BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Pepaya Pohon pepaya

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Botani Pepaya
Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh
hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada
batang pohon bagian atas. Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang
dan berlubang di bagian tengah. Bentuknya dapat bercangap ataupun tidak.Pepaya
kultivar biasanya bercangap dalam.
Pepaya adalah monodioecious (berumah tunggal sekaligus berumah dua)
dengan tiga kelamin: tumbuhan jantan, betina, dan banci (hermafrodit).Tumbuhan
jantan dikenal sebagai pepaya gantung, yang walaupun jantan kadang-kadang
dapat menghasilkan buah pula secara partenogenesis.Buah ini mandul (tidak
menghasilkan biji subur), dan dijadikan bahan obat tradisional.Bunga pepaya
memiliki mahkota bunga berwarna kuning pucat dengan tangkai atau duduk pada
batang.Bunga jantan pada tumbuhan jantan tumbuh pada tangkai panjang.Bunga
biasanya ditemukan pada daerah sekitar pucuk.
Bentuk buah bulat hingga memanjang, dengan ujung biasanya
meruncing.Warna buah ketika muda hijau gelap, dan setelah masak hijau muda
hingga kuning.Bentuk buah membulat bila berasal dari tanaman betina dan
memanjang (oval) bila dihasilkan tanaman banci.Tanaman banci lebih disukai
dalam budidaya karena dapat menghasilkan buah lebih banyak dan buahnya lebih
besar.Daging buah berasal dari karpela yang menebal, berwarna kuning hingga
7
merah, tergantung varietasnya.Bagian tengah buah berongga.Biji-biji berwarna
hitam atau kehitaman dan terbungkus semacam lapisan berlendir (pulp) untuk
mencegahnya dari kekeringan. Dalam budidaya, biji-biji untuk ditanam kembali
diambil dari bagian tengah buah (Warisno,2003).
2.2 Sarcotesta
Benih papaya diselimuti oleh sarcotesta, yaitu suatu lapisan yang
mengandung senyawa fenolik. Selama ini penghilangan sarcotesta selalu
disarankan dalam penanganan benih pepaya karena sarcotesta dapat menghambat
proses perkecambahan. Seiring dengan upaya pemanfaatan sarcotesta yang
mengandung fenol untuk meningkatkan daya simpan benih maka diperlukan
informasi
tentang
pengaruh
mempertahankan
sarcotesta
selama
proses
pengeringan benih terhadap viabilitas benih pasca pengolahan. Perlakuan
pendahuluan
(pra-perkecambahan)
yang
tepat
perlu
diperoleh
untuk
menghilangkan efek negatif yang mungkin timbul Chow dan Lin ( Sariet al,
2005).
2.3 Dormansi
Benih yang tidak menunjukkan gejala pertumbuhan atau tidak mampu
berkecambah meskipun diletakkan pada kondisi lingkungan yang memungkinkan
untuk perkecambahan disebut dorman. Istilah dormansi digunakan untuk benih
yang tidak berkecambah pada kondisi yang optimum untuk perkecambahan
seperti persediaan air yang cukup, suhu yang sesuai, komposisi udara yang normal
dengan kandungan oksigen yang tercukupi dan cahaya yang merangsang
perkecambahan dan periode perkecambahan. Dalam kondisi dorman tetap hidup
8
tetap hidup, dan dalam keadaan tertentu dapat dirangsang untuk perkecambahan
dengan perlakuan tertentu Harjadi 1974 dalam Prawira,1999.
Dormansi dapat disebabkan oleh ketidakmampuan benih secara total untuk
berkecambah atau hanya bertambahnya kebutuhan lingkungan khusus untuk
perkecambahannya. Dormansi dapat digolongkan menjadi tiga tipe yaituinnate
dormancy, induced dormancy dan enforced dormancy. Innate dormancy adalah
dormansi yang terjadi sejak benih masih ada pada tanaman induknya. Pada
kondisi yang demikian benih tidak akan berkecambah mesikun kondisi
lingkungan optimum untuk berkecambah. Induced dormancyadalah dormansi
karena faktor lingkungan dan perkecambahan tidak akan terjadi walaupun kondisi
penghambat dihilangkan dengan perlakuan tertentu. Enforced dormancy adalah
dormansi karena faktor lingkungan, perkecambahan dapat terjadi apabila faktor
penghambat akan dihilangkan Wareing 1969 dalam Prawira,1999.
Berdasarkan mekanismenya, klasifikasi dormansi yang disebabkan karena
embrio dorman yaitu embrio rudimenter atau embrio yang belum masak, karena
adanya halangan mekanis oleh kulit benih, karena kulit benih yang impermeabel
dan arena adanya inhibitor pada kulit benih maupun embrio.Faktor-faktor yang
berperan terhadap mekanisme dormansi digolongkan menjadi faktor endogen dan
eksogen.Secara endogen penyebab dormansi adalah embrio yang belum masak
dan adanya penghambat terhadap proeses metabolisme akibat peranan inhibitor.
Secara eksogen dormansi disebabkan oleh kulit benih dan struktur yang
mengelilinginya Kozlowski dalam Prawira,1999.
9
Menurut Saleh (2004), pada dasarnya dormansi dapat diperpendek dengan
berbagai perlakuan sebelum dikecambahkan, baik secara fisik, kimia dan biologi.
Benih yang cepat berkecambah berarti memiliki kesempatan tumbuh axis embrio
lebih panjang sehingga memungkinkan terjadi pembekakan pada bagian ujungnya
sebagai tempat pertumbuhan radikula dan plumula sehingga akar menjadi lebih
panjang.
Perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh NAA maupun GA3 ternyata
memberikan pengaruh terhadap pematahan dormansi biji. Pada konsentrasi tinggi,
pengaruh yang ditimbulkan akan lebih cepat dari pada konsentrasi rendah, namun
tingkatnya masih dalam ambang terbatas karena ZPT dibutuhkan tanaman dalam
jumlah yang sedikit. Pada perlakuan GA3 memiliki pengaruh yang lebih besar
karena Giberelin merupakan fitohormon yang mempengaruhi peningkatan
pembelahan sel dan perbesaran sel pada pertambahan panjang batang dan akar
pada tanaman Abidin dalam Usman (2006).
Biji biasanya berkecambah dengan segera bila diberi air dan udara yang
cukup, mendapat suhu pada kisaran yang memadai dan pada keadaan tertentu,
mendapat periode terang dan gelap yang sesuai. Tetapi pada sekelompok
tumbuhan yang bijinya tidak segera berkecambah meskipun telah diletakkan pada
kondisi kandungan air, suhu, udara dan cahaya yang memadai. Perkecambahan
tertunda selama beberapa hari, minggu bahkan bulan, tetapi dengan adanya
giberelin dormansi dapat dipatahkan Prawiranataet al (Usman,2006).
10
2.4 Vigor Benih
Vigor merupakan derajat kehidupan benih dan di ukur berupa benih yang
berkecambah, kecepatan perkecambahan, jumlah kecambah normal, pada
berbagai lingkungan yang memadai, selain itu juga harus diperhatikan semua
atribut perkecambahan secara morfologi dan fisiologis yang mempengaruhi
kecepatan, keseragaman pertumbuhan benih pada berbagai lingkungan, ini
merupakan tolak ukur ketahanan benih atau kesehatannya (Kuswanto, 1996).
Secara umum vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh
normal pada keadaan lingkungan yang sub optimal. Vigor benih dicerminkan oleh
dua informasi tentang viabilitas, masing-masing yaitu kekuatan tumbuh dan daya
simpan benih. Kedua nilai fisiologis ini menempatkan benih pada kemungkinan
kemampuannya untuk tumbuh menjadi tanaman normal meksipun keadaan
biofisik lapangan sub optimal atau suatu periode simpan yang lama (Sutopo,
2002).
2.5 Viabilitas
Berdasarkan pada kondisi lingkungan pengujian viabilitas benih dapat
dikelompokkan ke dalam viabilitas benih dalam kondisi lingkungan sesuai
(favourable) dan viabilitas benih dalam kondisi lingkungan tidak sesuai
(unfavourable). Pengujian viabilitas benih dalam kondisi lingkungan tidak sesuai
termasuk kedalam pengujian vigor benih. Perlakuan dengan kondisi lingkungan
sesuai sebelum benih dikecambahkan tergolong untukmenduga parameter vigor
daya simpan benih, sedangkan jika kondisi lingkungan tidak sesuai diberikan
11
selama pengecambahan benih maka tergolong dalam pengujian untuk menduga
parameter vigor kekuatan tumbuh benih.
Faktor-faktor yang berperan sebagai penyebab tingginya laju penurunan
viabilitas benih. Biasanya benih diuji daya kecambah dan viabilitasnya
dilaboratorium yang dilengkapi dengan alat dan para pekerja untuk menentukan
mutu benihnya. Pada uji daya kecambah, benih dikatakan berkecambah bila dapat
menghasilkan kecambah dengan bagian-bagian yang normal atau mendekati
normal. Ada suatu pengujian viabilitas yang bertujuan untuk mengetahui dengan
cepat semua benih yang hidup, baik dorman maupun tidak dorman yaitu dengan
pengirisan bagian embrio benih dan uji tetrazolium (Kuswanto, 1996).
2.6 Perkecambahan Benih
Secara
fisiologis
perkecambahan
benih
adalah
muncul
dan
berkembangnya struktur penting dari embrio yang menunjukan kemampuan untuk
berkembang menjadi tanaman normal dalam kondisi lingkungan yang
menguntungkan. Faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih yaitu
persyaratan dari benih itu sendiri, kebanyakan benih kecuali dorman, dapat
berkecambah walapun masih mudah, namun sejak umur beberapa hari
pembentukan benih dapat berkecambah dan dapat berbeda-beda tergantung
spesies dan varietasnya (Fitria, 2006).
2.7 Giberalin
Gibberellin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula diketemukan di
Jepang oleh Kurosawa pada tahun 1926. Zat pengatur tumbuh GA3 lebih efektif
12
daripada NAA terutama pada konsentrasi 60 ppm, dari data terlihat pada
konsentrasi 60 ppm bisa mencapai 84% (Setiawan, 2008)
Hormon pertumbuhan yang dapat merangsang pertumbuhan batang dan
dapat juga meningkatkan besar daun dan beberapa jenis tumbuhan, besar bunga
dan buah adalah giberelin.Giberelin juga dapat menggantikan perlakuan suhu
rendah (2º-4º) pada tanaman. Giberelin pada tanaman dapat menyebabkan
peningkatan sel, pembelahan dan pembesaran sel. Biji biasanya berkecambah
dengan segera bila diberi air dan udara yang cukup, mendapat suhu pada kisaran
yang memadai dan pada keadaan tertentu, mendapat periode terang dan gelap
yang sesuai. Tetapi pada sekelompok tumbuhan yang bijinya tidak segera
berkecambah meskipun telah diletakkan pada kondisi kandungan air, suhu, udara
dan cahaya yang memadai. Perkecambahan tertunda selama beberapa hari,
minggu bahkan bulan, tetapi dengan adanya giberelin dormansi dapat
dipatahkan.Hormon giberelin secara alami terdapat pada bagian tertentu tumbuhan
yaitu pada buah dan biji saat berkecambah.Giberelin adalah zat tumbuh yang
sifatnya sama atau menyerupai hormon auksin, tetapi fungsi giberelin sedikit
berbeda dengan auksin. Giberelin berperan membantu pembentukan tunas/
embrio, menghambat perkecambahan dan pembentukan biji. Hal ini terjadi
apabila giberelin diberikan pada bunga maka buah yang terbentuk menjadi buah
tanpa biji dan sangat nyata mempengaruhi pemanjangan dan pembelahan sel. Hal
itu dapat dibuktikan pada tumbuhan kerdil, jika diberi giberelin akan tumbuh
normal, jika pada tumbuhan normal diberi giberelin akan tumbuh lebih cepat
Prawiranata et al (Anisah,2009).
13
Giberelin banyak digunakan pada penelitian fisiologis tumbuhan, dan
kebanyakan tanaman memberi respon terhadap pemberian GA3, dengan
pertambahan panjang batang, pembelahan sel dan pemanjangan bagian apikal
tanaman sebagai hormon tumbuh pada tanaman dan sangat berpengaruh pada sifat
genetik (genetic dwarfism), pembungaan, partohenocarpy mobilisasi karbohidrat
selama perkecambahan dan aspek fisiologi lainnya (Setiawan, 2008).
Selain itu, GA3 mempunyai peranan dalam mendukung perpanjangan sel,
aktivitas kambium dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein.
Selama proses perkecambahan sangat bergantung pada persiapan bahan makanan
yang berada di dalam endosperm. Untuk keperluan kelangsungan hidup benih
maka terjadilah penguraian secara enzimatik yaitu terjadi perubahan pati menjadi
gula yang selanjutnya ditranslokasikan ke benih sebagai sumber energi untuk
pertumbuhannya (Setiawan, 2008).
Peranan giberalin tidak hanya merangsang perkecambahan benih, tetapi
juga bersifat mengendalikan pertumbuhan aktif tanaman. Pengaruh fisiologis
giberalin terhadap tanaman menyebabkan perpanjangan batang, memperbesar
ukuran bunga dan daun, dapat pula menyebabkan perubahan warna daun.
Disamping itu beberapa tanaman mengalami peningkatan luas daun. Perendaman
benih papaya dalam larutan giberalin dapat meningkatkan viabilitas tanaman
papaya ( Jelita, 2010).
Download