OUW NEGERI SEMPE Pemaknaan Simbol Sempe Sebagai

advertisement
BAB IV
ANALISA
PEMAKNAAN SEMPE SEBAGAI SIMBOL IDENTITAS NEGERI OUW
4.1
Pengantar
Negeri sempe, merupakan julukan atau pemberian identitas masyarakat Ambon-Lease
untuk negeri Ouw, sebagai satu-satunya penghasil kerajinan gerabah asli Maluku. Sempe
merupakan hasil kerajinan tangan asal negeri Ouw, walaupun sempe bukan satu-satunya hasil
gerabah yang ada di negeri Ouw, adapun balanga, tajela, porna, tampayang, kendi, dan
perabotan dapur lainnya. Sempe yang begitu fenomenal dalam kebudayaan Maluku, sebagai
tempat penyajian makanan khas Maluku yakni papeda. Menikmati dominasi dalam hasil seni,
sempe menjadi budaya yang melekat dalam kehidupan masyarakat negeri Ouw. Pengrajinan
sempe sudah dilakukan oleh masyarakat negeri Ouw sejak nenek-moyangnya orang Ouw,
dan ditekuni secara turun-temurun sehingga menjadi simbol dari negeri Ouw.
Sempe diangkat menjadi simbol negeri Ouw, tidak akan mengherankan siapapun,
baik orang Ouw maupun orang Maluku lainnya menyadari hal itu. Berawal dari sebuah seni
yang menjadi budaya serta ditafsirkan sebagai sebuah simbol identitas negeri Ouw, membuat
pemaknaan yang universal dan penting dalam kehidupan masyarakat negeri Ouw terhadap
simbol sempe sebagai identitas sosial negeri mereka.
Dalam bab ini penulis ingin mencoba menganalisa data yang penulis dapatkan di
lapangan dengan literatur-literatur dari beberapa para ahli, untuk membangun suatu
80
pemaknaan atas masyarakat negeri Ouw terhadap sempe sebagai simbol identitas sosial
negeri mereka. Dalam hal ini sempe akan dikaji dalam tiga permasalahan yakni, sempe
dilihat sebagai kesenian, simbol dan indentitas serta pemaknaan sempe sebagai simbol
identitas negeri Ouw.
4.2
Sempe sebagai kesenian.
Kesenian merupakan salah satu perwujudan dari kebudayaan. Lebih dari itu, kesenian
adalah tempat di mana makna budaya ditafsirkan dan identitas budaya diakui dan diperkuat,
khususnya dalam masyarakat kecil. Secara historis dan tradisional kesenian memegang peran
penting dalam kehidupan masyarakatnya. Menurut Nooryan Bahari bahwa konsepsi
kebudayaan atas dasar teori evolusi yaitu kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks,
meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral adat dan berbagai kemampuan
serta kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. 1
Secara garis besar, kesenian di bagi menjadi beberapa kelompok, yaitu seni rupa, seni
musik, seni tari, seni sastra, seni drama, dan lain-lain. Masing-masing kelompok tersebut
masih dibagi lagi dalam subkelompok kategori seni murni, desain dan kriya. Seni kriya dapat
dibagi berdasarkan bahan dan teknik pembuatannya, yaitu kriya keramik, kriya kayu, kriya
logam, kriya kulit, kriya rotan, kriya bambu, dan anyam. 2 Sejauh ini, dari berbagai
pernyataan tentang seni lebih mengarah pada kesanggupan manusia untuk dapat
menghasilkan sesuatu yang bernilai artistik (luar biasa).
1
2
Nooryan Bahari. Kritik Seni, Wacana Apresiasi dan Kreasi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 27.
Ibid., 49-50.
81
Semua bentuk seni berserta ekspresi estetik yang hadir dan berkembang dalam setiap
kebudayaan cenderung berbeda-beda dalam corak dan ungkapan, dan mempunyai ciri khas
masing-masing yang unik. Perbedaan corak dan ungkapan tidak hanya menyangkut
pemenuhan kebutuhan estetik saja, tetapi juga terkait dengan pemenuhan kebutuhan primer
dan sekunder. Pada masyarakat primitif, ekspresi estetik terkait dengan adat istiadat,
kebutuhan ekonomi, kepercayaan dan simbol suatu masyarakat.3 Berdasarkan pemaparan
diatas dapat disimpulkan bahwa, kebudayaan yang ada dalam suatu masyarakat meliputi
pengetahuan, kepercayaan, hukum, moral adat dan kesenian.
Suatu karya seni adalah hasil cipta seseorang dalam bidang seni yang tumbuh dari
pemikiran kreatif untuk memenuhi kebutuhan batin sekaligus agar dapat diapresiasi oleh
masyarakat. Seni dan budaya tidak dapat dipisahkan, karena mereka merupakan satu bagian,
secara sederhananya seni adalah suatu cara untuk mengekspresikan sesuatu, sedangkan
budaya adalah suatu tindakan yang berhubungan dengan budi dan akal manusia.
Seni budaya merupakan penjelmaan rasa seni yang sudah membudaya, yang termasuk
dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh orang banyak dalam rentang perjalanan
sejarah peradaban manusia. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa, sempe merupakan salah satu
budaya yang terdapat dari negeri Ouw, yang merupakan bagian dari sebuah seni. Dikatakan
demikian sebab sempe dibuat oleh masyarakat negeri Ouw yang bernilai artistik dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekunder masyarakat sekitar.
Berbicara kebutuhan kehidupan manusia akan selalu berhubungan dengan ekonomi
yakni kebutuhan materi maupun nonmateri, dimana disisi yang berbeda sempe lebih dari
3
Ibid., 48.
82
sekedar seni, bagi sebagian masyarakat negeri Ouw sempe menjadi sumber penghasilan.
Dengan menjadikan sempe sebagai mata pencaharian sampingan bagi masyarakat negeri
Ouw, merupakan sebuah bentuk partisipasi masyarakat untuk tetap menjaga dan melestarikan
warisan budaya yang mereka miliki, yang mana sempe bukan menjadi kepentingan ekonomi
semata melainkan bersamaan menjaga budaya tersebut.
4.3
Sempe sebagai simbol.
Dalam kehidupan manusia tidak akan terlepas dari simbol, simbol merupakan sesuatu
yang sangat penting, khususnya simbol yang berkaitan dengan kebudayaan. Pada zaman
dulu, dan memang sampai sekarang, kebudayaan daerah sering di sederhanakan menjadi
kebudayaan fisik: pakaian tradisional, rumah tradisional, kesenian tradisional dan lain-lain.
Menurut Clifford Geertz, kebudayaan berarti suatu pola makna yang ditularkan secara
historis, yang diwujudkan dalam simbol-simbol, suatu sistem konsep-konsep yang
diwariskan yang terungkap dalam bentuk-bentuk simbolis yang dengannya manusia
berkomunikasi, melestarikan dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang hidup dan
sikap-sikap terhadap kehidupan. Geertz, melihat simbol adalah setiap objek, tindakan,
peristiwa sifat, atau hubungan yang dapat berperan sebagai wahana suatu konsepsi. Dan
konsepsi ini adalah makna simbol. Karena itu, menurut Geertz, penafsiran kebudayaan pada
dasarnya adalah penafsiran simbol-simbol, sebab sifat simbol itu sendiri adalah teraba,
tercerap, umum dan konkret. 4
Berdasarkan cerita bersama negeri Ouw dan Seith, yang menceritakan perpisahan
adik dan kakak, yang disimbolkan dengan tanah sebagai tanda perpisahan yang kemudian
4
Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, (Yogyakarta: kanisius, 1992), 51.
83
dikelola oleh sang adik, yakni negeri Ouw, di mana menjadi sebuah hasil karya yang bernilai
artistik dan sebagai mata pencaharian. Kemudian karya ini diketahui oleh masyarakat luas
dan menjadi identitas bagi masyarakat negeri Ouw. Identitas yang dimiliki oleh negeri Ouw
atas sempe yang merupakan budaya, dijadikan sebagai simbol negeri itu sendiri, dimana
simbol sempe itu menggambarkan ciri khas masyarakat negeri Ouw. Dengan demikian
sempe yang merupakan kebudayaan yang terdapat pada masyarakat negeri Ouw dimaknai
sebagai sebuah simbol yang menggambarkan identitas kehidupan masyarakat negeri Ouw.
Simbol sempe yang direfleksikan oleh masyarakat negeri Ouw sebagai simbol
persaudaraan antara negeri Ouw dan negeri Seith sebagai gandong, disisi lain sempe menjadi
simbol identitas masyarakat negeri Ouw dalam hubungan sosial. Fungsi simbol sebagai
bungkusan atau tampilan (representasi) identitas dalam proses sosial yang terjadi dalam
masyarakat. Penggunaan simbol-simbol dalam suatu budaya masyarakat sangat penting
untuk menjalin komunikasi yang efisien dan untuk memelihara integritas dari suatu identitas.
4.4
Sempe sebagai Identitas Sosial.
Identitas bisa berbentuk kebangsaan, ras, etnik, kelas pekerja, agama, umur, gender,
suku, keturunan, dan sebagainya. Biasanya pendekatan dalam identitas sosial erat kaitannya
dengan hubungan interlasionship, serta kehidupan alamiah masyarakat dan society. Identitas
sosial merupakan bagian dari konsep individu yang bersumber dari pengetahuan mereka
tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial dengan berbagai jenis nilai, latar belakang
sejarah, norma, dan ikatan emosional yang berkembang dalam kelomok tersebut. 5
5
Henry Tajfel, “Social Categorization”, dalam S Moscovici (ed) Introduction a la psychilogic sociale, Vol
1 (Paris: Larousse, 1972), 31.
84
Richard Jenkins berpendapat bahwa, identitas adalah pemahaman kita akan siapa kita,
dan siapa orang lain, serta secara resiprokal, pemahaman orang lain akan diri mereka sendiri
dan orang lain. Identitas adalah sesuatu yang bisa dinegosiasikan dan dibuat dalam proses
interaksi manusia. Menurut Jenkins, identitas adalah tentang ‘arti’ (meaning) yang lebih
mengarah kepada dikonstruksi secara sosial, daripada mengenai perbedaan mendasar antar
manusia, karena identitas yang berbeda memberikan indikasi dengan orang seperti apa
seseorang berhubungan, dan karena itu bagaimana seseorang bisa berhubungan dengan
mereka (ada setelah motif). 6
Jenkins mencoba mendifinisikan identitas menurut
Kamus Inggris Oxford
menawarkan akar kata Latin – Identitas, dari idem, ‘sama’ – dan dua makna dasar;

Pada kesamaan objek seperti pada A1 adalah identik dengan A2, tetapi tidak
identik dengan B1. (analogi tersbut mungkin dipakai untuk menenrangkan
identitas seseorang tidak sama persis dengan identitas orang lain, begitu pula
identitas kelompok/sosial).

Selaras atau berkesinambungan dari waktu ke waktu yang merupakan dasar untuk
menangkap dan menetapkan kepastian dan kekhasan dari sesuatu. 7
Dari pandangan Jenkins tentang identitas, jika sempe dikaitkan melalui pandangannya
maka, sempe dapat dikatakan sebagai jati diri dari masyarakat negeri Ouw, di mana sempe
sebagai identitas masyarakat negeri Ouw. Hal ini didapatkan atas hubungan sosial maupun
negosiasi antara masyarakat negeri Ouw dan masyarakat sekitar. Ouw negeri sempe sebagai
6
7
Richard Jenkis, Social Identity, Third Edition. (London: Routledge, 2008), 4-5.
Ibid., 17.
85
gambaran masyarakat Ambon – Lease terhadap masyarakat negeri Ouw hal ini didapatkan
atas dasar respon masyarakat sekitar kepada masyarakat negeri Ouw atas budaya sempe yang
masih terus dilestarikan dan sebagai satu-satunya penghasil sempe di Maluku. Oleh karena
itu sempe sebagai kekhasan dari Masyarakat negeri Ouw yang tidak dimiliki oleh negerinegeri yang berada di Maluku, sehingga sempe selalu identik atau dihubungkan dengan
masyarakat negeri Ouw. Sempe bukan hanya sebagai julukan atau identitas dari masyarakat
negeri Ouw, namun sempe sendiri sudah mencakup lebih dalam dari kehidupan masyarakat
negeri Ouw. Dalam artian bahwa sempe sudah menjadi, filosofi kehidupan, simbol
persaudaraan maupun negeri,
pandangan hidup, struktur dalam bermasyarakat maupun
bersosial.
Dipertegas oleh Burke dan Stacts,8 keduanya melihat bahwa identitas sebagai sebuah
pandangan yang muncul dari tradisi interaksionisme simbolis struktural (structural symbolic
interractionism). Menurut mereka beberapa hal penting dalam pandangan mereka terhadap
identitas. Pertama, perilaku yang tergantung pada kata bernama atau diklasifikasikan bahwa
nama-nama ini membawa makna dalam bentuk respon bersama yang bersumber dari
interaksi sosial. Kedua, bahwa di antara kelas-kelas yang bernama adalah simbol yang
digunakan untuk menunjuk posisi dalam struktur sosial. Ketiga, bahwa orang-orang yang
bertindak dalam konteks satu nama yang lain pada struktur sosial dalam arti mengakui satu
sama lain sebagai penghuni posisi dan datang untuk memiliki harapan bagi orang lain ini.
Keempat, bahwa orang yang bertindak dalam konteks struktur sosial juga menamai diri
mereka sendiri dan menciptakan makna terinternalisasi dan harapan berkaitan dengan
8
Jan E. Stects and Peter J. Burke, A Sociological Approach to self and Identity (Departement of Sociology:
Washington State University, tanpa tahun), 9-10.
86
perilaku mereka sendiri. Kelima, bahwa harapan dan makna dari dasar penuntun untuk
perilaku sosial dan dengan persimpangan menyelidik antara aktor ini membentuk dan
membentuk kembali isi dari interaksi, serta kategori, nama-nama dan arti yang digunakan.
Anthony Cohen melihat, budaya sebagai identitas yang mengacu pada upaya
mewakili seseorang atau kelompok yang dibatasi oleh nilai-nilai. Menurut Cohen, kita harus
melihat budaya sebagai hasil dan produk interaksi, atau, dengan kata lain, melihat orangorang aktif dalam terciptanya budaya, bukannya pasif dalam menerima hal itu. Berbicara
tentang komunitas, Cohen, membawa kita untuk lebih memahami komunitas atau masyarakat
itu sendiri. Ia menjelaskan bahwa “komunitas” adalah salah satu kata-kata seperti budaya,
mitos, ritual, simbol.9
Menurut Cohen Identitas direfleksikan sebagai simbol, secara tidak langsung simbol
direkontrusikan oleh masyarakat untuk memaknai masyarakat itu sendiri. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa budaya adalah cara kita membuat makna, dengan siapa membuat
dunia yang berarti bagi diri sendiri, dan diri kita berarti bagi dunia. 10 Identitas sosial adalah
persamaan dan perbedaan, soal personal dan sosial, soal apa yang kamu miliki secara
besama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakanmu dengan orang lain. 11
Identitas negeri Ouw (Ouw negeri sempe) itu merupakan refleksi masyarakat atas
kebudayaan yang terdapat dalam sebuah seni menjadi simbol identitas yang terdapat nilainilai, norma dan kode moral yang terkandung dalam suatu masyarakat. Simbol memiliki
batasan yang menekankan pada makna masalah defenisi yang ditimbulkan untuk mencari
9
11.
Anthony P. Cohen. The Symbolic Construction of Community. (London and New York: Routledge, 1985),
10
11
Ibid., 25.
Chris Barker, Cultural Studies: Teori dan Praktik (Yogakarta: PT. Bentang Pustaka, 2005), 221.
87
sebuah model struktural masyarakat secara spesifik dalam bentuk organisasi sosial. Negeri
Ouw identik dengan sempe, di mana dengan bermodalkan kerajinan tangan orang Ouw
dikenal sebagai pengrajin sempe. Hal ini terlihat ketika orang Ouw berjumpa dengan
masyarakat Maluku pada umumnya, dan dalam perkenalan jika ada yang bertanya, “asal dari
mana?” dan ketika menjawab “Ouw” dengan spontan respon dari yang orang bertanya
adalah “oh, sempe”. Ini sudah mejadi tanda pengenal bagi orang Ouw dan secara tidak
langsung penyebutan Ouw negeri sempe menjadi identitas sosial yang membedakan negeri
Ouw, dengan negeri-negeri lain yang berada di Maluku. Ada pun pemaknaan dari masyarakat
Maluku pada umumnya tentang identitas sosial masyarakat negeri Ouw ialah sebagai negeri
pengrajin sempe, berbeda dengan yang dimaknai sendiri oleh masyarakat negeri Ouw
terhadap identitas sosial mereka.
4.5 Pemaknaan Sempe sebagai simbol identitas sosial negeri Ouw.
Pembahasan sempe sebagai identitas sudah dibahas dalam topik sebelumnya, penulis
mencoba untuk memberikan pemanahaman masyarakat negeri Ouw terhadap simbol sempe
sebagai identitas negeri mereka. Berdasarkan literatur-literatur dari beberapa parah ahli untuk
membangun sebuah pemaknaan akan identitas sertra hasil wawancara yang penulis dapatkan
dalam data lapangan, di mana wawancara ini menggunakan teknik snowball sampling yang
mana penulis mewawancarai narasumber yang di anjurkan oleh narasumber lain yang saling
berkaitan dengan topik wawancara agar sampai pada masalah yang diangkat dalam
penulisan. Dalam bab 2 (dua) spenulis sudah mencoba untuk menguraikan pandangan dari
beberapa ahli tentang identitas dan pemkanaan simbol, dalam bab ini penulis hanya mengulas
secara singkat teori-teori dan data lapangan dalam membahas permasalahan yang di angkat.
88
Menurut Jenkins identitas sosial ialah pemahaman kita tentang siapa kita dan siapa
orang lain dan timbal balik, orang lain memahami diri sendiri dan lainnya (termasuk kita).
our understanding of who we are and of who other people are, and
reciprocally, other’s people understanding of themselves and of other (which
includes us).
Dengan demikian identitas sosial merupakan suatu proses yang saling berlawanan satu sama
lain. Lebih lanjut Jenkins, mengatakan bahwa identitas bukanlah sesuatu yang jadi,
melainkan suatu proses yang terus berkelanjutan (dinamis).
Bagi Jenkins, pembentukan identitas melalui tiga hal, yakni; pertama, identitas
individual dan kolektif berkembang secara sistematis, dan berkembang atas keterlibatan satu
sama lain. Kedua, identitas induvidu dan kolektif merupakan prodak interaksional
“eksternal” yang diidentifikasi oleh orang lain sebagai identitfikasi “internal”. Ketiga, proses
terjadinya identitas dihasilkan baik dalam wacana – narasi, retrorika dan sepresentasi – dan
dalam materi, seringkali bersifat sangat praktis, yang merupakan konsukuensi dari penetapan
identitas. 12
Identitas sosial tidak akan terlepas dari suatu masyarakat atau pun komunitas, dalam
artian bahwa sosial berarti berkelompok tidak seorang diri (induvidu). Cohen melihat bahwa
dalam suatu masyarakat atau komunitas terdapat budaya, mitos, ritual, serta simbol.13 Cohen
menambahkan bahwa, simbol merupakan hal-hal yang kita pikirkan. 14Simbol memiliki
batasan yang menekankan pada makna masalah defenisi yang ditimbulkan untuk mencari
sebuah model struktural masyarakat secara spesifik dalam bentuk organisasi sosial. ini
menunjukkan bahwa struktur tidak dalam diri mereka sendiri, tetapi juga membuat makna
12
13
Ibid., 200 – 201.
Anthony P. Cohen. The Symbolic Construction of Community. (London and New York: Routledge,
1985), 11.
14
Richard Jenkis, Social Identity,….. 15.
89
bagi orang-orang. Tujuannya adalah untuk membangun sebuah komunitas simbolis yang
menyediakan makna dari identitas yang dimiliki oleh masyarakat.
Adapun Mead berpendapat bahwa, perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang
diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat
berupa simbol, maka kita dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya
dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain. 15 Simbol pada umumnya
memberikan gambaran bagi kita untuk menunjukan atau menggambarkan suatu objek, dan
melalui simbol, manusia dapat menarik suatu pemaknaan dan berkomunikasi, serta
berinteraksi seperti halnya interaksi simbolik.
Dimana interaksi simbolik merupakan hal yang saling berhubungan dengan
pembentukan makna dari suatu benda atau lambang atau simbol, baik benda mati maupun
benda hidup, melalui proses komunikasi baik sebagai pesan verbal maupun perilaku non
verbal dan tujuan akhirnya adalah memaknai simbol (objek) tersebut berdasarkan
kesepakatan bersama yang berlaku di wilayah atau kelompok masyarakat tertentu.
Masyarakat (society) menjadi sebuah lingkungan sosial bagi angota-anggotanya (self)
yang memiliki pikiran (mind). Hal ini berlaku bagi masyarakat negeri Ouw, ketika setiap
anggotanya berusaha memiliki makna yang sama mengenai identitas sosial mereka sebagai
penghasil sempe. Seperti pemaknaan sempe sebagai simbol identitas sosial, bagi masyarakat
negeri Ouw, walaupun mereka memiliki pandangan yang beraneka ragam terhadap simbol
sempe itu sendiri.
15
Dedi Mulyana, Metodologi Penilitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya, 2002), 69.
90
Melalui proses pemikiran (mind) akan memperkuat setiap anggota masyarakat
terhadap simbol mereka sebagai identitas. Makna Ouw negeri sempe terbentuk secara
interpretif oleh masyarakat melalui proses interaksi yang disepakati secara bersama. Penulis
menemukan tiga makna tentang simbol sempe sebagai identitas sosial negeri Ouw.
Makna pertama yang paling kuat ialah memiliki, masyarakat negeri Ouw merasa
memiliki yang begitu besar terhadap budaya yang mereka miliki. Rasa memiliki terhadap
warisan budaya yang ditinggalkan oleh para leluhur, membuat mereka bertanggung jawab
atas pelestarian dan menjaga budaya tersebut. hal ini terlihat dimana pada zaman modern ini
banyak perlengkapan rumah tangga yang lebih baik sudah disediakan, oleh karena itu sempe
yang merupakan tempat penyajian makanan khas Maluku yakni papeda sudah digantikan
oleh peralatan yang lebih modern. Namun sampai saat ini masyarakat negeri Ouw tidak
jenuh, tetap melestarikan dan membuat sempe, walaupun peminat akan sempe sudah mulai
berkurang. Hal ini didasarkan atas dasar memiliki budaya yang tidak dimiliki oleh negerinegeri lain di Maluku, oleh sebab itu identitas Ouw negeri sempe sebagai satu-satunya negeri
penghasil sempe. Alasan masyarakat negeri Ouw masih tetap menjaga budidaya sempe ini,
menurut Chundrat Tutupoly Alasannya ialah karena masyarakat negeri Ouw sadar bahwa
sempe merupakan warisan budaya dan mempunyai rasa memiliki maupun kecintaan terhadap
budaya tersebut, sehingga sampai saat ini sempe terus dibudidayakan agar tidak mati telan
oleh waktu, ketika budaya ini hilang dalam kehidupan masyarakat negeri Ouw, itu tandanya
masyarakat negeri Ouw tidak menghormati para leluhur. Sebagai anak – cucu harunya
91
menghargai titpan dari pada orang tua-tua dahulu. Menghragai dengan cara terus menjaga
dan melestarikan warisan terbeut.16
Pemaknaan kedua adalah persaudaraan, masyarakat negeri Ouw melihat bahwa
sempe merupakan bagian dari hubungan gandong antara negeri Ouw dan negeri Seith. Sempe
sebagai pengikat persaudaraan, bagaikan budaya sempe yang dijaga dan dilestarikan,
demikian juga hubungan tali gandong yang terjalin hingga saat ini. Berangkat dari sejarah
asal muasal sempe sendiri yakni sebagai sebuah pemberian dari gandong (Seith) kepada adik
negeri Ouw. Pemberian ini harus dijaga bagaikan hubungan persaudaraan adik dan kakak
yang tetap terjaga hingga sekarang. Dalam artian bahwa sempe sebagai pengikat
persaudaraan antara negeri Ouw dan Seith sebagai gandong, terlebihnya lagi dalam
permasalahan konflik yang pernah terjadi di Maluku yang berisukan agama, seperti diketahui
bahwa negeri Ouw beragama Kristen dan negeri Seith beragama Islam. Hubungan yang
terjaga dikarenakan hubungan dan budaya yang dijaga dan dikembangkan sampai saat ini. 17
Menurut Hatuina, sebagai kakak yang berasal dari negeri Seith dalam hubungan gandong
Ouw dan seith. 18
Sempe bukan hanya berarti bagi negeri Ouw, untuk orang Seith juga sangat
penting. Berawal dari tanah yang di ambil dari Waimula, sebagai tanda
perpisahan adik dan kakak, dari tanah bisa menjadi identitas persaudaran
gandong, dioleh oleh adik gandong menjadi sempe bisa menjadi identitas
negeri Ouw. Hal ini merupakan suatau hal yang begitu kompleks, karena
dilihat satu simbol seperti sempe bisa menjadi dua identitas yankni negeri
dengan negeri Ouw.
Kemudian makna yang ketiga adalah kehidupan, bagi masyarakat luas, sempe adalah
benda mati atau peralatan dapur semata, tetapi bagi masyarakat negeri Ouw sempe
Hasil wawancara dengan Bpk. C. R. Tutupoly, Ketua Perwaliska di Masohi, 5 Mei 2016
Hasil wawancara dengan Bpk M. Silahooy. sebagai penulis sejarah negeri Ouw, 28 April 2016
18
Hasil wawancara dengan Bpk H. Hatuina. sebagai penulis sejarah negeri Ouw, 22 April 2016
16
17
92
merupakan kehidupan mereka. Bagi masyarakat negeri Ouw, sempe mencerminkan
kehidupan yang begitu kompleks dengan segala kepelbagaian masalah yang terjadi dalam
kehidupan suatu masyarakat. Dilihat dari cara pembuatan sempe yang hanya dari segenggam
tanah, dibentuk menjadi sebuah sempe yang indah, seperti halnya proses kehidupan yang
dijalani oleh setiap orang. Adapun kelangsungan kehidupan manusia akan melakukan apapun
untuk mencukupi hidupnya, demikian juga dengan masyarakat negeri Ouw, dengan
bermodalkan budaya mereka mencukupi kehidupan mereka dengan menjadikan sempe
sebagai sumber mata pencaharian.
sempe ini ini pemberian gandong Seith, jadi katong sebagai anak cucu negeri
Lisaboli Kekelisa harus menjaga harta ini sampai bumi kiamat. Deng cara
apa? Katong harus terus buat sempe, jual sempe kiri-kanan biar akang seng
mati. Dari situ jua katong bisa dapat hidup kio! Umpama saja kalo katong
biking sempe la seng jual akang Cuma mati di katong pung negeri, apalagi kalo
katong seng biking akang dari dolo mungkin seng ada sempe ini. Jadi harus
bersyukur bahwa dari sempe ini katong bisa pake par makang sahari atau dua
hari kio.19
Masyarakat negeri Ouw berpikir bahwa menjadikan sempe sebagai mata pencaharian
sampingan merupakan sebuah bentuk partisipasi masyarakat untuk tetap menjaga dan
melestarikan warisan budaya yang mereka miliki, yang mana sempe bukan menjadi
kepentingan ekonomi semata melainkan bersamaan menjaga budaya tersebut.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemaknaan atau pemahaman akan suatu simbol
identitas akan beragam, dikarenakan setiap orang dibebaskan untuk memaknai simbol
identitasnya masing-masing baik bagi masyarakat negeri Ouw itu sendiri, maupun
masyarakat luas terhadap sempe sebagai simbol identitas negeri Ouw. Walaupun pada
umumnya dimaknai sebagai sebagai identitas negeri sekaligus identitas persaudaraan.
19
Ibid.,
93
Download