BAB I - PPS Unud

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa
verbal/lisan atau berbicara. Manusia bisa berkomunikasi satu dengan lainnya
dengan menggunakan bahasa verbal/lisan, baik dalam menyatakan maupun
menerima informasi yang tidak bisa dilakukan oleh binatang. Kata-kata yang
berdiri sendiri tidak akan membuat suatu bahasa karena dalam suatu bahasa kita
perlu merangkaikan kata-kata tersebut dengan baik sehingga terbentuk makna
yang baik pula.
Kosakata mempunyai peran penting karena muncul dalam setiap
keterampilan bahasa. Pemahaman kosakata sangatlah penting dalam setiap belajar
bahasa. Menguasai kosakata sangat penting terutama untuk siswa yang belajar
bahasa asing seperti yang dikutip dari Internasional Collier- Macmillan: “Sekali
seorang siswa dapat menguasai bentuk tatabahasa dari sebuah bahasa, tugas dia
selanjutnya adalah menguasai kosakata yang dia butuhkan.” Tidak ada
seorangpun yang mempelajari semua kata dalam suatu bahasa. Kita mengetahui
dan menggunakan kata-kata yang cocok pada tujuan kita dan terus mempelajari
kata-kata baru selama kita hidup.
Sebagaimana diketahui bahwa bahasa adalah suatu sistem yang sistematis
dan merupakan seperangkat lambang-lambang atau simbol-simbol arbiter
(Tarigan, 1989:4). Dalam berkomunikasi terdapat beragam tujuan yang bervariasi
1
2
di dalamnya, seperti untuk mendapatkan informasi, untuk menjalin kekerabatan,
atau untuk melakukan transaksi perdagangan, seperti halnya di era sekarang ini.
Salah satu bahasa yang disepakati untuk menjadi bahasa internasional
adalah bahasa Inggris. Dengan demikian, perlu adanya pemahaman dan mampu
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tersebut. Seperti yang telah
dikatakan sebelumnya, salah satu hal dasar yang penting untuk dikuasai dalam
mempelajari
bahasa
Inggris
adalah
tentang
pengetahuan
kosakata/pembendaharaan kata. Semakin banyak kosakata dalam bahasa Inggris
yang dikuasai, maka akan semakin mudah pula dipelajari dan dipahami bahasa
asing tersebut. Dalam hal ini, bahasa Inggris mempunyai kedudukan sebagai
bahasa kedua, yang mana bahasa pertamanya adalah bahasa Indonesia.
Pada umumnya, siswa-siswa yang baru memulai untuk belajar bahasa
Inggris sangat membutuhkan pengetahuan mengenai kosakata karena dengan
adanya pengetahuan kosakata yang baik dan memadai, maka siswa akan mampu
untuk mengerti maksud dari bahasa Inggris tersebut. Kosakata seseorang
didefinisikan sebagai himpunan semua kata yang dimengerti oleh orang tersebut
atau semua kata yang kemungkinan akan digunakan oleh orang tersebut untuk
menyusun kalimat baru (Wikipedia, 2010)
Banyak cara dan upaya yang dilakukan untuk dapat menguasai bahasa
Inggris, dari pendidikan formal, nonformal atau institusi yang menawarkan jasa
pembelajaran dan pembelajaran dengan fasilitas yang memadai dengan
menggunakan metode pembelajaran bahasa yang berbeda-beda.
3
Salah satu metode pembelajaran bahasa yang digunakan, yaitu metode
audiolingual. Metode audiolingual adalah hasil perpaduan antara linguistik
struktural dengan psikologi behavioris yang memandang proses pembelajaran dari
sudut conditioning (Ardi, 2010) Behaviorisme dalam psikologi merupakan suatu
aliran empiris. Pandangan mereka pun merupakan pandangan empiris. Pandangan
empiris berpendapat bahwa semua keterampilan manusia diperoleh dengan proses
belajar. Manusia sejak lahir telah mengalami proses belajar. Hal ini menandakan
bahwa bahasa harus dipelajari. Kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar dan bukan diwariskan.
Seperti yang telah dikatakan di atas, metode audiolingual didasarkan atas
teori linguistik struktural yang menekankan pada fakta bahwa semua bahasa di
dunia ini berbeda. Dalam teori linguistik struktural, juga dikatakan bahwa bahasa
dapat dianalisis dan dijabarkan secara ilmiah serta pemerolehannya didasarkan
pada kebiasaan. Oleh karena itu, pemerolehan tata bahasa difokuskan pada
latihan-latihan tata bahasa dengan cara berulang-ulang hingga pembelajar sampai
pada tahap menggunakan tata bahasa tersebut di luar kesadaran. Tujuan metode
ini adalah agar pembelajar dapat bertutur dengan bahasa sasaran melalui latihan
tata bahasa dan latihan memorize dan mimicry.
Metode audiolingual pertama kali dicetuskan oleh seorang professor dari
Amerika. Metode audiolingual pada tahun 1958 berkembang pesat berkat
dukungan dari cara pembelajaran badan ketahanan nasional. Di Jepang pun
metode ini berkembang pesat di seluruh sekolah pada akhir tahun 1970an.
4
Salah satu institusi atau tempat kursus bahasa Inggris yang menggunakan
metode audiolingual ini adalah Kumon EFL (English as Foreign Language).
Kumon adalah tempat kursus yang berasal dari Jepang yang salah satunya
mengajarkan tentang bahasa Inggris. Sistem pembelajarannya menggunakan CD
yang harus didengarkan oleh para siswa setiap harinya secara rutin dan tekun.
Secara tidak langsung, siswa diharapkan dapat belajar bahasa Inggris dari CD
tersebut. Speaker-nya adalah penutur asli dari Amerika. Program belajar ini
menekankan kepada aspek pembelajaran menyimak (listening) terlebih dulu,
kemudian dilanjutkan dengan aspek pembelajaran yang lainnya, yaitu berbicara
(speaking), membaca (reading) lalu menulis (writing).
Dari tempat kursus bahasa kebanyakan lainnya, Kumon memiliki program
belajar yang unik dan menarik, antara lain membiasakan siswa untuk belajar dari
CD (mendengarkan dan mengulangi perkataan yang didengar) setiap harinya
dengan mandiri, memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar sesuai
dengan kemampuannya sendiri tanpa harus menunggu atau mengejar batas
kemampuan teman sekelasnya. Terlebih pula, Kumon menekankan pada kerja
sama antara pembimbing Kumon, orangtua, dan anak. Singkatnya, pembelajaran
Kumon yang menerapkan metode audiolingual menekankan kebiasaan yang terus
dilakukan setiap harinya agar membuat siswa terbiasa dengan bahasa sasaran
(dalam hal ini adalah bahasa Inggris). Kumon EFL memiliki beragam tingkatan
level pembelajaran, dan semuanya terdapat CD yang harus didengarkan dan
diucapkan kembali oleh siswa untuk membiasakan siswa melatih keterampilan
mendengar dan keterampilan berbicara-nya. Belajar melalui CD juga akan
5
menambah kosakatanya dalam bahasa Inggris. Selain itu, karena Kumon
menerapkan pengulangan dalam proses pembelajarannya, siswa akan lebih cepat
untuk mengingat dan menghafalkan kosakata yang ada. Di Bali, banyak terdapat
lembaga kursus Kumon, namun hanya beberapa diantaranya yang menyediakan
pembelajaran bahasa Inggris (EFL). Dari kenyataan tersebut, muncul suatu
keinginan untuk mencari tahu tentang penggunaan metode audiolingual dalam
pembelajaran bahasa Inggris terutama dalam meningkatkan penguasaan kosakata
pada siswa.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin menjadikan Kumon
sebagai objek penelitian. Dalam penelitian ini dibahas mengenai metode
pembelajaran bahasa dengan menggunakan metode audiolingual pada tempat
kursus Kumon EFL dalam meningkatkan penguasaan kosakata siswa, yang
difokuskan untuk meneliti siswa pada titik pangkal tingkat dasar 7A di Kumon
EFL. Pengetahuan tentang metode audiolingual diatas yang menyebutkan bahwa
latihan mendengar dan mengulangi apa yang didengar dapat membuat siswa
paham mengenai kosakata bahasa Inggris, memberikan suatu pertanyaan dan
tantangan tersendiri untuk meneliti metode tersebut. Seberapa jauh peningkatan
yang terjadi pada anak setelah belajar menggunakan metode audiolingual, dan
faktor-faktor apa yang menyebabkan metode audiolingual tersebut dapat membuat
pengetahuan siswa meningkat terutama dalam penuasaan kosakatanya.
Penulis memutuskan untuk meneliti penguasaan kosakata siswa pada titik
pangkal tingkat dasar 7A karena siswa tersebut memiliki kemampuan yang kurang
6
dalam penguasaan kosakata, dengan demikian nantinya peningkatan penguasaan
kosakata yang terjadi dapat terlihat secara lebih jelas.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah-masalah
seperti berikut:
1. Bagaimanakah penguasaan kosakata siswa pada tingkat dasar 7A
sebelum belajar dengan menggunakan metode audiolingual?
2. Sejauh manakah peningkatan penguasaan kosakata siswa pada tingkat
dasar 7A setelah belajar dengan menggunakan metode audiolingual?
3. Faktor-faktor apakah yang memengaruhi terjadinya peningkatan
penguasaan kosakata dalam penerapan metode audiolingual tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah pencarian informasi lebih lanjut
mengenai penguasaan kosakata melalui penerapan metode pembelajaran bahasa
audiolingual pada tempat kursus Kumon EFL agar diketahui secara pasti sejauh
mana metode audiolingual itu mampu memberikan peningkatan dalam
penguasaan kosakata siswa.
7
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini, seperti berikut:
1. Untuk mendeskripsikan kosakata yang diketahui oleh siswa pada
tingkat dasar 7A sebelum belajar dengan menggunakan metode
audiolingual.
2. Untuk menganalisis sejauh mana peningkatan penguasaan kosakata
siswa pada tingkat dasar 7A melalui penerapan metode audiolingual.
3. Untuk
menganalisis
faktor-faktor
apakah
yang
memengaruhi
terjadinya peningkatan penguasaan kosakata melalui penerapan
metode audiolingual tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dilihat, baik dari segi manfaat teoretis maupun
dari segi manfaat praktis seperti berikut ini:
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis diharapkan penelitian ini mampu memberikan kontribusi
pada penerapan teori linguistik, terutama dalam pembelajaran bahasa Inggris
sebagai bahasa asing untuk siswa berkebangsaan Indonesia. Dengan adanya
penelitian ini, dapat dikatakan bahwa teori linguistik semakin memberikan
maanfaat pada kemajuan bahasa terutama dalam hal dunia pendidikan.
8
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktisnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
keuntungan pada siswa, guru dan peneliti lainnya yang membahas hal serupa.
Keuntungan tersebut seperti berikut:
a. Untuk siswa: penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa dalam
mempelajari kosakata dengan cara yang baik dan menyenangkan lewat
metode audiolingual.
b. Untuk guru: hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman yang lebih mengenai keunggulan pembelajaran kosakata
dengan menggunakan metode audiolingual.
c. Untuk peneliti lainnya: penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai referensi dalam mengadakan beberapa penelitian untuk
mendapatkan nilai yang lebih baik.
1.5 Batasan Masalah
Dalam pembelajaran dan pembelajaran bahasa terdapat beberapa metode
yang diterapkan, seperti metode pembelajaran bahasa secara tradisional, metode
pembelajaran bahasa dengan audiolingual, metode pembelajaran bahasa secara
kognitif, dan metode pembelajaran bahasa komunikatif. Namun, dalam
pembahasan kali ini, untuk membuatnya menjadi lebih spesifik, pembahasannya
akan dibatasi seperti berikut.
Mendeskripsikan tentang bagaimana penguasaan kosakata siswa pada titik
pangkat tingkat dasar 7A sebelum belajar menggunakan metode audiolingual. Di
9
sini siswa di tes tahap awal untuk mengetahui sampai sejauh mana penguasaan
mereka mengenai kosakata bahasa Inggris.
Selanjutnya, menganalisis sejauh manakah peningkatan penguasaan
kosakata siswa pada titik pangkal tingkat dasar 7A melalui penerapan metode
audiolingual.
Terakhir, batasan masalah yang ada adalah untuk menganalisis tentang
faktor-faktor apakah yang memengaruhi terjadinya peningkatan penguasaan
kosakata
melalui
penerapan
metode
audiolingual
tersebut.
Peningkatan
penguasaan yang dimaksud ditinjau dari adanya peningkatan yang nyata dari tes
awal masuk pada siswa-siswa Kumon EFL yang dibandingkan dengan tes ulang
yang diberikan pada siswa-siswa tersebut setelah belajar di Kumon EFL selama 3
bulan. Apabila hasil tes tersebut meningkat, dapat dikatakan bahwa siswa yang
belajar dengan menggunakan metode audiolingual di Kumon EFL dikatakan telah
mengalami peningkatan penguasaan kosakata dalam bahasa Inggris.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP,
LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Pembahasan
tentang
pembelajaran
dengan
menggunakan
metode
Audiolingual telah pernah dibahas oleh beberapa penulis. Berikut ini akan
dipaparkan tentang penelitian yang berhubungan dengan pembelajaran metode
audiolingual. Terdapat beberapa penulis yang membahas pembelajaran kosakata
dan metode audiolingual, seperti berikut.
Wiyanjani
(2009),
dalam
judul
“Teaching
Vocabulary
Through
Cooperative Learning with Puzzle Technique to the Eight Grade Students of SMP
N 2 Sidemen Academic Year 2008/2009”. Dalam tulisannya ini dia menjelaskan
tentang proses pembelajaran kosakata melalui pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan teknik puzzle yang mendorong dan menyemangati siswa untuk
menemukan sebanyak mungkin kata-kata secara diagonal, vertikal atau horizontal.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMPN 2 Sidemen. Dia menggunakan
teknik belajar dengan puzzle ini untuk mengatasi masalah yang dihadapi siswa
dalam meningkatkan kosakata.
Ramiani (2010) dengan judul penelitian “Assessing Vocabulary Mastery
Through Pictures and Sentences Matching of The Seventh Grade Students of SMP
Widya Sakti Penatih in Academic Year 2009-2010”. Dalam penelitiannya ini dia
mengatakan bahwa penggunaan gambar dan kalimat yang cocok adalah sebuah
10
11
teknik untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai kosakata. Metode
yang digunakan dalam penelitiannya ini adalah metode observasi dengan
mengambil data hanya dalam satu pertemuan. Subjek dalam penelitian ini adalah
siswa kelas 7 yang terdiri atas 50 siswa.
Dhewi
Audiolingual
(2000)
dalam
dalam
judul
Pembelajaran
penelitiannya
Bahasa
Inggris
“Penggunaan
untuk
Metode
Peningkatan
Pronounciation Siswa Kelas IV MI Sunan Kalijogo Malang”. Dalam
penelitiannya tersebut, Dhewi meneliti tentang proses perencanaan, pelaksanaan
pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran pronounciation dengan menggunakan
metode audiolingual pada siswa kelas IV A MI Sunan Kalijogo. Dalam
penelitiannya ini, Dhewi menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan
jenis penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang menetapkan
empat tahap penelitian, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Paminangkerti (2009) tentang tulisannya yang berjudul “Pemilihan
Metode Ceramah dan Pemanfaatan Audiolingual dalam Proses Pembelajaran
Bahasa Mandarin di SMA Negeri 6 Surakarta”. Dalam tulisannya dibahas tentang
cara menggunakan metode ceramah dan metode audiolingual serta kendalakendala yang dihadapi dalam penerapan metode tersebut, tetapi tidak diterangkan
secara lebih mendetail dalam hal apa yang dibahas, apakah tuturan ataukah
penguasaan
kosakatanya. Sukmantarlina menggunakan metode deskriptif
kualitatif dengan teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik observasi dan
studi pustaka. Dalam tulisannya dijelaskan mengenai tahapan-tahapan proses
pembelajaran bahasa Mandarin dengan metode ceramah dan pemanfaatan
12
audiolingual, di antaranya yaitu guru memimpin dengan melafalkan satu kata
kemudian siswa meniru satu kata tersebut, selanjutnya siswa maju kedepan untuk
mengulanginya.
Ardi (2010) tentang tulisannya yang berjudul “Pengaruh Aliran Linguistik
dalam Pembelajaran Bahasa” memaparkan secara lengkap mengenai macammacam metode pembelajaran bahasa, yaitu metode pembelajaran bahasa secara
tradisional,
metode
pembelajaran
bahasa
dengan
audiolingual,
metode
pembelajaran bahasa secara kognitif, dan metode pembelajaran bahasa
komunikatif. Selain itu, Ardi juga memaparkan lebih lanjut mengenai hakikat dan
prinsip-prinsip metode audiolingual, ciri-ciri metode audiolingual, contoh metode
audiolingual dalam pembelajaran bahasa, kelebihan dan kekurangan metode
audiolingual, begitu pula dengan metode-metode lainnya.
Azmara
(2009)
yang
membahas
mengenai
“Teaching
Learning
Strategies.” Dalam tulisan ini dipaparkan tentang apa saja jenis-jenis pendekatan
yang dapat dilakukan oleh seorang pengajar bahasa, memaparkan tentang macammacam metode pembelajaran yang ada dan menjelaskan tentang models of
teaching. Selanjutnya, Azmara membahas lebih lanjut mengenai prinsip-prinsip
yang diterapkan sesuai dengan metode audiolingual dari Amerika Serikat, yang
diikuti dengan pembahasan tentang langkah-langkah penyajian materi menurut
metode audiolingual.
Tulisan berikutnya yang juga memaparkan tentang pembelajaran
Audiolingual adalah Rorong (2009) dalam judul “Metode Pembelajaran Berbasis
Teori Linguistik Struktural Seputar Metode Audiolingual. Dalam tulisannya
13
tersebut dipaparkan mengenai latar belakang metode audiolingual, pembelajaran
dengan metode audiolingual, penyebaran dan keterbatasan audiolingual serta
dibahas singkat tentang perbedaannya dengan ASTP.
Selanjutnya, dari mahasiswa Fakultas Tarbiyah yang membahas tentang
“Analisis Behaviorisme Terhadap Lima Prinsip Metode Audiolingual (2010)”
Dalam tulisannya ini, membahas mengenai sejarah munculnya metode
audiolingual, yang memberikan penjelasan tentang behaviorisme dalam psikologi
yang diikuti dengan pembahasan sejarah munculnya metode audiolingual, dan
prinsip-prinsip metode audiolingual.
Selanjutnya, terdapat tulisan dari Darningsih (2005) yang berjudul
“Peningkatan Penguasaan Kosakata untuk Memahami Wacana Bahasa Inggris
Melalui Penggunaan Media Permainan Scrabble pada Siswa Kelas 1 SMP Negeri
2 Ampel, Boyolali”. Dalam tulisannya Darningsih ingin mengetahui seberapa
jauhkah
keefektifan
media
scrabble
dalam
meningkatkan
pembelajaran
penguasaan kosakata bahasa Inggris siswa. Tulisan ini bersifat PTK yang
memiliki tahapan-tahapan penelitian yang terbagi menjadi empat, perencanaan,
tindakan, observasi dan refleksi.
Terakhir, tulisan Rahayu (2002) yang membahas tentang variasi metode
dan penggunaan media dalam pembelajaran dalam judul penelitian : “Penerapan
Variasi Metode Dan Penggunaan Media Pembelajaran Sebagai Upaya
Peningkatan Hasil Belajar Dan Motivasi Belajar Siswa Kelas II B Cawu III Pada
Mata Pelajaran Sejarah Di SLTP Negeri 2 Sukawati.” Dalam penelitian ini Puji
Rahayu meneliti mengenai peningkatan hasil belajar siswa dan peningkatan
14
motivasi belajar siswa setelah diterapkannya variasi metode dan penggunaan
media pembelajaran.
Keunggulan tulisan-tulisan yang telah dibuat di atas adalah mampu
menjelaskan tentang strategi penguasaan kosakata dan prinsip-prinsip metode
audiolingual yang bervariasi. Namun, tulisan-tulisan tersebut belum membahas
tentang penerapan nyata yang dilakukan pada sebuah institusi atau organisasi
kursus dan mengukur peningkatan penguasaan kosakata dengan menggunakan
metode audiolingual. Dari kajian pustaka yang telah dipaparkan diatas, terdapat
beberapa kemiripan cara atau proses meneliti dari penelitian Wiyanjani, Ramiani,
Dhewi, Darningsih dengan penelitian yang dilakukan penulis. Kemiripan tersebut
terletak pada penggunaan metode maupun teknik untuk mengetahui peningkatan
pembelajaran, baik pembelajaran kosakata maupun pronunciation. Dari kajian
pustaka yang telah disebutkan, penulis juga menggunakan teori yang dipaparkan
oleh Ardi (2010) dalam menjelaskan tentang cirri-ciri metode audiolingual.
Dalam penulisan yang akan dilakukan kali ini, dicermati keunggulan
tulisan-tulisan sebelumnya. Tulisan ini akan meneliti tentang bagaimana
penerapan pembelajaran metode audiolingual pada suatu lembaga kursus bahasa
Inggris dalam upaya untuk meningkatkan penguasaan kosakata. Untuk kasus ini
yang terpilih adalah lembaga kursus Kumon EFL.
2.2 Konsep
Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri
umum sekelompok objek, peristiwa, atau fenomena lainnya. Dalam penelitian ini,
15
dicermati beberapa konsep penting yang dijadikan dasar acuan dalam penelitian
yang akan dilakukan. Konsep tersebut meliputi konsep pembelajaran dan
pembelajaran, konsep metode audiolingual, konsep kosakata, konsep pemerolehan
bahasa kedua, konsep linguistik struktural, dan konsep Kumon EFL.
2.2.1 Peningkatan dan Penguasaan
Peningkatan adalah suatu proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha,
kegiatan, dsb) (KBBI3) Peningkatan dalam hal ini adalah suatu proses
meningkatkan pengetahuan tentang kosakata bagi siswa.
Penguasaan adalah proses, cara, perbuatan menguasai atau mengusahakan.
Penguasaan dapat juga berarti pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan
(pengetahuan, kepandaian, dsb) (kbbi3) Menurut kamus umum bahasa Indonesia,
penguasaan berarti perbuatan (hal dsb) menguasai atau menguasakan.
2.2.2 Kosakata
Kosakata adalah perbendaharaan kata (Tim Penyusun Kamus Pusat
Bahasa 1995:527) Kosakata adalah semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa,
kekayaan kata yang dimiliki oleh seorang pembicara atau penulis, kata yang
dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan. Daftar kata yang disusun seperti
kamus
disertai
penjelasan
Kosakata (Inggris: vocabulary)
secara
singkat
adalah himpunan kata yang
dan
diketahui
praktis.
oleh
seseorang atau entitas lain, atau merupakan bagian dari suatubahasa tertentu.
Kosakata seseorang didefinisikan sebagai himpunan semua kata-kata yang
16
dimengerti oleh orang tersebut atau semua kata-kata yang kemungkinan akan
digunakan oleh orang tersebut untuk menyusun kalimat baru. Kekayaan kosakata
seseorang secara umum dianggap merupakan gambaran dari intelejensia atau
tingkat pendidikannya (Wikipedia.com).
Menurut Kridalaksana (1993), kosakata adalah komponen bahasa yang
memberikan informasi tentang arti dan kata-kata yang digunakan dalam bahasa
sedangkan dalam Webster‟s Ninth College Dictionary, kosakata dirumuskan
seperti berikut.
a. Sebuah daftar atau kumpulan kata dan frasa yang biasanya tersusun secara baik
dan dijelaskan atau diberi definisi.
b. Jumlah atau persediaan kata-kata yang dimiliki oleh suatu bahasa dalam suatu
bidang pengetahuan.
c. Sebuah daftar atau kumpulan dari istilah atau kode yang tersedia untuk
digunakan.
Hatch dan Brown menyatakan bahwa kosakata adalah suatu daftar atau
rangkaian kata untuk suatu bahasa tertentu yang mungkin digunakan oleh
pembicara perseorangan. Kamus Webster juga menyatakan bahwa kosakata
adalah sebuah daftar atau kumpulan dari kata yang tersusun secara alphabet dan
dijelaskan, persediaan kata yang digunakan dalam suatu bahasa bagi kelas,
individu dan lain sebagainya.
Menurut Roget (1980), kosakata dijelaskan, seperti berikut.
a. sebuah daftar kata yang sering diberi pengertian atau diterjemahkan yang
termasuk didalamnya berupa ungkapan dan dua kata kerja;
17
b. semua kata dari suatu bahasa;
c. ekspresi asli dari bidang tertentu, subjek, perdagangan atau kebudayaan.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kosakata adalah komponen
suatu bahasa dan jumlah kata yang dimiliki oleh seseorang, profesi dan
sebagainya, dalam suatu komunikasi dan segala aspek dari kehidupan seperti
perdagangan, pendidikan, bisnis, sosial, politik, dan sebagainya.
2.2.3 Metode
Dalam pembelajaran dan pembelajaran bahasa, terdapat beberapa metode
yang dapat digunakan. Pengertian metode serta pengertian pendekatan dan teknik
pembelajaran dijelaskan dalam pembahasan ini. Pendekatan dan teknik
diikutsertakan karena terdapat pengertian yang tumpang tindih mengenai metode
dengan pendekatan dan teknik. Ketiga istilah tersebut mempunyai ikatan yang
sangat erat dan saling menentukan. Maka dari itu, akan dijelaskan pula pengertian
pendekatan dan teknik dalam konteks pembelajaran.
Metode adalah cara yang digunakan untuk memahami sebuah objek
bahasan sebagai bahan ilmu yang bersangkutan. Menurut Bisno (1969), metode
adalah cara yang digeneralisasikan dengan baik agar dapat diterima atau
digunakan secara sama dalam satu disiplin, praktik atau bidang disiplin praktik.
(googlechrome.com)
Pada hakikatnya, metode adalah suatu prosedur untuk mencapai suatu
tujuan yang telah ditetapkan yang meliputi pemilihan bahan, urutan bahan,
penyajian bahan, dan pengulangan bahan. (Solchan dkk, 1997)
18
Menurut Iskandarwassid & Suhendar (2009), metode adalah sebuah
prosedur untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun sifat dari sebuah
metode adalah prosedural.
Menurut Agung (1991:1), metode berasal dari kata metha dan hodos.
Metha artinya dilalui dan hodos artinya jalan atau cara. Jadi, pengertian dari
metode adalah jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut Surakhmad (1991:96), metode adalah cara yang di dalamnya
merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan. Jadi, bila dikaitkan dengan
pembelajaran,
metode
memiliki
arti
cara-cara
yang
digunakan
dalam
pembelajaran suatu bidang tertentu. Depdikbud (1992/1993:13)
Sumber lain mengatakan bahwa metode adalah rencana keseluruhan
suguhan materi bahasa yang baik yang tidak ada yang menyangkal dan
kesemuanya itu berdasarkan pendekatan yang dipilih. Pendekatan bersifat
aksiomatik dan metode bersifat prosedural. Dari satu pendekatan, ada banyak
metode yang bisa digunakan (Allen and Campbell, 1985). Pendekatan adalah
sikap atau pandangan tentang sesuatu yang biasanya berupa asumsi atau
seperangkat asumsi yang saling berhubungan dengan sesuatu. Oleh sebab itu,
pendekatan bersifat aksiomatis. Artinya, tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya.
Di dalam pembelajaran bahasa, pendekatan merupakan pandangan, filsafat, atau
kepercayaan tentang hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa yang diyakini oleh
guru bahasa. (Solchan dkk, 1997)
Dikatakan pula bahwa pendekatan merupakan sikap atau pandangan
tentang sesuatu yang biasanya berupa asumsi atau seperangkat asumsi yang saling
19
berkaitan. Dalam pembelajaran atau pembelajaran bahasa, pendekatan merupakan
pandangan, filsafat, atau kepercayaan tentang hakikat bahasa dan hakikat
pembelajaran atau pembelajaran bahasa yang diyakini dan tidak perlu dibuktikan
lagi kebenarannya. (Iskandarwassid, 2009)
Pendekatan
berisi
tentang
pandangan,
filosofi,
suatu
artikel
kebenaran_sesuatu yang dipercaya tapi tidak wajib untuk dibuktikan (Allen,
1985), sedangkan teknik adalah cara-cara dan alat-alat yang digunakan guru
dalam kelas. Dengan demikian, teknik adalah daya upaya, usaha-usaha, atau caracara yang digunakan guru untuk mencapai tujuan langsung dalam pelaksanaan
pembelajaran di kelas pada saat itu. Sumber lain mengatakan bahwa teknik adalah
sebuah cara khas yang operasional, yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, berpegang pada proses sistematis yang terdapat dalam
metode. Oleh karena itu, teknik lebih bersifat tindakan nyata berupa usaha atau
upaya yang dgunakan untuk mencapai tujuan (Iskandarwassid, 2009) Teknik
harus konsisten dengan metode dan tentu selaras dengan pendekatan yang
digunakan. Teknik tergantung pada guru, seni mengajarnya dan menurut
komposisi kelas. (Allen and Campbell, 1985)
2.2.4 Pembelajaran
Berdasarkan
Cambridge
International
Dictionary
of
English,
pembelajaran berarti memberikan (seseorang) pengetahuan untuk mengajarkan
atau melatih (seseorang), sedangkan dalam Longman Dictionary of Contempory
20
English menyatakan bahwa pembelajaran adalah untuk menunjukkan seseorang
bagaimana melakukan sesuatu atau untuk mengganti ide seseorang.
Pembelajaran dapat pula diartikan dengan kegiatan pendidikan dimana
telah
terjadinya
interaksi
belajar
mengajar
antara
komponen-komponen
pembelajaran, khususnya antara guru dan siswa dengan komponen-komponen
pembelajaran lainnya. Pembelajaran erat hubungannya dengan pembelajar dan
pembelajaran. Pembelajar sama artinya dengan siswa sedangkan pembelajaran
adalah
setiap
perubahan perilaku yang
relatif
permanen,
terjadi
sebagai
hasil pengalaman. Pembelajaran bahasa memiliki dua sisi untuk itu, yaitu
mengetahui dan melakukan (competence and performance), yang pertama
berasosiasi dengan media dan yang kedua dengan mediasi perspektif pada arti
(mediation perspective on meaning) (Widdowson, 1990).
Menurut Darsono (2000: 71) pembelajaran harus mampu membina
kemahiran pada peserta didik secara kreatif sehingga dapat menghadapi situasi
sejenis atau bahkan situasi yang baru sama sekali dengan cara yang memuaskan.
2.2.5 Audiolingual
Audiolingual adalah sesuatu yang berkaitan dengan latihan mendengar dan
berbicara (dalam pembelajaran bahasa) (http:www.artikata.com). Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa definisi metode Audiolingual, yaitu sebuah
metode pembelajaran bahasa yang lebih banyak menekankan keterampilan
menyimak dan mengembangkan keterampilan berbicara. Prinsip metode ini
21
adalah seseorang yang ingin belajar suatu bahasa harus sering mendengarkan
tuturan-tuturan bahasa tersebut.
Metode audiolingual adalah hasil perpaduan antara linguistik struktural
dengan psikologi behavioris yang memandang proses pembelajaran dari sudut
Conditioning. Metode ini berkembang sekitar tahun empat-puluhan. Metode
Audiolingual pertama kali dicetuskan oleh Fries, seorang professor dari
universitas Michigan Amerika. Metode ini bersandar pada teori-teori dari
linguistik struktural. Metode ini memiliki beberapa sebutan, antara lain Fries
Method dan Michigan Method. (Rorong, 2009)
Menurut Iskandarwassid (2009), metode audiolingual adalah metode yang
mengutamakan pengulangan. Cara itu dilakukan untuk efisiensi waktu dalam
belajar bahasa. Dalam metode ini pembelajaran bahasa difokuskan pada pelafalan
kata, pelatihan pola-pola kalimat yang berulang-ulang secara intensif.
Pendapat lain mengatakan bahwa Metode Audiolingual adalah mengenai
bentuk tanpa fungsi (forms without functions). Metode Audiolingual tersebut
dikatakan sebagai kunci baru yang menggantikan kunci lama (metode grammartranslation dan metode membaca) yang mana metode audiolingual ini merupakan
metode ilmiah (scientific method) yang berdasarkan pada analisis stuktural dari
bahasa lisan. Metode ini juga memperkenalkan konsep tentang fonem, alofon,
morfem, dan alomorf (Savignon, 1983)
Metode Audiolingual modern menekankan pada urutan listening-speakingreading-writing pada intruksi bahasa asing. Pentingnya latihan pada pendengaran
yang mengembangkan kemampuan untuk berbicara akan menghasilkan banyak
22
penekanan pada keterangan-keterangan mengenai bahasa asing tersebut. Latihanlatihan yang ada di kelas kebanyakan adalah latihan berbicara. Siswa harus
mendengarkan rangsangan dari audio dan mengikutinya dengan cepat atau
membuat suatu respon lainnya (Allen and Campbell, 1985).
2.2.6 Kumon EFL (English as a Foreign Language)
Kumon adalah suatu sistem pendidikan rumah yang bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan akademis anak-anak agar mereka dapat menjadi
orang yang berguna bagi masyarakat, dan untuk meningkatkan kemampuan
belajar mandiri sehingga mereka menjadi anak-anak yang mandiri.
Kumon bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada sebanyak
mungkin kepada anak agar dapat belajar dengan bahan pelajaran Kumon. Kumon
selalu berusaha untuk meningkatkan kemampuan siswa dengan menggali potensi
mereka secara berkesinambungan. (Kumon: 2009)
Kumon adalah sistem perseorangan yang cocok untuk segala usia. Dengan
menempatkan pentingnya kemampuan setiap siswa, Kumon berkeinginan untuk
membentuk dan menumbuhkan potensi sifat dan kemampuan belajar setiap
individu. Kelas Kumon di luar Jepang yang pertama dibuka di New York pada
1974. Sejak itu Kumon telah tersebar di 46 negara dan region yang berbeda
walaupun terdapat perbedaan dalam gaya hidup, sistem pendidikan, dan
kebudayaan.
Kumon menyuguhkan sistem belajar yang menitikberatkan pada latihan /
drill yang dilakukan dengan memberikan PR setiap harinya untuk menumbuhkan
23
kebiasaan dan kedisiplinan dalam diri anak tersebut. Latihan mendengarkan CD
dari penutur asli Amerika dan menirukan kembali cara pengucapan bahasa Inggris
tersebut akan memberikan efek yang baik nantinya untuk penguasaan
kosakatanya. Selain mendapatkan CD dan buku pegangan dengan banyak gambar,
kumon juga memberikan lembar kerja siswa setiap harinya yang harus dikerjakan
melalui mendengar CD terlebih dulu. Baik pada buku pegangan maupun lembar
kerja siswa, terdapat banyak gambar, dari tingkatan dasar hingga tingkat tinggi.
Gambar dibubuhkan dengan maksud mempermudah dan menarik siswa untuk
belajar bahasa Inggris. Dengan latihan setiap hari dan melakukan pengulanganpengulangan belajar diharapkan siswa dapat terbiasa untuk mendengar dan
berbicara dalam bahasa Inggris. Aspek pertama yang ingin dicari adalah
keterampilan dalam bidang mendengarkan terlebih dahulu, kemudian berbicara,
lalu membaca dan akhirnya menulis. Dari tiap tingkatannya, Kumon EFL
memiliki tujuan pencapaian masing-masing. Tingkat awal atau tahap 1 (7A, 6A,
5A) memiliki tujuan pencapaian dalam hal menghubungkan suara dan gambar,
tingkat selanjutnya atau tahap 2 (4A, 3A, 2A) memiliki tujuan pencapain dalam
hal menghubungkan suara dan gambar serta menulis, tingkat di atasnya atau tahap
3 (A, B, C) memiliki tujuan pencapaian seperti sebelumnya dalam hal percakapan.
Tahap 4 (D, E, F) memiliki tujuan pencapaian dalam hal tata bahasa awal yang
juga meliputi tujuan pencapaian dari tahap sebelumnya. Tahap 5 (G, H, I)
memiliki tujuan pencapaian lebih lanjut, yaitu memantapkan kosakata dari tahap
sebelumnya. Terakhir, tahap 6 (J, K, L) memiliki tujuan pencapaian tingkat lanjut
yang mana sudah harus mengerti segala yang dipelajari di tahapan sebelumnya
24
dan mampu mengerti tentang isi bacaan yang diberikan di Kumon EFL (reading
comprehension).
Kumon EFL merupakan salah satu jenis kursus belajar dari beberapa
pilihan kursus di Kumon seperti kursus belajar matematika, EE, dll. EFL itu
sendiri singkatan dari English as a Foreign Language. Dalam EFL program
terdapat buku teks EFL, dan tape / CD player dengan lembar kerja yang sudah
disesuaikan (Gebhard, 1996). Materi pelajaran Kumon EFL telah dibuat
sedemikian rupa dari level awal hingga level terakhir beserta dengan tujuan yang
ingin dicapai dari tiap levelnya, namun bukan berbentuk silabus pada umumnya.
Pada penelitian ini penulis membuat suatu silabus yang terdiri atas kompetensi
dasar, materi, kegiatan pembelajaran, indikator, teknik, instrumen, waktu dan
sumber. Selain silabus, terdapat pula RPP atau lesson plan yang berisi kegiatan
awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
2.3 Landasan Teori
Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua teori
inti, yaitu teori mengenai kosakata dan teori yang mendasari pokok-pokok
pembahasan audiolingual. Teori kosakata terdiri atas teori strategi pembelajaran
kosakata menurut Singleton (2008), teori tentang aspek-aspek kosakata menurut
Redman (2001) dan teori kelas kata menurut George Stern (2003) dan Margono
(2006) Teori yang mendasari pokok-pokok pembahasan audiolingual yaitu teori
Skinner mengenai verbal behavior (1957), teori Lado (dalam Tarigan, 1988)
25
mengenai landasan hukum empiris audiolingual dan teori Chastain (1976)
mengenai ciri-ciri utama audiolingual.
2.3.1 Strategi Pembelajaran Kosakata
Pembelajaran kosakata dapat dikembangkan secara umum berdasarkan
kelas kata yang ada. Dari satu kata dapat dikembangkan dengan luas dan
mendapatkan kelas kata yang lainnya dengan menghubungkan kata-kata tersebut.
Misalnya, kata book „buku‟ yang masuk dalam kelas kata benda (noun) dapat
dikembangkan dengan pertanyaan: “apa yang dapat anda lakukan dengan kata
ini?” jawabnya adalah: membaca (read), menulis (write), digunakan (used), dll.
Berdasarkan jawaban yang ada, muncul kelas kata baru yaitu kelas kata kerja
(verb). Bila terdapat pertanyaan tentang: “bagaimanakah buku itu?” maka
jawaban yang muncul adalah: tebal (thick), tipis (thin), berat (heavy), ringan
(light), menarik (interesting), jelek (bad), dll yang memunculkan kelas kata baru,
yaitu kelas kata sifat (adjective). Lain halnya bila menggunakan kalimat
pertanyaan “bagaimanakah pada umumnya orang membaca buku?” maka jawaban
yang ada adalah: dengan membaca pelan (read slowly), membaca cepat (read
fast), dll. Jawaban tersebut memunculkan kelas kata keterangan (adverb) yang
lebih menekankan pada cara. Bila ingin lebih mengembangkan penguasaan
kosakata tersebut dengan mencari kelas kata depan (preposition) maka dapat
dilakukan dengan pertanyaan “dimanakah pada umumnya orang membaca buku?”
maka jawabanya adalah: di perpustakaan (at the library), di kamar (in the room),
di kelas (at the classroom), di bawah pohon (under the tree), dll.
26
Menurut Singleton (2008), pembelajar bahasa pada umumnya penerima
yang pasif, walaupun dalam beberapa prosedur pembelajaran, pembelajar tersebut
dapat ikut berpartisipasi. Pengajar memberikan makna dan bentuk dari suatu
leksikal. Arti leksikal tersebut dapat disajikan, baik secara lisan maupun tertulis.
Cara yang pada umumnya digunakan dalam mengajarkan kosakata adalah sebagai
berikut.
a. Menghubungkan antara bahasa kedua (bahasa Inggris) dengan bahasa pertama
(bahasa Indonesia).
Strategi pembelajaran bahasa ini biasanya digunakan pada saat memeriksa
pemahaman siswa tetapi dapat pula digunakan saat mencari persamaan dan
perbedaan antara bahasa 2 dengan bahasa 1, terutama saat hal yang sedang
dipelajari ini dirasa akan menimbulkan banyak kesalahan.
b. Mendefinisikan arti.
Definisi dapat berbentuk sebagai: sinonim, antonim, definisi analitik (X is
a Y which), definisi taksonomi (Autumn is a season), memberikan contoh atau
lawan kata, memberikan superordinat dari suatu bentuk kata (rose is a flower),
menjelaskan fungsi, definisi gramatikal (worse, comparison of bad), definisi
melalui penghubungan (danger, lives have not been protected), definisi dengan
pengklasifikasian (family, a group of people), dan definisi penuh.
c. Presentasi dengan menghubungkan kata-kata
Pengajar menciptakan suatu situasi (skenario) yang mendekati dengan
konteks apa yang ingin diajarkan. Konteks dapat diberikan dalam satu kalimat
27
saja, tetapi pengajar juga dapat memberikan beberapa kalimat dimana kata yang
dimaksud juga muncul. Siswa lalu menebak arti dari kalimat-kalimat tersebut.
d. Menghubungkan secara langsung antara arti kata dengan benda atau peristiwa.
Strategi ini sering digunakan untuk siswa yang pemula atau masih kecil.
Prosedurnya meliputi demonstrasi dan bantuan gambar (secara visual) yang juga
dapat digunakan sebagai isyarat untuk dapat mengingat suatu kata.
e. Keterlibatan aktif dari siswa dalam suatu presentasi
Disini pengajar memberikan dorongan kepada siswa untuk menemukan
arti kata dari bagian-bagiannya atau dengan memberikan bantuan, seperti pengajar
menunjukkan sebuah gambar dan mengundang siswa untuk memberikan
penjelasan atau pengajar dapat memberikan suatu kata dan membiarkan siswa
mencari definisi atau sinonimnya.
Dalam rangka untuk menghasilkan hubungan antara arti kata dengan
bentuknya, siswa perlu untuk distimulasi atau dirangsang untuk memahami
pelafalan dari suatu kata tersebut. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat
dilakukan.
a. Latihan Oral (oral drill)
Pengajar melafalkan kata beberapa kali dan siswa mendengarkan,
kemudian siswa mengulanginya dengan suara lantang (berkelompok atau
perseorangan), selanjutnya siswa melafalkan kata-kata tersebut kepada diri
mereka sendiri (dengan suara yang pelan).
28
b. Tulisan fonetik dan grafik presentasi
Tulisan fonetik dan grafik presentasi di sini dimaksudkan agar siswa lebih
mudah mempelajari pelafalan bunyi dari suatu kata seperti bunyi yang panjang
dituliskan dengan tanda di atas atau di sekitarnya.
c. Menjelaskan dengan bentuk grafik
Cara ini dapat digunakan dengan menulis di papan tulis, menggarisbawahi
kata yang dipelajari atau menebalkannya untuk memudahkan melihat.
d. Mendorong siswa untuk mencoba dan melafalkan.
2.3.2 Aspek-Aspek Kosakata
Menurut Redman (2001), terdapat beberapa aspek penting dalam kosakata
yang perlu diperhatikan dalam mengajar kosakata, yaitu:
a. Batasan antara arti konseptual
Tidak hanya mengetahui apa maksud dari suatu kata yang dimaksud, tetapi
juga mampu mengetahui di mana batasan tersebut dibedakan dari suatu kata yang
mempunyai makna yang mirip (contohnya: cup, mug)
b. Polisemi
Polisemi membedakan antara beragam makna dari satu kata yang memiliki
makna serupa (head: of a person, of a pin, of an organization).
c. Homonim
Homonim membedakan antara banyak makna dari sebuah bentuk kata
yang memiliki beberapa makna yang masih berhubungan (e.g. a file: used to put
papers in or a tool).
29
d. Homofon
Homofon merupakan pemahaman suatu kata yang memiliki pelafalan
sama tetapi cara pengucapan dan makna yang berbeda (e.g. mints, mince, muscle,
mussel).
e. Sinonim
Sinonim memberikan pengertian dari suatu kata yang berbeda dengan
makna kata yang sama (e.g. extend, increase, expand).
f. Arti Afektif
Arti afektif membedakan makna denotasi dan konotasi yang tergantung
dari sikap pembicara atau situasi. Asosiasi kebudayaan sosial adalah salah satu
faktor penting lainnya.
g. Style, register, dialek
Style, register, dialek Mampu membedakan tingkatan yang berbeda dari
suatu bahasa resmi, akibat dari konteks dan topik yang berbeda sama halnya
dengan perbedaan dalam variasi geografik.
h. Terjemahan
Kesadaran antara perbedaan tertentu dan persamaan antara bahasa asli
dengan bahasa asing.
i. Potongan bahasa / chunks of language
Beragam kata kerja, idiom, kata sanding yang kuat maupun yang lemah,
frasa leksikal.
30
j. Tatabahasa dari Kosakata
Mempelajari peraturan yang ada yang memberikan siswa kesempatan
untuk membuat bentuk lain dari suatu kata atau bahkan membuat kata yang
berbeda dari satu kata (e.g. sleep, slept, sleeping, able, enable, disability).
k. Pelafalan
Memiliki kemampuan untuk menyadari dan mengatakan suatu kata dalam
percakapan atau pidato.
2.3.3
Kelas Kata
Belajar alphabet adalah langkah awal untuk dapat membaca dan menulis.
Dengan belajar tentang bagian dari berbicara dan menulis, kita mulai untuk
mengerti kegunaan dan fungsi dari suatu kata dan bagaimana kata kata dapat
tergabung dan menyatu membuat sebuah komunikasi yang bermakna.
Kebanyakan siswa tidak mampu berkomunikasi dan menulis secara gramatikal
yang benar karena mereka tidak memiliki kegunaan dan fungsi dari tiap tiap
bagian dari berbicara dan menulis tersebut. Bagian bagian tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut.
1) Noun (Kata Benda)
Noun (kata benda) sering ditujukan untuk menamai seseorang, tempat atau
benda. Berikut adalah contoh dari noun: lake, sea, girl, friend, square, day,
library, India, Indonesia, idea, truth, uncle, holyday, eye, Susilo Bambang
Yudhoyono, class, dll. Susilo Bambang Yudhoyono adalah noun karena nama
dari seseorang, India adalah noun karena nama tempat.
31
Noun (kata benda) dapat dibedakan menjadi dua sub kelas. Satu
diantaranya memiliki dua bagian.
a. Proper Nouns
Proper Nouns adalah nama orang-orang, tempat, dan sesuatu yang
biasanya diawali dengan huruf kapital pada bagian awal penulisan.
Contoh:
Debbie
Australia
Mars
Sydney Opera House [Proper Noun Group]
b. Common Nouns
Common Nouns biasanya tidak diawali dengan huruf kapital
pada awal penulisan katanya, kecuali saat kata tersebut terletak pada
awal kalimat. Common Nouns dapat dibedakan menjadi dua bagian:
Count Nouns
cup
coin
loaf stalk
plank sheet
Count nouns merupakan kata benda yang dapat dihitung
dan memiliki bentuk tunggal dan bentuk jamak.
Noncount Nouns
money bread hay
milk wood paper
Noncount Nouns merupakan kata benda yang tidak dapat
dihitung dan dalam bentuk tunggalnya tidak dapat ditambahkan
kata a atau an didepan kata tersebut.
Dalam mempelajari kosakata, salah satu cara yang dapat dilakukan agar
pengetahuan mengenai kosakata tersebut meningkat salah satunya adalah dengan
menambahkan keterangan (modifier) pada awal atau akhir kata benda
(membentuk frasa benda). Frasa benda baik panjang maupun keruwetannya tidak
32
dapat dibatasi (kecuali oleh daya pikir kita sendiri) karena unsur dalam frasa itu
dapat diperluas strukturnya (Margono, 2006:1) Perhatikan contoh dibawah ini.
The breathtakingly beautiful tall girl standing in the corner of the room
who became very angry because you knocked over her glass of wine when you
were hastily and unattentively entering the room with your new wife is Maria.
Dalam frasa benda diatas unsur girl merupakan head (inti) yang diberi
keterangan (modifier) di depannya dan dibelakangnya. Terutama unsur leksikal
(kata benda, kata sifat, kata kerja) dalam frasa benda dapat diberi keterangan
bersusun. Modifier yang berwujud noun biasanya mempunyai hubungan yang erat
dengan headnya sehingga terbentuk struktur yang menyerupai kata majemuk,
misalnya patung kayu Bali. Berikut contoh struktur seperti itu (office furniture)
yang dapat diperluas dengan menambahkan kata lain di depannya sebagai
modifier. Berikut contoh meluaskan kata benda dengan menambahkan modifier di
depan head. Perhatikan bahwa kita menerjemahkannya masih mengikuti aturan
umum, dari kanan ke kiri.
Bahasa Inggris
Bahasa Indonesia
„mebel kantor‟
„mebel kantor pajak‟
„mebel kantor pajak pendapatan‟
„mebel kantor pajak pendapatan luar
negeri‟
middle east overseas income tax office „mebel kantor pendapatan luar negeri
furniture Timur Tengah‟
office furniture
tax office furniture
income tax office furniture
overseas income tax office furniture
33
Dari tabel perluasan kata benda diatas, dapat dilihat bahwa dari satu kata
inti/head : furniture/mebel, dapat meluas menjadi 6 kosakata yaitu kata office, tax,
income, overseas, middle, dan east.
Akhiran Pembentuk Kata benda
Berikut ini akan dijelaskan beberapa akhiran yang dapat membentuk suatu
kata menjadi kata benda.
a) Pembentuk agen atau objek
-er
: driver, employer, examiner, writer
-or
: actor, collector, director, educator, elevator, protector, sailor,
-ar
: beggar, liar
-ant
: accountant, assistant, attendant, combatant, pollutant, servant
-ist
: biologist, chemist, economist, dentist, scientist
-ee
: employee, examinee, refugee, referee, invitee, presentee
visitor
b) Pembentuk kata benda dari kata kerja (verb)
-age
: breakage, coverage, leakage („kebocoran‟), drainage, marriage
-al
: approval, arrival, refusal
-ance : acceptance, appearance, performance
-ery
: delivery, discovery, recovery
-ment : agreement, arrangement, employment, management
-sion :collision, decision, division, confusion
-ation : education, attention, solution
-ure
: departure, failure, closure
34
c) Pembentuk kata benda abstrak dari kata sifat (adjective)
-ance/-ence
-ity
: imporatance, absence, presence, diligence
: ability, activity, divinity, equality
-ness : darkness, happiness, kindness
-th
: length, strength, truth, width
Berikut akan dijelaskan mengenai bentuk kata benda yang sama dengan kata kerja
dan kata sifat.
Bentuk Kata Benda dan Kata Kerja yang Sama
aim
answer
cause
change
demand
doubt
dream
end
fall
guess
hope
influence
interest
joke
laugh
lock
move
note
order
plan
play
quarrel
rest
result
smile
stop
talk
trouble
walk
water
work
Bentuk Kata Benda dan Kata Sifat yang Sama
alternative
bilingual, monolingual, multilingual
essential
individual
ideal
manual
native
potential
Catatan
(1) Kata sifat dapat difungsikan sebagai kata benda untuk membuat acuan umum,
the poor (orang-orang miskin), the rich (orang-orang kaya), the strong
(orang-orang kuat).
(2) Untuk nama bangsa dan bahasa, bentuk kata benda dan kata sifat sama, an
Indonesia (orang Indonesia), he speaks Indonesian.
35
Kata Benda Kongret dan Abstrak
Secara semantik ada kata benda kongkret seperti pig, kata benda abstrak
seperti difficulty. Kata benda abstrak dapat tergolong count (remark/remarks)
maupun uncount (warmth/warmths). Jika kata benda itu mengacu kepada konsep,
kata benda itu tergolong uncountable, jika mengacu kepada peristiwa, kata benda
itu biasanya tergolong countable.
Contoh kata benda abstrak countable:
meeting – meetings
arrival – arrivals
discovery – discoveries
Contoh kata benda abstrak uncountable:
Employment, happiness, honesty, literature, sleep
NOUN
Common
Noun
Count Noun
Concrete
Abstract
Uncount Noun Conctrete
Abstrack
Proper Noun
book, toy
difficulty, beauty
gold, iron, butter
music, homework
Joni, Sarah, London
Contoh kata benda yang dapat berfungsi sebagai count dan uncount
(dis)agreement
abuse
beer
protest
cake
chicken
language
toothpaste
difficulty
dislike
fear
war
shampoo
improvement
sound
detergent
noise
pain
pleasure
space
rain
snow
conversation
business
success
thought
fruit
stone
water
coffee
land
life
36
2) Verb (Kata Kerja)
Verb (kata kerja) sering ditujukan sebagai sebuah kata yang menunjukkan
aksi atau tindakan. Verb adalah inti dari suatu kalimat, jadi setiap kalimat harus
memiliki verb. Memperhatikan verb adalah langkah yang paling penting untuk
mengerti maksud dari sebuah kalimat. Dalam kalimat “The dog bit a man”, bit
adalah verb yang menunjukkan aksi/kegiatan dari kalimat. Dalam kalimat “The
man is sitting on a chair”, walaupun aksi/kegiatannya tidak menunjukkan banyak
aktivitas, sitting adalah verb dari kalimat tersebut. Perbedaan dari verbs
menunjukkan perbedaan makna yang berkaitan dengan maksud-maksud tertentu
seperti tensis (past, present, future), orang (orang I, orang ke II, orang ke III),
nomber (singular, plural) dan bentuk kalimat (aktif, pasif).
Verb (kata kerja) dapat membentuk sebuah kelas kata, adapun bagianbagiannya adalah:
a. Melakukan suatu pekerjaan:
take, went, jumping, talks, ran
b. Dapat membuat suatu bentuk –ing, atau infinitive (bentuk to-):
to swim/swimming
to be/being
to read/reading
to take/taking
c. Dapat dikombinasikan dengan kata benda, determiners, dan kata ganti,
untuk memberitahu kita siapa (atau apa) yang dilakukan, untuk apa, dan
untuk siapa.
We slept soundly.
They played hockey.
Adam gave Tia a present.
37
d. Dapat muncul baik dalam bentuk sendiri (single verns) maupun dalam
bentuk kelompok (verbs groups) - yaitu suatu untaian kata yang
berkombinasi membentuk satu arti.
Single Verbs
know
learns
Verbs Groups
have known
discover
is learning
understood
will discover may have understood
Kata kerja mempunyai dua bagian sub kelas:
a. lexical verbs (dapat dikatakan “dictionary verbs”) adalah kata kerja yang
mempunyai arti. Run, jump, sit, stand;
b. auxiliary verbs/kata kerja bantu (dapat dikatakan “helping verbs”) adalah kata
kerja yang biasanya digunakan untuk tujuan gramatikal daripada untuk arti;
They have all gone
They will not return
They did not see the snow
Kata kerja yang ditebalkan diatas tidak memiliki arti, mereka adalah auxiliary
(kata kerja bantu). Tanpa mereka kalimat tetap memiliki arti tetapi tidak
gramatikal.
They all gone
They not return
They not see the show
3) Adjective (Kata Sifat)
Adjective (kata sifat) sering ditujukan sebagai sebuah kata yang
menjelaskan atau memberikan informasi lebih tentang noun atau pronoun.
Adjective menjelaskan nouns dalam bentuk sebagai keterangan ukuran, warna, dan
38
nomber. Dalam kalimat “The lazy cat sat on the rug”, kata lazy adalah adjective
yang memberikan informasi lebih mengenai noun (cat). Banyak kata sifat yang
muncul memang berfungsi sebagai kata sifat, seperti: long, short, blue, red tetapi
banyak pula kata sifat yang terbentuk dari bentuk dari kelas kata lainnya
(termasuk kata sifat) dengan adanya penambahan akhiran.

Noun (kata benda)
Adjective (kata sifat)
memory
person
fame
memorable
personal
famous
Verb (kata kerja)
Adjective (kata sifat)
depend
cease
forget
dependent
ceaseless
forgetful
Adjective (kata sifat)
Adjective (kata sifat)
green
intense
optic
greenish
intensive
optical
Adjectives memiliki tiga sub kelas sebagai berikut.
a. Descriptive Adjective
Descriptive adjective adalah tipe adjective yang paling umum. Beberapa
dari tipe ini terbentuk dari anggota kelas kata lain yang diikuti oleh akhiran.
(reason
→
reasonable,
wonder
→
wonderful).
Jenis
adjective
yang
kedua, descriptive adjective sangat berbeda dengan adjective jenis determiners,
seperti diungkapkan oleh Frank (1972: 110), "Descriptive adjectives usually
indicate an inherent quality (beautiful, intelligent), or a physical state such as
39
age, size, color. Inflectional and derivational endings can be added only to this
type of adjective."
Artinya, semua kata sifat (adjective) yang menyatakan kualitas, kondisi
fisik sepeti usia/umur, ukuran dan warna disebut descriptive adjective. Berbeda
dengan determiner yang
bentuknya
paten
tidak
bisa
ditambahkan
akhiran, descriptive adjective malah sangat mungkin diimbuhi akhiran karena
jenis adjective ini saja yang bisa diperbolehkan.
Contoh:
Jenis adjective yang tidak bisa ditambahkan akhiran (determiner)
The sexy girl went for a walk.
(determiner the tidak bisa ditambahkan akhiran apapun karena bentuknya tidak
bisa diganggu gugat).
The sexiest girl went for a walk.
(descriptive adjective sexy bisa diberi imbuhan -est menjadi sexiest).
Beberapa contoh descriptive adjective yang menyatakan kualitas:
beautiful
smart
ugly
pretty
stupid
clever
patient
honest
40
b. Proper Adjectives
Adjective (“adjectives of origin”) tipe ini biasanya dibentuk dengan
akhiran dari proper nouns. Layaknya seperti proper nouns, proper adjectives
biasanya dimulai dengan huruf kapital.
Proper Noun
Proper Adjective
Australia
China
Shakespeare
Hobart
Australian
Chinese
Shakesperian
Hobartian
c. Verbal Adjectives
Kata sifat verbal adalah kata kerja yang berfungsi sebagai kata sifat.
1) Bentuk –ing (present participle):
Shaking
taking
noting
2) Bentuk –en (past participle), biasanya dengan akhiran –en atau –ed.
Shaken
taken
noted
Dari penjelasan diatas, kita dapat merangkum akhiran kata yang dimiliki
oleh kata sifat yang diderivasi dari kelas kata lain, seperti yang dijelaskan oleh
Margono (2006:1).
-able
: [„rawan terhadap, cenderung untuk, dapat di-„] fit for, tending to,
given to‟] comfortable, drinkable, eatable, lovable, notable, regrettable,
reliable, workable; [„dapat menyebabkan‟]: agreeable, changeable,
knowledgeable, peaceable, perishable
-al
: [„bercirikan‟] cultural, directional, fictional, hormonal, medical,
organizational, spectral, tidal, musical
41
-an
:
[„termasuk, tergolong‟]: American, Wesleyan, Slavian, urban,
suburban
-ant
: [„dalam keadaan, atau bertindak sebagai‟]: ascendant, elegant,
expectorant, pretendant propellant, somnambulant; catatan sebagai
suffiks pembentuk kata benda pelaku atau alat: tenant, defendant,
applicant, contestant, propellant, lubricant, deodorant
-ar
: [„termasuk, bersifat, seperti‟] linear, molecular, nuclear, polar,
spectacular, triangular, anmular, oracular, angular, muscular, titular,
angular, circular, linear, muscular, nuclear, polar, titular
-en
: [„terbuat dari‟]: earthen, golden, wooden, woolen; catatan: [„tidak
produktif karena ada kecenderungan besar menggunakan kata benda
sebagai modifier seperti pada: gold cup, wheat cake‟]
-ent
: [„berbuat atau berada dengan cara tertentu‟]: apparent, dependent,
reverent, subsequent
-ial
: [lihat –al; „terkait dengan‟]: martial, manorial
-ible
: [„variasi dari –able, akhiran untuk kata-kata dari bahasa Latin]:
credible, horrible, legible, sensible, visible
-ic
: 1[„bersifat atau berbentuk‟]: panoramic; 2[„terkait dengan atau
berisi‟]: alcoholic, boric, cinammic, oleic; 3[„seperti atau bercirikan‟]:
Byronic,
quixotic,
Puritanic;
menunjukkan‟]:
Vedic,
menunjukkan‟]:
nostalgic,
4[„terkait
electronic,
affected
dengan,
atomic;
with,
menggunakan,
5[„bercirikan
allergic,
atau
paraplegic,
42
6[„disebabkan
oleh‟]:
amoebic;
7[„cenderung
menghasilkan‟]:
analgesic
-ious
: „mengandung, mempunyai‟]: atrocious, hilarious, clamorous,
glamourous, pretentious
-ish
: [„bersifat, seperti, cenderung seperti‟]: amateurish, childish, foolish,
selfish, bookish, boyish, girlish, freakish; [„agak, mendekati, kurang
lebih‟]: brownish, reddish, whitish, fiftyish, sevenish, [„termasuk‟]:
British; Danish; English; Spanish
-ive
:
[„berhubungan
dengan‟]:
attractive,
coordinative,
expensive,
productive, corrective, destructive, detective, passive, sportive
-ful
: [„penuh denganm mempunyai, bersifat‟]: eventful, joyful, painful,
shameful, beautiful, careful, thoughtful, useful, peaceful, boastful,
[„cenderung untuk‟]: wakeful, harmful, [„menyerupai‟]: masterful;
[„dapat‟]: mournful, bashful
-less
: [„tanpa‟]: careless, childless, helpless, useless
-ous
: [„berisikan‟]: dangerous, courageous, gaseous (dari gas), piteous (dari
pity), poisonous, spacious (dari space), vigorous (dari vigour)
-y
: [„mengandung‟]: dirty, dusty, sleepy, funny, muddy, woolly (dari wool)
Akhiran kata sifat yang utama:
-able:
comfortable
-ish:
greyish
-ful:
playful
-less: useless
-al:
physical
-ous: dangerous
-ic:
scientific
-y:
dirty
43
Banyak kata sifat yang tidak mempunyai akhiran, misalnya good, hot,
little, young, fat. Kita juga tidak dapat mengidentifikasi kata sebagai kata sifat
hanya karena dapat diinfleksi (dalam perbandingan) walaupun benar bahwa
banyak kata sifat dapat diinfleksikan untuk komparatif dan superlatif (eg. Shortshorter-shortest).
Empat Kriteria Kata Sifat
a) Dapat berfungsi sebagai atributif (yang terletak di antara determiner dan kata
benda, misalnya an ugly painting.
b) Dapat berfungsi sebagai predikatif (sebagai komplemen subjek), atau sebagai
komplemen objek.
The painting is ugly
I thought the painting ugly
c) Dapat diberi premodifier very.
They are very happy
The very happy children
d) Dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif baik secara infleksi
[=dengan akhiran –er dan –est] maupun secara perifrastik [= dengan
menggunakan more dan most].
Happy-happier-happiest [secara infleksi]
Intelligent-more intelligent-most intelligent [secara perifrastik]
4) Adverb (Kata Keterangan)
Adverb (kata keterangan) biasanya dimaksudkan sebagai kata yang
memberikan informasi lebih tentang verb, adjective atau adverb lainnya. Adverbs
menjelaskan verbs, adjectives, and adverbs dalam hal keterangan waktu,
44
frekuensi, dan tingkah laku. Dalam kalimat “Roy runs very fast” very menjelaskan
adverb (fast) dan memberikan informasi mengenai seberapa cepat Roy berlari.
Banyak adverbs muncul sebagai adverbs: here, there, now, then, tetapi
banyak pula adverbs yang terbentuk dari adjective dengan penambahan akhiran –
ly.
Adjective

slow
steady
bright
whole
Adverb
slowly
steadily
brightly
wholly
Tidak semua kata yang diakhiri dengan akhiran –ly
adalah adverb.
Beberapa adjectives juga diakhiri dengan akhiran –ly. Kita dapat melihat bahwa
itu adalah adjective dari kenyataan bahwa mereka memodifikasi nouns.
They
had
It was a
a
kindly
adjective
friendly
adjective
manner
noun
thing to do
noun
Klasifikasi Bentuk
Secara morfologi adverb (kata keterangan) dapat dikelompokkan sebagai
berikut.
a) Adverb sederhana, misalnya: just, only, well. Banyak adverb sederhana terkait
dengan makna „posisi‟ dan „tempat‟: back, down, near, out, under.
b) Adverb majemuk, misalnya: somehow, somewhere, therefore, dan yang formal:
whereupon, herewith, whereto.
45
c) Adverb derivasional. Banyak dari adverb yang diderivasi dari adjective (kata
sifat) dengan diberi akhiran –ly:
oddly, interestingly, warmly, quckly
Contoh adverb tipe lain dengan afiks derivasional lain:
Clockwise, sideways, cowboystyle, schoolboy-fashion, northward(s)
Membedakan Adverb dari Kelas Kata Lain
No
Contoh dalam kalimat
Ulasan
1
-You write well
Well = Adverb
-I‟m not (feeling) well. [„Saya merasa tidak Well = Adjective
sehat‟]
2.
- An early riser gets up early
Sejumlah adjective (kata
- An ambitioud man has high aims. He aims sifat)
berbentuk
sama
adverb
(kata
high.
dengan
- He gave a low bow. He bow low.
keterangan)
- Run in a straight line. Run straight to the tape.
3.
4.
I can‟t see the road clearly. Wipe the Clearly = adverb
windscreen clear.
Clear = adjective
- This is hard work. We have to work hard.
-Hard work = pekerjaan
berat (hard = adjective).
-work hard = bekerja
berat (hard = adverb)
46
Pembentukan Adverb dari Adjective dengan Akhiran –ly
a) Adjective berakhiran –le diubah menjadi adverbial dengan akhiran –ly.
simple-simply
whole-wholly
b) Adjective berakhiran konsonan +y, diubah menjadi adverb berakhiran –ily.
happy-happily
Dalam beberapa hal akhiran y pada adjective tidak diubah
dry-dryly/drily
shy-slily/slyly
c) Adjective berakhiran –ic dan –ical diubah menjadi –ically.
economic, economical-economically
tragic, tragical-tragically
Kekecualian:
public-publicly, *publically
d) Participle berakhiran –ed diubah menjadi –edly dengan ucapan [idli].
assured-assuredly
learned-learnedly
marked-markedly
e) Adjective berakhiran –ary diubah menjadi –arily
secondary-secondarily
primary-primarily
47
5) Pronoun (Kata Ganti)
Pronoun (kata ganti) sering dimaksudkan sebagai sebuah kata yang bisa
digunakan sebagai sebuah noun. Contohnya, “John is a student”, pronoun „he‟
dapat digunakan menggantikan tempat noun (John) dan kalimatnya menjadi “He
is a student”. Pronouns dapat sering digunakan jadi tidak perlu untuk mengulang
noun berkali-kali.
Pronoun dapat dibedakan menjadi empat sub kelas:
a. Personal Pronoun
Personal pronoun mengacu pada kamu, aku dan kepada orang lain. Daftar
dibawah ini menunjukkan bentuk yang berbeda dari personal pronouns.
Subjective
Pronouns
Objective
Pronouns
Possessive
Pronouns
I
You
He
She
It
We
You
They
me
you
him
her
it
us
you
them
mine
yours
his
hers
its
ours
yours
theirs
[Possessive Emphatic
Determiners] Reflexive
Pronouns
[my]
myself
[your]
yourself
[his]
himself
[her]
herself
[its]
itself
[our]
ourselves
[your]
yourselves
[their]
themselves
b. Indefinite Pronouns
Indefinite Pronouns adalah some-, any-, no-, every- yang dikombinasikan
dengan –body, -one, -thing:
somebody
someone
something
anybody
anyone
anything
nobody
no one
nothing
everybody
everyone
everything
48
c. Interogative Pronouns
Interogative Pronouns adalah pronouns yang digunakan dalam bentuk
Tanya. Terdapat lima interrogative pronouns:
who?
whom?
whose?
what?
which
d. Relative Pronouns
Relative Pronouns terletak pada bagian depan dari adjective clauses
(disebut juga dengan relative clauses) yang memodifikasi sebuah noun atau
sebuah pronoun. Relative Pronouns yang paling umum adalah:
who
that
whom
when
whose
where
which
6) Preposition (kata depan/preposisi)
Preposition (kata depan) adalah sebuah kata yang menunjukkan hubungan
dengan kata-kata lainnya dalam suatu kalimat. Hubungan tersebut antara lain;
arah, tempat, waktu, sebab, cara, dan jumlah. Dalam kalimat “He went to the
store”, „to‟ adalah sebuah preposition yang menunnjukkan arah. Dalam kalimat
“They came by bus”, „by‟ adalah sebuah preposition yang menunjukkan cara.
Dalam kalimat “They will be here at three o‟clock”, „at‟ adalah preposition yang
menunjukkan waktu dan dalam kalimat “It is under the table”, „under‟ adalah
preposition yang menunjukkan tempat.
Preposition dapat diidentifikasi berdasarkan fungsinya yang menunjukkan
hubungan antara sesuatu. Berikut adalah daftar dari lima puluh Preposition (kata
depan) yang paling umum.
aboard
behind
in
over
49
about
below
inside
past
above
beneath
into
plus
across
beside
like
round
after
between
minus
through
against
beyond
near
to
along
by
next
towards
amid
despite
of
under
among
down
off
unlike
around
during
on
up
at
except
onto
with
atop
for
opposite
before
from
out
Makna dasar preposition (kata depan/preposisi) berkaitan dengan ruang
dan waktu, tetapi biasanya preposition digunakan secara idiomatik, sehingga kita
perlu memerhatikan cara penggunaan dan maknanya yang khusus dalam kalimat.
Dalam garis besarnya makna preposition berkaitan dengan perihal berikut:
a) ruang (in, on, outside)
b) waktu (in, at, on, during, since, for)
c) arah atau gerak (into, up, down)
d) sebab (because of, due to, thank to, owing to, on account of)
e) hal (about, on, concerning, instead of)
f) alat, cara, dan lain-lain (with a hammer in amazement, in blue dress)
50
Preposisi yang sama mempunyai arti yang berbeda-beda sesuai dengan
tautannya. Sering artinya tidak dapat dipisahkan dari frasanya, seperti dalam of
course, because of, despite of, an account of (Margono, 2006:5)
7) Conjunction (Kata Penghubung)
Conjunction (kata penghubung) adalah sebuah kata yang menghubungkan
kata-kata atau kelompok kata lainnya. Dalam kalimat “Bill and Betty are friends”,
conjunction „and‟ menghubungkan dua noun. Dalam kalimat, “It is early but we
can go”, conjunction „but‟ menghubungkan dua kelompok kata.
Conjunction (kata penghubung) dapat dibedakan menjadi dua bagian:
a. Coordinating Conjuctions
And, but, either….or, neither….nor
b. Subordinating Conjuctions
Kata benda
Adjectival
Adverbial
whoever, whichever, that
who, whom, which, that
if, unless, when, because
8) Interjections (Kata Seru)
Interjection adalah sebuah kata seperti ughh!, gosh!, wow!, yang
menunjukkan ungkapan emosi atau seperti senang, kaget, terkejut, dan jijik, tapi
tidak menunjuk pada arti lain. Interjections jarang digunakan dalam berbicara atau
menulis.
Berdasarkan kegunaannya interjections dapat dibedakan menjadi:
a. Sosial Calls and Greetings
bless you
bye-bye
congratulations
good day
good morning
good night
hello
how do you do
hi
please
sorry
thanks
51
b. Emotional Outbursts and Commands
boo
bravo
cool
hallelujah
hooray
hush
ouch
rack off
shoo
whew
wow
yummy
c. Work and Sport Calls
check
checkmate
fore
fault
goal
play
on
off
timber
objection
overruled
on a point of order
miaow
purr
quack-quack
oink-oink
d. Animal Sounds
woof
bow-bow
moo
grr
e. Blasphemies and Obsenities
jeez (dari “jesus”)
bloody oath
gosh (dari “God”)
crap
f. Assent and Dissent
yes
sure thing
nah
OK (atau okay)
uh-uh
nope
no
yeah
2.3.4 Verbal Behavior
Teoritikus terpenting dari pembahasan mengenai audiolingual adalah
Skinner terutama dalam tulisannya Verbal Behavior (1997). Uraian panjang lebar
mengenai percobaan-percobaan dengan binatang yang merupakan dasar dari
teorinya dapat ditemukan dalam uraian Lamerand (dalam Wojowasito, 1972:105)
52
Geprogrammeerde instructive en het talenpracticum. Nantinya, teorinya tersebut
menjabarkan secara luas tentang pokok-pokok pembahasan audiolingual. Selain
itu, penelitian ini akan didukung oleh teori yang dipaparkan oleh Lado (dalam
Tarigan) mengenai lima hukum empiris yang mendasari audiolingual, dan
Chaistain menjelaskan ciri-ciri utama audiolingual.
Adapun pokok-pokok pembahasan audiolingual menurut Skinner, 1957 adalah
sebagai berikut
a. Belajar bahasa asing itu adalah proses mekanis pembentukan kebiasaan,
jadi merupakan pemupukan deretan kebiasaan (North East Conference,
1961:44)
b. Cara paling baik untuk membentuk kebiasaan-kebiasaan adalah: beberapa
bulan yang menggunakan pola latihan serius dan mekanik stimulusrespons (Politzer, 1965:17)
c. Kebiasaan-kebiasaan itu diperkuat oleh “reinforcement” dan oleh karena
itu sangat penting bahwa siswa berbicara dalam bahasa asing sesering
mungkin daripada hanya mendengarkannya (Rivers, 1968 : 53)
d. Kebiasaan bahasa asing yang dapat dipupuk secara paling efisien dengan
memberikan jawaban-jawaban yang tepat dan tidak membuat kesalahankesalahan. Oleh karena itu pada tiap latihan harus diikuti jawaban yang
benar sebagai koreksi, sebagai feed back.
e. Bahasa asing itu merupakan bagian tingkah laku manusia, dan itu menjadi
kemutlakan bahwa mahasiswa harus dibuat begitu rupa hingga ia mampu
berperilaku, artinya menggunakan bahasa dalam situasi yang sungguh-
53
sungguh karena metode audiolingual menjadikan bahasa dalam bentuk
dialog (Brooks, 1964:106) Dialog yang disajikan harus berkali-kali
diulang oleh siswa, dihafal sampai tak terhitung jumlahnya sehingga
pertanyaan dan jawaban tersebut menjadi sesuatu yang otomatis dan
sesudah itu jawaban-jawaban tersebut digunakan dalam situasi lain (yang
diganti atau diubah).
f. Dari apa yang diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa bahasa lisan harus
didahulukan terhadap bentuk bahasa yang bagaimanapun dan mulai
dengan kursus murni audio-oral. Tahap pertama dalam metode
audiolingual adalah melatih kemampuan mendengar/menyimak dan
kemampuan berbicara tanpa menggunakan bahasa tulis terlebih dahulu
(North East Conference, 1960:20).
g. Mahasiswa belajar pola-pola kalimat dan kenyataan-kenyataan / peristiwaperistiwa gramatikal dengan analogi menurut model-model yang
diberikan. Bila latihan-latihan telah berhasil dilakukan berulangkali,
analogi berfikir akan membimbing siswa pada jalan linguistik yang benar
sama seperti yang terjadi pada siswa penutur asli dalam mempelajari
bahasa mereka sendiri (Brooks, 1964:139)
h. Belajar bahasa bukanlah kesibukan intelektual, karena analisis intelektual
akan menyebabkan keraguan dalam memilih bahasa yang digunakan,
sedangkan pembicara suatu bahasa yang lancar menghasilkan bahasa
dengan rangkaian yang benar tanpa perlu menganalisis apa yang telah
54
dikatakannya
dan
dapat
berkonsentrasi
pada
pesan
yang
ingin
disampaikan. (Rivers, 1968:76)
Sejumlah hal baru datang dari pendapat-pendapat tersebut di atas. Melalui
audiolingual inilah banyak negara menemukan jalannya untuk menjadikan bahan
pelajaran secara lisan, yaitu pemakaian dialog-dialog sebagai bahan pelajaran,
memberikan drill dari pola-pola kalimat secara intensif.
2.3.5 Landasan Hukum Empiris Audiolingual
Menurut Lado (dalam Tarigan, 1988:234) ada lima hukum empiris
yang mendasari audiolingual. Kelima hukum tersebut dibicarakan dalam uraian
berikut.
1) Hukum dasar hubungan yang meyatakan bahwa apabila dua pengalaman terjadi
bersama-sama, kemunculan yang satu akan mengingatkan kembali pada yang
satu lagi.
2) Hukum latihan yang mengemukakan dengan tegas bahwa semakin sering
sesuatu responsi dipraktikkan, semakin baik pula hal itu dipelajari dan
semakin lama diingat.
3) Hukum intensitas yang menyatakan bahwa semakin intensif sesuatu responsi
dipraktikkan, semakin mantap hal itu dipelajari dan semakin lama pula akan
diingat.
4) Hukum asimilasi yang menyatakan bahwa setiap kondisi yang baru terangsang
justru cenderung menimbulkan responsi yang sama dengan yang telah
ditimbulkan oleh kondisi-kondisi yang sama pada masa lalu.
55
5) Hukum pengaruh yang menyatakan bahwa apabila suatu responsi disertai atau
diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang memuaskan, responsi itu semakin
diperkuat, semakin terterima. Apabila suatu responsi diikuti oleh peristiwa
yang menjengkelkan, responsi itu justru dihindarkan, tidak terterima.
2.3.6 Ciri-Ciri Utama Audiolingual
Hukum-hukum behavioris yang mendasari kelima dasar Audiolingual di
atas, juga terdaftar dalam karya Chastain (1976) dan dirangkum sebagai berikut
1. Tujuan pembelajaran B2 adalah mengembangkan diri para siswa
kemampuan-kemampuan yang sama dengan yang dimiliki oleh para
pembicara aslinya.
2. Bahasa pertama hendaklah dilarang di dalam kelas
3. Para siswa harus belajar berbicara tanpa memperhatikan bagaimana
bahasa itu disusun.
4. Latihan dan praktik yang sungguh-sungguh haruslah mendahului
setiap penjelasan, dan diskusi mengenai tata bahasa harus dalam waktu
yang sangat singkat.
5. Dalam mengembangkan ke empat ketrampilan (menyimak, membaca,
berbicara, menulis), urutan alamiah yang dijalankan dalam belajar
bahasa haruslah dipelihara dan dipegang terus.
Selain ciri-ciri yang diungkapkan di atas, audiolingual juga memiliki ciri
khas dari materi yang terdapat di dalam buku-buku teks yang disusun. Ciri-ciri
khas yang terdapat dalam materi yang berdasarkan audiolingual tersebut, pada
56
umumnya terdiri atas tiga unit atau bagian, yaitu dialog, latihan-latihan pola serta
kegiatan penerapannya. teks–teks yang yang terdapat dalam buku tersebut
disesuaikan dengan urutan pembelajaran bahasa yang sebenarnya. Oleh sebab itu,
kegiatan membaca biasanya ditangguhkan sampai pembelajar telah memiliki
kemampuan lisan atas bahan yang dipelajarinya. Kemudian, mereka disuruh
berlatih menggunakan struktur dan kosakata yang terdapat dalam pelajaran yang
sama melalui latihan-latihan tulis.
2.4
Model Penelitian
Penelitian ini menggunakan praktik tinjauan kelas untuk meneliti
penerapan metode audiolingual yang ada di Kumon EFL dan melihat seberapa
jauh peningkatan penguasaan kosakata pada siswa setelah belajar menggunakan
metode audiolingual tersebut.
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, secara garis
besarnya dapat digambarkan seperti diagram berikut.
KOSAKATA
Metode Audiolingual (MAL)
(Linguistik Struktural (+) Psikologi Behavioris)
Tempat Kursus Kumon EFL
Siklus I
Siklus II
Tingkat Hasil Belajar Siswa
Gambar 2.4.1 Model Penelitian
57
Dalam penelitian ini terdapat dua siklus yang nantinya akan dilakukan.
Siklus I dan siklus II. Tiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi
dan refleksi. Adapun bagan penelitiannya akan terlihat seperti berikut:
Perencanaan
Refleksi
Siklus I
Perencanaan
Pelaksanaan
Observasi
Gambar 2.4.2 Desain PTK
Sumber: Kurt Lewin (1999: 15)
Refleksi
Siklus II
Observasi
Pelaksanaan
58
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangatlah penting dalam suatu penelitian, karena dengan
adanya metode penelitian, akan ditunjukkan bagaimana penelitian tersebut
terlaksana. Bab ini akan membahas pendekatan penelitian yang digunakan, lokasi
penelitian, jenis dan sumber data, Instrumen penelitian, metode dan teknik
pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan yang terakhir, yaitu
metode dan teknik penyajian data.
3.1
Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah pendekatan
kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menjabarkan
karakteristik data-data yang ada, sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan
untuk mengukur suatu nilai dari data yang ada. Pendekatan kualitatif yang
dilakukan nanti didasarkan pada penjabaran mengenai penguasaan kosakata siswa
yang belum belajar dengan menggunakan metode audiolingual di Kumon EFL
yang didapat melalui observasi dan pencatatan. Pendekatan kuantitatif dilakukan
dengan pencarian data hasil tes siswa, baik yang merupakan data hasil tes awal
maupun data hasil tes akhir.
58
59
3.2
Lokasi Penelitian
Adapun lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah tempat
kursus bahasa Inggris, yaitu Kumon EFL yang bertempat di Jl. Gatot Subroto
Barat, Denpasar, Bali yang meneliti siswa perseorangan. Dari beberapa tempat
kursus yang ada maupun Kumon EFL yang lainnya, tempat ini dipilih karena
merupakan tempat kursus yang paling strategis dengan jumlah siswa yang banyak,
sehingga memberikan lebih banyak pilihan dalam menentukan sumber data.
3.3
Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Jenis data dapat berupa kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif (data yang
berupa kata-kata yang diuraikan dalam bentuk penjelasan) diperoleh dari catatan
peneliti selama penelitian berlangsung, sedangkan data kuantitatifnya (data yang
berupa angka dan nilai-nilai) diperoleh dari nilai hasil tes awal, nilai hasil tes
akhir dan kuesioner.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah siswa Kumon EFL Gatot Subroto Barat,
yang berlokasi di Jl. Gatot Subroto Barat no 188 B Denpasar Barat. Dari enam
tahapan di Kumon (Tahap I: Level 7A, 6A, 5A, Tahap II: Level 4A, 3A, 2A,
Tahap III: Level A, B, C, Tahap IV: Level D, E, F, Tahap V: Level G, H, I dan
Tahap VI: Level J, K, L), tahap I lah yang terpilih untuk diteliti, khususnya
tingkat dasar 7A yang jumlah siswanya adalah 20 siswa. Usianya berkisar antara 6
60
sampai 9 tahun. Siswa tingkat dasar 7A dipilih karena siswa tersebut memiliki
kemampuan yang kurang dalam penguasaan kosakata, dengan demikian nantinya
peningkatan penguasaan kosakata yang terjadi dapat terlihat secara lebih jelas.
3.4
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner
sederhana, tes, dan catatan peneliti.
3.4.1 Kuesioner sederhana
Kuesioner sederhana nantinya diisi oleh pembimbing siswa sebagai alat
pemeriksaan atas faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya peningkatan
penguasaan kosakata siswa dengan menggunakan metode audiolingual tersebut,
selain
dengan
wawancara
(kepada
pembimbing).
Kuesioner
tersebut
menggunakan bahasa Indonesia.
3.4.2 Tes
Selain kuesioner, penelitian ini juga mempergunakan beberapa tes yang
ada di tempat kursus yang diteliti (dalam hal ini adalah Kumon EFL) baik sebagai
tes awal maupun tes akhir. Tes awal digunakan untuk mengetahui mengenai
kemampuan siswa dalam penguasaan kosakata sebelum dilakukannya treatment
atau sebelum siswa belajar dengan menggunakan metode audiolingual, sedangkan
tes akhir digunakan sebagai alat ukur tingkat kemampuan dan tingkat
perkembangan penguasaan kosakata yang dicapai oleh anak yang belajar di
61
Kumon EFL, sejauh mana metode audiolingual tersebut berhasil meningkatkan
penguasaan siswa dalam kosakata. Bentuk tes tulis tersebut akan dilampirkan di
halaman lampiran.
3.4.3 Catatan peneliti
Catatan peneliti mencatat semua situasi kondisi dari proses pembelajaran
yang menggunakan metode audiolingual yang tersusun dari lembaran observasi
yang nantinya digunakan untuk mencari tahu hasil dari pengaplikasian metode
audiolingual. Peneliti akan mencatat beberapa laporan penting yang dianggap
perlu.
3.5
Prosedur Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan penelitian tindakan kelas untuk meneliti
peningkatan
yang
didapat
siswa
dalam
penguasaan
kosakata
dengan
menggunakan metode audiolingual. Menurut Kemmis dan Taggart (dalam Jayanti,
2008) dasar penelitian tindakan kelas terdiri atas proses perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan refleksi yang termasuk dalam 1 siklus. Dalam penelitian tindakan
kelas, biasanya terdapat dua atau lebih siklus yang digunakan, tergantung pada
kebutuhan hasil akhir yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini dilakukan dua
siklus, sebagai berikut.
62
3.5.1 Proses Siklus I
a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini peneliti mempersiapkan (1) bahan pelajaran,
(2) rancangan tindakan dalam bentuk rencana pembelajaran, (3) rencana evaluasi
yang meliputi tes dan nontes.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan perencanaan. Pada saat proses
pembelajaran kosakata berlangsung, setiap siswa diberi lembar kerja masingmasing dan mendengarkan contoh pengucapan yang didengar melalui CD player,
siswa mengulangi perkataan yang didengar sambil melihat dan menunjuk lembar
kerjanya yang berisikan gambar sesuai dengan arti dari kosakata yang dipelajari
agar memudahkan pemahamannya. Setelah selesai mendengarkan CD tersebut,
siswa mengulangi kembali mengucapkan kata-kata yang terdapat di lembar
kerjanya tadi tanpa mendengarkan CD lagi. Pada pelaksanaan siklus I ini,
pengajar mengajarkan kepada siswa materi-materi yang diujikan dalam tes akhir
siklus I nya, walaupun tidak sespesifik pada pelaksanaan siklus II. Materi yang
diajarkan pada siklus I ini sudah menyangkut semua soal yang ada dalam tes,
namun diajarkannya tidak secara mengkhusus, melainkan secara tidak langsung
dan tidak mendetail.
c. Pengamatan
Pengamatan dilakukan dalam proses belajar mengajar berlangsung,
pengamatan dapat dilakukan dengan observasi atau pengamatan secara langsung.
63
Pengambilan data dengan observasi bertujuan untuk dapat secara langsung
mengamati semua perilaku siswa, baik yang positif maupun negatif selama proses
belajar mengajar berlangsung.
d. Refleksi
Observasi dan wawancara pada siklus I dapat dijadikan sebagai pedoman.
Situasi tersebut dapat dipakai untuk pembenahan dan perbaikan pada tindakan
siklus II. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada waktu proses belajar
mengajar siklus I, misalnya ada beberapa siswa yang tidak mengikuti perkataan
yang didengar di CD atau mendahului CD. Dengan kata lain pengamatan lebih
intensif pada siswa sehingga dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
3.5.2. Proses Siklus II
Berdasarkan refleksi pada siklus I, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan
untuk memperbaiki rencana dan tindakan yang telah terlaksana. Langkah-langkah
kegiatan siklus II terdapat perbedaan dengan langkah-langkah siklus I. Perbedaan
itu terletak pada sasaran kegiatan untuk melakukan perbaikan-perbaikan tindakan
siklus sebelumnya. Pada pelaksanaannya, materi-materi yang diajarkan sebagian
besar mengaitkan kembali pada materi yang telah dipelajari sebelumnya namun
dengan lebih mendetail dan terstruktur.
3.6
Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, penelitian ini menggunakan
metode observasi untuk menjawab pertanyaan yang muncul dalam permasalahan
64
penelitian. Di sini peneliti mengobservasi kemampuan siswa dalam penguasaan
kosakata sebelum dan sesudah belajar dengan metode audiolingual di Kumon
EFL.
Selanjutnya, wawancara terhadap pembimbing siswa dan siswa. Hasil
wawancara tersebut digunakan untuk menjawab tentang faktor-faktor yang
memengaruhi terjadinya peningkatan penguasaan kosakata siswa dengan
menggunakan metode Audiolingual di Kumon EFL. Terakhir, metode
dokumentasi terhadap hasil belajar siswa.
Adapun teknik yang digunakan di dalamnya adalah pencatatan data yang
didapat selama observasi dan wawancara. Begitu pula dengan pencatatan hasil tes
awal (tes sebelum belajar dengan metode audiolingual di Kumon EFL) dan tes
akhir (tes setelah belajar dengan menggunakan metode audiolingual di Kumon
EFL).
3.7
Metode dan Teknik Analisis Data
Terdapat dua jenis data, data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif
didapat dari wawancara dan dari catatan peneliti selama sebelum dan sesudah
treatment atau saat siswa belum belajar dengan menggunakan metode
audiolingual dengan saat siswa belajar dengan menggunakan metode audiolingual,
sedangkan data kuantitatif didapat dari nilai hasil tes awal, nilai hasil tes akhir dan
kuesioner. Kedua data tersebut dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif
dianalisis untuk mendapatkan hasil sejauh manakah peningkatan penguasaan
kosakata siswa dengan membandingkan hasil dari tes awal dengan hasil dari tes
65
akhir. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa dari tes awal dibandingkan dengan nilai
rata-rata pada tes akhir. Nilai rata-rata siswa menunjukkan tingkat penguasaan
kosakata siswa setelah belajar menggunakan metode audiolingual. Hasil tes akhir
lebih tinggi dari tes awal, berarti siswa dinyatakan mengalami peningkatan
penguasaan kosakata atau mengalami peningkatan hasil belajar dengan
menggunakan metode audiolingual di Kumon EFL. Hal tersebut dapat dipastikan
karena siswa yang belajar di Kumon EFL, siswa dimohon untuk tidak belajar di
tempat kursus lainnya dengan maksud untuk mengoptimalkan metode yang
diterapkan dan memaksimalkan hasil yang diinginkan. Terlebih lagi materi yang
diberikan kepada siswa saat tes awal dan tes akhir adalah bagian dari materi yang
dipelajari di Kumon EFL dan tidak sama dengan materi-materi yang ada ditempat
kursus lain.
Adapun cara untuk menganalisis hasil tes atau mengukur kemampuan
siswa dalam penguasaan kosakata menggunakan beberapa kriteria dari Hamalik
(2001:120) Criterion Referenced Evaluation yang dijabarkan sebagai berikut.
a. Nilai dari tiap siswa dihitung dengan menggunakan formula:
X = Jumlah jawaban yang benar x 100
Jumlah pertanyaan
b. Nilai rata-rata dari seluruh siswa yang diteliti akan dihitung menggunakan
formula berikut:
X= Total skor siswa x 100
Jumlah siswa
66
Kemampuan siswa dapat dilihat dari tabel berikut:
Kriteria Kemampuan siswa
No
Skor (%)
Tingkat Kemampuan
1
90% - 100%
Sangat baik (Excellent)
2
80% - 89%
Baik (Good)
3
65% - 79%
Cukup (Sufficient)
4
55% - 64%
Tidak cukup (Insufficient)
5
Kurang dari 55%
Sangat jelek (Poor)
Penjelasan tingkat kemampuan siswa:
1. Excellent = Kemampuan siswa yang mampu menjawab soal 90% - 100% benar.
2. Good = Kemampuan siswa yang mampu menjawab 80 % - 89% benar.
3. Sufficient = Kemampuan siswa yang mampu menjawab 65 % - 79% benar.
4. Insufficeint = Kemampuan siswa yang mampu menjawab 55 % - 64% benar.
5. Poor = Kemampuan siswa yang mampu menjawab benar kurang dari 55%
3.8
Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Analisis data dapat disajikan baik melalui metode formal atau nonformal.
Ciri-ciri metode formal adalah dengan ditampilkannya simbol-simbol, gambar,
tabel dan catatan-catatan. Ciri-ciri metode non formal adalah sebaliknya. Tujuan
metode formal adalah menyederhanakan penjelasan dari analisis data. Dalam
penelitian ini digunakan metode formal dan non formal yaitu berupa
67
penjelasan secara deskriptif terhadap hasil penelitian yang didapat dengan
menyuguhkan beberapa bagan.
68
BAB IV
PENGUASAAN, PENINGKATAN PENGUASAAN, DAN FAKTORFAKTOR YANG MEMENGARUHI PENINGKATAN PENGUASAAN
KOSAKATA
Dalam bab ini akan dipaparkan penjelasan tentang data yang didapat dari
penelitian yang dilakukan di lembaga kursus Kumon EFL yang menggunakan
metode audiolingual dalam upaya meningkatkan penguasaan kosakata siswa.
4.1 Penguasaan Kosakata Siswa Sebelum Belajar dengan Menggunakan
Metode Audiolingual
4.1.1 Situasi dan Keadaan Belajar Siswa
Seperti yang telah disebutkan diatas, tempat dari penelitian ini adalah
Kumon EFL yang berada di Jl. Gatot Subroto Barat 188 B, Denpasar Barat. Di
tempat tersebut terdapat dua pilihan kursus, yaitu kursus matematika dan kursus
bahasa Inggris (EFL). Hari kursus yang disediakan yaitu dua kali seminggu pada
hari selasa dan jumat. Waktu kursus yang disediakan yaitu antara rentang waktu
dari pukul 10.00 wita – 18.00 wita. Alur kelas yang terjadi di Kumon EFL yaitu
dimulai dari siswa yang dengan mandiri mengambil buku catatan penilaian siswa
pada rak buku yang telah disediakan. Setelah itu siswa bertemu dengan guru nya
masing-masing atau yang biasa disebut asisten bimbingan. Siswa membawa PR
mereka yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya dan membahasnya
dengan seksama bersama asisten bimbingan. Interaksi dua arah terjadi saat
68
69
pengecekan awal tersebut dengan tidak melupakan kebiasaan dalam memberikan
salam dalam bahasa Inggris. Pengecekan awal tersebut biasa disebut dengan
feedback in.
Setelah selesai dengan pengecekan awal, asisten bimbingan sudah harus
menentukan lembar kerja apa yang akan diberikan kepada siswa pada saat itu.
Bila siswa dirasa mampu dan paham saat pengecekan awal, maka program
belajarnya akan dimajukan satu langkah kedepan, namun bila terdapat kesalahan
atau pemahaman yang kurang dari materi sebelumnya, materi tersebut akan
diulang. Selanjutnya siswa harus mendengarkan CD di CD Corner dan
diwajibkan untuk mengulangi perkataan yang didengar di CD dengan pelafalan
yang baik, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan lembar kerja yang telah
ditentukan. Begitu penilaian dilakukan pada lembar kerja yang telah selesai
dikerjakan, barulah diadakan pengecekan akhir atau yang biasa disebut feedback
out. Proses belajar saat itu akan diakhiri dengan pemberian PR yang berupa
lembar kerja yang harus dikumpulkan saat pertemuan berikutnya.
4.1.2 Penguasaan Kosakata Siswa
4.1.2.1 Aspek-Aspek Kosakata
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, menurut Redman (2001),
terdapat beberapa aspek penting dalam kosakata yang perlu diperhatikan dalam
mengajar kosakata, seperti batasan antara arti konseptual, polisemi, homonim,
homofon, sinonim, arti afektif, style, register, dialek, terjemahan, potongan
bahasa, tata bahasa dari kosakata, dan pelafalan. Dari seluruh aspek-aspek
70
kosakata yang ada, penelitian ini hanya membahas mengenai sinonim, antonim
dan terjemahan karena merupakan aspek yang dipelajari oleh siswa dalam materi
pembelajaran Kumon EFL.
a. Sinonim
Dalam pemahaman mengenai sinonim, siswa dapat dikategorikan sangat
jelek. Dapat dikatakan demikian karena sebagian besar siswa tidak mampu
menjawab dengan baik dan benar pembahasan mengenai sinonim atau persamaan
kata dalam tes awal yang diberikan. Siswa dianjurkan untuk dapat memberikan
pengertian dari suatu kata yang berbeda dengan makna kata yang sama yang telah
disediakan. Sebagian besar siswa hanya mampu menjawab lima soal benar dari
sepuluh jumlah pertanyaan yang diberikan.
Adapun kosakata yang terdapat dalam tes awal yang dijawab oleh siswa,
sebagai berikut.
pretty
desk
cock
„cantik‟
„meja‟
„ayam jantan‟
=
=
=
beautiful
table
rooster
„cantik‟
„meja‟
„ayam jantan‟
hares
woman
„kelinci‟
„wanita‟
=
=
rabbit
female
„kelinci‟
„wanita‟
leg
fast
rock
man
fridge
„kaki‟
„cepat‟
„batu‟
„lelaki‟
„lemari es‟
=
=
=
=
=
foot
quick
stone
male
refrigerator
„kaki‟
„cepat‟
„batu‟
„lelaki‟
„lemari es‟
Dari keseluruhan kosakata yang ada, kosakata yang paling banyak tidak
dikuasai siswa adalah kosakata:
hares
rooster
„kelinci‟
„ayam jantan‟
fridge
female
„lemari es‟
„wanita‟
71
„lelaki‟
„batu‟
male
rock
quick
„cepat‟
Bila ditinjau lebih lanjut, kosakata tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut.
1) Hares „kelinci‟
Kata hares merupakan kata benda (noun) tepatnya masuk kategori
common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Kata hares juga merupakan
kata benda kongkret. Seperti yang telah diketahui, kata hares dikategorikan ke
dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf
kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Kata hares masuk
kedalam kategori count nouns karena merupakan kata benda yang dapat dihitung.
2) Fridge „lemari es‟
Kata fridge dikategorikan ke dalam common nouns karena pada
penulisannya tidak diawali dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak
pada awal kalimat. Kata fridge merupakan kata benda yang dapat dihitung, jadi
masuk kedalam kategori count nouns. Kata ini juga merupakan kata benda
kongkret sama seperti kata hares.
3) Rooster „ayam jantan‟
Sama halnya dengan kata hares dan fridge, kata rooster juga merupakan
kata benda (noun) yang masuk kategori common nouns (count nouns). Kata
rooster tidak menggunakan huruf kapital dalam penulisannya, kecuali bila kata
tersebut terletak pada awal kalimat. Bentuk jamak dari rooster adalah roosters,
72
maka dari itu kata tersebut masuk kategori benda yang dapat dihitung (count
noun) karena memiliki bentuk jamak.
4) Female „wanita‟
Kata female dapat masuk ke dalam kelas kata sifat. Kata female dalam
kelas kata sifat dapat masuk ke dalam kategori descriptive adjective yaitu tipe
adjective yang paling umum. Contoh: “female companion”
Kata female dapat berfungsi sebagai atributif dan sebagai predikatif.
That is a female worker (atributif)
That worker is a female (predikatif)
Kata female tidak dapat diberi premodifier very dan tidak dapat
mengambil bentuk komparatif dan superlatif baik secara infeksi maupun secara
perifrastik.
5) Male „lelaki‟
Kata male dapat dikatakan serupa dengan kata female. Kata male juga
merupakan kata benda (common nouns). Penulisan huruf awalnya menggunakan
huruf kapital bila kata ini diletakkan pada awal kalimat. Kata ini juga berfungsi
sebagai atributif dan predikatif yang mana merupakan kata sifat yang digunakan
dengan sebuah kata benda atau sebagai komplemen objek. Contoh: “male
worker”, “I think that worker is male”.
6) Quick „cepat‟
Kata quick dapat masuk ke dalam dua kelas kata; kata sifat dan kata
keterangan. Saat dikategorikan sebagai kata sifat, kata quick dapat berfungsi
73
sebagai atributif, predikatif, dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil
bentuk komparatif dan superlatif.
Contoh: To make a quick gateway „lolos dengan cepat‟ (atributif)
That runner is quick „pelari itu cepat‟ (predikatif)
He runs very quick „dia berlari sangat cepat‟
Saat berfungsi sebagai kata keterangan, kata quick dapat membentuk
infinitive (bentuk to-) yang diwujudkan dalam kata: to-quick freeze (membekukan
cepat-cepat). Selain itu, kata quick juga dapat diberi akhiran –ly hingga
membentuk kata quickly tanpa merubah kelas katanya sebagai kata keterangan.
Quickly berarti “dengan cepat”.
7) Rock „batu‟
Kata rock mempunyai bentuk jamak dengan menambahkan –s dibelakang
kata sehingga menjadi rocks. Dengan demikian kata rock merupakan kata benda
(noun) tepatnya masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count
nouns). Kata rock dikategorikan ke dalam common nouns karena pada
penulisannya tidak diawali dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak
pada awal kalimat.
Dari semua kosakata yang telah dijabarkan diatas, terlihat bahwa lebih
banyak terdapat kata benda dari pada kelas kata yang lainnya. Selain kosakata
yang tidak diketahui oleh siswa, terdapat pula kosakata yang sudah mampu
dikuasai oleh siswa, adapun kosakata tersebut adalah:
pretty
foot
desk
„cantik‟
„kaki‟
„meja‟
=
=
=
beautiful
leg
table
„cantik‟
„kaki‟
„meja‟
74
Kosakata tersebut rata-rata dapat diketahui oleh siswa dan dijawab dengan benar.
Bila dijabarkan lebih lanjut, maka dapat dilihat sebagai berikut.
1) Pretty „cantik‟ = beautiful „cantik‟
Bila dilihat dari kelas katanya antara kata pretty dan kata beautiful samasama merupakan kata sifat. Keduanya masuk ke dalam kategori descriptive
adjective. Baik kata pretty maupun beautiful sama-sama dapat berfungsi sebagai
atributif dan predikatif. Kata tersebut juga dapat diberi premodifier very. Kata
pretty dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif baik secara infeksi
maupun secara perifrastik, sedangkan kata beautiful hanya dapat mengambil
bentuk komparatif dan superlatif secara perifrastik.
The pretty boy/the beautiful girl (afrikatif)
The doll is pretty/the doll is beautiful (predikatif)
The baby is very pretty/the baby is very beautiful
Pretty-prettier-prettiest/pretty-more pretty-most pretty
Beautiful-more beautiful-most beautiful
2) Foot „kaki‟ = leg „kaki‟
Baik kata foot maupun leg merupakan kata benda yang memiliki makna
sama yaitu kaki. Kedua kata tersebut masuk kategori common nouns yang dapat
dihitung (count nouns) yang memiliki bentuk jamak. Kata foot dan leg
dikategorikan ke dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali
dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Kedua
kata ini merupakan kata benda kongkret.
Tunggal
Jamak
foot
leg
feet
legs
75
3) Desk „meja‟= table „meja‟
Sama halnya dengan kata foot dan leg, kata desk dan table merupakan kata
benda yang memiliki makna sama yaitu meja. Kedua kata tersebut masuk kategori
common nouns yang juga masuk ke dalam kategori kata benda kongkret yang
dapat dihitung (count nouns).
Tunggal
Jamak
desk
table
desks
tables
b. Antonim (lawan kata)
Menyangkut dalam strategi pembelajaran bahasa yang diungkapkan oleh
Singleton (2008), cara yang umumnya digunakan dalam mengajarkan kosakata
salah satunya adalah dengan memberikan pemahaman mengenai antonim atau
lawan kata.
Adapun kosakata yang tersedia untuk dicari lawan katanya adalah:
big
long
fast
left
good
„besar‟
„panjang‟
„cepat‟
„kiri‟
„bagus‟
thick
tall
new
heavy
fat
„tebal‟
„tinggi‟
„baru‟
„berat‟
„gemuk‟
Dari kosakata tersebut, siswa mendapat kesulitan pada kata long, tall dan
heavy. Siswa sering keliru mengenai lawan kata long, yamg selalu dilawankan
dengan small. Hal yang sama terjadi pada kata tall yang juga sering dilawankan
dengan small. Sedangkan kata heavy sering membuat siswa menjawab jawaban
yang salah karena kebanyakan siswa belum mengetahui arti dari kata tersebut
76
sehingga tidak dapat menemukan lawan kata yang tepat. Siswa banyak
mendapatkan nilai rendah saat menyelesaikan soal mengenai antonim.
Bila ditinjau lebih jauh, kata long, tall, dan heavy merupakan kata sifat
(adjective). Ketiga kata tersebut dapat dikategorikan ke dalam descriptive
adjective.
Descriptive adjective adalah tipe adjective yang paling umum.
Beberapa dari tipe ini terbentuk dari anggota kelas kata lain yang diikuti oleh
akhiran. (reason → reasonable, wonder → wonderful).
c. Terjemahan
Selain dapat dikatakan terjadi secara tidak langsung, kategori terjemahan
ini juga memiliki bagian pertanyaan yang menanyakan arti, baik dalam bahasa
Indonesia maupun dalam bahasa Inggris. Siswa yang telah mampu menjawab
benar soal-soal yang diberikan pada tes awal, dapat dikategorikan mampu dalam
menerjemahkan, karena bila siswa tidak dapat menerjemahkan atau mencari
maksud/bahasa target dalam soal-soal yang ada, maka siswa pasti akan menjawab
salah. Begitu pula dalam mencari lawan kata/antonim. Bila siswa tidak
mengetahui terlebih dahulu arti kata sebenarnya dari bahasa Inggris yang
dimaksud, maka siswa tidak akan mampu mencari lawan kata yang benar. Bila
siswa juga tidak mampu untuk menterjemahkan atau mengartikan maksud dari
kata dalam bahasa Inggris yang disajikan dalam tes awal, maka siswa tidak akan
dapat memilih gambar yang tepat untuk mengilustrasikan maksud dari kata-kata
tersebut. Kategori terjemahan akan dibagi menjadi tiga bahasan yang terdiri atas
Terjemahan dalam kata, terjemahan dalam frasa dan terjemahan dalam kalimat.
77
1) Terjemahan dalam Kata
Kosakata yang ada yang dapat dikatakan masuk ke dalam kategori
Terjemahan dalam kata, adalah:
old
„tua‟
butter „mentega‟
cock „ayam jantan‟
rock „batu‟
ship
„kapal‟
sky
„langit‟
light
„ringan‟
watch „jam tangan‟
fat
„gemuk‟
new
„baru‟
mouth „mulut‟
cow „sapi‟
eye
„mata‟
pretty „cantik‟
hares „kelinci‟
rooster „ayam jantan‟
bread „roti‟
river „sungai‟
left
„kiri‟
big
„besar‟
tall
„tinggi‟
good „bagus‟
bread „roti‟
glasses „gelas‟
2) Terjemahan Dalam Frasa
small
kecil
burung
bird
burung
kecil
a
sebuah
sebuah
light
ringan
kotak
box
kotak
ringan
a
seekor
seekor
big
besar
burung
bird
burung
besar
a
sebuah
sebuah
heavy
berat
tas
bag
tas
berat
3) Terjemahan Dalam Kalimat
The
def .art.
Kelinci itu
rabbit
kelinci
is
jumping
aux (tobe)
melompat
sedang melompat
green „hijau‟
desk „meja‟
leg
„kaki‟
male „pria‟
fridge „lemari es‟
thick „tebal‟
heavy „berat‟
long „panjang‟
fast
„cepat‟
monkey „monyet‟
apple „apel‟
eight
„delapan‟
78
The
def. art.
Anjing itu
dog
anjing
is
swimming
aux (tobe)
berenang
sedang berenang
The
def. art.
Beruang itu
bear
beruang
is
drinking
aux (tobe)
minum
sedang minum
water
air
air
The
def. art.
Kucing itu
cat
kucing
is
aux (tobe)
ada
under
dibawah
dibawah
the
def. art.
The
boy
is
def. art.
Anak laki-laki aux (tobe)
Anak laki-laki itu
sedang
running
berlari
berlari
The
girl
def. art.
Anak perempuan
Anak perempuan itu
is
aux (tobe)
sedang
laughing
tertawa
tertawa
The
def. art.
Wanita itu
woman
wanita
is
aux (tobe)
sedang
drinking
minum
minum
The
def. art.
Anjing itu
dog
Anjing
is
aux (tobe)
berada
in
prep.
didalam
sofa
sofa
sofa
tea
teh
teh
the
def. art.
car
mobil
mobil
Dari keseluruhan kosakata yang ada terdapat beberapa kosakata yang
dirasa sulit untuk siswa dalam pengerjaan tes awal. Adapun kosakata yang
dimaksud yaitu:
thick
left
stone
under
glasses
fridge
sky
female
leg
fast
„tebal‟
„kiri‟
„batu‟
„dibawah‟
„kacamata‟
„kulkas‟
„langit‟
„wanita‟
„kaki‟
„cepat‟
light
bread
heavy
rooster
quick.
refrigerator
river
hares
rock
male
„ringan‟
„roti‟
„berat‟
„ayam jantan‟
„cepat‟
„kulkas‟
„sungai‟
„kelinci‟
„batu‟
„lelaki‟
79
Jika diteliti lebih lanjut berdasarkan teori yang mendasari mengenai kelas
kata, maka kosakata diatas dapat dijabarkan sebagai berikut.
1) Thick „tebal‟
Kata thick „tebal‟ merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam
kategori descriptive adjective. Kata thick dapat berfungsi sebagai atributif (eg. a
thick book) dan predikatif (eg. The book is thick). Kata ini juga dapat diberi
premodifier very (the book is very thick) dan dapat mengambil bentuk komparatif
dan superlatif secara infeksi (thick-thicker-thickest).
2) Light „ringan‟
Sama halnya dengan kata thick, kata light merupakan kata sifat (adjective)
yang masuk kedalam kategori descriptive adjective. Kata light memang tidak
diikuti oleh akhiran, namun tetap merupakan kata sifat (descriptive adjective)
karena mampu menjelaskan atau memberikan informasi lebih tentang noun atau
pronoun. Kata light dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif secara
infeksi (eg. Light-lighter-lightest) dan dapat berfungsi sebagai atributif (eg. A light
book) dan dapat berfungsi sebagai predikatif (eg. The bag is light). Terakhir, kata
light juga dapat diberi premodifier very (eg. The bag is very light).
3) Left „kiri‟
Kata left dapat dikatakan memiliki dua kelas kata berbeda. Kata tersebut
dapat dikategorikan dalam kata benda (noun) atau kata sifat (adjective). Saat
diketegorikan dalam kata benda (noun), left diartikan dengan arti “sebelah kiri”,
contohnya: “…on the left” (disebelah kiri). Saat kata left dikategorikan dalam kata
80
sifat (adjective), kata tersebut diartikan dengan arti “kaum kiri”, contohnya: “my
left shoe” (sepatu saya yang sebelah kiri), “left wing” (sayap kiri).
Bila ditinjau berdasarkan materi yang muncul dalam tes yang ada dan
dalam materi pembelajarannya, kata left tersebut masuk ke dalam kata sifat
(adjective) karena muncul dalam frasa “left hand” (tangan kiri). Kata left dapat
berfungsi sebagai atributif (eg. a left hand) dan predikatif (eg. The path is on the
left). Tidak seperti kata-kata sebelumnya, kata left tidak dapat diberi premodifier
very dan tidak dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif.
4) Bread „roti‟
Kata bread merupakan kata benda (noun) tepatnya masuk kategori
common nouns yang tidak dapat dihitung (uncount nouns) karena dalam bentuk
tunggalnya tidak dapat ditambahkan kata a atau an didepan kata tersebut. Kata
bread juga dikategorikan ke dalam kata benda kongkret.
5) Stone „batu‟
Berbeda dengan kata bread, kata stone merupakan kata benda (noun)
tepatnya masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Kata
stone dikategorikan ke dalam common nouns karena pada penulisannya tidak
diawali dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat.
Bentuk jamak dari stone adalah stones, jadi masuk kategori count nouns. Kata ini
juga merupakan kata benda kongkret.
6) Heavy „berat‟
Kata heavy merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori
descriptive adjective. Walaupun kata heavy tidak diikuti oleh akhiran, namun
81
tetap merupakan kata sifat (descriptive adjective) karena mampu menjelaskan atau
memberikan informasi lebih tentang noun atau pronoun. Kata heavy juga dapat
berfungsi sebagai atributif, predikatif, dapat diberi premodifier very dan dapat
mengambil bentuk komparatif, superlatif secara infeksi.
a heavy bag (sebagai atributif)
This bag is heavy (sebagai predikatif)
This is a very heavy bag (dapat ditambah premodifier very)
heavy-heavier-heaviest (komparatif dan superlatif secara infeksi)
7) Under „dibawah‟
Kata under merupakan kata depan yang menunjukkan hubungan dengan
kata-kata benda lainnya dalam suatu kalimat yaitu menunjukkan hubungan
tempat. Kata under yang berarti „di bawah‟ dapat memperluas penggunaan
kosakata dengan menambahan kata benda lainnya. Contoh: benda apa yang
biasanya terdapat di bawah meja? Jawabannya adalah koran (newspaper), buku
(book), mainan (toy), pensil (pencil), pulpen (pen), dll. Dengan demikian terdapat
perluasan
penggunaan
kosakata
yang
dapat
dikuasai
siswa
karena
menghubungkan antara kata under dengan kata lainnya.
8) Glasses „kacamata‟
Kata glasses merupakan kata benda (noun) tepatnya masuk kategori
common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Kata glasses dikategorikan ke
dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf
kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Kata glasses juga
merupakan kata benda yang kongkret.
82
9) Quick. „cepat‟
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kata quick dapat masuk ke
dalam dua kelas kata; kata sifat dan kata keterangan. Saat berfungsi sebagai kata
sifat, kata quick masuk kedalam kategori descriptive adjective. Kata quick
merupakan kata sifat (descriptive adjective) karena mampu menjelaskan atau
memberikan informasi lebih tentang noun atau pronoun.
Contoh: To make a quick gateway „lolos dengan cepat‟
Kata quick dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif, dapat diberi
premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif.
Contoh: To make a quick gateway „lolos dengan cepat‟ (atributif)
That runner is quick „pelari itu cepat‟ (predikatif)
He runs very quick „dia berlari sangat cepat‟
Saat berfungsi sebagai kata keterangan, kata quick dapat membentuk
infinitive (bentuk to-) yang diwujudkan dalam kata: to-quick freeze (membekukan
cepat-cepat). Pada dasarnya kata quick merupakan adverbs yang terbentuk dari
adjective dengan penambahan akhiran –ly. Penambahan akhiran –ly membentuk
kata quickly tanpa merubah kelas katanya sebagai kata keterangan. Quickly berarti
“dengan cepat”.
10) Fridge „kulkas‟
Kata fridge merupakan kata benda (noun) kongkret. Fridge masuk
kategori common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf
kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Karena memiliki
bentuk jamak (fridge-fridges) jadi kata fridge merupakan kata benda yang dapat
dihitung, dan masuk kategori count nouns.
83
13) Sky „langit‟
Kata sky berarti „langit‟. Kata ini merupakan kata benda kongkret yang
tidak dapat dihitung jumlahnya, sama halnya dengan kata water, tea atau kata
bread. Dengan demikian kata sky masuk kategori noncount nouns. Dalam
penulisannya, kata ini tidak menggunakan huruf kapital, kecuali saat kata ini
terletak pada bagian awal dari kalimat. Berdasarkan hal tersebut, kata sky
dikategorikan ke dalam common nouns.
14) River „sungai‟
Kata river memiliki bentuk jamak rivers. Dalam penulisannya juga tidak
menggunakan huruf kapital kecuali saat berada di bagian awal suatu kalimat.
Dengan demikian kata river masuk kategori common nouns dan count nouns. Kata
river yang berarti „sungai‟ ini juga merupakan kata benda kongkret.
15) Female „wanita‟
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kata female dapat masuk ke
dalam kelas kata sifat. Kata female dalam kelas kata sifat dapat masuk ke dalam
kategori descriptive adjective yang mana adalah tipe adjective yang paling umum.
Contoh: “female companion”
Kata female dapat berfungsi sebagai atributif dan sebagai predikatif. Saat
berfungsi sebagai atributif, kata female dapat dilihat dalam kalimat That is a
female worker yang mana kata sifat female terletak antara determiner a dan kata
benda worker. Saat berfungsi sebagai predikatif, kata female dapat dilihat pada
kalimat That worker is a female. Dalam kalimat tersebut kata female berfungsi
84
sebagai komplemen subjek atau sebagai komplemen objek. Kata female tidak
dapat diberi premodifier very dan tidak dapat mengambil bentuk komparatif dan
superlatif baik secara infeksi maupun secara perifrastik.
16) Hares „kelinci‟
Kata hares merupakan kata benda (noun) tepatnya masuk kategori
common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Kata hares dikategorikan ke
dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf
kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Hares merupakan
bentuk jamak dari kata hare, dengan kata lain kata tesebut memiliki bentuk
tunggal dan jamak yang membuktikan bahwa kata hares merupakan kata benda
yang dapat dihitung.
17) Leg „kaki‟
Kata leg merupakan kata benda kongkret yang masuk kategori common
nouns. Bila mendengar kata leg maka yang muncul dalam benak kita adalah kaki,
baik kaki manusia maupun kaki binatang. Normalnya manusia memiliki dua kaki
dan binatang memiliki empat kaki. Dengan pengetahuan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa kata leg dapat dihitung, maka dapat dikategorikan sebagai
kata benda count nouns.
18) Rock „batu‟
Sama halnya dengan kata leg, kata rock merupakan kata benda kongkret
yang dapat dihitung (count nouns). Karena dalam penulisannya tidak harus
diawali huruf kapital (kecuali saat terletak di bagian awal kalimat), maka kata
rock dapat dikategorikan sebagai common nouns.
85
19) Fast „cepat‟
Kata fast merupakan kata sifat (adjective) yang sering ditujukan sebagai
sebuah kata yang menjelaskan atau memberikan informasi lebih tentang noun.
Kata fast dapat berfungsi sebagai atributif (yang terletak di antara determiner dan
nomina), dapat berfungsi sebagai predikatif (sebagai komplemen subjek atau
sebagai komplemen objek), dapat diberi premodifier very, dan dapat mengambil
bentuk komparatif, superlatif secara infeksi.
A fast car (atributif)
That car is fast (predikatif)
That car is very fast (premodifier very)
Fast-faster-fastest (bentuk komparatif dan superlatif secara infleksi)
20). Male „laki-laki‟
Kata male memiliki kemiripan dengan kata female baik dari segi kelas kata
dan fungsi. Kata male merupakan kata sifat yang dapat berfungsi sebagai atributif
dan sebagai predikatif. Saat berfungsi sebagai atributif, kata male dapat dilihat
pada frasa a male dog. Pada contoh tersebut kata male diapit oleh determiner a
dan kata benda dog. Saat berfungsi sebagai predikatif, kata male dapat dilihat
pada kalimat The dancer is a male. Pada contoh tersebut kata male berfungsi
sebagai komplemen subjek.
21) Refrigerator „kulkas‟
Kata refrigerator merupakan kata benda kongkret yang dapat dihitung.
Bentuk jamaknya adalah refrigerators. Karena kata ini tidak menggunakan huruf
kapital pada penulisannya (kecuali terletak di awal kalimat), maka kata
refrigerator masuk kategori common nouns.
86
22) Rooster „ayam jantan‟
Kata rooster yang memiliki arti „ayam jantan‟ merupakan kata benda
(noun) tepatnya masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count
nouns). Bukti bahwa kata rooster merupakan kata benda yang dapat dihitung
adalah dengan adanya bentuk jamaknya. Bentuk jamak dari kata ini adalah
roosters. Kata rooster juga merupakan kata benda yang kongkret atau tidak
abstrak.
4.1.2.2 Kelas Kata
Sebagian siswa belum memahami kelas kata yang ada, terutama mengenai
Noun (kata benda), Verb (kata kerja), Adjective (kata sifat) dan Preposition (kata
depan).
a. Kata Benda
Kata benda yang ada berupa nama binatang, makanan, atau benda, seperti
berikut.
eye
butter
cock
rock
ship
sky
watch
mouth
„mata‟
„mentega‟
„ayam jantan‟
„batu‟
„kapal‟
„langit‟
„jam tangan‟
„mulut‟
cat
„kucing‟
desk „meja‟
hares „kelinci‟
rooster „ayam jantan‟
bread „roti‟
river „sungai‟
monkey „monyet‟
bread „roti‟
cow
leg
male
fridge
apple
glasses
„sapi‟
„kaki‟
„pria‟
„lemari es‟
„apel‟
„gelas‟
Dari daftar kosakata diatas, terlihat bahwa terdapat beberapa kata yang
kembali muncul dalam pembahasan ini. Bila diteliti lebih lanjut, maka kosakata
87
yang belum pernah muncul dalam pembahasan sebelumnya dapat dijabarkan
sebagai berikut.
1) Eye „mata‟
Kata eye masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count
nouns). Kata eye dikategorikan ke dalam common nouns karena pada
penulisannya tidak diawali dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak
pada awal kalimat. Kata ini juga merupakan kata benda kongkret yang dapat
dihitung, jadi masuk kategori count nouns. Bukti bahwa kata eye dapat dihitung
adalah dengan adanya bentuk jamak: “eyes”.
2) Cat „kucing‟
Sama halnya dengan kata eye, kata cat merupakan kata benda (noun) yang
masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Cat merupakan
kata benda kongkret dengan bentuk jamak cats.
3) Butter „mentega‟
Kata butter merupakan kata benda (noun) tepatnya masuk kategori
common nouns dan tidak dapat dihitung (noncount nouns). Kata butter
dikategorikan ke dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali
dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Kata
butter juga merupakan kata benda yang tidak dapat dihitung sama halnya dengan
kata water jadi masuk kategori noncount nouns.
4) Desk „meja‟
Kata desk memiliki arti „meja‟. Seperti yang telah kita ketahui, meja
merupakan bahan yang biasanya terbuat dari kayu yang digunakan untuk alas
88
menulis ataupun tempat untuk belajar. Secara bentuk meja dapat dikatakan
memiliki satuan. Kata benda ini adalah kata benda nyata atau kongkret. Oleh
karena meja adalah benda yang dapat dihitung maka kata desk masuk kategori
count nouns.
5) Cow „sapi‟
Kata cow merupakan kata benda (noun) kongkret yang secara nyata dapat
kita lihat dan hitung. Dengan adanya landasan pemikiran diatas maka data
disimpulkan bahwa kata cow merupakan kata benda common nouns tepatnya
count nouns (benda yang dapat dihitung). Dari segi penulisannya, kata cow tidak
menggunakan huruf kapital, terkecuali saat kata tersebut terletak di awal kalimat.
Bentuk jamak dari kata cow adalah cows.
6) Cock „ayam jantan‟
Kata cock atau ayam jantan sering kita dengar dalam kehidupan seharihari. Saat memikirkan kata ini, hal yang terlintas di benak kita adalah telur,
daging, ayam goring, beras, bulu, putih, dan lain-lain. Hal tersebut dapat
berkembang menjadi lebih banyak lagi kosakata yang diketahui siswa dengan
mengaitkannya pada kata cock. Kata cock dapat masuk ke common nouns dan
count nouns.
7) Ship „kapal‟
Kata ship merupakan kata benda yang dapat dihitung, tebukti dengan
adanya bentuk jamaknya yaitu ships. Dengan demikian kata ship dapat
dikategorikan count nouns. Dalam penulisannya, kata ship dapat memakai huruf
89
kapital tapi hanya saat berada di awal kalimat. Kata ini merupakan kata benda
yang kongkret.
8) Watch „jam tangan‟
Kata watch merupakan kata benda (noun) tepatnya masuk kategori
common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Kata watch dikategorikan ke
dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf
kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Kata watch juga
merupakan kata benda yang dapat dihitung, jadi masuk kategori count nouns.
9) Monkey „monyet‟
Dalam kosakata yang ada, terdapat lebih banyak kata benda dari pada
kelas kata yang lainnya seperti halnya kata monkey yang berarti „monyet‟ ini. Kata
monkey merupakan kata benda kongkret yang masuk kategori common nouns
yang dapat dihitung (count nouns). Dalam penulisannya, kata monkey ditulis
dengan menggunakan huruf kapital di huruf paling awal, bila kata tersebut terletak
diawal kalimat. Bila kata monkey terletak di tengah-tengah atau akhir kalimat,
maka penulisannya tidak memakai huruf kapital.
10) Mouth „mulut‟
Sama halnya dengan kata monkey, kata mouth merupakan kata benda
kongkret yang hanya menggunakan huruf kapital bila berada di awal penulisan
dalam suatu kalimat. Oleh sebab itu kata ini merupakan kata benda common
nouns. Kata mouth memiliki bentuk jamak mouths dan karenanya kata ini dapat
disebut dengan count nouns.
90
11) Apple „apel‟
Kata apple merupakan kata benda kongkret yang dapat dihitung count
nouns. Kata ini dikategorikan sebagai common nouns yang memiliki.bentuk
jamak. Bentuk jamak dari kata ini mungkin saja sudah tidak asing lagi bagi kita
semua yaitu apples. Dengan adanya bentuk jamak dari apple yaitu apples, maka
menjadi sebuah bukti bahwa kata apple
merupakan kata benda yang bisa
dihitung.
b. Kata Kerja
Kata kerja yang ada tidak sebanyak kata benda. Kata kerja yang ada
adalah:
walking
swimming
running
drinking
laughing
jumping
„berjalan‟
„berenang‟
„berjalan‟
„minum‟
„tertawa‟
„melompat‟
Adapun penjelasan lebih lanjutnya akan dijabarkan sebagai berikut:
1) Walking „berjalan‟
Kata walking berasal dari kata walk. Kata walk adalah sebuah kata yang
menunjukkan aksi atau tindakan berjalan. Kelas kata verb memang dapat
membuat suatu bentuk –ing, atau infinitive (bentuk to-):
to swim/swimming
to be/being
to read/reading
to take/taking
Selain dapat membuat suatu bentuk –ing, atau infinitive, kata kerja walk
juga dapat diberi akhiran –s/es, atau akhiran –ed yang biasa disebut leksem. Kata
walk dapat diberi akhiran –s/es bila kata kerja tersebut digunakan dengan pronoun
91
he, she, it, atau nama orang (orang ketiga tunggal) atau saat berada dalam present
/ menerangkan tentang simple present tense.
Contoh:
He walks in the park
She washes the cups.
Kata walk diberi akhiran –ed saat kata tersebut berada dalam kejadian
lampau (past event)
Contoh:
He decided to go home
She walked to school yesterday
Kata ini juga dikategorikan ke dalam lexical verbs (dapat dikatakan
“dictionary verbs”) adalah kata kerja yang mempunyai arti.
Contoh lainnya
adalah kata run, jump, sit, dan stand.
2) Swimming „berenang‟
Tidak jauh berbeda dengan kata walking, kata swimming juga adalah
sebuah kata kerja yang menunjukkan aksi atau tindakan berenang. Kata swimming
berasal dari kata swim yang berarti berenang. Kata ini juga terbentuk karena
adanya penambahan bentuk –ing diakhir kata. Kata swimming dapat dikategorikan
ke dalam lexical verb (kata kerja yang mempunyai arti walaupun dengan berdiri
sendiri).
Contoh:
She
is
Pronoun
aux (to be)
Dia sedang berenang
swimming
sedang berenang
Sedikit berbeda dengan kata walk, kata swim juga dapat diberi akhiran –
s/es, namun tidak dapat diberi akhiran –ed. Kata swim dapat diberi akhiran –s/es
92
bila kata kerja tersebut digunakan dengan pronoun he, she, it, atau nama orang
(orang ketiga tunggal) atau dalam simple present tense.
Contoh:
He swims in the pool
Tina swims everyday
3) Running „berjalan‟
Kata running juga adalah sebuah kata kerja yang menunjukkan aksi atau
tindakan berlari. Kata running berasal dari kata run yang berarti berlari. Kata ini
juga terbentuk karena adanya penambahan bentuk –ing diakhir kata. Kata running
dapat dikategorikan ke dalam lexical verb (kata kerja yang mempunyai arti
walaupun dengan berdiri sendiri).
Contoh:
She
is
Pronoun
aux (to be)
Dia sedang berlari
running
sedang berlari
Kata kerja walk juga dapat diberi akhiran –s/es, namun tidak dapat
ditambah akhiran –ed. Sama halnya dengan kata swim, kata run dapat diberi
akhiran –s/es bila kata kerja tersebut digunakan dengan pronoun he, she, it, atau
nama orang (orang ketiga tunggal)
Contoh:
He runs in the park.
4) Drinking „minum‟
Kata drinking juga adalah sebuah kata kerja yang menunjukkan aksi atau
tindakan berenang. Kata drinking berasal dari kata drink yang berarti minum. Kata
ini juga terbentuk karena adanya penambahan bentuk –ing diakhir kata. Kata
drinking dapat dikategorikan ke dalam lexical verb (kata kerja yang mempunyai
arti walaupun dengan berdiri sendiri).
93
Contoh:
She
is
Pronoun
aux (to be)
Dia sedang minum
drinking
sedang minum
Kata drink dapat ditambah dengan akhiran –e/es namun tidak dapat
ditambah akhiran –ed
Contoh:
He drinks water
5) Laughing „tertawa‟
Kata laughing berasal dari kata laugh yang berarti tertawa. Kata ini juga
terbentuk karena adanya penambahan bentuk –ing diakhir kata. Kata laughing
dapat dikategorikan ke dalam lexical verb (kata kerja yang mempunyai arti
walaupun dengan berdiri sendiri).
Contoh: He
is
Pronoun
aux (to be)
Dia sedang tertawa
laughing
sedang tertawa
Kata laugh dapat diberi akhiran –s/es dan akhiran –ed.
Contoh:
He laughs in the bathroom.
He laughed like crazy yesterday.
6) Jumping „melompat‟
Kata swimming berasal dari kata swim yang berarti berenang. Kata ini juga
terbentuk karena adanya penambahan bentuk –ing diakhir kata. Kata swimming
dapat dikategorikan ke dalam lexical verb (kata kerja yang mempunyai arti
walaupun dengan berdiri sendiri).
Contoh:
He
is
Pronoun
aux (to be)
Dia sedang melompat
jumping
sedang melompat
94
Sama halnya dengan kata walk, kata jump juga dapat diberi akhiran s/es
dan akhiran –ed
Contoh:
Tina jumps in her bedroom everyday
Rani jumped into the floor and broke the vas yesterday.
c. Kata Sifat.
Adjective (kata sifat) yang ada berupa kata:
fast
fat
quick
good
big
old
„cepat‟
„gemuk‟
„cepat‟
„bagus‟
„besar‟
„tua‟
light
long
tall
heavy
new
„ringan‟
„panjang‟
„tinggi‟
„berat‟
„baru‟
Dari hasil tes awal yang ada, pengetahuan siswa tentang adjective (kata
sifat) masih belum begitu baik, karena terdapat banyak kesalahan maupun
jawaban yang dikosongkan.
Penjabaran lebih lanjut mengenai kosakata diatas, akan dijelaskan sebagai
berikut:
1) Fast „cepat‟
Kata fast merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori
descriptive adjective (tipe adjective yang paling umum). Beberapa dari tipe ini
terbentuk dari anggota kelas kata lain yang diikuti oleh akhiran. (reason →
reasonable, wonder → wonderful).
Kata ini juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif, dapat diberi
premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara
infeksi.
95
Contoh:
a fast car (atributif)
The car is fast (predikatif)
The car is very fast
fast-faster-fastest
2) Light „ringan‟
Sama halnya dengan kata fast kata light merupakan kata sifat (adjective)
yang masuk kedalam kategori descriptive adjective.
Contoh:
light as a feather „ringan seperti bulu ayam‟
Kata light juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi
premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara
infeksi.
Contoh:
a light box (atributif)
The box is light (predikatif)
The box is very light
Light-lighter-lightest
3) Fat „gemuk‟
Kata fat dapat masuk ke dalam kelas kata sifat dan kelas kata benda. Saat
masuk ke dalam kelas kata benda, kata fat dapat terlihat pada kalimat: there is too
much fat on this meat (daging ini terlalu banyak mengandung gemuk). Saat
dikategorikan sebagai kata sifat, kata fat dapat terlihat pada kalimat: she is too fat
(Ia terlalu gemuk). Kata fat disini merupakan kata sifat (adjective) yang masuk
kedalam kategori descriptive adjective atau tipe adjective yang paling umum.
Kata light juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi
premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara
infeksi.
96
Contoh:
a fat boy (atributif)
The boy is fat (predikatif)
The boy is very fat
fat-fatter-fatest
4) Long „panjang‟
Kata long merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori
descriptive adjective yang mana merupakan tipe adjective yang paling umum.
Contoh: Three feet long „tiga kaki panjang‟
To make a long story short „untuk memperpendek cerita yang panjang‟
Sama halnya dengan kata fat, kata long juga dapat berfungsi sebagai
atributif, predikatif dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil bentuk
komparatif, superlatif secara infeksi.
Contoh:
a long pencil (atributif)
The pencil is long (predikatif)
The pencil is very long
long-longer-longest
5) Quick „cepat‟
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kata quick dapat masuk ke
dalam dua kelas kata; kata sifat dan kata keterangan. Saat berfungsi sebagai kata
sifat, kata quick masuk kedalam kategori descriptive adjective. Kata quick
merupakan kata sifat (descriptive adjective) karena mampu menjelaskan atau
memberikan informasi lebih tentang noun atau pronoun.
Contoh: To make a quick gateway „lolos dengan cepat‟
Kata quick dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif, dapat diberi
premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif.
97
Contoh: To make a quick gateway „lolos dengan cepat‟ (atributif)
That runner is quick „pelari itu cepat‟ (predikatif)
He runs very quick „dia berlari sangat cepat‟
Saat berfungsi sebagai kata keterangan, kata quick dapat membentuk
infinitive (bentuk to-) yang diwujudkan dalam kata: to-quick freeze (membekukan
cepat-cepat). Pada dasarnya kata quick merupakan adverbs yang terbentuk dari
adjective dengan penambahan akhiran –ly. Penambahan akhiran –ly membentuk
kata quickly tanpa merubah kelas katanya sebagai kata keterangan. Quickly berarti
“dengan cepat”.
6) Tall „tinggi‟
Kata tall merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori
descriptive adjective.
Contoh: How
tall
Bagaimana tinggi
Berapa tingginya?
He
Pronoun (dia-laki-laki)
Tingginya enam kaki
is
aux (tobe)
she?
pronoun (dia-perempuan)
stands
berdiri
six
feet
enam kaki
tall
tinggi
Kata tall juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi
premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara
infeksi.
Contoh:
a tall girl(atributif)
The girl is tall (predikatif)
The girl is very tall
tall-taller-tallest
98
7) Good „bagus‟
Kata good merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori
descriptive adjective atau tipe adjective yang paling umum.
Contoh: good grades „angka-angka baik‟
He
did
me
a
Pronoun
verb saya sebuah
Dia berbuat baik kepada saya
good turn
bagus perubahan
How
good of
you
to
come
Bagaimana bagus dari kamu untuk datang
Sungguh bagus kamu untuk datang berkunjung
Kata good juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi
premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara
infeksi.
Contoh:
a good student (atributif)
The student is good (predikatif)
The student is very good
good-better-best
8) Heavy „berat‟
Sama halnya dengan kata-kata yang telah diuraikan diatasa, kata heavy
juga merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori descriptive
adjective.
Contoh: heavy bomber „pembom berat‟
heavy burden „beban yang berat‟
heavy cold „pilek yang berat‟
Kata light juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi
premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara
infeksi.
99
Contoh:
a heavy box (atributif)
The box is heavy (predikatif)
The box is very heavy
heavy-heavier-heaviest
9) Big „besar‟
Kata big merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori
descriptive adjective.
Contoh: a big house „sebuah rumah besar‟
a big celebrity „seorang tokoh yang besar‟
you are a big girl now „kamu sudah gadis dewasa sekarang‟
Kata big juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi
premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara
infeksi.
Contoh:
a big cat (atributif)
The cat is big (predikatif)
The cat is very big
big-bigger-biggest
10) New „baru‟
Kata new merupakan kata sifat (adjective) yang juga masuk kedalam
kategori descriptive adjective.
Contoh: new pen „pulpen baru‟
new clothes „pakaian baru‟
Kata new juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi
premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara
infeksi.
Contoh:
a new pen (atributif)
100
The pen is new (predikatif)
The pen is very new
new-newer-newest
11) Old „tua‟
Kata old juga merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam
kategori descriptive adjective.
Contoh: old clothes „pakaian tua‟
old age „hari tua‟
to grow old „menjadi tua‟
Kata old juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi
premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara
infeksi.
Contoh:
an old man (atributif)
The man is old (predikatif)
The man is very old
old-older-oldest
d. Kata Depan
Preposition (kata depan) yang ada pada tes awal siswa hanya terdiri atas
kata on, in dan under. Dari tiga preposition (kata depan) yang ada, yang mampu
dikuasai oleh siswa pada tes awalnya yaitu kata in dan under. Dari ketiga
preposition diatas, kesemuanya adalah merupakan kata depan yang menunjukkan
keterangan tempat.
Dalam penelitian yang dilakukanterdapat beberapa anak yang mampu
menjawab benar mengenai soal pilihan jawaban saat terdengar kalimat “The dog
101
is in the car” atau “The cat is under the table”, namun masih lumayan banyak
siswa yang belum menguasai mengenai preposition (kata depan).
4.1.3 Penerapan Tes Awal Penguasaan Kosakata
Tes awal dilaksanakan pada tiap siswa yang belum belajar, atau tepatnya
sebelum siswa mendapatkan pembelajaran dengan metode audiolingual. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman bahasa Inggris
mereka terutama dalam hal penguasaan kosakatanya.
Tes awal yang diberikan berupa pilihan ganda, uraian singkat, dan
menjodohkan yang seluruhnya terdiri atas delapan sesi. Sesi yang pertama
merupakan tes penguasaan kosakata dengan mencari arti dalam bahasa Indonesia
dari beberapa kosakata bahasa Inggris. Sesi ini berjumlah 10 soal pilihan ganda.
Sesi yang kedua berupa pilihan ganda yang mengharuskan siswa untuk mencari
lawan kata dari kata dalam bahasa Inggris yang telah ditentukan. Soal pada sesi
kedua ini berjumlah10 soal.
Sesi ketiga merupakan pilihan ganda yang menuntut siswa untuk mampu
menjawab dengan benar setiap pertanyaan dengan mendengarkan intruksi dari CD
dan memilih jawaban yang paling tepat. Sesi ini juga berjumlah 10 soal. Sesi yang
keempat masih berhubungan dengan CD. Dari kesepuluh soal yang ada, empat
soal membahas tentang kata benda, dua soal membahas tentang frasa, dan sisanya
membahas tentang kalimat lengkap yang terdiri atas subjek, predikat dan objek.
Sesi kelima adalah soal menerjemahkan kata-kata dari bahasa Indonesia menjadi
bahasa Inggris. Di sesi ini, akan diteliti mengenai kemampuan siswa dalam
102
pembendaharaan katanya, di bagian mana kesulitan yang ada dan bagaimana cara
siswa menjawabnya.
Sama halnya dengan soal sesi kelima, sesi keenam juga merupakan soal
menerjemahkan, tetapi kali ini bahasa targetnya adalah bahasa Indonesia. Siswa
diberikan
sepuluh
soal
dalam
bahasa
Inggris
dan
diwajibkan
untuk
menerjemahkannya ke bahasa Indonesia. Sesi berikutnya mencari sinonim atau
persamaan kata dengan cara menjodohkan. Siswa diharuskan untuk menarik garis
dan mencocokannya dengan bagian kanan. Apabila siswa mengerti dengan makna
kata yang dimaksud, siswa akan mampu untuk mencari persamaan katanya.
Jumlah soal pada sesi ke tujuh ini adalah sepuluh soal.
Sesi yang terakhir menentukan kelas kata. Sesi pertanyaan berikut ini
dapat dikategorikan cukup sulit karena diasumsikan banyak siswa yang belum
begitu paham saat mempelajarinya, tetapi sesi pertanyaan terakhir ini
dimaksudkan untuk memberikan uji coba untuk mengetahui hasil nyata dari
kemampuan setiap siswa dalam hal kelas kata. Jumlah soal yang disediakan
adalah sepuluh soal dengan ketentuan siswa harus mengisi pada tempat yang telah
disediakan apakah kata dalam bahasa Inggris tersebut tergolong dalam kelas kata
benda (noun), kata sifat (adjective), kata kerja (verb) atau kata depan
(preposition). Dari sepuluh soal yang ada, empat soal adalah kata sifat, satu kata
benda, tiga kata kerja dan dua kata depan. Total soal secara keseluruhan adalah 80
soal. Tes yang digunakan dalam tes awal, tes akhir siklus I dan tes akhir siklus II
adalah sama.
103
Dari hasil keseluruhan yang didapat pada tes awal terlihat nilai yang
bervariasi. Untuk lebih jelasnya, berikut akan ditampilkan daftar nilai tes awal
dari 20 siswa.
1. Tabel hasil Data
No
Nilai Benar
Total
Sesi
Sesi
Sesi
Sesi
Sesi
Sesi
Sesi
Sesi
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
1
6
5
7
6
6
6
4
2
42
2
7
5
8
7
5
5
3
3
43
3
7
6
7
7
6
6
5
3
47
4
6
5
6
7
6
6
4
1
41
5
6
5
7
7
5
6
4
3
43
6
5
4
6
7
4
4
3
0
33
7
7
5
7
6
5
5
4
2
41
8
7
6
7
7
6
5
4
3
35
9
8
5
7
7
5
4
4
2
42
10
7
6
8
7
6
4
4
2
44
11
6
5
7
7
4
5
3
0
37
12
7
6
7
8
6
6
5
3
48
13
8
6
7
7
5
5
4
3
45
14
6
6
6
6
6
5
4
3
42
15
4
3
6
7
3
4
1
0
28
104
16
6
6
7
7
5
5
4
1
41
17
7
6
7
7
5
6
4
1
43
18
6
6
7
7
6
6
5
3
46
19
6
4
7
7
5
7
4
2
42
20
6
5
6
6
6
6
5
3
43
Dari 80 soal yang tersedia, nilai yang terendah adalah 28 dan nilai yang
tertinggi adalah 48. Apabila dicari nilai tiap siswanya, akan ditemukan nilai dalam
persentase dengan menggunakan rumus penghitungan Hamalik (2001:120)
Criterion Referenced Evaluation yang dirumuskan sebagai berikut:
X = Jumlah jawaban yang benar x 100%
Jumlah pertanyaan
Adapun daftar nilai tiap siswa pada tes awal akan ditampilkan pada tabel berikut.
2. Tabel Daftar Nilai Tiap Siswa pada Tes Awal
No
Total
Jawaban
yg
Benar
No
Total
Jawaban
yg
Benar
42
Nilai
Tiap
Siswa
Dalam
%
51,25%
11
37
Nilai
Tiap
Siswa
Dalam
%
46,25%
1
2
43
53,75%
12
48
60%
3
47
58,75%
13
45
56,25%
4
41
51,25%
14
42
51,25%
5
43
53,75%
15
28
35%
6
33
41,25%
16
41
51,25%
105
7
41
51,25%
17
43
53,75%
8
45
56,25%
18
46
57,5%
9
42
51,25%
19
42
51,25%
10
44
55%
20
43
53,75%
Jumlah Total Nilai Siswa
1040% =
10,40
Dari data yang telah dijabarkan di atas, akan dapat dihitung nilai rata-rata
siswa pada tes awal yang akan menggunakan rumus :
X= Total skor siswa x 100%
Jumlah siswa
X=
x 100% = 52%
Dari pengamatan hasil tes awal yang dilakukan sebelum siswa belajar
dengan menggunakan metode audiolingual, didapatkan data dengan nilai rata-rata
sebesar 52%. Dari delapan sesi yang ada, siswa menemui banyak kesulitan dalam
sesi kedua yaitu untuk mencari lawan kata dari kata dalam bahasa Inggris yang
ditentukan, sedangkan rata-rata siswa mendapatkan nilai yang baik pada sesi ke
empat, yakni dalam pengerjaannya, menggunakan media CD, dan terdapat pilihan
gambar untuk dipilih sesuai dengan kata yang disebutkan di CD. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa lebih mampu menjawab soal-soal dalam bahasa
Inggris dengan adanya bantuan ilustrasi atau gambar. Apabiila dilihat dari kriteria
106
kemampuan siswa, nilai rata-rata tes awal ini adalah masuk ke dalam kategori
tidak cukup (insufficient).
4.2 Peningkatan Penguasaan Kosakata Siswa dengan Adanya Penerapan
Metode Audiolingual.
4.2.1 Penerapan PTK dalam Peningkatan Kosakata Siswa
Seperti yang telah diketahui, penerapan PTK pada penelitian kali ini,
terdiri atas dua siklus. Setiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan,
observasi atau evaluasi dan refleksi. Berikut akan dipaparkan mengenai bagianbagian dari siklus I dan siklus II.
4.2.1.1 Siklus I
Siklus I yang dilakukan setelah adanya pengamatan awal dari tes yang
dilakukan, terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Dalam
pelaksanaan, nantinya akan dijelaskan mengenai jalannya proses pembelajaran
dengan
menggunakan
metode
audiolingual
dan
memaparkan
mengenai
pengaplikasian dari teori yang digunakan. Dalam observasi yang dilakukan,
nantinya akan dijelaskan pula mengenai tes akhir siklus I dengan menyuguhkan
beberapa tabel nilai beserta penjelasannya.
a. Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan pada siklus I ini diawali dengan penyusunan
materi yang digunakan dalam tindakan kelas termasuk mempersiapkan buku
catatan siswa sebagai buku penilaian selama proses belajar mengajar berlangsung.
Selain itu, buku CD pedoman yang akan digunakan sebagai sarana belajar utama
107
juga dipersiapkan beserta dengan CD player-nya. Dalam hal perencanaan ini juga
dilakukan pengembangan skenario pembelajaran dan menyiapkan lembar kerja
siswa. Mengembangkan format penilaian dan format observasi pembelajaran juga
dilakukan dalam perencanaan siklus I ini.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan belajar mengajar dilakukan dengan diawali dengan salam
pembuka/greetings. Siswa diberikan penjelasan awal mengenai alur kelas, cara
belajar termasuk cara mengoperasikan CD yang berkaitan langsung dengan buku
CD, dan prosedur belajar atau kriteria kelulusan. Setelah itu siswa diberikan
materi pelajaran yang sudah ditetapkan untuk dikerjakan saat itu. Adapun materi
yang diberikan adalah pengetahuan tentang kosakata yang sederhana terlebih
dulu. Kata benda adalah kosakata yang diutamakan pada awal pembelajaran ini.
Setiap kali siswa akan mengakhiri pembelajaran saat itu, dilakukan pengamatan
atau penilaian sederhana. Penilaian tersebut dilakukan dengan cara interaksi dua
arah secara langsung, atau yang sering disebut feedback. Proses ini terus
dilakukan secara berulang pada setiap pertemuan yang ada. Pelaksanaan siklus II
ini dilakukan selama kurang lebih satu bulan.
Pelaksanaan proses pembelajaran yang berlangsung saat itu, setelah diteliti
ternyata sebagian besar sudah menggunakan cara umum dalam pembelajaran
kosakata seperti teori yang dikemukakan oleh David Singleton (2008) Adapun
penjabarannya sebagai berikut.
a. Menghubungkan antara bahasa kedua (bahasa Inggris) dengan bahasa pertama
(bahasa Indonesia).
108
Strategi ini digunakan di kelas pada saat para pengajar melakukan
interaksi pada siswa untuk mengecek pemahaman siswa tentang arti kata dari
bahasa Inggris. Misal para pengajar menjelaskan mengenai ”kepemilikan” (my,
your). Cara mereka mengajarkannya yaitu dengan membandingkan ke bahasa 1
(bahasa Indonesia). Dalam bahasa Indonesia my sama halnya dengan ”milik
saya/milikku/punyaku” sedangkan dalam bahasa Inggris, hanya terdapat kata
my. Kata my pencil bisa dimaksudkan dengan ”pensil milik saya/pensil
milikku/pensil punyaku”. Begitu pula dengan kata your. Dalam bahasa Inggris
hanya terdapat kata your (didepan objek), sedangkan dalam bahasa Indonesia
dapat berupa ”milik kamu/milikmu/punyamu” Kata your pencil dapat
dimaksudkan menjadi ”pensil milik kamu/pensil milikku/pensil punyaku”.
b. Mendefinisikan arti.
Dari banyaknya cara dalam mendefinisikan arti seperti sinonim, antonim,
definisi analitik, definisi taksonomi, memberikan superordinat, definisi gramatikal
dan yang lainnya, para pengajar di Kumon EFL lebih cenderung mendefinisikan
arti dengan memberikan persamaan dari suatu kata/sinonim, definisi taksonomi,
lawan kata/antonim dan definisi penuh. Seperti misalnya saat siswa menanyakan
arti kata pretty yang dirasa masih asing, maka para pengajar akan memberikan
persamaan katanya yang akan lebih lumrah untuk siswa yaitu beautiful atau bila
menjelaskan mengenai kata summer maka pengajar akan memberikan definisi
taksonomi “summer is a session/wheather that make us feel warm/hot”. Definisi
antonim juga dilakukan dalam pelaksanaannya, seperti misalnya bila siswa belum
mengerti dengan maksud kata “short” maka pengajar akan memberikan
109
pemahaman dengan mengatakan short adalah lawan kata dari panjang, jadi siswa
akan lebih cepat mengerti bila kata “short” adalah pendek.
c. Menghubungkan secara langsung antara arti kata dengan benda atau peristiwa.
Untuk poin berikut, sangatlah jelas terlihat pada metode yang diterapkan di
Kumon. Dikatakan demikian karena pada pembelajaran Kumon, siswa diberikan
suatu kata dalam sebuah buku maupun dalam suatu lembar kerja yang lengkap
dengan gambarnya. Hal tersebut disebabkan karena dengan adanya gambar, siswa
akan lebih cepat menangkap maksud dan menjadi lebih cepat mengerti definisi
suatu kata. Selain itu, dengan adanya gambar, siswa akan mengingatnya lebih
lama.
d. Latihan Oral (oral drill)
Poin ini juga sangat jelas terlihat pada metode audiolingual yang
diterapkan di Kumon. Kumon memberikan CD yang harus didengarkan oleh
siswa yang penuturnya merupakan orang asing, dan mewajibkan siswa untuk
menirukan pelafalan kata dari pembicara di CD. Siswa harus menirukannya
dengan suara lantang (read aloud). Dengan adanya latihan oral ini, maka siswa
akan lebih cepat menguasai pelafalan kata dan cepat mengingat baik dari segi arti
maupun cara melafalkannya.
e. Mendorong siswa untuk mencoba dan melafalkan kata.
Poin yang terakhir yang diterapkan pada metode audiolingual di Kumon
adalah mendorong siswa untuk mencoba melafalkan kata. Dalam setiap lembar
kerja yang diberikan pada siswa, Kumon memberikan catatan khusus (note), yaitu
siswa harus membaca nyaring/lantang (read aloud). Para pengajar juga akan
110
selalu mengawasi dan mengingatkan siswa untuk melafalkan kata dengan
membaca nyaring.
Selain teori diatas, Kumon juga menerapkan teori verbal behavior dari
Skinner (1997) Adapun pokok-pokok pembahasan yang melandasi metode
audiolingual menurut Skinner, 1957 adalah sebagai berikut.
a. Belajar bahasa asing itu adalah proses mekanis pembentukan kebiasaan,
jadi merupakan pemupukan deretan kebiasaan (North East Conference,
1961:44)
Hal ini diwujudkan dengan adanya kebiasaan membuat PR setiap hari
yang dianjurkan oleh pengajar untuk siswa-siswanya. Dengan adanya
kebiasaan membuat PR setiap hari maka siswa akan terbiasa dengan
latihan-latihan soal dan menjadi lebih terlatih.
b. Cara paling baik untuk membentuk kebiasaan-kebiasaan adalah: beberapa
bulan yang menggunakan pola latihan serius dan mekanik stimulusrespons (Politzer, 1965:17)
Pola yang dimaksud adalah sama halnya dengan pola belajar setiap hari
tanpa menumpuk PR yang diberikan dan mengumpulkannya tepat waktu.
Mekanik stimulus-respon dapat disimbolkan dengan hubungan antara PR
dengan kebiasaan berlatih setiap hari. Bila siswa diberi PR (stimulus)
maka siswa akan terbiasa mengerjakannya dan terlatih (respon).
c. Kebiasaan-kebiasaan itu diperkuat oleh “reinforcement” dan oleh karena
itu sangat penting bahwa siswa berbicara dalam bahasa asing sesering
mungkin daripada hanya mendengarkannya (Rivers, 1968 : 53)
111
Dalam hal ini dipaparkan bahwa dengan adanya peraturan untuk read
aloud saat siswa selesai mendengarkan Cd maka siswa telah diberikan
“reinforcement”. Dengan siswa read aloud apa yang dibaca, secara
langsung siswa akan berlatih berbicara bahasa Inggris dengan pelafalan
yang baik dan tidak hanya mendengarkannya saja dari Cd melainkan juga
dari suaranya sendiri.
d. Kebiasaan bahasa asing yang dapat dipupuk secara paling efisien dengan
memberikan jawaban-jawaban yang tepat dan tidak membuat kesalahankesalahan. Oleh karena itu pada tiap latihan harus diikuti jawaban yang
benar sebagai koreksi, sebagai feed back.
Di Kumon terdapat pula sistem feedback, baik feedback awal atau
feedback akhir. Di bagian ini, siswa Kumon mendapatkan jawaban atau
tanggapan yang benar dari pengajar sehingga dikemudian harinya tidak
akan ada lagi kesalahan, termasuk didalamnya kebenaran tentang suatu
pelafalan dari suatu kosakata.
e. Bahasa asing itu merupakan bagian tingkah laku manusia, dan itu menjadi
kemutlakan bahwa mahasiswa harus dibuat begitu rupa hingga ia mampu
berperilaku, artinya menggunakan bahasa dalam situasi yang sungguhsungguh karena metode audiolingual menjadikan bahasa dalam bentuk
dialog (Brooks, 1964:106) Dialog yang disajikan harus berkali-kali
diulang oleh siswa, dihafal sampai tak terhitung jumlahnya sehingga
pertanyaan dan jawaban tersebut menjadi sesuatu yang otomatis dan
112
sesudah itu jawaban-jawaban tersebut digunakan dalam situasi lain (yang
diganti atau diubah).
Pada Kumon EFL terdapat materi yang mampu menambah kosakata siswa
yang disajikan melalui dialog-dialog sederhana. Dialog-dialog tersebut
harus ditirukan oleh siswa berulang-ulang kali. Selain untuk memperkaya
kosakat, dialog tersebut juga dapat melatih keterampilan berbicara yang
memiliki pelafalan yang baik dan benar sesuai pembicara aslinya. Namun
materi tersebut tidak disajikan pada tingkat dasar 7A, namun pada tingkat
A.
f. Dari apa yang diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa bahasa lisan harus
didahulukan terhadap bentuk bahasa yang bagaimanapun dan mulai
dengan kursus murni audio-oral. Tahap pertama dalam metode
audiolingual adalah melatih kemampuan mendengar/menyimak dan
kemampuan berbicara tanpa menggunakan bahasa tulis terlebih dahulu
(North East Conference, 1960:20).
Poin diatas juga telah diterapkan di Kumon EFL. Pada tahap awal
pembelajarannya,
Kumon
lebih
menekankan
pada
keterampilan
mendengar/menyimak dari Cd yang diberikan, yang kemudian diikuti
dengan keterampilan berbicara dengan mengulangi perkataan yang
didengar di Cd tersebut.
g. Mahasiswa belajar pola-pola kalimat dan kenyataan-kenyataan / peristiwaperistiwa gramatikal dengan analogi menurut model-model yang
diberikan. Bila latihan-latihan telah berhasil dilakukan berulangkali,
113
analogi berfikir akan membimbing siswa pada jalan linguistik yang benar
sama seperti yang terjadi pada siswa penutur asli dalam mempelajari
bahasa mereka sendiri (Brooks, 1964:139)
Hal diatas menekankan pengertian bahwa tata bahasa tidak diajarkan
kepada siswa diawal proses pembelajaran. Hal tersebut ditentukan dengan
bertolak pada penutur asli yang belajar bahasanya sendiri. Penutur asli
tidak belajar mengenai tata bahasa terlebih dahulu, melainkan belajar
untuk berbicara seperti yang dibicarakan orang-orang disekitarnya. Setelah
terbiasa mendengar dan berbicara, barulah diberikan pemahaman tata
bahasa darimana dan bagaimana kalimat-kalimat itu terbentuk. Hal inipun
telah diterapkan di Kumon. Siswa hanya diberikan latihan-latihan setiap
harinya baik mendengarkan dan berbicara, membaca serta menulis.
Setelah siswa dianggap telah terbiasa dengan semua yang dipelajarinya, di
tingkat atas, siswa akan diberikan pemahaman tata bahasa, darimana dan
bagaimana kalimat-kalimat yang mereka telah ketahui dapat terbentuk.
h. Belajar bahasa bukanlah kesibukan intelektual, karena analisis intelektual
akan menyebabkan keraguan dalam memilih bahasa yang digunakan,
sedangkan pembicara suatu bahasa yang lancar menghasilkan bahasa
dengan rangkaian yang benar tanpa perlu menganalisis apa yang telah
dikatakannya
dan
dapat
berkonsentrasi
pada
pesan
yang
ingin
disampaikan. (Rivers, 1968:76)
Teori yang dikemukakan oleh Lado (dalam Tarigan, 1988:234) tentang
kelima hukum empiris yang mendasari audiolingual, tdak jauh berbeda dengan
114
teori yang dikemukakan oleh Chastain (1976) yang menyatakan mengenai cirriciri audiolingual. Teori inipun terwujud dalam pelaksanaan pembelajaran dan
pembelajaran di Kumon yang dirangkum sebagai berikut.
1. Tujuan pembelajaran B2 adalah mengembangkan kemampuan diri para
siswa untuk memiliki kemampuan yang sama dengan yang dimiliki oleh
para pembicara aslinya.
Hal ini tersirat dari adanya latihan mendengarkan Cd yang dituturkan oleh
pembicara asli (native speaker). Dengan berlatih menggunakan Cd
tersebut kemampuan siswa akan berkembang baik pada kemampuan
berbicara
dengan
pelafalan
yang
benar
maupun
kemampuan
mendengarkan bahasa asing yang terkadang membuat siswa bingung
karena aksen ataupun logat yang tidak biasa dan tidak sama dari logat
bahasa Indonesia.
2. Bahasa pertama hendaklah dilarang di dalam kelas.
Kumon juga menganjurkan untuk tidak menggunakan bahasa pertama
(bahasa Indonesia) dalama kelas, namun memang masih terdapat beberapa
siswa yang sulit untuk mempraktekkannya.
3. Para siswa harus belajar berbicara tanpa memperhatikan bagaimana bahasa
itu disusun.
Hal ini diwujudkan dengan diberikannya materi yang sederhana tanpa
dijejali dengan penjelasan berlebihan pada awal pembelajarannya.
Penjelasan lebih lanjut mengenai tata bahasa atau semacamnya akan
115
diberikan secara lanjut pada tahapan akhir saat siswa telah terbiasa
menggunakan dan mendengarkan bahasa Inggris tersebut.
4. Latihan dan praktik yang sungguh-sungguh haruslah mendahului setiap
penjelasan, dan diskusi mengenai tata bahasa harus dalam waktu yang
sangat singkat.
Poin ini sebenarnya mengandung makna yang hamper sama dengan poin
sebelumnya. Diharapkan siswa banyak menjalani praktik dan terbiasa
berlatih tanpa adanya penjelasan terlebih dahulu mengenai tata bahasa.
Penjelasan tata bahasa dapat diberikan namun diusahakan dalam waktu
yang singakat dan dalam penjelasan yang sangat sederhana.
5. Dalam mengembangkan “ke empat ketrampilan” (menyimak, membaca,
berbicara, menulis), urutan alamiah yang dijalankan dalam belajar bahasa
haruslah dipelihara dan dipegang terus.
Kumon juga menerapkan poin terakhir ini. Pembelajarannya berawal dari
menyimak (mendengar) terlebih dahulu kemudian dilanjutkan pada
keterampilan membaca dengan mengikuti pelafalan (berbicara) dari Cd
yang didengar dan dilengkapi dengan media gambar agar maksud kata
yang didengar memiliki keterkaitan dengan gambar sehingga anak mudah
mengerti, dan yang terakhir yaitu keterampilan menulis yang diwujudkan
dengan latihan tata bahasa (grammar).
116
c. Observasi
Pada akhir proses belajar mengajar pada siklus I ini dilakukan penilaian
terhadap hasil belajar siswa. Observasi atau evaluasi yang dilakukan yaitu dengan
memberikan tes akhir.
d. Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan dengan membahas hasil evaluasi, proses
pembelajaran dan lembar kerja siswa. Setelah kegiatan observasi atau evaluasi
dilakukan dan telah didapatkan hasil yang nyata dari pelaksanaan tes akhir seperti
yang telah tertera diatas, maka pada siklus II dilakukan peningkatan pembelajaran
agar mendapatkan hasil yang lebih baik dan merata. Semuanya akan disiasati
dengan lebih memperbanyak proses feedback untuk membantu agar siswa lebih
ingat dan menguasai kosakata yang dipelajari. Selain itu, kiat untuk memotivasi
siswa untuk dapat mendengarkan CD dengan lebih rutin dan konsentrasi dirumah
maupun di kelas.
Bagi siswa yang dianggap telah memiliki nilai yang
memuaskan, maka tetap akan diberikan motivasi untuk terus mempertahankan
kemampuannya.
4.2.1.2 Siklus II
a. Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan pada siklus II ini tidak jauh berbeda dengan
yang terjadi pada siklus I. Penyusunan materi yang digunakan dalam tindakan
117
kelas pada siklus II ini dilakukan dengan lebih hati-hati dan teliti berdasarkan
kemampuan tiap siswanya.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan program yang telah tersusun sesuai dengan program
pembelajaran dengan menerapkan metode audiolingual dan media pembelajaran
yang tetap berpedoman pada hasil siklus I. Pelaksanaan siklus II ini dilakukan
selama kurang lebih satu bulan. Dalam pelaksanaannya, penerapan teori verbal
behaviour yang mendasari metode audiolingual tetap diaplikasikan seperti pada
pelaksanaan pada siklus I.
c. Observasi
Seperti halnya pada observasi (evaluasi) pada siklus I, observasi proses
belajar mengajar pada siklus II ini juga dilakukan dengan memberikan penilaian
terhadap hasil belajar siswa. Observasi yang dilakukan yaitu dengan memberikan
tes akhir.
d. Refleksi
Hasil tes akhir pada siklus II ini menunjukkan hasil yang lebih baik dari
tes sebelumnya. Hal tersebut terlihat dengan adanya peningkatan yang nyata dari
tes awal, tes akhir pada siklus I dan tes akhir pada siklus II.Terjadinya
peningkatan dikarenakan siswa telah mampu lebih memahami materi yang
diberikan dengan menggunakan metode audiolingual.
118
4.2.2 Hasil Tes Dalam Peningkatan Kosakata Siswa
4.2.2.1 Hasil Tes Akhir Siklus I
Dari data yang didapat, terlihat secara nyata adanya perubahan tingkat
pemahaman ataupun penguasaan siswa dalam kosakata. Seperti halnya pada hasil
tes awal, hasil tes pada siklus I ini juga akan dipaparkan secara detail. Berikut
penjelasannya.
a. Aspek-Aspek Kosakata
Bila dilihat dari aspek-aspek kosakata yang ada, siswa juga telah
mengalami peningkatan penguasaan kosakata baik dalam hal sinonim, terjemahan,
kelas kata dan antonim.
1) Sinonim
Pembelajaran sinonim bagi siswa dapat dikatakan mengalami kemajuan,
walaupun kemajuan tersebut belum sangat memuaskan. Hasil tes awal siswa pada
bagian sinonim menunjukkan bahwa siswa belum begitu menguasainya. Nilai
terendah dan tertinggi untuk tes awal terdahulu adalah 1 dan 5, sedangkan nilai
terendah dan tertinggi pada tes akhir siklus I adalah 5 dan 8.
Kosakata yang paling banyak tidak dikuasai siswa hampir sama dengan
kosakata pada tes awal yaitu: hares, fridge, rooster, dan rock, sedangkan kosakata
lainnya rata-rata dapat diketahui oleh siswa dan dijawab dengan benar.
2) Antonim (lawan kata)
Pada sesi pertanyaan yang menanyakan tentang lawan kata, pada tes akhir
siklus I ini para siswa mendapatkan hasil yang lebih baik. Nilai tertinggi adalah 10
dan terendah adalah 5. Bila dibandingkan dengan hasil tes sebelumnya, hasil tes
119
akhir siklus I ini cukup meningkat. Nilai terendah pada tes awal adalah 3 dan nilai
tertinggi adalah 6.
3) Terjemahan
Peningkatan yang terjadi dari pembelajaran mengenai terjemahan terlihat
secara nyata. Soal terjemahan dapat terlihat pada kesemua sesi soal, dari sesi
pertama hingga terakhir. Dikatakan demikian karena bila siswa tidak mampu
menterjemahkan terlebih dahulu kata dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa
Indonesia, siswa tidak akan mampu menjawab pertanyaan dengan benar, namun
sesi pertanyaan yang benar-benar menerjemahkan secara langsung terdapat pada
sesi pertama, dan sesi kelima. Bila dilihat secara langsung, hasil dari kesemua sesi
dapat dikatakan meningkat.
Dari keseluruhan kosakata, terdapat beberapa kosakata yang masih dirasa
sulit untuk siswa dalam pengerjaan tes akhir siklus I. Adapun kosakata yang
dimaksud adalah:
thick
under
leg
refrigerator
left
laughing
hares
„tebal‟
„dibawah‟
„kaki‟
„lemari es‟
„kiri‟
„tertawa‟
„kelinci‟
light
glasses
fast
rooster
heavy
fridge
rock
„ringan‟
„kacamata‟
„cepat‟
„ayam jantan‟
„berat‟
„lemari es‟
„batu‟
b. Kelas Kata
Sebagian siswa sudah mulai memahami kelas kata yang ada, terutama
noun (kata benda), verb (kata kerja), adjective (kata sifat) dan preposition (kata
depan). Walaupun belum dapat dikatakan baik, hasil tes akhir pada siklus I ini
dapat dikatakan sedikit meningkat dari tes sebelumnya.
120
Hasil tes akhir pada siklus I yang telah terkumpul, akan dijabarkan pada
tabel berikut ini.
3. Tabel Hasil Data Tes Akhir pada Siklus I
No
Nilai Benar
Total
Sesi
Sesi
Sesi
Sesi
Sesi
Sesi
Sesi
Sesi
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
1
9
5
10
10
8
9
5
5
61
2
8
5
10
10
8
9
5
5
60
3
10
9
10
10
9
9
7
6
70
4
9
10
10
10
8
9
6
6
68
5
9
8
10
10
8
8
6
6
65
6
9
7
10
10
7
8
5
5
61
7
7
9
9
10
7
7
5
6
60
8
10
9
10
10
7
8
6
5
65
9
10
7
10
10
7
8
6
6
64
10
10
8
10
10
7
7
6
5
63
11
7
10
10
9
6
7
6
5
60
12
10
10
10
10
9
9
8
7
73
13
9
7
10
9
8
8
6
6
63
14
9
9
10
9
7
8
6
6
64
15
7
6
8
8
5
8
5
4
51
16
9
8
10
10
7
8
6
5
63
121
17
9
7
10
9
7
8
6
6
62
18
9
8
10
9
7
8
6
6
63
19
8
8
9
8
7
8
6
6
60
20
8
7
10
9
7
8
6
7
62
Dari hasil data pada observasi atau evaluasi siklus I yang dituangkan
dalam tes akhir diatas, terlihat bahwa nilai yang terendah adalah 51 dan yang
tertinggi adalah 73. Nilai tiap siswa dalam persentase, akan dituangkan pada tabel
berikut.
4. Tabel Nilai Tiap Siswa dalam Persentase
No
Total
Jawaban
yg
Benar
No
Total
Jawaban
yg
Benar
61
Nilai
Tiap
Siswa
Dalam
%
76,25%
11
60
Nilai
Tiap
Siswa
Dalam
%
75%
1
2
60
75%
12
73
93,75%
3
70
87,5%
13
63
78,75%
4
68
85%
14
64
80%
5
65
81,25%
15
51
63,75%
6
61
76,25%
16
63
78,75%
7
60
75%
17
62
77,5%
8
65
81,25%
18
63
78,75%
9
64
80%
19
60
75%
10
63
78,75%
20
62
77,5%
122
Jumlah Total Nilai Siswa
1575% =
15,75
Dari data yang telah dijabarkan diatas, maka akan dapat dihitung nilai ratarata siswa pada tes akhir siklus I yang akan menggunakan rumus :
X= Total skor siswa x 100%
Jumlah siswa
X=
x 100% = 78,75%
Hasil tersebut masih merupakan hasil yang bervariasi dan tidak merata.
Peningkatan yang terjadi dari tes awal ke tes akhir siklusI yaitu sebesar 26,75%.
Untuk itu, pengamatan akan dilanjutkan pada siklus II.
4.2.2.2 Hasil Tes Akhir Siklus II
Data yang didapat pada tes akhir siklus II menunjukkan terdapat
perubahan tingkat pemahaman ataupun penguasaan siswa dalam kosakata. Seperti
halnya pada hasil tes awal dan hasil tes siklus I, hasil tes pada siklus II ini juga
akan dipaparkan secara detail. Berikut penjelasannya.
a. Aspek-Aspek Kosakata
1) Sinonim
Pada pembahasan sinonim, siswa menjawab lebih baik daripada siklus I.
Peningkatan pemahaman sinonim pada tes akhir siklus II ini jauh lebih
123
memuaskan daripada sebelumnya. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 9 dan
yang terendah adalah 7.
2) Antonim (lawan kata)
Nilai tertinggi yang diperoleh siswa pada sesi pertanyaan mengenai
antonim adalah 10 dan yang terendah adalah 7. Untuk pemaparan hasil lebih
detail, akan disajikan dalam tabel.
3) Terjemahan
Sama halnya dengan pembelajaran sinonim, pembelajaran terjemahan
pada tes akhir siklus II mendapatkan hasil yang sangat baik. Pada sesi pertanyaan
yang pertama pada tes akhir siklus II ini, siswa mampu mendapatkan nilai
tertinggi 10 dan nilai terendah 9. Sedangkan pada sesi pertanyaan kelima, siswa
mampu meraih nilai tertinggi 10 dan nilai terendah 8.
b). Kelas Kata
Pemahaman siswa mengenai kelas kata (kata benda, kata kerja, kata sifat,
dan kata depan) memang tidak seperti pemahaman siswa pada sesi-sesi
pembelajaran lainnya. Pemahaman mengenai kelas kata ini memang sudah sangat
baik dari sebelumnya, namun belum dapat meraih nilai sempurna. Nilai
tertingginya adalah 9 dan yang terendah adalah 7.
Adapun hasil tes akhir pada siklus II yang telah terkumpul, akan
dijabarkan pada tabel berikut ini.
124
5. Tabel Hasil Data Tes Akhir pada Siklus II
No Nilai Benar
Total
Sesi
Sesi
Sesi
Sesi
Sesi
Sesi
Sesi
Sesi
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
1
9
9
10
10
9
9
7
7
70
2
9
8
10
10
9
9
7
7
69
3
10
9
10
10
9
10
8
8
65
4
9
10
10
10
10
9
8
8
74
5
9
9
10
10
8
9
7
8
70
6
9
9
10
10
8
9
7
7
69
7
8
9
9
10
8
9
7
7
67
8
10
10
10
10
9
10
8
8
75
9
10
9
10
10
8
9
7
8
71
10
10
9
10
10
8
9
7
8
71
11
10
10
10
10
9
10
9
8
76
12
10
10
10
10
10
10
9
9
78
13
10
9
10
10
10
10
9
8
76
14
9
9
10
10
10
10
9
8
75
15
9
7
9
8
7
9
7
7
63
16
10
10
10
10
9
10
9
8
76
17
10
8
10
10
10
10
9
8
75
18
10
9
10
10
9
9
9
9
75
125
19
10
9
9
9
9
10
9
8
73
20
9
9
10
9
9
10
9
8
73
Dari hasil data pada observasi atau evaluasi siklus II yang dituangkan
dalam tes akhir diatas, terlihat bahwa nilai yang terendah adalah 63 dan yang
tertinggi adalah 78. Nilai tiap siswa dalam persentase, akan dituangkan pada tabel
berikut.
6. Tabel Hasil Data Nilai Tiap Siswa pada Siklus II dalam Persentase
No
Total
Jawaban
yg
Benar
Nilai
Tiap
Siswa
Dalam
%
No
Total
Jawaban
yg
Benar
Nilai
Tiap
Siswa
Dalam %
1
70
87,5%
11
76
95%
2
69
86,25%
12
78
97,5%
3
65
81,25%
13
76
95%
4
74
92,5%
14
75
93,75%
5
70
87,5%
15
63
78,75%
6
69
86,25%
16
76
95%
7
67
83,75%
17
75
93,75%
8
75
93,75%
18
75
93,75%
9
71
88,75%
19
73
91,25,%
10
71
88,75%
20
73
91,25%
Jumlah Total Nilai Siswa
1801,25%
= 18,0125
126
Dari data yang telah dijabarkan diatas, maka akan dapat dihitung nilai rata-rata
siswa pada tes akhir siklus II yang akan menggunakan rumus :
X= Total skor siswa x 100%
Jumlah siswa
X=
x 100% = 90,0625=90,06%
4.2.2.3 Perbandingan Hasil yang Menunjukkan Peningkatan Penguasaan
Kosakata Siswa
Dari keseluruhan hasil yang telah didapatkan, maka dapat kita bandingkan
antara hasil tes awal, tes akhir pada siklus I dan tes akhir pada siklus II. Untuk
melihat secara lebih jelas perbedaannya, maka hasil nilai yang ada akan disajikan
menjadi satu tabel. Dengan demikian akan terdapat tiga kolom nilai yang akan
menunjukkan peningkatan kosakata melalui metode audiolingual pada Kumon
EFL seperti berikut.
7. Tabel Data yang Menunjukkan Peningkatan Penguasaan Kosakata Siswa
di Kumon EFL Melalui Metode Audiolingual.
No Tes
awal
1
42
Tes
Tes
Akhir
Akhir
Siklus I
Siklus II
61
70
No
11
Tes
Tes
Tes
Awal
Akhir
Akhir
Siklus I
Siklus II
60
76
37
127
2
43
60
69
12
48
73
78
3
47
70
65
13
45
63
76
4
41
68
74
14
42
64
75
5
43
65
70
15
28
51
63
6
33
61
69
16
41
63
76
7
41
60
67
17
43
62
75
8
45
65
75
18
46
63
75
9
42
64
71
19
42
60
73
10
44
63
71
20
43
62
73
Dari data-data diatas maka dapat diukur kemampuan siswa dalam
penguasaan kosakata dengan mencari nilai tiap siswanya terlebih dahulu
kemudian mencari nilai rata-rata dari seluruh siswa yang akan dihitung dengan
menggunakan formula sebagai berikut.
a. Nilai dari tiap siswa dihitung dengan menggunakan formula:
X = Jumlah jawaban yang benar x 100%
Jumlah pertanyaan
b. Nilai rata-rata dari seluruh siswa yang diteliti akan dihitung menggunakan
formula berikut:
X= Total skor siswa x 100%
Jumlah siswa
Dengan demikian, maka hasil persentase yang diperoleh akan ditampilkan
pada tabel berikut.
128
8. Tabel Hasil Data Perbandingan dalam Persentase
No Tes
awal
Tes
Akhir
Siklus I
1
51,25% 76,25%
Tes
Akhir
Siklus
II
87,5%
2
53,75% 75%
86,25%
12
60%
3
58,75% 87,5%
81,25%
13
56,25% 78,75%
95%
4
51,25% 85%
92,5%
14
51,25% 80%
93,75%
5
53,75% 81,25%
87,5%
15
35%
78,75%
6
41,25% 76,25%
86,25%
16
51,25% 78,75%
95%
7
51,25% 75%
83,75%
17
53,75% 77,5%
93,75%
8
56,25% 81,25%
93,75%
18
57,5%
93,75%
9
51,25% 80%
88,75%
19
51,25% 75%
91,25,%
10
55%
88,75%
20
53,75% 77,5%
91,25%
78,75%
No
Tes
Awal
Tes
Akhir
Siklus II
11
Tes
Akhir
Siklus
I
46,25% 75%
97,5%
93,75%
63,75%
78,75%
95%
Dari hasil yang didapat diatas, akan didapat hasil rata-rata dari seluruh
siswa per tiap siklus yang ada.
Hasil rata-rata siswa pada tes awal yaitu sebesar :
Hasil rata-rata siswa pada tes akhir siklus I yaitu sebesar :
129
Hasil rata-rata siswa pada tes akhir siklus II yaitu sebesar :
Hasil rata-rata siswa pada tes awal yaitu sebesar 52%, hasil rata-rata siswa
pada tes akhir siklus I yaitu sebesar 78,75% dan hasil rata-rata siswa pada tes
akhir siklus II yaitu sebesar 90,06%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
hasil rata-rata siswa dari tes awal hingga tes akhir pada siklus I terjadi
peningkatan sebesar 26,75% dan dari hasil rata-rata siswa pada tes akhir siklus I
hingga tes akhir siklus II terjadi peningkatan sebesar 11,31%. Dari keseluruhan,
dapat dilihat peningkatan yang terjadi dari hasil rata-rata siswa pada tes awal
hingga hasil rata-rata siswa pada tes akhir siklus II yaitu sebesar 38,06%.
Bila dilihat dari Kriteria Kemampuan siswa, hasil nilai siswa rata-rata pada
tes awal masuk kategori sangat jelek (poor), hasil nilai siswa rata-rata pada tes
akhir di siklus I masuk kategori cukup (sufficient). Yang terakhir, hasil nilai siswa
rata-rata pada tes akhir di siklus II mengalami peningkatan dan masuk kategori
sangat baik (excellent).
Bila dilihat dalam grafik, maka hasil peningkatan tersebut akan tergambar
seperti berikut:
130
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
T es Awal
T es Akhir
S iklus I
T es Akhir
S iklus II
4.2.3 Hasil Kuesioner
Dari hasil kuesioner yang didapat dari guru atau asisten bimbingan di
Kumon EFL, terkumpul data sebagai berikut:
Dari lima orang pengajar yang diminta untuk memberikan pengamatannya
mengenai siswa, semua pengajar menyatakan bahwa siswa akan mengalami
peningkatan pelafalan kata dan pemahaman makna yang baik setelah belajar
mengguna-kan metode audiolingual yang diterapkan melalui CDTextbook
bergambar. Dua diantaranya memberikan syarat dalam pencapaiannya, yaitu bila
siswa mau mendengarkan CD dengan rutin dan mengulangi pengucapan yang
didengar di CD.
Empat orang pengajar menyatakan bahwa siswa mampu memberikan respon
bila ditanya dalam bahasa Inggris setelah belajar menggunakan metode
131
audiolingual yang diterapkan melalui CDTextbook bergambar, dan satu
diantaranya menjawab belum.
Dari pertanyaan yang ditanyakan kepada pengajar mengenai keterampilan
siswa dalam membuat pola kalimat, empat diantaranya menyatakan bahwa siswa
tersebut akan mampu, dua diantaranya menyatakan dengan syarat siswa
mengerjakan latihan soal dengan rutin dan bila siswa telah mendapatkan pelajaran
mengenai membuat pola kalimat. Satu orang pengajar menyatakan bahwa siswa
belum mampu membuat kalimat bila siswa tersebut belum mendapatkan materi
yang dimaksud.
Seluruh tenaga pengajar memberikan pendapat yang sama saat ditanya
apakah kebiasaan untuk belajar tiap hari, mendengar CD & mengucapkan kembali
apa yang didengar di CD membawa dampak positif pada siswa. Keseluruhan
pengajar menyatakan bahwa dengan memiliki kebiasaan mendengar dan
mengucapkan kembali, pastinya siswa akan terbiasa dan fasih untuk berbicara
dalam bahasa Inggris.
Pendapat yang sama juga muncul saat para pengajar diberikan pertanyaan
mengenai cepat/tidaknya siswa dalam mengingat dan memahami kosakata dalam
bahasa
Inggris
bila
siswa
mendengar
kembali
suaranya
sendiri
saat
mengucapkan/membaca kosakata (saat read aloud). Keseluruhan pengajar
menyatakan bahwa siswa akan mampu lebih cepat dalam mengingat dan
memahami kosakata yang dipelajari bila siswa mengucapkan/membacanya
dengan lantang (read aloud), terutama dalam hal pelafalan kata.
132
Saat
diberikan
pertanyaan
mengenai
membiasakan
siswa
untuk
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris dalam percakapan dapat
membantu siswa untuk lebih cepat beradaptasi dengan bahasa Inggris, para
pengajar menyatakan bahwa hal tersebut sangat dapat membantu siswa. Karena
dengan adanya percakapan dalam bahasa asing yang dibiasakan, maka bahasa
tersebut lama-kelamaan akan menjadi tidak asing lagi untuk mereka.
Para pengajar juga mengemukakan bahwa mereka semua setuju dengan
pernyataan mengenai urutan pembelajaran bahasa Inggris. Urutan tersebut yaitu
berawal dari menyimak (listening), membaca, berbicara dan menulis.
Terakhir, para pengajar ditanya mengenai kelemahan dari metode
audiolingual yang diterapkan melalui mendengar CD textbook bergambar dan
kebiasaan belajar setiap hari. Dua orang pengajar menyatakan pendapat yang
sama, yaitu anak cepat bosan karena harus mendengar CD setiap hari dengan
pengulangan yang tidak sedikit. Dua pengajar lainnya mengatakan bahwa anak
kurang mampu berbicara bahasa Inggris diluar konteks pembahasan yang terdapat
di CD textbook-nya. Pengajar yang lainnya juga berpendapat bahwa siswa tidak
mampu meluangkan waktu untuk memiliki kebiasaan belajar tiap hari, maka anak
akan mudah terbeban dan lelah.
133
4.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Peningkatan Penguasaan
Kosakata Melalui Penerapan Metode Audiolingual
Dalam pembahasa berikut akan diuraikan mengenai faktor-faktor yang
memengaruhi terjadinya peningkatan penguasaan kosakata melalui penerapan
metode Audiolingual.
Dari beberapa jawaban kuesioner yang telah dijawab oleh tenaga pengajar
di Kumon EFL yang dalam pembelajarannya menggunakan metode audiolingual
untuk
meningkatkan
penguasaan
kosakata
siswa,
ditemukan
beberapa
kemungkinan yang dapat dirangkum sebagai faktor-faktor yang memengaruhi
peningkatan penguasaan kosakata siswa. Adapun faktor-faktor yang dirasa dapat
menjadi pemicu terjadinya peningkatan penguasaan kosakata siswa yaitu sebagai
berikut.
a. Adanya kebiasaan yang ditumbuhkan setiap hari untuk mendengarkan dan
mengucapkan kembali kosakata yang terdapat di CD textbook yang diberikan.
b. Terdapat media gambar yang mampu mempermudah siswa dalam mengingat
kosakata yang dipelajari.
c. Adanya pengulangan materi dengan tujuan untuk lebih mengingatkan siswa
pada kosakata yang dipelajari.
d. Adanya motivasi yang diberikan oleh guru atau asisten bimbingan saat siswa
merasa bosan dan lelah dalam mendengarkan CD.
e. Adanya ketertarikan bagi siswa untuk belajar bahasa Inggris karena
menggunakan media CD yang dirasa modern dan praktis tanpa harus mencari
langsung pembicara asli bahasa Inggris.
134
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang didapat, sebagaimana
yang telah diuraikan dalam Bab IV, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
1. Hasil belajar siswa pada tes awal yang dilakukan sebelum siswa belajar dengan
menggunakan metode audiolingual rata-rata sebesar 52% dan masuk ke dalam
kategori tidak cukup (insufficient).
2. Peningkatan yang terjadi sebelum dan setelah siswa belajar menggunakan
metode audiolingual di Kumon EFL adalah sebesar 38,06%. Dengan perincian
hasil rata-rata siswa dari tes awal hingga tes akhir pada siklus I terjadi
peningkatan sebesar 26,75% dan dari hasil rata-rata siswa pada tes akhir siklus
I hingga tes akhir siklus II terjadi peningkatan sebesar 11,31 %. Bila dilihat
dari kriteria kemampuan siswa, maka peningkatan yang ada yaitu dari kategori
tidak cukup (insufficient) naik menjadi kategori sangat baik (excellent).
3. Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya peningkatan penguasaan kosakata
melalui penerapan metode audiolingual yaitu:
a. adanya penerapan metode audiolingual itu sendriri yang memupuk kebiasaan
yang ditumbuhkan setiap hari untuk mendengarkan dan mengucapkan
kembali kosakata yang terdapat di CD textbook yang diberikan;
b. terdapat media gambar yang mampu mempermudah siswa dalam
mengingat kosakata yang dipelajari;
134
135
c. adanya pengulangan materi dengan tujuan untuk lebih mengingatkan siswa
pada kosakata yang dipelajari;
d. adanya motivasi yang diberikan oleh guru atau asisten bimbingan saat
siswa merasa bosan dan lelah dalam mendengarkan CD;
e. adanya ketertarikan bagi siswa untuk belajar bahasa Inggris karena
menggunakan media CD yang dirasa modern dan praktis tanpa harus
mencari langsung pembicara asli bahasa Inggris.
5.2 SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti menyarankan beberapa hal
sebagai berikut.
1. Kepada Institusi Kumon EFL disarankan untuk terus meningkatkan kreatifitas
dan kinerja dalam menghadirkan materi-materi baru yang tidak jauh berbeda
dengan yang sudah ada, tetapi memiliki tampilan atau kemasan yang berbeda
dan lebih menarik perhatian siswa agar tidak cepat bosan dan tetap ingin
belajar bahasa Inggris di Kumon EFL.
2. Kepada tenaga pengajar di Kumon EFL disarankan untuk terus memotivasi
siswa agar tidak cepat bosan belajar dengan mendengarkan CD dan harus
dengan rutin mengucapkan kembali kosakata yang didengar di CD untuk lebih
melatih pelafalan dan meningkatkan penguasaan kosakata. Selain itu juga
diharapkan kepada para pengajar untuk lebih sering memberikan tanya jawab
untuk mengingatkan siswa pada kosakata-kosata yang sudah dipelajari.
136
3. Kepada siswa disarankan untuk bisa memahami lebih baik lagi manfaat yang
akan didapat dari belajar dengan menggunakan metode audiolingual atau yang
dituangkan dengan mendengarkan CD dan melafalkan kembali kosakata yang
didengar. Kesadaran yang tinggi untuk belajar mandiri, akan meningkatkan
penguasaan bahasa Inggris, terutama dalam penguasaan kosakatanya.
4. Untuk peneliti lainnya, disarankan untuk lebih memperkenalkan kembali
tentang metode audiolingual, karena metode audiolingual ini dapat menarik
minat siswa untuk belajar bahasa Inggris dengan cara yang menarik dan
modern, yaitu melalui CD yang pengertiannya dituangkan dalam gambar.
Download