibu yang
melakukan kunjungan antenatal 1-3 kali selama masa kehamilan memiliki
kemungkinan 1,28 kali lebih besar melahirkan BBLR daripada ibu yang
melakukan kunjungan antenatal ≥ 4 kali (95%CI 1,10-1,45). Penelitian di
Brazil menemukan bahwa jumlah kunjungan antenatal berhubungan dengan
kejadian BBLR (95% CI 1.32-2.34) (Fonseca, dkk., 2014). Hal tersebut juga
sejalan dengan penelitian lainnya bahwa ibu yang tidak melakukan
74
kunjungan antenatal, bahkan jumlah kunjungan yang kurang, dapat
meningkatkan risiko ibu melahirkan bayi BBLR (Dharmalingam, 2010).
Akan tetapi, pada penelitian ini diketahui bahwa lebih dari separuh
(55,87%) ibu yang melakukan kunjungan antenatal, dilakukan pada saat usia
kehamilan mencapai trimester tiga (usia kehamilan 7 bulan-melahirkan).
Padahal menurut Kementerian Kesehatan RI (2010b) frekuensi pelayanan
antenatal minimal 4 kali selama masa kehamilan, dengan distribusi minimal
satu kali pada trimester pertama dan kedua, serta dua kali di trimester akhir.
Namun, kunjungan antenatal bisa lebih dari 4 kali sesuai dengan kebutuhan
dan jika ada keluhan, penyakit atau gangguan kehamilan, di mana
kunjungan tersebut termasuk dalam K4.
Di sisi lain, pelaksanaan kegiatan ANC memiliki peran penting untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan anak, karena kunjungan ANC merupakan
salah satu sumber utama ibu mendapatkan tablet Fe dan edukasi mengenai
kebutuhan nutrisi yang penting selama masa kehamilan (Balarajan, dkk.,
2013). Selain itu, melalui kunjungan antenatal ibu hamil dapat
meningkatkan kewaspadaan dalam memelihara kesehatan janin maupun
kesehatan ibu kerena dalam pemeriksaan kehamilan, ibu hamil mendapat
layanan seperti vaksinasi tetanus toxoid, penjelasan tanda tanda komplikasi,
menerima pil besi, dan pemeriksaan tekanan darah, ke semua pelayanan
kesehatan tersebut sangat bermanfaat bagi kualitas bayi yang akan
dilahirkan juga bagi kesehatan ibu sendiri.
75
Dengan demikian, diharapkan bagi seluruh Dinas Kesehatan agar dapat
bekerja sama dengan puskesmas dalam melakukan monitoring dan supervisi
terhadap pelaksanaan posyandu dan menyediakan tenaga kesehatan yang
dapat memberikan pelayanan antenatal pada ibu hamil selama pelaksanaan
posyandu tersebut, sehingga ibu hamil dapat dengan mudah mendapatkan
pelayanan ANC tiap bulannya dan diharapkan dapat meningkatkan jumlah
kunjungan antenatal ibu hamil. Selain itu juga, dapat dilakukannya
kunjungan ke rumah ibu hamil oleh tenaga kesehatan, bila ibu tidak
memungkinkan untuk datang ke pelayanan kesehatan terdekat.
5. Usia Gestasi
Usia gestasi (usia kehamilan) adalah istilah umum yang digunakan
selama
masa
kehamilan
untuk
menggambarkan
seberapa
jauh
perkembangan kehamilan dan diukur dalam satuan minggu, sejak hari
pertama siklus menstrual wanita hingga waktu tertentu (National Institute of
Health, 2013). Berdasarkan hasil analisis dari penelitian ini diketahui
sebesar 50,4% BBLR terjadi pada usia gestasi < 37 minggu. Bayi yang lahir
pada usia gestasi < 37 minggu dapat diklasifikan sebagai preterm infant
(bayi prematur) (Hatfield, 2014). Insiden kelahiran prematur di Indonesia
masih cukup tinggi, di mana pada tahun 2010 Indonesia menempati urutan
ke 9 dari 10 negara dengan rate kelahiran bayi prematur tertinggi di dunia,
yakni sebesar 15,5 per 100 kelahiran anak (Blencowe, dkk., 2012).
Tingginya insiden kelahiran prematur dan adanya kemajuan teknologi, maka
76
peningkatan kelahiran bayi prematur yang lahir hidup dapat berpengaruh
terhadap peningkatan jumlah anak BBLR (Sutan, dkk., 2014).
Adapun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Badshah, dkk.
(2008) di Pakistan dan Frederick, dkk. (2008), di mana kejadian BBLR
lebih banyak terjadi pada bayi prematur dengan proporsi masing-masing
sebesar 26,2% dan 78,4%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
anak yang dilahirkan pada usia kehamilan < 37 minggu cenderung lahir
dengan berat lahir <2500 gr.
Selain itu, berdasarkan hasil uji hipotests diketahui bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara usia gestasi dengan kejadian BBLR. Ibu
yang melahirkan di usia kehamilan <37 minggu memiliki kemungkinan 2,21
lebih besar melahirkan BBLR daripada ibu yang melahirkan ≥ 37 minggu
(95% CI 1,97-2,27). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yuliva,
dkk. (2009) dan Badshah, dkk. (2008) yang menunjukkan hubungan
signifikan antara usia kehamilan dengan kejadian BBLR.
Bayi prematur yang BBLR berdasarkan umur kehamilan pretermnya,
seringkali dihubungkan dengan keadaan medis di mana kurangnya
kemampuan uterus untuk mempertahankan janin, gangguan pada perjalanan
kehamilan, pelepasan plasenta prematur, rangsangan tidak pasti yang
menimbulkan kontraktil efektif pada uterus sebelum kehamilan mencapai
umur cukup bulan (Behrman, dkk., 2000). Selain itu, semakin tua umur
kehamilan maka semakin berat bayi yang dilahirkan dan sebaliknya, apabila
semakin muda umur kehamilan berpotensi menyebabkan kurang sempurna
77
pertumbuhan dan perkembangan dari organ-organ tubuh janin di dalam
kandungan yang berakibat berat bayi yang dilahirkan akan berkurang
(Yuliva, dkk., 2009).
Pada masa gestasi ini dibutuhkan asupan nutrisi yang cukup memenuhi
kebutuhan nutrisi bagi perkembangan janin yang sempurna (Abu-Saad dan
Fraser, 2010). Kondisi asupan nutrisi saat kehamilan yang buruk merupakan
salah satu faktor risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (Martin,
dkk., 2013). Salah satu indikator untuk mengetahui status gizi ibu adalah
melalui ukuran lingkar lengan atas (LiLA) ≤ 23,5 cm, dimana hal tersebut
dapat digunakan untuk mengetahui keadaan kekurangan energi dalam waktu
lama (kronis) pada wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil (Kementerian
Kesehatan RI, 2010a). Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan terutama
Balitbangkes diharapkan dapat menambah variabel penelitian, berupa
pengukuran lingkar lengan atas pada saat hamil ketika ibu melakukan
kunjungan antenatal pertama kali dalam penelitian Riskesdas selanjutnya.
6. Konsumsi Tablet Fe
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui sebesar 9,8% bayi BBLR
terjadi pada ibu yang tidak mengonsumsi tablet Fe. Adapun angka tersebut
lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian di India dan Nepal
yang masing-masing menunjukkan angka sebesar 27,6% dan 10,2% ibu
yang tidak mengonsumsi tablet Fe melahirkan anak BBLR (Balarajan, dkk.,
2013; Khanal, dkk., 2014). Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian
78
sebelumnya dapat disebabkan oleh tingginya proporsi ibu yang melakukan
kunjungan antenatal (86,8%), di mana salah satu pelayanan antenatal yang
diberikan adalah pemberian tablet Fe pada ibu hamil.
Selain itu, pada penelitian ini juga menemukan sebesar 52,3% bayi
BBLR dilahirkan dari ibu yang mengonsumsi tablet Fe < 90 hari. Padahal
menurut Kementerian Kesehatan RI (2010b) setiap ibu hamil harus
mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan yang
dikonsumsi sebanyak 1 tablet selama 90 hari diberikan sejak pemeriksaan
kehamilan pertama kali. Zat besi sangat dibutuhkan oleh ibu hamil untuk
mencegah terjadinya anemia dan menjaga pertumbuhan janin secara
optimal.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan antara
ibu yang tidak mengonsumsi tablet Fe dan ibu yang mengonsumsi tablet Fe
< 90 hari selama masa kehamilan dengan kejadian BBLR. Ibu yang tidak
mengonsumsi tablet Fe selama hamil memiliki kemungkinan 1,26 kali lebih
besar untuk melahirkan anak dengan berat lahir rendah dibandingkan
dengan ibu yang mengonsumsi tablet Fe > 90 hari (95%CI 0,98-1,50). Hasil
tersebut
sejalan
dengan
penelitian
Khanal,
dkk.
(2014)
yang
membandingkan hasil survey tahun 2006 dan 2011 terkait dengan peran
antenatal care dan pemberian tablet Fe dalam mencegah BBLR di Nepal,
menemukan bahwa konsumsi tablet Fe memiliki hubungan yang positif
terhadap kejadian BBLR. Ibu yang tidak mengonsumsi tablet Fe selama
79
masa kehamilan berisiko dua kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan
berat rendah daripada ibu yang rutin mengonsumsi tablet Fe.
Selain itu, ibu yang mengonsumsi tablet Fe kurang dari 90 hari
memiliki peluang 1,33 kali lebih besar daripada ibu yang mengonsumsi
tablet Fe ≥ 90 hari selama masa kehamilan. Kurangnya asupan zat besi
selama masa kehamilan dapat menyebabkan terjadinya anemia saat hamil
yang berpengaruh secara signifikan terhadap usia kehamilan yang lebih
cepat dan meningkatkan kejadian bayi lahir prematur, namun dampak buruk
tersebut dapat dicegah melalui konsumsi tablet Fe pada masa kehamilan
(Bánhidy, dkk., 2011).
Asupan zat besi sangat dibutuhkan selama masa kehamilan, di mana
volume darah akan meningkat kebutuhan zat besi. Jumlah elmental Fe yang
dibutuhkan bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu
untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah
sebanyak 500 gr, sehingga ibu membutuhkan tambahan suplemen tablet Fe
karena jarang sekali ibu mampu memenuhui kebutuhan Fe hanya melalui
makanan yang dikonsumsi (Soetjiningsih, 1995).
Zat besi hem yang berasal dari makanan hewani lebih banyak dan
dapat langsung diabsorpsi karena berbentuk ferro daripada zat besi non
heme yang berbentuk ferri dari makanan nabati (Utama, dkk., 2013).
Absorpsi zat besi non hem dapat ditingkatkan apabila terdapat kadar
vitamin C yang cukup, di mana vitamin C dapat merubah bentuk feri
menjadi bentuk fero yang lebih mudah diserap tubuh (Robbins, 2007;
80
Utama, dkk., 2013). Oleh karena itu, seringkali dianjurkan untuk
mengonsumsi makanan sumber vitamin C tiap kali mengonsumsi tablet
besi. Selain itu, zat tannin juga diketahui dapat menghambat penyerapan
zat besi. Dengan demikian penting untuk diketahui bagaimana cara ibu
mengonsumsi tablet Fe.
Oleh karena itu, diharapkan Kementerian Kesehatan, terutama
Balitbangkes dapat menambah variabel penelitian mengenai cara ibu
mengonsumsi tablet Fe pada saat hamil apakah bersamaan dengan
meminum air teh, kopi, ataupun minum maupun makannan lainnya dalam
Riskesdas selanjutnya. Selain itu, diharapkan bagi Kementerian Kesehatan
dapat membuat kebijakan terkait dengan pemberian Vitamin C yang
bersamaan dengan tablet Fe saat ibu melakukan kunjungan antental.
7. Paritas Ibu
Paritas adalah banyaknya jumlah anak yang pernah dilahirkan
(BKKBN, 2011). Berdasarkan hasil analisis dari penelitian ini diketahui
bahwa mayoritas BBLR lahir dari ibu yang pernah melahirkan multipara (24 orang anak) (55,58%). Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian
Yilgwan, dkk. (2012) yang menemukan bahwa kelompok ibu yang
melahirkan multipara lebih banyak melahirkan anak dengan berat rendah
dibandingkan dengan kelompok primipara maupun grandemultipara.
Adapun penelitian di Indonesia sebelumnya menunjukkan bahwa kejadian
BBLR lebih banyak terjadi pada saat melahirkan anak kedua ataupun ketiga
81
(5,5%) (Pramono dan Putro, 2009). Selain itu penelitian Torres-Arreola,
dkk. (2005) menunjukkan bahwa 58,22% BBLR berasal dari ibu yang
memiliki riwayat melahirkan multipara.
Berdasarkan hasil analisis bivariat pada penelitian ini diketahui bahwa
paritas ibu memiliki hubungan dengan kejadian BBLR, di mana ibu yang
melahirkan pertama kali dan atau lebih dari 5 kali memiliki kemungkinan
1,49 kali lebih besar melahirkan BBLR daripada ibu yang pernah
melahirkan 2-3 orang anak (95%CI 1,34-1,66). Paritas 23 merupakan
paritas yang paling aman ditinjau dari kematian ibu, di mana paritas 1 dan
paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian ibu yang lebih tinggi
(Surjaningrat, 2002)..
Pada penelitian ini diketahui sebesar 23,4% primipara lahir dari ibu
yang memiliki usia bersiko untuk melahirkan, baik < 20 tahun maupun > 35
tahun. Ibu yang hamil pada usia muda turut mempengaruhi berat bayi yang
dilahirkan karena adanya persaingan nutrisi antara ibu dan janin, di mana
ibu yang hamil di usia muda juga membutuhkan nutris karena masih dalam
masa pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi
(Soetjiningsih, 1995). Selain itu, menunjukkan bahwa semakin tua usia ibu
melahirkan, maka risiko melahirkan bayi BBLR semakin tinggi dikarenakan
komplikasi kehamilan yang mungkin terjadi pada ibu melahirkan berusia ≥
40 tahun (Tabcharoen, dkk, 2009).
Pada ibu yang paritas tinggi dapat menyebabkan tempat implantasi
plasenta pada dinding rahim tidak sempurna lagi, sehingga pertumbuhan
82
plasenta dan janin akan terganggu (Hapisah, dkk., 2010). Selain itu, paritas
seorang
wanita
dapat
mempengaruhi
bentuk
dan
ukuran
uterus
(Cunningham, dkk., 2005). Adapun kondisi uterus tersebut dapat
mempengaruhi kemampuan janin selama masa kehamilan, di mana dampak
buruk dari hal tersebut dapat terlihat pada kondisi bayi yang dilahirkan.
Banyaknya anak yang dilahirkan akan sangat berpengaruh terhadap
kesehatan ibu maupun anak, di mana risiko BBLR, kematian ibu maupun
anak akan meningkat apabila jarak melahiran terlalu dekat. Hal tersebut
dikarenakan fisik ibu dan rahim masih kurang cukup istirahat karena Ibu
yang sering hamil, terutama dengan jarak yang pendek akan menyebabkan
ibu terlalu lelah akibat dari hamil, melahirkan, menyusui, merawat anaknya
terus menerus (Juaria, 2014). Selain itu, Tabcharoen, dkk. (2009)
Pemerintah sendiri telah memiliki program yang berupaya untuk
menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan, yakni
program keluarga berencana. Oleh karena itu, diharapkan bagi Dinas
Kesehatan dapat menginstruksikan petugas kesehatan untuk mendukung
program tersebut memalui edukasi ataupun penyuluhan mengenai program
tersebut terhadap wanita usia subur, yang akan merencakan kehamilan dan
terutama pada ibu yang baru melakukan proses persalinan saat melakukan
kunjungan nifas. Selain itu, Dinas Kesehatan juga dapat bekerja sama
dengan Kantor Urusan Agama (KUA) dalam memberikan materi mengenai
kesehatan reproduksi wanita maupun program KIA pemerintah pada
pasangan yang akan menikah saat melakukan konsultasi pra nikah.
83
8. Riwayat Ibu Melahirkan BBLR
Pada variabel ini, riwayat ibu melahirkan tidak dilihat berdasarkan
jumlah seluruh anak yang pernah dilahirkan dan berat lahir yang diketahui,
melainkan diperoleh melalui riwayat berat lahir anak yang memiliki
hubungan saudara (adik-kakak) dari ibu yang sama dan dilahirkan tahun
2010-2013. Hal tersebut berkaitan dengan ketersediaan data yang ada di
Riskesdas 2013.
Berdasarkan hasil analisis dari penelitian ini diketahui bahwa mayoritas
ibu yang tidak memiliki riwayat melahirkan anak BBLR sebelumnya
cenderung melahirkan anak selanjutnya dengan berat rendah (99,3%).
Penelitian Torres-Arreola, dkk. (2005) menunjukkan hal yang sama dengan
penelitian ini, di mana ibu yang tidak memiliki riwayat melahirkan BBLR
cenderung melahirkan anak BBLR (71,73%) pada persalinan selanjutnya.
Di samping itu, penelitian kasus-kontrol di Malaysia juga menemukan hal
sama, di mana ibu yang tidak memiliki riwayat melahirkan BBLR pada
kelompok kasus (18,3%) maupun kontrol (74,4%) cenderung melahirkan
anak BBLR (Sutan, dkk., 2014). Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa kejadian BBLR cenderung terjadi pada ibu yang memiliki riwayat
melahirkan BBLR pada persalinan sebelumnya.
Berdasarkan uji hipotesis pada penelitian ini diketahui terdapat
hubungan antara riwayat ibu yang pernah melahirkan BBLR dengan
kejadian BBLR pada anak yang dilahirkan selanjutnya (95% CI 2,14-6,93).
Ibu yang memiliki riwayat BBLR memiliki kemungkinan 3,85 kali lebih
84
besar untuk melahirkan anak BBLR daripada ibu yang tidak memiliki
riwayat melahirkan BBLR sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan hasil
penelitian kasus-kontrol di Malaysia yang menemukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara ibu yang memiliki riwayat melahirkan
BBLR sebelumnya dengan kejadian BBLR, di mana ibu yang memiliki
riwayat melahirkan BBLR berisiko 4 kali lebih besar melahirkan BBLR
daripada ibu yang tidak memiliki riwayat melahirkan BBLR (Sutan, dkk.,
2014).
Riwayat BBLR dapat berulang yang disebabkan oleh kelainan anatomis
dari uterus, seperti septum uterus, biasanya septum pada uterus avaskular
dan terjadi keadaan kegagalan vaskularisasi ini akan menyebabkan
gangguan pada perkembangan plasenta. Septum akan mengurangi kapasitas
dari endometerium sehingga dapat menghambat pertumbuhan janin, selain
itu dapat menyebabkan keguguran pada trimester dua dan persalinan
prematur (Surjaningrat, 2002). Adapun kelahiran prematur tersebut dapat
berkonstribusi secara tidak langsung terhadap peningkatan jumlah anak
BBLR (Sutan, dkk., 2014).
(Surjaningrat dan Saifuddin, 2002).
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terkait dengan kejadian BBLR di
Indonesia pada Tahun 2010-2013 dengan menggunakan data Riskesdas 2013,
didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Prevalensi kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013 adalah sebesar
5,2%.
2. Distribusi frekuensi faktor maternal pada kejadian BBLR tersebut
mayoritas terjadi pada ibu yang tidak bekerja dan berusia antara 20-35
tahun. Ibu dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung tidak melahirkan
anak BBLR dan mayoritas ibu yang melakukan kunjungan ANC ≥ 4 kali
cenderung melahirkan BBLR. Adapun kejadian BBLR lebih banyak
terjadi pada ibu yang melahirkan di usia gestasi < 37 minggu, dan ibu yang
mengonsumsi tablet Fe < 90. Sedangkan proporsi ibu dengan paritas
multipara dan tidak memiliki riwayat melahirkan BBLR lebih banyak
melahirkan BBLR.
3. Adapun berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui terdapat beberapa
variabel yang berhubungan dengan kejadian BBLR, anatara lain usia ibu
melahirkan anak terakhir, ibu dengan tingkat pendidikan dasar dan tidak
tidak memiliki ijazah sekolah. Selain itu, jumlah kunjungan antenatal
selama kehamilan sebanyak 1-3 kali, usia gestasi <37 minggu, ibu yang
85
86
tidak dan mengonsumsi tablet Fe< 90 hari, paritas ibu, dan ibu yang
memiliki riwayat melahirkan BBLR memiliki hubungan dengan kejadian
BBLR.
B. Saran
1. Kementerian Kesehatan
a. Diharapkan Kementerian Kesehatan dapat menginstruksikan terkait
penyediaan anggaran dana sebagai sumber daya yang dapat digunakan
oleh Dinas Kesehatan untuk membuat kegiatan penyuluhan pada ibu
hamil saat pelaksanaan kelas ibu hamil dengan menggunakan sarana
yang memadai seperti pamflet ataupun alat peraga lain yang dapat
membantu mempermudah penyerapan informasi pada ibu hamil.
b. Diharapkan bagi Kementerian Kesehatan, terutama Balitbangkes agar
dapat menambah variabel penelitian, berupa hasil pengukuran lingkar
lengan atas saat pada hamil ketika ibu melakukan kunjungan antenatal
pertama kali, status merokok saat hamil, dan cara ibu mengonsumsi
tablet Fe pada saat hamil apakah bersamaan dengan meminum air teh,
kopi, ataupun minum maupun makannan lainnya dalam Riskesdas
selanjutnya.
c. Diharapkan Kementerian Kesehatan dapat membuat kebijakan terkait
dengan pemberian Vitamin C yang bersamaan dengan tablet Fe saat
ibu melakukan kunjungan antental.
87
2. Dinas Kesehatan di Indonesia
a. Diharapkan pada Dinas Kesehatan dapat berkoordinasi dengan
Puskesmas maupun Pemerintah Daerah untuk melakukan penyuluhan
mengenai program kesehatan ibu dan anak yang berasal dari
Kementerian Kesehatan pada kegiatan-kegiatan rutin di Puskesmas
maupun
Pemerintah
Daerah,
sehingga
meningkatkan
jumlah
kunjungan ibu hamil maupun ibu melahirkan di fasilitas pelayanan
pelayanan kesehatan.
b. Diharapkan bagi seluruh Dinas Kesehatan agar dapat bekerja sama
dengan puskesmas dalam melakukan monitoring dan supervisi
terhadap pelaksanaan posyandu dan menyediakan tenaga kesehatan
yang dapat memberikan pelayanan antenatal pada ibu hamil selama
pelaksanaan posyandu tersebut, sehingga ibu hamil dapat dengan
mudah mendapatkan pelayanan ANC tiap bulannya dan diharapkan
dapat meningkatkan jumlah kunjungan antenatal ibu hamil. Selain itu
juga, dapat dilakukannya kunjungan ke rumah ibu hamil oleh tenaga
kesehatan, bila ibu tidak memungkinkan untuk datang ke pelayanan
kesehatan terdekat.
c. Diharapkan bagi Dinas Kesehatan dapat menginstruksikan petugas
kesehatan untuk mendukung program keluarga berencana melalui
edukasi ataupun penyuluhan mengenai program tersebut terhadap
wanita usia subur, yang akan merencakan kehamilan dan terutama ibu
88
yang telah melakukan proses persalinan saat melakukan kunjungan
nifas.
d. Diharapkan bagi Dinas Kesehatan dapat bekerja sama dengan Kantor
Urusan Agama (KUA) dalam memberikan materi mengenai kesehatan
reproduksi wanita maupun program KIA pemerintah pada pasangan
yang akan menikah saat melakukan konsultasi pra nikah.
3. Peneliti Selanjutnya
a. Disarankan untuk melakukan penelitian mengenai BBLR dengan
menggunakan data primer dan menambahkan variabel lain yang
berhubungan secara teori yang tidak diteliti dalam penelitian ini,
seperti status merokok ibu saat hamil, status KEK ibu, riwayat sakit
selama masa kehamilan, cara mengkonsumsi tablet Fe selama
kehamilan dan status sosial ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Abu-Saad, K., dkk. 2010. Maternal Nutrition and Birth Outcomes. Oxford
Journal, 32, 5-25.
Aminian, O., dkk. 2014. Association between maternal work activity on birth
weight and gestational age. Asian Pacific Journal of Reproduction, 3, 200203.
Tersedia
di:
https://scholar.google.com/scholar?cluster=18369008392864899139&hl=e
n&as_sdt=0,5&as_vis=1 [Diakses 23 April 2015].
Amosu A.M, dkk. 2014. Maternal socio-demographic characteristics as correlates
of newborn birth weight in urban Abeokuta, Nigeria. Biomedical
Research,
25,
612-616.
Tersedia
di:
http://biomedres.info/yahoo_site_admin/assets/docs/612-616-AmosuMaternal.262230536.pdf.
Anwar, F., dkk. 2009. Makan Tepat Badan Sehat, Jakarta, Mizan Publika.
Badshah, S., dkk. 2008. Risk factors for low birthweight in the public-hospitals at
Peshawar, NWFP-Pakistan. BMC Public Health, 8, 197. Tersedia di:
http://www.biomedcentral.com/1471-2458/8/197 [Diakses 1 Maret 2015].
Balarajan, Y., dkk. 2013. Maternal Iron and Folic Acid Supplementation is
Associated with Lower Risk of Low BirthWeight in India. The Journal of
Nutrition, 1309-1315.
Bánhidy, F., dkk. 2011. Iron deficiency anemia: Pregnancy outcomes with or
without iron supplementation. Nutrition, 27, 65-72. Tersedia di:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0899900710000031
[Diakses 1 Maret 2015].
Behrman, R. E., dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Jakarta, EGC.
Beyerlein, A., dkk. 2011. Is low birth weight in the causal pathway of the
association between maternal smoking in pregnancy and higher BMI in the
89
90
offspring?
Eur
J
Epidemiol,
26,
413-420.
Tersedia
di:
http://link.springer.com/article/10.1007/s10654-011-9560-y [Diakses 22
April 2015].
BKKBN. 2011. Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional,
Jakarta, BKKBN.
Blencowe, H., dkk. 2012. National, regional, and worldwide estimates of preterm
birth rates in the year 2010 with time trends since 1990 for selected
countries: a systematic analysis and implications. Lancet, 379, 2162-72.
Borders, A. E. B., dkk. 2007. Chronic Stress and Low Birth Weight Neonates in a
Low-Income Population of Women. Obstetrics & Gynecology, 109, 331338.
Tersedia
di:
http://journals.lww.com/greenjournal/Fulltext/2007/02000/Chronic_Stress
_and_Low_Birth_Weight_Neonates_in_a.16.aspx [Diakses 1 Maret 2015].
Boulet, S., dkk. 2011. Birth Weight and Health and Developmental Outcomes in
US Children, 1997–2005. Maternal and Child Health Journal, 15, 836844. Tersedia di: http://dx.doi.org/10.1007/s10995-009-0538-2 [Diakses
25 Februari 2015].
BPPK. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2013, Jakarta,
Kementrian kesehatan RI.
CDC.
2015.
Maternal
and
Infant
Health
[Online].
Tersedia
di:
http://www.cdc.gov/reproductivehealth/maternalinfanthealth/.
Centers for Disease Control and Prevention, dkk. 2010. How Tobacco Smoke
Causes Disease: The Biology and Behavioral Basis for SmokingAttributable Disease: A Report of the Surgeon General Atlanta, Centers
for Disease Control and Prevention
Cunningham, F. G., dkk. 2005. Obstetri Williams, Jakarta, EGC.
91
Darmayanti, dkk. 2010. Pengaruh Kenaikan Berat Badan Rata – Rata Per Minggu
pada Kehamilan Trimester II Dan III Terhadap Risiko Berat Bayi Lahir
Rendah. Berita Kedokteran Komunitas, 26, 40-46. Tersedia di:
http://www.berita-kedokteranmasyarakat.org/index.php/BKM/article/view/221/118.
Dharmalingam, A., dkk. 2010. Nutritional Status of Mothers and Low Birth
Weight in India. Maternal and Child Health Journal, 14, 290-298.
Tersedia di: http://dx.doi.org/10.1007/s10995-009-0451-8 [Diakses 1
Maret 2015].
Fonseca, dkk. 2014. Adequacy of antenatal care and its relationship with low birth
weight in Botucatu, São Paulo, Brazil: a case-control study. BMC
Pregnancy
and
Childbirth,
14,
255.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4131026/
Tersedia
[Diakses
di:
2
Maret 2015].
Francis-Cheung, T. 2008. Manajemen Berat Badan Kehamilan, Jakarta, Arcan.
Frederick, I., dkk. 2008. Pre-pregnancy Body Mass Index, Gestational Weight
Gain, and Other Maternal Characteristics in Relation to Infant Birth
Weight. Maternal and Child Health Journal, 12, 557-567. Tersedia di:
http://dx.doi.org/10.1007/s10995-007-0276-2 [Diakses 2 Maret 2015].
Frontini, M. G., dkk. 2004. Low birth weight and longitudinal trends of
cardiovascular risk factor variables from childhood to adolescence: the
bogalusa heart study. BMC Pediatrics, 4, 22-22. Tersedia di:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC534105/ [Diakses 3 Maret
2015].
Ganesh Kumar, S., dkk. 2010. Determinants of low birth weight: A case control
study in a district hospital in Karnataka. The Indian Journal of Pediatrics,
77, 87-89. Tersedia di: http://dx.doi.org/10.1007/s12098-009-0269-9.
92
Han, Z., dkk. 2011. Maternal underweight and the risk of preterm birth and low
birth weight: a systematic review and meta-analyses. International Journal
of
Epidemiology,
40,
65-101.
Tersedia
di:
http://ije.oxfordjournals.org/content/40/1/65.abstract [Diakses 25 Februari
2015].
Hapisah, dkk. 2010. Depressive Symptoms pada Ibu Hamil dan Bayi Berat Lahir
Rendah. Berita Kedokteran Masyarakat, 26, 81- 89. Tersedia di:
http://www.berita-kedokteranmasyarakat.org/index.php/BKM/article/view/221/118.
Hatfield, N. T. 2014. Introductory Maternity and Pediatric Nursing (Ed. 3rd),
China, Wolters Kluwer Health dan Lippincott Williams and Wilkins.
Holloway, A. C., dkk. 2014. Characterization of the adverse effects of nicotine on
placental development: in vivo and in vitro studies. Am J Physiol
Endocrinol
Metab,
306,
E443-E456.
Tersedia
di:
http://ajpendo.physiology.org/ajpendo/306/4/E443.full.pdf.
Huxley, R., dkk. 2007. Is birth weight a risk factor for ischemic heart disease in
later
life?
Am
J
Clin
Nutr,
85,
1244-50.
Tersedia
di:
http://ajcn.nutrition.org/content/85/5/1244.full.pdf+html [Diakses 1 Maret
2015].
Jammeh, A., dkk. 2011. Maternal and obstetric risk factors for low birth weight
and preterm birth in rural Gambia: a hospital-based study of 1579
deliveries. Open Journal of Obstetrics and Gynecology, 1, 94-103.
Tersedia di: http://www.SciRP.org/journal/ojog/ [Diakses 25 Februari
2015].
Juaria, H. 2014. Hubungan Antara Umur dan Pritas Ibu Bersalin dengan Kejadian
Berat
Lahir
Rendah.
Gema
Bidan
Indonesia,
3.
http://ejournal.poltekkesdepkessby.ac.id/index.php/jurnal_kebidanan/article/view/21/21.
Tersedia
di:
93
Kementerian Kesehatan RI. 2010a. Glosarium Data & Informasi Kesehatan,
Jakarta, Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi.
Kementerian Kesehatan RI. 2010b. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu,
Jakarta, Kementerian Kesehatan
Kerber, K. J., dkk. 2007. Continuum of care for maternal, newborn, and child
health: from slogan to service delivery. The Lancet 370, 1358–1369.
Tersedia di: http://www.who.int/pmnch/topics/20071003lancet.pdf.
Khanal, V., dkk. 2014. Role of antenatal care and iron supplementation during
pregnancy in preventing low birth weight in Nepal: comparison of national
surveys 2006 and 2011. Archives of Public Health, 72, 4. Tersedia di:
http://www.archpublichealth.com/content/72/1/4 [Diakses 25 Februari
2015].
Khatun, S., dkk. 2008. Socio-economic Determinants of low birth weight in
Bangladesh: A multivariate approach. Bangladesh Med Res Counc Bull,
34, 81-86.
Lawn, J. E., dkk. 2005. 4 million neonatal deaths: When? Where? Why? The
Lancet,
365,
891-900.
Tersedia
di:
http://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS01406736(05)71048-5/abstract [Diakses 25 Februari 2015].
Lee, A. C., dkk. 2013. National and regional estimates of term and preterm babies
born small for gestational age in 138 low-income and middle-income
countries in 2010. The Lancet Global Health, 1, e26–36. Tersedia di:
http://www.thelancet.com/pdfs/journals/langlo/PIIS2214-109X(13)700068.pdf [Diakses 25 Februari 2015].
Longo-Mbenza, B., dkk. 2010. Low birth weight, metabolic syndrome and their
associations with the global crisis of 1930 - 1945, rapidly growing
economy and coronary heart disease in Central Africa. International
94
Journal
of
Nutrition
and
Metabolism,
2,
1-10.
Tersedia
di:
http://www.academicjournals.org/ijnam [Diakses 25 Februari 2015].
Manuaba, I. B. G., dkk. 2007. Pengantar Obstetri, Jakarta, EGC.
Martin, J. A., dkk. 2013. Births: Final Data for 2012. National Vital Statistic
Report, 62
Metgud, C. S., dkk. 2012. Factors Affecting Birth Weight of a Newborn – A
Community Based Study in Rural Karnataka, India. PLoS ONE, 7,
e40040. Tersedia di: http://dx.doi.org/10.1371%2Fjournal.pone.0040040
[Diakses 25 Februari 2015].
Mubarak, W. I. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar
Mengajar Dalam Pendidikan, Yogyakarta, Graha Ilmu.
Mumbare, S. S., dkk. 2012. Maternal Risk Factors Associated with Term Low
Birth Weight Neonates: A Matched-Pair Case Control Study. Indian
Pediatrics,
49,
25-28.
Tersedia
di:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21719926 [Diakses 1 Maret 2015].
Nasreen, H. E., dkk. 2010. Low birth weight in offspring of women with
depressive and anxiety symptoms during pregnancy: results from a
population based study in Bangladesh. BMC Public Health, 10. Tersedia
di: http://www.biomedcentral.com/1471-2458/10/515
National Institute of Health. 2013. Gestational age [Online]. Tersedia di:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002367.htm [Diakses 28
April 2015.
Niedhammer, I., dkk. 2009. Occupational predictors of pregnancy outcomes in
Irish working women in the Lifeways cohort. BJOG: An International
Journal of Obstetrics & Gynaecology, 116, 943-952. Tersedia di:
http://dx.doi.org/10.1111/j.1471-0528.2009.02160.x.
95
Norris, S. A., dkk. 2012. Size at Birth, Weight Gain in Infancy and Childhood,
and Adult Diabetes Risk in Five Low- or Middle-Income Country Birth
Cohorts. Diabetes Care, 35, 72-79.
OECD, dkk. 2012. Health at a Glance: Asia/Pacific 2012, OECD Publishing.
OECD, dkk. 2013. Health at a Glance 2013: OECD Indicators, OECD
Publishing.
Pramono, M. S., dkk. 2009. Risiko Terjadinya Berat Bayi Lahir Rendah Menurut
Determinan Sosial, Ekonomi dan Demografi di Indonesia. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan 12, 127-132
Rahayu, M. L. D. 2013. Pengaruh Karakteristik, Perilaku, dan Sosial Ekonomi Ibu
Terhadap Kelahiran Bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) di
Kabupaten
Sidoarjo
Swara
Bhumi,
2,
232-341.
Tersedia
di:
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/swara-bhumi/article/view/923/bacaartikel.
Risnes, K. R., dkk. 2011. Birthweight and mortality in adulthood: a systematic
review and meta-analysis. International Journal of Epidemiology, 40, 647661.
Tersedia
di:
http://blogs.helsinki.fi/mmjokela/files/2012/05/risnes_birthweight.pdf
[Diakses 1 Maret 2015].
Shaikh, F., dkk. 2012. Pregnancy Outcome at Maternal Age 40 and Older.
JLUMHS,
11.
Tersedia
di:
http://beta.lumhs.edu.pk/jlumhs/Vol11No03/pdfs/v11n3oa09.pdf.
Snijder CA, dkk. 2012. Physically demanding work, fetal growth, and the risk of
adverse birth outcomes. The Generation R Study. Occupational and
Environmental Medicine, 69, 543-550.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh kembang anak, Jakarta, EGC.
96
Stanfordchildren.org.
2014.
Low
Birthweight
[Online].
Tersedia
di:
http://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=low-birthweight-90P02382 [Diakses 1 Maret 2015.
Surjaningrat, S., dkk. 2002. Ilmu Kebidanan, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Sutan, R., dkk. 2014. Determinant of Low Birth Weight Infants: A Matched Case
Control Study. Journal of Preventive Medicine, 4, 91-99. Tersedia di:
http://dx.doi.org/10.4236/ojpm.2014.43013.
Syarifuddin, V., dkk. 2011. Kurang Energi Kronis Ibu Hamil sebagai Faktor
Risiko Bayi Berat Lahir Rendah Berita Kedokteran Komunitas, 27, 187196.
Tersedia
di:
http://jurnal.ugm.ac.id/bkm/article/view/3393/2942
[Diakses 25 Februari 2015].
Tabcharoen, C., dkk. 2009. Pregnancy outcome after age 40 and risk of low birth
weight. Journal of Obstetrics and Gynaecology, 29, 378–383. Tersedia di:
http://medinfo2.psu.ac.th/qa/document/SAR/SAR%2053/evidence/6/58.pd
f.
Torres-Arreola, dkk. 2005. Socioeconomic factors and low birth weight in
Mexico.
BMC
Public
Health,
5,
http://www.biomedcentral.com/1471-2458/5/20
20.
Tersedia
[Diakses
25
di:
Februari
2015].
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Indonesia.
UNICEF. 2006. Progress for Children: A Report Card of Nutrition, New York,
UNICEF.
UNICEF. 2008. The continuum of maternal, newborn and child health care
across
time
and
place
[Online].
Tersedia
di:
http://www.unicef.org/sowc08/docs/sowc08_panel_1_6.pdf [Diakses 10
Agustus 2015].
97
UNICEF. 2014. Undernourishment in the womb can lead to diminished potential
and
predispose
infants
to
early
death
[Online].
Tersedia
di:
http://data.unicef.org/nutrition/low-birthweight#sthash.HdxUERM6.dpuf
[Diakses 25 Februari 2015].
University of California. 2004. Intensive Care Nersey House Staff Manual,
California, University of California.
Utama, T. A., dkk. 2013. Perbandingan Zat Besi dengan dan Tanpa Vitamin C
terhadap Kadar Hemoglobin Wanita Usia Subur. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, 7, 344-348.
Viengsakhone, L., dkk. 2010. Factors affecting low birth weight at four central
hospitals in Vientiane, Lao PDR. Nagoya J. Med. Sci., 72., 51 - 58.
Tersedia di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20229703 [Diakses 25
Februari 2015].
Viswanatha, K. H., dkk. 2014. Maternal and neonatal factors among low birth
weight babies: A tertiary care hospital based study. Curr Pediatr Res, 18,
73-75.
Tersedia
di:
http://www.currentpediatrics.com/yahoo_site_admin1/assets/docs/7375_gvkumar.297232528.pdf [Diakses 1 Maret 2015].
Vrijkotte, T. G. M., dkk. 2009. First-Trimester Working Conditions and
Birthweight: A Prospective Cohort Study. American Journal of Public
Health,
99,
1409-1416.
Tersedia
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2707468/
[Diakses
di:
25
Februari 2015].
WHO. 2004. ICD-10: International Statistical Classification of Diseases adnd
Related Health Problems: tenth revision, Geneva, WHO.
WHO. 2005. Factsheet: Chronic diseases and their common risk factors [Online].
Tersedia
di:
98
http://www.who.int/chp/chronic_disease_report/media/Factsheet1.pdf
[Diakses 25 Februari 2015.
WHO 2012. WHA Global Nutrition Targets 2025: Low Birth Weight Policy Brief
Geneva: WHO.
WHO. 2014. Feto-maternal nutrition and low birth weight [Online]. Tersedia di:
http://www.who.int/nutrition/topics/feto_maternal/en/ [Diakses 1 Maret
2015.
WHO.
2015a.
Adolescent
reproductive
health
[Online].
Tersedia
di:
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/maternal/reproducti
ve_health/en/ [Diakses 28 April 2015.
WHO. 2015b. Care of the preterm and/or low-birth-weight newborn [Online].
Tersedia
di:
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/newborn/care_of_pr
eterm/en/ [Diakses 25 Februari 2015].
WHO, dkk. 2004. Low Birthweight: Country, regional and global estimates, New
York, UNICEF.
Wong, D. L., dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Jakarta, EGC.
Yilgwan, C., dkk. 2012. Maternal characteristics influencing birth weight and
infant weight gain in the first 6 weeks post-partum: A cross-sectional
study of a post-natal clinic population. 53, 200-205. Tersedia di:
http://www.nigeriamedj.com/text.asp?2012/53/4/200/107553 [Diakses 25
Februari 2015].
Yuliva, dkk. 2009. Hubungan Status Pekerjaan Ibu dengan Berat Bayi Lahir di
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Berita Kedokteran Masyarakat, 25,, 96-108.
Lampiran
99
100
101
102
103
104
105
Statistics
klasifikasi berat lahir
N
Valid
25186
Missing
0
klasifikasi berat lahir
Valid
Percent
Frequency Percent
Valid BBLR (<2500g)
Cumulative
Percent
1313
5.2
5.2
5.2
Tdk BBLR (>=
2500g)
23873
94.8
94.8
100.0
Total
25186
100.0
100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Klasifikasi Pekerjaan
Ibu * klasifikasi berat
lahir
25186
Missing
Percent
100.0%
N
Total
Percent
0
.0%
N
Percent
25186
100.0%
Klasifikasi Pekerjaan Ibu * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
BBLR
(<2500g)
Klasifikasi Pekerjaan
Ibu
Bekerja
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Tdk Bekerja Count
% within klasifikasi
berat lahir
Total
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Tdk BBLR
(>= 2500g)
Total
450
8710
9160
34.3%
36.5%
36.4%
863
15163
16026
65.7%
63.5%
63.6%
1313
23873
25186
100.0%
100.0%
100.0%
106
Statistics
klasifikasi berat lahir
N
Valid
25186
pend3 * Klasifikasi Pekerjaan Ibu Crosstabulation
Klasifikasi Pekerjaan Ibu
Bekerja
pend3
rendah
Count
% within Klasifikasi
Pekerjaan Ibu
menengah
Count
% within Klasifikasi
Pekerjaan Ibu
tinggi
Count
% within Klasifikasi
Pekerjaan Ibu
Total
Count
% within Klasifikasi
Pekerjaan Ibu
9470
13785
47.1%
59.1%
54.7%
2677
5658
8335
29.2%
35.3%
33.1%
2168
898
3066
23.7%
5.6%
12.2%
9160
16026
25186
100.0%
100.0%
100.0%
95% Confidence Interval
Value
Statistics
desskriptif jenis
pekerjaan
N
Valid
Missing
9034
0
Lower
Upper
.908
.808
1.020
.912
.816
1.019
1.005
.999
1.011
25186
Total
4315
Risk Estimate
Odds Ratio for Klasifikasi
Pekerjaan Ibu (Bekerja / Tdk
Bekerja)
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g)
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g)
N of Valid Cases
Tdk Bekerja
107
desskriptif jenis pekerjaan
Frequency
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
PNS/TNI/Polri/BUMD
1385
15.3
15.3
15.3
Pegawai swasta
1534
17.0
17.0
32.3
Wiraswasta
2037
22.5
22.5
54.9
Petani/Nelayan/Buruh
2985
33.0
33.0
87.9
Lainnya
1093
12.1
12.1
100.0
Total
9034
100.0
100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
klasifikasi usia ibu
melahirkan dua kategori *
klasifikasi berat lahir
Missing
Percent
25186
100.0%
N
Total
Percent
0
.0%
N
Percent
25186
100.0%
klasifikasi usia ibu melahirkan dua kategori * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
BBLR
(<2500g)
klasifikasi usia ibu
melahirkan dua
kategori
usia berisiko
% within klasifikasi
berat lahir
usia tdk
berisiko
Total
Count
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Tdk BBLR
(>= 2500g)
Total
344
5030
5374
26.2%
21.1%
21.3%
969
18843
19812
73.8%
78.9%
78.7%
1313
23873
25186
100.0%
100.0% 100.0%
108
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.000
19.207
1
.000
18.604
1
.000
19.512
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.000
Linear-by-Linear Association
b
N of Valid Cases
19.511
1
.000
.000
25186
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 280.16.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for klasifikasi
usia ibu melahirkan dua
kategori (usia berisiko / usia
tdk berisiko)
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g)
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g)
N of Valid Cases
Lower
Upper
1.330
1.171
1.510
1.309
1.162
1.475
.984
.977
.992
25186
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
klasifikasi pendidikan 4
kategori * klasifikasi berat
lahir
25186
Missing
Percent
100.0%
N
Total
Percent
0
.0%
N
25186
Percent
100.0%
109
klasifikasi pendidikan 4 kategori * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
BBLR
(<2500g)
klasifikasi pendidikan tdk ada ijazah Count
4 kategori
% within klasifikasi
berat lahir
pend dasar
1764
1884
9.1%
7.4%
7.5%
649
11252
11901
49.4%
47.1%
47.3%
409
7926
8335
31.2%
33.2%
33.1%
135
2931
3066
10.3%
12.3%
12.2%
1313
23873
25186
pend menegah Count
% within klasifikasi
berat lahir
perguruan
tinggi
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Total
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Total
120
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Tdk BBLR
(>= 2500g)
100.0%
100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value
a
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2sided)
df
12.139
12.044
11.751
3
3
1
.007
.007
.001
25186
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 98.22.
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for klasifikasi
pendidikan 4 kategori (tdk
ada ijazah / pend dasar)
a
a. Risk Estimate statistics cannot be
computed. They are only computed for a
2*2 table without empty cells.
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
klasifikasi pendidikan 4
kategori * klasifikasi berat
lahir
Missing
Percent
4950
100.0%
N
Total
Percent
0
.0%
N
Percent
4950
100.0%
110
klasifikasi pendidikan 4 kategori * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
BBLR
(<2500g)
klasifikasi pendidikan tdk ada ijazah Count
4 kategori
% within klasifikasi
berat lahir
perguruan
tinggi
Total
1764
1884
47.1%
37.6%
38.1%
135
2931
3066
52.9%
62.4%
61.9%
255
4695
4950
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Total
120
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Tdk BBLR
(>= 2500g)
100.0%
100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.002
8.836
1
.003
9.026
1
.003
9.234
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.003
Linear-by-Linear Association
9.232
b
N of Valid Cases
1
.002
.002
4950
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 97.05.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for klasifikasi
pendidikan 4 kategori (tdk
ada ijazah / perguruan tinggi)
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g)
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g)
N of Valid Cases
Lower
Upper
1.477
1.147
1.902
1.447
1.139
1.837
.979
.966
.993
4950
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
klasifikasi pendidikan 4
kategori * klasifikasi berat
lahir
14967
Missing
Percent
100.0%
N
Total
Percent
0
.0%
N
14967
Percent
100.0%
111
klasifikasi pendidikan 4 kategori * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
BBLR
(<2500g)
klasifikasi pendidikan pend dasar
4 kategori
perguruan
tinggi
Total
Count
% within klasifikasi
berat lahir
11252
11901
82.8%
79.3%
79.5%
135
2931
3066
17.2%
20.7%
20.5%
784
14183
14967
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Total
649
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Tdk BBLR
(>= 2500g)
100.0%
100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.020
5.207
1
.022
5.638
1
.018
5.417
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
.021
Linear-by-Linear Association
b
N of Valid Cases
5.416
1
.020
14967
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 160.60.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for klasifikasi
pendidikan 4 kategori (pend
dasar / perguruan tinggi)
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g)
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g)
N of Valid Cases
Lower
Upper
1.252
1.036
1.514
1.239
1.033
1.484
.989
.980
.998
14967
Exact Sig. (1sided)
.011
112
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
klasifikasi pendidikan 4
kategori * klasifikasi berat
lahir
Missing
Percent
11401
N
100.0%
Total
Percent
0
.0%
N
11401
Percent
100.0%
klasifikasi pendidikan 4 kategori * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
BBLR
(<2500g)
klasifikasi pendidikan pend menegah Count
4 kategori
% within klasifikasi
berat lahir
perguruan
tinggi
Total
7926
8335
75.2%
73.0%
73.1%
135
2931
3066
24.8%
27.0%
26.9%
544
10857
11401
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Total
409
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Tdk BBLR
(>= 2500g)
100.0%
100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.263
1.144
1
.285
1.273
1
.259
1.253
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
.276
Linear-by-Linear Association
b
N of Valid Cases
1.252
1
.263
11401
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 146.29.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for klasifikasi
pendidikan 4 kategori (pend
menegah / perguruan tinggi)
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g)
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g)
N of Valid Cases
Lower
Upper
1.120
.918
1.367
1.114
.922
1.348
.995
.986
1.004
11401
Exact Sig. (1sided)
.142
113
riskanc * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
BBLR
(<2500g)
riskanc tdk melakukan
kunjungan
Count
% within klasifikasi
berat lahir
kunjungan 1-3 kali
Count
% within klasifikasi
berat lahir
kunjungan >=4 kali
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Total
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Tdk BBLR (>=
2500g)
21
371
392
1.6%
1.6%
1.6%
186
2717
2903
14.4%
11.5%
11.6%
1084
20609
21693
84.0%
87.0%
86.8%
1291
23697
24988
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2sided)
df
a
10.421
9.817
7.313
2
2
1
24988
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 20,25.
Total
.005
.007
.007
114
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
riskanc * klasifikasi berat
lahir
Missing
Percent
22085
N
100.0%
Total
Percent
0
N
.0%
Percent
22085
100.0%
riskanc * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
BBLR
(<2500g)
riskanc tdk melakukan
kunjungan
Count
kunjungan >=4 kali
Total
21
371
392
% within klasifikasi
berat lahir
1.9%
1.8%
1.8%
Count
1084
20609
21693
98.1%
98.2%
98.2%
1105
20980
22085
100.0%
100.0%
100.0%
% within klasifikasi
berat lahir
Total
Tdk BBLR (>=
2500g)
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.746
.043
1
.836
.103
1
.748
.105
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
.738
Linear-by-Linear Association
b
N of Valid Cases
.105
1
.746
22085
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,61.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for riskanc (tdk
melakukan kunjungan /
kunjungan >=4 kali)
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g)
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g)
N of Valid Cases
Lower
Upper
1.076
.690
1.677
1.072
.704
1.632
.996
.973
1.020
22085
Exact Sig. (1sided)
.418
115
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
riskanc * klasifikasi berat
lahir
Missing
Percent
24596
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent
24596
100.0%
riskanc * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
BBLR
(<2500g)
riskanc
kunjungan 1-3 kali Count
Total
186
2717
2903
14.6%
11.6%
11.8%
1084
20609
21693
85.4%
88.4%
88.2%
1270
23326
24596
100.0%
100.0%
100.0%
Asymp. Sig. (2sided)
Exact Sig. (2sided)
% within klasifikasi berat
lahir
kunjungan >=4 kali Count
% within klasifikasi berat
lahir
Total
Tdk BBLR (>=
2500g)
Count
% within klasifikasi berat
lahir
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.001
10.111
1
.001
9.788
1
.002
10.397
b
Likelihood Ratio
df
Fisher's Exact Test
.002
Linear-by-Linear Association
b
N of Valid Cases
10.397
1
.001
24596
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 149,89.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for riskanc
(kunjungan 1-3 kali /
kunjungan >=4 kali)
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g)
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g)
N of Valid Cases
Lower
Upper
1.302
1.108
1.528
1.282
1.103
1.491
.985
.975
.995
24596
Exact Sig. (1sided)
.001
116
Statistics
riskk4
N
Valid
24794
Missing
0
riskk4
Frequency
Valid
tidak K4
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
6439
26.0
26.0
26.0
K4
18355
74.0
74.0
100.0
Total
24794
100.0
100.0
Statistics
pertama kali anc
N
Valid
24794
Missing
0
pertama kali anc
Frequency
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
1
19741
79.6
79.6
79.6
2
3243
13.1
13.1
92.7
3
1810
7.3
7.3
100.0
24794
100.0
100.0
Total
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Klasifikasi usia lahir bayi *
klasifikasi berat lahir
25186
Missing
Percent
100.0%
N
Total
Percent
0
.0%
N
25186
Percent
100.0%
117
Klasifikasi usia lahir bayi * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
BBLR
(<2500g)
Klasifikasi usia lahir
bayi
<37 minggu
Count
% within klasifikasi
berat lahir
>= 37
minggu
Total
7517
8179
50.4%
31.5%
32.5%
651
16356
17007
49.6%
68.5%
67.5%
1313
23873
25186
100.0%
100.0%
100.0%
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Total
662
Count
% within klasifikasi
berat lahir
Tdk BBLR
(>= 2500g)
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.000
202.547
1
.000
190.924
1
.000
2.034E2
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
.000
Linear-by-Linear Association
b
N of Valid Cases
203.401
1
.000
25186
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 426.39.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Klasifikasi
usia lahir bayi (<37 minggu /
>= 37 minggu)
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g)
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g)
N of Valid Cases
Statistics
klasf_jumFe
N
Valid
Missing
19935
5251
Lower
Upper
2.213
1.979
2.474
2.114
1.904
2.348
.956
.949
.962
25186
Exact Sig. (1sided)
.000
118
klasf_jumFe
Frequency
Valid
Cumulative
Percent
Valid Percent
tdk konsumsi
1824
7.2
9.1
9.1
ya, <90 hari
9220
36.6
46.3
55.4
>= 90 hari
8891
35.3
44.6
100.0
19935
79.2
100.0
5251
20.8
25186
100.0
Total
Missing
Percent
tidak tahu
Total
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
klasf_jumFe * klasifikasi
berat lahir
Missing
Percent
19935
N
79.2%
Total
Percent
5251
N
20.8%
Percent
25186
100.0%
klasf_jumFe * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
BBLR (<2500g)
klasf_jumFe
tdk konsumsi
Count
% within klasifikasi berat lahir
ya, <90 hari
Count
% within klasifikasi berat lahir
>= 90 hari
Count
% within klasifikasi berat lahir
Total
Count
% within klasifikasi berat lahir
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2sided)
df
a
20.555
20.785
14.832
2
2
1
19935
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 95.71.
.000
.000
.000
Tdk BBLR (>=
2500g)
Total
103
1721
1824
9.8%
9.1%
9.1%
547
8673
9220
52.3%
45.9%
46.3%
396
8495
8891
37.9%
45.0%
44.6%
1046
18889
19935
100.0%
100.0%
100.0%
119
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for klasf_jumFe
(tdk konsumsi / ya, <90 hari)
a
a. Risk Estimate statistics cannot be
computed. They are only computed for a
2*2 table without empty cells.
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
klasf_jumFe * klasifikasi
berat lahir
Missing
Percent
10715
N
100.0%
Total
Percent
0
N
.0%
Percent
10715
100.0%
klasf_jumFe * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
BBLR (<2500g)
klasf_jumFe
tdk konsumsi
Count
% within klasifikasi berat lahir
>= 90 hari
Count
% within klasifikasi berat lahir
Total
Count
% within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>=
2500g)
Total
103
1721
1824
20.6%
16.8%
17.0%
396
8495
8891
79.4%
83.2%
83.0%
499
10216
10715
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.028
4.586
1
.032
4.617
1
.032
4.851
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
b
N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
.031
4.851
1
.028
10715
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 84.94.
b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.016
120
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for klasf_jumFe
(tdk konsumsi / >= 90 hari)
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g)
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g)
N of Valid Cases
Lower
Upper
1.284
1.027
1.604
1.268
1.027
1.565
.988
.976
1.000
10715
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
klasf_jumFe * klasifikasi
berat lahir
Missing
Percent
18111
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent
18111
100.0%
klasf_jumFe * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
BBLR (<2500g)
klasf_jumFe
ya, <90 hari
Count
% within klasifikasi berat lahir
>= 90 hari
Count
% within klasifikasi berat lahir
Total
Count
% within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>=
2500g)
Total
547
8673
9220
58.0%
50.5%
50.9%
396
8495
8891
42.0%
49.5%
49.1%
943
17168
18111
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.000
19.756
1
.000
20.152
1
.000
20.055
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
b
N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
.000
20.054
1
.000
18111
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 462.93.
Exact Sig. (1sided)
.000
121
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2sided)
a
1
.000
19.756
1
.000
20.152
1
.000
20.055
b
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.000
Linear-by-Linear Association
20.054
b
N of Valid Cases
1
.000
.000
18111
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 462.93.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for klasf_jumFe
(ya, <90 hari / >= 90 hari)
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g)
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g)
N of Valid Cases
Lower
Upper
1.353
1.185
1.545
1.332
1.174
1.511
.985
.978
.991
18111
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
paritas2 * klasifikasi berat
lahir
25186
Missing
Percent
100.0%
N
Total
Percent
0
N
.0%
Percent
25186
100.0%
paritas2 * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
BBLR (<2500g)
paritas2
berisiko
Count
% within klasifikasi berat lahir
tidak berisiko
Count
% within klasifikasi berat lahir
Total
Count
% within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>=
2500g)
Total
581
8159
8740
44.2%
34.2%
34.7%
732
15714
16446
55.8%
65.8%
65.3%
1313
23873
25186
100.0%
100.0%
100.0%
122
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.000
55.286
1
.000
53.913
1
.000
55.730
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.000
Linear-by-Linear Association
b
N of Valid Cases
55.728
1
.000
.000
25186
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 455.63.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for paritas2
(berisiko / tidak berisiko)
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g)
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g)
N of Valid Cases
Lower
Upper
1.529
1.367
1.710
1.494
1.344
1.660
.977
.971
.983
25186
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
bblrriwayat * klasifikasi berat
lahir
25186
Missing
Percent
100.0%
N
Total
Percent
0
N
.0%
25186
Percent
100.0%
bblrriwayat * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
BBLR (<2500g)
bblrriwayat
ya
Count
% within klasifikasi berat lahir
tidak
Count
% within klasifikasi berat lahir
Total
Count
% within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>=
2500g)
Total
9
36
45
.7%
.2%
.2%
1304
23837
25141
99.3%
99.8%
99.8%
1313
23873
25186
100.0%
100.0%
100.0%
123
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.000
17.062
1
.000
12.026
1
.001
19.947
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
.000
Linear-by-Linear Association
b
N of Valid Cases
19.946
1
.000
25186
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.35.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for bblrriwayat
(ya / tidak)
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g)
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g)
N of Valid Cases
Lower
Upper
4.570
2.197
9.507
3.856
2.144
6.933
.844
.729
.977
25186
Exact Sig. (1sided)
.000
Download