EMBRYO VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2008 ISSN 0216-0188 PERSISTENSI NEMATODA ENTOMOPATOGEN Heterorhabditis (All Strain) ISOLAT LOKAL MADURA TERHADAP PENGENDALIAN RAYAP TANAH Macrotermes sp. (Isoptera : Termitidae) DI LAPANG Sucipto Dosen Jurusan Agroekoteknologi Fak. Pertanian Unijoyo Abstract Termite can cause economic loss as this animal invade agricultural crops, plantations, and forest as well as to log of building. The objective of this research was to evaluate the persistency of NEP and alternative controller of soil termites. The research was arranged in a blocked random design with 4 treatments; PO: control = without entomopathogen nematode; P1= Heterorhabditis at 0,5 million IJ m-2, P2 = Heterorhabditis at 1,0 million IJ m-2, , P3 = Heterorhabditis at 1,5 million IJ m-2) and 3 replications. The result revealed that the highest mortality of termite Macrotermes sp. was at NEP concentration of 0,5 million IJ m-2. The persistency of Heterorhabditis influenced by oxygen content, soil pH, moisture content, and soil temperature was between 36 and 48 days. The population of Heterorhabditis reduced with time and based on termite mortality the highest pathogenity was at 20 to 32 days after application. Key words: persistency, Heterorhabditis, local isolate, termite PENDAHULUAN Rayap sebagai diaplikasikan baik melalui perlakuan tanah hama telah menimbulkan kerugian ekonomis yang sangat besar. Kerugian tersebut diantaranya disebabkan oleh serangan rayap pada tanaman pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang sampai menyebabkan kematian pada tanaman inang. Selain itu rayap juga menyerang kayu dan bangunan gedung (Nandika et al., 1996). Pada tahun 1995 kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada bangunan perumahan di Indonesia mencapai 1,67 trilyun rupiah, belum termasuk kerugian pada bangunan gedung (soil impregnasi saat ini masih bertumpu pada penggunaan pestisida anti rayap (termitisida) yang dari dengan ke cara dalam kelompok target. organoklorin seperti chlordane dan dieldrin dikenal sangat efektif dan mampu memberikan perlindungan terhadap bangunan gedung dan tanaman pertanian, menimbulkan tetapi termitisida masalah dapat lingkungan dan berpotensi meracuni manusia (Nandika et al., 1999). Untuk itulah perlu adanya alternatif pengendalian lain yang lebih satu alternatif ramah lingkungan. Salah rayap Teknologi pengendalian rayap sampai maupun termitisida Termitisida perkantoran, fasilitas industri, dan fasilitas sosial lainnya (Rakhmawati, 1996). treatment) selain termitisida pengendalian adalah dengan pemanfaatan agens hayati seperti nematoda, bakteri, virus, maupun jamur entomopatogen. Diantara beberapa agens hayati tersebut, nematoda entomopatogen masih tergolong 193 Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208 (Sucipto) baru dipergunakan di lapang (untuk negara nematoda entomopatogen untuk menyebar, Indonesia). Meskipun demikian, nematoda mempertahankan diri, menemukan inang dan entomopatogen sudah banyak dipergunakan di reproduksi dalam tanah. Sedangkan keempat beberapa negara untuk dapat mengendalikan hal tersebut dipengaruhi oleh tipe tanah, dan populasi rayap tanah. Sejauh ini beberapa kelembaban atau temperatur tanah (Wouth, contoh spesies nematoda yang telah digunakan 1991; Kaya dan Gaugler, 1993). Berdasarkan untuk keterangan mengendalikan Heterorhabditis, rayap S. adalah carpocapsae, dan Steinernema riobravis (Pearce, 1997). di atas maka nematoda entomopatogen Heterorhabditis sebagai agens pengendali hayati rayap sangat diperlukan. Nematoda entomopatogen memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan agens hayati lainnya. Keunggulan tersebut METODOLOGI PENELITIAN diantaranya adalah : tidak berdampak buruk Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dikebun terhadap Percoban dan Laboratorium Fakultas Pertanian hama bukan sasaran, tidak meninggalkan residu, sinergis dengan beberapa Universitas Trunojoyo agens hayati lain, mudah didapatkan, murah, sampai bulan Agustus 2007. muali bulan Januari mampu bertahan lama dalam tanah dan dapat berkembang biak dalam tubuh serangga serta dapat digunakan kembali untuk mengendalikan hama (Sulistyanto, 1998). Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan penelitian ini adalah rayap tanah Macrotermes sp. , yang ditemukan disekitar tanaman Persistensi nematoda entomopatogen dalam tanah adalah kemampuan nematoda entomopatogen untuk bertahan (persisten) di dalam tanah serta masih mampu menyerang dan menimbulkan kematian pada serangga sasaran yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor biotik dan penaung (pohon sono, pohon sawo kecik, pohon mahoni, dan pohon jati) di Universitas entomopatogen berpengaruh nematoda untuk terhadap persistensi mengendalikan serangga hama yang hidup di lingkungan tanah, habitat tersembunyi, dan daun (Inshibashi dan Kondo, 1990; Kaya, 1990; Womersley, 1990). Trunojoyo, kampus nematoda Heterorhabditis, media bedding, media BSA, media NA, Galleria mellonella, kertas filter, kayu randu, alkohol 70%, air steril, dan tissue. faktor abiotik. Faktor biotik dan faktor abiotik sangat dalam Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini paralon plastik, autoklaf, laminar flow, inkubator, timbangan, mikroskop binokuler, gelas arloji, pinset, jarum ose, saringan ukuran 15 µm dan 30 µm, pipet Persistensi juga dipengaruhi oleh kemampuan 194 EMBRYO VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2008 ISSN 0216-0188 ependrof 1000 µm, cawan hitung, erlenmeyer, sarang untuk 4 perlakuan dan 3 ulangan. orbital shaker, dan tangki semprot. Pengamatan terhadap persistensi rayap tanah Perbanyakan nematoda dilakukan Perbanyakan Nematoda Entomopatogen Perbanyakan secara in vivo dilakukan cara pengamatan dua terakhir bulan sarang dan pada rayap tanah dibongkar untuk mengetahui populasi rayap Secara In Vivo dan In Vitro dengan selama menginokulasikan nematoda tanah di dalam sarang. Perincian perlakuan pengamatan adalah sebagai berikut. entomopatogen pada T. molitor/G. melonella. P0 = Kontrol (tanpa nematoda entomopatogen) Setelah 24 – 48 jam T. molitor/G. melonella P1 = Perlakuan Heterorhabditis konsentrasi yang 0,5 juta IJ/m2 mati akibat infeksi nematoda entomopatogen dipanen dengan metode White P2 = Perlakuan Heterorhabditis konsentrasi trap. Hasil biakan nematoda dapat dipanen 1,0 juta IJ/m2 setelah satu minggu. P3 = Perlakuan Heterorhabditis konsentrasi Perbanyakan secara in vitro dilakukan dengan cara entomopatogen membiakkan dengan metode 1,5 juta IJ/m2 nematoda Aplikasi Nematoda Entomopatogen Pada Bedding. Rayap Tanah di Lapang Perlakuan penyemprotan (spraying) Media Bedding dibuat dengan mencampurkan dan dilakukan langsung dengan menyemprotkan diautoklaf. Setelah diautoklaf spon yang nematoda entomopatogen pada permukaan dipotong kecil-kecil dicampurkan sampai rata sarang rayap tanah yang terlebih dahulu dan disimpan dalam erlenmeyer kemudian disemprot dengan air untuk melembabkan diautoklaf lagi. Selanjutnya menginokulasikan sarang. Konsentrasi nematoda entomopatogen bakteri yaitu yang digunakan adalah 0 IJ/m2, 0,5 juta IJ/m2, dan 1,0 juta IJ/m2, dan 1,5 juta IJ/m2. Pengamatan jam terhadap persistensi nematoda entomopatogen semua bahan-bahan simbion Photorhabdus ke diinkubasikan 48 (kecuali spon) Heterorhabditis media jam. bedding Setelah 48 nematoda steril diinokulasikan dalam media dilakukan setiap empat hari. Pengumpanan bedding yang berisi bakteri simbion dan (baiting) dilakukan kemudian diinkubasikan selama 2 minggu. dengan menggunakan pipa paralon setinggi 25 Pemanenan dilakukan dengan memeras spon- cm yang dilubangi sisi-sisinya untuk jalan spon tersebut ke air berulang-ulang (kurang masuknya rayap tanah dengan umpan (kayu lebih tiga kali). randu) didalamnya yang ditanamkan di dalam Lahan Penelitian tanah. Kayu randu digunakan sebagai umpan Lahan penelitian berupa sarang-sarang rayap rayap tanah untuk mengamati rayap tanah yang tanah (gundukan tanah) sejumlah 12 buah 195 Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208 terkena nematoda entomopatogen setelah perlakuan semprot (spraying). Pengujian (Sucipto) ekor serangga uji ditempatkan dalam tabung plastik berukuran tinggi 2,5 cm dan diameter Persistensi Nematoda dasar tabung 2 cm yang telah diisi pasir halus Entomopatogen di dalam Tanah steril setinggi 0,7 cm yang kemudian ditutup Ekstraksi Tanah Metode Baermann Asli dengan kertas filter yang dibasahi dengan air Caranya adalah dengan mengambil steril sehingga cukup lembab. sampel tanah 100 g dan membungkusnya Pengujian dengan kain, diikat bagian atasnya dan Terhadap T. molitor/G. melonella ditempatkan diatas corong yang terbuat dari Cara melakukan pengujiannya adalah dengan gelas/plastik yang dihubungkan dengan pipa mengambil 100 g sampel tanah dari lapang plastik dan dijepit. Corong diletakkan pada (dari penyangga berupa statip dari besi/kayu dan dimasukkan diatas corong diberi saringan dengan ukuran 1 diinokulasi dengan satu larva G. melonella mm yang ditindihi bungkusan tanah tersebut. yang dibungkus dengan kain kasa. Setelah 3 – Melalui tepi bungkusan tanah tersebut dituangi 5 hari (ulat mati) dilakukan white trap. air secara perlahan-lahan sampai mencapai Analisi Data pada permukaan bawah dari bungkusan tanah. dengan Metode masing-masing ke Perangkap perlakuan) dalam gelas yang aqua dan Parameter pengamatan pada setiap Setelah rangkaian tersebut selasai kemudian perlakuan dalam menyimpannya presentase mortalitas selama penelitian rayap ini adalah tanah dan 24 – 72 jam dan kemudian membuka penjepit persistensi nematoda entomopatogen di dalam pipa plastik perlahan-lahan dan dengan hati- tanah baik melalui ekstraksi tanah metode hati cairan yang berisi nematoda tersebut Baermann Asli, uji Bioassay 2:1, maupun uji dikumpulkan ke dalam gelas piala kecil/gelas perangkap. arloji. Selanjutnya menghitung nematoda aktif Presentase mortalitas rayap tanah dihitung dalam cairan tersebut. dengan rumus : Persentase mortalitas rayap Uji Bioassay Nematoda Entomopatogen tanah = terhadap Serangga Uji Pengujian perbandingan 2 ini : dilakukan 1 (satu dengan larva A x 100% B A = Jumlah rayap tanah yang mati B = Jumlah keseluruhan rayap tanah G.melonella/serangga uji dibandingkan dengan Sedangkan persistensi dua infektif juvenil nematoda entomopatogen). entomopatogen diketahui Setiap satu serangga uji diinokulasikan dua nematoda entomopatogen (Heterorhabditis) di infektif entomopatogen lapang dan mortalitas serangga uji (Galleria dengan menggunakan mikropipet 100µ. Setiap melonella / Tenebrio molitor) berdasarkan uji juvenil nematoda 196 nematoda dari populasi EMBRYO VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2008 ISSN 0216-0188 bioassay 2 : 1 dan uji pengumpanan, yang rayap/kayu (Pearce, 1997). Dalam penelitian dihitung dengan rumus : ini kayu yang digunakan adalah kayu randu, Persentase mortalitas serangga uji = karena rayap tanah menyukai bahan-bahan yang mengandung selulosa tinggi sebagai A x 100% B sumber makanannya (Nairot, 1970). A = Jumlah serangga uji yang mati Penggunaan B = Jumlah total serangga uji Seluruh data presentase Hiterorhabditis menimbulkan pengaruh yang nyata pada kematian mortalitas rayap tanah pada masing-masing rayap tanah dan hasil pengujian dianalisa konsentrasi. dengan Acak (Macrotermes sp.) yang ditimbulkan oleh Kelompok (RAK) dilanjutkan dengan uji jarak Hiterorhabditis sebesar 1,77 persen sampai berganda Duncan taraf 5 %. 40,25 persen (Tabel 1). menggunakan Rancangan Mortalitas Tabel HASIL DAN PEMBAHASAN Mortalitas Rayap Tanah perbedaan Akibat 1 yang rayap menunjukkan nyata antar tanah adanya perlakuan (konsentrasi 0,0 IJ/m2, 0,5 juta IJ/m2, 1,0 juta IJ/m2 dan 1,5 juta IJ/m2) pada hari ke 4-16, Hiterorhabditis (All Strain) Mortalitas rayap tanah diamati melalui hari ke 20-32, dan hari ke 52-60. Sedangkan umpan yang dipasang disamping sarang rayap pada hari ke 36-48 tidak terjadi perbedaan tanah (Macrotermes sp.) (Nandika et al., pada konsentrasi 0,5 juta IJ/m2 dan 1,5 juta 1999). Umpan berupa paralon yang dilubangi IJ/m2. Perbedaan ini lebih jelas terlihat pada sisi-sisinya dan didalamnya dimasuki makanan Gambar 5. 197 Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208 (Sucipto) Tabel 1. Hasil Analisa Sidik Ragam Mortalitas Rayap Tanah Akibat Hiterorhabditis Rata-rata Persentase Mortalitas Rayap Tanah Hari ke Perlakuan 4-16 Kontrol 20-32 36-48 52-60 1,77 d 1,97 d 1,92 c 4,89 d 2 11,76 c 40,25 a 37,82 a 29,21 b 2 1,0 juta IJ/m 26,30 a 23,63 c 22,70 b 23,91 c 1,5 juta IJ/m2 17,93 b 31,85 b 38,27 a 35,19 a 0,5 juta IJ/m Rata-rata Persentase Mortalitas Rayap Tanah Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata pada uji DMRT taraf 5% 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 4-16 20-32 36-48 52-60 H ari K e P0 P1 P3 P4 Gambar 5. Rata-rata Persentase Mortalitas Rayap Tanah Akibat Hiterorhabditis Pada Konsentrasi 0,0IJ/m2 (P0), 0,5 juta IJ/m2 (P1), 1,0 juta IJ/m2 (P2), dan 1,5 juta IJ/m2 (P3). Gambar 5 menunjukkan bahwa mortalitas ke serangga inang tidak optimal (Kaya dan rayap tanah tertinggi terjadi pada konsentrasi Koppenhofer, 1999). Duncan et al. (1999) 0,5 juta IJ/m2 hari ke 20-32 sebesar 40,254%, menyatakan bahwa ukuran aplikasi nematoda sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi entomopatogen yang direkomendasikan untuk 2 2 (1 juta IJ/m dan 1,5 juta IJ/m ) mortalitas mengendalikan serangga di dalam tanah adalah rayap tanah cenderung lebih rendah. Hal ini 1,00 milyar IJ/0,4646 ha, yaitu sekitar 0,215 terjadi karena pada konsentrasi yang terlalu juta IJ/m2. Sedangkan untuk areal sempit tinggi nematoda entomopatogen mengalami ukuran yang direkomendasikan adalah 0,25 kompetisi dalam hal ruang dan makanan antar juta nematoda itu sendiri, sehingga proses infeksi 0,5 juta IJ/m2. 198 IJ/m2. Konsentrasi ini mendekati EMBRYO VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2008 Pada hari 4-16 mortalitas rayap tanah masih rendah karena nematoda entomopatogen baru diaplikasikan entomopatogen sehingga dalam nematoda entomopatogen dan perilaku rayap tanah. nematoda masa ISSN 0216-0188 Perilaku Hiterorhabditis yang adaptasi mempengaruhi tingkat mortalitas rayap tanah lingkungan dan masa pencarian inang. Pada adalah sifatnya yang ambusher (menunggu hari ke 20-32 mortalitas rayap tanah mulai inang meningkat karena nematoda sudah banyak menyerangnya), yang masuk ke dalam sarang rayap tanah mortalitas rayap tanah yang rendah (Gaugler, (menemukan inang) dan sudah menyerang 1999; dan Berry, 2000). Namun kondisi ini rayap tanah. Pada hari ke 36-48 mortalitas bisa diatasi karena mobilitas rayap tanah yang rayap tanah masih tinggi karena di dalam tinggi, sehingga Hiterorhabditis lebih efektif sarang, rayap tanah yang sudah terinfeksi menyerang rayap tanah (Gaugler, 1993). nematoda menularkan nematoda ke rayap sampai mendekat dan sehingga Perilaku kemudian menyebabkan rayap tanah yang tanah yang lainnya. Ini sangat menguntungkan menyebabkan mortalitas tinggi adalah adanya pengendalian karena penyebaran nematoda feromon akan semakin luas dan jumlah rayap terinfeksi pheromone) yang dikeluarkan oleh rayap kasta akan semakin banyak. Hiterorhabditis mampu pekerja dan akan diikuti oleh rayap yang ada di bertahan dalam tanah sampai hari ke 36-48 belakangnya, sehingga kemungkinan kontak karena infektif juvenil mengandung cadangan antara Hiterorhabditis dengan rayap tanah energi karbohidrat, sehingga meskipun berada semakin besar (Nandika et al., 1999). Feromon di luar inang (tidak makan) infektif juvenil bisa penanda jejak ini dikeluarkan dari kelenjar hidup dalam beberapa periode yang lama sternum asalkan kondisi lingkungan baik (kelembaban belakang abdomen) (Tarumingkeng, 2001). dan temperatur baik, oksigen cukup tersedia) Perilaku lain yang menyebabkan peningkatan (Woodring dan Kaya, 1988). mortalitas Setelah hari ke 36-48 mortalitas rayap penanda (sternal rayap bersinggungan jejak glanddi tanah pada (trail bagian adalah rayap laying bawah, kebiasaan tanah saat tanah semakin menurun karena persistensi berpapasan / trofalaksis (perilaku berkerumun nematoda diantara anggota-anggota koloni dan saling akibat entomopatogen kondisi mulai tidak menjilat anus dan mulut). Trofalaksis ini mendukung, sehingga tidak menimbulkan bertujuan untuk menularkan protozoa dan mortalitas rayap tanah yang berarti. Tinggi menyebarkan feromon dasar pada koloni rayap rendahnya selain tanah (Tarumingkeng, 2001; Tambunan dan nematoda Nandika, 1989). Dengan perilaku ini secara entomopatogen juga dipengaruhi oleh perilaku tidak langsung akan memudahkan penyebaran dipengaruhi lingkungan menurun yang mortalitas rayap tanah oleh persistensi 199 Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208 (Sucipto) Hiterorhabditis yang melakukan penetrasi jaringan menjadi lunak berair. Gejala serangan mmelalui lubang-lubang alami seperti mulut, muncul hanya pada fase primer bakteri, yaitu anus, dan spirakel atau penetrasi langsung awal nematoda masuk sekaligus mengeluarkan melalui integumen (Sulistyanto dan Ehlers, bakteri simbion dalam tubuh serangga sampai 1996). Perilaku lain yang mempengaruhi dua hari setelah penetrasi (Simoes dan Rosa, mortalitas rayap tanah adalah sifat kanibalisme 1996). Gejala serangan Hiterorhabditis pada pada kasta pekerja, yaitu membunuh serta rayap tanah (Macrotermes sp.) ditandai dengan memakan rayap-rayap yang tidak reproduktif perubahan warna permukaan tubuh rayap tanah (karena sudah tua, sakit, atau malas) baik pada menjadi coklat karamel sampai coklat tua kasta reproduktif, kasta prajurit, maupun pada (gelap). kasta pekerja sendiri (Tambunan dan Nandika, transparan setelah lebih dari 48 jam terinfeksi 1989). Hiterorhabditis, karena aktivitas enzimatis Kanibalisme ini berfungsi untuk Kutikula rayap tanah menjadi mempertahankanprinsip efisiensi dan konservasi berperan dalam hancurnya jaringan tubuh serangga inang (keseimbangan menjadi lunak berair dan lama-lama akan kehidupan) koloni rayap tanah (Tarumingkeng, hancur (Simoes dan Rosa, 1996). Gejala 2001). mortalitas rayap tanah (Macrotermes sp.) pengaturan energi serta homeostatika Selain perilaku rayap dan perilaku nematoda, terdapat satu hal yang bakteri Photorhabdus yang menyebabkan terlihat pada Gambar 6. juga Dalam penelitian ini sasaran mempengaruhi mortalitas rayap tanah, yaitu nematoda entomopatogen adalah rayap tanah suhu optimum. Suhu dalam tanah merupakan semua faktor pembatas nematoda entomopatogen pekerja). (Klein, terhadap sarang rayap tanah, ketiga kasta 1990). Secara umum nematoda kasta Saat (raproduktif, dilakukan prajurit, dan pembongkaran entomopatogen meningkat aktifitasnya hingga tersebut 80% pada suhu 21-30°C dan menurun hingga mortalitas terbanyak terjadi pada kasta pekerja, 40% pada suhu 12-16°C (Pioner, 1984). karena kasta pekerja jumlahnya paling banyak Beberapa jenis Hiterorhabditis membutuhkan dan mobilitasnya paling tinggi diantara kasta suhu optimum untuk melakukan reproduksi. yang lain. Kasta pekerja merupakan anggota Suhu optimum untuk Hiterorhabditis adalah koloni yang sangat penting dalam koloni 20-32°C (Grewal et al., 1994). rayap. Tidak kurang dari 80 % populasi dalam Pada umumnya gejala serangga yang ditemukan (Gambar 7). Namun koloni rayap merupakan individu-individu entomopatogen kasta pekerja (Tarumingkeng, 1992). Mobilitas adalah adanya perubahan warna tubuh, tubuh yang tinggi berkaitan dengan tugas yang menjadi lembek, dan bila dibedah konstitusi diemban oleh kasta pekerja yaitu sebagai terserang oleh nematoda 200 EMBRYO VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2008 pencari sumber makanan dan bekerja terus menerus tanpa henti (24 jam), memberi makan dan memelihara ratu, menumbuhkan jamur dan memeliharanya, merawat telur dan rayap muda serta memindahkannya pada saat terancam ke tempat yang lebih aman, membuat dan memelihara sarang, serta membunuh dan memakan rayap-rayap yang tidak produktif, sehingga hanya rayap yang kuat saja yang dipertahankan (Tambunan dan Nandika, 1989; Nandika etal., 1999; Rismayadi, 2001). ISSN 0216-0188 Baermann Asli Keberadaan nematoda entomopatogen dalam tanah diketahui melalui Strain) dengan Ekstraksi Tanah Metode tanah. Metode ekstraksi tanah ada beberapa macam, salah satunya adalah metode Baermann Asli. Metode tersebut digunakan dalam penelitian ini karena mudah dalam pengerjaannya dan akan didapatkan nematoda entomopatogen baik yang aktif (dauer juvenil) maupun yang pasif, sehingga entomopatogen Pengujian Persistensi Hiterorhabditis (All ekstraksi populasi dalam terdeteksi.Populasi nematoda tanah dapat Hiterorhabditis dalam tanah terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Analisa Sidik Ragam Persistensi Hiterorhabditis Rata-rata Populasi Nematoda Hari ke Perlakuan 4-16 Kontrol 20-32 36-48 52-60 0,00 d 0,00 d 0,00 b 0,00 b 2 367,94 c 89,19 b 60,61 a 48,22 a 2 1,0 juta IJ/m 456,86 b 71,52 c 50,19 a 41,12 a 1,5 juta IJ/m2 638,86 a 110,36 a 62,52 a 44,66 a 0,5 juta IJ/m Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata pada uji DMRT taraf 5% Berdasarkan Tabel 2 masing-masing 2 2 sama). Ini menunjukkan bahwa populasi konsentrasi (0,0 juta IJ/m , 0,5 juta IJ/m , 1 nematoda juta IJ/m2, dan 1,5 juta IJ/m2) terjadi perbedaan ditingkatkan. Sedangkan pada konsentrasi 0,0 yang nyata (ditunjukkan dengan notasi yang juta IJ/m2 populasi nematoda berbeda dengan berbeda tiap perlakuan). Ini menunjukkan konsentrasi yang lainnya karena perlakuan ini bahwa populasi nematoda semakin tinggi merupakan seiring dengan peningkatan nematoda). Berdasarkan keterangan diatas Namun setelah beberapa konsentrasi. hari populasi sama kontrol meskipun (tidak konsentrasi diaplikasi diketahui bahwa konsentrasi yang baik adalah pada 0,5 juta IJ/m2 karena populasi nematoda konsentrasi 0,5 juta IJ/m2, 1 juta IJ/m2, dan 1,5 entomopatogen pada konsentrasi ini sama nematoda tidak ada perbedaan juta IJ/m2 (ditunjukkan dengan notasi yang 201 Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208 (Sucipto) dengan konsentrasi 1,0 juta IJ/m2, dan 1,5 juta antibiotik IJ/m2. mikroorganisme yang dapat sekunder menghambat , dan (3) Bila dilihat dari waktu aplikasi, dari menyediakan sumber nutrisi yang siap pakai hari ke hari populasi nematoda semakin turun. untuk nematoda entomopatogen. Sedangkan Ini ditunjukkan dengan jumlah nematoda pada fungsi nematoda entomopatogen bagi bakteri hari ke 4-16 lebih tinggi dari hari ke 20-32 adalah melindungi bakteri dari lingkungan 2 2 (pada konsentrasi 0,5 juta IJ/m , 1 juta IJ/m , 2 eksternal yang merugikan dan kemungkinan dan 1,5 juta IJ/m ) demikian seterusnya sampai adanya toksin yang dikeluarkan oleh serangga hari ke 52-60. Populasi nematoda berbeda inang (protein anti bakteri) (Kaya dan Gaugler, nyata pada hari ke 4-16 dan 20-32, sedangkan 1993 dalam Sulistyanto, 1998; Ehlers dan pada hari ke 36-48 dan 52-60 tidak berbeda Peters, 1995). nyata. Hal ini disebabkan oleh penurunan Stadia nematoda entomopatogen yang persistensi Hiterorhabditis setelah hari ke 36- mempengaruhi persistensinya adalah stadia 48. entomopatogen juvenil. Timper dan Kaya (1989) dalam Glazer dipengaruhi oleh pH dalam tubuh serangga et al. (1996) menerangkan bahwa hanya fase inang dan stadia nematoda entomopatogen. infektif juvenil yang dapat bertahan hidup di Persistensi nematoda Apabila pH dalam tubuh serangga luar inang. Fase ini tidak makan dan inang tidak mendukung perkembangan bakteri bergantung sepenuhnya pada cadangan internal simbion untuk nematoda entomopatogen, maka sumber energinya. pertumbuhan bakteri simbion dalam tubuh entomopatogen serangga akan terhambat (Schirocki dan (persisten) dalam lingkungan tanah yang Haque, 1997). Terhambatnya bakteri simbion ekstrem karena kutikulanya yang tebal dan akan memperlambat kematian serangga inang lubang alaminya (mulut dan anus) tertutup (Strauch dan Ehlers, 1998) dan menghambat (Campbell dan Gaugler, 1991). Kadang- perkembangan entomopatogen, kadang stadia juvenil III masih terbungkus karena tanpa adanya bakteri simbion nematoda dalam kulit juvenil II yang merupakan stadia entomopatogen tidak akan berkembang dengan resisten terhadap lingkungan dan serangga. baik, demikian pula sebaliknya (Ehlers dan Stadia Peters, 1995). Fungsi bakteri simbion bagi patogenesitas tertinggi (Timper dan Kaya, nematoda entomopatogen adalah : (1) dapat 1989; Campbell dan Gaugler, 1991; Tanaka membunuh inang dengan cepat (24-48 jam), dan Kaya, 1993; dan Ehlers dan Peters, 1995). nematoda bagi entomopatogen perkembangan dengan III ini bertahan memiliki hidup tingkat Persistensi nematoda entomopatogen (2) membuat suasana lingkungan yang sangat cocok juvenil dapat Nematoda nematoda tidak hanya dipengaruhi oleh kedua hal diatas, memproduksi tetapi juga dipengaruhi oleh faktor biotik dan 202 EMBRYO VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2008 ISSN 0216-0188 abiotik. Menurut Inshibashi dan Kondo (1990), sarang Kaya (1990), dan Womersley (1990) faktor merupakan basa dan mendekati pH optimum biotik yang mempengaruhi yaitu ketersediaan bagi nematoda entomopatogen yaitu pH=8, makanan dan kemampuan untuk menemukan sehingga inang di dalam tanah. Sedangkan menurut bertahan dilapang (Simoes dan Rosa, 1996). Kung et al. (1990) mempengaruhi faktor abiotik yang persistensi nematoda rayap adalah nematoda Faktor 7,17. entomopatogen abiotik mempengaruhi Kondisi lain ini dapat yang persistensi nematoda entomopatogen di dalam tanah adalah oksigen, entomopatogen adalah oksigen tanah. Tekstur pH, kelembaban, dan temperatur tanah. tanah pada sarang rayap tanah di lapang adalah Berdasarkan lempung dan pada permukaan gundukan bahwa hasil rata-rata pengamatan temperatur diketahui di lapang sarang ditumbuhi rumput-rumput . (kedalaman tanah 5-10 cm) adalah 27,21°C Beberapa pada pagi hari dan 28,93°C pada sore hari serta persistensi nematoda entomopatogen dalam 24,79°C pada pagi hari dan 25,71°C pada sore tanah berumput berkisar antara satu bulan hari (kedalaman tanah 25 cm). Temperatur di (Jackson dan Trought, 1982; Forschler dan lapang tersebut mendekati temperatur optimum Gardner, 1991) sampai satu tahun (Klein dan bagi perkembangan nematoda entomopatogen Georgis, 1992). Nematoda entomopatogen yaitu 23°C (Simoes dan Rosa, 1996). Hal ini hidup dalam filum-filum air dan rongga- menunjukkan bahwa nematoda entomopatogen rongga bisa entomopatogen berkembang di lapang. Temperatur penelitian antar melaporkan partikel tanah. membutuhkan bahwa Nematoda air untuk diamati pada kedalaman 5- 10 cm dan 25 cm bergerak menuju inang dan membutuhkan karena dari oksigen untuk bertahan (Miles et al., 2000). permukaan sarang rayap tanah dan distribusi Tanah lempung mengikat air dengan baik, vertikal dari Hiterorhabditis. antara 5 – 20 cm tetapi menyebabkan oksigen sedikit dan pori- sedangkan pori aplikasi Hiterorhabditis distribusi vertikal dari tanah kecil sehingga membatasi Hiterorhabditis antara 0-5 cm dalam tanah pergerakan nematoda entomopatogen dalam (Ferguson et al., 1995). Distribusi vertikal tanah. Hiterorhabditis Hiterorhabditis rendah. Kelembaban tanah Kondisi tanah adalah yang baik lempung untuk berpasir yang diperoleh dari pengamatan sebesar 6,37 (Fergusson et al., 1995) karena pori-pori tanah %. Kelembaban ini kecil sekali karena kondisi lebih besar dan tidak mengikat air, sehingga sarang rayap tanah sangat kering sehingga oksigen dalam tanah lebih banyak, akibatnya menghambat distribusi Hiterorhabditis dalam nematoda entomopatogen tahan lebih lama. tanah. Derajad keasaman tanah (pH) dari 203 Rata-rata Populasi Nematoda / 100 gram sampel tanah Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208 (Sucipto) 700 600 500 400 300 200 100 0 4-16 20-32 36-48 52-60 Hari ke P0 P1 P2 P3 Gambar 9. Rata-rata Populasi Nematoda Hasil Ekstraksi Tanah Metode Baermann Asli Pada Konsentrasi 0,0 IJ/m2 (P0), 0,5 juta IJ/m2(P1), 1,0 juta IJ/m2(P2), dan 1,5 juta IJ/m2(P3). Gambar 9 menunjukkan populasi tersebut dapat dikatakan bahwa persistensi Hiterorhabditis semakin menurun dari hari ke Hiterorhabditis terjadi sampai hari ke 36-48 hari. Dari 100 gram sampel tanah yang yang dibuktikan dengan penurunan yang diekstraksi, populasi tertinggi terdapat pada konstan pada populasi Hiterorhabditis setelah 2 hari ke 4-16 pada konsentrasi 1,5 juta IJ/m sebesar 638,86ekor. Selanjutnya hari ke 36-48. populasi terendah terjadi pada hari ke 52-60 konsentrasi Pengujian 2 Persistensi 1 juta IJ/m sebesar 41,12ekor. Penurunan ini carpocapsae disebabkan oleh mobilitas 41,12yang masuk ke Bioassay 2 : 1 (All Steinernema Strain) Melalui dalam tanah untuk mencari inang (rayap) atau bahkan sudah menemukan inang (rayap) dan masuk ke dalam tubuh inang (rayap). Pengujian mengetahui ini dimaksudkan patogenesitas / untuk kemampuan Kemungkinan lain yang bisa terjadi adalah Hiterorhabditis dalam menyerang serangga uji Hiterorhabditis mati karena radiasi sinar ultra (T. molitor / G. melonella) setelah beberapa violet atau kondisi sarang yang terlalu kering. hari berada di lapang. Persentase mortalitas Hiterorhabditis. sensitif terhadap radiasi sinar serangga uji terlihat pada tabel 3. ultra violet, karena menyebabkan kerusakan pada kutikula tubuhnya sehingga nematoda entomopatogen menjadi lisis. Berdasarkan hal 204 EMBRYO VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2008 ISSN 0216-0188 Tabel 3. Hasil Analisa Sidik Ragam Pengujian Patogenesitas Melalui Bioassay 2:1 Rata-rata Persentase Mortalitas Serangga Uji Dalam Uji Bioassay Hari ke Perlakuan 4-16 Kontrol 20-32 36-48 52-60 0,000 d 0,000 d 0,000 d 0,000 d 2 13,99 c 26,88 c 10,98 c 4,77 c 2 1,0 juta IJ/m 16,88 b 32,59 b 15,86 b 14,96 b 1,5 juta IJ/m2 28,87 a 40,98 a 23,75 a 25,68 a 0,5 juta IJ/m Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata pada uji DMRT taraf 5% Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa (Caroli et al., 1996). Matinya serangga uji ini masing-masing konsentrasi menunjukkan nilai sebagai bukti bahwa patogenesitas nematoda mortalitas serangga uji entomopatogen masih tinggi (Simoes dan yang berbeda nyata (ditunjukkan dengan notasi antar perlakuan Rosa, 1996). Mortalitas serangga uji dari hari ke pada konsentrasi 1,5 juta IJ/m2 sebesar hari mengalami fluktuasi. Pada hari ke 4-16 40,98%. Ini berarti bahwa Hiterorhabditis mortalitas mampu menimbulkan kematian pada serangga konsentrasi). Pada hari ke 20-32 mortalitas uji dalam waktu 24-48 jam setelah kontak serangga dengan inang. Terdapat hubungan antara Selanjutnya pada hari ke 36-48 dan 52-60 mortalitas inang dengan nematoda yang masuk mortalitas serangga uji cenderung menurun. dalam tubuh inang yang digunakan sebagai Fluktuasi mortalitas serangga uji lebih jelas ukuran infektivitas nematoda entomopatogen terlihat pada Gambar 10. Rata-rata Persentase Mortalitas Galleria melonella yang tidak sama). Mortalitas tertinggi terjadi masih uji rendah mengalami (pada semua peningkatan. 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 4-16 20-32 36-48 52-60 Hari ke P0 P1 Gambar 10. Rata-rata Persentase Mortalitas Bioassay 2:1 Pada Konsentrasi 0,0 1,0 juta IJ/m2(P2), dan 1,5 juta IJ/m2(P3). 205 P2 P3 Galleria IJ/m2 (P0), melonella 0,5 juta Dalam IJ/m2(P1), Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208 Gambar 10 menunjukkan bahwa mortalitas tertinggi serangga uji terjadi pada (Sucipto) akibat kondisi lapang yang tidak mendukung (kelembaban rendah / kering). hari ke 20-32 (pada konsentrasi 0,5 juta IJ/m2, 2 2 Mortalitas tertinggi terjadi juta 2 pada 1,0 juta IJ/m , dan 1,5 juta IJ/m ). Ini terjadi konsentrasi karena nematoda sudah mengalami siklus dipengaruhi oleh viabilitas (kemampuan untuk hidup di dalam tubuh inang (rayap). Chaerani bertahan hidup) nematoda entomopatogen itu (1996) menyatakan bahwa dalam satu tubuh sendiri. inang (serangga) nematoda dapat berkembang mempengaruhi biak dua sampai tiga generasi (satu generasi entomopatogen untuk persisten di dalam tanah. berlangsung 10-14 hari). Selanjutnya Kaya dan Penggunaan spesies nematoda entomopatogen Stock (1997) juga menyatakan bahwa dua yang mempunyai viabilitas tinggi terhadap sampai tiga minggu setelah berkembang dalam kondisi tubuh meningkatkan efektivitasnya bila diaplikasikan inang, infektif juvenil akan meninggalkan kadaver inang dan mencari 1,5 Mekanisme yang diri nematoda ekstrem akan di lapang (Glazer, 1996). Kondisi inang baru. Pada hari ke 4-16 nematoda masih pertahanan kemampuan lingkungan karena IJ/m mempengaruhi lingkungan patogenesitas yang nematoda melakukan pencarian dan penetrasi terhadap entomopatogen selain kelembaban adalah suhu inang (rayap), dua sampai tiga minggu lingkungan dan pH dalam tubuh serangga kemudian (pada hari ke 20-32) nematoda telah inang. Suhu lingkungan yang tidak mendukung menyelesaikan siklus hidupnya dan keluar dari akan menggagalkan proses penetrasi nematoda kadaver inang (rayap) berupa dauer juvenil. entomopatogen ke dalam tubuh serangga inang Dauer juvenil merupakan kondisi nematoda dan yang paling infektif, karena nematoda sedang nematoda entomopatogen (Griffin et. al., memerlukan makanan (mencari inang) untuk 1996). Sedangkan pH dalam tubuh serangga siklus saat yang tidak mendukung perkembangan bakteri pengambilan sampel tanah ekstraksi di lapang simbion nematoda entomopatogen juga akan nematoda menghambat hidup selanjutnya. entomopatogen Sehingga dalam keadaan akan menimbulkan kematian perkembangbiakan pada bakteri dauer juvenil. Inilah yang menyebabkan simbion dalam tubuh serangga (Schirocki and peningkatan Hague, mortalitas serangga uji. Selanjutnya pada konsentrasi 0,5 juta IJ/m2, 2 2 1997). Perkembangbiakan bakteri simbion yang lambat akan memperlambat 1,0 juta IJ/m , dan 1,5 juta IJ/m mortalitas kematian serangga inang (Strauch and Ehlers, serangga uji cenderung menurun setelah hari 1998). ke 20-32. Ini terjadi karena patogenesitas Pengujian Persistensi Hiterorhabditis (All nematoda berkurang (nematoda sudah lemah) 206 Strain) Metode Perangkap EMBRYO VOL. 5 NO. 2 Metode lain DESEMBER 2008 mengetahui Pengamatan pada uji pengumpanan persistensi nematoda entomopatogen di dalam dilakukan setiap empat hari sekali karena tanah adalah dengan metode perangkap, yaitu serangan dari nematoda entomopatogen dalam membuktikan ada atau tidaknya nematoda uji pengumpanan akan terlihat setelah empat entomopatogen yang masuk ke dalam tubuh hari (Ferguson et al., 1995). Gejala serangan serangga uji nematoda entomopatogen terlihat pada warna (T. molitor/G. melonella). Masuknya nematoda kadaver serangga uji (Poinar, 1984). Jika entomopatogen ke dalam tubuh serangga uji gejala infeksi nematoda entomopatogen tidak ditandai terlihat secara visual, maka kadaver serangga dengan untuk ISSN 0216-0188 matinya serangga uji uji antara mortalitas inang dengan nematoda yang mengetahui nematoda entomopatogen yang masuk dalam tubuh inang yang digunakan masuk dalam tubuh serangga uji atau bisa juga sebagai nematoda dengan white trap agar infektif juvenil dapat entomopatogen, sehingga semakin banyak keluar dari tubuh kadaver inang setelah 4 – 7 nematoda entomopatogen yang masuk ke hari (Fergusson et al., 1995). Persentase dalam tubuh inang maka semakin besar mortalitas serangga uji terlihat pada Gambar mortalitas inang (Caroli et al., 1996). 11 ukuran infektivitas dibedah dibawah mikroskop untuk 8 0 7 0 Galleria melonella Rata-rata Persentase Mortalitas (Fergusson et al., 1995). Terdapat hubungan 6 0 5 0 4 0 3 0 2 0 1 0 0 4 1 6 2 8 4 0 5 2 6 0 H a ri ke P 0 P 1 P 2 P 3 Gambar 11. Rata-rata Mortalitas Galleria melonella Metode Pengumpanan Pada Konsentrasi 0,0 IJ/m2 (P0), 0,5 juta IJ/m2(P1), 1,0 juta IJ/m2(P2), dan 1,5 juta IJ/m2(P3). Berdasarkan Gambar 11 diketahui bahwa mortalitas tertinggi adalah 66,667% serangga uji karena patogenesitas nematoda sudah menurun. 2 pada konsentrasi 1,5 juta IJ/m dan terjadi pada Mortalitas terjadi karena di dalam hari ke 16, 28, dan 40. Setelah hari ke 52 tanah pengujian yang diambil dari lapang mortalitas mengandung tidak terjadi pada semua konsentrasi. Mortalitas tidak terjadi pada nematoda, sehingga mampu menyerang serangga uji. Namun meskipun 207 Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208 dalam tanah mengandung nematoda tetapi (Sucipto) Berdasarkan hasil dan pembahasan serangga uji tidak mati, maka nematoda diperoleh tersebut berikut. sudah lemah atau mati akibat beberapa kesimpulan sebagai pengaruh lingkungan (kondisi tanah pada 1. Mortalitas sarang terlalu kering atau nematoda terlalu akibat lama tidak menemukan makanan sehingga konsentrasi 0,5 juta IJ/m2 sebesar 40,25 patogenesitasnya berkurang). persen. Kemampuan nematoda membunuh simbion dalam membunuh inang Macrotermes Hiterorhabditis terjadi sp. pada 2. Persistensi Hiterorhabditis terjadi sampai pada hari ke 36-48. inang dipengaruhi oleh kemampuan bakteri simbionnya. Sedangkan kemampuan bakteri tertinggi 3. Faktor abiotik persistensi terkait yang mempengaruhi Hiterorhabditis di lapang dengan substrat yang dikeluarkan oleh bakteri adalah oksigen, derajat keasaman (pH), (seperti protease, lipase, lecithinase, DNA-ase, kelembaban, dan temperatur tanah. dan phosphatase) serta adanya entomotoksin (eksitiksin dan endotoksin) 4. Populasi Hiterorhabditis menurun seiring dengan pertambahan waktu. yang mempengaruhi proses kematian pada serangga 5. Patogenesitas tertinggi Hiterorhabditis kematian terjadi pada hari ke 20-32 berdasarkan tersebut mengasilkan perilaku yang progresif mortalitas rayap tanah, uji bioassay 2 : 1, dan berlanjut dengan kelumpuhan dan kejang- dan uji pengumpanan. (Boemare et al.,1996). Proses kejang otot selama tujuh menit sebelum Saran serangga mati (Simoes, 1996). Beberapa bakteri simbion 1. Untuk mengendalikan rayap tanah di lapang (Photorhabdus spp.dan Xenorhabdus spp. sebaikknya menggunakan 2 konsentrasi 0,5 juta IJ/m . (kecuali X. poinarii)) sedikitnya bersifat tetapi 2. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal sebagian besar patogenik terhadap serangga hendaknya diperhatikan metode aplikasi pertanian (Sholikhah, 2002). Sehingga dalam dan waktu aplikasi yang tepat (sore hari uji pengumpanan ini patogenesitas pada G. dan kondisi lembab). patogenik terhadap G. melonella, melonella rendah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 208