1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa verbal/lisan atau berbicara. Manusia bisa berkomunikasi satu dengan lainnya dengan menggunakan bahasa verbal/lisan, baik dalam menyatakan maupun menerima informasi yang tidak bisa dilakukan oleh binatang. Kata-kata yang berdiri sendiri tidak akan membuat suatu bahasa karena dalam suatu bahasa kita perlu merangkaikan kata-kata tersebut dengan baik sehingga terbentuk makna yang baik pula. Kosakata mempunyai peran penting karena muncul dalam setiap keterampilan bahasa. Pemahaman kosakata sangatlah penting dalam setiap belajar bahasa. Menguasai kosakata sangat penting terutama untuk siswa yang belajar bahasa asing seperti yang dikutip dari Internasional Collier- Macmillan: “Sekali seorang siswa dapat menguasai bentuk tatabahasa dari sebuah bahasa, tugas dia selanjutnya adalah menguasai kosakata yang dia butuhkan.” Tidak ada seorangpun yang mempelajari semua kata dalam suatu bahasa. Kita mengetahui dan menggunakan kata-kata yang cocok pada tujuan kita dan terus mempelajari kata-kata baru selama kita hidup. Sebagaimana diketahui bahwa bahasa adalah suatu sistem yang sistematis dan merupakan seperangkat lambang-lambang atau simbol-simbol arbiter (Tarigan, 1989:4). Dalam berkomunikasi terdapat beragam tujuan yang bervariasi 1 2 di dalamnya, seperti untuk mendapatkan informasi, untuk menjalin kekerabatan, atau untuk melakukan transaksi perdagangan, seperti halnya di era sekarang ini. Salah satu bahasa yang disepakati untuk menjadi bahasa internasional adalah bahasa Inggris. Dengan demikian, perlu adanya pemahaman dan mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tersebut. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, salah satu hal dasar yang penting untuk dikuasai dalam mempelajari bahasa Inggris adalah tentang pengetahuan kosakata/pembendaharaan kata. Semakin banyak kosakata dalam bahasa Inggris yang dikuasai, maka akan semakin mudah pula dipelajari dan dipahami bahasa asing tersebut. Dalam hal ini, bahasa Inggris mempunyai kedudukan sebagai bahasa kedua, yang mana bahasa pertamanya adalah bahasa Indonesia. Pada umumnya, siswa-siswa yang baru memulai untuk belajar bahasa Inggris sangat membutuhkan pengetahuan mengenai kosakata karena dengan adanya pengetahuan kosakata yang baik dan memadai, maka siswa akan mampu untuk mengerti maksud dari bahasa Inggris tersebut. Kosakata seseorang didefinisikan sebagai himpunan semua kata yang dimengerti oleh orang tersebut atau semua kata yang kemungkinan akan digunakan oleh orang tersebut untuk menyusun kalimat baru (Wikipedia, 2010) Banyak cara dan upaya yang dilakukan untuk dapat menguasai bahasa Inggris, dari pendidikan formal, nonformal atau institusi yang menawarkan jasa pembelajaran dan pembelajaran dengan fasilitas yang memadai dengan menggunakan metode pembelajaran bahasa yang berbeda-beda. 3 Salah satu metode pembelajaran bahasa yang digunakan, yaitu metode audiolingual. Metode audiolingual adalah hasil perpaduan antara linguistik struktural dengan psikologi behavioris yang memandang proses pembelajaran dari sudut conditioning (Ardi, 2010) Behaviorisme dalam psikologi merupakan suatu aliran empiris. Pandangan mereka pun merupakan pandangan empiris. Pandangan empiris berpendapat bahwa semua keterampilan manusia diperoleh dengan proses belajar. Manusia sejak lahir telah mengalami proses belajar. Hal ini menandakan bahwa bahasa harus dipelajari. Kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan hasil belajar dan bukan diwariskan. Seperti yang telah dikatakan di atas, metode audiolingual didasarkan atas teori linguistik struktural yang menekankan pada fakta bahwa semua bahasa di dunia ini berbeda. Dalam teori linguistik struktural, juga dikatakan bahwa bahasa dapat dianalisis dan dijabarkan secara ilmiah serta pemerolehannya didasarkan pada kebiasaan. Oleh karena itu, pemerolehan tata bahasa difokuskan pada latihan-latihan tata bahasa dengan cara berulang-ulang hingga pembelajar sampai pada tahap menggunakan tata bahasa tersebut di luar kesadaran. Tujuan metode ini adalah agar pembelajar dapat bertutur dengan bahasa sasaran melalui latihan tata bahasa dan latihan memorize dan mimicry. Metode audiolingual pertama kali dicetuskan oleh seorang professor dari Amerika. Metode audiolingual pada tahun 1958 berkembang pesat berkat dukungan dari cara pembelajaran badan ketahanan nasional. Di Jepang pun metode ini berkembang pesat di seluruh sekolah pada akhir tahun 1970an. 4 Salah satu institusi atau tempat kursus bahasa Inggris yang menggunakan metode audiolingual ini adalah Kumon EFL (English as Foreign Language). Kumon adalah tempat kursus yang berasal dari Jepang yang salah satunya mengajarkan tentang bahasa Inggris. Sistem pembelajarannya menggunakan CD yang harus didengarkan oleh para siswa setiap harinya secara rutin dan tekun. Secara tidak langsung, siswa diharapkan dapat belajar bahasa Inggris dari CD tersebut. Speaker-nya adalah penutur asli dari Amerika. Program belajar ini menekankan kepada aspek pembelajaran menyimak (listening) terlebih dulu, kemudian dilanjutkan dengan aspek pembelajaran yang lainnya, yaitu berbicara (speaking), membaca (reading) lalu menulis (writing). Dari tempat kursus bahasa kebanyakan lainnya, Kumon memiliki program belajar yang unik dan menarik, antara lain membiasakan siswa untuk belajar dari CD (mendengarkan dan mengulangi perkataan yang didengar) setiap harinya dengan mandiri, memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar sesuai dengan kemampuannya sendiri tanpa harus menunggu atau mengejar batas kemampuan teman sekelasnya. Terlebih pula, Kumon menekankan pada kerja sama antara pembimbing Kumon, orangtua, dan anak. Singkatnya, pembelajaran Kumon yang menerapkan metode audiolingual menekankan kebiasaan yang terus dilakukan setiap harinya agar membuat siswa terbiasa dengan bahasa sasaran (dalam hal ini adalah bahasa Inggris). Kumon EFL memiliki beragam tingkatan level pembelajaran, dan semuanya terdapat CD yang harus didengarkan dan diucapkan kembali oleh siswa untuk membiasakan siswa melatih keterampilan mendengar dan keterampilan berbicara-nya. Belajar melalui CD juga akan 5 menambah kosakatanya dalam bahasa Inggris. Selain itu, karena Kumon menerapkan pengulangan dalam proses pembelajarannya, siswa akan lebih cepat untuk mengingat dan menghafalkan kosakata yang ada. Di Bali, banyak terdapat lembaga kursus Kumon, namun hanya beberapa diantaranya yang menyediakan pembelajaran bahasa Inggris (EFL). Dari kenyataan tersebut, muncul suatu keinginan untuk mencari tahu tentang penggunaan metode audiolingual dalam pembelajaran bahasa Inggris terutama dalam meningkatkan penguasaan kosakata pada siswa. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin menjadikan Kumon sebagai objek penelitian. Dalam penelitian ini dibahas mengenai metode pembelajaran bahasa dengan menggunakan metode audiolingual pada tempat kursus Kumon EFL dalam meningkatkan penguasaan kosakata siswa, yang difokuskan untuk meneliti siswa pada titik pangkal tingkat dasar 7A di Kumon EFL. Pengetahuan tentang metode audiolingual diatas yang menyebutkan bahwa latihan mendengar dan mengulangi apa yang didengar dapat membuat siswa paham mengenai kosakata bahasa Inggris, memberikan suatu pertanyaan dan tantangan tersendiri untuk meneliti metode tersebut. Seberapa jauh peningkatan yang terjadi pada anak setelah belajar menggunakan metode audiolingual, dan faktor-faktor apa yang menyebabkan metode audiolingual tersebut dapat membuat pengetahuan siswa meningkat terutama dalam penuasaan kosakatanya. Penulis memutuskan untuk meneliti penguasaan kosakata siswa pada titik pangkal tingkat dasar 7A karena siswa tersebut memiliki kemampuan yang kurang 6 dalam penguasaan kosakata, dengan demikian nantinya peningkatan penguasaan kosakata yang terjadi dapat terlihat secara lebih jelas. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah-masalah seperti berikut: 1. Bagaimanakah penguasaan kosakata siswa pada tingkat dasar 7A sebelum belajar dengan menggunakan metode audiolingual? 2. Sejauh manakah peningkatan penguasaan kosakata siswa pada tingkat dasar 7A setelah belajar dengan menggunakan metode audiolingual? 3. Faktor-faktor apakah yang memengaruhi terjadinya peningkatan penguasaan kosakata dalam penerapan metode audiolingual tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum, tujuan penelitian ini adalah pencarian informasi lebih lanjut mengenai penguasaan kosakata melalui penerapan metode pembelajaran bahasa audiolingual pada tempat kursus Kumon EFL agar diketahui secara pasti sejauh mana metode audiolingual itu mampu memberikan peningkatan dalam penguasaan kosakata siswa. 7 1.3.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus penelitian ini, seperti berikut: 1. Untuk mendeskripsikan kosakata yang diketahui oleh siswa pada tingkat dasar 7A sebelum belajar dengan menggunakan metode audiolingual. 2. Untuk menganalisis sejauh mana peningkatan penguasaan kosakata siswa pada tingkat dasar 7A melalui penerapan metode audiolingual. 3. Untuk menganalisis faktor-faktor apakah yang memengaruhi terjadinya peningkatan penguasaan kosakata melalui penerapan metode audiolingual tersebut. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat dilihat, baik dari segi manfaat teoretis maupun dari segi manfaat praktis seperti berikut ini: 1.4.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis diharapkan penelitian ini mampu memberikan kontribusi pada penerapan teori linguistik, terutama dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing untuk siswa berkebangsaan Indonesia. Dengan adanya penelitian ini, dapat dikatakan bahwa teori linguistik semakin memberikan maanfaat pada kemajuan bahasa terutama dalam hal dunia pendidikan. 8 1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktisnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan keuntungan pada siswa, guru dan peneliti lainnya yang membahas hal serupa. Keuntungan tersebut seperti berikut: a. Untuk siswa: penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa dalam mempelajari kosakata dengan cara yang baik dan menyenangkan lewat metode audiolingual. b. Untuk guru: hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mengenai keunggulan pembelajaran kosakata dengan menggunakan metode audiolingual. c. Untuk peneliti lainnya: penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam mengadakan beberapa penelitian untuk mendapatkan nilai yang lebih baik. 1.5 Batasan Masalah Dalam pembelajaran dan pembelajaran bahasa terdapat beberapa metode yang diterapkan, seperti metode pembelajaran bahasa secara tradisional, metode pembelajaran bahasa dengan audiolingual, metode pembelajaran bahasa secara kognitif, dan metode pembelajaran bahasa komunikatif. Namun, dalam pembahasan kali ini, untuk membuatnya menjadi lebih spesifik, pembahasannya akan dibatasi seperti berikut. Mendeskripsikan tentang bagaimana penguasaan kosakata siswa pada titik pangkat tingkat dasar 7A sebelum belajar menggunakan metode audiolingual. Di 9 sini siswa di tes tahap awal untuk mengetahui sampai sejauh mana penguasaan mereka mengenai kosakata bahasa Inggris. Selanjutnya, menganalisis sejauh manakah peningkatan penguasaan kosakata siswa pada titik pangkal tingkat dasar 7A melalui penerapan metode audiolingual. Terakhir, batasan masalah yang ada adalah untuk menganalisis tentang faktor-faktor apakah yang memengaruhi terjadinya peningkatan penguasaan kosakata melalui penerapan metode audiolingual tersebut. Peningkatan penguasaan yang dimaksud ditinjau dari adanya peningkatan yang nyata dari tes awal masuk pada siswa-siswa Kumon EFL yang dibandingkan dengan tes ulang yang diberikan pada siswa-siswa tersebut setelah belajar di Kumon EFL selama 3 bulan. Apabila hasil tes tersebut meningkat, dapat dikatakan bahwa siswa yang belajar dengan menggunakan metode audiolingual di Kumon EFL dikatakan telah mengalami peningkatan penguasaan kosakata dalam bahasa Inggris. 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Pembahasan tentang pembelajaran dengan menggunakan metode Audiolingual telah pernah dibahas oleh beberapa penulis. Berikut ini akan dipaparkan tentang penelitian yang berhubungan dengan pembelajaran metode audiolingual. Terdapat beberapa penulis yang membahas pembelajaran kosakata dan metode audiolingual, seperti berikut. Wiyanjani (2009), dalam judul “Teaching Vocabulary Through Cooperative Learning with Puzzle Technique to the Eight Grade Students of SMP N 2 Sidemen Academic Year 2008/2009”. Dalam tulisannya ini dia menjelaskan tentang proses pembelajaran kosakata melalui pembelajaran kooperatif dengan menggunakan teknik puzzle yang mendorong dan menyemangati siswa untuk menemukan sebanyak mungkin kata-kata secara diagonal, vertikal atau horizontal. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMPN 2 Sidemen. Dia menggunakan teknik belajar dengan puzzle ini untuk mengatasi masalah yang dihadapi siswa dalam meningkatkan kosakata. Ramiani (2010) dengan judul penelitian “Assessing Vocabulary Mastery Through Pictures and Sentences Matching of The Seventh Grade Students of SMP Widya Sakti Penatih in Academic Year 2009-2010”. Dalam penelitiannya ini dia mengatakan bahwa penggunaan gambar dan kalimat yang cocok adalah sebuah 10 11 teknik untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai kosakata. Metode yang digunakan dalam penelitiannya ini adalah metode observasi dengan mengambil data hanya dalam satu pertemuan. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 7 yang terdiri atas 50 siswa. Dhewi Audiolingual (2000) dalam dalam judul Pembelajaran penelitiannya Bahasa Inggris “Penggunaan untuk Metode Peningkatan Pronounciation Siswa Kelas IV MI Sunan Kalijogo Malang”. Dalam penelitiannya tersebut, Dhewi meneliti tentang proses perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran pronounciation dengan menggunakan metode audiolingual pada siswa kelas IV A MI Sunan Kalijogo. Dalam penelitiannya ini, Dhewi menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang menetapkan empat tahap penelitian, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Paminangkerti (2009) tentang tulisannya yang berjudul “Pemilihan Metode Ceramah dan Pemanfaatan Audiolingual dalam Proses Pembelajaran Bahasa Mandarin di SMA Negeri 6 Surakarta”. Dalam tulisannya dibahas tentang cara menggunakan metode ceramah dan metode audiolingual serta kendalakendala yang dihadapi dalam penerapan metode tersebut, tetapi tidak diterangkan secara lebih mendetail dalam hal apa yang dibahas, apakah tuturan ataukah penguasaan kosakatanya. Sukmantarlina menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik observasi dan studi pustaka. Dalam tulisannya dijelaskan mengenai tahapan-tahapan proses pembelajaran bahasa Mandarin dengan metode ceramah dan pemanfaatan 12 audiolingual, di antaranya yaitu guru memimpin dengan melafalkan satu kata kemudian siswa meniru satu kata tersebut, selanjutnya siswa maju kedepan untuk mengulanginya. Ardi (2010) tentang tulisannya yang berjudul “Pengaruh Aliran Linguistik dalam Pembelajaran Bahasa” memaparkan secara lengkap mengenai macammacam metode pembelajaran bahasa, yaitu metode pembelajaran bahasa secara tradisional, metode pembelajaran bahasa dengan audiolingual, metode pembelajaran bahasa secara kognitif, dan metode pembelajaran bahasa komunikatif. Selain itu, Ardi juga memaparkan lebih lanjut mengenai hakikat dan prinsip-prinsip metode audiolingual, ciri-ciri metode audiolingual, contoh metode audiolingual dalam pembelajaran bahasa, kelebihan dan kekurangan metode audiolingual, begitu pula dengan metode-metode lainnya. Azmara (2009) yang membahas mengenai “Teaching Learning Strategies.” Dalam tulisan ini dipaparkan tentang apa saja jenis-jenis pendekatan yang dapat dilakukan oleh seorang pengajar bahasa, memaparkan tentang macammacam metode pembelajaran yang ada dan menjelaskan tentang models of teaching. Selanjutnya, Azmara membahas lebih lanjut mengenai prinsip-prinsip yang diterapkan sesuai dengan metode audiolingual dari Amerika Serikat, yang diikuti dengan pembahasan tentang langkah-langkah penyajian materi menurut metode audiolingual. Tulisan berikutnya yang juga memaparkan tentang pembelajaran Audiolingual adalah Rorong (2009) dalam judul “Metode Pembelajaran Berbasis Teori Linguistik Struktural Seputar Metode Audiolingual. Dalam tulisannya 13 tersebut dipaparkan mengenai latar belakang metode audiolingual, pembelajaran dengan metode audiolingual, penyebaran dan keterbatasan audiolingual serta dibahas singkat tentang perbedaannya dengan ASTP. Selanjutnya, dari mahasiswa Fakultas Tarbiyah yang membahas tentang “Analisis Behaviorisme Terhadap Lima Prinsip Metode Audiolingual (2010)” Dalam tulisannya ini, membahas mengenai sejarah munculnya metode audiolingual, yang memberikan penjelasan tentang behaviorisme dalam psikologi yang diikuti dengan pembahasan sejarah munculnya metode audiolingual, dan prinsip-prinsip metode audiolingual. Selanjutnya, terdapat tulisan dari Darningsih (2005) yang berjudul “Peningkatan Penguasaan Kosakata untuk Memahami Wacana Bahasa Inggris Melalui Penggunaan Media Permainan Scrabble pada Siswa Kelas 1 SMP Negeri 2 Ampel, Boyolali”. Dalam tulisannya Darningsih ingin mengetahui seberapa jauhkah keefektifan media scrabble dalam meningkatkan pembelajaran penguasaan kosakata bahasa Inggris siswa. Tulisan ini bersifat PTK yang memiliki tahapan-tahapan penelitian yang terbagi menjadi empat, perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Terakhir, tulisan Rahayu (2002) yang membahas tentang variasi metode dan penggunaan media dalam pembelajaran dalam judul penelitian : “Penerapan Variasi Metode Dan Penggunaan Media Pembelajaran Sebagai Upaya Peningkatan Hasil Belajar Dan Motivasi Belajar Siswa Kelas II B Cawu III Pada Mata Pelajaran Sejarah Di SLTP Negeri 2 Sukawati.” Dalam penelitian ini Puji Rahayu meneliti mengenai peningkatan hasil belajar siswa dan peningkatan 14 motivasi belajar siswa setelah diterapkannya variasi metode dan penggunaan media pembelajaran. Keunggulan tulisan-tulisan yang telah dibuat di atas adalah mampu menjelaskan tentang strategi penguasaan kosakata dan prinsip-prinsip metode audiolingual yang bervariasi. Namun, tulisan-tulisan tersebut belum membahas tentang penerapan nyata yang dilakukan pada sebuah institusi atau organisasi kursus dan mengukur peningkatan penguasaan kosakata dengan menggunakan metode audiolingual. Dari kajian pustaka yang telah dipaparkan diatas, terdapat beberapa kemiripan cara atau proses meneliti dari penelitian Wiyanjani, Ramiani, Dhewi, Darningsih dengan penelitian yang dilakukan penulis. Kemiripan tersebut terletak pada penggunaan metode maupun teknik untuk mengetahui peningkatan pembelajaran, baik pembelajaran kosakata maupun pronunciation. Dari kajian pustaka yang telah disebutkan, penulis juga menggunakan teori yang dipaparkan oleh Ardi (2010) dalam menjelaskan tentang cirri-ciri metode audiolingual. Dalam penulisan yang akan dilakukan kali ini, dicermati keunggulan tulisan-tulisan sebelumnya. Tulisan ini akan meneliti tentang bagaimana penerapan pembelajaran metode audiolingual pada suatu lembaga kursus bahasa Inggris dalam upaya untuk meningkatkan penguasaan kosakata. Untuk kasus ini yang terpilih adalah lembaga kursus Kumon EFL. 2.2 Konsep Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa, atau fenomena lainnya. Dalam penelitian ini, 15 dicermati beberapa konsep penting yang dijadikan dasar acuan dalam penelitian yang akan dilakukan. Konsep tersebut meliputi konsep pembelajaran dan pembelajaran, konsep metode audiolingual, konsep kosakata, konsep pemerolehan bahasa kedua, konsep linguistik struktural, dan konsep Kumon EFL. 2.2.1 Peningkatan dan Penguasaan Peningkatan adalah suatu proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha, kegiatan, dsb) (KBBI3) Peningkatan dalam hal ini adalah suatu proses meningkatkan pengetahuan tentang kosakata bagi siswa. Penguasaan adalah proses, cara, perbuatan menguasai atau mengusahakan. Penguasaan dapat juga berarti pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan (pengetahuan, kepandaian, dsb) (kbbi3) Menurut kamus umum bahasa Indonesia, penguasaan berarti perbuatan (hal dsb) menguasai atau menguasakan. 2.2.2 Kosakata Kosakata adalah perbendaharaan kata (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa 1995:527) Kosakata adalah semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa, kekayaan kata yang dimiliki oleh seorang pembicara atau penulis, kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan. Daftar kata yang disusun seperti kamus disertai penjelasan Kosakata (Inggris: vocabulary) secara singkat adalah himpunan kata yang dan diketahui praktis. oleh seseorang atau entitas lain, atau merupakan bagian dari suatubahasa tertentu. Kosakata seseorang didefinisikan sebagai himpunan semua kata-kata yang 16 dimengerti oleh orang tersebut atau semua kata-kata yang kemungkinan akan digunakan oleh orang tersebut untuk menyusun kalimat baru. Kekayaan kosakata seseorang secara umum dianggap merupakan gambaran dari intelejensia atau tingkat pendidikannya (Wikipedia.com). Menurut Kridalaksana (1993), kosakata adalah komponen bahasa yang memberikan informasi tentang arti dan kata-kata yang digunakan dalam bahasa sedangkan dalam Webster‟s Ninth College Dictionary, kosakata dirumuskan seperti berikut. a. Sebuah daftar atau kumpulan kata dan frasa yang biasanya tersusun secara baik dan dijelaskan atau diberi definisi. b. Jumlah atau persediaan kata-kata yang dimiliki oleh suatu bahasa dalam suatu bidang pengetahuan. c. Sebuah daftar atau kumpulan dari istilah atau kode yang tersedia untuk digunakan. Hatch dan Brown menyatakan bahwa kosakata adalah suatu daftar atau rangkaian kata untuk suatu bahasa tertentu yang mungkin digunakan oleh pembicara perseorangan. Kamus Webster juga menyatakan bahwa kosakata adalah sebuah daftar atau kumpulan dari kata yang tersusun secara alphabet dan dijelaskan, persediaan kata yang digunakan dalam suatu bahasa bagi kelas, individu dan lain sebagainya. Menurut Roget (1980), kosakata dijelaskan, seperti berikut. a. sebuah daftar kata yang sering diberi pengertian atau diterjemahkan yang termasuk didalamnya berupa ungkapan dan dua kata kerja; 17 b. semua kata dari suatu bahasa; c. ekspresi asli dari bidang tertentu, subjek, perdagangan atau kebudayaan. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kosakata adalah komponen suatu bahasa dan jumlah kata yang dimiliki oleh seseorang, profesi dan sebagainya, dalam suatu komunikasi dan segala aspek dari kehidupan seperti perdagangan, pendidikan, bisnis, sosial, politik, dan sebagainya. 2.2.3 Metode Dalam pembelajaran dan pembelajaran bahasa, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan. Pengertian metode serta pengertian pendekatan dan teknik pembelajaran dijelaskan dalam pembahasan ini. Pendekatan dan teknik diikutsertakan karena terdapat pengertian yang tumpang tindih mengenai metode dengan pendekatan dan teknik. Ketiga istilah tersebut mempunyai ikatan yang sangat erat dan saling menentukan. Maka dari itu, akan dijelaskan pula pengertian pendekatan dan teknik dalam konteks pembelajaran. Metode adalah cara yang digunakan untuk memahami sebuah objek bahasan sebagai bahan ilmu yang bersangkutan. Menurut Bisno (1969), metode adalah cara yang digeneralisasikan dengan baik agar dapat diterima atau digunakan secara sama dalam satu disiplin, praktik atau bidang disiplin praktik. (googlechrome.com) Pada hakikatnya, metode adalah suatu prosedur untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan yang meliputi pemilihan bahan, urutan bahan, penyajian bahan, dan pengulangan bahan. (Solchan dkk, 1997) 18 Menurut Iskandarwassid & Suhendar (2009), metode adalah sebuah prosedur untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun sifat dari sebuah metode adalah prosedural. Menurut Agung (1991:1), metode berasal dari kata metha dan hodos. Metha artinya dilalui dan hodos artinya jalan atau cara. Jadi, pengertian dari metode adalah jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Surakhmad (1991:96), metode adalah cara yang di dalamnya merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan. Jadi, bila dikaitkan dengan pembelajaran, metode memiliki arti cara-cara yang digunakan dalam pembelajaran suatu bidang tertentu. Depdikbud (1992/1993:13) Sumber lain mengatakan bahwa metode adalah rencana keseluruhan suguhan materi bahasa yang baik yang tidak ada yang menyangkal dan kesemuanya itu berdasarkan pendekatan yang dipilih. Pendekatan bersifat aksiomatik dan metode bersifat prosedural. Dari satu pendekatan, ada banyak metode yang bisa digunakan (Allen and Campbell, 1985). Pendekatan adalah sikap atau pandangan tentang sesuatu yang biasanya berupa asumsi atau seperangkat asumsi yang saling berhubungan dengan sesuatu. Oleh sebab itu, pendekatan bersifat aksiomatis. Artinya, tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya. Di dalam pembelajaran bahasa, pendekatan merupakan pandangan, filsafat, atau kepercayaan tentang hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa yang diyakini oleh guru bahasa. (Solchan dkk, 1997) Dikatakan pula bahwa pendekatan merupakan sikap atau pandangan tentang sesuatu yang biasanya berupa asumsi atau seperangkat asumsi yang saling 19 berkaitan. Dalam pembelajaran atau pembelajaran bahasa, pendekatan merupakan pandangan, filsafat, atau kepercayaan tentang hakikat bahasa dan hakikat pembelajaran atau pembelajaran bahasa yang diyakini dan tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya. (Iskandarwassid, 2009) Pendekatan berisi tentang pandangan, filosofi, suatu artikel kebenaran_sesuatu yang dipercaya tapi tidak wajib untuk dibuktikan (Allen, 1985), sedangkan teknik adalah cara-cara dan alat-alat yang digunakan guru dalam kelas. Dengan demikian, teknik adalah daya upaya, usaha-usaha, atau caracara yang digunakan guru untuk mencapai tujuan langsung dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas pada saat itu. Sumber lain mengatakan bahwa teknik adalah sebuah cara khas yang operasional, yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, berpegang pada proses sistematis yang terdapat dalam metode. Oleh karena itu, teknik lebih bersifat tindakan nyata berupa usaha atau upaya yang dgunakan untuk mencapai tujuan (Iskandarwassid, 2009) Teknik harus konsisten dengan metode dan tentu selaras dengan pendekatan yang digunakan. Teknik tergantung pada guru, seni mengajarnya dan menurut komposisi kelas. (Allen and Campbell, 1985) 2.2.4 Pembelajaran Berdasarkan Cambridge International Dictionary of English, pembelajaran berarti memberikan (seseorang) pengetahuan untuk mengajarkan atau melatih (seseorang), sedangkan dalam Longman Dictionary of Contempory 20 English menyatakan bahwa pembelajaran adalah untuk menunjukkan seseorang bagaimana melakukan sesuatu atau untuk mengganti ide seseorang. Pembelajaran dapat pula diartikan dengan kegiatan pendidikan dimana telah terjadinya interaksi belajar mengajar antara komponen-komponen pembelajaran, khususnya antara guru dan siswa dengan komponen-komponen pembelajaran lainnya. Pembelajaran erat hubungannya dengan pembelajar dan pembelajaran. Pembelajar sama artinya dengan siswa sedangkan pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil pengalaman. Pembelajaran bahasa memiliki dua sisi untuk itu, yaitu mengetahui dan melakukan (competence and performance), yang pertama berasosiasi dengan media dan yang kedua dengan mediasi perspektif pada arti (mediation perspective on meaning) (Widdowson, 1990). Menurut Darsono (2000: 71) pembelajaran harus mampu membina kemahiran pada peserta didik secara kreatif sehingga dapat menghadapi situasi sejenis atau bahkan situasi yang baru sama sekali dengan cara yang memuaskan. 2.2.5 Audiolingual Audiolingual adalah sesuatu yang berkaitan dengan latihan mendengar dan berbicara (dalam pembelajaran bahasa) (http:www.artikata.com). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa definisi metode Audiolingual, yaitu sebuah metode pembelajaran bahasa yang lebih banyak menekankan keterampilan menyimak dan mengembangkan keterampilan berbicara. Prinsip metode ini 21 adalah seseorang yang ingin belajar suatu bahasa harus sering mendengarkan tuturan-tuturan bahasa tersebut. Metode audiolingual adalah hasil perpaduan antara linguistik struktural dengan psikologi behavioris yang memandang proses pembelajaran dari sudut Conditioning. Metode ini berkembang sekitar tahun empat-puluhan. Metode Audiolingual pertama kali dicetuskan oleh Fries, seorang professor dari universitas Michigan Amerika. Metode ini bersandar pada teori-teori dari linguistik struktural. Metode ini memiliki beberapa sebutan, antara lain Fries Method dan Michigan Method. (Rorong, 2009) Menurut Iskandarwassid (2009), metode audiolingual adalah metode yang mengutamakan pengulangan. Cara itu dilakukan untuk efisiensi waktu dalam belajar bahasa. Dalam metode ini pembelajaran bahasa difokuskan pada pelafalan kata, pelatihan pola-pola kalimat yang berulang-ulang secara intensif. Pendapat lain mengatakan bahwa Metode Audiolingual adalah mengenai bentuk tanpa fungsi (forms without functions). Metode Audiolingual tersebut dikatakan sebagai kunci baru yang menggantikan kunci lama (metode grammartranslation dan metode membaca) yang mana metode audiolingual ini merupakan metode ilmiah (scientific method) yang berdasarkan pada analisis stuktural dari bahasa lisan. Metode ini juga memperkenalkan konsep tentang fonem, alofon, morfem, dan alomorf (Savignon, 1983) Metode Audiolingual modern menekankan pada urutan listening-speakingreading-writing pada intruksi bahasa asing. Pentingnya latihan pada pendengaran yang mengembangkan kemampuan untuk berbicara akan menghasilkan banyak 22 penekanan pada keterangan-keterangan mengenai bahasa asing tersebut. Latihanlatihan yang ada di kelas kebanyakan adalah latihan berbicara. Siswa harus mendengarkan rangsangan dari audio dan mengikutinya dengan cepat atau membuat suatu respon lainnya (Allen and Campbell, 1985). 2.2.6 Kumon EFL (English as a Foreign Language) Kumon adalah suatu sistem pendidikan rumah yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan akademis anak-anak agar mereka dapat menjadi orang yang berguna bagi masyarakat, dan untuk meningkatkan kemampuan belajar mandiri sehingga mereka menjadi anak-anak yang mandiri. Kumon bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada sebanyak mungkin kepada anak agar dapat belajar dengan bahan pelajaran Kumon. Kumon selalu berusaha untuk meningkatkan kemampuan siswa dengan menggali potensi mereka secara berkesinambungan. (Kumon: 2009) Kumon adalah sistem perseorangan yang cocok untuk segala usia. Dengan menempatkan pentingnya kemampuan setiap siswa, Kumon berkeinginan untuk membentuk dan menumbuhkan potensi sifat dan kemampuan belajar setiap individu. Kelas Kumon di luar Jepang yang pertama dibuka di New York pada 1974. Sejak itu Kumon telah tersebar di 46 negara dan region yang berbeda walaupun terdapat perbedaan dalam gaya hidup, sistem pendidikan, dan kebudayaan. Kumon menyuguhkan sistem belajar yang menitikberatkan pada latihan / drill yang dilakukan dengan memberikan PR setiap harinya untuk menumbuhkan 23 kebiasaan dan kedisiplinan dalam diri anak tersebut. Latihan mendengarkan CD dari penutur asli Amerika dan menirukan kembali cara pengucapan bahasa Inggris tersebut akan memberikan efek yang baik nantinya untuk penguasaan kosakatanya. Selain mendapatkan CD dan buku pegangan dengan banyak gambar, kumon juga memberikan lembar kerja siswa setiap harinya yang harus dikerjakan melalui mendengar CD terlebih dulu. Baik pada buku pegangan maupun lembar kerja siswa, terdapat banyak gambar, dari tingkatan dasar hingga tingkat tinggi. Gambar dibubuhkan dengan maksud mempermudah dan menarik siswa untuk belajar bahasa Inggris. Dengan latihan setiap hari dan melakukan pengulanganpengulangan belajar diharapkan siswa dapat terbiasa untuk mendengar dan berbicara dalam bahasa Inggris. Aspek pertama yang ingin dicari adalah keterampilan dalam bidang mendengarkan terlebih dahulu, kemudian berbicara, lalu membaca dan akhirnya menulis. Dari tiap tingkatannya, Kumon EFL memiliki tujuan pencapaian masing-masing. Tingkat awal atau tahap 1 (7A, 6A, 5A) memiliki tujuan pencapaian dalam hal menghubungkan suara dan gambar, tingkat selanjutnya atau tahap 2 (4A, 3A, 2A) memiliki tujuan pencapain dalam hal menghubungkan suara dan gambar serta menulis, tingkat di atasnya atau tahap 3 (A, B, C) memiliki tujuan pencapaian seperti sebelumnya dalam hal percakapan. Tahap 4 (D, E, F) memiliki tujuan pencapaian dalam hal tata bahasa awal yang juga meliputi tujuan pencapaian dari tahap sebelumnya. Tahap 5 (G, H, I) memiliki tujuan pencapaian lebih lanjut, yaitu memantapkan kosakata dari tahap sebelumnya. Terakhir, tahap 6 (J, K, L) memiliki tujuan pencapaian tingkat lanjut yang mana sudah harus mengerti segala yang dipelajari di tahapan sebelumnya 24 dan mampu mengerti tentang isi bacaan yang diberikan di Kumon EFL (reading comprehension). Kumon EFL merupakan salah satu jenis kursus belajar dari beberapa pilihan kursus di Kumon seperti kursus belajar matematika, EE, dll. EFL itu sendiri singkatan dari English as a Foreign Language. Dalam EFL program terdapat buku teks EFL, dan tape / CD player dengan lembar kerja yang sudah disesuaikan (Gebhard, 1996). Materi pelajaran Kumon EFL telah dibuat sedemikian rupa dari level awal hingga level terakhir beserta dengan tujuan yang ingin dicapai dari tiap levelnya, namun bukan berbentuk silabus pada umumnya. Pada penelitian ini penulis membuat suatu silabus yang terdiri atas kompetensi dasar, materi, kegiatan pembelajaran, indikator, teknik, instrumen, waktu dan sumber. Selain silabus, terdapat pula RPP atau lesson plan yang berisi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. 2.3 Landasan Teori Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua teori inti, yaitu teori mengenai kosakata dan teori yang mendasari pokok-pokok pembahasan audiolingual. Teori kosakata terdiri atas teori strategi pembelajaran kosakata menurut Singleton (2008), teori tentang aspek-aspek kosakata menurut Redman (2001) dan teori kelas kata menurut George Stern (2003) dan Margono (2006) Teori yang mendasari pokok-pokok pembahasan audiolingual yaitu teori Skinner mengenai verbal behavior (1957), teori Lado (dalam Tarigan, 1988) 25 mengenai landasan hukum empiris audiolingual dan teori Chastain (1976) mengenai ciri-ciri utama audiolingual. 2.3.1 Strategi Pembelajaran Kosakata Pembelajaran kosakata dapat dikembangkan secara umum berdasarkan kelas kata yang ada. Dari satu kata dapat dikembangkan dengan luas dan mendapatkan kelas kata yang lainnya dengan menghubungkan kata-kata tersebut. Misalnya, kata book „buku‟ yang masuk dalam kelas kata benda (noun) dapat dikembangkan dengan pertanyaan: “apa yang dapat anda lakukan dengan kata ini?” jawabnya adalah: membaca (read), menulis (write), digunakan (used), dll. Berdasarkan jawaban yang ada, muncul kelas kata baru yaitu kelas kata kerja (verb). Bila terdapat pertanyaan tentang: “bagaimanakah buku itu?” maka jawaban yang muncul adalah: tebal (thick), tipis (thin), berat (heavy), ringan (light), menarik (interesting), jelek (bad), dll yang memunculkan kelas kata baru, yaitu kelas kata sifat (adjective). Lain halnya bila menggunakan kalimat pertanyaan “bagaimanakah pada umumnya orang membaca buku?” maka jawaban yang ada adalah: dengan membaca pelan (read slowly), membaca cepat (read fast), dll. Jawaban tersebut memunculkan kelas kata keterangan (adverb) yang lebih menekankan pada cara. Bila ingin lebih mengembangkan penguasaan kosakata tersebut dengan mencari kelas kata depan (preposition) maka dapat dilakukan dengan pertanyaan “dimanakah pada umumnya orang membaca buku?” maka jawabanya adalah: di perpustakaan (at the library), di kamar (in the room), di kelas (at the classroom), di bawah pohon (under the tree), dll. 26 Menurut Singleton (2008), pembelajar bahasa pada umumnya penerima yang pasif, walaupun dalam beberapa prosedur pembelajaran, pembelajar tersebut dapat ikut berpartisipasi. Pengajar memberikan makna dan bentuk dari suatu leksikal. Arti leksikal tersebut dapat disajikan, baik secara lisan maupun tertulis. Cara yang pada umumnya digunakan dalam mengajarkan kosakata adalah sebagai berikut. a. Menghubungkan antara bahasa kedua (bahasa Inggris) dengan bahasa pertama (bahasa Indonesia). Strategi pembelajaran bahasa ini biasanya digunakan pada saat memeriksa pemahaman siswa tetapi dapat pula digunakan saat mencari persamaan dan perbedaan antara bahasa 2 dengan bahasa 1, terutama saat hal yang sedang dipelajari ini dirasa akan menimbulkan banyak kesalahan. b. Mendefinisikan arti. Definisi dapat berbentuk sebagai: sinonim, antonim, definisi analitik (X is a Y which), definisi taksonomi (Autumn is a season), memberikan contoh atau lawan kata, memberikan superordinat dari suatu bentuk kata (rose is a flower), menjelaskan fungsi, definisi gramatikal (worse, comparison of bad), definisi melalui penghubungan (danger, lives have not been protected), definisi dengan pengklasifikasian (family, a group of people), dan definisi penuh. c. Presentasi dengan menghubungkan kata-kata Pengajar menciptakan suatu situasi (skenario) yang mendekati dengan konteks apa yang ingin diajarkan. Konteks dapat diberikan dalam satu kalimat 27 saja, tetapi pengajar juga dapat memberikan beberapa kalimat dimana kata yang dimaksud juga muncul. Siswa lalu menebak arti dari kalimat-kalimat tersebut. d. Menghubungkan secara langsung antara arti kata dengan benda atau peristiwa. Strategi ini sering digunakan untuk siswa yang pemula atau masih kecil. Prosedurnya meliputi demonstrasi dan bantuan gambar (secara visual) yang juga dapat digunakan sebagai isyarat untuk dapat mengingat suatu kata. e. Keterlibatan aktif dari siswa dalam suatu presentasi Disini pengajar memberikan dorongan kepada siswa untuk menemukan arti kata dari bagian-bagiannya atau dengan memberikan bantuan, seperti pengajar menunjukkan sebuah gambar dan mengundang siswa untuk memberikan penjelasan atau pengajar dapat memberikan suatu kata dan membiarkan siswa mencari definisi atau sinonimnya. Dalam rangka untuk menghasilkan hubungan antara arti kata dengan bentuknya, siswa perlu untuk distimulasi atau dirangsang untuk memahami pelafalan dari suatu kata tersebut. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan. a. Latihan Oral (oral drill) Pengajar melafalkan kata beberapa kali dan siswa mendengarkan, kemudian siswa mengulanginya dengan suara lantang (berkelompok atau perseorangan), selanjutnya siswa melafalkan kata-kata tersebut kepada diri mereka sendiri (dengan suara yang pelan). 28 b. Tulisan fonetik dan grafik presentasi Tulisan fonetik dan grafik presentasi di sini dimaksudkan agar siswa lebih mudah mempelajari pelafalan bunyi dari suatu kata seperti bunyi yang panjang dituliskan dengan tanda di atas atau di sekitarnya. c. Menjelaskan dengan bentuk grafik Cara ini dapat digunakan dengan menulis di papan tulis, menggarisbawahi kata yang dipelajari atau menebalkannya untuk memudahkan melihat. d. Mendorong siswa untuk mencoba dan melafalkan. 2.3.2 Aspek-Aspek Kosakata Menurut Redman (2001), terdapat beberapa aspek penting dalam kosakata yang perlu diperhatikan dalam mengajar kosakata, yaitu: a. Batasan antara arti konseptual Tidak hanya mengetahui apa maksud dari suatu kata yang dimaksud, tetapi juga mampu mengetahui di mana batasan tersebut dibedakan dari suatu kata yang mempunyai makna yang mirip (contohnya: cup, mug) b. Polisemi Polisemi membedakan antara beragam makna dari satu kata yang memiliki makna serupa (head: of a person, of a pin, of an organization). c. Homonim Homonim membedakan antara banyak makna dari sebuah bentuk kata yang memiliki beberapa makna yang masih berhubungan (e.g. a file: used to put papers in or a tool). 29 d. Homofon Homofon merupakan pemahaman suatu kata yang memiliki pelafalan sama tetapi cara pengucapan dan makna yang berbeda (e.g. mints, mince, muscle, mussel). e. Sinonim Sinonim memberikan pengertian dari suatu kata yang berbeda dengan makna kata yang sama (e.g. extend, increase, expand). f. Arti Afektif Arti afektif membedakan makna denotasi dan konotasi yang tergantung dari sikap pembicara atau situasi. Asosiasi kebudayaan sosial adalah salah satu faktor penting lainnya. g. Style, register, dialek Style, register, dialek Mampu membedakan tingkatan yang berbeda dari suatu bahasa resmi, akibat dari konteks dan topik yang berbeda sama halnya dengan perbedaan dalam variasi geografik. h. Terjemahan Kesadaran antara perbedaan tertentu dan persamaan antara bahasa asli dengan bahasa asing. i. Potongan bahasa / chunks of language Beragam kata kerja, idiom, kata sanding yang kuat maupun yang lemah, frasa leksikal. 30 j. Tatabahasa dari Kosakata Mempelajari peraturan yang ada yang memberikan siswa kesempatan untuk membuat bentuk lain dari suatu kata atau bahkan membuat kata yang berbeda dari satu kata (e.g. sleep, slept, sleeping, able, enable, disability). k. Pelafalan Memiliki kemampuan untuk menyadari dan mengatakan suatu kata dalam percakapan atau pidato. 2.3.3 Kelas Kata Belajar alphabet adalah langkah awal untuk dapat membaca dan menulis. Dengan belajar tentang bagian dari berbicara dan menulis, kita mulai untuk mengerti kegunaan dan fungsi dari suatu kata dan bagaimana kata kata dapat tergabung dan menyatu membuat sebuah komunikasi yang bermakna. Kebanyakan siswa tidak mampu berkomunikasi dan menulis secara gramatikal yang benar karena mereka tidak memiliki kegunaan dan fungsi dari tiap tiap bagian dari berbicara dan menulis tersebut. Bagian bagian tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. 1) Noun (Kata Benda) Noun (kata benda) sering ditujukan untuk menamai seseorang, tempat atau benda. Berikut adalah contoh dari noun: lake, sea, girl, friend, square, day, library, India, Indonesia, idea, truth, uncle, holyday, eye, Susilo Bambang Yudhoyono, class, dll. Susilo Bambang Yudhoyono adalah noun karena nama dari seseorang, India adalah noun karena nama tempat. 31 Noun (kata benda) dapat dibedakan menjadi dua sub kelas. Satu diantaranya memiliki dua bagian. a. Proper Nouns Proper Nouns adalah nama orang-orang, tempat, dan sesuatu yang biasanya diawali dengan huruf kapital pada bagian awal penulisan. Contoh: Debbie Australia Mars Sydney Opera House [Proper Noun Group] b. Common Nouns Common Nouns biasanya tidak diawali dengan huruf kapital pada awal penulisan katanya, kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Common Nouns dapat dibedakan menjadi dua bagian: Count Nouns cup coin loaf stalk plank sheet Count nouns merupakan kata benda yang dapat dihitung dan memiliki bentuk tunggal dan bentuk jamak. Noncount Nouns money bread hay milk wood paper Noncount Nouns merupakan kata benda yang tidak dapat dihitung dan dalam bentuk tunggalnya tidak dapat ditambahkan kata a atau an didepan kata tersebut. Dalam mempelajari kosakata, salah satu cara yang dapat dilakukan agar pengetahuan mengenai kosakata tersebut meningkat salah satunya adalah dengan menambahkan keterangan (modifier) pada awal atau akhir kata benda (membentuk frasa benda). Frasa benda baik panjang maupun keruwetannya tidak 32 dapat dibatasi (kecuali oleh daya pikir kita sendiri) karena unsur dalam frasa itu dapat diperluas strukturnya (Margono, 2006:1) Perhatikan contoh dibawah ini. The breathtakingly beautiful tall girl standing in the corner of the room who became very angry because you knocked over her glass of wine when you were hastily and unattentively entering the room with your new wife is Maria. Dalam frasa benda diatas unsur girl merupakan head (inti) yang diberi keterangan (modifier) di depannya dan dibelakangnya. Terutama unsur leksikal (kata benda, kata sifat, kata kerja) dalam frasa benda dapat diberi keterangan bersusun. Modifier yang berwujud noun biasanya mempunyai hubungan yang erat dengan headnya sehingga terbentuk struktur yang menyerupai kata majemuk, misalnya patung kayu Bali. Berikut contoh struktur seperti itu (office furniture) yang dapat diperluas dengan menambahkan kata lain di depannya sebagai modifier. Berikut contoh meluaskan kata benda dengan menambahkan modifier di depan head. Perhatikan bahwa kita menerjemahkannya masih mengikuti aturan umum, dari kanan ke kiri. Bahasa Inggris Bahasa Indonesia „mebel kantor‟ „mebel kantor pajak‟ „mebel kantor pajak pendapatan‟ „mebel kantor pajak pendapatan luar negeri‟ middle east overseas income tax office „mebel kantor pendapatan luar negeri furniture Timur Tengah‟ office furniture tax office furniture income tax office furniture overseas income tax office furniture 33 Dari tabel perluasan kata benda diatas, dapat dilihat bahwa dari satu kata inti/head : furniture/mebel, dapat meluas menjadi 6 kosakata yaitu kata office, tax, income, overseas, middle, dan east. Akhiran Pembentuk Kata benda Berikut ini akan dijelaskan beberapa akhiran yang dapat membentuk suatu kata menjadi kata benda. a) Pembentuk agen atau objek -er : driver, employer, examiner, writer -or : actor, collector, director, educator, elevator, protector, sailor, -ar : beggar, liar -ant : accountant, assistant, attendant, combatant, pollutant, servant -ist : biologist, chemist, economist, dentist, scientist -ee : employee, examinee, refugee, referee, invitee, presentee visitor b) Pembentuk kata benda dari kata kerja (verb) -age : breakage, coverage, leakage („kebocoran‟), drainage, marriage -al : approval, arrival, refusal -ance : acceptance, appearance, performance -ery : delivery, discovery, recovery -ment : agreement, arrangement, employment, management -sion :collision, decision, division, confusion -ation : education, attention, solution -ure : departure, failure, closure 34 c) Pembentuk kata benda abstrak dari kata sifat (adjective) -ance/-ence -ity : imporatance, absence, presence, diligence : ability, activity, divinity, equality -ness : darkness, happiness, kindness -th : length, strength, truth, width Berikut akan dijelaskan mengenai bentuk kata benda yang sama dengan kata kerja dan kata sifat. Bentuk Kata Benda dan Kata Kerja yang Sama aim answer cause change demand doubt dream end fall guess hope influence interest joke laugh lock move note order plan play quarrel rest result smile stop talk trouble walk water work Bentuk Kata Benda dan Kata Sifat yang Sama alternative bilingual, monolingual, multilingual essential individual ideal manual native potential Catatan (1) Kata sifat dapat difungsikan sebagai kata benda untuk membuat acuan umum, the poor (orang-orang miskin), the rich (orang-orang kaya), the strong (orang-orang kuat). (2) Untuk nama bangsa dan bahasa, bentuk kata benda dan kata sifat sama, an Indonesia (orang Indonesia), he speaks Indonesian. 35 Kata Benda Kongret dan Abstrak Secara semantik ada kata benda kongkret seperti pig, kata benda abstrak seperti difficulty. Kata benda abstrak dapat tergolong count (remark/remarks) maupun uncount (warmth/warmths). Jika kata benda itu mengacu kepada konsep, kata benda itu tergolong uncountable, jika mengacu kepada peristiwa, kata benda itu biasanya tergolong countable. Contoh kata benda abstrak countable: meeting – meetings arrival – arrivals discovery – discoveries Contoh kata benda abstrak uncountable: Employment, happiness, honesty, literature, sleep NOUN Common Noun Count Noun Concrete Abstract Uncount Noun Conctrete Abstrack Proper Noun book, toy difficulty, beauty gold, iron, butter music, homework Joni, Sarah, London Contoh kata benda yang dapat berfungsi sebagai count dan uncount (dis)agreement abuse beer protest cake chicken language toothpaste difficulty dislike fear war shampoo improvement sound detergent noise pain pleasure space rain snow conversation business success thought fruit stone water coffee land life 36 2) Verb (Kata Kerja) Verb (kata kerja) sering ditujukan sebagai sebuah kata yang menunjukkan aksi atau tindakan. Verb adalah inti dari suatu kalimat, jadi setiap kalimat harus memiliki verb. Memperhatikan verb adalah langkah yang paling penting untuk mengerti maksud dari sebuah kalimat. Dalam kalimat “The dog bit a man”, bit adalah verb yang menunjukkan aksi/kegiatan dari kalimat. Dalam kalimat “The man is sitting on a chair”, walaupun aksi/kegiatannya tidak menunjukkan banyak aktivitas, sitting adalah verb dari kalimat tersebut. Perbedaan dari verbs menunjukkan perbedaan makna yang berkaitan dengan maksud-maksud tertentu seperti tensis (past, present, future), orang (orang I, orang ke II, orang ke III), nomber (singular, plural) dan bentuk kalimat (aktif, pasif). Verb (kata kerja) dapat membentuk sebuah kelas kata, adapun bagianbagiannya adalah: a. Melakukan suatu pekerjaan: take, went, jumping, talks, ran b. Dapat membuat suatu bentuk –ing, atau infinitive (bentuk to-): to swim/swimming to be/being to read/reading to take/taking c. Dapat dikombinasikan dengan kata benda, determiners, dan kata ganti, untuk memberitahu kita siapa (atau apa) yang dilakukan, untuk apa, dan untuk siapa. We slept soundly. They played hockey. Adam gave Tia a present. 37 d. Dapat muncul baik dalam bentuk sendiri (single verns) maupun dalam bentuk kelompok (verbs groups) - yaitu suatu untaian kata yang berkombinasi membentuk satu arti. Single Verbs know learns Verbs Groups have known discover is learning understood will discover may have understood Kata kerja mempunyai dua bagian sub kelas: a. lexical verbs (dapat dikatakan “dictionary verbs”) adalah kata kerja yang mempunyai arti. Run, jump, sit, stand; b. auxiliary verbs/kata kerja bantu (dapat dikatakan “helping verbs”) adalah kata kerja yang biasanya digunakan untuk tujuan gramatikal daripada untuk arti; They have all gone They will not return They did not see the snow Kata kerja yang ditebalkan diatas tidak memiliki arti, mereka adalah auxiliary (kata kerja bantu). Tanpa mereka kalimat tetap memiliki arti tetapi tidak gramatikal. They all gone They not return They not see the show 3) Adjective (Kata Sifat) Adjective (kata sifat) sering ditujukan sebagai sebuah kata yang menjelaskan atau memberikan informasi lebih tentang noun atau pronoun. Adjective menjelaskan nouns dalam bentuk sebagai keterangan ukuran, warna, dan 38 nomber. Dalam kalimat “The lazy cat sat on the rug”, kata lazy adalah adjective yang memberikan informasi lebih mengenai noun (cat). Banyak kata sifat yang muncul memang berfungsi sebagai kata sifat, seperti: long, short, blue, red tetapi banyak pula kata sifat yang terbentuk dari bentuk dari kelas kata lainnya (termasuk kata sifat) dengan adanya penambahan akhiran. Noun (kata benda) Adjective (kata sifat) memory person fame memorable personal famous Verb (kata kerja) Adjective (kata sifat) depend cease forget dependent ceaseless forgetful Adjective (kata sifat) Adjective (kata sifat) green intense optic greenish intensive optical Adjectives memiliki tiga sub kelas sebagai berikut. a. Descriptive Adjective Descriptive adjective adalah tipe adjective yang paling umum. Beberapa dari tipe ini terbentuk dari anggota kelas kata lain yang diikuti oleh akhiran. (reason → reasonable, wonder → wonderful). Jenis adjective yang kedua, descriptive adjective sangat berbeda dengan adjective jenis determiners, seperti diungkapkan oleh Frank (1972: 110), "Descriptive adjectives usually indicate an inherent quality (beautiful, intelligent), or a physical state such as 39 age, size, color. Inflectional and derivational endings can be added only to this type of adjective." Artinya, semua kata sifat (adjective) yang menyatakan kualitas, kondisi fisik sepeti usia/umur, ukuran dan warna disebut descriptive adjective. Berbeda dengan determiner yang bentuknya paten tidak bisa ditambahkan akhiran, descriptive adjective malah sangat mungkin diimbuhi akhiran karena jenis adjective ini saja yang bisa diperbolehkan. Contoh: Jenis adjective yang tidak bisa ditambahkan akhiran (determiner) The sexy girl went for a walk. (determiner the tidak bisa ditambahkan akhiran apapun karena bentuknya tidak bisa diganggu gugat). The sexiest girl went for a walk. (descriptive adjective sexy bisa diberi imbuhan -est menjadi sexiest). Beberapa contoh descriptive adjective yang menyatakan kualitas: beautiful smart ugly pretty stupid clever patient honest 40 b. Proper Adjectives Adjective (“adjectives of origin”) tipe ini biasanya dibentuk dengan akhiran dari proper nouns. Layaknya seperti proper nouns, proper adjectives biasanya dimulai dengan huruf kapital. Proper Noun Proper Adjective Australia China Shakespeare Hobart Australian Chinese Shakesperian Hobartian c. Verbal Adjectives Kata sifat verbal adalah kata kerja yang berfungsi sebagai kata sifat. 1) Bentuk –ing (present participle): Shaking taking noting 2) Bentuk –en (past participle), biasanya dengan akhiran –en atau –ed. Shaken taken noted Dari penjelasan diatas, kita dapat merangkum akhiran kata yang dimiliki oleh kata sifat yang diderivasi dari kelas kata lain, seperti yang dijelaskan oleh Margono (2006:1). -able : [„rawan terhadap, cenderung untuk, dapat di-„] fit for, tending to, given to‟] comfortable, drinkable, eatable, lovable, notable, regrettable, reliable, workable; [„dapat menyebabkan‟]: agreeable, changeable, knowledgeable, peaceable, perishable -al : [„bercirikan‟] cultural, directional, fictional, hormonal, medical, organizational, spectral, tidal, musical 41 -an : [„termasuk, tergolong‟]: American, Wesleyan, Slavian, urban, suburban -ant : [„dalam keadaan, atau bertindak sebagai‟]: ascendant, elegant, expectorant, pretendant propellant, somnambulant; catatan sebagai suffiks pembentuk kata benda pelaku atau alat: tenant, defendant, applicant, contestant, propellant, lubricant, deodorant -ar : [„termasuk, bersifat, seperti‟] linear, molecular, nuclear, polar, spectacular, triangular, anmular, oracular, angular, muscular, titular, angular, circular, linear, muscular, nuclear, polar, titular -en : [„terbuat dari‟]: earthen, golden, wooden, woolen; catatan: [„tidak produktif karena ada kecenderungan besar menggunakan kata benda sebagai modifier seperti pada: gold cup, wheat cake‟] -ent : [„berbuat atau berada dengan cara tertentu‟]: apparent, dependent, reverent, subsequent -ial : [lihat –al; „terkait dengan‟]: martial, manorial -ible : [„variasi dari –able, akhiran untuk kata-kata dari bahasa Latin]: credible, horrible, legible, sensible, visible -ic : 1[„bersifat atau berbentuk‟]: panoramic; 2[„terkait dengan atau berisi‟]: alcoholic, boric, cinammic, oleic; 3[„seperti atau bercirikan‟]: Byronic, quixotic, Puritanic; menunjukkan‟]: Vedic, menunjukkan‟]: nostalgic, 4[„terkait electronic, affected dengan, atomic; with, menggunakan, 5[„bercirikan allergic, atau paraplegic, 42 6[„disebabkan oleh‟]: amoebic; 7[„cenderung menghasilkan‟]: analgesic -ious : „mengandung, mempunyai‟]: atrocious, hilarious, clamorous, glamourous, pretentious -ish : [„bersifat, seperti, cenderung seperti‟]: amateurish, childish, foolish, selfish, bookish, boyish, girlish, freakish; [„agak, mendekati, kurang lebih‟]: brownish, reddish, whitish, fiftyish, sevenish, [„termasuk‟]: British; Danish; English; Spanish -ive : [„berhubungan dengan‟]: attractive, coordinative, expensive, productive, corrective, destructive, detective, passive, sportive -ful : [„penuh denganm mempunyai, bersifat‟]: eventful, joyful, painful, shameful, beautiful, careful, thoughtful, useful, peaceful, boastful, [„cenderung untuk‟]: wakeful, harmful, [„menyerupai‟]: masterful; [„dapat‟]: mournful, bashful -less : [„tanpa‟]: careless, childless, helpless, useless -ous : [„berisikan‟]: dangerous, courageous, gaseous (dari gas), piteous (dari pity), poisonous, spacious (dari space), vigorous (dari vigour) -y : [„mengandung‟]: dirty, dusty, sleepy, funny, muddy, woolly (dari wool) Akhiran kata sifat yang utama: -able: comfortable -ish: greyish -ful: playful -less: useless -al: physical -ous: dangerous -ic: scientific -y: dirty 43 Banyak kata sifat yang tidak mempunyai akhiran, misalnya good, hot, little, young, fat. Kita juga tidak dapat mengidentifikasi kata sebagai kata sifat hanya karena dapat diinfleksi (dalam perbandingan) walaupun benar bahwa banyak kata sifat dapat diinfleksikan untuk komparatif dan superlatif (eg. Shortshorter-shortest). Empat Kriteria Kata Sifat a) Dapat berfungsi sebagai atributif (yang terletak di antara determiner dan kata benda, misalnya an ugly painting. b) Dapat berfungsi sebagai predikatif (sebagai komplemen subjek), atau sebagai komplemen objek. The painting is ugly I thought the painting ugly c) Dapat diberi premodifier very. They are very happy The very happy children d) Dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif baik secara infleksi [=dengan akhiran –er dan –est] maupun secara perifrastik [= dengan menggunakan more dan most]. Happy-happier-happiest [secara infleksi] Intelligent-more intelligent-most intelligent [secara perifrastik] 4) Adverb (Kata Keterangan) Adverb (kata keterangan) biasanya dimaksudkan sebagai kata yang memberikan informasi lebih tentang verb, adjective atau adverb lainnya. Adverbs menjelaskan verbs, adjectives, and adverbs dalam hal keterangan waktu, 44 frekuensi, dan tingkah laku. Dalam kalimat “Roy runs very fast” very menjelaskan adverb (fast) dan memberikan informasi mengenai seberapa cepat Roy berlari. Banyak adverbs muncul sebagai adverbs: here, there, now, then, tetapi banyak pula adverbs yang terbentuk dari adjective dengan penambahan akhiran – ly. Adjective slow steady bright whole Adverb slowly steadily brightly wholly Tidak semua kata yang diakhiri dengan akhiran –ly adalah adverb. Beberapa adjectives juga diakhiri dengan akhiran –ly. Kita dapat melihat bahwa itu adalah adjective dari kenyataan bahwa mereka memodifikasi nouns. They had It was a a kindly adjective friendly adjective manner noun thing to do noun Klasifikasi Bentuk Secara morfologi adverb (kata keterangan) dapat dikelompokkan sebagai berikut. a) Adverb sederhana, misalnya: just, only, well. Banyak adverb sederhana terkait dengan makna „posisi‟ dan „tempat‟: back, down, near, out, under. b) Adverb majemuk, misalnya: somehow, somewhere, therefore, dan yang formal: whereupon, herewith, whereto. 45 c) Adverb derivasional. Banyak dari adverb yang diderivasi dari adjective (kata sifat) dengan diberi akhiran –ly: oddly, interestingly, warmly, quckly Contoh adverb tipe lain dengan afiks derivasional lain: Clockwise, sideways, cowboystyle, schoolboy-fashion, northward(s) Membedakan Adverb dari Kelas Kata Lain No Contoh dalam kalimat Ulasan 1 -You write well Well = Adverb -I‟m not (feeling) well. [„Saya merasa tidak Well = Adjective sehat‟] 2. - An early riser gets up early Sejumlah adjective (kata - An ambitioud man has high aims. He aims sifat) berbentuk sama adverb (kata high. dengan - He gave a low bow. He bow low. keterangan) - Run in a straight line. Run straight to the tape. 3. 4. I can‟t see the road clearly. Wipe the Clearly = adverb windscreen clear. Clear = adjective - This is hard work. We have to work hard. -Hard work = pekerjaan berat (hard = adjective). -work hard = bekerja berat (hard = adverb) 46 Pembentukan Adverb dari Adjective dengan Akhiran –ly a) Adjective berakhiran –le diubah menjadi adverbial dengan akhiran –ly. simple-simply whole-wholly b) Adjective berakhiran konsonan +y, diubah menjadi adverb berakhiran –ily. happy-happily Dalam beberapa hal akhiran y pada adjective tidak diubah dry-dryly/drily shy-slily/slyly c) Adjective berakhiran –ic dan –ical diubah menjadi –ically. economic, economical-economically tragic, tragical-tragically Kekecualian: public-publicly, *publically d) Participle berakhiran –ed diubah menjadi –edly dengan ucapan [idli]. assured-assuredly learned-learnedly marked-markedly e) Adjective berakhiran –ary diubah menjadi –arily secondary-secondarily primary-primarily 47 5) Pronoun (Kata Ganti) Pronoun (kata ganti) sering dimaksudkan sebagai sebuah kata yang bisa digunakan sebagai sebuah noun. Contohnya, “John is a student”, pronoun „he‟ dapat digunakan menggantikan tempat noun (John) dan kalimatnya menjadi “He is a student”. Pronouns dapat sering digunakan jadi tidak perlu untuk mengulang noun berkali-kali. Pronoun dapat dibedakan menjadi empat sub kelas: a. Personal Pronoun Personal pronoun mengacu pada kamu, aku dan kepada orang lain. Daftar dibawah ini menunjukkan bentuk yang berbeda dari personal pronouns. Subjective Pronouns Objective Pronouns Possessive Pronouns I You He She It We You They me you him her it us you them mine yours his hers its ours yours theirs [Possessive Emphatic Determiners] Reflexive Pronouns [my] myself [your] yourself [his] himself [her] herself [its] itself [our] ourselves [your] yourselves [their] themselves b. Indefinite Pronouns Indefinite Pronouns adalah some-, any-, no-, every- yang dikombinasikan dengan –body, -one, -thing: somebody someone something anybody anyone anything nobody no one nothing everybody everyone everything 48 c. Interogative Pronouns Interogative Pronouns adalah pronouns yang digunakan dalam bentuk Tanya. Terdapat lima interrogative pronouns: who? whom? whose? what? which d. Relative Pronouns Relative Pronouns terletak pada bagian depan dari adjective clauses (disebut juga dengan relative clauses) yang memodifikasi sebuah noun atau sebuah pronoun. Relative Pronouns yang paling umum adalah: who that whom when whose where which 6) Preposition (kata depan/preposisi) Preposition (kata depan) adalah sebuah kata yang menunjukkan hubungan dengan kata-kata lainnya dalam suatu kalimat. Hubungan tersebut antara lain; arah, tempat, waktu, sebab, cara, dan jumlah. Dalam kalimat “He went to the store”, „to‟ adalah sebuah preposition yang menunnjukkan arah. Dalam kalimat “They came by bus”, „by‟ adalah sebuah preposition yang menunjukkan cara. Dalam kalimat “They will be here at three o‟clock”, „at‟ adalah preposition yang menunjukkan waktu dan dalam kalimat “It is under the table”, „under‟ adalah preposition yang menunjukkan tempat. Preposition dapat diidentifikasi berdasarkan fungsinya yang menunjukkan hubungan antara sesuatu. Berikut adalah daftar dari lima puluh Preposition (kata depan) yang paling umum. aboard behind in over 49 about below inside past above beneath into plus across beside like round after between minus through against beyond near to along by next towards amid despite of under among down off unlike around during on up at except onto with atop for opposite before from out Makna dasar preposition (kata depan/preposisi) berkaitan dengan ruang dan waktu, tetapi biasanya preposition digunakan secara idiomatik, sehingga kita perlu memerhatikan cara penggunaan dan maknanya yang khusus dalam kalimat. Dalam garis besarnya makna preposition berkaitan dengan perihal berikut: a) ruang (in, on, outside) b) waktu (in, at, on, during, since, for) c) arah atau gerak (into, up, down) d) sebab (because of, due to, thank to, owing to, on account of) e) hal (about, on, concerning, instead of) f) alat, cara, dan lain-lain (with a hammer in amazement, in blue dress) 50 Preposisi yang sama mempunyai arti yang berbeda-beda sesuai dengan tautannya. Sering artinya tidak dapat dipisahkan dari frasanya, seperti dalam of course, because of, despite of, an account of (Margono, 2006:5) 7) Conjunction (Kata Penghubung) Conjunction (kata penghubung) adalah sebuah kata yang menghubungkan kata-kata atau kelompok kata lainnya. Dalam kalimat “Bill and Betty are friends”, conjunction „and‟ menghubungkan dua noun. Dalam kalimat, “It is early but we can go”, conjunction „but‟ menghubungkan dua kelompok kata. Conjunction (kata penghubung) dapat dibedakan menjadi dua bagian: a. Coordinating Conjuctions And, but, either….or, neither….nor b. Subordinating Conjuctions Kata benda Adjectival Adverbial whoever, whichever, that who, whom, which, that if, unless, when, because 8) Interjections (Kata Seru) Interjection adalah sebuah kata seperti ughh!, gosh!, wow!, yang menunjukkan ungkapan emosi atau seperti senang, kaget, terkejut, dan jijik, tapi tidak menunjuk pada arti lain. Interjections jarang digunakan dalam berbicara atau menulis. Berdasarkan kegunaannya interjections dapat dibedakan menjadi: a. Sosial Calls and Greetings bless you bye-bye congratulations good day good morning good night hello how do you do hi please sorry thanks 51 b. Emotional Outbursts and Commands boo bravo cool hallelujah hooray hush ouch rack off shoo whew wow yummy c. Work and Sport Calls check checkmate fore fault goal play on off timber objection overruled on a point of order miaow purr quack-quack oink-oink d. Animal Sounds woof bow-bow moo grr e. Blasphemies and Obsenities jeez (dari “jesus”) bloody oath gosh (dari “God”) crap f. Assent and Dissent yes sure thing nah OK (atau okay) uh-uh nope no yeah 2.3.4 Verbal Behavior Teoritikus terpenting dari pembahasan mengenai audiolingual adalah Skinner terutama dalam tulisannya Verbal Behavior (1997). Uraian panjang lebar mengenai percobaan-percobaan dengan binatang yang merupakan dasar dari teorinya dapat ditemukan dalam uraian Lamerand (dalam Wojowasito, 1972:105) 52 Geprogrammeerde instructive en het talenpracticum. Nantinya, teorinya tersebut menjabarkan secara luas tentang pokok-pokok pembahasan audiolingual. Selain itu, penelitian ini akan didukung oleh teori yang dipaparkan oleh Lado (dalam Tarigan) mengenai lima hukum empiris yang mendasari audiolingual, dan Chaistain menjelaskan ciri-ciri utama audiolingual. Adapun pokok-pokok pembahasan audiolingual menurut Skinner, 1957 adalah sebagai berikut a. Belajar bahasa asing itu adalah proses mekanis pembentukan kebiasaan, jadi merupakan pemupukan deretan kebiasaan (North East Conference, 1961:44) b. Cara paling baik untuk membentuk kebiasaan-kebiasaan adalah: beberapa bulan yang menggunakan pola latihan serius dan mekanik stimulusrespons (Politzer, 1965:17) c. Kebiasaan-kebiasaan itu diperkuat oleh “reinforcement” dan oleh karena itu sangat penting bahwa siswa berbicara dalam bahasa asing sesering mungkin daripada hanya mendengarkannya (Rivers, 1968 : 53) d. Kebiasaan bahasa asing yang dapat dipupuk secara paling efisien dengan memberikan jawaban-jawaban yang tepat dan tidak membuat kesalahankesalahan. Oleh karena itu pada tiap latihan harus diikuti jawaban yang benar sebagai koreksi, sebagai feed back. e. Bahasa asing itu merupakan bagian tingkah laku manusia, dan itu menjadi kemutlakan bahwa mahasiswa harus dibuat begitu rupa hingga ia mampu berperilaku, artinya menggunakan bahasa dalam situasi yang sungguh- 53 sungguh karena metode audiolingual menjadikan bahasa dalam bentuk dialog (Brooks, 1964:106) Dialog yang disajikan harus berkali-kali diulang oleh siswa, dihafal sampai tak terhitung jumlahnya sehingga pertanyaan dan jawaban tersebut menjadi sesuatu yang otomatis dan sesudah itu jawaban-jawaban tersebut digunakan dalam situasi lain (yang diganti atau diubah). f. Dari apa yang diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa bahasa lisan harus didahulukan terhadap bentuk bahasa yang bagaimanapun dan mulai dengan kursus murni audio-oral. Tahap pertama dalam metode audiolingual adalah melatih kemampuan mendengar/menyimak dan kemampuan berbicara tanpa menggunakan bahasa tulis terlebih dahulu (North East Conference, 1960:20). g. Mahasiswa belajar pola-pola kalimat dan kenyataan-kenyataan / peristiwaperistiwa gramatikal dengan analogi menurut model-model yang diberikan. Bila latihan-latihan telah berhasil dilakukan berulangkali, analogi berfikir akan membimbing siswa pada jalan linguistik yang benar sama seperti yang terjadi pada siswa penutur asli dalam mempelajari bahasa mereka sendiri (Brooks, 1964:139) h. Belajar bahasa bukanlah kesibukan intelektual, karena analisis intelektual akan menyebabkan keraguan dalam memilih bahasa yang digunakan, sedangkan pembicara suatu bahasa yang lancar menghasilkan bahasa dengan rangkaian yang benar tanpa perlu menganalisis apa yang telah 54 dikatakannya dan dapat berkonsentrasi pada pesan yang ingin disampaikan. (Rivers, 1968:76) Sejumlah hal baru datang dari pendapat-pendapat tersebut di atas. Melalui audiolingual inilah banyak negara menemukan jalannya untuk menjadikan bahan pelajaran secara lisan, yaitu pemakaian dialog-dialog sebagai bahan pelajaran, memberikan drill dari pola-pola kalimat secara intensif. 2.3.5 Landasan Hukum Empiris Audiolingual Menurut Lado (dalam Tarigan, 1988:234) ada lima hukum empiris yang mendasari audiolingual. Kelima hukum tersebut dibicarakan dalam uraian berikut. 1) Hukum dasar hubungan yang meyatakan bahwa apabila dua pengalaman terjadi bersama-sama, kemunculan yang satu akan mengingatkan kembali pada yang satu lagi. 2) Hukum latihan yang mengemukakan dengan tegas bahwa semakin sering sesuatu responsi dipraktikkan, semakin baik pula hal itu dipelajari dan semakin lama diingat. 3) Hukum intensitas yang menyatakan bahwa semakin intensif sesuatu responsi dipraktikkan, semakin mantap hal itu dipelajari dan semakin lama pula akan diingat. 4) Hukum asimilasi yang menyatakan bahwa setiap kondisi yang baru terangsang justru cenderung menimbulkan responsi yang sama dengan yang telah ditimbulkan oleh kondisi-kondisi yang sama pada masa lalu. 55 5) Hukum pengaruh yang menyatakan bahwa apabila suatu responsi disertai atau diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang memuaskan, responsi itu semakin diperkuat, semakin terterima. Apabila suatu responsi diikuti oleh peristiwa yang menjengkelkan, responsi itu justru dihindarkan, tidak terterima. 2.3.6 Ciri-Ciri Utama Audiolingual Hukum-hukum behavioris yang mendasari kelima dasar Audiolingual di atas, juga terdaftar dalam karya Chastain (1976) dan dirangkum sebagai berikut 1. Tujuan pembelajaran B2 adalah mengembangkan diri para siswa kemampuan-kemampuan yang sama dengan yang dimiliki oleh para pembicara aslinya. 2. Bahasa pertama hendaklah dilarang di dalam kelas 3. Para siswa harus belajar berbicara tanpa memperhatikan bagaimana bahasa itu disusun. 4. Latihan dan praktik yang sungguh-sungguh haruslah mendahului setiap penjelasan, dan diskusi mengenai tata bahasa harus dalam waktu yang sangat singkat. 5. Dalam mengembangkan ke empat ketrampilan (menyimak, membaca, berbicara, menulis), urutan alamiah yang dijalankan dalam belajar bahasa haruslah dipelihara dan dipegang terus. Selain ciri-ciri yang diungkapkan di atas, audiolingual juga memiliki ciri khas dari materi yang terdapat di dalam buku-buku teks yang disusun. Ciri-ciri khas yang terdapat dalam materi yang berdasarkan audiolingual tersebut, pada 56 umumnya terdiri atas tiga unit atau bagian, yaitu dialog, latihan-latihan pola serta kegiatan penerapannya. teks–teks yang yang terdapat dalam buku tersebut disesuaikan dengan urutan pembelajaran bahasa yang sebenarnya. Oleh sebab itu, kegiatan membaca biasanya ditangguhkan sampai pembelajar telah memiliki kemampuan lisan atas bahan yang dipelajarinya. Kemudian, mereka disuruh berlatih menggunakan struktur dan kosakata yang terdapat dalam pelajaran yang sama melalui latihan-latihan tulis. 2.4 Model Penelitian Penelitian ini menggunakan praktik tinjauan kelas untuk meneliti penerapan metode audiolingual yang ada di Kumon EFL dan melihat seberapa jauh peningkatan penguasaan kosakata pada siswa setelah belajar menggunakan metode audiolingual tersebut. Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, secara garis besarnya dapat digambarkan seperti diagram berikut. KOSAKATA Metode Audiolingual (MAL) (Linguistik Struktural (+) Psikologi Behavioris) Tempat Kursus Kumon EFL Siklus I Siklus II Tingkat Hasil Belajar Siswa Gambar 2.4.1 Model Penelitian 57 Dalam penelitian ini terdapat dua siklus yang nantinya akan dilakukan. Siklus I dan siklus II. Tiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Adapun bagan penelitiannya akan terlihat seperti berikut: Perencanaan Refleksi Siklus I Perencanaan Pelaksanaan Observasi Gambar 2.4.2 Desain PTK Sumber: Kurt Lewin (1999: 15) Refleksi Siklus II Observasi Pelaksanaan 58 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian sangatlah penting dalam suatu penelitian, karena dengan adanya metode penelitian, akan ditunjukkan bagaimana penelitian tersebut terlaksana. Bab ini akan membahas pendekatan penelitian yang digunakan, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, Instrumen penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan yang terakhir, yaitu metode dan teknik penyajian data. 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menjabarkan karakteristik data-data yang ada, sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengukur suatu nilai dari data yang ada. Pendekatan kualitatif yang dilakukan nanti didasarkan pada penjabaran mengenai penguasaan kosakata siswa yang belum belajar dengan menggunakan metode audiolingual di Kumon EFL yang didapat melalui observasi dan pencatatan. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan pencarian data hasil tes siswa, baik yang merupakan data hasil tes awal maupun data hasil tes akhir. 58 59 3.2 Lokasi Penelitian Adapun lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah tempat kursus bahasa Inggris, yaitu Kumon EFL yang bertempat di Jl. Gatot Subroto Barat, Denpasar, Bali yang meneliti siswa perseorangan. Dari beberapa tempat kursus yang ada maupun Kumon EFL yang lainnya, tempat ini dipilih karena merupakan tempat kursus yang paling strategis dengan jumlah siswa yang banyak, sehingga memberikan lebih banyak pilihan dalam menentukan sumber data. 3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data Jenis data dapat berupa kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif (data yang berupa kata-kata yang diuraikan dalam bentuk penjelasan) diperoleh dari catatan peneliti selama penelitian berlangsung, sedangkan data kuantitatifnya (data yang berupa angka dan nilai-nilai) diperoleh dari nilai hasil tes awal, nilai hasil tes akhir dan kuesioner. 3.3.2 Sumber Data Sumber data penelitian ini adalah siswa Kumon EFL Gatot Subroto Barat, yang berlokasi di Jl. Gatot Subroto Barat no 188 B Denpasar Barat. Dari enam tahapan di Kumon (Tahap I: Level 7A, 6A, 5A, Tahap II: Level 4A, 3A, 2A, Tahap III: Level A, B, C, Tahap IV: Level D, E, F, Tahap V: Level G, H, I dan Tahap VI: Level J, K, L), tahap I lah yang terpilih untuk diteliti, khususnya tingkat dasar 7A yang jumlah siswanya adalah 20 siswa. Usianya berkisar antara 6 60 sampai 9 tahun. Siswa tingkat dasar 7A dipilih karena siswa tersebut memiliki kemampuan yang kurang dalam penguasaan kosakata, dengan demikian nantinya peningkatan penguasaan kosakata yang terjadi dapat terlihat secara lebih jelas. 3.4 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner sederhana, tes, dan catatan peneliti. 3.4.1 Kuesioner sederhana Kuesioner sederhana nantinya diisi oleh pembimbing siswa sebagai alat pemeriksaan atas faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya peningkatan penguasaan kosakata siswa dengan menggunakan metode audiolingual tersebut, selain dengan wawancara (kepada pembimbing). Kuesioner tersebut menggunakan bahasa Indonesia. 3.4.2 Tes Selain kuesioner, penelitian ini juga mempergunakan beberapa tes yang ada di tempat kursus yang diteliti (dalam hal ini adalah Kumon EFL) baik sebagai tes awal maupun tes akhir. Tes awal digunakan untuk mengetahui mengenai kemampuan siswa dalam penguasaan kosakata sebelum dilakukannya treatment atau sebelum siswa belajar dengan menggunakan metode audiolingual, sedangkan tes akhir digunakan sebagai alat ukur tingkat kemampuan dan tingkat perkembangan penguasaan kosakata yang dicapai oleh anak yang belajar di 61 Kumon EFL, sejauh mana metode audiolingual tersebut berhasil meningkatkan penguasaan siswa dalam kosakata. Bentuk tes tulis tersebut akan dilampirkan di halaman lampiran. 3.4.3 Catatan peneliti Catatan peneliti mencatat semua situasi kondisi dari proses pembelajaran yang menggunakan metode audiolingual yang tersusun dari lembaran observasi yang nantinya digunakan untuk mencari tahu hasil dari pengaplikasian metode audiolingual. Peneliti akan mencatat beberapa laporan penting yang dianggap perlu. 3.5 Prosedur Penelitian Penelitian ini akan menggunakan penelitian tindakan kelas untuk meneliti peningkatan yang didapat siswa dalam penguasaan kosakata dengan menggunakan metode audiolingual. Menurut Kemmis dan Taggart (dalam Jayanti, 2008) dasar penelitian tindakan kelas terdiri atas proses perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi yang termasuk dalam 1 siklus. Dalam penelitian tindakan kelas, biasanya terdapat dua atau lebih siklus yang digunakan, tergantung pada kebutuhan hasil akhir yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini dilakukan dua siklus, sebagai berikut. 62 3.5.1 Proses Siklus I a. Perencanaan Pada tahap perencanaan ini peneliti mempersiapkan (1) bahan pelajaran, (2) rancangan tindakan dalam bentuk rencana pembelajaran, (3) rencana evaluasi yang meliputi tes dan nontes. b. Pelaksanaan Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan perencanaan. Pada saat proses pembelajaran kosakata berlangsung, setiap siswa diberi lembar kerja masingmasing dan mendengarkan contoh pengucapan yang didengar melalui CD player, siswa mengulangi perkataan yang didengar sambil melihat dan menunjuk lembar kerjanya yang berisikan gambar sesuai dengan arti dari kosakata yang dipelajari agar memudahkan pemahamannya. Setelah selesai mendengarkan CD tersebut, siswa mengulangi kembali mengucapkan kata-kata yang terdapat di lembar kerjanya tadi tanpa mendengarkan CD lagi. Pada pelaksanaan siklus I ini, pengajar mengajarkan kepada siswa materi-materi yang diujikan dalam tes akhir siklus I nya, walaupun tidak sespesifik pada pelaksanaan siklus II. Materi yang diajarkan pada siklus I ini sudah menyangkut semua soal yang ada dalam tes, namun diajarkannya tidak secara mengkhusus, melainkan secara tidak langsung dan tidak mendetail. c. Pengamatan Pengamatan dilakukan dalam proses belajar mengajar berlangsung, pengamatan dapat dilakukan dengan observasi atau pengamatan secara langsung. 63 Pengambilan data dengan observasi bertujuan untuk dapat secara langsung mengamati semua perilaku siswa, baik yang positif maupun negatif selama proses belajar mengajar berlangsung. d. Refleksi Observasi dan wawancara pada siklus I dapat dijadikan sebagai pedoman. Situasi tersebut dapat dipakai untuk pembenahan dan perbaikan pada tindakan siklus II. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada waktu proses belajar mengajar siklus I, misalnya ada beberapa siswa yang tidak mengikuti perkataan yang didengar di CD atau mendahului CD. Dengan kata lain pengamatan lebih intensif pada siswa sehingga dapat mencapai hasil belajar yang optimal. 3.5.2. Proses Siklus II Berdasarkan refleksi pada siklus I, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan untuk memperbaiki rencana dan tindakan yang telah terlaksana. Langkah-langkah kegiatan siklus II terdapat perbedaan dengan langkah-langkah siklus I. Perbedaan itu terletak pada sasaran kegiatan untuk melakukan perbaikan-perbaikan tindakan siklus sebelumnya. Pada pelaksanaannya, materi-materi yang diajarkan sebagian besar mengaitkan kembali pada materi yang telah dipelajari sebelumnya namun dengan lebih mendetail dan terstruktur. 3.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Seperti yang telah disinggung sebelumnya, penelitian ini menggunakan metode observasi untuk menjawab pertanyaan yang muncul dalam permasalahan 64 penelitian. Di sini peneliti mengobservasi kemampuan siswa dalam penguasaan kosakata sebelum dan sesudah belajar dengan metode audiolingual di Kumon EFL. Selanjutnya, wawancara terhadap pembimbing siswa dan siswa. Hasil wawancara tersebut digunakan untuk menjawab tentang faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya peningkatan penguasaan kosakata siswa dengan menggunakan metode Audiolingual di Kumon EFL. Terakhir, metode dokumentasi terhadap hasil belajar siswa. Adapun teknik yang digunakan di dalamnya adalah pencatatan data yang didapat selama observasi dan wawancara. Begitu pula dengan pencatatan hasil tes awal (tes sebelum belajar dengan metode audiolingual di Kumon EFL) dan tes akhir (tes setelah belajar dengan menggunakan metode audiolingual di Kumon EFL). 3.7 Metode dan Teknik Analisis Data Terdapat dua jenis data, data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif didapat dari wawancara dan dari catatan peneliti selama sebelum dan sesudah treatment atau saat siswa belum belajar dengan menggunakan metode audiolingual dengan saat siswa belajar dengan menggunakan metode audiolingual, sedangkan data kuantitatif didapat dari nilai hasil tes awal, nilai hasil tes akhir dan kuesioner. Kedua data tersebut dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif dianalisis untuk mendapatkan hasil sejauh manakah peningkatan penguasaan kosakata siswa dengan membandingkan hasil dari tes awal dengan hasil dari tes 65 akhir. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa dari tes awal dibandingkan dengan nilai rata-rata pada tes akhir. Nilai rata-rata siswa menunjukkan tingkat penguasaan kosakata siswa setelah belajar menggunakan metode audiolingual. Hasil tes akhir lebih tinggi dari tes awal, berarti siswa dinyatakan mengalami peningkatan penguasaan kosakata atau mengalami peningkatan hasil belajar dengan menggunakan metode audiolingual di Kumon EFL. Hal tersebut dapat dipastikan karena siswa yang belajar di Kumon EFL, siswa dimohon untuk tidak belajar di tempat kursus lainnya dengan maksud untuk mengoptimalkan metode yang diterapkan dan memaksimalkan hasil yang diinginkan. Terlebih lagi materi yang diberikan kepada siswa saat tes awal dan tes akhir adalah bagian dari materi yang dipelajari di Kumon EFL dan tidak sama dengan materi-materi yang ada ditempat kursus lain. Adapun cara untuk menganalisis hasil tes atau mengukur kemampuan siswa dalam penguasaan kosakata menggunakan beberapa kriteria dari Hamalik (2001:120) Criterion Referenced Evaluation yang dijabarkan sebagai berikut. a. Nilai dari tiap siswa dihitung dengan menggunakan formula: X = Jumlah jawaban yang benar x 100 Jumlah pertanyaan b. Nilai rata-rata dari seluruh siswa yang diteliti akan dihitung menggunakan formula berikut: X= Total skor siswa x 100 Jumlah siswa 66 Kemampuan siswa dapat dilihat dari tabel berikut: Kriteria Kemampuan siswa No Skor (%) Tingkat Kemampuan 1 90% - 100% Sangat baik (Excellent) 2 80% - 89% Baik (Good) 3 65% - 79% Cukup (Sufficient) 4 55% - 64% Tidak cukup (Insufficient) 5 Kurang dari 55% Sangat jelek (Poor) Penjelasan tingkat kemampuan siswa: 1. Excellent = Kemampuan siswa yang mampu menjawab soal 90% - 100% benar. 2. Good = Kemampuan siswa yang mampu menjawab 80 % - 89% benar. 3. Sufficient = Kemampuan siswa yang mampu menjawab 65 % - 79% benar. 4. Insufficeint = Kemampuan siswa yang mampu menjawab 55 % - 64% benar. 5. Poor = Kemampuan siswa yang mampu menjawab benar kurang dari 55% 3.8 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Analisis data dapat disajikan baik melalui metode formal atau nonformal. Ciri-ciri metode formal adalah dengan ditampilkannya simbol-simbol, gambar, tabel dan catatan-catatan. Ciri-ciri metode non formal adalah sebaliknya. Tujuan metode formal adalah menyederhanakan penjelasan dari analisis data. Dalam penelitian ini digunakan metode formal dan non formal yaitu berupa 67 penjelasan secara deskriptif terhadap hasil penelitian yang didapat dengan menyuguhkan beberapa bagan. 68 BAB IV PENGUASAAN, PENINGKATAN PENGUASAAN, DAN FAKTORFAKTOR YANG MEMENGARUHI PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA Dalam bab ini akan dipaparkan penjelasan tentang data yang didapat dari penelitian yang dilakukan di lembaga kursus Kumon EFL yang menggunakan metode audiolingual dalam upaya meningkatkan penguasaan kosakata siswa. 4.1 Penguasaan Kosakata Siswa Sebelum Belajar dengan Menggunakan Metode Audiolingual 4.1.1 Situasi dan Keadaan Belajar Siswa Seperti yang telah disebutkan diatas, tempat dari penelitian ini adalah Kumon EFL yang berada di Jl. Gatot Subroto Barat 188 B, Denpasar Barat. Di tempat tersebut terdapat dua pilihan kursus, yaitu kursus matematika dan kursus bahasa Inggris (EFL). Hari kursus yang disediakan yaitu dua kali seminggu pada hari selasa dan jumat. Waktu kursus yang disediakan yaitu antara rentang waktu dari pukul 10.00 wita – 18.00 wita. Alur kelas yang terjadi di Kumon EFL yaitu dimulai dari siswa yang dengan mandiri mengambil buku catatan penilaian siswa pada rak buku yang telah disediakan. Setelah itu siswa bertemu dengan guru nya masing-masing atau yang biasa disebut asisten bimbingan. Siswa membawa PR mereka yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya dan membahasnya dengan seksama bersama asisten bimbingan. Interaksi dua arah terjadi saat 68 69 pengecekan awal tersebut dengan tidak melupakan kebiasaan dalam memberikan salam dalam bahasa Inggris. Pengecekan awal tersebut biasa disebut dengan feedback in. Setelah selesai dengan pengecekan awal, asisten bimbingan sudah harus menentukan lembar kerja apa yang akan diberikan kepada siswa pada saat itu. Bila siswa dirasa mampu dan paham saat pengecekan awal, maka program belajarnya akan dimajukan satu langkah kedepan, namun bila terdapat kesalahan atau pemahaman yang kurang dari materi sebelumnya, materi tersebut akan diulang. Selanjutnya siswa harus mendengarkan CD di CD Corner dan diwajibkan untuk mengulangi perkataan yang didengar di CD dengan pelafalan yang baik, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan lembar kerja yang telah ditentukan. Begitu penilaian dilakukan pada lembar kerja yang telah selesai dikerjakan, barulah diadakan pengecekan akhir atau yang biasa disebut feedback out. Proses belajar saat itu akan diakhiri dengan pemberian PR yang berupa lembar kerja yang harus dikumpulkan saat pertemuan berikutnya. 4.1.2 Penguasaan Kosakata Siswa 4.1.2.1 Aspek-Aspek Kosakata Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, menurut Redman (2001), terdapat beberapa aspek penting dalam kosakata yang perlu diperhatikan dalam mengajar kosakata, seperti batasan antara arti konseptual, polisemi, homonim, homofon, sinonim, arti afektif, style, register, dialek, terjemahan, potongan bahasa, tata bahasa dari kosakata, dan pelafalan. Dari seluruh aspek-aspek 70 kosakata yang ada, penelitian ini hanya membahas mengenai sinonim, antonim dan terjemahan karena merupakan aspek yang dipelajari oleh siswa dalam materi pembelajaran Kumon EFL. a. Sinonim Dalam pemahaman mengenai sinonim, siswa dapat dikategorikan sangat jelek. Dapat dikatakan demikian karena sebagian besar siswa tidak mampu menjawab dengan baik dan benar pembahasan mengenai sinonim atau persamaan kata dalam tes awal yang diberikan. Siswa dianjurkan untuk dapat memberikan pengertian dari suatu kata yang berbeda dengan makna kata yang sama yang telah disediakan. Sebagian besar siswa hanya mampu menjawab lima soal benar dari sepuluh jumlah pertanyaan yang diberikan. Adapun kosakata yang terdapat dalam tes awal yang dijawab oleh siswa, sebagai berikut. pretty desk cock „cantik‟ „meja‟ „ayam jantan‟ = = = beautiful table rooster „cantik‟ „meja‟ „ayam jantan‟ hares woman „kelinci‟ „wanita‟ = = rabbit female „kelinci‟ „wanita‟ leg fast rock man fridge „kaki‟ „cepat‟ „batu‟ „lelaki‟ „lemari es‟ = = = = = foot quick stone male refrigerator „kaki‟ „cepat‟ „batu‟ „lelaki‟ „lemari es‟ Dari keseluruhan kosakata yang ada, kosakata yang paling banyak tidak dikuasai siswa adalah kosakata: hares rooster „kelinci‟ „ayam jantan‟ fridge female „lemari es‟ „wanita‟ 71 „lelaki‟ „batu‟ male rock quick „cepat‟ Bila ditinjau lebih lanjut, kosakata tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut. 1) Hares „kelinci‟ Kata hares merupakan kata benda (noun) tepatnya masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Kata hares juga merupakan kata benda kongkret. Seperti yang telah diketahui, kata hares dikategorikan ke dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Kata hares masuk kedalam kategori count nouns karena merupakan kata benda yang dapat dihitung. 2) Fridge „lemari es‟ Kata fridge dikategorikan ke dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Kata fridge merupakan kata benda yang dapat dihitung, jadi masuk kedalam kategori count nouns. Kata ini juga merupakan kata benda kongkret sama seperti kata hares. 3) Rooster „ayam jantan‟ Sama halnya dengan kata hares dan fridge, kata rooster juga merupakan kata benda (noun) yang masuk kategori common nouns (count nouns). Kata rooster tidak menggunakan huruf kapital dalam penulisannya, kecuali bila kata tersebut terletak pada awal kalimat. Bentuk jamak dari rooster adalah roosters, 72 maka dari itu kata tersebut masuk kategori benda yang dapat dihitung (count noun) karena memiliki bentuk jamak. 4) Female „wanita‟ Kata female dapat masuk ke dalam kelas kata sifat. Kata female dalam kelas kata sifat dapat masuk ke dalam kategori descriptive adjective yaitu tipe adjective yang paling umum. Contoh: “female companion” Kata female dapat berfungsi sebagai atributif dan sebagai predikatif. That is a female worker (atributif) That worker is a female (predikatif) Kata female tidak dapat diberi premodifier very dan tidak dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif baik secara infeksi maupun secara perifrastik. 5) Male „lelaki‟ Kata male dapat dikatakan serupa dengan kata female. Kata male juga merupakan kata benda (common nouns). Penulisan huruf awalnya menggunakan huruf kapital bila kata ini diletakkan pada awal kalimat. Kata ini juga berfungsi sebagai atributif dan predikatif yang mana merupakan kata sifat yang digunakan dengan sebuah kata benda atau sebagai komplemen objek. Contoh: “male worker”, “I think that worker is male”. 6) Quick „cepat‟ Kata quick dapat masuk ke dalam dua kelas kata; kata sifat dan kata keterangan. Saat dikategorikan sebagai kata sifat, kata quick dapat berfungsi 73 sebagai atributif, predikatif, dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif. Contoh: To make a quick gateway „lolos dengan cepat‟ (atributif) That runner is quick „pelari itu cepat‟ (predikatif) He runs very quick „dia berlari sangat cepat‟ Saat berfungsi sebagai kata keterangan, kata quick dapat membentuk infinitive (bentuk to-) yang diwujudkan dalam kata: to-quick freeze (membekukan cepat-cepat). Selain itu, kata quick juga dapat diberi akhiran –ly hingga membentuk kata quickly tanpa merubah kelas katanya sebagai kata keterangan. Quickly berarti “dengan cepat”. 7) Rock „batu‟ Kata rock mempunyai bentuk jamak dengan menambahkan –s dibelakang kata sehingga menjadi rocks. Dengan demikian kata rock merupakan kata benda (noun) tepatnya masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Kata rock dikategorikan ke dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Dari semua kosakata yang telah dijabarkan diatas, terlihat bahwa lebih banyak terdapat kata benda dari pada kelas kata yang lainnya. Selain kosakata yang tidak diketahui oleh siswa, terdapat pula kosakata yang sudah mampu dikuasai oleh siswa, adapun kosakata tersebut adalah: pretty foot desk „cantik‟ „kaki‟ „meja‟ = = = beautiful leg table „cantik‟ „kaki‟ „meja‟ 74 Kosakata tersebut rata-rata dapat diketahui oleh siswa dan dijawab dengan benar. Bila dijabarkan lebih lanjut, maka dapat dilihat sebagai berikut. 1) Pretty „cantik‟ = beautiful „cantik‟ Bila dilihat dari kelas katanya antara kata pretty dan kata beautiful samasama merupakan kata sifat. Keduanya masuk ke dalam kategori descriptive adjective. Baik kata pretty maupun beautiful sama-sama dapat berfungsi sebagai atributif dan predikatif. Kata tersebut juga dapat diberi premodifier very. Kata pretty dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif baik secara infeksi maupun secara perifrastik, sedangkan kata beautiful hanya dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif secara perifrastik. The pretty boy/the beautiful girl (afrikatif) The doll is pretty/the doll is beautiful (predikatif) The baby is very pretty/the baby is very beautiful Pretty-prettier-prettiest/pretty-more pretty-most pretty Beautiful-more beautiful-most beautiful 2) Foot „kaki‟ = leg „kaki‟ Baik kata foot maupun leg merupakan kata benda yang memiliki makna sama yaitu kaki. Kedua kata tersebut masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count nouns) yang memiliki bentuk jamak. Kata foot dan leg dikategorikan ke dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Kedua kata ini merupakan kata benda kongkret. Tunggal Jamak foot leg feet legs 75 3) Desk „meja‟= table „meja‟ Sama halnya dengan kata foot dan leg, kata desk dan table merupakan kata benda yang memiliki makna sama yaitu meja. Kedua kata tersebut masuk kategori common nouns yang juga masuk ke dalam kategori kata benda kongkret yang dapat dihitung (count nouns). Tunggal Jamak desk table desks tables b. Antonim (lawan kata) Menyangkut dalam strategi pembelajaran bahasa yang diungkapkan oleh Singleton (2008), cara yang umumnya digunakan dalam mengajarkan kosakata salah satunya adalah dengan memberikan pemahaman mengenai antonim atau lawan kata. Adapun kosakata yang tersedia untuk dicari lawan katanya adalah: big long fast left good „besar‟ „panjang‟ „cepat‟ „kiri‟ „bagus‟ thick tall new heavy fat „tebal‟ „tinggi‟ „baru‟ „berat‟ „gemuk‟ Dari kosakata tersebut, siswa mendapat kesulitan pada kata long, tall dan heavy. Siswa sering keliru mengenai lawan kata long, yamg selalu dilawankan dengan small. Hal yang sama terjadi pada kata tall yang juga sering dilawankan dengan small. Sedangkan kata heavy sering membuat siswa menjawab jawaban yang salah karena kebanyakan siswa belum mengetahui arti dari kata tersebut 76 sehingga tidak dapat menemukan lawan kata yang tepat. Siswa banyak mendapatkan nilai rendah saat menyelesaikan soal mengenai antonim. Bila ditinjau lebih jauh, kata long, tall, dan heavy merupakan kata sifat (adjective). Ketiga kata tersebut dapat dikategorikan ke dalam descriptive adjective. Descriptive adjective adalah tipe adjective yang paling umum. Beberapa dari tipe ini terbentuk dari anggota kelas kata lain yang diikuti oleh akhiran. (reason → reasonable, wonder → wonderful). c. Terjemahan Selain dapat dikatakan terjadi secara tidak langsung, kategori terjemahan ini juga memiliki bagian pertanyaan yang menanyakan arti, baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Inggris. Siswa yang telah mampu menjawab benar soal-soal yang diberikan pada tes awal, dapat dikategorikan mampu dalam menerjemahkan, karena bila siswa tidak dapat menerjemahkan atau mencari maksud/bahasa target dalam soal-soal yang ada, maka siswa pasti akan menjawab salah. Begitu pula dalam mencari lawan kata/antonim. Bila siswa tidak mengetahui terlebih dahulu arti kata sebenarnya dari bahasa Inggris yang dimaksud, maka siswa tidak akan mampu mencari lawan kata yang benar. Bila siswa juga tidak mampu untuk menterjemahkan atau mengartikan maksud dari kata dalam bahasa Inggris yang disajikan dalam tes awal, maka siswa tidak akan dapat memilih gambar yang tepat untuk mengilustrasikan maksud dari kata-kata tersebut. Kategori terjemahan akan dibagi menjadi tiga bahasan yang terdiri atas Terjemahan dalam kata, terjemahan dalam frasa dan terjemahan dalam kalimat. 77 1) Terjemahan dalam Kata Kosakata yang ada yang dapat dikatakan masuk ke dalam kategori Terjemahan dalam kata, adalah: old „tua‟ butter „mentega‟ cock „ayam jantan‟ rock „batu‟ ship „kapal‟ sky „langit‟ light „ringan‟ watch „jam tangan‟ fat „gemuk‟ new „baru‟ mouth „mulut‟ cow „sapi‟ eye „mata‟ pretty „cantik‟ hares „kelinci‟ rooster „ayam jantan‟ bread „roti‟ river „sungai‟ left „kiri‟ big „besar‟ tall „tinggi‟ good „bagus‟ bread „roti‟ glasses „gelas‟ 2) Terjemahan Dalam Frasa small kecil burung bird burung kecil a sebuah sebuah light ringan kotak box kotak ringan a seekor seekor big besar burung bird burung besar a sebuah sebuah heavy berat tas bag tas berat 3) Terjemahan Dalam Kalimat The def .art. Kelinci itu rabbit kelinci is jumping aux (tobe) melompat sedang melompat green „hijau‟ desk „meja‟ leg „kaki‟ male „pria‟ fridge „lemari es‟ thick „tebal‟ heavy „berat‟ long „panjang‟ fast „cepat‟ monkey „monyet‟ apple „apel‟ eight „delapan‟ 78 The def. art. Anjing itu dog anjing is swimming aux (tobe) berenang sedang berenang The def. art. Beruang itu bear beruang is drinking aux (tobe) minum sedang minum water air air The def. art. Kucing itu cat kucing is aux (tobe) ada under dibawah dibawah the def. art. The boy is def. art. Anak laki-laki aux (tobe) Anak laki-laki itu sedang running berlari berlari The girl def. art. Anak perempuan Anak perempuan itu is aux (tobe) sedang laughing tertawa tertawa The def. art. Wanita itu woman wanita is aux (tobe) sedang drinking minum minum The def. art. Anjing itu dog Anjing is aux (tobe) berada in prep. didalam sofa sofa sofa tea teh teh the def. art. car mobil mobil Dari keseluruhan kosakata yang ada terdapat beberapa kosakata yang dirasa sulit untuk siswa dalam pengerjaan tes awal. Adapun kosakata yang dimaksud yaitu: thick left stone under glasses fridge sky female leg fast „tebal‟ „kiri‟ „batu‟ „dibawah‟ „kacamata‟ „kulkas‟ „langit‟ „wanita‟ „kaki‟ „cepat‟ light bread heavy rooster quick. refrigerator river hares rock male „ringan‟ „roti‟ „berat‟ „ayam jantan‟ „cepat‟ „kulkas‟ „sungai‟ „kelinci‟ „batu‟ „lelaki‟ 79 Jika diteliti lebih lanjut berdasarkan teori yang mendasari mengenai kelas kata, maka kosakata diatas dapat dijabarkan sebagai berikut. 1) Thick „tebal‟ Kata thick „tebal‟ merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori descriptive adjective. Kata thick dapat berfungsi sebagai atributif (eg. a thick book) dan predikatif (eg. The book is thick). Kata ini juga dapat diberi premodifier very (the book is very thick) dan dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif secara infeksi (thick-thicker-thickest). 2) Light „ringan‟ Sama halnya dengan kata thick, kata light merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori descriptive adjective. Kata light memang tidak diikuti oleh akhiran, namun tetap merupakan kata sifat (descriptive adjective) karena mampu menjelaskan atau memberikan informasi lebih tentang noun atau pronoun. Kata light dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif secara infeksi (eg. Light-lighter-lightest) dan dapat berfungsi sebagai atributif (eg. A light book) dan dapat berfungsi sebagai predikatif (eg. The bag is light). Terakhir, kata light juga dapat diberi premodifier very (eg. The bag is very light). 3) Left „kiri‟ Kata left dapat dikatakan memiliki dua kelas kata berbeda. Kata tersebut dapat dikategorikan dalam kata benda (noun) atau kata sifat (adjective). Saat diketegorikan dalam kata benda (noun), left diartikan dengan arti “sebelah kiri”, contohnya: “…on the left” (disebelah kiri). Saat kata left dikategorikan dalam kata 80 sifat (adjective), kata tersebut diartikan dengan arti “kaum kiri”, contohnya: “my left shoe” (sepatu saya yang sebelah kiri), “left wing” (sayap kiri). Bila ditinjau berdasarkan materi yang muncul dalam tes yang ada dan dalam materi pembelajarannya, kata left tersebut masuk ke dalam kata sifat (adjective) karena muncul dalam frasa “left hand” (tangan kiri). Kata left dapat berfungsi sebagai atributif (eg. a left hand) dan predikatif (eg. The path is on the left). Tidak seperti kata-kata sebelumnya, kata left tidak dapat diberi premodifier very dan tidak dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif. 4) Bread „roti‟ Kata bread merupakan kata benda (noun) tepatnya masuk kategori common nouns yang tidak dapat dihitung (uncount nouns) karena dalam bentuk tunggalnya tidak dapat ditambahkan kata a atau an didepan kata tersebut. Kata bread juga dikategorikan ke dalam kata benda kongkret. 5) Stone „batu‟ Berbeda dengan kata bread, kata stone merupakan kata benda (noun) tepatnya masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Kata stone dikategorikan ke dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Bentuk jamak dari stone adalah stones, jadi masuk kategori count nouns. Kata ini juga merupakan kata benda kongkret. 6) Heavy „berat‟ Kata heavy merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori descriptive adjective. Walaupun kata heavy tidak diikuti oleh akhiran, namun 81 tetap merupakan kata sifat (descriptive adjective) karena mampu menjelaskan atau memberikan informasi lebih tentang noun atau pronoun. Kata heavy juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif, dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara infeksi. a heavy bag (sebagai atributif) This bag is heavy (sebagai predikatif) This is a very heavy bag (dapat ditambah premodifier very) heavy-heavier-heaviest (komparatif dan superlatif secara infeksi) 7) Under „dibawah‟ Kata under merupakan kata depan yang menunjukkan hubungan dengan kata-kata benda lainnya dalam suatu kalimat yaitu menunjukkan hubungan tempat. Kata under yang berarti „di bawah‟ dapat memperluas penggunaan kosakata dengan menambahan kata benda lainnya. Contoh: benda apa yang biasanya terdapat di bawah meja? Jawabannya adalah koran (newspaper), buku (book), mainan (toy), pensil (pencil), pulpen (pen), dll. Dengan demikian terdapat perluasan penggunaan kosakata yang dapat dikuasai siswa karena menghubungkan antara kata under dengan kata lainnya. 8) Glasses „kacamata‟ Kata glasses merupakan kata benda (noun) tepatnya masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Kata glasses dikategorikan ke dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Kata glasses juga merupakan kata benda yang kongkret. 82 9) Quick. „cepat‟ Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kata quick dapat masuk ke dalam dua kelas kata; kata sifat dan kata keterangan. Saat berfungsi sebagai kata sifat, kata quick masuk kedalam kategori descriptive adjective. Kata quick merupakan kata sifat (descriptive adjective) karena mampu menjelaskan atau memberikan informasi lebih tentang noun atau pronoun. Contoh: To make a quick gateway „lolos dengan cepat‟ Kata quick dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif, dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif. Contoh: To make a quick gateway „lolos dengan cepat‟ (atributif) That runner is quick „pelari itu cepat‟ (predikatif) He runs very quick „dia berlari sangat cepat‟ Saat berfungsi sebagai kata keterangan, kata quick dapat membentuk infinitive (bentuk to-) yang diwujudkan dalam kata: to-quick freeze (membekukan cepat-cepat). Pada dasarnya kata quick merupakan adverbs yang terbentuk dari adjective dengan penambahan akhiran –ly. Penambahan akhiran –ly membentuk kata quickly tanpa merubah kelas katanya sebagai kata keterangan. Quickly berarti “dengan cepat”. 10) Fridge „kulkas‟ Kata fridge merupakan kata benda (noun) kongkret. Fridge masuk kategori common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Karena memiliki bentuk jamak (fridge-fridges) jadi kata fridge merupakan kata benda yang dapat dihitung, dan masuk kategori count nouns. 83 13) Sky „langit‟ Kata sky berarti „langit‟. Kata ini merupakan kata benda kongkret yang tidak dapat dihitung jumlahnya, sama halnya dengan kata water, tea atau kata bread. Dengan demikian kata sky masuk kategori noncount nouns. Dalam penulisannya, kata ini tidak menggunakan huruf kapital, kecuali saat kata ini terletak pada bagian awal dari kalimat. Berdasarkan hal tersebut, kata sky dikategorikan ke dalam common nouns. 14) River „sungai‟ Kata river memiliki bentuk jamak rivers. Dalam penulisannya juga tidak menggunakan huruf kapital kecuali saat berada di bagian awal suatu kalimat. Dengan demikian kata river masuk kategori common nouns dan count nouns. Kata river yang berarti „sungai‟ ini juga merupakan kata benda kongkret. 15) Female „wanita‟ Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kata female dapat masuk ke dalam kelas kata sifat. Kata female dalam kelas kata sifat dapat masuk ke dalam kategori descriptive adjective yang mana adalah tipe adjective yang paling umum. Contoh: “female companion” Kata female dapat berfungsi sebagai atributif dan sebagai predikatif. Saat berfungsi sebagai atributif, kata female dapat dilihat dalam kalimat That is a female worker yang mana kata sifat female terletak antara determiner a dan kata benda worker. Saat berfungsi sebagai predikatif, kata female dapat dilihat pada kalimat That worker is a female. Dalam kalimat tersebut kata female berfungsi 84 sebagai komplemen subjek atau sebagai komplemen objek. Kata female tidak dapat diberi premodifier very dan tidak dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif baik secara infeksi maupun secara perifrastik. 16) Hares „kelinci‟ Kata hares merupakan kata benda (noun) tepatnya masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Kata hares dikategorikan ke dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Hares merupakan bentuk jamak dari kata hare, dengan kata lain kata tesebut memiliki bentuk tunggal dan jamak yang membuktikan bahwa kata hares merupakan kata benda yang dapat dihitung. 17) Leg „kaki‟ Kata leg merupakan kata benda kongkret yang masuk kategori common nouns. Bila mendengar kata leg maka yang muncul dalam benak kita adalah kaki, baik kaki manusia maupun kaki binatang. Normalnya manusia memiliki dua kaki dan binatang memiliki empat kaki. Dengan pengetahuan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kata leg dapat dihitung, maka dapat dikategorikan sebagai kata benda count nouns. 18) Rock „batu‟ Sama halnya dengan kata leg, kata rock merupakan kata benda kongkret yang dapat dihitung (count nouns). Karena dalam penulisannya tidak harus diawali huruf kapital (kecuali saat terletak di bagian awal kalimat), maka kata rock dapat dikategorikan sebagai common nouns. 85 19) Fast „cepat‟ Kata fast merupakan kata sifat (adjective) yang sering ditujukan sebagai sebuah kata yang menjelaskan atau memberikan informasi lebih tentang noun. Kata fast dapat berfungsi sebagai atributif (yang terletak di antara determiner dan nomina), dapat berfungsi sebagai predikatif (sebagai komplemen subjek atau sebagai komplemen objek), dapat diberi premodifier very, dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara infeksi. A fast car (atributif) That car is fast (predikatif) That car is very fast (premodifier very) Fast-faster-fastest (bentuk komparatif dan superlatif secara infleksi) 20). Male „laki-laki‟ Kata male memiliki kemiripan dengan kata female baik dari segi kelas kata dan fungsi. Kata male merupakan kata sifat yang dapat berfungsi sebagai atributif dan sebagai predikatif. Saat berfungsi sebagai atributif, kata male dapat dilihat pada frasa a male dog. Pada contoh tersebut kata male diapit oleh determiner a dan kata benda dog. Saat berfungsi sebagai predikatif, kata male dapat dilihat pada kalimat The dancer is a male. Pada contoh tersebut kata male berfungsi sebagai komplemen subjek. 21) Refrigerator „kulkas‟ Kata refrigerator merupakan kata benda kongkret yang dapat dihitung. Bentuk jamaknya adalah refrigerators. Karena kata ini tidak menggunakan huruf kapital pada penulisannya (kecuali terletak di awal kalimat), maka kata refrigerator masuk kategori common nouns. 86 22) Rooster „ayam jantan‟ Kata rooster yang memiliki arti „ayam jantan‟ merupakan kata benda (noun) tepatnya masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Bukti bahwa kata rooster merupakan kata benda yang dapat dihitung adalah dengan adanya bentuk jamaknya. Bentuk jamak dari kata ini adalah roosters. Kata rooster juga merupakan kata benda yang kongkret atau tidak abstrak. 4.1.2.2 Kelas Kata Sebagian siswa belum memahami kelas kata yang ada, terutama mengenai Noun (kata benda), Verb (kata kerja), Adjective (kata sifat) dan Preposition (kata depan). a. Kata Benda Kata benda yang ada berupa nama binatang, makanan, atau benda, seperti berikut. eye butter cock rock ship sky watch mouth „mata‟ „mentega‟ „ayam jantan‟ „batu‟ „kapal‟ „langit‟ „jam tangan‟ „mulut‟ cat „kucing‟ desk „meja‟ hares „kelinci‟ rooster „ayam jantan‟ bread „roti‟ river „sungai‟ monkey „monyet‟ bread „roti‟ cow leg male fridge apple glasses „sapi‟ „kaki‟ „pria‟ „lemari es‟ „apel‟ „gelas‟ Dari daftar kosakata diatas, terlihat bahwa terdapat beberapa kata yang kembali muncul dalam pembahasan ini. Bila diteliti lebih lanjut, maka kosakata 87 yang belum pernah muncul dalam pembahasan sebelumnya dapat dijabarkan sebagai berikut. 1) Eye „mata‟ Kata eye masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Kata eye dikategorikan ke dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Kata ini juga merupakan kata benda kongkret yang dapat dihitung, jadi masuk kategori count nouns. Bukti bahwa kata eye dapat dihitung adalah dengan adanya bentuk jamak: “eyes”. 2) Cat „kucing‟ Sama halnya dengan kata eye, kata cat merupakan kata benda (noun) yang masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Cat merupakan kata benda kongkret dengan bentuk jamak cats. 3) Butter „mentega‟ Kata butter merupakan kata benda (noun) tepatnya masuk kategori common nouns dan tidak dapat dihitung (noncount nouns). Kata butter dikategorikan ke dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Kata butter juga merupakan kata benda yang tidak dapat dihitung sama halnya dengan kata water jadi masuk kategori noncount nouns. 4) Desk „meja‟ Kata desk memiliki arti „meja‟. Seperti yang telah kita ketahui, meja merupakan bahan yang biasanya terbuat dari kayu yang digunakan untuk alas 88 menulis ataupun tempat untuk belajar. Secara bentuk meja dapat dikatakan memiliki satuan. Kata benda ini adalah kata benda nyata atau kongkret. Oleh karena meja adalah benda yang dapat dihitung maka kata desk masuk kategori count nouns. 5) Cow „sapi‟ Kata cow merupakan kata benda (noun) kongkret yang secara nyata dapat kita lihat dan hitung. Dengan adanya landasan pemikiran diatas maka data disimpulkan bahwa kata cow merupakan kata benda common nouns tepatnya count nouns (benda yang dapat dihitung). Dari segi penulisannya, kata cow tidak menggunakan huruf kapital, terkecuali saat kata tersebut terletak di awal kalimat. Bentuk jamak dari kata cow adalah cows. 6) Cock „ayam jantan‟ Kata cock atau ayam jantan sering kita dengar dalam kehidupan seharihari. Saat memikirkan kata ini, hal yang terlintas di benak kita adalah telur, daging, ayam goring, beras, bulu, putih, dan lain-lain. Hal tersebut dapat berkembang menjadi lebih banyak lagi kosakata yang diketahui siswa dengan mengaitkannya pada kata cock. Kata cock dapat masuk ke common nouns dan count nouns. 7) Ship „kapal‟ Kata ship merupakan kata benda yang dapat dihitung, tebukti dengan adanya bentuk jamaknya yaitu ships. Dengan demikian kata ship dapat dikategorikan count nouns. Dalam penulisannya, kata ship dapat memakai huruf 89 kapital tapi hanya saat berada di awal kalimat. Kata ini merupakan kata benda yang kongkret. 8) Watch „jam tangan‟ Kata watch merupakan kata benda (noun) tepatnya masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Kata watch dikategorikan ke dalam common nouns karena pada penulisannya tidak diawali dengan huruf kapital kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Kata watch juga merupakan kata benda yang dapat dihitung, jadi masuk kategori count nouns. 9) Monkey „monyet‟ Dalam kosakata yang ada, terdapat lebih banyak kata benda dari pada kelas kata yang lainnya seperti halnya kata monkey yang berarti „monyet‟ ini. Kata monkey merupakan kata benda kongkret yang masuk kategori common nouns yang dapat dihitung (count nouns). Dalam penulisannya, kata monkey ditulis dengan menggunakan huruf kapital di huruf paling awal, bila kata tersebut terletak diawal kalimat. Bila kata monkey terletak di tengah-tengah atau akhir kalimat, maka penulisannya tidak memakai huruf kapital. 10) Mouth „mulut‟ Sama halnya dengan kata monkey, kata mouth merupakan kata benda kongkret yang hanya menggunakan huruf kapital bila berada di awal penulisan dalam suatu kalimat. Oleh sebab itu kata ini merupakan kata benda common nouns. Kata mouth memiliki bentuk jamak mouths dan karenanya kata ini dapat disebut dengan count nouns. 90 11) Apple „apel‟ Kata apple merupakan kata benda kongkret yang dapat dihitung count nouns. Kata ini dikategorikan sebagai common nouns yang memiliki.bentuk jamak. Bentuk jamak dari kata ini mungkin saja sudah tidak asing lagi bagi kita semua yaitu apples. Dengan adanya bentuk jamak dari apple yaitu apples, maka menjadi sebuah bukti bahwa kata apple merupakan kata benda yang bisa dihitung. b. Kata Kerja Kata kerja yang ada tidak sebanyak kata benda. Kata kerja yang ada adalah: walking swimming running drinking laughing jumping „berjalan‟ „berenang‟ „berjalan‟ „minum‟ „tertawa‟ „melompat‟ Adapun penjelasan lebih lanjutnya akan dijabarkan sebagai berikut: 1) Walking „berjalan‟ Kata walking berasal dari kata walk. Kata walk adalah sebuah kata yang menunjukkan aksi atau tindakan berjalan. Kelas kata verb memang dapat membuat suatu bentuk –ing, atau infinitive (bentuk to-): to swim/swimming to be/being to read/reading to take/taking Selain dapat membuat suatu bentuk –ing, atau infinitive, kata kerja walk juga dapat diberi akhiran –s/es, atau akhiran –ed yang biasa disebut leksem. Kata walk dapat diberi akhiran –s/es bila kata kerja tersebut digunakan dengan pronoun 91 he, she, it, atau nama orang (orang ketiga tunggal) atau saat berada dalam present / menerangkan tentang simple present tense. Contoh: He walks in the park She washes the cups. Kata walk diberi akhiran –ed saat kata tersebut berada dalam kejadian lampau (past event) Contoh: He decided to go home She walked to school yesterday Kata ini juga dikategorikan ke dalam lexical verbs (dapat dikatakan “dictionary verbs”) adalah kata kerja yang mempunyai arti. Contoh lainnya adalah kata run, jump, sit, dan stand. 2) Swimming „berenang‟ Tidak jauh berbeda dengan kata walking, kata swimming juga adalah sebuah kata kerja yang menunjukkan aksi atau tindakan berenang. Kata swimming berasal dari kata swim yang berarti berenang. Kata ini juga terbentuk karena adanya penambahan bentuk –ing diakhir kata. Kata swimming dapat dikategorikan ke dalam lexical verb (kata kerja yang mempunyai arti walaupun dengan berdiri sendiri). Contoh: She is Pronoun aux (to be) Dia sedang berenang swimming sedang berenang Sedikit berbeda dengan kata walk, kata swim juga dapat diberi akhiran – s/es, namun tidak dapat diberi akhiran –ed. Kata swim dapat diberi akhiran –s/es 92 bila kata kerja tersebut digunakan dengan pronoun he, she, it, atau nama orang (orang ketiga tunggal) atau dalam simple present tense. Contoh: He swims in the pool Tina swims everyday 3) Running „berjalan‟ Kata running juga adalah sebuah kata kerja yang menunjukkan aksi atau tindakan berlari. Kata running berasal dari kata run yang berarti berlari. Kata ini juga terbentuk karena adanya penambahan bentuk –ing diakhir kata. Kata running dapat dikategorikan ke dalam lexical verb (kata kerja yang mempunyai arti walaupun dengan berdiri sendiri). Contoh: She is Pronoun aux (to be) Dia sedang berlari running sedang berlari Kata kerja walk juga dapat diberi akhiran –s/es, namun tidak dapat ditambah akhiran –ed. Sama halnya dengan kata swim, kata run dapat diberi akhiran –s/es bila kata kerja tersebut digunakan dengan pronoun he, she, it, atau nama orang (orang ketiga tunggal) Contoh: He runs in the park. 4) Drinking „minum‟ Kata drinking juga adalah sebuah kata kerja yang menunjukkan aksi atau tindakan berenang. Kata drinking berasal dari kata drink yang berarti minum. Kata ini juga terbentuk karena adanya penambahan bentuk –ing diakhir kata. Kata drinking dapat dikategorikan ke dalam lexical verb (kata kerja yang mempunyai arti walaupun dengan berdiri sendiri). 93 Contoh: She is Pronoun aux (to be) Dia sedang minum drinking sedang minum Kata drink dapat ditambah dengan akhiran –e/es namun tidak dapat ditambah akhiran –ed Contoh: He drinks water 5) Laughing „tertawa‟ Kata laughing berasal dari kata laugh yang berarti tertawa. Kata ini juga terbentuk karena adanya penambahan bentuk –ing diakhir kata. Kata laughing dapat dikategorikan ke dalam lexical verb (kata kerja yang mempunyai arti walaupun dengan berdiri sendiri). Contoh: He is Pronoun aux (to be) Dia sedang tertawa laughing sedang tertawa Kata laugh dapat diberi akhiran –s/es dan akhiran –ed. Contoh: He laughs in the bathroom. He laughed like crazy yesterday. 6) Jumping „melompat‟ Kata swimming berasal dari kata swim yang berarti berenang. Kata ini juga terbentuk karena adanya penambahan bentuk –ing diakhir kata. Kata swimming dapat dikategorikan ke dalam lexical verb (kata kerja yang mempunyai arti walaupun dengan berdiri sendiri). Contoh: He is Pronoun aux (to be) Dia sedang melompat jumping sedang melompat 94 Sama halnya dengan kata walk, kata jump juga dapat diberi akhiran s/es dan akhiran –ed Contoh: Tina jumps in her bedroom everyday Rani jumped into the floor and broke the vas yesterday. c. Kata Sifat. Adjective (kata sifat) yang ada berupa kata: fast fat quick good big old „cepat‟ „gemuk‟ „cepat‟ „bagus‟ „besar‟ „tua‟ light long tall heavy new „ringan‟ „panjang‟ „tinggi‟ „berat‟ „baru‟ Dari hasil tes awal yang ada, pengetahuan siswa tentang adjective (kata sifat) masih belum begitu baik, karena terdapat banyak kesalahan maupun jawaban yang dikosongkan. Penjabaran lebih lanjut mengenai kosakata diatas, akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Fast „cepat‟ Kata fast merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori descriptive adjective (tipe adjective yang paling umum). Beberapa dari tipe ini terbentuk dari anggota kelas kata lain yang diikuti oleh akhiran. (reason → reasonable, wonder → wonderful). Kata ini juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif, dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara infeksi. 95 Contoh: a fast car (atributif) The car is fast (predikatif) The car is very fast fast-faster-fastest 2) Light „ringan‟ Sama halnya dengan kata fast kata light merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori descriptive adjective. Contoh: light as a feather „ringan seperti bulu ayam‟ Kata light juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara infeksi. Contoh: a light box (atributif) The box is light (predikatif) The box is very light Light-lighter-lightest 3) Fat „gemuk‟ Kata fat dapat masuk ke dalam kelas kata sifat dan kelas kata benda. Saat masuk ke dalam kelas kata benda, kata fat dapat terlihat pada kalimat: there is too much fat on this meat (daging ini terlalu banyak mengandung gemuk). Saat dikategorikan sebagai kata sifat, kata fat dapat terlihat pada kalimat: she is too fat (Ia terlalu gemuk). Kata fat disini merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori descriptive adjective atau tipe adjective yang paling umum. Kata light juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara infeksi. 96 Contoh: a fat boy (atributif) The boy is fat (predikatif) The boy is very fat fat-fatter-fatest 4) Long „panjang‟ Kata long merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori descriptive adjective yang mana merupakan tipe adjective yang paling umum. Contoh: Three feet long „tiga kaki panjang‟ To make a long story short „untuk memperpendek cerita yang panjang‟ Sama halnya dengan kata fat, kata long juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara infeksi. Contoh: a long pencil (atributif) The pencil is long (predikatif) The pencil is very long long-longer-longest 5) Quick „cepat‟ Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kata quick dapat masuk ke dalam dua kelas kata; kata sifat dan kata keterangan. Saat berfungsi sebagai kata sifat, kata quick masuk kedalam kategori descriptive adjective. Kata quick merupakan kata sifat (descriptive adjective) karena mampu menjelaskan atau memberikan informasi lebih tentang noun atau pronoun. Contoh: To make a quick gateway „lolos dengan cepat‟ Kata quick dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif, dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif dan superlatif. 97 Contoh: To make a quick gateway „lolos dengan cepat‟ (atributif) That runner is quick „pelari itu cepat‟ (predikatif) He runs very quick „dia berlari sangat cepat‟ Saat berfungsi sebagai kata keterangan, kata quick dapat membentuk infinitive (bentuk to-) yang diwujudkan dalam kata: to-quick freeze (membekukan cepat-cepat). Pada dasarnya kata quick merupakan adverbs yang terbentuk dari adjective dengan penambahan akhiran –ly. Penambahan akhiran –ly membentuk kata quickly tanpa merubah kelas katanya sebagai kata keterangan. Quickly berarti “dengan cepat”. 6) Tall „tinggi‟ Kata tall merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori descriptive adjective. Contoh: How tall Bagaimana tinggi Berapa tingginya? He Pronoun (dia-laki-laki) Tingginya enam kaki is aux (tobe) she? pronoun (dia-perempuan) stands berdiri six feet enam kaki tall tinggi Kata tall juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara infeksi. Contoh: a tall girl(atributif) The girl is tall (predikatif) The girl is very tall tall-taller-tallest 98 7) Good „bagus‟ Kata good merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori descriptive adjective atau tipe adjective yang paling umum. Contoh: good grades „angka-angka baik‟ He did me a Pronoun verb saya sebuah Dia berbuat baik kepada saya good turn bagus perubahan How good of you to come Bagaimana bagus dari kamu untuk datang Sungguh bagus kamu untuk datang berkunjung Kata good juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara infeksi. Contoh: a good student (atributif) The student is good (predikatif) The student is very good good-better-best 8) Heavy „berat‟ Sama halnya dengan kata-kata yang telah diuraikan diatasa, kata heavy juga merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori descriptive adjective. Contoh: heavy bomber „pembom berat‟ heavy burden „beban yang berat‟ heavy cold „pilek yang berat‟ Kata light juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara infeksi. 99 Contoh: a heavy box (atributif) The box is heavy (predikatif) The box is very heavy heavy-heavier-heaviest 9) Big „besar‟ Kata big merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori descriptive adjective. Contoh: a big house „sebuah rumah besar‟ a big celebrity „seorang tokoh yang besar‟ you are a big girl now „kamu sudah gadis dewasa sekarang‟ Kata big juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara infeksi. Contoh: a big cat (atributif) The cat is big (predikatif) The cat is very big big-bigger-biggest 10) New „baru‟ Kata new merupakan kata sifat (adjective) yang juga masuk kedalam kategori descriptive adjective. Contoh: new pen „pulpen baru‟ new clothes „pakaian baru‟ Kata new juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara infeksi. Contoh: a new pen (atributif) 100 The pen is new (predikatif) The pen is very new new-newer-newest 11) Old „tua‟ Kata old juga merupakan kata sifat (adjective) yang masuk kedalam kategori descriptive adjective. Contoh: old clothes „pakaian tua‟ old age „hari tua‟ to grow old „menjadi tua‟ Kata old juga dapat berfungsi sebagai atributif, predikatif dapat diberi premodifier very dan dapat mengambil bentuk komparatif, superlatif secara infeksi. Contoh: an old man (atributif) The man is old (predikatif) The man is very old old-older-oldest d. Kata Depan Preposition (kata depan) yang ada pada tes awal siswa hanya terdiri atas kata on, in dan under. Dari tiga preposition (kata depan) yang ada, yang mampu dikuasai oleh siswa pada tes awalnya yaitu kata in dan under. Dari ketiga preposition diatas, kesemuanya adalah merupakan kata depan yang menunjukkan keterangan tempat. Dalam penelitian yang dilakukanterdapat beberapa anak yang mampu menjawab benar mengenai soal pilihan jawaban saat terdengar kalimat “The dog 101 is in the car” atau “The cat is under the table”, namun masih lumayan banyak siswa yang belum menguasai mengenai preposition (kata depan). 4.1.3 Penerapan Tes Awal Penguasaan Kosakata Tes awal dilaksanakan pada tiap siswa yang belum belajar, atau tepatnya sebelum siswa mendapatkan pembelajaran dengan metode audiolingual. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman bahasa Inggris mereka terutama dalam hal penguasaan kosakatanya. Tes awal yang diberikan berupa pilihan ganda, uraian singkat, dan menjodohkan yang seluruhnya terdiri atas delapan sesi. Sesi yang pertama merupakan tes penguasaan kosakata dengan mencari arti dalam bahasa Indonesia dari beberapa kosakata bahasa Inggris. Sesi ini berjumlah 10 soal pilihan ganda. Sesi yang kedua berupa pilihan ganda yang mengharuskan siswa untuk mencari lawan kata dari kata dalam bahasa Inggris yang telah ditentukan. Soal pada sesi kedua ini berjumlah10 soal. Sesi ketiga merupakan pilihan ganda yang menuntut siswa untuk mampu menjawab dengan benar setiap pertanyaan dengan mendengarkan intruksi dari CD dan memilih jawaban yang paling tepat. Sesi ini juga berjumlah 10 soal. Sesi yang keempat masih berhubungan dengan CD. Dari kesepuluh soal yang ada, empat soal membahas tentang kata benda, dua soal membahas tentang frasa, dan sisanya membahas tentang kalimat lengkap yang terdiri atas subjek, predikat dan objek. Sesi kelima adalah soal menerjemahkan kata-kata dari bahasa Indonesia menjadi bahasa Inggris. Di sesi ini, akan diteliti mengenai kemampuan siswa dalam 102 pembendaharaan katanya, di bagian mana kesulitan yang ada dan bagaimana cara siswa menjawabnya. Sama halnya dengan soal sesi kelima, sesi keenam juga merupakan soal menerjemahkan, tetapi kali ini bahasa targetnya adalah bahasa Indonesia. Siswa diberikan sepuluh soal dalam bahasa Inggris dan diwajibkan untuk menerjemahkannya ke bahasa Indonesia. Sesi berikutnya mencari sinonim atau persamaan kata dengan cara menjodohkan. Siswa diharuskan untuk menarik garis dan mencocokannya dengan bagian kanan. Apabila siswa mengerti dengan makna kata yang dimaksud, siswa akan mampu untuk mencari persamaan katanya. Jumlah soal pada sesi ke tujuh ini adalah sepuluh soal. Sesi yang terakhir menentukan kelas kata. Sesi pertanyaan berikut ini dapat dikategorikan cukup sulit karena diasumsikan banyak siswa yang belum begitu paham saat mempelajarinya, tetapi sesi pertanyaan terakhir ini dimaksudkan untuk memberikan uji coba untuk mengetahui hasil nyata dari kemampuan setiap siswa dalam hal kelas kata. Jumlah soal yang disediakan adalah sepuluh soal dengan ketentuan siswa harus mengisi pada tempat yang telah disediakan apakah kata dalam bahasa Inggris tersebut tergolong dalam kelas kata benda (noun), kata sifat (adjective), kata kerja (verb) atau kata depan (preposition). Dari sepuluh soal yang ada, empat soal adalah kata sifat, satu kata benda, tiga kata kerja dan dua kata depan. Total soal secara keseluruhan adalah 80 soal. Tes yang digunakan dalam tes awal, tes akhir siklus I dan tes akhir siklus II adalah sama. 103 Dari hasil keseluruhan yang didapat pada tes awal terlihat nilai yang bervariasi. Untuk lebih jelasnya, berikut akan ditampilkan daftar nilai tes awal dari 20 siswa. 1. Tabel hasil Data No Nilai Benar Total Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi I II III IV V VI VII VIII 1 6 5 7 6 6 6 4 2 42 2 7 5 8 7 5 5 3 3 43 3 7 6 7 7 6 6 5 3 47 4 6 5 6 7 6 6 4 1 41 5 6 5 7 7 5 6 4 3 43 6 5 4 6 7 4 4 3 0 33 7 7 5 7 6 5 5 4 2 41 8 7 6 7 7 6 5 4 3 35 9 8 5 7 7 5 4 4 2 42 10 7 6 8 7 6 4 4 2 44 11 6 5 7 7 4 5 3 0 37 12 7 6 7 8 6 6 5 3 48 13 8 6 7 7 5 5 4 3 45 14 6 6 6 6 6 5 4 3 42 15 4 3 6 7 3 4 1 0 28 104 16 6 6 7 7 5 5 4 1 41 17 7 6 7 7 5 6 4 1 43 18 6 6 7 7 6 6 5 3 46 19 6 4 7 7 5 7 4 2 42 20 6 5 6 6 6 6 5 3 43 Dari 80 soal yang tersedia, nilai yang terendah adalah 28 dan nilai yang tertinggi adalah 48. Apabila dicari nilai tiap siswanya, akan ditemukan nilai dalam persentase dengan menggunakan rumus penghitungan Hamalik (2001:120) Criterion Referenced Evaluation yang dirumuskan sebagai berikut: X = Jumlah jawaban yang benar x 100% Jumlah pertanyaan Adapun daftar nilai tiap siswa pada tes awal akan ditampilkan pada tabel berikut. 2. Tabel Daftar Nilai Tiap Siswa pada Tes Awal No Total Jawaban yg Benar No Total Jawaban yg Benar 42 Nilai Tiap Siswa Dalam % 51,25% 11 37 Nilai Tiap Siswa Dalam % 46,25% 1 2 43 53,75% 12 48 60% 3 47 58,75% 13 45 56,25% 4 41 51,25% 14 42 51,25% 5 43 53,75% 15 28 35% 6 33 41,25% 16 41 51,25% 105 7 41 51,25% 17 43 53,75% 8 45 56,25% 18 46 57,5% 9 42 51,25% 19 42 51,25% 10 44 55% 20 43 53,75% Jumlah Total Nilai Siswa 1040% = 10,40 Dari data yang telah dijabarkan di atas, akan dapat dihitung nilai rata-rata siswa pada tes awal yang akan menggunakan rumus : X= Total skor siswa x 100% Jumlah siswa X= x 100% = 52% Dari pengamatan hasil tes awal yang dilakukan sebelum siswa belajar dengan menggunakan metode audiolingual, didapatkan data dengan nilai rata-rata sebesar 52%. Dari delapan sesi yang ada, siswa menemui banyak kesulitan dalam sesi kedua yaitu untuk mencari lawan kata dari kata dalam bahasa Inggris yang ditentukan, sedangkan rata-rata siswa mendapatkan nilai yang baik pada sesi ke empat, yakni dalam pengerjaannya, menggunakan media CD, dan terdapat pilihan gambar untuk dipilih sesuai dengan kata yang disebutkan di CD. Hal ini menunjukkan bahwa siswa lebih mampu menjawab soal-soal dalam bahasa Inggris dengan adanya bantuan ilustrasi atau gambar. Apabiila dilihat dari kriteria 106 kemampuan siswa, nilai rata-rata tes awal ini adalah masuk ke dalam kategori tidak cukup (insufficient). 4.2 Peningkatan Penguasaan Kosakata Siswa dengan Adanya Penerapan Metode Audiolingual. 4.2.1 Penerapan PTK dalam Peningkatan Kosakata Siswa Seperti yang telah diketahui, penerapan PTK pada penelitian kali ini, terdiri atas dua siklus. Setiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi atau evaluasi dan refleksi. Berikut akan dipaparkan mengenai bagianbagian dari siklus I dan siklus II. 4.2.1.1 Siklus I Siklus I yang dilakukan setelah adanya pengamatan awal dari tes yang dilakukan, terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Dalam pelaksanaan, nantinya akan dijelaskan mengenai jalannya proses pembelajaran dengan menggunakan metode audiolingual dan memaparkan mengenai pengaplikasian dari teori yang digunakan. Dalam observasi yang dilakukan, nantinya akan dijelaskan pula mengenai tes akhir siklus I dengan menyuguhkan beberapa tabel nilai beserta penjelasannya. a. Perencanaan Perencanaan yang dilakukan pada siklus I ini diawali dengan penyusunan materi yang digunakan dalam tindakan kelas termasuk mempersiapkan buku catatan siswa sebagai buku penilaian selama proses belajar mengajar berlangsung. Selain itu, buku CD pedoman yang akan digunakan sebagai sarana belajar utama 107 juga dipersiapkan beserta dengan CD player-nya. Dalam hal perencanaan ini juga dilakukan pengembangan skenario pembelajaran dan menyiapkan lembar kerja siswa. Mengembangkan format penilaian dan format observasi pembelajaran juga dilakukan dalam perencanaan siklus I ini. b. Pelaksanaan Pelaksanaan belajar mengajar dilakukan dengan diawali dengan salam pembuka/greetings. Siswa diberikan penjelasan awal mengenai alur kelas, cara belajar termasuk cara mengoperasikan CD yang berkaitan langsung dengan buku CD, dan prosedur belajar atau kriteria kelulusan. Setelah itu siswa diberikan materi pelajaran yang sudah ditetapkan untuk dikerjakan saat itu. Adapun materi yang diberikan adalah pengetahuan tentang kosakata yang sederhana terlebih dulu. Kata benda adalah kosakata yang diutamakan pada awal pembelajaran ini. Setiap kali siswa akan mengakhiri pembelajaran saat itu, dilakukan pengamatan atau penilaian sederhana. Penilaian tersebut dilakukan dengan cara interaksi dua arah secara langsung, atau yang sering disebut feedback. Proses ini terus dilakukan secara berulang pada setiap pertemuan yang ada. Pelaksanaan siklus II ini dilakukan selama kurang lebih satu bulan. Pelaksanaan proses pembelajaran yang berlangsung saat itu, setelah diteliti ternyata sebagian besar sudah menggunakan cara umum dalam pembelajaran kosakata seperti teori yang dikemukakan oleh David Singleton (2008) Adapun penjabarannya sebagai berikut. a. Menghubungkan antara bahasa kedua (bahasa Inggris) dengan bahasa pertama (bahasa Indonesia). 108 Strategi ini digunakan di kelas pada saat para pengajar melakukan interaksi pada siswa untuk mengecek pemahaman siswa tentang arti kata dari bahasa Inggris. Misal para pengajar menjelaskan mengenai ”kepemilikan” (my, your). Cara mereka mengajarkannya yaitu dengan membandingkan ke bahasa 1 (bahasa Indonesia). Dalam bahasa Indonesia my sama halnya dengan ”milik saya/milikku/punyaku” sedangkan dalam bahasa Inggris, hanya terdapat kata my. Kata my pencil bisa dimaksudkan dengan ”pensil milik saya/pensil milikku/pensil punyaku”. Begitu pula dengan kata your. Dalam bahasa Inggris hanya terdapat kata your (didepan objek), sedangkan dalam bahasa Indonesia dapat berupa ”milik kamu/milikmu/punyamu” Kata your pencil dapat dimaksudkan menjadi ”pensil milik kamu/pensil milikku/pensil punyaku”. b. Mendefinisikan arti. Dari banyaknya cara dalam mendefinisikan arti seperti sinonim, antonim, definisi analitik, definisi taksonomi, memberikan superordinat, definisi gramatikal dan yang lainnya, para pengajar di Kumon EFL lebih cenderung mendefinisikan arti dengan memberikan persamaan dari suatu kata/sinonim, definisi taksonomi, lawan kata/antonim dan definisi penuh. Seperti misalnya saat siswa menanyakan arti kata pretty yang dirasa masih asing, maka para pengajar akan memberikan persamaan katanya yang akan lebih lumrah untuk siswa yaitu beautiful atau bila menjelaskan mengenai kata summer maka pengajar akan memberikan definisi taksonomi “summer is a session/wheather that make us feel warm/hot”. Definisi antonim juga dilakukan dalam pelaksanaannya, seperti misalnya bila siswa belum mengerti dengan maksud kata “short” maka pengajar akan memberikan 109 pemahaman dengan mengatakan short adalah lawan kata dari panjang, jadi siswa akan lebih cepat mengerti bila kata “short” adalah pendek. c. Menghubungkan secara langsung antara arti kata dengan benda atau peristiwa. Untuk poin berikut, sangatlah jelas terlihat pada metode yang diterapkan di Kumon. Dikatakan demikian karena pada pembelajaran Kumon, siswa diberikan suatu kata dalam sebuah buku maupun dalam suatu lembar kerja yang lengkap dengan gambarnya. Hal tersebut disebabkan karena dengan adanya gambar, siswa akan lebih cepat menangkap maksud dan menjadi lebih cepat mengerti definisi suatu kata. Selain itu, dengan adanya gambar, siswa akan mengingatnya lebih lama. d. Latihan Oral (oral drill) Poin ini juga sangat jelas terlihat pada metode audiolingual yang diterapkan di Kumon. Kumon memberikan CD yang harus didengarkan oleh siswa yang penuturnya merupakan orang asing, dan mewajibkan siswa untuk menirukan pelafalan kata dari pembicara di CD. Siswa harus menirukannya dengan suara lantang (read aloud). Dengan adanya latihan oral ini, maka siswa akan lebih cepat menguasai pelafalan kata dan cepat mengingat baik dari segi arti maupun cara melafalkannya. e. Mendorong siswa untuk mencoba dan melafalkan kata. Poin yang terakhir yang diterapkan pada metode audiolingual di Kumon adalah mendorong siswa untuk mencoba melafalkan kata. Dalam setiap lembar kerja yang diberikan pada siswa, Kumon memberikan catatan khusus (note), yaitu siswa harus membaca nyaring/lantang (read aloud). Para pengajar juga akan 110 selalu mengawasi dan mengingatkan siswa untuk melafalkan kata dengan membaca nyaring. Selain teori diatas, Kumon juga menerapkan teori verbal behavior dari Skinner (1997) Adapun pokok-pokok pembahasan yang melandasi metode audiolingual menurut Skinner, 1957 adalah sebagai berikut. a. Belajar bahasa asing itu adalah proses mekanis pembentukan kebiasaan, jadi merupakan pemupukan deretan kebiasaan (North East Conference, 1961:44) Hal ini diwujudkan dengan adanya kebiasaan membuat PR setiap hari yang dianjurkan oleh pengajar untuk siswa-siswanya. Dengan adanya kebiasaan membuat PR setiap hari maka siswa akan terbiasa dengan latihan-latihan soal dan menjadi lebih terlatih. b. Cara paling baik untuk membentuk kebiasaan-kebiasaan adalah: beberapa bulan yang menggunakan pola latihan serius dan mekanik stimulusrespons (Politzer, 1965:17) Pola yang dimaksud adalah sama halnya dengan pola belajar setiap hari tanpa menumpuk PR yang diberikan dan mengumpulkannya tepat waktu. Mekanik stimulus-respon dapat disimbolkan dengan hubungan antara PR dengan kebiasaan berlatih setiap hari. Bila siswa diberi PR (stimulus) maka siswa akan terbiasa mengerjakannya dan terlatih (respon). c. Kebiasaan-kebiasaan itu diperkuat oleh “reinforcement” dan oleh karena itu sangat penting bahwa siswa berbicara dalam bahasa asing sesering mungkin daripada hanya mendengarkannya (Rivers, 1968 : 53) 111 Dalam hal ini dipaparkan bahwa dengan adanya peraturan untuk read aloud saat siswa selesai mendengarkan Cd maka siswa telah diberikan “reinforcement”. Dengan siswa read aloud apa yang dibaca, secara langsung siswa akan berlatih berbicara bahasa Inggris dengan pelafalan yang baik dan tidak hanya mendengarkannya saja dari Cd melainkan juga dari suaranya sendiri. d. Kebiasaan bahasa asing yang dapat dipupuk secara paling efisien dengan memberikan jawaban-jawaban yang tepat dan tidak membuat kesalahankesalahan. Oleh karena itu pada tiap latihan harus diikuti jawaban yang benar sebagai koreksi, sebagai feed back. Di Kumon terdapat pula sistem feedback, baik feedback awal atau feedback akhir. Di bagian ini, siswa Kumon mendapatkan jawaban atau tanggapan yang benar dari pengajar sehingga dikemudian harinya tidak akan ada lagi kesalahan, termasuk didalamnya kebenaran tentang suatu pelafalan dari suatu kosakata. e. Bahasa asing itu merupakan bagian tingkah laku manusia, dan itu menjadi kemutlakan bahwa mahasiswa harus dibuat begitu rupa hingga ia mampu berperilaku, artinya menggunakan bahasa dalam situasi yang sungguhsungguh karena metode audiolingual menjadikan bahasa dalam bentuk dialog (Brooks, 1964:106) Dialog yang disajikan harus berkali-kali diulang oleh siswa, dihafal sampai tak terhitung jumlahnya sehingga pertanyaan dan jawaban tersebut menjadi sesuatu yang otomatis dan 112 sesudah itu jawaban-jawaban tersebut digunakan dalam situasi lain (yang diganti atau diubah). Pada Kumon EFL terdapat materi yang mampu menambah kosakata siswa yang disajikan melalui dialog-dialog sederhana. Dialog-dialog tersebut harus ditirukan oleh siswa berulang-ulang kali. Selain untuk memperkaya kosakat, dialog tersebut juga dapat melatih keterampilan berbicara yang memiliki pelafalan yang baik dan benar sesuai pembicara aslinya. Namun materi tersebut tidak disajikan pada tingkat dasar 7A, namun pada tingkat A. f. Dari apa yang diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa bahasa lisan harus didahulukan terhadap bentuk bahasa yang bagaimanapun dan mulai dengan kursus murni audio-oral. Tahap pertama dalam metode audiolingual adalah melatih kemampuan mendengar/menyimak dan kemampuan berbicara tanpa menggunakan bahasa tulis terlebih dahulu (North East Conference, 1960:20). Poin diatas juga telah diterapkan di Kumon EFL. Pada tahap awal pembelajarannya, Kumon lebih menekankan pada keterampilan mendengar/menyimak dari Cd yang diberikan, yang kemudian diikuti dengan keterampilan berbicara dengan mengulangi perkataan yang didengar di Cd tersebut. g. Mahasiswa belajar pola-pola kalimat dan kenyataan-kenyataan / peristiwaperistiwa gramatikal dengan analogi menurut model-model yang diberikan. Bila latihan-latihan telah berhasil dilakukan berulangkali, 113 analogi berfikir akan membimbing siswa pada jalan linguistik yang benar sama seperti yang terjadi pada siswa penutur asli dalam mempelajari bahasa mereka sendiri (Brooks, 1964:139) Hal diatas menekankan pengertian bahwa tata bahasa tidak diajarkan kepada siswa diawal proses pembelajaran. Hal tersebut ditentukan dengan bertolak pada penutur asli yang belajar bahasanya sendiri. Penutur asli tidak belajar mengenai tata bahasa terlebih dahulu, melainkan belajar untuk berbicara seperti yang dibicarakan orang-orang disekitarnya. Setelah terbiasa mendengar dan berbicara, barulah diberikan pemahaman tata bahasa darimana dan bagaimana kalimat-kalimat itu terbentuk. Hal inipun telah diterapkan di Kumon. Siswa hanya diberikan latihan-latihan setiap harinya baik mendengarkan dan berbicara, membaca serta menulis. Setelah siswa dianggap telah terbiasa dengan semua yang dipelajarinya, di tingkat atas, siswa akan diberikan pemahaman tata bahasa, darimana dan bagaimana kalimat-kalimat yang mereka telah ketahui dapat terbentuk. h. Belajar bahasa bukanlah kesibukan intelektual, karena analisis intelektual akan menyebabkan keraguan dalam memilih bahasa yang digunakan, sedangkan pembicara suatu bahasa yang lancar menghasilkan bahasa dengan rangkaian yang benar tanpa perlu menganalisis apa yang telah dikatakannya dan dapat berkonsentrasi pada pesan yang ingin disampaikan. (Rivers, 1968:76) Teori yang dikemukakan oleh Lado (dalam Tarigan, 1988:234) tentang kelima hukum empiris yang mendasari audiolingual, tdak jauh berbeda dengan 114 teori yang dikemukakan oleh Chastain (1976) yang menyatakan mengenai cirriciri audiolingual. Teori inipun terwujud dalam pelaksanaan pembelajaran dan pembelajaran di Kumon yang dirangkum sebagai berikut. 1. Tujuan pembelajaran B2 adalah mengembangkan kemampuan diri para siswa untuk memiliki kemampuan yang sama dengan yang dimiliki oleh para pembicara aslinya. Hal ini tersirat dari adanya latihan mendengarkan Cd yang dituturkan oleh pembicara asli (native speaker). Dengan berlatih menggunakan Cd tersebut kemampuan siswa akan berkembang baik pada kemampuan berbicara dengan pelafalan yang benar maupun kemampuan mendengarkan bahasa asing yang terkadang membuat siswa bingung karena aksen ataupun logat yang tidak biasa dan tidak sama dari logat bahasa Indonesia. 2. Bahasa pertama hendaklah dilarang di dalam kelas. Kumon juga menganjurkan untuk tidak menggunakan bahasa pertama (bahasa Indonesia) dalama kelas, namun memang masih terdapat beberapa siswa yang sulit untuk mempraktekkannya. 3. Para siswa harus belajar berbicara tanpa memperhatikan bagaimana bahasa itu disusun. Hal ini diwujudkan dengan diberikannya materi yang sederhana tanpa dijejali dengan penjelasan berlebihan pada awal pembelajarannya. Penjelasan lebih lanjut mengenai tata bahasa atau semacamnya akan 115 diberikan secara lanjut pada tahapan akhir saat siswa telah terbiasa menggunakan dan mendengarkan bahasa Inggris tersebut. 4. Latihan dan praktik yang sungguh-sungguh haruslah mendahului setiap penjelasan, dan diskusi mengenai tata bahasa harus dalam waktu yang sangat singkat. Poin ini sebenarnya mengandung makna yang hamper sama dengan poin sebelumnya. Diharapkan siswa banyak menjalani praktik dan terbiasa berlatih tanpa adanya penjelasan terlebih dahulu mengenai tata bahasa. Penjelasan tata bahasa dapat diberikan namun diusahakan dalam waktu yang singakat dan dalam penjelasan yang sangat sederhana. 5. Dalam mengembangkan “ke empat ketrampilan” (menyimak, membaca, berbicara, menulis), urutan alamiah yang dijalankan dalam belajar bahasa haruslah dipelihara dan dipegang terus. Kumon juga menerapkan poin terakhir ini. Pembelajarannya berawal dari menyimak (mendengar) terlebih dahulu kemudian dilanjutkan pada keterampilan membaca dengan mengikuti pelafalan (berbicara) dari Cd yang didengar dan dilengkapi dengan media gambar agar maksud kata yang didengar memiliki keterkaitan dengan gambar sehingga anak mudah mengerti, dan yang terakhir yaitu keterampilan menulis yang diwujudkan dengan latihan tata bahasa (grammar). 116 c. Observasi Pada akhir proses belajar mengajar pada siklus I ini dilakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Observasi atau evaluasi yang dilakukan yaitu dengan memberikan tes akhir. d. Refleksi Kegiatan refleksi dilakukan dengan membahas hasil evaluasi, proses pembelajaran dan lembar kerja siswa. Setelah kegiatan observasi atau evaluasi dilakukan dan telah didapatkan hasil yang nyata dari pelaksanaan tes akhir seperti yang telah tertera diatas, maka pada siklus II dilakukan peningkatan pembelajaran agar mendapatkan hasil yang lebih baik dan merata. Semuanya akan disiasati dengan lebih memperbanyak proses feedback untuk membantu agar siswa lebih ingat dan menguasai kosakata yang dipelajari. Selain itu, kiat untuk memotivasi siswa untuk dapat mendengarkan CD dengan lebih rutin dan konsentrasi dirumah maupun di kelas. Bagi siswa yang dianggap telah memiliki nilai yang memuaskan, maka tetap akan diberikan motivasi untuk terus mempertahankan kemampuannya. 4.2.1.2 Siklus II a. Perencanaan Perencanaan yang dilakukan pada siklus II ini tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada siklus I. Penyusunan materi yang digunakan dalam tindakan 117 kelas pada siklus II ini dilakukan dengan lebih hati-hati dan teliti berdasarkan kemampuan tiap siswanya. b. Pelaksanaan Pelaksanaan program yang telah tersusun sesuai dengan program pembelajaran dengan menerapkan metode audiolingual dan media pembelajaran yang tetap berpedoman pada hasil siklus I. Pelaksanaan siklus II ini dilakukan selama kurang lebih satu bulan. Dalam pelaksanaannya, penerapan teori verbal behaviour yang mendasari metode audiolingual tetap diaplikasikan seperti pada pelaksanaan pada siklus I. c. Observasi Seperti halnya pada observasi (evaluasi) pada siklus I, observasi proses belajar mengajar pada siklus II ini juga dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Observasi yang dilakukan yaitu dengan memberikan tes akhir. d. Refleksi Hasil tes akhir pada siklus II ini menunjukkan hasil yang lebih baik dari tes sebelumnya. Hal tersebut terlihat dengan adanya peningkatan yang nyata dari tes awal, tes akhir pada siklus I dan tes akhir pada siklus II.Terjadinya peningkatan dikarenakan siswa telah mampu lebih memahami materi yang diberikan dengan menggunakan metode audiolingual. 118 4.2.2 Hasil Tes Dalam Peningkatan Kosakata Siswa 4.2.2.1 Hasil Tes Akhir Siklus I Dari data yang didapat, terlihat secara nyata adanya perubahan tingkat pemahaman ataupun penguasaan siswa dalam kosakata. Seperti halnya pada hasil tes awal, hasil tes pada siklus I ini juga akan dipaparkan secara detail. Berikut penjelasannya. a. Aspek-Aspek Kosakata Bila dilihat dari aspek-aspek kosakata yang ada, siswa juga telah mengalami peningkatan penguasaan kosakata baik dalam hal sinonim, terjemahan, kelas kata dan antonim. 1) Sinonim Pembelajaran sinonim bagi siswa dapat dikatakan mengalami kemajuan, walaupun kemajuan tersebut belum sangat memuaskan. Hasil tes awal siswa pada bagian sinonim menunjukkan bahwa siswa belum begitu menguasainya. Nilai terendah dan tertinggi untuk tes awal terdahulu adalah 1 dan 5, sedangkan nilai terendah dan tertinggi pada tes akhir siklus I adalah 5 dan 8. Kosakata yang paling banyak tidak dikuasai siswa hampir sama dengan kosakata pada tes awal yaitu: hares, fridge, rooster, dan rock, sedangkan kosakata lainnya rata-rata dapat diketahui oleh siswa dan dijawab dengan benar. 2) Antonim (lawan kata) Pada sesi pertanyaan yang menanyakan tentang lawan kata, pada tes akhir siklus I ini para siswa mendapatkan hasil yang lebih baik. Nilai tertinggi adalah 10 dan terendah adalah 5. Bila dibandingkan dengan hasil tes sebelumnya, hasil tes 119 akhir siklus I ini cukup meningkat. Nilai terendah pada tes awal adalah 3 dan nilai tertinggi adalah 6. 3) Terjemahan Peningkatan yang terjadi dari pembelajaran mengenai terjemahan terlihat secara nyata. Soal terjemahan dapat terlihat pada kesemua sesi soal, dari sesi pertama hingga terakhir. Dikatakan demikian karena bila siswa tidak mampu menterjemahkan terlebih dahulu kata dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, siswa tidak akan mampu menjawab pertanyaan dengan benar, namun sesi pertanyaan yang benar-benar menerjemahkan secara langsung terdapat pada sesi pertama, dan sesi kelima. Bila dilihat secara langsung, hasil dari kesemua sesi dapat dikatakan meningkat. Dari keseluruhan kosakata, terdapat beberapa kosakata yang masih dirasa sulit untuk siswa dalam pengerjaan tes akhir siklus I. Adapun kosakata yang dimaksud adalah: thick under leg refrigerator left laughing hares „tebal‟ „dibawah‟ „kaki‟ „lemari es‟ „kiri‟ „tertawa‟ „kelinci‟ light glasses fast rooster heavy fridge rock „ringan‟ „kacamata‟ „cepat‟ „ayam jantan‟ „berat‟ „lemari es‟ „batu‟ b. Kelas Kata Sebagian siswa sudah mulai memahami kelas kata yang ada, terutama noun (kata benda), verb (kata kerja), adjective (kata sifat) dan preposition (kata depan). Walaupun belum dapat dikatakan baik, hasil tes akhir pada siklus I ini dapat dikatakan sedikit meningkat dari tes sebelumnya. 120 Hasil tes akhir pada siklus I yang telah terkumpul, akan dijabarkan pada tabel berikut ini. 3. Tabel Hasil Data Tes Akhir pada Siklus I No Nilai Benar Total Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi I II III IV V VI VII VIII 1 9 5 10 10 8 9 5 5 61 2 8 5 10 10 8 9 5 5 60 3 10 9 10 10 9 9 7 6 70 4 9 10 10 10 8 9 6 6 68 5 9 8 10 10 8 8 6 6 65 6 9 7 10 10 7 8 5 5 61 7 7 9 9 10 7 7 5 6 60 8 10 9 10 10 7 8 6 5 65 9 10 7 10 10 7 8 6 6 64 10 10 8 10 10 7 7 6 5 63 11 7 10 10 9 6 7 6 5 60 12 10 10 10 10 9 9 8 7 73 13 9 7 10 9 8 8 6 6 63 14 9 9 10 9 7 8 6 6 64 15 7 6 8 8 5 8 5 4 51 16 9 8 10 10 7 8 6 5 63 121 17 9 7 10 9 7 8 6 6 62 18 9 8 10 9 7 8 6 6 63 19 8 8 9 8 7 8 6 6 60 20 8 7 10 9 7 8 6 7 62 Dari hasil data pada observasi atau evaluasi siklus I yang dituangkan dalam tes akhir diatas, terlihat bahwa nilai yang terendah adalah 51 dan yang tertinggi adalah 73. Nilai tiap siswa dalam persentase, akan dituangkan pada tabel berikut. 4. Tabel Nilai Tiap Siswa dalam Persentase No Total Jawaban yg Benar No Total Jawaban yg Benar 61 Nilai Tiap Siswa Dalam % 76,25% 11 60 Nilai Tiap Siswa Dalam % 75% 1 2 60 75% 12 73 93,75% 3 70 87,5% 13 63 78,75% 4 68 85% 14 64 80% 5 65 81,25% 15 51 63,75% 6 61 76,25% 16 63 78,75% 7 60 75% 17 62 77,5% 8 65 81,25% 18 63 78,75% 9 64 80% 19 60 75% 10 63 78,75% 20 62 77,5% 122 Jumlah Total Nilai Siswa 1575% = 15,75 Dari data yang telah dijabarkan diatas, maka akan dapat dihitung nilai ratarata siswa pada tes akhir siklus I yang akan menggunakan rumus : X= Total skor siswa x 100% Jumlah siswa X= x 100% = 78,75% Hasil tersebut masih merupakan hasil yang bervariasi dan tidak merata. Peningkatan yang terjadi dari tes awal ke tes akhir siklusI yaitu sebesar 26,75%. Untuk itu, pengamatan akan dilanjutkan pada siklus II. 4.2.2.2 Hasil Tes Akhir Siklus II Data yang didapat pada tes akhir siklus II menunjukkan terdapat perubahan tingkat pemahaman ataupun penguasaan siswa dalam kosakata. Seperti halnya pada hasil tes awal dan hasil tes siklus I, hasil tes pada siklus II ini juga akan dipaparkan secara detail. Berikut penjelasannya. a. Aspek-Aspek Kosakata 1) Sinonim Pada pembahasan sinonim, siswa menjawab lebih baik daripada siklus I. Peningkatan pemahaman sinonim pada tes akhir siklus II ini jauh lebih 123 memuaskan daripada sebelumnya. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 9 dan yang terendah adalah 7. 2) Antonim (lawan kata) Nilai tertinggi yang diperoleh siswa pada sesi pertanyaan mengenai antonim adalah 10 dan yang terendah adalah 7. Untuk pemaparan hasil lebih detail, akan disajikan dalam tabel. 3) Terjemahan Sama halnya dengan pembelajaran sinonim, pembelajaran terjemahan pada tes akhir siklus II mendapatkan hasil yang sangat baik. Pada sesi pertanyaan yang pertama pada tes akhir siklus II ini, siswa mampu mendapatkan nilai tertinggi 10 dan nilai terendah 9. Sedangkan pada sesi pertanyaan kelima, siswa mampu meraih nilai tertinggi 10 dan nilai terendah 8. b). Kelas Kata Pemahaman siswa mengenai kelas kata (kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata depan) memang tidak seperti pemahaman siswa pada sesi-sesi pembelajaran lainnya. Pemahaman mengenai kelas kata ini memang sudah sangat baik dari sebelumnya, namun belum dapat meraih nilai sempurna. Nilai tertingginya adalah 9 dan yang terendah adalah 7. Adapun hasil tes akhir pada siklus II yang telah terkumpul, akan dijabarkan pada tabel berikut ini. 124 5. Tabel Hasil Data Tes Akhir pada Siklus II No Nilai Benar Total Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi I II III IV V VI VII VIII 1 9 9 10 10 9 9 7 7 70 2 9 8 10 10 9 9 7 7 69 3 10 9 10 10 9 10 8 8 65 4 9 10 10 10 10 9 8 8 74 5 9 9 10 10 8 9 7 8 70 6 9 9 10 10 8 9 7 7 69 7 8 9 9 10 8 9 7 7 67 8 10 10 10 10 9 10 8 8 75 9 10 9 10 10 8 9 7 8 71 10 10 9 10 10 8 9 7 8 71 11 10 10 10 10 9 10 9 8 76 12 10 10 10 10 10 10 9 9 78 13 10 9 10 10 10 10 9 8 76 14 9 9 10 10 10 10 9 8 75 15 9 7 9 8 7 9 7 7 63 16 10 10 10 10 9 10 9 8 76 17 10 8 10 10 10 10 9 8 75 18 10 9 10 10 9 9 9 9 75 125 19 10 9 9 9 9 10 9 8 73 20 9 9 10 9 9 10 9 8 73 Dari hasil data pada observasi atau evaluasi siklus II yang dituangkan dalam tes akhir diatas, terlihat bahwa nilai yang terendah adalah 63 dan yang tertinggi adalah 78. Nilai tiap siswa dalam persentase, akan dituangkan pada tabel berikut. 6. Tabel Hasil Data Nilai Tiap Siswa pada Siklus II dalam Persentase No Total Jawaban yg Benar Nilai Tiap Siswa Dalam % No Total Jawaban yg Benar Nilai Tiap Siswa Dalam % 1 70 87,5% 11 76 95% 2 69 86,25% 12 78 97,5% 3 65 81,25% 13 76 95% 4 74 92,5% 14 75 93,75% 5 70 87,5% 15 63 78,75% 6 69 86,25% 16 76 95% 7 67 83,75% 17 75 93,75% 8 75 93,75% 18 75 93,75% 9 71 88,75% 19 73 91,25,% 10 71 88,75% 20 73 91,25% Jumlah Total Nilai Siswa 1801,25% = 18,0125 126 Dari data yang telah dijabarkan diatas, maka akan dapat dihitung nilai rata-rata siswa pada tes akhir siklus II yang akan menggunakan rumus : X= Total skor siswa x 100% Jumlah siswa X= x 100% = 90,0625=90,06% 4.2.2.3 Perbandingan Hasil yang Menunjukkan Peningkatan Penguasaan Kosakata Siswa Dari keseluruhan hasil yang telah didapatkan, maka dapat kita bandingkan antara hasil tes awal, tes akhir pada siklus I dan tes akhir pada siklus II. Untuk melihat secara lebih jelas perbedaannya, maka hasil nilai yang ada akan disajikan menjadi satu tabel. Dengan demikian akan terdapat tiga kolom nilai yang akan menunjukkan peningkatan kosakata melalui metode audiolingual pada Kumon EFL seperti berikut. 7. Tabel Data yang Menunjukkan Peningkatan Penguasaan Kosakata Siswa di Kumon EFL Melalui Metode Audiolingual. No Tes awal 1 42 Tes Tes Akhir Akhir Siklus I Siklus II 61 70 No 11 Tes Tes Tes Awal Akhir Akhir Siklus I Siklus II 60 76 37 127 2 43 60 69 12 48 73 78 3 47 70 65 13 45 63 76 4 41 68 74 14 42 64 75 5 43 65 70 15 28 51 63 6 33 61 69 16 41 63 76 7 41 60 67 17 43 62 75 8 45 65 75 18 46 63 75 9 42 64 71 19 42 60 73 10 44 63 71 20 43 62 73 Dari data-data diatas maka dapat diukur kemampuan siswa dalam penguasaan kosakata dengan mencari nilai tiap siswanya terlebih dahulu kemudian mencari nilai rata-rata dari seluruh siswa yang akan dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut. a. Nilai dari tiap siswa dihitung dengan menggunakan formula: X = Jumlah jawaban yang benar x 100% Jumlah pertanyaan b. Nilai rata-rata dari seluruh siswa yang diteliti akan dihitung menggunakan formula berikut: X= Total skor siswa x 100% Jumlah siswa Dengan demikian, maka hasil persentase yang diperoleh akan ditampilkan pada tabel berikut. 128 8. Tabel Hasil Data Perbandingan dalam Persentase No Tes awal Tes Akhir Siklus I 1 51,25% 76,25% Tes Akhir Siklus II 87,5% 2 53,75% 75% 86,25% 12 60% 3 58,75% 87,5% 81,25% 13 56,25% 78,75% 95% 4 51,25% 85% 92,5% 14 51,25% 80% 93,75% 5 53,75% 81,25% 87,5% 15 35% 78,75% 6 41,25% 76,25% 86,25% 16 51,25% 78,75% 95% 7 51,25% 75% 83,75% 17 53,75% 77,5% 93,75% 8 56,25% 81,25% 93,75% 18 57,5% 93,75% 9 51,25% 80% 88,75% 19 51,25% 75% 91,25,% 10 55% 88,75% 20 53,75% 77,5% 91,25% 78,75% No Tes Awal Tes Akhir Siklus II 11 Tes Akhir Siklus I 46,25% 75% 97,5% 93,75% 63,75% 78,75% 95% Dari hasil yang didapat diatas, akan didapat hasil rata-rata dari seluruh siswa per tiap siklus yang ada. Hasil rata-rata siswa pada tes awal yaitu sebesar : Hasil rata-rata siswa pada tes akhir siklus I yaitu sebesar : 129 Hasil rata-rata siswa pada tes akhir siklus II yaitu sebesar : Hasil rata-rata siswa pada tes awal yaitu sebesar 52%, hasil rata-rata siswa pada tes akhir siklus I yaitu sebesar 78,75% dan hasil rata-rata siswa pada tes akhir siklus II yaitu sebesar 90,06%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil rata-rata siswa dari tes awal hingga tes akhir pada siklus I terjadi peningkatan sebesar 26,75% dan dari hasil rata-rata siswa pada tes akhir siklus I hingga tes akhir siklus II terjadi peningkatan sebesar 11,31%. Dari keseluruhan, dapat dilihat peningkatan yang terjadi dari hasil rata-rata siswa pada tes awal hingga hasil rata-rata siswa pada tes akhir siklus II yaitu sebesar 38,06%. Bila dilihat dari Kriteria Kemampuan siswa, hasil nilai siswa rata-rata pada tes awal masuk kategori sangat jelek (poor), hasil nilai siswa rata-rata pada tes akhir di siklus I masuk kategori cukup (sufficient). Yang terakhir, hasil nilai siswa rata-rata pada tes akhir di siklus II mengalami peningkatan dan masuk kategori sangat baik (excellent). Bila dilihat dalam grafik, maka hasil peningkatan tersebut akan tergambar seperti berikut: 130 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% T es Awal T es Akhir S iklus I T es Akhir S iklus II 4.2.3 Hasil Kuesioner Dari hasil kuesioner yang didapat dari guru atau asisten bimbingan di Kumon EFL, terkumpul data sebagai berikut: Dari lima orang pengajar yang diminta untuk memberikan pengamatannya mengenai siswa, semua pengajar menyatakan bahwa siswa akan mengalami peningkatan pelafalan kata dan pemahaman makna yang baik setelah belajar mengguna-kan metode audiolingual yang diterapkan melalui CDTextbook bergambar. Dua diantaranya memberikan syarat dalam pencapaiannya, yaitu bila siswa mau mendengarkan CD dengan rutin dan mengulangi pengucapan yang didengar di CD. Empat orang pengajar menyatakan bahwa siswa mampu memberikan respon bila ditanya dalam bahasa Inggris setelah belajar menggunakan metode 131 audiolingual yang diterapkan melalui CDTextbook bergambar, dan satu diantaranya menjawab belum. Dari pertanyaan yang ditanyakan kepada pengajar mengenai keterampilan siswa dalam membuat pola kalimat, empat diantaranya menyatakan bahwa siswa tersebut akan mampu, dua diantaranya menyatakan dengan syarat siswa mengerjakan latihan soal dengan rutin dan bila siswa telah mendapatkan pelajaran mengenai membuat pola kalimat. Satu orang pengajar menyatakan bahwa siswa belum mampu membuat kalimat bila siswa tersebut belum mendapatkan materi yang dimaksud. Seluruh tenaga pengajar memberikan pendapat yang sama saat ditanya apakah kebiasaan untuk belajar tiap hari, mendengar CD & mengucapkan kembali apa yang didengar di CD membawa dampak positif pada siswa. Keseluruhan pengajar menyatakan bahwa dengan memiliki kebiasaan mendengar dan mengucapkan kembali, pastinya siswa akan terbiasa dan fasih untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Pendapat yang sama juga muncul saat para pengajar diberikan pertanyaan mengenai cepat/tidaknya siswa dalam mengingat dan memahami kosakata dalam bahasa Inggris bila siswa mendengar kembali suaranya sendiri saat mengucapkan/membaca kosakata (saat read aloud). Keseluruhan pengajar menyatakan bahwa siswa akan mampu lebih cepat dalam mengingat dan memahami kosakata yang dipelajari bila siswa mengucapkan/membacanya dengan lantang (read aloud), terutama dalam hal pelafalan kata. 132 Saat diberikan pertanyaan mengenai membiasakan siswa untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris dalam percakapan dapat membantu siswa untuk lebih cepat beradaptasi dengan bahasa Inggris, para pengajar menyatakan bahwa hal tersebut sangat dapat membantu siswa. Karena dengan adanya percakapan dalam bahasa asing yang dibiasakan, maka bahasa tersebut lama-kelamaan akan menjadi tidak asing lagi untuk mereka. Para pengajar juga mengemukakan bahwa mereka semua setuju dengan pernyataan mengenai urutan pembelajaran bahasa Inggris. Urutan tersebut yaitu berawal dari menyimak (listening), membaca, berbicara dan menulis. Terakhir, para pengajar ditanya mengenai kelemahan dari metode audiolingual yang diterapkan melalui mendengar CD textbook bergambar dan kebiasaan belajar setiap hari. Dua orang pengajar menyatakan pendapat yang sama, yaitu anak cepat bosan karena harus mendengar CD setiap hari dengan pengulangan yang tidak sedikit. Dua pengajar lainnya mengatakan bahwa anak kurang mampu berbicara bahasa Inggris diluar konteks pembahasan yang terdapat di CD textbook-nya. Pengajar yang lainnya juga berpendapat bahwa siswa tidak mampu meluangkan waktu untuk memiliki kebiasaan belajar tiap hari, maka anak akan mudah terbeban dan lelah. 133 4.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Peningkatan Penguasaan Kosakata Melalui Penerapan Metode Audiolingual Dalam pembahasa berikut akan diuraikan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya peningkatan penguasaan kosakata melalui penerapan metode Audiolingual. Dari beberapa jawaban kuesioner yang telah dijawab oleh tenaga pengajar di Kumon EFL yang dalam pembelajarannya menggunakan metode audiolingual untuk meningkatkan penguasaan kosakata siswa, ditemukan beberapa kemungkinan yang dapat dirangkum sebagai faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan penguasaan kosakata siswa. Adapun faktor-faktor yang dirasa dapat menjadi pemicu terjadinya peningkatan penguasaan kosakata siswa yaitu sebagai berikut. a. Adanya kebiasaan yang ditumbuhkan setiap hari untuk mendengarkan dan mengucapkan kembali kosakata yang terdapat di CD textbook yang diberikan. b. Terdapat media gambar yang mampu mempermudah siswa dalam mengingat kosakata yang dipelajari. c. Adanya pengulangan materi dengan tujuan untuk lebih mengingatkan siswa pada kosakata yang dipelajari. d. Adanya motivasi yang diberikan oleh guru atau asisten bimbingan saat siswa merasa bosan dan lelah dalam mendengarkan CD. e. Adanya ketertarikan bagi siswa untuk belajar bahasa Inggris karena menggunakan media CD yang dirasa modern dan praktis tanpa harus mencari langsung pembicara asli bahasa Inggris. 134 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang didapat, sebagaimana yang telah diuraikan dalam Bab IV, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Hasil belajar siswa pada tes awal yang dilakukan sebelum siswa belajar dengan menggunakan metode audiolingual rata-rata sebesar 52% dan masuk ke dalam kategori tidak cukup (insufficient). 2. Peningkatan yang terjadi sebelum dan setelah siswa belajar menggunakan metode audiolingual di Kumon EFL adalah sebesar 38,06%. Dengan perincian hasil rata-rata siswa dari tes awal hingga tes akhir pada siklus I terjadi peningkatan sebesar 26,75% dan dari hasil rata-rata siswa pada tes akhir siklus I hingga tes akhir siklus II terjadi peningkatan sebesar 11,31 %. Bila dilihat dari kriteria kemampuan siswa, maka peningkatan yang ada yaitu dari kategori tidak cukup (insufficient) naik menjadi kategori sangat baik (excellent). 3. Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya peningkatan penguasaan kosakata melalui penerapan metode audiolingual yaitu: a. adanya penerapan metode audiolingual itu sendriri yang memupuk kebiasaan yang ditumbuhkan setiap hari untuk mendengarkan dan mengucapkan kembali kosakata yang terdapat di CD textbook yang diberikan; b. terdapat media gambar yang mampu mempermudah siswa dalam mengingat kosakata yang dipelajari; 134 135 c. adanya pengulangan materi dengan tujuan untuk lebih mengingatkan siswa pada kosakata yang dipelajari; d. adanya motivasi yang diberikan oleh guru atau asisten bimbingan saat siswa merasa bosan dan lelah dalam mendengarkan CD; e. adanya ketertarikan bagi siswa untuk belajar bahasa Inggris karena menggunakan media CD yang dirasa modern dan praktis tanpa harus mencari langsung pembicara asli bahasa Inggris. 5.2 SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut. 1. Kepada Institusi Kumon EFL disarankan untuk terus meningkatkan kreatifitas dan kinerja dalam menghadirkan materi-materi baru yang tidak jauh berbeda dengan yang sudah ada, tetapi memiliki tampilan atau kemasan yang berbeda dan lebih menarik perhatian siswa agar tidak cepat bosan dan tetap ingin belajar bahasa Inggris di Kumon EFL. 2. Kepada tenaga pengajar di Kumon EFL disarankan untuk terus memotivasi siswa agar tidak cepat bosan belajar dengan mendengarkan CD dan harus dengan rutin mengucapkan kembali kosakata yang didengar di CD untuk lebih melatih pelafalan dan meningkatkan penguasaan kosakata. Selain itu juga diharapkan kepada para pengajar untuk lebih sering memberikan tanya jawab untuk mengingatkan siswa pada kosakata-kosata yang sudah dipelajari. 136 3. Kepada siswa disarankan untuk bisa memahami lebih baik lagi manfaat yang akan didapat dari belajar dengan menggunakan metode audiolingual atau yang dituangkan dengan mendengarkan CD dan melafalkan kembali kosakata yang didengar. Kesadaran yang tinggi untuk belajar mandiri, akan meningkatkan penguasaan bahasa Inggris, terutama dalam penguasaan kosakatanya. 4. Untuk peneliti lainnya, disarankan untuk lebih memperkenalkan kembali tentang metode audiolingual, karena metode audiolingual ini dapat menarik minat siswa untuk belajar bahasa Inggris dengan cara yang menarik dan modern, yaitu melalui CD yang pengertiannya dituangkan dalam gambar.