xix BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Beberepa pengertian pemimpin menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Pemimpin adalah merupakan inisiator, motivator, stimulator, dinamisator, dan
innovator dalam organisasi (Kartono, 2006:10). Pemimpin seseorang yang karena
kecakapan pribadinya atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi
kelompok yang dipimpinannya untuk mengarahkan upaya bersama kearah
pencapaian sasaran – sasaran tertentu (Winardi, 2002:2). Menurut Terry dan
Frankin dalam Yuli, 2005:166 menyatakan bahwa pemimpin dengan hubungan
dimana seseorang (pemimpin) mempengaruhi orang untuk mau bekerjasama
melaksanakan tugas-tugas yang saling berkaitan guna mencapai tujuan yang
diinginkan organisasi atau kelompok.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat didefenisikan kepemimpinan dari
sudut pandang perspektif sebagai konsep manajemen dapat dirumuskan antara
lain,
kepemimpinan
menurut
Kartono
(2006:10)
merupakan
kekuatan
aspirasional, kekuatan semangat, kekuatan moral yang kreatif, yang mampu
mempengaruhi para anggota untuk mengubah sikap, sehingga mereka menjadi
conform
dengan
keinginan
pemimpin.
xix
Menurut
Robbin
(2002:163)
Universitas Sumatera Utara
Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi suatu kelompok kearah
pencapaian tujuan. Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dalam
menentukan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,
mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya (Rivai, 2003:2).
Berdasarkan defenisi yang sudah dijelaskan sebelumnya maka dapat
diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan aktivitas seseorang untuk
mempengaruhi individu, kelompok, dan organisasi sebagai satu kesatuan sehingga
kepemimpinan diberi makna sebagai kemampuan mempengaruhi semua anggota
kelompok dan organisasi agar bersedia melakukan kegiatan atau bekerja untuk
mencapai tujuan kelompok dan organisasi.
2.1.2 Pentingnya Kepemimpinan Dalam Organisasi atau Perusahaan
Pemimpin merupakan faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu
organisasi. Pengarahan terhadap pekerjaan yang dilakukan pemimpin dalam
mencapai tujuan organisasi perusahaan maupun lembaga-lembaga harus diberikan
oleh pemimpin sehingga kepemimpinan tersebut dapat menjadi efektif. Menurut
Robbin (2003:40) pemimpin menetapkan arah dengan mengembangkan suatu visi
terhadap
masa
depan
kemudian
mereka
menyatukan
orang
dengan
mengkomunikasikan visi ini dan mengilhami mereka untuk mengatasi rintangan.
Keadaan ini menggambarkan bahwa kepemimpinan sangat diperlukan, jika suatu
organisasi atau perusahaan memiliki perbedaan dengan yang lain dapat dilihat dari
sejauh mana pemimpinnya dapat bekerja secara efektif.
xx
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kartono (2006:69) pemimpin yang efisien itu mampu
menghadapi setiap permasalahan dengan sikap lebih terbuka, dan dengan itikad
baik yang besar dari pada seorang pemimpin kerdil serta non efisien yang selalu
dipenuhi oleh ide-ide sempit (ide fixed).
2.1.3 Gaya Kepemimpinan
Menurut Tjiptono (2006:161) gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang
digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Sementara itu,
pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku
(kata-kata dan tindakantindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh
orang lain (Hersey, 2004:29).
Menurut Nawawi (2003:15) gaya kepemimpina adalah perilaku atau cara
yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan,
sikap dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya. Beberapa Gaya
Kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Gaya Kepemimpinan Demokratis.
Kepemimpinan Demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan
bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi
pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung
jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. Kekuatan
kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada person atau individu
pemimpin, akan tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari
setiap warga kelompok.
xxi
Universitas Sumatera Utara
b. Gaya Kepemimpinan Otoriter
Gaya Otoriter ini menghimpun sejumlah perilaku atau gaya kepemimpinan
yang bersifat terpusat pada pemimpin (sentralistik) sebagai satu-satunya
penentu, penguasa, dan pengendali anggota organisasi dan kegiatannya
dalam usaha mencapai tujuan organisasi.
c. Gaya Kepemimpinan Bebas (Laissez Faire)
Pada gaya kepemimpinan bebas (laissez faire) ini sang pemimpin praktis
tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat
semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan
kelompoknya, semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh
bawahan sendiri
Menurut Siagian (2007:12) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan pada
dasarnya dikategorikan menjadi 5 (lima) tipe yakni :
1) Gaya Kepemimpinan Otokratik.
Pengambilan keputusan seorang manajer yang otokratik akan bertindak
sendiri dan memberitahukan bawahannya bahwa ia telah mengambil
keputusan tertentu dan para bawahan itu hanya berperan sebagai pelaksana
karena tidak dilibatkan sama sekali dalam proses pengambilan keputusan.
Memelihara hubungan dengan para bawahannya, manajer yang otokratik
biasanya dengan menggunakan pendekatan formal berdasarkan kedudukan
dan statusnya dalam organisasi dan kurang mempertimbangkan apakah
kepemimpinannya dapat diterima dan diakui oleh para bawahan atau tidak.
xxii
Universitas Sumatera Utara
Seorang
pemimpin
yang
otokratik
biasanya
memandang
dan
memperlakukan para bawahannya sebagai orang-orang yang tingkat
kedewasa atau kematangannya lebih rendah dari tingkat kedewasaan atau
kematangan pimpinan yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam interaksi
yang terjadi tidak mustahil bahwa ia akan menonjolkan gaya memerintah
dan bukan gaya mengajak.
2) Gaya Kepemimpinan Paternalistik
Pemimpin
paternalistik
menunjukkan
kecenderungan-kecenderungan
bertindak sebagai berikut :
Pengambilan keputusan, kecenderungannya menggunakan cara mengambil
keputusan sendiri dan kemudian berusaha menjual keputusan itu kepada
para bawahannya. Dengan menjual keputusan itu diharapkan bahwa para
bawahan akan mau menjalankan meskipun tidak dilibatkan didalam proses
pengambilan keputusan.
3) Gaya Kepemimpinan Kharismatik.
Teori kepemimpinan belum dapat menjelaskan mengapa seseorang
dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik, sedangkan yang lain tidak.
Artinya, belum dapat dijelaskan secara ilmiah faktor-faktor apa saja yang
menjadi seseorang memiliki kharisma tertentu.
4) Gaya Kepemimpinan Laissez-faire.
Karakteristik yang paling nampak dari seseorang pemimpin laissez-faire
terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin organisasi. Dalam hal
xxiii
Universitas Sumatera Utara
pengambilan keputusan, misalnya, seorang pemimpin laissez-faire akan
mendelagisakan tugas-tugasnya kepada bawahannya, dengan pengarahan
yang minimal atau bahkan sama sekali tanpa pengarahan sama sekali.
5) Gaya Kepemimpinan Demokratik.
Pengambilan
keputusan
mengikutsertakan
para
pemimpin
bawahannya
demokratik
dalam
pada
seluruh
tindakannya
pengambilan
keputusan. Seorang pemimpin demokratik akan memilih model dan teknik
pengambilan keputusan tertentu yang memungkinkan para bawahan ikut
serta dalam pengambilan keputusan.
Menurut Kismono (2001:220) gaya kepemimpinan terbagi atas 3 (tiga) yakni:
a. Gaya Kepemimpinan Otoriter.
Pemimpin memusatkan kekuasaan dan keputusan-keputusan pada di
pemimpin sendiri. Pemimpin memegang wewenang sepenuhnya dan
memikul tanggung jawab sendiri.
b. Gaya Kepemimpinan Demokratis.
Pemimpin mendelegasikan wewenangnya secara luas. Pembuatan
pengambilan keputusan selalu dirundingkan dengan para bawahan,
sehingga pemimpin dan bawahan bekerja dalam satu tim.
c. Gaya Kepemimpinan Bebas.
Pemimpin hanya berpartisipasi minimum, para bawahannya menentukan
sendiri tujuan yang akan di capai dan menyelesaikan sendiri masalahnya.
xxiv
Universitas Sumatera Utara
2.2 Budaya Kerja
2.2.1 Pengertian Budaya Kerja
Budaya berasal dari bahasa sansekerta “budhayah” sebagai bentuk jamak
dari kata dasar “budhi” yang artinya akal atau segala sesuatu yang diberikan
dengan akal pikiran, nilai-nilai dan sikap mental. Slocom dalam West (2000:128)
mendefinisikan budaya sebagai asumsi-asumsi dan pola-pola makna yang
mendasar, yang dianggap sudah selayaknya dianut dan dimanifestasikan oleh
pihak yang berpartisipasi dalam organisasi.
Budaya adalah seperangkat nilai, yaitu norma-norma yang mengarahkan
kepada keyakinan (Wisnu, 2005:244). Wibowo (2005:347) mengatakan bahwa
budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima sebagai
suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi. Jadi pada dasarnya budaya
perusahaan mempunyai pengertian sebagai peraturan yang ada di dalam
perusahaan yang akan menjadi pegangan dari Sumber Daya Manusia (SDM)-nya
dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berprilaku di dalam
organisasi tersebut Atmosoeprapto (2000:71).
Tujuan fundamental budaya adalah untuk membangun sumber daya
manusia seutuhnya, agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu
hubungan sifat peran sebagai pelanggan dan pemasok dalam berkomunikasi
dengan orang lain, secara efektif dan afisien serta menggembirakan, Triguno
(2004:6).
xxv
Universitas Sumatera Utara
Budaya kerja sudah lama dikenal oleh manusia, namun belum disadari
bahwa suatu keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku
yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat istiadat, agama,
norma dan kaidah yang menjadi keyakinan pada diri pelaku kerja atau organisasi.
Nilai-nilai yang menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya atau mengingat
hal ini dikaitkan dengan mutu kerja, maka dinamakan budaya kerja Triguno
(2004:1).
2.2.2 Fungsi dan Manfaat Budaya Kerja
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku
Sumber Daya Manusia yang ada agar dapat meningkatkan produktifitas kerja
untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan dating.
Manfaat dari penerapan budaya kerja yang baik:
a.
Menjamin hasil kerja dengan kualitas yang terbaik.
b.
Membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaan, kebersamaan dan
kekeluargaan.
c.
Lebih
mudah
untuk
menemukan
kesalahan
dan
cepat
untuk
memperbaikinya.
xxvi
Universitas Sumatera Utara
d.
Cepat menyesuaikan diri dengan dunia luar.
e.
Mengurangi laporan berupa data dan informasi yang salah.
f.
Meningkatnya kepuasan di dalam bekerja.
g.
Membuat pergaulan menjadi lebih akrab.
h.
Meningkatnya tingkat kedisiplinan di dalam bekerja.
i.
Mengurangi pengawasan secara fungsional.
j.
Mengurangi tingkat absensi dan pemborosan.
2.2.3 Terbentuknya Budaya Kerja
Menurut Ndraha (2003:76) pembentukan budaya kerja terjadi tatkala
anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah yang menyangkut
perubahan-perubahan eksternal, maupun masalah internal yang menyangkut
persatuan dan keutuhan organisasi.
Terbentuknya budaya tidak dalam sekejab, tidak bisa dikarbit.
Pembentukan budaya memerlukan waktu bertahun bahkan puluhan dan ratusan
tahun. Pembentukan budaya diawali oleh para pendiri (founder) melalui tahapan
demikian:
1. Seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan sebuah organisasi.
2. Ia menggali dan mengarahkan sumber-sumber, baik orang yang sepaham dan
setujuan dengan dia (SDM), biaya teknologi, dan sebagainya.
xxvii
Universitas Sumatera Utara
3. Mereka meletakkan dasar organisasi, berupa susunan organisasi dan tatakerja.
2.3 Penelitian Terdahulu
Qamariah
(2005)
melakukan
penelitian
dengan
judul
“Gaya
Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai pada asisten administrasi kesekretarian
daerah Provinsi Sumatera Utara”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
pegawai yaitu gaya demokratis, nilai R-squre menunjukkan sebesar 24,8%. Gaya
kepemimpinan ternyata mempunyai pengaruh walaupun kecil terhadap kinerja
pegawai.
Smat (2004) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Gaya
Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja karyawan dikantor Regional VI Badan
Kepegawaian Negara (BKN)”. Hasil penelitian bahwa menyatakan bahwa secara
simultan (serempak) gaya kepemimpinan demokratis, otoriter, laissez faire
berpengaruh positif terhadap motivasi kerja karyawannya, ini berarti seorang
pemimpin harus dapat memadukan ketiga gaya kepemimpinan tersebut untuk
memotivasi
karyawannya.
Secara
parsial
menunjukkan
bahwa
gaya
kepemimpinan yang memberikan tanggung jawab internal dan kerjasama yang
baik dengan bawahan (demokratis) mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan motivasi karyawan.
Maisardana (2006) melakukan penelitian dengan judul meneliti pengaruh
gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai pada PT. Bank Sumut
Cabang Stabat.
Hasil penelitian menunjukkan secara serempak disimpulkan
xxviii
Universitas Sumatera Utara
bahwa variabel gaya kepemimpinan Demokratis dan gaya Otoriter berpengaruh
signifikan terhadap motivasi kerja pada PT. Bank Sumut Cabang Stabat, variabel
gaya kepemimpinan Laissez Faire tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi
kerja pada PT. Bank Sumut Cabang Stabat. Secara parsial diantara variabel bebas
yang diteliti ternyata variabel gaya kepemimpinan otoriter merupakan paling
dominan.
2.4 Kerangka Konseptual
Wibowo (2005:347) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah normanorma dan kebiasaan yang diterima sebagai suatu kebenaran oleh semua orang
dalam organisasi.
Menurut Malthis dan Jakson (2001:75) gaya kepemimpinan adalah suatu
cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya.
Sementara itu, pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola
tingkah laku (kata-kata dan tindakan tindakan) dari seorang pemimpin yang
dirasakan oleh orang lain
Kepemimpinan merupakan faktor yang mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap tingkah laku para karyawan. Seandainya pemimpin tidak
dapat membawahi karyawannya maka akan dapat menimbulkan masalah dalam
proses budaya kerja.
Gaya kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting dalam mengatur
dan mengelola perjalanan budaya suatu organisasi. Oleh karena itu, diperlukan
xxix
Universitas Sumatera Utara
kepemimpinan yang tepat guna atau efektif dalam pelaksanaan aktivitas setiap
pekerjaan. Gaya kepemimpinan adalah sebuah proses yang melibatkan seseorang
untuk mempengaruhi orang lain agar melaksanakan apa yang diharapkan dengan
memberikan kekuatan, motivasi, sehingga orang tersebut dengan penuh semangat
untuk mencapai sasaran ataupun tujuan.
Gaya Kepemimpinan Otoriter (X1) Gaya Kepemimpinan Demokratis Budaya Kerja (Y) (X2) Gaya Bebas (X3) Sumber : Malthis dan Jackson (2003), diolah
Gambar 2.1: Kerangka Konseptual
xxx
Universitas Sumatera Utara
2.5 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah: “Gaya kepemimpinan yang terdiri dari
otoriter, demokratis, dan bebas berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
budaya kerja pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten
Gayo Lues”.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif. Sifat penelitian ini adalah survei.
merupakan penelitian survei yang dilakukan kepada semua populasi dinamakan
xxxi
Universitas Sumatera Utara
Download